Laporan Kegiatan World Youth Day 2013 Diberkati Menjadi Misionaris, Diutus untuk Mencintai dan Memberkati Undangan untuk mengikuti World Youth Day (WYD) 2013 di Rio de Janeiro telah disampaikan Bapa Suci Benediktus XVI sejak 2011 lalu. Tepatnya saat Paus berkebangsaan Jerman ini mengumumkan lokasi penyelenggaraan berikutnya ketika menutup WYD Madrid 2011. Sejak itu kerinduan semakin terpatri di sanubari setiap kaum muda Katolik di berbagai penjuru dunia untuk kembali bertemu, bergembira bersama, dan merayakan kesatuan iman dalam anugerah keberagaman yang demikian kaya. Seolah menjawab kebutuhan Gereja universal saat ini untuk menghidupi kesejatian iman Katolik, WYD 2013 yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, kota wisata terpopuler di Brasil digelar dengan mengusung tema “Go and Make Disciples of All Nations” (Matius 28:19). Layaknya patung “Cristo Redentor” (Kristus Penebus) berukuran raksasa di Bukit Corcovado yang anggun berdiri dengan tangan terbuka, Rio de Janeiro menyambut para peziarah muda dari berbagai bangsa, suku dan budaya, termasuk orang muda Katolik (OMK) Indonesia dengan tangan dan hati terbuka. OMK Indonesia Turut Berziarah Brasil, yang berjarak puluhan ribu kilometer terpisahkan oleh berbagai benua dan samudera yang memakan waktu penerbangan sekitar 35 jam tak jadi penghalang berarti bagi OMK Indonesia untuk hadir dan bertemu dengan jutaan kaum muda lainnya yang datang dari berbagai negara. Usai diutus oleh Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Uskup Agung Jakarta dalam Perayaan Ekaristi Perutusan di Aula Gereja St. Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, OMK Indonesia memulai peziarahan iman mereka. Keberangkatan OMK Indonesia terbagi dalam dua rombongan besar, yakni Grup 16 yang terdiri dari Mgr. John Philip Saklil (Ketua Komisi Kepemudaan KWI dan Uskup Timika) bersama 4 pastor dan 37 OMK dari berbagai daerah yang berangkat pada 16 Juli, dan Grup 18 yang terdiri dari 50 orang termasuk 5 orang pastor yang berangkat pada 18 Juli 2013. Selain kedua rombongan ini, masih terdapat beberapa grup lain, seperti volunteer, Magis dan Youth Dehonian Community (YDC). Tak ketinggalan pula beberapa OMK asal Keuskupan Pangkalpinang yang bergabung dalam Grup 16, yakni Nory (Paroki Katedral St. Yosef, Pangkalpinang), Aurelia Evi Guslianti (Paroki St Bernadeth, Pangkalpinang), Darmawan (Paroki Regina Pacis, Tanjung Pandan), Cecilia (Paroki St. Petrus, Lubuk Baja, Batam) dan Fredyka (Pangkalpinang) Semana Misionaria: Temu Budaya dan Temu Iman Setibanya di Sao Paulo, OMK Indonesia terlebih dahulu mengikuti Semana Misionaria atau Missionary Week di 2 paroki, yakni Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema yang menjadi lokasi Semana Misionaria bagi Grup 16, dan Paroki Divino Espirito Sancto, Campo Limpo bagi Grup 18. Kesempatan ber-Semana Misionaria di Diadema dan Campo Limpo dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh OMK Indonesia untuk mengalami kasih Allah yang tak mengenal batas bahasa, budaya, dan bangsa. Meski saling dibayangi keterbatasan bahasa sebagai alat komunikasi verbal, tetapi OMK Indonesia maupun umat di Diadema dan Campo Limpo sungguh merasakan bahasa kasih Tuhan yang menjembatani keterbatasan-keterbatasan manusia dan mereka pun dapat merasakan sambutan umat dan orang muda Katolik yang sangat luar biasa. Anugerah perbedaan dirayakan dan disyukuri bersama dalam kesatuan iman Katolik, melalui Ekaristi, pentas budaya, maupun misa inkulturasi. Secara khusus, beberapa peziarah muda asal Keuskupan Pangkalpinang yang bergabung dalam Grup 16 merasakan indahnya merayakan anugerah keberagaman dalam