BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pertambangan Pengertian pertambangan sesuai dengan Undang-undang Mineral dan Batubara (UU minerba) No.4 tahun 2009 Pasal 1 mengungkapkan yang dimaksud dengan pertambangan adalah keseluruhan atau sebagian tahapantahapan yang meliputi kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Menurut UU No.11 Tahun 1967, menyatakan bahwa bahan tambang dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yakni: 1. Golongan A sebagai bahan strategis Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya: minyak, uranium dan plutonium. 2. Golongan B sebagai bahan vital Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya: emas, perak, besi dan tembaga. 15 3. Golongan C sebagai bahan tidak strategis dan tidak vital Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap secara langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya: garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. 2.1.1.1 Istilah dalam Pertambangan Berikut adalah istilah yang digunakan dalam industri pertambangan yang terkandung dalam UU minerba No.4 tahun 2009 Pasal 1: A. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. B. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. C. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. D. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. E. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 16 F. Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. G. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. H. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. I. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. J. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. K. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. L. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. M. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. N. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, 17 dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. O. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang. P. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. Q. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. R. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. S. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan. T. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan. U. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara. 18 V. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. W. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. X. Kegiatan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Y. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya. Z. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 2.1.1.2 Karakteristik Industri Pertambangan Umum Eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengolahan merupakan aktivitas yang dijalankan setiap perusahaan di dalam industri pertambangan. Pada dasarnya dapat berbentuk kesatuan usaha terpadu dimana perusahaan tersebut memiliki gabungan usaha dari keseluruhan 19 aktivitas penambangan atau dapat pula menjalankan bisnis dari salah satu aktivitas. Non renewable serta ketidakpastian yang tinggi atas kelayakan eksplorasi bahan galian tambang untuk dipasarkan, menjalankan setiap dan/ atau masing-masing aktivitas penambangan dibutuhkan tingkat modal yang sangat besar dalam jangka panjang dengan resiko yang tinggi dan teknologi yang canggih, Aktivitas Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang wajib dijalankan sesuai perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, dan adanya peraturan perundangan yang berlaku (UUD pasal 33 tahun 1945): “segala bahan galian yang berada dalam wilayah hukum Indonesia adalah kekayaan nasional Bangsa Indonesia yang dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” adalah 4 faktor yang menjadikan industri pertambangan dengan karakteristik yang berbeda dan spesial dengan industri lainnya (PSAK 33:4). 2.1.1.3 Tahapan dan Biaya dalam Setiap kegiatan Pertambangan Berdasarkan UU no. