5503

advertisement
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN
HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD AMBARAWA
PERIODE JULI 2015 − JUNI 2016
ARTIKEL
Oleh :
RYZHAL VISTARA SYAHARA
050112a080
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
FEBRUARI, 2017
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN
HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD AMBARAWA
PERIODE JULI 2015 − JUNI 2016
ARTIKEL
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Oleh :
RYZHAL VISTARA SYAHARA
050114a080
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
FEBRUARI, 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Artikel berjudul :
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN
HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD AMBARAWA
PERIODE JULI 2015 − JUNI 2016
Disusun oleh:
Ryzhal Vistara Syahara
NIM. 050112a080
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan telah diperkenankan untuk diujikan.
Ungaran,
Februari 2017
Pembimbing Utama
Nova Hasani F, S.Farm., M.Sc., Apt.
NIDN. 0611118401
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN
HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD AMBARAWA PERIODE
JULI 2015 − JUNI 2016
Ryzhal Vistara Syahara
Universitas Ngudi Waluyo Ungaran
Email : [email protected]
ABSTRAK
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita
memiliki tekanan darah diatas normal. Menurut Dinkes Kabupaten Semarang, pada
tahun 2014 kasus hipertensi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Ambarawa sebanyak 1.135 kasus lebih besar dibandingkan di RS Bina Kasih
Ambarawa yang hanya sebanyak 134 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi di Instalasi Rawat Inap
RSUD Ambarawa Periode Juli 2015 – Juni 2016.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif menggunakan pendekatan
retrospektif. Pengambilan data diambil dengan metode purposive sampling dan
didapatkan sampel sebanyak 53 pasien.
Hasil penelitian menunjukkan Candesartan merupakan jenis obat yang sering
digunakan sebesar 42,50%. Calcium Channel Blocker (CCB) merupakan golongan
antihipertensi yang sering digunakan sebesar 55,00%. Kombinasi obat antihipertensi
yang sering digunakan yaitu Calcium Channel Blocker (CCB) – Angiotensin II
Receptor Blocker (ARB) sebesar 92,31%. Antihipertensi iv yang digunakan adalah
nicardipin.
Obat yang sering digunakan adalah Candesartan. Golongan antihipertensi yang
sering digunakan adalah Calcium Channel Blocker (CCB). Kombinasi obat yang sering
digunakan adalah CCB – ARB.
Kata Kunci : profil penggunaan obat, antihipertensi , CCB, ARB
ABSTRACT
Hypertension is widely known as a cardiovascular disease in whichthe patient has
blood pressure above normal. According to public health district of Ambarawa, in 2014
hypertension cases found in Ambarawa Public Hospital were 1.135 cases more than in
Bina Kasih Hospital Ambarawa which were 134 cases only. The research aimed to
know the profile of using antihypertensive drugs in patients with hypertension in
inpatient room at Ambarawa Public Hospital from July 2015 to June 2016.
This research was descriptive using retrospective approach. The data were
collected by purposive sampling method to the samples of 53 patients.
The result of the research showed that Candesartan was the type of drug that was
mostly used by 42,50% and Calcium Channel Blocker (CCB) was mostly used by
55,00%. Drug combination of antihypertensive frequently used was Calcium Channel
Blocker – Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) by 92,31%. Nicardipine was an
antihypertensive used by iv.
Candesartan is the mostly used drug of antihypertensive. Antihypertensive
frequently used is Calcium Channel Blocker (CCB). Drug combination frequently used
is CCB – ARB.
Keywords : profile of drug use, antihypertensive, CCB, ARB
4
PENDAHULUAN
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita
memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena
tidak adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organorganvital.Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko terjadinya penyakit
jantung koroner, gagal jantung, stroke, atau gagal ginjal11.
Modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis adalah cara untuk menurunkan
atau mengontrol tekanan darah. Terapi farmakologis disini adalah penggunaan obat
antihipertensi. Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC VIII (2013) yaitu diuretika terutama jenis Thiazide atau
Aldosteron Antagonist, Beta Blocker, Calcium Chanel Blocker atau Calcium
antagonist, Angiotensin Converting Enzym Inhibitor, Angiotensin II Receptor Blocker
atau A receptor antagonist/blocker.