kesatuan iman Katolik melalui Perayaan Ekaristi dalam Bahasa Portugis dan Indonesia, Adorasi bersama umat, berdoa “Bapa Kami” bersama dalam Bahasa Indonesia dan Portugis, serta memohon restu Bunda Maria yang dikenal dengan nama Nossa Senhora Aparecida yang pelindung Brasil, dan merayakan Misa Sertaneja, suatu misa inkulturasi khas Brasil yang menjadi momen perpisahan sebelum mereka menuju Rio de Janeiro. Tak melulu perayaan liturgis, bersama dengan Grup 16, OMK asal Keuskupan Pangkalpinang ini sempat berpartisipasi dalam pertandingan sepakbola persahabatan, mengunjungi Jardim Botanico dan Katedral Metropolitan Keuskupan Agung Sao Paulo. Selain itu, mereka berkesempatan pula mengetahui uniknya Gereja dalam sistem network yang diterapkan Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema. Paroki yang dipimpin oleh RP. Fernando Beki Doren, SVD (murid dari Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD) tidak memiliki gereja pusat paroki. Gereja justru didekatkan kepada umat melalui komunitas-komunitas yang masing-masing memiliki sebuah kapel. Umat didorong untuk mandiri dan otonom dalam mengelola pelayanan pastoral komunitas mereka, termasuk dalam hal katekese, liturgi, persiapan-persiapan baptis, komuni dan lainnya. Peran pastor adalah pendamping umat dalam pengembangan iman mereka. Terdapat 7 communidades (komunitas) di paroki ini, yaitu komunitas Nossa Senhora Aparecida Campanario, Nossa Senhora do Perpetua Socorro, St. Teresinha, Sao Judas Tadeu yang memiliki relikwi St. Yudas Tadeus dan St. Yosep, Sao Joaquim, Rosa Mistica, dan St. Rita de Cassia. WYD Setibanya Paroki St. Cecilia, Braz de Pina, Rio de Janeiro usai Semana Misionaria, peziarah muda Indonesia langsung larut bersama jutaan kaum muda Katolik dari seluruh penjuru dunia dalam WYD. Mereka pun mengikuti seluruh rangkaian kegiatan utama WYD, yakni Misa Pembukaan yang dipimpin oleh Mgr. Orani Joao Tempesta, Uskup Agung Rio de Janeiro (23/7), Upacara Penyambutan Paus Fransiskus (25/7), Jalan Salib (26/7), Vigil yang menjadi ibadat, doa bersama, renungan dan Adorasi yang dipimpin Paus pada malam sebelum Misa Penutupan (27/7), dan ditutup dengan Misa Penutupan yang dipimpin oleh Paus Fransiskus (28/7) yang diikuti oleh lebih dari 3,5 juta orang yang memadati Pantai Copacabana. Dalam homilinya pada Misa Penutupan ini, Paus Fransiskus dengan lantang menyerukan 3 hal kepada jutaan kaum muda Katolik yang hadir untuk “Pergi! Jangan takut! Layanilah semua!” Pesan yang sangat gamblang sekaligus dalam untuk mengobarkan semangat perutusan kaum muda Katolik dari seluruh dunia. Paus juga mengumumkan bahwa penyelenggaraan WYD berikutnya pada 2016 akan dilaksanakan di kota Krakow di Polandia, kota tempat Beato Yohanes Paulus II “Yang Agung”, yang beberapa saat lagi diprediksikan akan dikanonisasi menjadi seorang santo, berkarya sebagai imam hingga menjadi Uskup Agung dan Kardinal sebelum terpilih menjadi Paus. Dalam Misa Penutup WYD, peziarah muda Indonesia pun amat bangga, karena official theme song WYD yang diaransemen oleh Archangeli Epsilandri Setyarini dalam bahasa, irama dan musik khas Indonesia diperdengarkan saat sebelum dan sesudah misa bersama dengan theme song WYD dalam bahasa Portugis, Spanyol, Inggris, dan bahasa-bahasa lainnya. Landri, OMK asal Paroki St. Paulus, Nganjuk, Keuskupan Surabaya, memadukan irama khas Jawa, Bali, Sunda dan Kalimantan dalam aransemennya. Landri yang juga sempat mengaransemen Mars Indonesian Youth Day adalah orang pertama yang menerjemahkan official theme song WYD dalam sejarah perjalanan WYD. Selain kegiatan utama tersebut, WYD juga menyajikan kegiatan-kegiatan lain, diantaranya