Modul Komunikasi Antar Budaya [TM2]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Komunikasi
Antar Budaya
Subjek Kajian, Wilayah Kajian,
dan Fokus Kajian Komunikasi
Antar Budaya.
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
FIKOM
Periklanan dan
Komunikasi
Pemasaran
02
Kode MK
Disusun Oleh
B51432EL
Wulansari Budiastuti
Abstract
Kompetensi
Konsep dasar komunikasi antar budaya
mengkaji mengenai subjek, wilayah, dan fokus
kajian komunikasi antar budaya.
Diharapkan mahasiswa mengetahui kajian
mengenai subjek,wilayah, dan fokus dari
Komunikasi Antar Budaya.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan
orang lain. Oleh sebab itu manusia membutuhkan sarana untuk bisa berinteraksi dengan
orang lain untuk mencapai tujuannya, salah satunya adalah komunikasi. Williams (1984),
sebagaimana yang dikutip oleh Yuhana dkk.1 (2006), mengidentifikasi lima alasan mengapa
kita perlu memahami komunikasi sebagai berikut:
1. Komunikasi penting bagi kehidupan manusia secara personal
2. Kita tidak dapat tidak berkomunikasi
3. Komunikasi adalah dasar bagi pengembangan dan pemantapan hubungan
interpersonal
4. Manusia adalah konsumen komunikasi
5. Komunikasi meningkat secara tajam dalam penyelenggaraan organisasi modern.
Dalam proses komunikasi, hal yang mutlak diperhatikan adalah tingkat keefektifan
komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif apabila makna yang ada pada sumber pesan
sama dengan makna yang ditangkap oleh penerima pesan. Makna pesan sangat tergantung
pada lingkungan di mana pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tinggal dan
dibesarkan. Budaya di suatu daerah dapat menyebabkan timbulnya makna yang berbeda
mengenai suatu kata dengan budaya di daerah lain.
Adanya globalisasi menyebabkan kontak antarbudaya tidak terhindarkan. Ketika satu
budaya berbaur dengan budaya lain, atau subbudaya satu berinteraksi dengan subbudaya
lainnya, dibutuhkan suatu sarana agar keduanya memperoleh suatu pemahaman yang
sama. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah adanya komunikasi antarbudaya. Oleh sebab
itu pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya penting untuk diketahui.
Secara umum komunikasi diartikan sebagai suatu proses sosial di mana terjadi
pertukaran pesan yang pada akhirnya mencapai suatu kesamaan makna. Everett M. Rogers
bersama Lawrence Kincaid (1981) dalam Cangara (2006)1 mengembangkan definisi
komunikasi, yaitu suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam.
Sedangkan Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat (2006) mendefinisikan komunikasi
sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku. Lebih lanjut, Dedy
Mulyana dan Jalaludin Rakhmat mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam
komunikasi yang dijelaskan sebagai berikut, penjelasan Unsur Komunikasi
1. Sumber orang yang mempunyai suatu kebutuhan untuk berkomunikasi
2016
2
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Encoding suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku
verbal dan nonverbalnya yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan
sintaksis guna menciptakan suatu pesan
3. Pesan terdiri dari lambing-lambang verbal dan atau nonverbal yang mewakili
perasaan dan pikiran sumber
4. Saluran alat fisik yang memindahkan pesan dari sumber ke penerima
5. Penerima orang yang menerima pesann dan sebagai akibatnya menjadi terhubung
dengan sumber pesan
6. Decoding proses internal penerima dan pemberian makna kepada perilaku sumber
yang mewakili perasaan dan perasaan sumber
7. Respon penerima apa yang penerima lakukan setelah ia menerima pesan
8. Umpan balik informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkannya menilai
keefektifan komunikasi yang dilakukannya untuk mengadakan penyesuaianpenyesuaian atau perbaikan-perbaikan dalam komunikasi.
Selanjutnya yang paling berpengaruh dalam efektifitas komunikasi adalah faktor pesan.
