Analisa Efek Terapi Panas Terhadap Kelelahan Otot Endang Dian Setioningsih1, Ir. Joko Purwanto, M.Eng, P.h.D2 dan DR. Tri Arief Sardjono, ST, MT.3 1 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknologi Industri, ITS, Surabaya, Indonesia [email protected] 2 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknologi Industri, ITS, Surabaya, Indonesia [email protected] 3 Afiliasi Penulis Ketiga, Institusi Asal, Bandung, Indonesia [email protected] Abstrak Kelelahan sering muncul pada saat kita melakukan suatu aktifitas yang berat dan dalam waktu yang cukup lama, kelelahan pada setiap individu berbeda-beda tetapi pada dasarnya kelelahan digolongkan dalam dua katagori yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan suatu keadaan dimana otot tidak dapat mempertahankan gaya atau kontraksi yang diberikan, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena pekerjaan yang sifatnya monoton. Salah satu cara untuk mengatasi kelelahan otot adalah dengan menggunakan terapi panas, untuk itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan pengukuran kelelahan otot dan pengaruh terapi panas terhadap tingkat kelelahan otot tersebut. Pengukuran tingkat kelelahan dilakukan pada otot biceps dengan menganalisa sinyal sEMG (surface elektromyogram) dengan memberikan beban tertentu (barbel dengan berat 3 Kg) pada otot yang diukur selama kurang lebih 10 menit. Analisa pengaruh terapi panas dilakukan selama pemanasan (menggunakan diathermy) diberikan di daerah tersebut selama 10 menit. Setelah riset dilakukan dan mengolah data koefisien fourier transform didapatkan bahwa pada saat otot lelah, amplitudo dari sinyal sEMG mengalami penurunan, dan apabila diberikan terapi panas maka amplitudo sinyal akan mengalami kenaikan,demikian pula dengan perubahan nilai pergeseran frekuensi mengalami perubahan secara perlahan tapi pasti.Kenaikan dan penurunan amplitudo danfrekuensi dipengaruhi oleh kelelahan otot. Kata kunci: Elektromiografi, kelelahan, terapi panas 1. Pendahuluan Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan dari tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut. Kondisi kelelahan setiap orang biasanya berbeda-beda, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan ketahanan tubuh. Konsep kelelahan dibagi menjadi subyektif, obyektif dan physiological. Kelelahan subyektif adalah dibedakan dengan suatu penurunan kesiagaan, konsentrasi mental, dan motivasi dan kelelahan obyektif adalah dicirikan dengan penurunan input kerja, sedangkan kelelahan fisiologi adalah dihubungkan dengan perwujudan eksternal seperti ketidakmampuan mempertahankan suatu gaya input yang diberikan, gemetar pada otot, dan kesakitan pada sekelompok otot tertentu yang melaksanakan kontraksi.[1] Kontraksi serabut otot (muscle fibre contraction) selalu diikuti dengan aktifitas listrik (electrical activity).Elektromiografi (electromyography) adalah sebuah metode untuk pengukuran, menampilkan dan menganalisa setiap sinyal listrik (electrical signal) dengan menggunakan bermacam-macam elektroda. Sebuah sinyal elektromiogram berasal dari sinyal serabut otot pada jarak tertentu dari elektroda.[2] dari Kelelahan otot dapat diobservasi dengan mengamati perubahan amplitudo dari sinyal sEMG dalam level microvolt atau dengan mengamati perubahan aktifitas spectral dari sinyal[3]. Pada power frekuensi nilai yang dihasilkan akan sedikit demi sedikit menuju kearah level minimum, hal ini menandakan bahwa ada indikasi kelelahan. 