ragam katekese oleh para Uskup di gereja-gereja, sekolah-sekolah, dan gedung-gedung yang menjadi sentra akomodasi para peziarah muda, Youth Festival, Vocation Fair, pengakuan dosa, Youth Gathering, dan masih banyak kegiatan lainnya. Paroki St. Cecilia, Braz de Pina yang menjadi lokasi penginapan kedua grup asal Indonesia bersama dengan peziarah muda lain asal India, Skotlandia, Kanada, Kepulauan Samoa, Barbados, dan imigran Vietnam yang bermukim di Amerika Serikat juga menyelenggarakan katekese di sebuah aula sekolah hampir setiap pagi usai waktu makan pagi. OMK Indonesia dipercayai menjadi tim animator dua katekese. Dalam sebuah katekese, Mgr. Charles Scicluna asal Malta yang menyampaikan materi katekese memuji umat Katolik Indonesia yang menjadi minoritas di Indonesia. “I know that Catholic is a minority in Indonesia. But such an important minority!” tegas beliau. Peneguhan juga diberikan oleh Mgr. Anthony Fisher asal Sydney, Australia dalam katekese keesokan harinya yang mengatakan bahwa “One people with God is majority!” Padatnya kegiatan WYD pada akhirnya mengandaikan kemandirian setiap kaum muda Katolik, termasuk OMK Indonesia untuk mengatur diri dan prioritas mereka agar mampu mengikuti ritme kegiatan-kegiatan WYD, tetapi tetap memberi ruang bagi peneguhan iman mereka pribadi, misalnya dengan mengunjungi puluhan kapel dan gereja di seantero Rio de Janeiro atau melalui “Novena 9 Gereja” untuk mensyukuri anugerah keberangkatan mereka ke WYD. Dalam WYD Rio, OMK Indonesia kembali dapat merayakan anugerah keberagaman dalam kesatuan iman Katolik, melalui berbagai misa, ibadat, doa-doa, rosario dalam berbagai bahasa, bahkan dalam pertemuan dan tegur sapa antar sesama pilgrims (peziarah). Ajang WYD Rio bahkan mempertemukan mereka dengan beberapa misionaris asal Indonesia yang berkarya di Brasil, Cile dan Amerika Serikat, di antaranya Rm. Fernando Doren, SVD (Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema, Sao Paulo), Rm. Clemens Naben, SVD (Paroki Divino Espirito Santo, Campo Limpo, Sao Paulo), Rm. Polikarpus Rangga, SVD (Paroki Nossa Senhora Aparecida Jardim Miriam, Sao Paulo), Rm. Kristianto Naben, SVD (berkarya di Iguape, pedalaman Sao Paulo), Rm. Wilhelmus Jemada, SVD (berkarya di Collegio Germania del Verbo Divino, Puerto Varas, Cile), Rm. Vitus Gustama, SVD (berkarya di Barra Mansa, Rio de Janeiro), Rm. Adam Mare, SVD (berkarya di Negara Bagian Espirito Santo, Brasil), Rm. Rafael Plato Lori Nuka, SVD (berkarya di Gama, brasilia) dan Rm. Miguel Maria Soeherman, MFVA (misionaris Fransiskan asal Bogor yang berkarya di Amerika Serikat). Seluruh kegiatan utama WYD dipusatkan di Pantai Copacabana dan selama hari-hari itu, pantai yang menjadi ikon Rio de Janeiro ini dipenuhi jutaan orang, meski harus berdesakdesakan, berjalan kaki belasan hingga puluhan kilometer, bertahan dalam cuaca dingin, angin dan hujan yang selalu tumpah di Rio de Janeiro yang saat itu bersuhu 13-18 derajat Celcius. Figur Paus Fransiskus yang rendah hati, sederhana, karismatik, spontan, berwajah teduh, dan selalu tersenyum mampu mendongkrak animo orang muda Katolik untuk setia mengikuti WYD. Bahkan jutaan peziarah muda rela menginap di Pantai Copacabana selepas Vigil untuk menyongsong Misa Penutupan WYD meski di tengah cuaca dingin bersuhu kurang dari 15 derajat Celcius dan terpaan angin pantai. Banyak Makna dan Keajaiban WYD bukanlah semata-mata pesta kaum muda sedunia yang berkumpul di suatu kota. WYD juga merupakan perayaan iman. Oleh karena itu, meski dalam acara yang demikian padat, cuaca yang kurang bersahabat, perjalanan yang demikian jauh, tentu banyak makna, kesan mendalam bahkan