Yuhana dkk. (2006) membagi pesan menjadi 3 aspek, antara lain kode pesan, isi pesan,
dan perlakuan terhadap pesan. Dari ketiga aspek ini, yang paling berpengaruh dalam
efektifitas komunikasi adalah kode pesan, di mana komunikator menyampaikan pesan
melalui simbol-simbol yang mewakili isi pesan tersebut. Sedangkan telah kita ketahui bahwa
makna dari simbol pesan bisa berbeda antara satu individu dengan individu lain, karena
makna tidak bisa ditransfer, hanya bisa disampaikan melalui perwakilan simbol-simbol yang
mewakili isi pesan tersebut. Sedangkan telah kita ketahui bahwa makna dari simbol pesan
bisa berbeda antara satu individu dengan individu lain, karena makna tidak bisa ditransfer,
hanya bisa disampaikan melalui perwakilan simbol-simbol.
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat mendefinisikan budaya sebagai tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peran,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu maupun
kelompok. Sedangkan subbudaya atau subkultur adalah suau komunitas rasial, etnik,
regional, ekonomi atau sosial yang memperlihatkan pola perilaku yang membedakannya
dengan
subkultur-subkultur
lainnya
dalam
suatu
budaya
atau
masyarakat
yang
melingkupinya.
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai
komunikasi yang terjadi bila produsen pesan adalah anggota satu budaya dan penerimanya
adalah anggota budaya lain.
2016
3
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Sedangkan Afdhal (2005) mengartikan komunikasi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
antarbudaya sebagai kemampuan untuk berinteraksi secara verbal dan non-verbal dengan
mengirim, menerima dan melakukan dekod, pesan-pesan secara tepat.
Lebih lanjut, Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat menyatakan bahwa komunikasi
antarbudaya lebih inklusif daripada komunikasi antaretnik atau antararas, karena bidang
yang dipelajarinya tidak sekedar komunikasi antara dua kelompok etnik atau kelompok ras.
Komunikasi antarbudaya lebih informal, personal, dan tidak selalu bersifat antarbangsa atau
antarnegara.
Dalam komunikasi terdapat gangguan-gangguan yang dapat mempengaruhi proses
pemberian makna. Terkait dengan komunikasi antarbudaya, gangguan yang paling berperan
adalah gangguan budaya, yang menurut Cangara (1998) terjadi akibat adanya perbedaan
norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi. Suatu budaya cenderung menerima informasi dari sumber yang banyak
memiliki kesamaan dengan budayanya, seperti bahasa, agama dan kebiasaan-kebiasaan
lainnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat (2006), inti
masalah komunikasi antarbudaya adalah perbedaan latar belakang kultural dalam
menafsirkan pesan, karena tidak ada bahasa universal—baik verbal maupun nonverbal,
serta kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya
yang mempengaruhi proses persepsi.
Nilam W. Juga menyatakan bahwa dalam komunikasi antardua pihak yang berbeda
budaya terdapat etnosentrisme, yaitu kecenderungan menganggap salah satu budaya lebih
baik atau lebih unggul dari budaya lain. Dari pendapat-pendapat ini dapat kita simpulkan
bahwa permasalahan dalam komunikasi antarbudaya adalah perbedaan latar belakang
kultural, persepsi, dan etnosentrisme.
Untuk itulah, mengadaptasi pendapat Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat (2006),
solusi yang tepat untuk mengefektifkan komunikasi antarbudaya adalah dengan mengetahui
pola-pola penafsiran pesan dari budaya yang berlainan serta meminimalis bias penilaian
dan persepsi interpersonal, agar tidak terjebak dalam stereotip, yang menurut Yuhana dkk.
(2006) diartikan sebagai suatu proses penyederhanaan dan generalisasi perilaku individuindividu
dari
anggota
kelompok
tertentu
(etnis/ras,
agama,
suku
bangsa,
jenis
kelamin/gender, pekerjaan dan lainnya).
Myron dkk. dalam Antoni (2004) juga menyatakan bahwa dalam komunikasi antarbudaya
sebaiknya komunikator dan komunikan menggabungkan komponen emosional atau
motivasional dari budaya, dan berusaha untuk mengatasi atau mengatur ketegangan atau
kecemasan yang tidak dapat dielakkan terjadi pada banyak pertemuan antarbudaya agar
komunikasi menjadi efektif.
2016
4
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Subjek Kajian
Judy C. Person dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai
dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi:
keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada
orang lain dan mencapai ambisi pribadi.kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat,
tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan suatu masyarakat.
Dalam subjek kajian Komunikasi Antarbudaya khususnya komunikasi sosial yang
membahas komunikasi antar rasial, antaretnik, antaragama, antarkelas dan antarjender.
Setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita
untuk kelangsungan hidup dan memperoleh kebahagiaan. Melalui komunikasi kita
bekerjasama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
Sebagai kesulitan komunikasi berasal dari fakta bahwa kelompok budaya atau
subkultur dalam suatu budaya mempunyai perangkat norma berlainan. Aspek konsep diri
seperti jenis kelamin, agama, kesukuan, pendidikan rupa fisik kita dan sebagainya kita
internalisasikan lewat pernyataan (umpan balik).
George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya
melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi.
Jadi kita mengenal diri kita lewat orang lain, yang menjadi cermin yang memantulka
bayangan kita. Teori Mead tentang konsep diri ini berlaku pula dalam pembentukan identitas
etnik
dalam
arti
bahwa
konsep
diri
diletakan
dalam
konteks
keetnikan,
sehingga diridipandang spesifik secara budaya dan berlandaskan keetnikan. Kelompok ini
mengkonstruksi realitasnya sendiri, menyediakan peng khasan khusus atas diri dan objek
yang memudahkan penyesuaian seseorang kedalam lingkungan sosialnya.
Kesukuan disamping agama, secara tradisional merupakan aspek terpenting dalam
diri kita. Begitu penting asal usul kita sehingga tanpa kepastian asal usul itu kita akan
melakukan apa saja untuk memastikan bahwa kita memiliki dimensi terpenting.
Wilayah Kajian
Wilayah kajian contohnya antarpersonal, kelompok, organisasi, masyarakat dan
internasional. Kita akan keliru bila mengira bahwa pola-pola komunikasi yang kita amati
diatas tak lebih dari kumpulan adat istiadat yang tidak berarti. Pola komunikasi suatu
masyarakat tertentu merupakan bagian dari keseluruhan pola budaya dan dapat dipahami
dalam konteks tersebut.
2016
5
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Di sini kita tak dapat mengemukakan banyak contoh perilaku komunikasi suatu
masyarakat tertentu. Bagi pengusaha berguna untuk meneliti kesulitan berhubungan antar
tingkatan sosial dan masalah umpan balik informasi dari tingkat lebih rendah ketingkat lebih
tinggi dalam organisasi industri diluar negri.
Kita dapat menemukan beberapa contoh mengenai hubungan antar personal, kelompok,
organisasi karena di beberapa Negara status dan kelas sosial sangat menentukan apakah
bisnis akan terjadi antar individu atau antar kelompok contohnya di Amerika Latin. Di sana
terdapat terdapat suatu pola hubungan manusia dan hubungan union-manajement yang
berbeda dari yang kita kenal di Amerika Srikat.
Everett Hagen dari MIT (Massachusetts Institute of Teknology) telah menemukan
adanya tekanan yang lebih berat dari otoritas ini dan kurang berkembangnya organisasi staf
diperusahaan Amerika Latin, dibandingkan dengan Amerika Srikat. Di Amerika Latin
pemerintah lebih terlibat dalam menangani semua jenis masalah perburuhan. Perbedaanperbedaan ini tampak jelas hubungannya dengan budaya dan organisasi social di Amerika
Latin. Orang tidak perlu menghabiskan hidupnya untuk memahami bahwa tidak ada satu
budayapun yang statik.
Untuk bekerja sama dengan orang-orang kita tidak harus seperti mereka. Bila kita
melakukan konformitas (keseragaman) sepenuhnya, orang Arab, orang Amerika Latin,
orang Itali dan siapapun akan menganggap prilaku kita membingungkan dan tidak tulus. Ia
mencurigai motif kita. Kita diharapkan untuk berbeda namun kitapun diharapkan untuk
menghormati dan menerima orang lain apa adanya, dan kita dapat tanpa memaksa
kepribadian kita. Untuk belajar kepribadian kita, belajar berkomunikasi dengan mereka
dengan cara mengamati pola tradisi mereka yang tidak tertulis.
Tetapi selain itu karena terdapat banyak pendekatan antropologis terhadap analisis
budaya, sebagian orang mungkin lebih suka menggunakan pendekatan sistem yang
terkoordinasikan ini sebuah alternatif. Suatu sistem dalam hal ini adalah suatu kumpulan
atau kombinasi teratur dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan merupakan satu
kesatuan.