Menurut Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment on High Blood Pressure VII Amerika Serikat, hampir 1 milyar orang
menderita hipertensi di dunia6. Hipertensi menduduki peringkat ke-3 penyebab
kematian setelah stroke dan tuberkolosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian
pada semua umur di Indonesia8. Menurut WHO, sekitar 17 juta jiwa meninggal akibat
penyakit kardiovaskuler, yaitu hampir sekitar sepertiga dari penduduk dunia22.
Hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas
dan morbiditas. Di Indonesia angka kejadian hipertensi pada tahun 2007 sebesar 31,7%
dan menurun pada tahun 2013 menjadi 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat
(29,4%), sedangkan Jawa Tengah menduduki urutan ke 10 dengan angka kejadian
hipertensi mencapai (26,4%)12.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan obat antihipertensi
pada pasien hipertensi di instalasi rawat inap RSUD Ambarawa Juli 2015 – Juni 2016.
METODE
Penelitian ini termasuk dalam penelitian jenis non-eksperimental dan merupakan
penelitian deskriptif. Data dalam penelitian ini bersifat retrospektif, dengan melakukan
observasi terhadap data sekunder berupa rekam 5edic pasien.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, pengambilan sampel secara purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat
diikutsertakan ke dalam penelitian. Kriteria inklusi antara lain : Pasien hipertensi rawat
inap periode Juli 2015 – Juni 2016. Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang
menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan. Kriteria
eksklusi yaitu Pasien hipertensi dengan gangguan jantung.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Data yang telah
dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan untuk analisis. Data dianalisis dalam
bentuk persentase dengan menggunakan rumus berikut:
f
P= x 100%
n
5
Keterangan :
P : Presentase
F : Frekuensi
N : Jumlah sampel
Selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai karakteristik pasien meliputi jenis
kelamin dan umur pasien, sertapenggunaan obat antihipertensi yang digunakan, yang
terdiri atas jenis obat dan penggolongan obatnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasien
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap RSUD
Ambarawa Periode Juli 2015-Juni 2016
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total :
Jumlah
35
18
Umur
26-35 tahun
Jumlah
3
36-45 tahun
9
46-55 tahun
12
56-65 tahun
5
>65 tahun
6
26-35 tahun
1
36-45 tahun
4
46-55 tahun
5
56-65 tahun
3
>65 tahun
5
53
Stage
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Pre
I
II
Jumlah
3
1
2
6
2
4
6
2
3
2
4
1
3
1
2
3
2
1
2
3
53
Persentase (%)
5,65
1,89
3,78
11,32
3,78
7,54
11,32
3,78
5,65
3,78
7,54
1,89
5,65
1,89
3,78
5,65
3,78
1,89
3,78
5,65
100
Karakteristik pasien hipertensi di instalasi rawat inap RSUD Ambarawa
berdasarkan jenis kelamin diperoleh bahwa pasien laki-laki 18 orang (33,96%) dan
pasien perempuan 35 orang (66,04%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
hipertensi pada perempuan mempunyai persentase yang lebih besar dibanding laki-laki.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Ambarawa penderita
hipertensi paling banyak pasien yang dirawat inap adalah pasien lansia awal umur 46-55
6
tahun dengan jumlah 17 orang (32,08%), diikuti pasien umur 36-45 dengan jumlah 13
orang (24,53%), umur ≥ 65 dengan jumlah 11 orang (20,75%), umur 56-65 dengan
jumlah 8 orang (15,09%) dan yang paling sedikit adalah umur 26-35 dengan jumlah 4
orang (7,55%).
Klasifikasi hipertensi yang ditemukan pada pasien hipertensi di instalasi rawat
inap RSUD Ambarawa diperoleh hasil sebagian besar pasien dengan diagnosa
hipertensi stage II. Pasien hipertensi stage II paling banyak pada perempuan dengan
umur 36-45 tahun dan umur 46-55 tahun yang masing-masing berjumlah 6 pasien
(11,32%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah usia, jenis kelamin,
aktivitas fisik, faktor genetik (keturunan), asupan makanan, kebiasaan merokok dan
strees18.
Berdasarkan penelitian Novitaningtyas (2014), perempuan cenderung menderita
hipertensi karena perempuan mengalami pre-menopouse maupun menopouse, karena
pada perempuan yang belum menopouse dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar (High Density Lipoprotein) mempengaruhi
terjadinya proses aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi1.
