Laporan Kegiatan World Youth Day 2013 Diberkati Menjadi Misionaris, Diutus untuk Mencintai dan Memberkati Undangan untuk mengikuti World Youth Day (WYD) pada 2013 di Rio de Janeiro telah disampaikan Bapa Suci Benediktus XVI sejak 2011 lalu. Tepatnya saat Paus berkebangsaan Jerman ini mengumumkan lokasi penyelenggaraan berikutnya ketika menutup WYD Madrid 2011. Sejak itu kerinduan semakin terpatri di sanubari setiap kaum muda Katolik di berbagai penjuru dunia untuk kembali bertemu, bergembira bersama, dan merayakan kesatuan iman dalam anugerah keberagaman yang demikian kaya. Seolah menjawab kebutuhan Gereja universal saat ini untuk menghidupi kesejatian iman Katolik, WYD 2013 yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, kota wisata terpopuler di Brasil digelar dengan mengusung tema “Go and Make Disciples of All Nations” (Matius 28:19). Layaknya patung “Cristo Redentor” (Kristus Penebus) berukuran raksasa di Bukit Corcovado yang anggun berdiri dengan tangan terbuka, Rio de Janeiro menyambut para peziarah muda dari berbagai bangsa, suku dan budaya dengan tangan dan hati terbuka. WYD kali ini juga terbilang spesial karena menjadi WYD dan kunjungan apostolik pertama bagi Paus Fransiskus yang berkebangsaan Argentina. Kehadiran Paus pertama asal Amerika Latin ini tentu meningkatkan animo keikutsertaan orang-orang muda Katolik yang ada di kawasan Amerika Latin untuk turut serta dalam WYD 2013. OMK Indonesia Turut Serta Tak ingin tertinggal dalam meneguhkan imannya, 84 orang muda Katolik yang berasal dari Batam, Palembang, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bali, Makasar, Timika, dan kota-kota lain di Indonesia turut hadir dalam serangkaian WYD 2013. Selain 84 orang ini, terdapat beberapa orang pula yang datang sebagai sukarelawan (volunteer). Ada pula rombongan lain dari Indonesia yang tergabung dalam kelompok Magis dan Youth Dehonian Community (YDC). Seluruh proses pemberangkatan semua orang muda Katolik asal Indonesia yang hendak berziarah dalam ajang akbar WYD 2013 ini dilakukan di bawah koordinasi Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI). Tepat 16 Juli 2013 malam, rombongan pertama sejumlah 42 orang OMK Indonesia terbang menuju Sao Paulo menggunakan maskapai Turkish Airlines. Ikut bergabung dalam rombongan ini adalah Mgr. John Philip Saklik (Uskup Timika dan Ketua Komkep KWI)dan Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr (Sekretaris Eksekutif Komkep KWI) dan beberapa imam dari Batam, Bandung dan Papua. Meski datang dari kota, budaya, latar belakang, profesi yang berbeda, tujuan mereka yakni satu saja, meneguhkan kebanggaan mereka menjadi seorang Katolik melalui keikutsertaan dalam WYD. Sebelum mengikuti WYD pada 23-28 Juli 2013, Grup 16 terlebih dahulu akan mengikuti rangkaian Semana Misionaria atau Missionary Week di Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema, Sao Paulo. Setelah menempuh penerbangan sekitar 35 jam dengan 2 kali transit di Singapura dan Istanbul, akhirnya rombongan pertama yang biasa disebut “Grup 16” sesuai tanggal keberangkatan mereka, tiba di Sao Paulo Guarulhos International Airport. Tak disangka OMK Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema, Sao Paulo bersama Rm. Fernando Doren, SVD., seorang misionaris asal Flores yang telah melayani di Brasil lebih dari 13 tahun, begitu bersukacita ketika rombongan Grup 16 keluar dari gerbang bandara. Banyak dari mereka yang melompat-lompat kegirangan, meneriakkan yel-yel sukacita, menabuh gendang dan menari menyambut Grup 16 yang datang bak saudara kandung yang datang setelah lama merantau. Mereka kemudian dibawa dengan bus menuju gereja komunitas Nossa Senhora Aparecida, salah satu komunitas di Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema, Sao Paulo dimana umat