2. Tinjauan Pustaka Bagian ini membahas ilmu yang bekaiatan dengan penelitian ini secara keseluruhan, baik tentang anatomi maupun rangkaian elektrik yang berhubungan dengan penangkapan dan pengolahan sinyal aktifitas listrik dari otot. Otot dan Sistem Syaraf Otot manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga katagori, yaitu otot skaletal atau striated yang berhubungan dengan gaya luar,otot jantung , dan otot polos. Otot skeletal yang bekerja di bawah kontrol system syaraf badan, sehingga dinamakan otot sadar (a voluntary muscle). Otot jantung dan otot polos dioperasikan oleh system syaraf otomatis.Untuk kontraksi otot sadar diperlukan stimulan dari sistem saraf. Sistem syaraf pusat terdiri dari otak (brain) dan spinal cord. Spinal cord menghubungkan otak dengan tubuh.Sistem syaraf tepi (peripheral nervous system) terdiri dari serabut syaraf (axon) yang membawa impuls dari dan ke sistem syaraf pusat. Unit penggerak (motor unit) adalah unit fungsional terkecil dari system otot-syaraf (neuromuscular system). Kontraksi Otot Otot sadar memerlukan potensial aksi (action potensials) dari serabut syaraf untuk dapat berkontraksi. Ketika potensial aksi timbul, maka akan dilepaskan neurotransmitter acetyholine. Kemudian akan terjadi pengurangan polarisasi (depolarizes) antara penerima stimulan acetylcholine di dalam membran sel dari serabut otot dan membran serabut otot. Hasil akhir dari proses ini adalah sebuah kontraksi serabut otot. Unit-unit motor akan aktif secara berulang-ulang. Untuk menaikkan gaya otot, unit-unit motor aktif menaikkan kecepatan penembakan (firing rates) dan menunda unit-unit motor menjadi aktif. Kecepatan penembakan tergantung dari bermacam-macam faktor, seperti tingkatan kontraksi, ukuran otot, axonal damage, dll. Besar frekuensi penembakan dari unit-unit motor adalah diantara 5 – 150 Hz. Elektromiografi Seperti telah disampaikan pada pendahuluan bahwa elektromiografi adalah sebuah metode untuk pengukuran, menampilkan, dan penganalisaan setiap signal listrik dengan menggunakan bermacammacam electrode. Signal listrik atau signal EMG timbul melalui beberapa proses, yaitu: resting membrane potential, muscle fiber action potential, potensial aksi unit motor, dan pengukuran signal EMG. Resting Membrane Potential. Dalam keadaan istirahat maka potensial dari dalam ke luar serabut otot kira-kira -90 mV. Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi dari ion dan akan menimbulkan transportasi ion(ion pumps) Muscle Fiber Action Potential. Ketika potensial aksi menjalar di sepanjang axon dari semua serabut otot, maka pada sambungan neuromuscular akan dikeluarkan neuro transmitter acetylcholineTransmitter ini yang menyebabkan potensial aksi pada serabut otot. Hal ini akan mengubah perbedaan potensial antara dalam dan luar serabut otot dari sekitar -90 mV menjadi sekitar 20 sampai 50 mV, sehingga terjadi kontraksi serabut otot. Potenial aksi ini akan menjalar dan diikuti menjalarnya depolarisasi pada membran serabut otot. Signal yang dihasilkan akan dapat diukur jika sebuah serabut otot adalah aktif dalam suatu waktu, hal ini disebut a muscle fiber action potential (MFAP). Potensial Aksi Unit Motor. Sejak aktivasi dari sebuah neuron motor alpha (an alpha motor neuron) menyebabkan kontraksi serabut otot, sejumlah signal, sebagai kontribusi dari potensial aksi serabut otot yang biasanya diukur. Aktivitas listrik ini disebut potensial aksi unit motor (MUAP). Jadi MUAP adalah gelombang yang diukur ketika sebuah unit motor diaktivasi pada suatu waktu. Pengukuran Signal EMG. Sebuah signal EMG berasal dari beberapa unit motor dan didefinisikan sebagai jumlah dari semua MUAP ditambah noise dan artefacts. Ada beberapa tipe elektrode yang digunakan untuk mengukur signal EMG, yaitu needle electrodes, fine-wire electrodes, dan surface electrodes. Electromyogram dapat diukur dengan dua cara, secara invasive yaitu dengan memasukkan elektroda jarum pada otot yang akan diukur dan secara non invasive yaitu dengan meletakkan elektroda pada permukaan kulit. Sinyal yang dihasilkan dari perekamam dengan metoda non invasive ini akan menghasilkan sinyal surface electromyogram (sEMG). Metode non invasive ini lebih sering digunakan karena dapat dilakukan oleh personal selain dokter, dengan