Terkait distribusi penyakit penyerta, data hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita hipertensi rawat inap di RSUD Ambarawa selain hipertensi
juga disertai penyakit penyerta yaitu sebanyak 37 pasien (69,81%). Sedangkan pasien
yang menderita hipertensi tanpa penyakit penyerta sejumlah 16 pasien (30,19%).
Tabel 2. Distribusi Jenis Penyakit Penyerta
Tanpa Penyakit Penyerta
Dengan Penyakit Penyerta
Total:
Penyakit penyerta:
Vertigo
Dislipidema
Kolik Abdomen
Sepsis
Dispepsia
Lain-lain
Total :
16
37
53
30,19
69,81
100
8
4
5
4
3
13
37
21,62
10,81
13,51
10,81
8,11
35,14
100
Penyakit penyerta pada pasien hipertensi adalah vertigo dengan jumlah 8 pasien
(21,62%), kemudian kolik abdomen dengan 5 pasien (13,51%), dislipidemia dan sepsis
sejumlah masing-masing 4 pasien (10,81%), serta penyakit lain seperti anemia,
dispepsia, stroke, anxietas, DM, chepalgia, ISPA, hiperglikemia, hiperkalemia, dan lainlain. Vertigo merupakan keadaan pusing yang dirasakan penderita seolah-olah dunia
sekitar berputar atau penderita merasakan berputar di dalam ruangan. Vertigo dapat
terjadi karena dampak dari hipertensi, dimana tekanan darah yang tinggi akan
diteruskan hingga pembuluh darah di telinga sehingga fungsi telinga sebagai
keseimbangan terganggu dan menimbulkan vertigo2.
Dalam penggunaannya, antihipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal
ataupun dapat dikombinasikan dengan antihipertensi lain. Dalam penelitian di instalasi
rawat inap RSUD Ambarawa terdapat beberapa penggunaan antihipertensi yang
digunakan, yaitu penggunaan tunggal dan kombinasi 2 obat antihipertensi. Persentase
penggunaan obat antihipertensi tunggal sebesar 75,48% sedangkan kombinasi 2 obat
antihipertensi 24,52%
7
Profil Penggunaan Obat
Tabel 4.3. Distribusi Penggunaan Obat Antihipertensi Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Ambarawa Periode Juli 2015-Juni 2016
Kategori
Terapi
Tunggal
Golongan obat
Calcium Channel Blocker
(CCB)
ACE Inhibitor
Angiotensin 2 Receptor
Blocker (ARB)
Total :
Kombinasi:
2 jenis obat
CCB + CCB
CCB + ARB
Jenis Obat Jumlah
(%)
Amlodipine
Nifedipine
Diltiazem
Nicardipine
Captopril
Candesartan
14
4
1
3
1
17
35,00
10,00
2,50
7,50
2,50
42,50
(%)
Total
26,41
7,55
1,89
5,66
1,89
32,08
40
100
75,48
1
7,69
1,89
12
92,31
22,63
13
100
24,52
Diltiazem +
Amlodipine
Amlodipine+
Candesartan
\Total :
Jumlah Total :
53
100
Dalam penelitian terdapat 6 macam jenis obat antihipertensi yang digunakan di
RSUD Ambarawa baik tunggal maupun kombinasi selama periode Juli 2015 – Juni
2016. Jenis obat antihipertensi yang digunakan antara lain amlodipine, nifedipine,
nicardipine, diltiazem, captopril dan candesartan. Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui
bahwa dari 6 macam jenis obat yang digunakan secara tunggal atau monoterapi terdapat
pada 40 kasus, obat antihipertensi yang paling sering dipakai adalah candesartan dengan
jumlah pemakaian 17 kasus dengan persentase 42,50% diikuti amlodipine 14 kasus
(35%), nifedipine 4 kasus (10,00%) dan nicardipine 3 kasus (7,50%). Sedangkan
captopril dan diltiazem merupakan obat antihipertensi yang paling sedikit digunakan
dengan jumlah pemakaian 1 dengan persentase 2,50%.
Candesartan termasuk golongan Angisotensin Reseptor Bloker (ARB). ARB
merupakan kelompok obat yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi
ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor Angiotensin I secara
spesifik. Angiostensin II dibentuk dari angiostensin I melalui reaksi yang dikatalis oleh
angiostensin converting enzyme (ACE, kinase II). Angiotensin II berfungsi sebagai
hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikkan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola,
menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II
merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal
tersebut akan mengurangi jumlah garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan
akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah5.