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara BAB 1 Pasal 1, tahapan kegiatan pertambangan yaitu: 1) Eksplorasi Merupakan usaha dalam rangka mencari, menemukan, dan mengevaluasi Cadangan Terbukti (taksiran cadangan) dalam suatu Area of Interest yang secara teknis maupun ekonomis dapat dipertanggungjawabkan kemungkinannya untuk diproduksi di masa mendatang berdasarkan harga bahan galian tambang umum pada saat taksiran tersebut dibuat dan biaya penambangannya. Pada suatu 20 wilayah tambang dalam jangka waktu tertentu seperti yang diatur dalam peraturan perudangan yang berlaku. Uraian Kegiatan: a) Penyelidikan Umum. Penyelidikan umum merupakan penyelidikan secara geologi umum atau geofisik yang dilakukan di daratan, di perairan, dan/atau dari udara dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian. b) Perijinan dan Administrasi. Merupakan kegiatan pengurusan ijin untuk melakukan kegiatan eksplorasi di suatu daerah tertentu, antara lain meliputi pengurusan Hak Kuasa Pertambangan, Kontrak Kerja Sama, Kontrak Karya, dan pembebasan tanah serta kegiatan administrasi eksplorasi. c) Geologi dan Geofisika. Kegiatan geologi meliputi pekerjaan analisis foto udara dan pemetaan geologi permukaan tanah dengan tujuan untuk memetakan penyebaran mineral Geofisika merupakan suatu teknologi eksplorasi dengan menggunakan sifat-sifat fisik batuan yang diselidiki untuk tujuan memperoleh data di bawah permukaan tanah. d) Pemboran Eksplorasi. Pemboran digunakan untuk mengetahui data endapan di bawah permukaan tanah secara rinci. Melalui pemeriksaan laboratorium atas contoh bor dapat diketahui jenis dan kadar batuan. Hasil pemboran beberapa lubang dapat 21 dikorelasikan untuk batuan-batuan yang sejenis dan dapat pula dihitung besarnya cadangan bahan galian tambang umum. e) Evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengkap apakah suatu cadangan secara teknis layak untuk ditimbang dan mempunyai nilai komersial. Kegiatan pada tahap ini meliputi penentuan jumlah/ besarnya dan kadar cadangan, penganalisisan dampak lingkungan, perijinan yang dibutuhkan, metode penambangan, proses pengolahan, survei mengenai transportasi prasarana yang dibutuhkan, anggaran yang dibutuhkan, serta nilai pasar cadangan dan rencana produksi. Tabel 2. 1 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Eksplorasi No Perijinan dan Geologi dan Geofisika Pemboran Eksplorasi Evaluasi Biaya perolehan Kuasa Biaya Side Looking Air Biaya persiapan lahan, Biaya Pertambangan, Radar (SLAR), termasuk biaya pembuatan Evaluasi. Administrasi 1 jalan masuk ke lokasi pemboran, 2 3 4 5 Biaya pembebasan Biaya penyelidikan Biaya logistik selama tanah/tanam tumbuh, seismik, dilaksanakannya pemboran, Biaya perolehan Biaya penyelidikan Biaya pemboran, termasuk Kontrak Kerja Sama, gravitasi, peralatan bor, Biaya perolehan Biaya penyelidikan Biaya pengujian dan Kontrak Karya, magnetik. perampungan. Biaya administrasi eksplorasi. 22 2) Pengembangan dan konstruksi Pengembangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan Cadangan Terbukti sampai siap diproduksi secara komersial. Konstruksi adalah pembangunan fasilitas dan prasarana untuk melaksanakan dan mendukung kegiatan produksi. Uraian Kegiatan : a) Kegiatan administrasi merupakan kegiatan pengurusan perijinan dalam lingkup pertambangan umum guna mendukung dimulainya pelaksanaan kegiatan pengembangan dan konstruksi. b) Kegiatan teknis merupakan kegiatan rancang bangun dan kegiatan fisik lapangan untuk memudahkan masuk ke tempat cadangan bahan tambang dalam rangka persiapan kegiatan produksi Tabel 2. 2 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Pengembangan dan Konstruksi No Biaya Pengembangan Biaya Konstruksi 1 Biaya pembukaan tambang, termasuk pengupasan lapisan Biaya pembuatan prasarana, tanah (sebelum produksi), 2 Biaya pembersihan lahan (land clearing), Biaya pembuatan atau pengadaan bangunan, 3 Biaya Administrasi : Biaya pembuatan atau pengadaan mesin dan peralatan. a Biaya pembebasan tanah, b Biaya pengurusan perijinan dan Kuasa Pertambangan. 23 3) Produksi Semua kegiatan mulai dari pengangkatan bahan galian dari Cadangan Terbukti ke permukaan bumi sampai siap untuk dipasarkan, dimanfaatkan, atau diolah lebih lanjut Uraian Kegiatan : Kegiatan produksi penambangan meliputi: pengupasan tanah (stripping), pengambilan bahan galian, pencucian dan pemurnian, serta pengangkutan bahan galian ke stasiun pengumpul. a) Pengupasan lapisan tanah selama masa produksi meliputi kegiatan penggaruan/ dorong, gali/ muat, dan pengangkutan tanah dari lokasi penggalian ke lokasi penimbunan atau lokasi lainnya. b) Pengambilan bahan galian dengan cara yang sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan galian tambang yang bersangkutan seperti: penggalian, penyemprotan dengan air, penggunaan alat-alat berat (bulidozer dan shovel), pengerukan dengan menggunakan kapal keruk, dan peledakan. c) Pencucian bahan galian adalah kegiatan untuk membersihkan dan memisahkan bahan galian dengan mineral atau bahan galian ikutan lainnya seperti: tanah, abu, lempung, pasir, belerang, lumpur, atau mineral pengotor lainnya. Kegiatan pencucian dilakukan dengan menggunakan air, bahan kimia (proses kimia), alat pencuci (misalnya polong atau jig), atau saringan. Dalam kegiatan pencucian termasuk pula proses penghancuran bahan galian yang 24 berukuran besar menjadi ukuran sesuai dengan yang ditetapkan, sehingga layak dijual atau diolah lebih lanjut. d) Pengangkutan bahan galian dari lokasi penambangan ke stasiun pengumpul dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti: belt conveyor, lori pengangkut, dump truck, tongkang, atau kapal. Tabel 2. 