sudah menunggu untuk bertemu saudara seiman dari negeri yang jauh, Indonesia. Sedikit berbeda dengan Indonesia, beberapa paroki di Brasil menerapkan sistem jejaring komunitas dalam penyelenggaraan pelayanan pastoral paroki. Dengan sistem ini, tidak ada gereja pusat paroki. Gereja justru didekatkan kepada umat melalui komunitas-komunitas. Umat didorong untuk mandiri dan otonom dalam mengelola pelayanan pastoral komunitas mereka, termasuk dalam hal katekese, liturgi, persiapan-persiapan baptis, komuni dan lainnya. Peran pastor adalah pendamping umat dalam pengembangan iman mereka. Maka, di Paroki Arnaldo Jansen, contohnya, terdapat 7 communidades (komunitas), yaitu komunitas Nossa Senhora Aparecida Campanario, Nossa Senhora do Perpetua Socorro, St. Teresinha, Sao Judas Tadeu yang memiliki relikwi St. Yudas Tadeus dan St. Yosep, Sao Joaquim, Rosa Mistica, dan St. Rita de Cassia. Dalam suasana sukacita, haru, dan penuh persaudaraan, umat Diadema menyambut “anakanak angkat” mereka. Setiap 2 orang anggota Grup 16 akan tinggal di rumah-rumah umat hingga 20 Juli 2013. Usai mendengar penjelasan dari Rm. Fernando, sambutan dari Rm. Nikolao, serta pembagian tempat tinggal bagi seluruh anggota Grup 16, pertemuan yang hangat malam itu ditutup dengan mendoakan Doa “Bapa Kami” dalam Bahasa Indonesia dan Portugis, memohon restu Bunda Maria yang dikenal dengan nama Nossa Senhora Aparecida, dan jamuan makan malam bersama. Hampir sama dengan yang dialami oleh Grup 16, 42 orang rombongan kedua Grup WYD Indonesia yang berangkat dari Tanah Air pada 18 Juli 2013 juga mendapat sambutan baik dari umat Paroki Divino Espirito Sancto, Campo Limpo, Sao Paulo. Yang perlu disyukuri adalah pastor yang melayani paroki ini adalah Rm. Clemens Naben, SVD, seorang Flores lainnya yang sudah cukup lama bermisi di Brasil. Semana Misionaria Ajang Temu Iman dan Budaya Dalam setiap penyelenggaraan WYD senantiasa dilaksanakan Missionary Week atau Day In The Diocese atau Semana Misionaria di paroki-paroki atau keuskupan yang berada di sekitar kota penyelenggara WYD. Melalui kegiatan ini, peserta WYD memiliki kesempatan untuk mengenal budaya setempat, menumbuhkan iman mereka melalui tegur sapa dan pergaulan dengan umat setempat, dan tentu saja membangun persahabatan yang tulus antar sesama umat Allah. Kesempatan ber-Semana Misionaria di Diadema dan Campo Limpo dimanfaatkan sebaikbaiknya oleh OMK Indonesia untuk mengalami kasih Allah yang tak mengenal batas bahasa, budaya, dan bangsa. Meski saling dibayangi keterbatasan bahasa sebagai alat komunikasi verbal, tetapi baik OMK Indonesia maupun umat di Diadema dan Campo Limpo sungguh merasakan bahasa kasih Tuhan yang menjembatani keterbatasan-keterbatasan manusia. Anugerah perbedaan dirayakan dan disyukuri bersama dalam kesatuan iman Katolik, melalui Misa dalam Bahasa Portugis, Bahasa Indonesia, pentas budaya, maupun misa inkulturasi. Dalam suatu Adorasi pagi di kapel komunitas Nossa Senhora do Perpetua Socorro misalnya, baik Grup 16 maupun umat komunitas sama-sama saling mensyukuri anugerah pertemuan iman, bukan sekadar perjumpaan fisik yang mereka alami dalam hari-hari Semana Misionaria. Umat merasa kehidupan rohani mereka mendapat warna baru melalui kehadiran rombongan peziarah muda Indonesia sehingga menghasilkan transformasi iman umat. OMK Indonesia pun mensyukuri penerimaan dan kehangatan luar biasa yang mereka alami, seperti mendapat keluarga baru yang begitu sayang dan memperhatikan mereka. Tak lupa pula, dalam rangkaian Semana Misionaria ini, para peziarah muda Indonesia menjadi duta budaya bangsa melalui aneka pertunjukan budaya dan sajian masakan ala Indonesia kepada umat paroki setempat. Kepada umat Paroki Diadema, Grup 16 menyajikan pertunjukan Tari Yapong dan permainan Angklung sambil menyanyikan