keajaiban yang didapat oleh para peziarah muda asal Indonesia. Pengalaman indah dialami oleh 15 orang muda Katolik yang mayoritas merupakan mahasiswa-mahasiswi, karyawan, dan alumni Unika Atma Jaya, Jakarta, sehingga kerap disebut “Grup Atma Jaya”. Kelima belas orang ini sejak akhir 2012 telah melakukan pencarian dana dengan berbagai cara untuk dapat memenuhi undangan Tuhan mengikuti WYD, termasuk pula beberapa orang muda asal Keuskupan Pangkalpinang, yakni Nory, Aurelia Evi Guslianti, dan Rm. Paschal. Pasang surut kerap terjadi dalam grup ini. Ada yang memutuskan untuk mundur, tetapi ada pula yang akhirnya bergabung hingga akhir, pun ada yang baru bergabung di tengah perjalanan dan menggenapi grup menjadi 15 orang. Pengalaman dapat berangkat menuju WYD Rio de Janeiro sungguh luar biasa bagi mereka karena mereka menjadi saksi hidup bahwa karya Tuhan dan pertolongan-Nya datang tepat waktu, tidak terlalu cepat, dan tidak terlambat. Gerard Martin Thema yang telah mengikuti WYD Sydney 2008 dan Madrid 2011 dan menjadi koordinator kelompok ini menuturkan pengalaman imannya bahwa di hari terakhir grup ini harus membayar biaya keberangkatan yang masih kurang puluhan juta, Tuhan menolong mereka dan menggenapi kekurangan yang mereka butuhkan dengan nominal yang persis sama, tidak lebih, dan tidak kurang. Sungguh karya Tuhan luar biasa. Seorang peziarah muda (Willem Turpijn) pun sempat mengalami kasih Tuhan ketika menumpang sebuah kereta untuk kembali menuju tempat penginapan mereka di Braz de Pina. Peziarah muda itu terkesan melihat seorang anak muda down syndrome yang mengenakan tshirt WYD 2013 sambil asyik memakan snack yang ia miliki. Meski “kekurangan”, anak muda ini bisa mengalami kebahagiaan, dan mau jauh-jauh dan susah-susah mengikuti WYD 2013 meski harus ditemani ibunya. Terkesan dengan sukacita iman yang dimiliki anak muda itu, peziarah muda ini kemudian tergerak memberikan sehelai pakaian tradisional asal Yogyakarta yang dimilikinya. Terang saja anak yang menderita down syndrome dan juga ternyata bisu kegirangan dan menyampaikan terima kasihnya dengan bahasa isyarat sambil mengajak “tos”. Pemberian pakaian kemudian dibalas ibu sang anak dengan memberikan kalung salib “Tau”. Beberapa kaum muda asal Puerto Rico dan Argentina pun turut memberikan souvenir mereka kepada anak ini. Menyaksikan dan mengalami sukacita iman itu, peziarah muda asal Indonesia itu akhirnya menangis penuh haru dan bersyukur atas apa yang telah dialaminya. Mengikuti WYD merupakan pengalaman iman yang luar biasa. Seolah tidak kehabisan energi meski kerap capai karena padatnya acara dan jauhnya perjalanan. Dan, seperti yang dituturkan Nory, salah satu peziarah muda yang juga tergabung dalam “Grup Atma Jaya”, ia semakin bangga untuk menjadi seorang Katolik. Ia bangga atas anugerah perbedaan yang diberikan Tuhan yang dapat dirayakan dalam kesatuan iman akan Kristus melalui WYD. Ia pun tersentuh atas bahasa kasih yang diberikan Tuhan yang mengatasi segala perbedaan bahasa, budaya dan bangsa, sehingga orang dapat saling mengerti, saling berpelukan, saling membantu meski tak kenal, meski beda bangsa, meski tak paham bahasa masing-masing. WYD Rio sungguh menjadi pengalaman luar biasa bagi Nory yang terpilih dari ratusan juta orang Indonesia, di antara jutaan orang muda Katolik Indonesia, untuk mewakili Indonesia dan Asia menerima komuni langsung dari “Dom” Orani Joao Tempesta, Uskup Agung Rio de Janeiro di panggung utama pada Misa Pembukaan WYD 2013. Nory yang juga alumna Fakultas Hukum Unika Atma Jaya ini juga dengan bangga mengenakan kebaya karena berkesempatan duduk di area khusus dekat panggung utama ketika