pemikiran politik abad pertengahan

advertisement
Hartanto, S.I.P, M.A.
 Zaman
pertengahan yang dimaksud di
sini dimulai sejak abad ke-13 sampai
awal abad ke-17 di Eropa
 terdapat garis yang jelas antara teori
politik pada masa itu. Hubungan public
pada masa ini banyak dicampuri oleh
gereja, dalam hal ini pola hubungan
antara kerajaan dan gereja.
 Thomas
telah menelurkan beberapa
tulisan mengenai kekuasaan paus di
Eropa. Tulisan pertamanya yaitu Scriptum
super libros sentetiarum “ketika dua
kekuasaan berkonflik, yang mana yang
harus kita patuhi?”.
 Jawaban
yang muncul adalah, jika yang
otoritas yang asli datang dari yang lain,
maka ketaatan yang semestinya adalah
terhadap otoritas yang asli. Misalnya
kekuasaan pendeta yang diberikan oleh
paus, maka yang harus dipatuhi adalah
paus.
 Sedangkan, jika
yang berkonflik adalah
dua kekuasaan yang tertinggi yakni
gereja dan kerajaan, ketaatan harus
diberikan terhadap pemegang
kekuasaan tertinggi melihat
permasalahan itu apakah berkaitan
dengan spiritual atau duniawi. Hal ini
dikarenakan bahwa baik kekuasaan
spiritual maupun duniawi berasal dari
Tuhan.
 Masyarakat
harus patuh pada paus dalam
persoalan yang menyangkut hal-hal yang
telah ditentukan oleh Tuhan atau dengan
kata lain yang menyangkut urusan
keagamaan. Di lain sisi, masyarakat harus
patuh terhadap kerajaan jika yang
dipersengketakan adalah permasalahan
sipil.
 Tulisan
keduanya, De regno, menyatakan
bahwa Negara (pemerintahan) bukanlah
hal yang abadi alias akan berakhir pada
waktunya dan terdiri dari individu
dengan tujuan masing-masing.
 Negara ada untuk menjamin keamanan
rakyatnya, keamanan yang dimaksud
adalah keamanan yang virtual yang nyata
dan juga keamanan yang hakiki yaitu
surga.
 Kepausan
menjelaskan bahwa pada
dasarnya manusia harus mencapai
keamanan hakiki, maka dari itu Tuhan
membangun gereja di muka bumi agar
manusia bisa menerima bantuan khusus
dari Tuhan (God’s special help) berupa
pengampunan.

 Gereja
adalah agensi manusia dari Tuhan
yang sengaja dibangun agar manusia
bisa lebih mudah meminta
pengampunan dan melakukan
pengorbanan sebagai usaha penebusan
dosa.
 Di
sinilah tugas Negara (pemerintah)
untuk mengarahkan rakyatnya agar mau
mengejar surga yang dijanjikan.
 Bahkan gereja juga menginginkan
adanya pengaplikasian hukum gereja
dalam kehidupan bermasyarakat seperti,
bunuh diri bagi yang bersalah dan
pengorbanan untuk penebusan dosa.
 Di
era ini terdapat, hirarki antara gereja
dan pemerintah. Pemerintah hanya
menginginkan tujuan kesejahteraan
secara virtual, fisik, dan nyata.
Sedangkan tujuan akhir bukanlah itu
melainkan surga dan hanya bisa dicapai
jika seseorang benar-benar taat pada
agamanya (Kristen) .
 Dalam
tulisannya yang berjudul On
Ecclesiastical Power (1302), Giles of
Rome menyatakan bahwa kerajaan
termasuk bangsawan pemilik property,
harus tunduk terhadap paus. “Dia (paus)
yang menjadi hakim atas segala hal
seharusnya menjadi tuan atas segala hal
yang dihakiminya, termasuk
pemerintah.”
 Giles
berpandangan bahwa memang ada
beberapa hal yang ditinggalkan Tuhan
untuk diurusi oleh raja. Namun, Tuhan dapat
mengintervensi hal itu kapanpun Tuhan
mau dengan mukjizat dan keajaiban yang
dimiliki-Nya. Jadi, paus membiarkan raja
bertindak di bawah hukum virtual walaupun
dia bisa mengintervensi secara langsung
dan nyata melalui “kekuasaan utuh” yang
dimilikinya.
Paus memiliki kekuasaan yang utuh yang bisa
mengintervensi apapun yang berkaitan dengan
gereja secara langsung, hal ini termasuk
pemerintahan sekuler karena argument di atas
memperlihatkan bahwa di luar gereja tidak ada
tuan.
 Sehingga, dualism yang dilakukan oleh paus
memang dikatakan murni sebagai tugas yang
diberikan oleh Tuhan secara langsung untuk
menjadi wakil-Nya di muka bumi dan paus bisa
melakukannya tanpa intervensi dari pihak
manapun.

 Salah
satu penulis yang dengan lantang
menentang kekuasaan paus yang tidak
berbatas dan mutlak adalah John of Paris
dalam tulisannya On Royal and Papal Power
(1302). Dia menolak anggapan bahwa sejak
paus dinobatkan sebagai pendeta wakil
Tuhan, dimana Kristus adalah Tuhan dan
Tuhan adalah pemilik segalanya, maka serta
merta paus adalah pemilik dari segalanya.
Pernyataan ini menghancurkan dua poin
penting.
 Pertama, paus
adalah wakil Tuhan dalam
wujud manusia (bukan sebagai Tuhan),
dan Kristus sebagai manusai bukanlah
pemilik dari segalanya. Kedua, walaupun
Kristus dalam wujud manusia merupakan
pemilik dari segalanya, Kristus tidak
memberikan semua kekuasaannya
kepada wakilnya. Sehingga, tidak ada
bukti nyata yang bisa mendukung
kekuasaan mutlaknya di muka bumi.
 Tuhan
adalah pemilik mutlak dari apa
yang ada di akhirat dan dunia.
 Namun di dunia, tidak manusia yang
menjadi wakil Tuhan di kedua alam
tersebut. Pemerintah merupakan wakil
Tuhan di dunia dan paus adalah wakil
tuhan di akhirat.

John beranggapan bahwa paus memiliki juridiksi
tersendiri dalam hal keagamaan. Sedangkan
untuk hal property, paus sama sekali tidak
memiliki yuridiksi walaupun itu menyangkut
property gereja. Property merupakan milik
pribadi, adapun komunitas (gereja) yang
memiliki property itu merupakan penerima dari
individu yang memberikan hak propertinya
kepada komunitas tersebut. Seharusnya, gereja
bisa menghargai pendonor bukan menjadi
pemilik atas hal itu. Kepala gereja hanyalah
administrator, bukan pemilik atas gereja
tersebut.
 pemikirannya
mendasarkan pada ajaran agama
nasrani. Tdp 2 jenis Negara yaitu Civitas Dei
(Negara Tuhan ) & Civitas Terrana (Negara
dunia/Negara iblis). Civitas Dei adalah Negara
yang plg sempurna dan baik, pihak yang
ditugaskan mewujudkannya adalah Gereja.
Sedangkan Civitas Terrana adalah Negara yang
bersifat jelek, namun terpaksa diterima
sebagai st keharusan. Tugas CT mengabdi
pada Gereja, yaitu merupakan alat gereja utk
memusnahkan musuh2 gereja, spy terwujud
CD.
Download