Candesartan merupakan obat yang paling banyak digunakan karena obat
golongan ini memiliki efek samping yang paling sedikit dibanding antihipertensi
lainnya. Obat ini juga tidak seperti golongan ACE inhibitor yang menimbulkan efek
8
sambing batuk kering yang sering terjadi, Karenanya obat ini dapat dijadikan sebagai
alternatif pilihan apabila efek samping dari obat golongan ACE inhibitor seperti batuk
kering tidak dapat ditolerir lagi4.
Antihipertensi yang sering digunakan diklasifikasikan dalam beberapa golongan,
antara lain golongan Calcium Channel Blocker (CCB) sebesar 55,00%, golongan
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) sebesar 42,50%, golongan ACE Inhibitor
(ACEI) sebesar 2,50%.
Persentase peresepan obat berdasarkan golongan obat menunjukan bahwa
Calcium Channel Blocker (CCB) merupakan golongan obat hipertensi yang paling
sering digunakan. CCB bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan otot jantung sehingga terjadi relaksasi16. Hal ini akan menurunkan
resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah17. Efek antihipertensi dari
CCB berhubungan dengan dosis, bila dosis ditambah maka efek antihipertensi semakin
besar dan tidak menimbulkan efek toleransi. Calcium Channel Blocker tidak
dipengaruhi asupan garam sehingga berguna bagi orang yang tidak mematuhi diet
garam. Menurut beberapa studi penggunaan CCB dalam hipertensi secara umum tidak
berbeda dalam efektivitas, efek samping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan obat
antihipertensi lain. Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermakna antara CCB,
diuretik, dan ACEI dalam pengobatan hipertensi. Calcium Channel Blocker mempunyai
efek tambahan yang menguntungkan pasien. CCB dan ACEI lebih baik dari diuretik dan
beta-blocker dalam mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan risiko
independenpada hipertensi, selain itu CCB juga mempunyai efek proteksi vaskular2.
Obat-obat golongan Calcium Channel Blocker berguna untuk pengobatan pasien
hipertensi yang juga menderita asma, diabetes, angina dan/atau penyakit vaskular
perifer15.
Memulai terapi hipertensi dengan lebih dari 1 obat dapat mencapai tekanan
darah sasaran dalam waktu lebih singkat, tetapi juga meningkatkan resiko terjadinya
hipotensi ortostatik, seperti pada pasien diabetes, disfungsi otonom, dan pada pasien
yang sudah tua. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai tekanan darah sasaran. Tambahan obat kedua dari
golongan yang berbeda harus dilakukan lebih awal jika penggunaan tunggal dalam dosis
cukup, gagal mencapai tekanan darah sasaran. Ketika tekanan darah >20/10 mmHg
diatas target, pertimbangkan memakai 2 obat, baik dalam sediaan terpisah maupun
kombinasi jadi satu19.
Hasil penelitian diperoleh data penggunaan obat antihipertensi dengan cara
kombinasi di RSUD Ambarawa hanya 13 kasus (24,52%). Kombinasi obat terdiri dari
kombinasi 2 obat antihipertensi yaitu kombinasi Calcium Channel Blocker –
Angiotensin II Receptor Blocker (CCB-ARB) persentase 92,31% dan Calcium Channel
Blocker - Calcium Channel Blocker (CCB-CCB) persentase 7,69%. Kombinasi obat
antihipertensi yang paling sering digunakan adalah kombinasi Calcium Channel Blocker
– Angiotensin II Receptor Blocker.
Terapi dengan Calcium Channel Blocker (CCB) dan Angiotensin II Receptor
Blocker (ARB) memiliki efek yang potensial untuk mengurangi tekanan darah yang
diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena komplikasi
kardiovaskuler. Sebagai tambahan, ARB dan CCB berhubungan dengan efek yang
menguntungkan terhadap efek kardioprotektif selama pengaturan tekanan darah.
Sebagai contoh, ARB dan CCB memiliki efek antisklerotik melalui beberapa
mekanisme. Angiotensin II Receptor Blocker bekerja pada target sistem renin
9
angiotensin dengan menghambat pada reseptor angiotensin II tipe reseptor 1 (AT1),
sehingga menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah serta ekskresi garam dan air, dan
mengurangi aktivasi dari sistem saraf simpatis. Calcium Channel Blocker menstimulasi
vasodilatasi perifer dengan menghambat kanal kalsium pada otot halus pembuluh darah.
