Modul Kode Etik Psikologi [TM12]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kode Etik
Bab 10: Forensik
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
B51611EL
Amy MArdhatillah
Abstract
Kompetensi
Pembahasan mengenai hal hal terkai
forensic seperti pemberian saksi
wewenang dan tanggung jawab serta
pedoman hukum forensik
Memahami pedoman umum terkait
forensic, wewenang dan tanggung
jawab, pemberiaan saksi, hubungan
majemuk, serta pemberitaan media
terkait forensic
Pendahuluan
Modul ini menjelaskan bab sepuluh dari kode etik psikologi Indonesia. Bab ini
berisikan tentang forensik.
Bab sembilan dari kode etik psikologi Indonesia pasal 56-61 menjelaskan mengenai
berbagai hal mengenai forensik:
2012

Hukum dan komitment terhadap kode etik

Kompetensi

Tanggung jawab dan wewenang hak

Pernytaan sebagai saksi atau saksi ahli

Peran majemuk atau professional psikolog dan ilmuwan psikologi

Pernyataan dengan media terkait dengan psikologi forensik
2
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 56: Hukum dan komitment terhadap kode etik
Pasal ini menjelaskan pedoman umum terkait hukum dan komitment terhadap
kode etik terkait dengan hal hal forensik:

Definisi forensik:
Psikologi forensik adalah bidang psikologi yang berkaitan dan/atau diaplikasikan
dalam bidang hukum, khususnya peradilan pidana

Tugas psikolog forensik
Adapun yang menjadi tugas
dan kegiatan yang dilakukan oleh psikolog
forensik;
1. Membuat penelitian
melakukan kajian/ penelitian yang terkait dengan aspek-aspek psikologis
manusia dalam proses hukum, khususnya peradilan pidana.
2. Memberikan bantuan profesional
memberikan bantuan profesional psikologi berkaitan dengan permasalahan
hukum, khususnya peradilan pidana.

Komitmen yang harus dimiliki:
1. Kompetensi yang sesuia
2. Memahami hukum di Indonesia dan impl;ikasinya terhadap tanggung
jawab, wewenang dan hak psikolog forensik

Menangani konflik:
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menya-dari adanya kemungkinan konflik antara
kebutuhan untuk menyampaikan informasi dan pendapat, dengan keharusan
mengikuti hukum yang ditetapkan sesuai sistem hukum yang berlaku. Psikolog
dan/atau ilmuwan Psikologi berusaha menyelesaikan konflik ini dengan menunjukkan
komitmen terhadap kode etik dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi
konflik ini dalam cara-cara yang dapat diterima
2012
3
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 57: Kompetensi
Pasal ini menjelaskan berbagai hal terkait kompetensi seorang psikolog dan ilmuwan
psikologi forensik antara lain:

Definisi praktik psikolog forensik:
1. Menangani pemeriksaan psikologi pada individu yang terlibat kasus hukum
atau terpidana

Kompetensi psikolog forensik:
1. Memahami piskologi forensic
2. Memahami system hukum di Indonesia

Ruang lingkup psikolog forensik:.
1. asesmen
2. evaluasi psikologis
3. penegakan diagnosa
4.konsultasi dan terapi psikologi
5. intervensi psikologi dalam kaitannya dengan proses hukum (misalnya
evaluasi psikologis bagi pelaku atau korban criminal
6. sebagai saksi ahli,
7. evaluasi kompetensi untuk hak pengasuhan anak
8. program asesmen
9. konsultasi dan terapi di lembaga pemasyarakatan) hanya dapat dilakukan
oleh psikolog.

2012
Memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian forensik
4
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 58:Kewajiban dan wewenang
Pasal ini menjelaskan kewajiban dan wewenang yang dimiliki oleh psikolog forensik .
Adapun yang termasuk kewajiban dari psikolog forensic adalah:

Membantu proses peradilan pidana sesuai azas profesionalitas
Adapun yang menjadi wewenang dari psikolog forensic antara lain:

memberikan laporan tertulis atau lisan mengenai hasil penemuan forensic

membuat pernyataan karakter psikologi seseorang, hanya sesudah ia melakukan
pemeriksaan terhadap pribadi bersangkutan sesuai standar prosedur pemeriksaan
psikologi, untuk mendukung pernyataan atau kesimpulannya. Bila tidak dilakukan
pemeriksaan
menyeluruh
karena
keadaan
tidak
memungkinkan,
Psikolog
menjelaskan keterbatasan yang ada, serta melakukan langkah-langkah untuk
membatasi implikasi dari kesimpulan atau rekomendasi yang dibuatnya.
Adapun yang menjadi hak dari psikolog forensik adalah:

Mendapatkan perlindungan dari HIMPSI apabila terlibat masalah yang terkait dengan
hukum, apabila ia sudah menjalankan tugas sesuai dengan kode etik dan
profesionalitas.
Pasal 59: pernyataan sebagai saksi atau saksi ahli
Adapun hal hal ynag terkait dengan pernyataan saksi dan saksi ahli adalah:

