analisis penerapan pajak air tanah pada dinas

advertisement
ANALISIS PENERAPAN PAJAK AIR
TANAH PADA DINAS PELAYANAN PAJAK
YANG MENGACU TERHADAP BADAN
PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP
DAERAH DKI JAKARTA
PERIODE 2011 - 2013
Mutia Saraswati
Unversitas Bina Nusantara, Jalan Kebun Jeruk Raya No.27 Jakarta Barat
[email protected]
Fany Inasius, S.E., M.M., M.B.A., BKP.
ABSTRAK
Untuk mengetahui prosedur penerapan pajak air tanah pada Dinas Pelayanan Pajak yang mengacu
terhadap Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah di Propinsi DKI Jakarta bagaimana
penerapan pajak air tanah, perbandingan pertumbuhan pajak air tanah, dampak perlakuan pajak air
tanah, strategi pengelolaan air tanah dan pengaruh pajak air tanahnya ke pendapatan daerah DKI
Jakarta. Menggunakan metode data berupa data laporan penerimaan pajak daerah, rincian SKPD
dan rekapitulasi jumlah sumur bor/pantek. Analisis yang dilakukan yaitu membandingkan
pertumbuhan pajak air tanah dan tingkat kepatuhan pajak air tanahnya selama 2011 sampai dengan
2013 menggunakan metode kualitatif. Pada penelitian ini menunjukan penerimaan pajak air tanah
tidak pernah mencapai target yang ditetapkan. Pada tahun 2011 hanya mencapai 67,32%, tahun
2012 menurun menjadi 60,03% dan mengalami kenaikan pada tahun 2013 menjadi 79,46%.
Kesimpulannya adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak air tanah Provinsi DKI Jakarta perlu
bekerja sama dengan baik antara wajib pajak dengan pihak terkait seperti Dinas Pelayanan Pajak
dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah.
(MS)
Kata Kunci : Pajak air tanah, penerapan pajak air tanah, pertumbuhan pajak air tanah.
GROUND WATER ANALYSIS OF APPLICATION OF TAX ON TAX SERVICE OFFICE
THAT REFER TO THE GOVERMENT ENVIRONMENTAL BOARD PROVICE JAKARTA
CAPITAL CITY PERIOD 2011 - 2013
ABSTRACK
To know the procedure of taxation of ground water in the Tax Service office refers to the Goverment
Environmental Board Province Jakarta Capital City, how taxation groundwater, groundwater tax
growth comparison, the impact of the tax treatment of groundwater, soil water management strategies
and the tax effects of groundwater income to the Jakarta area. Using the method of the data in the
form of local tax revenue report data, details on education and recapitulation of boreholes / pantek.
The analysis is done by comparing the growth of ground water tax and tax compliance groundwater
level during 2011 to 2013 using qualitative methods. In this study show the groundwater tax revenue
never reached the target set. In 2011 only reached 67.32%, in 2012 decreased to 60.03% and an
increase in the year 2013 to 79.46%. The conclusion was to increase tax revenues groundwater of
Jakarta should work equally well between taxpayers with related parties such as the Tax Service
Office and the Goverment Environmental Board.
(MS)
Keywords: groundwater tax, taxation of ground water, ground water tax growth.
PENDAHULUAN
Pajak merupakan alternatif yang sangat potensial sebagai salah satu sumber penerimaan
Negara.Sektor pajak merupakan pilihan yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil
juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan. Jenis pajak di
Indonesia terdiri dari pajak Negara (pajak pusat) dan pajak daerah.
Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maka
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluasluasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Berdasarkan APBD sektor pajak daerah memiliki
peran yang semakin besar karena akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sesuai kewenangan yang diberikan, salah satu unsur pendukung untuk terlaksananya kewenangan
dimaksud harus dibarengi dengan pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan yang
dapat diperoleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah melalui penerimaan Pajak
Daerah antara lain Pajak Air Tanah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan Retribusi
Daerah yang menjelaskan perbedaan antara jenis pajak daerah yang dipungut oleh Provinsi dan jenis
pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota.Jenis Pajak provinsi terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan dan Pajak Rokok. Sedangkan pajak kabupaten/kota terdiri atas Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Potensi pajak yang dimiliki suatu daerah sangatlah beragam salah satunya pajak air tanah
yang di atur oler Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2010. Pajak air tanah
adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan dibawah permukaan tanah.