Fokus Komunikasi Antar Budaya
Fokus kajian contohnya Bahasa, penyandian, persepsi, prasangka, empati dan feed
back, dan hambatan.
a. Bahasa
Salah satu yang menjadi fokus kajian komunikasi antar budaya adalah dari segi bahasa
teoretikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah eksistensi perilaku sosial
menurut
2016
6
Larry
R
Barkerbahasa
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
memliki
tiga
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
fungsi
pertama
penamaan
(naming atau pelabelan) interaksi dan tansmsi informasi penamaan atau penjulukan merujuk
pada usaha identifikasi subjek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga
dapat dirujuk dalam komunikasi.
Fungsi komunikasi menurut Barker menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa
informasi dapat disampaikan kepada orang lain.
Selain itu Book juga mengungkapkan, agar komunikasi kita berhasil, setidaknnya bahasa
harus memenuhi tiga fungsi yaitu untuk mengenal dunia disekitar kita, berhubungan dengan
orang lain, dn untuk menciptakan kohersi dalam sebuah hubungan.
b. Penyandian
Encoding dapat dijelaskan sebagai suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan
merancang perilaku verbal dan nonverbalnya yang sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa
dan sintaksis guna menciptakan suatu pesan.
c. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus
dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak,
kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian
dihasilkanlah persepsi. Persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak
akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita
memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan
persepsi individu,semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai
konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
Persepsi meliputi :
1. Penginderaan ( sensasi ), melalui alat – alat indra kita ( indra perasa, indra peraba,
indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar ). Makna pesan yang
dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai andil bagi
berlangsungnya komunikasi manusia.penglihatan menyampaikan pesan nonverbal
ke otak untuk diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan pesan verbal ke
otak
untuk
ditafsirkan.
Penciuman,
sentuhan
dan
pengecapan,
terkadang
memainkan peranan penting dalam komunikasi, seperti bau parfum yang
menyengat, jabatan tangan yang kuat, dan rasa air garam dipantai.
2. Atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari
sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan,
ingatan dan, proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan
2016
7
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi
terhadap rangsang tertentu. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak
sadar.
3. Interpretasi adalah, proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau
lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol- simbol yang sama, baik
secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal
sebagai interpretasi berurutan).
Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi bukan saja mempengaruhi
atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara
keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan. Agama, ideologi, tingkat ekonomi,
pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor – faktor internal jelas mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap realitas. Denagn demikian persepsi itu terkait oleh budaya ( culture –
bound ). Kelompok – kelompok budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsikan sesuatu.
Orang Jepang berpandangan bahwa kegemaran berbicara adalah kedangkalan, sedangkan
orang Amerika berpandangan bahwa mengutarakan pendapat secara terbuka adalah hal
yang baik.
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan 6 unsur budaya yang secara
langsung mempegaruhi persepsi kita ketika kita berkomunikasi dengan orang dari budaya
lain, yakni:
1. kepercayaan (beliefs), nilai ( values ), sikap ( attitude )
2. pandangan dunia ( world view )
3. organisasi sosial ( sozial organization )
4. tabiat manusia ( human nature )
5. orientasi kegiatan ( activity orientation )
6. persepsi tentang diri dan orang lain ( perseption of self and other )
Setiap
orang
memperhatikan,
mengorganisasikan
dan
menafsirkan
semua
pengalamannya secara selektif. Stimuli secara secara selektif artinya, stimuli di urutkan, dan
selanjutnya, disajikan sebuah gambaran yang menyeluruh, lengkap, dan dapat di indera.
Tidak mudah memahami cara orang lain mengorganisasikan sekaligus memikirkan cara kita
sendiri. Setelah stimuli dipersepsi dan diorganisasikan secara selektif, selanjutnya stimuli
ditafsirkan secara selektif pula, artinya stimuli diberi makna secara unik oleh orang yang
menerimanya.
Seperti mempersepsi benda mempersepsi orang lain juga dapat ditinjau dari 3 unsur yaitu :
1. pengamat
2. objek persepsi
2016
8
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. konteks yang berkaitan denagn objek yang diamati
Sebagai pengamat anda juga dipengaruhi oleh atribut-atribut anda sendiri. Misalnya
orang cenderung membuat penilaian umum, positif ataupun negatif. Namun, karena
persepsi personal merupakan proses tradisional, maka atribut – atribut tersebut dapat
berubah. Sesekali kesalahan persepsi dapat diperbaiki. Namun, biasanya suatu kesalahan
persepsi diikuti kesalahan persepsi lainnya. Sehingga, penyimpangan yang terjadi semakin
parah.