lagu “Si Patokaan”. Tak cukup sampai di situ, Grup 16 mempersembahkan angklung yang mereka bawa sebagai hadiah persahabatan budaya antara Indonesia dengan Brasil yang kemudian diakhiri dengan Poco-Poco bersama. Selanjutnya, dalam Indonesian Night, Grup 16 menyajikan soto ayam, sate ayam, mie goreng, martabak mie, emping melinjo, kerupuk udang, dan kacang atom bagi umat Paroki Diadema serta mempersilakan umat berfoto menggunakan kebaya, surjan, blangkon, udeng, wayang, tenun Flores dengan latar belakang Candi Borobudur dan purapura di Bali pada sudut Indonesian Corner. Senada dengan rekan-rekan mereka di Diadema, Grup 18 juga mempertunjukkan kebolehan mereka menarikan Tari Airu Mimika kepada umat di Campo Limpo dan menyajikan sajian kuliner nusantara seperti rawon, gado-gado, tekwan, dan rujak. Selain ragam kegiatan di atas, Grup 16 yang datang lebih dahulu di Sao Paulo juga sempat berkumpul bersama ratusan kaum muda dari berbagai negara yang ber-Semana Misionaria di Keuskupan Santo Andre di Parque de la Juventude, Sao Bernardo, mengunjungi Jardim Botanico serta Catedrao da Se yang terletak di titik nol kota Sao Paulo, dan mengikuti Misa Perutusan WYD untuk Keuskupan Agung Sao Paulo yang dihadiri sekitar 3000 orang muda Katolik dari berbagai negara. Menjelang keberangkatan peziarah muda Indonesia menuju Rio de Janeiro pada Minggu malam (21/07), umat Paroki Diadema menghadiahkan Misa Sertaneja kepada OMK Indonesia. Misa Sertaneja merupakan suatu misa inkulturasi yang kerap dirayakan 2 kali dalam setahun, yakni pada Juni atau Juli. Makna mendalam dalam Misa Sertaneja ini adalah syukur atas hasil karya dan panen yang dianugerahkan Tuhan kepada umat, juga atas hujan yang dicurahkan dan menghasilkan senyum. Perayaan Ekaristi ini dipersembahkan oleh Mgr. John Philip Saklil (Uskup Timika dan Ketua Komkep KWI) bersama dengan Rm. Fernando Doren, SVD dan pastor-pastor dari Indonesia, yaitu Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr (Sekretaris Eksekutif Komkep KWI), Rm. Antonius Haryanto, Pr (Komkep Bandung), Rm. Chrisantus Paschalis Saturnus, Pr (Pastor rekan di Paroki St. Petrus, Lubuk Baja, Batam), dan Rm. Wilibaldus Jampa, OSA. Baik dalam Pembukaan maupun Persiapan Persembahan, umat yang diwakili ibu-ibu dengan pakaian khas untuk bekerja di ladang berarak membawa makanan, sayur, buah-buahan, tebu, dan hasil karya lainnya yang dipersembahkan ke depan altar sambil bersukacita dan bernyanyi. Di akhir misa, umat mendoakan Grup 16 yang berkumpul di koridor ruangan yang malamnya akan berangkat bersama beberapa OMK Paroki Diadema agar dapat selamat menuju Rio de Janeiro dan merayakan WYD bersama jutaan kaum muda Katolik sedunia. Peziarahan WYD Dimulai Sejak 20 Juli 2013, jutaan kaum muda Katolik dari seluruh dunia telah memasuki kota Rio de Janeiro untuk bersiap diri mengikuti WYD bersama Paus Fransiskus. OMK Indonesia yang berangkat bersama OMK Paroki St. Arnaldo Jansen, Diadema akhirnya tiba pada Senin pagi (22/07) di Rio de Janeiro dan mendapatkan lokasi menginap di Paroki St. Cecilia, Braz de Pina, sekitar 45 menit menggunakan kereta dari pusat kota Rio de Janeiro. Meski beberapa peziarah muda Indonesia harus tidur bersama-sama di lantai dalam satu rumah, tetapi sukacita tetap ada karena menyadari bahwa keterlibatan mereka dalam WYD adalah sebagai peziarah, bukan turis. WYD memiliki beberapa acara utama, yakni Perayaan Ekaristi Pembukaan, Upacara Penyambutan Paus, Jalan Salib, Vigil dan Misa Penutupan. Di sela-sela kegiatan utama tersebut, diadakan pula katekese-katekese dalam berbagai bahasa di tiap-tiap gereja maupun sekolah-sekolah di Rio de Janeiro yang dibawakan oleh seorang uskup. Ada pula festivalfestival bagi orang muda, gathering untuk orang-orang muda dalam suatu kawasan, pengakuan dosa, dan masih banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang menghadirkan suasana sukacita bagi kaum muda. Setelah didahului beberapa pujian dan doa rosario bersama yang didaraskan dalam bahasa Afrika Selatan, Inggris, Spanyol, Jerman dan Mandarin, rangkaian WYD 2013 di Rio de Janeiro resmi dibuka dengan suatu perayaan ekaristi akbar yang dipimpin oleh “Dom” Orani Joao Tempesta, Uskup Agung Rio de Janeiro bersama dengan ratusan uskup dari berbagai penjuru dunia. Pantai Copacabana yang menjadi lokasi misa pembukaan dipadati oleh lebih dari 1,5 juta orang muda Katolik dari berbagai negara. Dalam homilinya, Mgr. Orani mengajak seluruh peserta yang hadir merenungkan panggilan Tuhan melalui kisah panggilan Samuel dan Matius yang menjadi bacaan pertama dan Injil pada misa ini. Menurut Mgr. Orani, dunia saat ini membutuhkan orang-orang muda dan semangat mereka untuk membangun suatu dunia baru yang penuh dengan cinta dan sukacita. Maka, menjadi tugas kaum muda untuk pergi ke seluruh dunia dan mewartakan semangat orang muda Katolik dan mengajak orang menghayati Injil dalam konteks sosial mereka. Beliau mengajak orang muda untuk tak ragu menjawab “Ya!” seperti Samuel dan Matius terhadap setiap panggilan Tuhan dan bersiap diri terhadap setiap tantangan atas konsekuensi jawaban tersebut. Bagi Mgr. Orani, pemilihan Misa Pembukaan WYD di Pantai Copacabana sangat tepat dan relevan dengan ajakan Injil untuk merenungkan kembali panggilan Tuhan terhadap orangorang muda untuk menjadi rasul-rasul-Nya ke seluruh dunia. Laut, pasir, pantai dan kerumunan orang yang ada di Pantai Copacabana ini seolah mengingatkan pada situasi ketika Yesus memanggil Petrus dan Andreas yang berprofesi sebagai nelayan. Terhadap panggilanNya, Mgr. Orani mendesak kaum muda untuk berani meninggalkan “perahu” mereka dan mengikuti Kristus yang bangkit untuk masuk ke perairan yang dalam. “Berkaca pada respon Matius, ketika kita bangun dan merespon positif terhadap Guru, Dia datang untuk makan malam di rumah kami dan mengubah hidup kita. Untuk Samuel dalam bacaan pertama, panggilan tampak seperti mimpi, tetapi dengan bantuan orang lain ia mampu membedakan suara Tuhan itu nyata. Jalan misionaris menuntut kearifan, mimpi utopis, tetapi juga bantuan dari seseorang di pihak kita untuk membantu kita mengenali suara Tuhan.” Lanjut Mgr. Orani Joao Tempesta. Sebelum menutup homilinya, Mgr. Orani Joao Tempesta mengajak kaum muda Katolik untuk mempercayakan diri mereka terhadap Bunda Maria, yang dikenal dalam banyak nama, seperti Nossa Senhora Aparecida yang menjadi pelindung Brasil. Bunda Maria adalah pendamping dan ibu bagi semua kaum muda. Di penghujung homili, Mgr. Orani mengingatkan kembali kaum muda Katolik dari seluruh dunia yang berkumpul untuk mengikuti WYD agar belajar mengatakan “Bersabdalah Tuhan, hamba-Mu mendengarkan” dan “Ini aku, Tuhan, utuslah aku!” Dalam Misa Pembukaan WYD ini, salah satu peziarah muda Indonesia terpilih mewakili Indonesia dan Asia, yakni Nory yang berasal dari Keuskupan Pangkalpinang dan juga alumna Fakultas Hukum Unika Atma Jaya untuk menerima komuni secara langsung dari Dom Orani Joao Tempesta. Penyambutan Paus Fransiskus Kamis (25/07), kawasan Pantai Copacabana sekali lagi dipenuhi lautan kaum muda Katolik dari seluruh dunia yang hendak menyambut Paus Fransiskus. Meski acara penyambutan baru dilakukan pada sore hari, jutaan kaum muda Katolik telah mengalir ke Copacabana sejak siang hari. Mereka berjuang mendapatkan lokasi terbaik untuk dapat melihat Paus baru mereka yang berasal dari Amerika Latin. Suhu kota Rio de Janeiro yang semakin turun hingga di bawah 13 derajat Celcius dengan sesekali hujan rintik bahkan deras seolah tak berarti bagi 3 juta kaum muda Katolik dari seluruh dunia yang begitu rindu melihat wajah teduh