3 Jenis Biaya yang Termasuk di dalam Tahap Produksi No Pengupasan Lapisan Tanah Pengambilan Pencucian Bahan Pengelolaan (Stripping) selama Masa Bahan Galian Galian Lingkungan Produksi 1 Biaya pengupasan tanah, Hidup Biaya penggalian, Biaya pembersihan dan Merupakan biaya pemisahan bahan galian untuk utama dari bahan galian pengelolaan ikutannya, lingkungan hidup. 2 Biaya penyediaan lahan untuk Biaya Biaya pembentukan penimbunan tanah, penyemprotan, ukuran/besarnya bahan galian sesuai dengan yang ditetapkan perusahaan. 3 Biaya penimbunan tanah hasil Biaya pengerukan, pengupasan. atau biaya peledakan, Penimbunan bahan 4 galian. 4) Lingkungan hidup Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan 25 manusia, serta mahluk hidup lainnya. Dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan. Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka perlu dilakukan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup. 26 Uraian Kegiatan : Uraian kegiatan pengelolaan lingkungan hidup meliputi tetapi tidak terbatas pada: a) Penyusunan dokumen Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Upaya pencegahan pencemaran sungai oleh air hasil penirisan tambang, berupa pembuatan kolam pengendap lumpur di sekitar: lokasi penggalian, dumping area, dan stockpile. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengurasan lumpur dari kolam pengendap. Pengaturan bentuk lahan (land scaping) disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi: 1. Pengaturan bentuk lereng, dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air permukaan, erosi, sedimentasi, dan longsor; 2. Pengaturan saluran pembuangan air, dimaksudkan untuk mengatur air agar tidak mengalir pada tempat-tempat tertentu, sehingga dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi. b) Pengelolaan tanah pucuk (topsoil), yaitu kegiatan pengambilan dan penyimpanan tanah pucuk dari lokasi tanah yang akan ditambang dan ditimbun untuk dimanfaatkan kembali pada kegiatan reklamasi bekas daerah timbunan yang telah selesai. c) Revegetasi, yaitu penanaman kembali pada lahan bekas tambang yang vegetasi awalnya telah rusak atau terganggu. 27 d) Pengendalian erosi, yaitu kegiatan berupa penanaman rumput, pembuatan teras, pemberian batu pecah, pembuatan saluran pengelak, dan lain-lain. e) Pencegahan pencemaran akibat debu, antara lain kegiatan berupa penyemprotan air di lokasi jalan produksi, loading station, stockpile, dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan debu. f) Pencegahan kelongsoran, yaitu kegiatan berupa pemantapan lereng dengan melandaikannya, pembuatan slope dan tanggul pengaman (dike). g) Penelitian tanah dan tanaman untuk mendapatkan cara dan teknik penanaman yang baik dan cocok. h) Pemantauan kualitas air yang keluar dari kolam-kolam pengendap, saluran pemukiman, dan sungai di sekitar lokasi penambangan. i) Pemantauan kualitas udara di lokasi kegiatan penambangan dan pemukiman karyawan, serta penduduk sekitarnya. j) Pemantauan kualitas tanah di dumping area. k) Pemantauan luas lokasi vegetasi yang rusak dan yang telah direvegetasi . 28 l) Pemantauan keberhasilan dari usaha pengendalian dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan. m) Pemantauan laju erosi. Jenis Biaya yang Termasuk dalam Tahap Pengelolaan Lingkungan Hidup. Biaya-biaya pengelolaan lingkungan hidup meliputi tetapi tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Pada dasarnya biaya ini merupakan biaya pengadaan prasarana Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya. Untuk lebih jelasnya, tahapan diatas dapat dilihat secara sistematis pada gambar di bawah ini: PENYELIDIKAN UMUM EKSPLORASI 29 STUDY 2.1.2 Konsep Kerangka Kerja Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk memberikan informasi yang berguna mengenai aktiva, kewajiban, dan modal perusahaan bagi para pengguna informasi akuntansi dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan keuangan 30 perusahaan dan hasil operasional perusahaan lewat pelaporan keuangan yang akan digunakan untuk mengambil keputusan. Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB), “Kerangka kerja konseptual adalah suatu sistem koheren (sesuai dengan kaidah- kaidah berpikir logis) yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batasbatas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan”. Terdapat tiga tingkat tujuan dalam laporan keuangan. Tingkat Pertama: Tujuan Dasar Tujuan pelaporan keuangan (objectives of financial reporting) adalah untuk menyediakan informasi: (1) yang bermanfaat bagi mereka yang memiliki pemahaman memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi untuk membuat keputusan investasi serta kredit; (2) untuk membantu investor yang ada dan potensial, kreditor yang ada dan potensial, serta pemakai lainnya dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan; dan (3) tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan perubahan di dalamnya. Tujuan dimulai dengan lebih banyak berfokus pada informasi yang berguna bagi para investor dan kreditor dalam membuat keputusan. Tujuan 31 berfokus pada laporan keuangan yang menyediakan informasi yang berguna untuk menilai prospek arus kas yang akan diterima entitas bisnis, yaitu arus kas yang menjadi harapan investor dan kreditor. Pendekatan ini dikenal sebagai kegunaan keputusan (decision usefulness). Tingkat Kedua: Konsep-Konsep Konseptual Tujuan (tingkat pertama) berhubungan dengan tujuan dan sasaran dari akuntansi. Bagaimana tujuan dan sasaran ini diimplementasikan (tingkat ketiga). Di antara kedua tingkat ini, diperlukan pondasi-pondasi konseptual untuk menjelaskan karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi dan mendefinisikan unsur-unsur laporan keuangan. a) Karakteristik Kualitatif dari Informasi Akuntansi Pemilihan metode akuntansi yang tepat, jumlah dan jenis informasi yang harus diungkapkan, serta format penyajiannya melibatkan penentuan alternatif mana yang menyediakan informasi mengidentifikasikan karakteristik kualitatif (qualitative characteristic) dari informasi akuntansi yang membedakan informasi yang lebih baik (lebih berguna) dengan informasi yang inferior (kurang berguna) bagi tujuan pelaporan keuangan. Selain itu, FASB juga telah mengidentifikasikan kendala-kendala (biayamanfaat dan materialitas) sebagai bagian dari kerangka kerja konseptual. b) Pengambilan Keputusan (Pemakai) dan Kemampuan Memahami Agar informasi menjadi bermanfaat, harus ada hubungan antara para pemakai ini dengan keputusan yang mereka buat. Kaitan ini, yaitu 32 kemampuan memahami (understandability), adalah kualitas informasi yang memungkinkan pemakai merasakan signifikansi dari informasi tersebut. Kualitas Primer: Relevansi dan Reliabilitas Relevansi (relevance) dan reliabilitas (reliability) merupakan dua kualitas primer yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pengambilan keputusan. Relevan. Informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang relevan akan membantu pemakai membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan; yaitu, memiliki nilai prediktif (predictive value). Informasi yang relevan juga membantu pemakai menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu; yaitu, memiliki nilai umpan balik (feedback value). Jadi, agar relevan, informasi juga harus tersedia kepada pengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil; yaitu memiliki ketepatan waktu (timeliness). Agar relevan, informasi harus memiliki nilai prediktif atau nilai umpan-balik, dan harus disajikan secara tepat waktu. Reliabilitas. Informasi akuntansi dianggap handal jika dapat diverifikasi, disajikan secara tepat, serta bebas dari kesalahan dan bias. Reliabilitas sangat diperlukan oleh individu-individu yang tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengevaluasi isi factual dari informasi. 33 Daya-uji (verifiability) independen, dengan ditunjukkan menggunakan metode ketika pengukur-pengukur pengukuran yang sama, mendapatkan hasil yang serupa. Ketepatan penyajian (representational faithfulness) berarti bahwa angka-angka dan penjelasan dalam laporan keuangan mewakili apa yang betul-betul ada dan terjadi. Netralitas (neutrality) berarti bahwa informasi tidak dapat dipilih untuk kepentingan sekelompok pemakai tertentu. Informasi yang disajikan harus factual, benar, dan tidak bias Kualitas Sekunder: Komparabilitas dan Konsistensi Komparabilitas. Informasi dari berbagai perusahaan dipandang memiliki komparabilitas jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dalam peristiwa ekonomi antar perusahaan. Konsistensi. Apabila sebuah entitas mengaplikasikan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian yang serupa, dari periode ke periode, maka entitas tersebut dianggap konsisten dalam menggunakan standar akuntansi. Itu tidak berarti bahwa perusahaan tidak boleh beralih dari 34 satu metode akuntansi ke metode akuntansi lainnya. Perusahaan dapat mengganti satu metode dengan metode lainnya, tetapi perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa metode