Memberikan kesaksian untuk menegakkan keadilan berdasarkan –pemeriksaan
psikologi forensik yang sesuai prosedur

Berpegang teguh pada kode etik apabila terjadi konflik
Bila kemungkinan terjadi konflik antara ke-butuhan untuk menyampaikan pendapat
dan keharusan mengikuti aturan hukum yang di-tetapkan dalam kasus di pengadilan,
psikolog berusaha menyelesaikan konflik ini dengan menunjukkan komitmen
terhadap Kode Etik dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi konflik dengan
cara-cara yang bisa diterima.
2012
5
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Ketentuan apabila lebih dari satu saksi ahli psokolog
Bila kemungkinan ada lebih dari satu saksi atau saksi ahli psikolog, maka psikolog
tersebut harus memegang teguh prinsip hubungan profesional sesuai dengan pasal
19 buku kode etik ini.

Ketentuan dalam memberikan kesaksian
Adapun beberapa ketentuan dalam memberikan kesaksian antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan ejauh yang diizinkan
2. Bersikap professional dalam memberikan pandangan
3. Menghindari terjadinya konflik antar berbagai pihak

Apabila terjadi konflik sesama psikolog dalam pemberian saksi
Psikolog dapat meminta bantuan HIMPSI untuk menyelesaikan masalah dengan
melakukan pemeriksaan psikologi sesuia standard dan kaedah ilmiah

HIMPSI dapat meminta pendapat dari ikatan profesi lain yang kompeten untuk
menyelesaikan konflik antara psikolog forensic.
2012
6
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 60:Peran majemuk dan professional psikolog dan ilmuwan psikologi
Pasal ini menjelaskan mengenai hubungan majemuk dan professional. Para psikolog
forensic hendaklah menghindari adanya hubungan yang majemuk.
Bila peran majemuk terpaksa dilakukan kejelasan masing-masing peran harus ditegaskan
sejak awal dan tetap berpegang teguh pada azas pro-fesionalitas, obyektivitas serta
mencegah dan meminimalkan kesalahpahaman.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila peran majemuk terpaksa dilakukan:
(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi meng-hindar untuk melakukan peran majemuk
dalam hal forensik, apalagi yang dapat menimbulkan konflik. Bila peran majemuk terpaksa
dilakukan, misalnya sebagai konsultan atau ahli serta menjadi saksi di pengadilan, kejelasan
masing-masing peran harus ditegaskan sejak awal bagi Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi, serta pihak-pihak terkait, untuk mempertahankan profesionalitas dan objektivitas,
serta mencegah dan meminimalkan kesalahpahaman pihak-pihak lain sehubungan dengan
peran ma-jemuknya.
(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menjalin hubungan profesional sebelumnya
dengan orang yang menjalani pemeriksaan tidak terhalangi untuk memberi kesaksian, atau
menyampaikan pendapatnya selaku saksi ahli yang melakukan pemeriksaan, sejauh
diijinkan oleh aturan hukum yang berlaku. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus tetap
dapat
bersikap
profesional
dalam
memberikan
pan-dangan
serta
menjaga
atau
meminimalkan terjadinya konflik antara berbagai pihak.
(3) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mempunyai kewajiban untuk memahami dan
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kode etik dan pene-rapannya. Kurang dipahaminya
kode etik tidak dapat menjadi alasan untuk mempertahankan diri ketika melakukan
kesalahan atau pe-langgaran
2012
7
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pasal 61:
Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang me-lakukan layanan psikologi dapat
memberikan pernyataan pada publik melalui media dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a) Hanya psikolog yang melakukan pe-meriksaan psikologi terhadap kasus hukum yang
ditanganinya yang dapat memberikan pernyataan di media tentang kasus tesebut.
b) Psikolog dapat membuat pernyataan di media tentang suatu gejala yang terjadi di
masyarakat. Jika ia tidak melakukan pemeriksaan psikologis maka hal ini harus dinyatakan
pada media dan pernyataan yang disampaikan bersifat umum dan didasarkan pada kaidah
prinsip psikologi sesuai dengan teori dan/atau aliran yang diikuti. Pernyataan di media harus
mempertimbangkan kepentingan masyarakat, hak subjek yang diperiksa (seperti azas
praduga tak bersalah pada pemeriksaan psikologis pelaku, atau hak untuk tidak
dipublikasikan), dan telah mempertimbangkan batasan kerahasiaan sesuai dengan pasal 24
buku Kode Etik ini
2012
8
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesimpulan
2012
9
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
American
Psychology
Association
code
of
conduct
retrieved
from
www.apa.org/ethics/code/principles.
http://www.psychwiki.com/wiki/Why_is_it_important_to_follow_APA%27s_Ethical_Principles
Kode Etik Psikologi Indonesia. Juni 2010. http://himps.or.id/
2012
10
Kode Etik Psikologi
Amy Mardhatillah, M.Sc, Ph.D
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download