resiko yang minimal terhadap subject [4] Untuk keperluan aplikasi efek terapi panas maka elektrode yang sering digunakan adalah surface electrodes. Hal ini dikarenakan surface electrodes mudah pemasangannya juga tidak terlalu mengganggu aktivitas dari orang yang diteliti. Adapun susunan intrumen EMG dengan surface electrodes dapat dilihat pada Gambar 1 Gambar 1. Susunan Instrumen EMG Dengan Surface Electrodes dan Prinsip Perekaman Potencial aksi Ekstrasellular [2] Penggunaan Energi Panas Sebagai Terapi Didalam kamus, definisi terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Didalam penelitian ini, terapi yang digunakan adalah terapi panas. Diharapkan dengan terapi panas dapat mengurangi kelelahan pada otot yang diberi latihan. Telah kita ketahui bahwa hamparan energi panas dapat melalui konduksi, konveksi dan evaporasi. Dengan mengetahui sifat hamparan energi panas ini diusahakan agar dengan cara apa saja dapat mentrasferkan panas tersebut serta bagaimanakah agar energi panas tersebut dapat mencapai tubuh. Energi panas mula-mula akan penetrasi ke dalam jaringan kulit dalam bentuk berkas cahaya (dalam bentuk radiasi atau konduksi). Kemudian akan menghilang di daerah jaringan yang lebih dalam berupa panas. Panas tersebut kemudian diangkut ke jaringan lain dengan cara konveksi yaitu diangkut ke jaringan seluruh tubuh melalui cairan tubuh. Sejak beribu-ribu tahun, energi panas telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Romans (600 tahun sebelum masehi) memakai minyak panas untuk memijat. Tahun 1774 Tuan Faure mempergunakan “hotsbricchs” dalam pengobatan nyeri yang disebabkan oleh rheumatic. Roeberiener (1816) membicarakan pemakaian sinar dalam bidang pengobatan. Seabad kemudian tepatnya 1913 penggunaan sinar ungu ultra oleh Reyn dalam iradiasi tubuh manusia. Dan sejak diketemukannya piezzo elektrik oleh langevin pada tahun 1917 mulailah para klinisi menggunakan ultrasonic dalam pengobatan. Sepuluh tahun kemudian Schliepluke melaporkan hasil pengobatan dengan menggunakan short wave diathermy.[5] Pada penelitian ini penulis akan mencoba menganalisa penggunaan terapi panas untuk pengobatan, dalam hal ini mengurangi kelelahan pada otot terukur. Analisa dilakukan dengan mengambil sinyal elektromiogram dari otot yang diberi latihan sekaligus diberi terapi panas. Hasilnya akan dibandingkan dengan pemberian latihan tanpa diberi terapi panas.Terapi panas yang diberikan adalah panas melalui diathermy. Rangkaian Differential Amplifier Rangkaian differential amplifier berfungsi untuk menangkap sinyal mioelektrik dari otot untuk kemudian dikuatkan. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang sangat rendah sehingga dapat disiasati dengan menggunakan rangkaian instrumentation amplifier. Rangkaian Filter Filter adalah sebuah rangkaian yang dirancang agar melewatkan suatu pita frekuensi tertentu saja dan memperlemah semua isyarat diluar pita frekuensi ini. Jaringan filter bisa bersifat aktif maupun pasif. Jaringan filter pasif hanya berisi resistor, induktor dan capasitor saja. Sedangkan jaringan filter aktif menggunakan transistor atau op amp ditambah resistor, induktor dan kapasitor. Ada beberapa jenis filter antara lain low pass, high pass dan band pass.[6]Low pass filter adalah sebuah rangkaian yang keluaran tegangannya tetap, kemudian naik sampai ke suatu frekuensi cutoff (fc). LPF (Low Pass Filter) hanya akan melewatkan sinyal dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cutoff (fc) dan menindas atau menekan sinyal yang lebih tinggi dari frekuensi cuttoff (fc). HPF (High Pass Filter) adalah jaringan yang melewatkan sinyal dengan frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi cuttoff (fc) dan menekan atau menindas sinyal dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cut off (fc). Non Inverting adder amplifier Adalah suatu rangkaian penjumlah tak membalik