Paus. Kerinduan mereka akhirnya terobati ketika Paus yang menumpang sebuah kendaraan terbuka bersama Dom Orani Joao Tempesta mulai beranjak dari Forte da Copacabana menyusuri Av. Atlantica di sepanjang Pantai Copacabana hingga panggung utama sambil melambailambaikan tangannya dan memberkati kaum muda yang telah menunggunya. Kendaraan Paus sesekali berhenti karena Paus ingin memeluk dan mencium bayi dan anak-anak kecil yang juga turut menyambutnya di Copacabana. Setelah tiba di panggung utama, Paus kemudian menyampaikan sambutan resminya yang diawali dengan ajakan untuk mengheningkan cipta dan mendoakan Sophie Morinière yang telah terbunuh di Guyana Prancis, sebuah negara di pesisir Karibia bersama orang muda lainnya. Paus kemudian mengingatkan alasan keberadaan kaum muda yang hadir dari berbagai bangsa, budaya, dan latar belakang adalah untuk merayakan kesatuan iman, saling berbagi iman dan sukacita dalam Kristus. Paus kemudian mengajak kaum muda untuk merenungkan 3 pertanyaan Yesus yang diajukan-Nya di tepi Danau Tiberias kepada para murid-Nya, yakni “Apakah Anda ingin menjadi murid-Ku?”, “Apakah Anda ingin menjadi kawan-Ku?”, dan “Apakah Anda ingin menjadi saksi Injil saya?” sebagai upaya memperbaharui komitmen mereka yang hadir dalam WYD ini untuk siap diutus kembali ke seluruh dunia. Renungan Jalan Salib yang Mendalam Bagi Para Calon Misionaris Sehari usai Upacara Penyambutan Bapa Suci, Copacabana kembali dipadati oleh kaum muda Katolik dari berbagai dunia yang hendak mengikuti Jalan Salib bersama Paus Fransiskus. Panitia Lokal WYD Rio de Janeiro mempersiapkan 14 panggung yang berfungsi sebagai stasi-stasi Jalan Salib. Sedangkan Salib WYD, salah satu ikon utama WYD dari tahun ke tahun, yang diarak oleh misidinar, tentara angkatan laut Brasil, dan ratusan orang muda yang membawa bendera dari berbagai bangsa akan berhenti pada setiap stasi Jalan Salib. Ketika Salib WYD berhenti pada suatu stasi Jalan Salib, dilakukanlah visualisasi peristiwa pada stasi Jalan Salib tersebut yang kemudian diikuti dengan renungan singkat yang namun mendalam yang mengajak para peziarah muda menyadari peran dan tugas mereka untuk mewartakan Injil Kristus ke seluruh dunia. Usai Salib WYD tiba di panggung utama, seluruh kaum muda yang hadir diajak untuk mendoakan Gereja Katolik di berbagai kawasan dunia dengan permasalahan mereka masingmasing. Di akhir acara, Paus Fransiskus menyampaikan sebuah renungan yang diawali dengan mengingatkan kaum muda tentang Salib WYD yang digagas Beato Yohanes Paulus II “Yang Agung” yang telah melakukan perjalanan ke setiap benua dan melalui berbagai situasi manusia. Dalam renungan ini, Paus kembali memberikan 3 pertanyaan sebagai bahan refleksi para peziarah muda. Pertanyaan pertama yang diberikan Paus adalah “Apa yang telah Anda berikan pada Salib?” Dalam merenungkan pertanyaan pertama ini, Paus menuturkan kisah mengenai Petrus yang dalam masa kekaisaran Nero pernah ingin meninggalkan kota Roma tetapi bertemu Yesus yang akan menuju kota Roma untuk disalibkan lagi. Melalui kisah ini, Paus menegaskan kepada kaum muda bahwa apabila kita memanggul salib kita, maka Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Dalam salib, Yesus menyatukan diri-Nya dengan korban kekerasan, dengan keluarga-keluarga yang kehilangan anak-anak mereka, dengan mereka yang menjadi korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dengan mereka yang menderita kelaparan, dengan mereka yang dianiaya karena agama mereka, dan dalam banyak hal. Paus kemudian menyampaikan pertanyaan renungan yang kedua, yakni “Apa yang telah diberikan Salib pada kita?” Dengan tegas Paus mengatakan Salib Kristus telah memberikan cinta yang begitu dahsyat bagi kita. Maka, Paus mendesak orang muda untuk mempercayakan diri mereka kepada Salib Kristus