yang baru lebih baik daripada metode sebelumnya. Kemudian sifat dan pengaruh perubahan akuntansi, serta alasannya, harus diungkapkan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya perubahan. Jika prinsip akuntansi telah berubah, maka auditor harus memberitahukannya dalam paragraf penjelasan dari laporan audit. Paragraf ini menjelaskan sifat perubahan dan meminta pembaca melihat catatan atas laporan keuangan untuk pembahasan yang lebih rinci tentang perubahan dimaksud. Unsur – Unsur Laporan Keuangan Aktiva, Kewajiban, Ekuitas, Investasi Oleh Pemilik, Distribusi Kepada Pemilik, Laba Komprehensif, Pendapatan, Beban, Keuntungan, Kerugian. Tingkat Ketiga: Konsep-Konsep Pengakuan dan Pengukuran Tingkat ketiga dari kerangka kerja konseptual terdiri dari konsepkonsep yang dipakai untuk mengimplementasikan tujuan dasar dari tingkat pertama. Konsep-konsep ini menjelaskan bagaimana unsur-unsur serta kejadian keuangan harus diakui, diukur, dan dilaporkan oleh perusahaan. 35 Asumsi-asumsi Dasar 1. Asumsi Entitas Ekonomi Mengandung arti bahwa aktivitas ekonomi dapat diidentifikasi dengan unit pertanggungjawaban tertentu. 2. Asumsi Kelangsungan Hidup Sebagian besar metode akuntansi didasarkan atas asumsi kelangsungan hidup (going concern assumption) yaitu perusahaan bisnis akan memiliki umur yang panjang. 3. Asumsi Unit Moneter Mengandung arti bahwa uang adalah denominator umum dari aktivitas ekonomi dan merupakan dasar yang tepat bagi pengukuran dan analisis akuntansi. 4. Asumsi Periodisitas Menyiratkan bahwa aktivitas ekonomi sebuah perusahaan dapat dipisahkan ke dalam periode waktu artifisial. Periode waktu ini bervariasi, tetapi yang paling umum adalah secara bulanan, kuartalan, dan tahunan. 5. Dasar Akrual Transaksi yang berpengaruh terhadap perubahan laporan keuangan perusahaan dicatat pada saat terjadinya transaksi tersebut. 36 Gambar 2. 2 Konsep Kerangka Kerja Laporan keuangan Sumber: Mackenzie, B., dkk. (2012). Interpretation and Application of International Financial Reporting Standard. USA: John Wiley & Sons Ltd. 2.1.2.1 Pengertian PSAK Istilah PSAK tidak dapat dipungkiri lagi ketenarannya dikalangan masyarakat terlebih lagi dikalangan para emiten go public. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan merupakan kepanjangan dari PSAK, yang mana pernyataan ini disusun, dibangun, dan dikembangkan serta terus dilakukan pembaharuan sejak tahun 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Upaya pembaharuan terhadap Standar Akuntansi Keuangan ini memiliki tujuan dan harapan agar setiap perusahaan di Indonesia dapat menyajikan laporan keuangannya secara sempurna dan menciptakan terjadinya laporan keuangan 37 yang dapat dipercaya, dapat diandalkan, relevan dan dapat diperbandingkan dengan lebih memenuhi standar-standar akuntansi. 2.1.2.2 PSAK 33 PSAK 33 edisi tahun 1994 mengatur pencatatan akuntansi pertambangan umum. Hal ini dimulai dari karakteristik akuntansi pertambangan umum, ruang lingkup penerapan, jenis biaya dalam setiap tahapan kegiatan pertambangan ; eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pengelolaan lingkungan hidup. Perlakuan akuntansi atas penyajian laporan keuangan dan pengungkapan biaya-biaya terkait dalam setiap tahapan aktivitas pertambangan, serta tanggal efektif dimana PSAK mulai berlaku. 2.1.2.3 PSAK 33 (revisi 2011) Dalam rangka melakukan konvergensi PSAK kepada IFRS, DSAK selaku badan yang menerbitkan PSAK terus melakukan perbaikan terhadap PSAK saat ini dengan cara mengadopsi IAS/IFRS. Salah satu standar yang dilakukan revisi adalah PSAK 33 (Revisi 2011) tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK 33 ini telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Februari 2011. Penyempitan ruang lingkup PSAK 33 (revisi 2011) disebabkan oleh adopsi IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources menjadi PSAK 64: Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral yang mengatur akuntansi 38 terkait dengan aktivitas eksplorasi dan perubahan SAK lain yang mengatur akuntansi terkait dengan aktivitas pengembangan dan konstruksi. 2.1.2.3.1 Ruang Lingkup PSAK 33 (revisi 2011) Ruang lingkup terkait dengan: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya. Biaya pengelolaan lingkungan hidup adalah biaya yang timbul atas usaha mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan, dan biaya rutin lainnya Dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan, meliputi tetapi tidak terbatas pada: (a) Pencemaran lingkungan, yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan 39 lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. (b) Perusakan lingkungan, yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan/atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkesinambungan. Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup. 2.1.2.3.2 Pengakuan dan Pengukuran 1. Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah Dalam pertambangan, stripping ratio atau strip ratio mengacu pada rasio volume overburden (atau bahan limbah) yang diperlukan untuk ditangani dalam rangka untuk mengambil beberapa volume bijih. Sebagai contoh, rasio pengupasan 03:01 berarti bahwa penambangan satu meter kubik bijih tambang akan membutuhkan tiga meter kubik limbah batuan. Rasio pengupasan tanah biasanya dikurangi untuk menunjukkan volume pembuangan sampah diperlukan untuk mengambil satu satuan volume bijih , misalnya, 2:1 sebagai lawan 04:02. 40 Bila membutuhkan dibandingkan pemindahan dengan tanah pertambangan sebelum permukaan, ekstraksi bijih, yang operasi penambangan bawah tanah cenderung memiliki rasio pengupasan yang lebih rendah karena meningkatnya selektivitas. Semua faktor lainnya sama, pertambangan pada rasio pengupasan tinggi kurang menguntungkan dibandingkan pertambangan pada rasio pengupasan rendah karena banyak limbah harus dipindahkan (dengan biaya per satuan volume) untuk volume setara menghasilkan pendapatan bijih. Jika rasio yang terlalu tinggi mengingat harga tertentu bijih dan biaya yang terkait pertambangan maka mungkin tidak ekonomis untuk melakukan penambangan. Berdasarkan PSAK 33 (2011:33.2-3) dalam stripping activities, biaya yang ditimbulkan pada awal kegiatan sebelum produksi diakui sebagai aset (accrued expense) dalam rangka pengakuan di laporan keuangan neraca, kriteria pengakuan pada standar akuntansi harus dipenuhi. Biaya pengupasan tanah penutup dibedakan antara pengupasan tanah awal untuk membuka tambang, yaitu : Pengupasan tanah yang dilakukan sebelum produksi dimulai, Pengupasan tanah lanjutan yang dilakukan selama masa produksi. Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan), sedangkan biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban. Sebelum produksi dilaksanakan, dihitung terlebih dahulu rasio rata-rata tanah penutup (average stripping ratio), yaitu perbandingan antara taksiran kuantitas lapisan 41 batuan/tanah penutup terhadap taksiran ketebalan bahan galian (seperti batubara) yang juga dinyatakan dalam satuan unit kuantitas. Biaya pengupasan tanah lanjutan pada dasarnya dibebankan berdasarkan rasio rata-rata tanah penutup. Dalam keadaan di mana rasio aktual tanah penutup (yaitu rasio antara kuantitas tanah/batuan yang dikupas pada periode tertentu terhadap kuantitas bagian cadangan yang diproduksi untuk periode yang sama) tidak berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, maka biaya pengupasan tanah yang timbul pada periode tersebut seluruhnya dapat dibebankan. Dalam hal rasio aktual berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, maka apabila rasio aktual lebih besar dari rasio rata-ratanya, kelebihan biaya pengupasan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Selanjutnya, aset tersebut akan dibebankan pada periode di mana rasio aktual jauh lebih kecil dari rasio rata-ratanya. 2. Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan PSAK 33 (2011:33.3), Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika : (a) Terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan; (b) Terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul. 42 Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban. Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah akrualnya telah memadai. Jika jumlah pengeluaran pengelolaan lingkungan hidup yang sesungguhnya terjadi pada tahun berjalan sehubungan dengan kegiatan periode lalu lebih besar dari pada jumlah akrual yang telah dibentuk, maka selisihnya dibebankan ke periode di mana kelebihan tersebut timbul. 2.1.2.3.3 Penyajian Taksiran Provisi pengelolaan lingkungan hidup disajikan di laporan posisi keuangan sebesar jumlah kewajiban yang telah ditangguhkan, setelah dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang sesungguhnya terjadi. 