yang akan menjumlahkan dua masukan pada kaki non inverting, dalam hal ini yang akan dijumlahkan adalah tegangan dari kedua elektroda. Analog to Digital Converter Analog to Digital Converter ( ADC ) merupakan suatu rangkaian yang berfungsi untuk mengubah tegangan analog menjadi kode data biner digital. ADC mempunyai berbagai macam parameter diantaranya resolusi, waktu konversi, LSB error. Ada berbagai macam tipe ADC yang didisain.Salah satu tipe ADC yang sering digunakan untuk akuisisi data frekuensi tinggi adalah tipe flash ADC. Flash ADC juga disebut parallel A/D converter , rangkaian ini sangat sederhana untuk dipahami. Rangkaian ini dibangun dengan menggunakan beberapa komparator, masing-masing komparator membandingkan sinyal input terhadap suatu tegangan referensi tertentu. Output-output komparator dihubungkan pada input-input rangkaian encoder priority , yang menghasilkan output berupa data biner.Vref adalah suatu tegangan referensi yang dihasilkan dari regulator tegangan yang presisi yang merupakan bagian dari rangkaian ADC. Ketika tegangan input analog melebihi tegangan referensi pada tiap-tiap komparator, output-output komparator akan secara berurutan berada pada suatu keadaan logika high. Encoder priority membangkitkan suatu data biner pada input sesuai dengan urutan bit tertinggi pada bagian input , dan mengabaikan input lain yang aktif. Dengan menggunakan teknik konversi half flash, 8 bit ADC0820 CMOS A/D memiliki waktu konversi 1,5µs pada write-read mode dan 2,5 µs pada read mode. Range input pada 0 VDC hingga +5 VDC dan daya yang diperlukan hanya 75mW. Half flash teknik terdiri dari 32 komparator,sebagian besar hampir seperti 2 buah rangkaian 4 bit ADC. Input dari ADC 0820 dibangun dan mengikuti input frekuensi sampling, rangkaian pembatas dibutuhkan untuk membatasi sampling dari luar dan sinyal bergerak tidak lebih dari 100 mV/ µs. Rangkaian IC Mikrokontroler (AT89S51) IC Mikrokontroler AT89S51 adalah komponen produksi Atmel yang berorientasi pada kontrol dengan level logika CMOS. Komponen ini sangat membantu dalam pembacaan data dari ADC menuju komputer. Memori data ini yang akan mempercepat proses penampilan data ke komputer. Rangkaian Serial Port (Komunikasi Serial) Bila anda bandingkan cara komunikasi yang dilakukan secara paralel dengan cara komunikasi yang dilakukan secara serial, maka masing-masing akan memiliki keuntungan dan kelebihan yang tersendiri. Komunikasi yang dilakukan secara serial mempunyai keuntungan dari sisi pengkabelan, karena hanya memerlukan tiga buah kabel, TX, RX dan Ground. Fast fourier transform Analisa fourier digunakan untuk menentukan spectrum frekuensi pada sinyal sEMG, dimana dari spectrum frekuensi ini kita dapat melihat perubahan yang terjadi pada sinyal EMG.Hal ini dilakukan karena pada perancangan elektronik hanya mampu menghasilkan sinyal dalam domain waktu sedangkan untuk menganalisa sinyal tersebut, kita membutuhkan analisa sinyal dalam domain frekuensi, sehingga analisa sinyal dengan FFT akan sangat membantu dalam menentukan hasil analisa. 3. APLIKASI EMG DALAM PERANCANGAN Metodelogi Perancangan Elektroda Differential Amplifier Rs232 Converter Komputer Band Pass filter Adder. Mikrokontroler RAM Gambar 2. blok diagram perancangan sistem hardware ADC Perancangan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu perancangan hardware yang mana blok diagramnya terlihat pada gambar 2 dan perancangan software. Hardware digunakan untuk menangkap sinyal sEMG yang berasal dari otot terukur, kemudian oleh software ditampilkan melalui komputer melalui program delphi. Penempatan Elektroda Dalam penelitian ini EMG digunakan untuk mengukur aktifitas listrik otot biceps. Pengukuran dilakukan dengan memberikan beban seberat 3 Kg digenggam dan diangkat, kemudian akan dipertahankan oleh otot biceps selama 10 menit. Pada saat otot bíceps mempertahankan