karena hanya di dalam Kristus yang telah disalibkan dan bangkit dapat kita menemukan keselamatan dan penebusan. Kristus telah mengubah Salib dari instrumen kebencian, kekalahan dan kematian menjadi tanda cinta, kemenangan dan kehidupan. Paus kemudian mengingatkan pula bahwa nama pertama yang diberikan kepada Brasil adalah “Tanah Salib Suci” dimana Salib Kristus telah ditanam 5 abad yang lalu kini juga ditanam dalam sejarah, hati dan kehidupan rakyat Brasil. Paus menegaskan, bahwa “Tidak ada salib, besar atau kecil, yang tidak Tuhan panggul bersama kita”. Pertanyaan renungan pamungkas yang disampaikan Paus adalah “Apa yang telah diajarkan Salib kepada kita?” Dalam renungan ini, Paus mempersilakan kaum muda untuk merenungkan berbagai figur yang ada bersama Yesus dalam Jalan Salib-Nya dan kemudian mengajak mereka untuk melihat sudah seperti siapakah kaum muda dalam Jalan Salib Krsitus. Akhirnya Paus menutup renungannya yang begitu mendalam ini dengan mengajak kaum muda untuk datang kepada Salib Kegembiraan Kristus dimana kaum muda akan menemukan jantung yang terbuka yang untuk mereka dan memahami, mengampuni, mengasihi dan memanggil mereka untuk menanggung cinta dalam hidup, untuk mencintai setiap orang dengan cinta yang sama. Vigil: Merenungkan Peran Orang Muda Karena kurang layaknya lokasi Campus Fidei di Guaratiba untuk digunakan Vigil (Latin: berjaga-jaga) dan Perayaan Ekaristi Penutupan WYD 2013 akibat hujan yang terus turun di Rio de Janeiro sejak beberapa hari terakhir, Panitia Lokal WYD memindahkan acara Vigil dan Misa Penutupan ke Pantai Copacabana. Mengawali Vigil, peziarah muda disuguhkan teatrikal kisah St. Fransiskus Asisi yang mendengar suara Yesus untuk membenahi gereja-Nya. Kisah ini menurut Paus dalam renungannya, dapat menjadi pedoman bagi kaum muda Katolik masa kini untuk merenungkan peran sejati mereka dalam menjadi misionaris. Menjadi misionaris, menurut Paus berarti 3 hal, yakni menjadi tempat untuk menabur benih-benih iman Kristus, wahana pelatihan sebagai “Atlit Kristus” dan tempat untuk membangun Gereja Kristus. Ketiga peran sebagai murid dan misionaris harus dijalani seluruh peziarah muda untuk kembali membangun Gereja Kristus, dunia yang lebih baik, dengan orang muda sebagai agen perubahannya. Paus mendukung orang muda untuk terus mengatasi apatis dan menawarkan sapaan Kristiani terhadap kekhawatiran sosial dan politik di negara-negara mereka dalam cara yang tertib, damai dan bertanggung jawab, termotivasi oleh nilai-nilai Injil. Dan, pada akhir renungannya, Paus mengajak kaum muda untuk meneladani Bunda Maria yang menjawab “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu! Usai menyampaikan renungan, acara dilanjutkan dengan Adorasi kepada Sakramen Mahakudus yang ditutup dengan Berkat Sakramen Mahakudus oleh Paus. Pergi, Jangan Takut, Layanilah Semua Rangkaian WYD 2013 akhirnya tiba di penghujung acaranya. Paus Fransiskus memimpin langsung Perayaan Ekaristi Penutupan WYD 2013 bersama ratusan uskup di panggung utama Copacabana. Dalam misa kali ini, Paus beberapa kali mengundang para peziarah muda untuk hening sejenak mengendapkan setiap sabda Tuhan, renungan-renungan, mendaraskan doadoa permohonan pribadi mereka, serta mencoba mendengar sapaan Tuhan dalam batin mereka. Segera setelah ajakan itu lebih dari 3,5 juta kaum muda sedunia yang berkumpul di Copacabana pun turut hening. Sungguh luar biasa. Peserta Misa Penutupan WYD 2013 ini jauh lebih tinggi dari event-event WYD sebelumnya. Umat Katolik Brasil yang tidak mengikuti WYD pun tampak ikut memenuhi Pantai Copacabana. Bahkan, mereka yang tinggal di hotel-hotel dan apartemen di sekitar Copacabana turut mengikuti dari balkon-balkon dan jendela gedung. Dalam homilinya, Paus mengajak para peziarah muda untuk membagikan pengalaman