2.1.2.3.4 Pengungkapan Berdasarkan PSAK 33(2011:33.4) entitas mengungkapkan, tetapi tidak terbatas pada: (a) Kebijakan akuntansi sehubungan dengan: (i) Perlakuan akuntansi atas pembebanan biaya pengelolaan lingkungan hidup; 43 (ii) Metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup yang ditangguhkan. (b) Mutasi taksiran kewajiban provisi pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan dengan menunjukkan: (i) Saldo awal; (ii) Penyisihan yang dibentuk; (iii) Pengeluaran sesungguhnya; (iv) Saldo akhir. (c) Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan dan yang sedang berjalan; (d) Kewajiban bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan kewajiban bersyarat lainnya sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan. 2.1.2.4 PSAK 64 Pengadopsian IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources memberikan dampak penyempitan atas PSAK 33 (revisi 2011) mengenai Akuntansi Pertambangan Umum, karena dalam IFRS 6 tidak diatur semua aktivitas dalam kegiatan pertambangan umum, dimana PSAK 64 mengatur aktivitas eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral. Terdapat pro dan kontra atas pengadopsian IFRS 6 yang mana sebagai suatu standar yang masih bersifat sementara dan masih terus dilakukan pengkajian oleh 44 International Accounting Standard Board untuk ditentukan apakah perusahaan pertambangan membutuhkan standar akuntansi pertambangan secara khusus atau tetap menggunakan standar akuntansi keuangan pertambangan yang sudah ada. PSAK 64 menyetujui pengadopsian IFRS 6 seperti yang tertera dalam PSAK 64 (2011,64:vi-vii) dengan alasan sebagai berikut: Adopsi IFRS 6 akan membuat laporan keuangan perusahaan pertambangan nasional dapat dibandingkan dengan perusahaan luar negeri mengingat secara umum perusahaan pertambangan nasional melakukan aktivitas lintas negara dan hal ini terkait dengan program konvergensi SAK dengan IFRS yang mana tidak terdapat alasan valid untuk menjustifikasi bahwa tidak perlu mengadopsi IFRS 6. Pengaturan dalam IFRS 6 tidak berbeda secara substantif dengan PSAK 29 dan PSAK 33. Hal ini hanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam mencatat biaya eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral yang dapat digambarkan dalam bagan berikut: Gambar 2. 3 Pengakuan Biaya Eksplorasi dalam IFRS 6, PSAK 29 & PSAK 33 Sumber: PSAK 64(2011:64.vii). 45 Sehingga, hal ini dianggap tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perlakuan akuntansi yang telah ada. Pengecualian yang diatur dalam IFRS 6 merupakan hal yang tidak relevan untuk diadopsi ke dalam PSAK 64 karena hal ini akan mengakibatkan tidak ada manfaatnya mengadopsi IFRS 6 jika mengadopsi juga bagian yang dianggap kontroversial. Hal tersebut bukan merupakan alasan valid untuk tidak mengadopsi IFRS 6. 2.1.2.4.1 Pengakuan Aset Eksplorasi dan Evaluasi Ketika mengembangkan kebijakan akuntansinya, entitas mengakui aset eksplorasi dan evaluasi menggunakan PSAK 25 (revisi 2009): kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Par 10). Dalam hal tidak ada PSAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lain, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang: (a) relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi pengguna; dan (b) andal, dalam laporan keuangan yang: (i) menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas; (ii) mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa, atau kondisi lainnya, dan bukan hanya bentuk hukum. 46 (iii) netral, yaitu bebas dari bias; (iv) pertimbangan sehat; dan (v) lengkap dalam semua hal yang material” 2.1.2.4.2 Pengukuran Aset Eksplorasi dan Evaluasi Pengukuran dalam kegiatan eksplorasi dapat dilakukan pada saat pengakuan aset eksplorasi dan evaluasi yang diukur pada biaya perolehan dan pengukuran setelah pengakuan dengan menerapkan salah satu model revaluasi atas aset eksplorasi dan evaluasi dan menerapkannya secara konsisten. Dalam menentukan kebijakan akuntansi ini, entitas mempertimbangkan tingkat pengeluaran yang dapat dikaitkan dengan penemuan sumber daya mineral spesifik. Berdasarkan PSAK 64(2011:64.3), berikut contoh pengeluaran yang dapat termasuk dalam pengukuran awal aset eksplorasi dan evaluasi (tidak terbatas hanya pada daftar berikut): (a) perolehan untuk eksplorasi; (b) kajian topografi, geologi, geokimia, dan geofisika; (c) pengeboran eksplorasi; (d) parit; (e) pengambilan contoh; dan (f) aktivitas yang terkait dengan evaluasi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral. 47 Pengeluaran yang terkait dengan pengembangan sumber daya mineral tidak diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK 19 (revisi 2010) : Aset Tak berwujud memberikan panduan pengakuan aset yang timbul dari pengembangan. “Suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya jika, entitas dapat menunjukkan semua hal berikut ini: (a) Kelayakan teknis penyelesaian aset tidak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual; (b) niat untuk menyelesaikan aset tidak berwujud tersebut dan menggunakannya atau menjualnya; (c) kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tidak berwujud tersebut; (d) bagaimana aset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan. Antara lain entitas harus mampu menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset tidak berwujud atau pasar atas aset tidak berwujud itu sendiri, atau, jika aset tidak berwujud itu akan digunakan secara internal, entitas harus mampu menunjukkan kegunaan aset tidak berwujud tersebut; (e) tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tidak berwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut; dan (f) kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak bewujud selama pengembangannya” PSAK 19 revisi 2010 (par 56). Entitas dapat mengubah kebijakan akuntansinya atas pengeluaran ekplorasi dan evaluasi jika perubahan kebijakan tersebut dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan bagi kebutuhan pengguna dalam pengambilan keputusan dan andal, atau lebih andal dan relevan bagi kebutuhan pengambilan keputusan. Entitas mempertimbangkan unsur relevan dan keandalan dengan menggunakan kriteria dalam PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. 48 2.1.2.4.3 Klasifikasi Aset Eksplorasi dan Evaluasi Perusahaan pertambangan dapat mengklasifikasikan aset eksplorasi dan evalusinya sebagai intangible asset misalnya hak pengeboran atau tangible asset misalnya sarana dan drilling rigs. Sepanjang aset berwujud yang digunakan dalam mengembangkan aset tidak berwujud, jumlah yang mencerminkan penggunaan tersebut sebagai bagian dari biaya perolehan aset tak berwujud. Namun demikian, penggunaan aset berwujud untuk mengembangkan suatu aset tidak berwujud tidak mengubah aset berwujud menjadi aset tidak berwujud. Suatu aset tidak diklasifikasikan sebagai aset eksplorasi dan evaluasi ketika kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral dapat dibuktikan. Aset eksplorasi dan evaluasi diuji penurunan nilainya, dan setiap rugi penurunan nilai diakui, sebelum direklasifikasi. 2.1.3 Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011) Terdapat perbedaan ruang lingkup dalam pengaturan aktivitas pertambangan antara PSAK 33 (1994) dengan PSAK 33 (revisi 2011), yang dapat dilihat dari tabel berikut : 49 Tabel 2. 4 Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011) No 1 Perihal PSAK 33 (1994) PSAK 33 (Revisi 2011) Ruang Lingkup Eksplorasi Pengupasan lapisan tanah Pengembangan dan Konstruksi Pengelolaan lingkungan hidup 2 3 Eksplorasi Produksi Pengelolaan lingkungan hidup Biaya eksplorasi diakui sebagai beban, kecuali: Pengembangan dan Konstruksi Belum terdapat cadangan, izin masih berlaku, dan kegiatan eksplorasi signifikan masih dilakukan. Terdapat cadangan terbukti dan izin masih berlaku. Biaya ekplorasi mencakup biaya perizinan Biaya pengembangan diakui sebagai aset (biaya yang ditangguhkan) Tidak diatur Dalam PSAK 64, biaya eksplorasi (dan evaluasi) diakui sebagai aset. Biaya tersebut tidak termasuk biaya perizinan. Tidak diatur Dalam PSAK 64, perlakuan atas biaya pengembangan merujuk pada KDPPLK dan PSAK 19 : 4 Produksi Biaya konstruksi diakui sebagai aset tetap. Aset Tak berwujud Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan) Biaya konstruksi diatur di PSAK lain, misalnya PSAK 16 : Aset tetap Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan) Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban. Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban. Biaya produksi diakui sebagai persediaan. 5 Pengelolaan lingkungan hidup Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas produksi diakui sebagai beban. Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan) Sama Sumber: PSAK 33(2011:33.vii-viii) 50 2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai akuntansi pertambangan di Indonesia belum terlalu banyak jumlahnya. Beberapa penelitian banyak ditemukan di negara lain terlebih mengenai pembahasan akuntansi pertambangan yang berkaitan dengan IFRS (International Financial Accounting Standards). Beberapa penelitian terdahulu ini digunakan sebagai sumber dari penelitian ini ataupun sebagai bahan pendukung untuk melengkapi penelitian ini. Dalam jurnal berjudul “International Oil and Gas Accounting Accounting for Activities from the Extraction Process of Mineral Resources Under Us Gaap vis-à-vis IFRS: Theory and Implementation Practice”, Mazijk, Rogier van. (2010) membahas perbedaan besar yang berdampak pada laporan laba rugi dan ekuitas pemegang saham pada perusahaan oil and gas yang menerapkan US GAAP dengan yang menerapkan IFRS. Perbedaan antara US GAAP dan IFRS dengan pertimbangan untuk implementasi praktek, dalam tahap pre-exploration US GAAP menyediakan lebih banyak kesempatan untuk mengkapitalisasi beban atas keuntungan di masa depan yang tidak tentu, membuat IFRS lebih konservatif. Dalam tahap eksplorasi dan evaluasi terdapat perbedaan substantial antara IFRS dan FC. 51