gaya yang diberikan kepadanya, maka aktifitas otot akan direkam, perekaman sinyal elektromiogram ini akan ditampilkan dalam bentuk sinyal elektromiogram dalam domain waktu kemudian juga untuk mempermudah analisa akan ditampilkan dalam domain frekuensi. Bahasa pemprograman Delphi digunakan untuk membantu menampilkan sinyal sEMG, baik dalam domain waktu maupun dalam domain frekuensi. Peletakan elektroda pada otot bíceps dapat dilihat dalam gambar 3. Gambar 3. Penempatan elektroda pada otot biceps Pengukuran pada otot tersebut memerlukan dua buah elektroda (elektroda aktif), dan satu buah elektroda pasif, sehingga total pemasangan elektroda sebanyak 3 buah. Elektroda. Elektroda aktif yang digunakan adalah elektroda disposable, karena selain nyaman terhadap pasien, sinyal yang dihasilkan juga lebih teratur . Untuk elektroda pasif, digunakan jenis elektroda kering, yang dipasang pada bagian netral dari jaringan ketiga otot tersebut yaitu pada bagian pergelangan tangan. PEMBAHASAN Pelatihan dilakukan selama 10 menit, dalam kurun waktu tersebut terdapat 40 kali pengambilan data, kemudian diubah dalam kofisien fouriertransform. Setelah didapat data berupa koefisien fourier transform kemudian hasil tersebut dianalisa. Gambar 4 dan 5 adalah hasil perekaman dari sinyal elektromiogram pada salah satu pasien. Dimana pada gambar 4 adalah grafik hasil perekaman sinyal sEMG saat latihan diberikan tanpa terapi panas dan gambar 5 adalah grafik hasil perekaman sinyal sEMG saat latihan diberikan bersamaan dengan pemberian terapi panas. Gambar 4 Hasil pengukuran sinyal sEMG pada saat latihan tanpa pemberian terapi panas Pada gambar 4 sebelah kiri adalah gambar sinyal EMG dalam domain waktu, sedangkan gambar kanan adalah gambar pengolahan sinyal dalam domain frekuensi. Gambar 4 Hasil pengukuran sinyal sEMG pada saat latihan tanpa pemberian terapi panas ANALISA DATA Dari hasil pengukuran sinyal sEMG pada titik pengukuran biceps, menunjukkan bahwa sinyal sEMG mempunyai sifat yang random atau stokastik, sehingga analisa sinyal sEMG dengan menggunakan domain frekuensi, masih merupakan metode yang paling sesuai. Penelitian Analisa efek terapi panas pada keletihan otot ini, yang menjadi variabel bebas adalah waktu dan berat beban. Pemberian beban pada pasien seberat 3 Kg diberikan selama rentang waktu 10 menit. selama rentang waktu ini pasien dianggap mampu menahan beban tersebut pada postur titik pengukuran otot biceps. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran berulang kali untuk beberapa pasien. Akan tetapi untuk analisa data hanya diambil sebanyak 7 pasien, hal ini disebabkan karena pengukuran pada pasien tidak memenuhi kriteria, misalkan pada pasien yang ototnya terlatih akan sulit untuk menentukan kelelahan, karena otot masih mampu menahan gaya yang diberikan pada rentang waktu 10 menit. Demikian pula untuk pasien yang terlalu kurus atau terlalu gemuk akan sangat sulit untuk menangkap sinyal sEMG, karena sinyal yang dihasilkan sangat kecil, sehingga sulit di ukur. Pada waktu pengukuran yang dilakukan selama 10 menit, akan terjadi pengambilan data setiap 10 detik dan setiap kali pengambilan data berlangsung selama 5 detik. Jumlah seluruh data pada masing-masing pengukuran adalah 40 data. Untuk mempermudah analisa data maka data yang dimbil adalah data ke 10, data ke 20, data ke 30 dan data ke 40. Dengan demikian kita dapat mengetahui waktu untuk masing-masing pengambilan data yaitu, pada data ke 10 diambil setelah gaya diberikan selama 145 detik, pada data ke 20, diambil pada saat pengukuran mencapai 295 detik, untuk pengukuran ke 30 pengambilan data pada waktu 445 detik dan untuk pengukuran terakhir diambil pada waktu pengukuran mencapai waktu 595 detik. Pengolahan data akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaiu; 1. Melihat data koefisien fourier transform sinyal sEMG pada pengukuran ke 10, 20, 30 dan 40 untuk masing-masing pasien yang diambil saat pengukuran tanpa terapi, untuk kemudian hasilnya dianalisa. 