iman mereka yang mereka alami selama mengikuti WYD di Rio de Janeiro. Iman, menurut Paus harus tumbuh semakin kuat dan karena itu harus dibagikan, karena jika tidak dibagikan, maka itu ibarat menghilangkan oksigen dari api hingga ia tak dapat lagi terbakar. Semangat untuk pergi dan membagikan iman dan cinta yang dialami selama WYD harus beresonansi di dalam hati orang-orang muda yang mengikuti WYD dan kemudian ke seluruh penjuru dunia tanpa batas. Paus mengatakan bahwa Gereja membutuhkan kaum muda dengan seluruh semangatnya, kreativitasnya dan sukacitanya. Kaum muda Katolik, lanjut Paus, tak perlu takut menjadi pewarta iman. Seperti Yeremia yang dipanggil ketika masih berusia muda, kaum muda diutus bersama-sama, tidak sendirisendiri tetapi bersama-sama untuk menjadi saksi Injil Kristus ke seluruh dunia. Kaum muda harus menyadari persekutuan seluruh Gereja dalam menjalani hidup sebagai misionaris karena semua warga Gereja akan menghadapi setiap tantangan demi tantangan bersama sehingga kuat dan berdaya tahan. Dalam hal ini, Paus berpesan bagi para imam untuk terusmenerus menyertai dan mendampingi setiap orang muda dan membagikan pengalamanpengalaman iman yang meneguhkan kaum muda untuk melayani. Maka, seru Paus kepada seluruh peziarah muda dari berbagai penjuru dunia, “Pergi! Jangan takut!, dan layanilah semua!”. Dengan melakukan ini, Paus meyakinkan kaum muda akan menerima sukacita iman.Oleh karena itu, seru Paus “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Nya” karena Yesus Kristu mengandalkan kaum muda, Gereja mengandalkan kaum muda, Paus mengandalkan kaum muda. Di penghujung Perayaan Ekaristi, Paus akhirnya mengumumkan kota penyelenggara WYD berikutnya. Sebagaimana telah samar-samar didengar, Krakow, Polandia, kota dimana Beato Yohanes Paulus II “Yang Agung” berkarya sebagai imam hingga Uskup Agung sebelum terpilih menjadi Paus, akhirnya resmi diumumkan sebagai lokasi WYD 2016. Teriakan sukacita meliputi ribuan peziarah asal Polandia yang menghadiri misa penutupan ini sambil melambai-lambaikan bendera mereka. Usai Paus meninggalkan panggung utama, ratusan kaum muda Polandia kemudian menaiki panggung utama dan terus melambai-lambaikan bendera mereka. Hadiah yang indah juga diterima oleh Indonesia ketika Panitia memutarkan theme song resmi WYD 2013. Di akhir theme song, Panitia memadukan berbagai bahasa yang melagukan lirik refren theme song tersebut, dan yang sangat membanggakan adalah refren theme song WYD 2013 dilagukan pula dalam Bahasa Indonesia. Inilah hasil kerja keras dan inisiatif salah satu gadis jelita bernama Epsilandri Setyarini, yang akrab disapa Landri, salah satu peziarah muda WYD 2013 asal Paroki St. Paulus, Nganjuk, Keuskupan Surabaya yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Universitas Sanata Dharma. Banyak Makna dan Keajaiban WYD bukanlah semata-mata pesta kaum muda sedunia yang berkumpul di suatu kota. WYD juga merupakan perayaan iman. Oleh karena itu, meski dalam acara yang demikian padat, cuaca yang kurang bersahabat, perjalanan yang demikian jauh, tentu banyak makna, kesan mendalam bahkan keajaiban yang didapat oleh para peziarah muda asal Indonesia. Rm. Chrisantus Paschalis Saturnus, Pr, seorang imam diosesan Pangkalpinang yang kini berkarya sebagai pastor rekan di Paroki St. Petrus, Lubuk Baja, Batam, mengungkapkan WYD ibarat retret juga liburan bersama Tuhan. Dalam WYD, para peziarah muda memang dituntut lebih mandiri dalam mempersiapkan diri, memilih kegiatan yang akan diikutinya dan bebas memilih apa yang hendak dilakukannya. Jika tidak memiliki persiapan batin yang baik, maka peziarah muda akan terjebak dalam jalan-jalan, belanja, dan liburan belaka, bukan untuk meneguhkan imannya. WYD Madrid yang diikuti Rm. Paschal menjadi pembelajaran berharga untuk