Terkadang, persepsi yang kita miliki berbeda dengan orang lain. Perbedaan persepsi bisa
mengakibatkan ketidak efektifan komunikasi. Bagaimana mungkin kita berkomunikasi
dengan baik apabila yang kita anggap atau apa yang ada di kepala kita berbeda dengan apa
yang ada di kepala lawan komunikasi kita? Akan sangat mudah menyebabkan miss
communication di sini. Ketika perbedaan persepsi semakin dalam dan lebar, kita akan sulit
mengkomunikasikan pesan yang ingin kita sampaikan karena yang kita maksudkan tidak
akan dterima sama dengan orang lain.
Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda. Bahkan tidak selamanya akan
sama. Namun, kesamaan atau kemiripan persepsi akan menyebabkan munculnya
kelompok-kelompok sosial, identitas, dan budaya. Hal ini dikarenakan, orang cenderung
berkomunikasi dengan nyaman dan lancar ketika komunikan mereka memiliki kesamaan
persepsi dengan mereka. Jika mereka saling berkomunikasi dengan lancar, maka mereka
cenderung semakin sering berkomunikasi satu sama lain.
d. Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium yaitu keputusan yang
diambil yang tanpa ada penelitian dan pertimbangan cermat, tergesa-gesa, tidak matang.
Prasangka adalah dugaan-dugaan yang memilki nilai kearah negatif. Namun dapat pula
dugaan ini bersifat positif. Jadi, Prasangka sosial adalah suatu sikap yang diperlihatkan oleh
individu atau kelompok terhadap individu lain.
Sumber utama yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar kelompok,
yakni perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang
menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan ideologi. Sumber lain dari
prasangka adalah kejadian histories (Koeswara, 1988).
Prasangka yang bersumber pada perbedaan etnis dapat ditemukan pada masyarakat
heterogen yang merangkum berbagai kelompok etnis yang memiliki latar kebudayaan yang
berbeda, misalnya pada masyarakat Indonesia. Adapun prasangka yang bersumber pada
perbedaan ras (juga agama) sering ditemukan pada masyarakat yang multirasial, seperti di
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang secara fisik (warna kulit, bentuk tubuh,
fisiogamiras yang berbeda dengan ras lainnya. Prasangka yang bersumber pada perbedaan
dalam posisi mayoritas dan minoritas.
2016
9
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Perspektif Histories
Prespektif ini didasarkan atas teori pertentangan kelas, yakni menyalahkan kelas rendah
yang inferior; sedangkan mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan untuk
berprasangka terhadap kelas rendah. Misalnya, prasangka orang kulit putih terhadap negro
mempunyai latar belakang sejarah, orang kulit putih sebagai “tuan’ dan orang Negro sebagai
“budak”, antara penjajah dan yang dijajah, dan antara pribumi dan nonpribumi.
2. Perspektif Sosiokultural dan Situasional
Perspektif ini menekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya prasangka,
yang meliputi:
–
Mobilitas sosial, artinya kelompok yang mengalami penurunan status (mobilitas sosial
ke bawah) akan terus mencari alasan tentang nasib buruknya dan tidak mencari penyebab
sesungguhnya.
–
Konflik antar kelompok, prasangka dalam hal ini merupakan realitas dari dua
kelompok yang bersaing; tidak selalu disebabkan kondisi ekonomi.
–
Stigma perkantoran, artinya bahwa ketidak amananan dan ketidakpastian di kota
disebabkan ‘noda” yang dilakukan kelompok tertentu.
–
Sosialisasi, prasangka dalam hal ini muncul sebagai hasil dari proses pendidikan
orang tua atau masyarakat di sekitarnya, melalui proses sosialisasi mulai kecil hingga
dewasa.
3. Perspektif kepribadian.
Teori ini menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka yang disebut
dengan teori “frustasi agregasi”. Menurut teori ini, keadaan frustasi meruapkan kondisi yang
cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
4. Perspektif Fenomenologis.
Perspektif ini menekankan pada cara individu memandang atau memersepsi lingkunganya
sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka. Sebagai anggota masyarakat, individu
akan menyadari di mana atau termasuk kelompok etnis mana dia. Namun, menurut ahli
psikologi sosial, Milton Rokeach,akan lebih menyenangkan / tidak berprasangka bila hidup
dengan orang-orang yang mempunyai pikiran sejalan, tidak peduli degan perbedaan fisik.