2. Membandingkan data koefisien fourier transform sinyal sEMG pada pengukuran ke 10, 20, 30 dan 40 antara pasien yang satu dengan pasien yang lain, data diambil saat pengukuran tanpa terapi, untuk kemudian hasilnya dianalisa. 3. Melihat data koefisien fourier transform sinyal sEMG pada pengukuran ke 10, 20, 30 dan 40 untuk masing-masing pasien yang diambil saat pengukuran dengan terapi, untuk kemudian hasilnya dianalisa. 4. Membandingkan data koefisien fourier transform sinyal sEMG pada pengukuran ke 10, 20, 30 dan 40 antara pasien yang satu dengan pasien yang lain, data diambil saat pengukuran dengan terapi, untuk kemudian hasilnya dianalisa. 5. Membandingkan rerata data koefisien fourier transform sinyal sEMG pada pengukuran ke 10, ke 20, ke 30 dan ke 40 antara pasien saat pengukuran dengan terapi dan pengukuran tanpa terapi. KESIMPULAN Dari hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa hampir semua pasien memiliki waktu kelelahan yang hampir sama yaitu pada saat pengukuran mencapai 295 detik hingga mencapai 445 detik. Sedangkan apabila latihan dibarengi dengan terapi panas maka kelelahan akan muncul antara 445 detik sampai dengan 595 detik. Dari hasil pengamatan pada data pengukuran saat latihan dengan menggunakan terapi panas dapat dilihat bahwa kenaikan nilai magnitudo tidak terlalu tinggi untuk masing-masing pasien dibandingkan tanpa terapi pans dan pada frekuensi antara 50 HZ sampai dengan 100 HZ masih terdapat kenaikan-kenaikan nilai amplitudo untuk masing-masing pasien sedangkan apabila tanpa terapi panas frekuensi hanya berkisar 50 Hz saja, hal ini menandakan bahwa tingkat kelelahan dapat direduksi atau berkurang karena adanya terapi panas. Dengan menggunakan SPSS kita dapat membandingkan nilai maksimum dari magnitudo saat latihan dengan menggunakan terapi dan latihan tanpa menggunakan terapi. Hal ini menandakan bahwa dengan pemberian terapi panas dapat mengurangi tingkat kelelahan pada otot. Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada; 1. Bapak Ketua Program Studi Pasca Sarjana Teknik Elektro beserta dosen dan segenap karyawan di Jurusan Teknik Elektro. 2. Bapak Ir. Joko Purwanto, M.Eng, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama ini. 3. Bapak DR. Tri Arief Sardjono, ST, MT selaku Co. Pembimbing yang juga telah memberikan arahan dan bimbingan selama ini. 4. Semua Teman-teman di Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kesehatan Depkes Surabaya, yang selalu mendorong penulis untuk segera menyelesaikan Tesis ini. 5. Suamiku, anakku dan keluarga besarku yang dengan sabar menemaniku dan selalu membesarkan hatiku selama pembuatan Tesis ini. 6. Dan rekan-rekan sejawat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu selama ini. Tanpa Bapak, Ibu dan saudara-saudara sekalian penulis tidak akan mungkin menyelesaikan Tesis ini. Akhirnya dengan kesungguhan hati, penulis berharap agar Allah SWT melimpahkan berkah-Nya dan membalas semua budi baik yang telah diberikan. Daftar pustaka [1] Bills,A.G., The Psychology of Efficiency, Harper, New York, 1943. [2] LUTTMANN, A., 1996, “Physiological basisand concepts of electromyography in: Electromyography in ergonomics”, edited byShrawan Kumar and Anil Mital, Institut furArbeitsphysiologie an der UniversitatDortmund, Dortmund. Taulor & FrancisPublishers [3] Merletti R, Gulisashvili A,Lo Conte LR, Estimation of Shape characteristics of Surface Muscle Signal Spectra From Time Domain Data. IEEE Trans Biomed Eng 42:769-776, 1995. [4] Day Scott, Important Factor in Surface EMG Measurement , BortecBiomedical,2001. [5] Gabriel J.F.,dr, Fisika Kedokteran, EGC, Jakarta,1996. [6 Coughlin Robert F., Driscoll Frederick F., Operational Amplifiers and Linier Integrated Circuits, PrenticeHall, 2001.