Luas wilayah DKI Jakarta adalah sebesar 661,52 km2 (66.152 HA) dengan jumlah penduduk
terdaftar (2011) adalah 9,5 juta jiwa atau jumlah rumah tangga mencapai 2,2 juta KK. Kondisi
pertumbuhan kota sudah melewati daya dukung lingkungan wilayah kota. DKI Jakarta memiliki 13
sungai/kali dan 43 situ/waduk, hampir semuanya dalam kondisi rusak dan tercemar sehingga tidak
layak dijadikan air baku oleh pam. Sistem pelayanan air bersih perpipaan yang ada baru mampu
melayani sekitar 69,07% total populasi di DKI Jakarta. Ketergantungan Jakarta terhadap supply air
dari luar sangat tinggi sehingga menyebabkan tingkat ketahanan air nya sangat rendah. Exploitasi
berlebihan air tanah dalam telah menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah secara signifikan. Air
tanah merupakan sumber daya alam yang terbarukan, namun pengelolaannya harus memperhatikan
lingkungan. Dalam pengambilan dan pemanfaatan air tanah selain untuk target pendapatan daerah
juga untuk pengendaliannya dengan memperhatikan kondisi air tanah dalam rangka konservasi dan
pelestarian sumber daya air tanah berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik mengangkat
permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Penerapan Pajak Air Tanah
Pada Dinas Pelayanan Pajak Yang Mengacu Terhadap Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
DKI Jakarta Periode 2011-2013”
Kajian Pustaka
1. Marsha (2012) dengan judul “Analisis Perlakuan Pajak Parkir dan Pajak Air Tanah di Dinas
Pelayanan Pajak Propinsi DKI Jakarta”
Melakukan penelitian perlakuan pajak air tanah dan pajak parkir di DKI Jakarta dengan Hasil
penelitian menunjukkan penerimaan pajak air tanah selama 3 tahun selalu tidak mencapai target
2.
3.
4.
5.
yang diharapkan. Untuk tahun 2008 penerimaannya hanya sebesar 75,75%, namun untuk tahun
2009 penerimaan pajak air tanah berhasil mencapai target yang diharapkan yaitu berhasil
mencapai target sebesar 158,06% dan begitu juga untuk tahun 2010 tingkat pencapaiannya sebesar
104,46%. Untuk meningkatkan penerimaan pajak air tanah pemerintah Propinsi DKI Jakarta
khusunya Dinas Pelayanan Pajak harus melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi secara
optimal agar penerimaan dari pajak parkir dan pajak air tanah dapat mencapai target yang
diharapkan.
Angelia (2008) dengan judul “Implementasi koordinasi pemungutan pajak air bawah tanah
di Kota Pekanbaru Riau”
Melakukan penelitian tentang koordinasi pemungutan pajak air bawah tanah di Pekanbaru
Riau yang hasilnya belum dikatakan baik karena masih kurangnya komunikasi dan tujuan yang
belum terlaksana. Koordinasi belum menunjukan bentuk timbal balik akibatnya instansi
melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan sendiri tanpa adanya hubungan saling
ketergantungan.
Wirananda (2003) dengan judul “Analisis sistem official assessment pajak pemanfaatan air
bawah tanah dan air permukaan di Propinsi DKI Jakarta”
Melakukan penelitian tentang pelaksanaan system pemungutan Official Assessment pajak
pemanfaatan air bawah tanah dan bagaimana pengaruh pelaksanaan system official assessment
terhadap pelaksanaan penerimaan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
Heldah (2005) dengan judul “Evaluasi terhadap pungutan pajak pengambilan dan
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan di DKI Jakarta periode 1998-September
2004”
Penelitian ini mengevaluasi apakah pemungutan ini sudah dapat menekan penggunaan air
bawah tanah, apa penyebabnya dan apakah pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
sudah memenuhi kriteria yang baik untuk pajak daerah.