Dari perspektif fenomenologis ini sulit di buktikan teori yang lebih unggul sebab ada
fenomena yang memeng bertentangan.
5. Perspektif Naive
Perspektif ini menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka, tidak
menyoroti individu yang berprasangka. Misalnya sifat-sifat orang kulit putih menurut orang
Negro atau sebaliknya
2016
10
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
e. Empati dan Feed Back
Umpan balik adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkannya menilai
keefektifan komunikasi yang dilakukannya untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian
atau perbaikan-perbaikan dalam komunikasi selanjutnya.
f.
Hambatan
1. Etnosentrisme
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok
atau budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang lain
yang tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang lain
yang tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme memandang dan mengukur
budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri. (Mulyana:2000;70)
Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang
perbedaan budaya itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya yang patut kita hargai.
Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing
sebagai budaya ’yang salah’, maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah anganangan karena kita akan cenderung lebih mebatasi komunikasi yang kita lakukan dan sebisa
mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda atau bertentangan dengan
budaya kita.
Masing-masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan membenarkan budaya
diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial muncul konflik di antaranya. Contoh
konflik yang sudah terjadi misalnya suku dayak dan suku madura yang sejak dulu terus
terjadi. Kedua suku pedalaman itu masing-masing tidak mau saling menerima dan
menghormati kebudayaan satu sama lain. Adanya anggapan bahwa budaya sendiri lah yang
paling benar sementra yang lainnya salah dan tidak bermutu tidak hanya berwujud konfik
namun sudah berbentuk pertikaian yang mengganas, keduanya sudah saling mmbunuh atar
anggota budaya yang lain.
Contoh lainnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat sebagai budaya yang
’vulgar’ dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli-budaya timur dinilai sebagai budaya yang
paling unggul dan paling baik sehingga masyrakat kita cenderung membatasi pergaulan
dengan orang barat. Orang takut jika terlalu banyak komunikasinya maka budaya asli akan
tercemar budaya barat sebagai polusi pencemar.
2. Rasialisme
Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan pertimbangan rasial.
Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan pentingnya kategori rasial.
Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan perbedaan sosial
2016
11
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan budaya antar ras. Walaupun istilah ini kadang digunakan sebagai kontras dari rasisme,
istilah ini dapat juga digunakan sebagai sinonim rasisme.
Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu dan diskriminasi institusional,
rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik yang mendukung teori
rasisme. Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme melambangkan supremasi
rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan rasialisme menunjukkan suatu
ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa konotasi-konotasi tersebut.
Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada kebanggaan ras,
Rasialisme di sini menjadi sangat berbahaya karena selain menghambat keefektifan
komunikasi antar budaya—antar ras yang berbeda, rasialisme dapat menjadi pemicu
pertikaian antar ras, di mana konflik yang terjadi akan sulit sekali untuk didamaikan dan
berlangsung lama.
Contoh konflik akibat rasialisme yang pernah terjadi dan terkenal di Indonesia adalah
konflik- rasialisme anti-Tionghoa, di mana di Indonesia pernah terjadi pembantaian besarbesaran terhadap ras Tionghoa yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Butuh
perjuangan yang panjang agar ras Tionghoa diterima dan diakui-dihargai keberadaannya.
2016
12
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Liliweri, Alo. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya,Pustaka Pelajar,Yogyakarta,
2001
2. Mulyana Deddy dan Jalaluddin Rakhmat [Ed]. 2006. Komunikasi Antarbudaya:
Panduan
Berkomunikasi
dengan
Orang-Orang
Berbeda
Budaya.
Remaja
Rosdakarya: Bandung.
3. Mulyana, Dedy. 2009. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya:
Bandung
4. Purwasito,Andrik), Komunikasi Multikultural,
Muhammadiyah University Press,
Surakarta, 2003
5. “Definisi, Hakikat, dan uang Lingkup Komunikasi Antar Budaya”,http://fikri-jufrirenaissance.blogspot.com/2012/06/definis-hakikat-dan-ruang-lingkup.html,
tanggal 20 Sepetember 2014.
2016
13
Komunikasi Antar Budaya
Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diakses
Download