Perayaan Ekaristi Penutupan WYD 2013 yang dipimpin langsung oleh Paus Fransiskus. Lain lagi dengan Aurelia Evi Guslianti, salah seorang peziarah muda asal Keuskupan Pangkalpinang yang kini tengah menempuh kuliah di Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unika Atma Jaya, yang sungguh merasakan bahwa WYD adalah perjalanan iman yang benar-benar menyentuh hati nurani. Evi, demikan ia akrab disapa, menuturkan bahwa kasih dan persaudaraan terjalin di antara berbagai peserta dari penjuru dunia. “Menjadi sangat bangga sebagai seorang Katolik, dan semakin tergerak untuk menghayati dan mewujudnyatakannya” ujar Evi. Ada suatu kejadian saat WYD yang diingat oleh Evi, yakni ketika seorang demonstran wanita dari suatu kelompok advokasi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), membuka bajunya di depan Evi yang tengah berlutut di tepi jalan di Pantai Copacabana saat Adorasi pada Vigil bersama Paus Fransiskus. Evi, yang kala itu bersama Gerard (peziarah muda Indonesia) tak bereaksi apapun terhadap tindakan provokasi demonstran wanita yang sengaja mengganggu di tengah kerumunan para peziarah WYD yang ketika itu tengah berdoa bersama Paus. Bukannya kesal atau marah, Evi dan rekannya justru tertegun dan prihatin terhadap amarah dan tindakan demonstran wanita itu. Adegan provokasi yang berlangsung dalam waktu beberapa menit itu tak menggoyahkan fokus mereka terhadap Sakramen Mahakudus yang tengah ditahtakan di panggung utama WYD. Kekhidmatan Adorasi dalam Vigil pun tak terganggu demonstrasi kelompok kecil itu karena para peziarah tak terpancing provokasi dan gangguan mereka. Usai demonstran wanita itu pergi, Evi dan Gerard lalu mendoakan demonstran wanita itu. Mari Mengenal WYD World Youth Day (WYD) atau Hari Pemuda Sedunia adalah temu akbar dan juga temu iman yang dilaksanakan setiap 3 tahun sekali yang dihadiri oleh jutaan pemuda Katolik dari berbagai penjuru dunia untuk berkumpul,, bertemu dengan Paus, dan secara khusus meneguhkan iman mereka melalui doa-doa, katekese, berbagai perayaan iman, ibadat, Vigil, Adorasi, Jalan Salib, pengakuan dosa, dan Perayaan Ekaristi. WYD adalah salah satu warisan mulia dari Beato Yohanes Paulus II “Yang Agung” yang memulainya pada Minggu Palma 1984 di Roma, Italia. Sejak itu, WYD, semangat dan sukacita yang dibawanya, ikon-ikon utamanya, yaitu Salib WYD dan ikon Bunda Maria telah menjelajah dunia, melintasi samudera, berbagai benua, negara, kota-kota untuk bertemu umat Katolik, khususnya orang muda di berbagai ujung bumi. Setelah dimulai di Roma, “batu karang Gereja”, WYD kemudian digelar di Buenos Aires (Argentina, 1987), Santiago de Compostela (Spanyol, 1989), Czetochowa (Polandia, 1991), Denver (USA, 1993), Manila (Filipina, 1995), Paris (Prancis, 1997), Roma (Italia, 2000), Toronto (Canada, 2002), Koln (Jerman, 2005), Sydney (Australia, 2008), Madrid (Spanyol, 2011), dan akhirnya pada 2013 ini WYD XXVIII diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil dengan tema “Go and Make Disciples of All Nations” (Mat 28 :19). Selanjutnya, Paus Fransiskus telah menetapkan Krakow, salah satu kota di Polandia sebagai kota penyelenggara WYD 2016 mendatang. Meski WYD 2013 telah usai, semangat perutusan yang dikobarkan WYD dan Paus Fransiskus tetap ada dan menyala dalam diri setiap peziarah muda Indonesia, termasuk beberapa OMK asal Keuskupan Pangkalpinang. Mereka berjanji akan membagikan semangat, sukacita, cerita, dan syukur mereka dari WYD, “berbuah” dalam hidup mereka, dan berusaha agar sebanyak mungkin orang muda Katolik dapat merasakan indahnya WYD selanjutnya di Krakow, Polandia pada 2016. Siapa yang tertarik? Willem Turpijn