mempersiapkan dirinya mengikuti WYD 2013 ini. Lain lagi dengan Agatha yang berasal dari Paroki Tiga Raja, Keuskupan Timika. Ia yang baru kali ini mengikuti WYD merasakan pengalaman iman ketika mengikuti vigil walk dimana ia dan grupnya berjalan dari Stasiun Central ke Pantai Copacabana yang berjarak sekitar 15 km. Selama perjalanan, memang kerap kali ia mengeluhkan jauh dan beratnya perjalanan. Tetapi setelah mengingat perjalanan Yesus menuju Golgota dengan memikul salib jauh lebih berat, ia yang hanya memanggul ransel menjadi lebih semangat dan lebih tenang menjalani vigil walk. Sesampainya di Pantai Copacabana, ia pun dapat melihat Paus Fransiskus yang dirindukannya dari jarak kurang dari 3 meter dan mendapat berkat dari Bapa Suci. Pengalaman indah juga dialami oleh 15 orang muda Katolik yang mayoritas merupakan mahasiswa-mahasiswi, karyawan, dan alumni Unika Atma Jaya, Jakarta, sehingga kerap disebut “Grup Atma Jaya”. Kelima belas orang ini sejak akhir 2012 telah melakukan pencarian dana dengan berbagai cara untuk dapat memenuhi undangan Tuhan mengikuti WYD. Pasang surut kerap terjadi dalam grup ini. Ada yang memutuskan untuk mundur, tetapi ada pula yang akhirnya bergabung hingga akhir. Pengalaman dapat berangkat menuju WYD Rio de Janeiro sungguh luar biasa bagi mereka karena mereka menjadi saksi hidup bahwa karya Tuhan dan pertolongan-Nya datang tepat waktu, tidak terlalu cepat, dan tidak terlambat. Gerard Martin Thema yang telah mengikuti WYD Sydney 2008 dan Madrid 2011 dan menjadi koordinator kelompok ini menuturkan pengalaman imannya bahwa di hari terakhir grup ini harus membayar biaya keberangkatan yang masih kurang puluhan juta, Tuhan menolong mereka dan menggenapi kekurangan yang mereka butuhkan dengan nominal yang persis sama, tidak lebih, dan tidak kurang. Sungguh karya Tuhan luar biasa. Seorang peziarah muda pun sempat mengalami kasih Tuhan ketika menumpang sebuah kereta untuk kembali menuju tempat penginapan mereka di Braz de Pina. Peziarah muda itu terkesan melihat seorang anak muda down syndrome yang mengenakan t-shirt WYD 2013 sambil asyik memakan snack yang ia miliki. Meski “kekurangan”, anak muda ini bisa mengalami kebahagiaan, dan mau jauh-jauh dan susah-susah mengikuti WYD 2013 meski harus ditemani ibunya. Terkesan dengan sukacita iman yang dimiliki anak muda itu, peziarah muda ini kemudian tergerak memberikan sehelai pakaian tradisional asal Yogyakarta yang dimilikinya. Terang saja anak yang menderita down syndrome dan juga ternyata bisu kegirangan dan menyampaikan terima kasihnya dengan bahasa isyarat sambil mengajak “tos”. Pemberian pakaian kemudian dibalas ibu sang anak dengan memberikan kalung salib “Tau”. Beberapa kaum muda asal Puerto Rico dan Argentina pun turut memberikan souvenir mereka kepada anak ini. Menyaksikan dan mengalami sukacita iman itu, peziarah muda asal Indonesia itu akhirnya menangis penuh haru dan bersyukur atas apa yang telah dialaminya. Mengikuti WYD merupakan pengalaman iman yang luar biasa. Seolah tidak kehabisan energi meski kerap capai karena padatnya acara dan jauhnya perjalanan. Dan, seperti yang dituturkan Nory, salah satu peziarah muda yang juga tergabung dalam “Grup Atma Jaya”, ia semakin bangga untuk menjadi seorang Katolik. Ia bangga atas anugerah perbedaan yang diberikan Tuhan yang dapat dirayakan dalam kesatuan iman akan Kristus melalui WYD. Ia pun tersentuh atas bahasa kasih yang diberikan Tuhan yang mengatasi segala perbedaan bahasa, budaya dan bangsa, sehingga orang dapat saling mengerti, saling berpelukan, saling membantu meski tak kenal, meski beda bangsa, meski tak paham bahasa masing-masing. Proficiat pada para peziarah muda asal Indonesia yang telah mengikuti WYD 2013 di Rio de Janeiro! Selamat mewartakan sukacita iman Kristus ke seluruh dunia!