Kedua target kerja obat ini memiliki mekanisme yang penting terhadap mekanisme
regulasi balik10.
Kombinasi obat antihipertensi yang lain,yaitu kombinasi Calcium Channel
Blocker - Calcium Channel Blocker (CCB-CCB) antara obat amlodipin dan diltiazem.
Kombinasi dihidropiridine Calcium Channel Blocker dalam hal ini amlodipin dengan
verapamil atau diltiazem telah ditunjukkan dalam meta-analysis terbaru mempunyai
efek yang adiktif dalam penurunan tekanan darah tanpa meningkatkan kejadian efek
samping secara signifikan. Meskipun begitu, tidak ada data hasil yang tersedia dalam
penggunaan terapi CCB-CCB dan keamanan jangka panjang masih belum
terdokumentasi14.
KESIMPULAN
1. Karakteristik pasien hipertensi berdasarkan usia, pasien paling banyak ditemui pada
usia 46 - 55 tahun (32,08%). Berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak diderita oleh
pasien perempuan (66,04%).
2. Profil penggunaan antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah jenis obat
candesartan (42,50%) dan golongan obat Calcium Channel Blocker (55,00%) serta
kombinasi antara Calcium Channel Blocker-Angiotensin II Receptor Blocker
(92,31%). Antihipertensi iv yang digunakan adalah nicardipine (7,50%).
UCAPAN TERIMA KASIH
Seluruh civitas akademika Universitas Ngudi Waluyo Ungaran, seluruh karyawan
RSUD Ambarawa, Bapak Ibu saya tercinta serta adik-adik saya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggraini, AD., Waren, S., Situmorang, E., Asputra, H., dan Siahaan, SS. (2009).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang
Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni
(2008). Fakultas Kesehatan Masyarakat . Universitas Riau. Files Of DrsMed-FK
UNRI : 1-41.
2. Aziza, L. (2008). Peran Antagonis Kalsium dalam Penatalaksanaan Hipertensi.
Majalah Kedokteran Indonesia. 57(8):259-264.
3. Anonim. (2005). www.yastroki.or.id. Vertigo Gejala Awal Serangan Stroke. [3
Januari 2017]
4. Baharuddin.,Kabo, P., Suwandi, D.,(2013). Perbandingan Efektifitas Dan Efek
Samping Obat Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
5. Campbell, N, A., Reece, J. B. Dan Mitchel. L. G (2004). Biologi Edisi Kelima-Jilid
3. Jakarta: Erlangga.
6. Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo,
J.L., dkk. (2004). Seventh Repor tof The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Departement
Of Health And Human Services. NIH Publication No. 04-5230. Agustus 2004.
10
7. Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Depkes RI.
8. Depkes RI. (2012). Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga.
http://www.depkes.go.id. [24 September 2016]
9. Gudmundsdottir, H., Høieggen, A., Stenehjem, A., Waldum, B., Os, I., (2012),
Hypertension in Women: Latest Findings and Clinical Implications, Ther Adv
Chronic Dis, 3(3):137-146.
10. Jamerson KA, Nwose O, Jean-Louis L et al. (2004). Initial angiotensin-converting
enzyme inhibitor/calcium channel blocker combination therapy achieves superior
blood pressure control compared with calcium channel blocker monotherapy in
patients with stage 2 hypertension. Am. J. Hypertens. 17,495-501.
11. Kabo, P. (2011). Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
12. Kemenkes R.I. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
13. Kuswardhani, T. (2007). Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia. Denpasar:
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kesehatan UNUD.
14. Muruganathan, A. (2016). Hypertension Society of India: Manual of Hypertension.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher
15. Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan
Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 181-193.
16. Nafrialdi, (2007), Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi 5,
Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
17. Neal, M.J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 35-37.
18. Rosta, J. (2011). Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak dengan Status Gizi dan
Tekanan Darah Geriatri di Panti Wredha Surakarta. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
19. Sargowo, D. (2008). Fix Low Dose Combination is Logical And Effective
Alternative to Other First Line Antihypertensives. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.
20. Staessen, A Jan. Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager. (2003).
Essential Hypertension. The Lancet: 26,158.
21. Tjay, T.H., Rahardja, K. (2008). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Computindo. 538565.
22. WHO. (2013). WHO‟s Global Brief on Hypertension: Silent killer, global public
health crisis. Switzerland: World Health Organization Press.
11
Download