Schuerhoff, Hans-Peter Weikard dan David Zetland (2013) dengan judul “The Life and Death
of The Dutch Groundwater Tax”
Pajak bertujuan untuk meningkatkan pendapatan atau perilaku yang mempengaruhi ketika
salah satu efek tumbuh lebih kuat dan yang lain melemah. Pajak air tanah nasional Belanda
disajikan sebagai pajak “hijau” yang secara bersamaan akan menghasilkan pendapatan
(menurunkan kerja pressureon pajak dan produksi) dan meningkatkan kondisi air tanah, tapi label
hijau mungkin lebih banyak tentang pemasaran dari lingkungan. Insiden dari GWT merusak
efektivitasnya. Selusin PDAM yang membayar hampir 90% dari GWT melewati sebagian dari
biaya tambahan kepada pelanggan, sehingga mereka mengalami penurunan simultan permintaan
(karena harga yang lebih tinggi) dan kenaikan biaya (dari non-melewati pembayaran pajak) . Ini
beberapa pembayar lebih dari EUR 100 juta per tahun memiliki insentif dan kemampuan untuk
menentang GWT. Pada akhirnya, mereka berhasil membunuh GWT.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya makan dapat
dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pajak air tanah di Provinsi DKI Jakarta sehubungan dengan Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah?
2. Bagaimana perbandingan pertumbuhan pajak air tanah selama periode 2011 s.d. 2013?
3. Apa dampak perlakuan pajak air tanah di provinsi DKI Jakarta?
4. Bagaimana strategi pengelolaan air tanah di Jakarta yang berpengaruh pada pajak air tanah
sehubung dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah?
5. Bagaimana pengaruh pajak air tanah ke pendapatan daerah DKI Jakarta?
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
Untuk mengetahui prosedur penerapan pajak air tanah pada Dinas Pelayanan Pajak yang
mengacu terhadap BPLHD di Propinsi DKI Jakarta (Bagaimana Pemungutan, penatausahaan,
penyetoran, pelaporan, dan pertanggung jawaban penerimaan retribusi di bidang lingkungan hidup
dan pemanfaatan air bawah tanah).
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pajak air tanah selama kurun waktu 3 tahun yaitu tahun
2011 s/d 2013.
Untuk mengetahui apa dampak perlakuan pajak air tanah pada lingkungan di DKI Jakarta.
Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan air tanah di Jakarta yang mempengaruhi pajak
air tanah sehubung dengan BPLHD.
Untuk mengetahui pengaruh pajak air tanah ke pendapatan daerah Jakarta.
METODE PENELITIAN
Dalam memperoleh data-data yang relevan penulis melakukan penelitian
1. Studi Pustaka dimana mencari bahan-bahan yang digunakan sebagai referensi antara lain bukubuku internet dan sumber lainnya.
2. Studi Lapangan dimana mengumpulkan langsung data-data dari Badan Pengelola Lingkungan
Hidup. Pengumpulan data-data terdiri dari Observasi dengan mendatangi langsung dan mencari
informasi ke pihak yang terkait di Badan Pengelola Lingkungan Hidup dan Dinas Pelayanan
Pajak., dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data serta seluruh dokumen
yang berkaitan dengan topik, dalam hal ini data-data yang diperlukan yaitu data-data hasil
penerimaan pajak seperti diantaranya data Rekapitulasi Jumlah Sumur Bor/Pantek perwilayah
(Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Selatan) laporan penerimaan
pajak daerah dan laporan rincian SKPD tahun 2011 s.d 2013 atau dokumen lain yang berkaitan
dan wawancara dengan teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara menanyakan
langsung kepada pihak-pihak yang berwenang terkait dengan topik skripsi penulis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif dengan cara analytical procedure,
dimana data yang akan dianalisis berupa laporan pajak air tanah pada tahun 2011 s.d. 2013, laporan
sumur bor/pantek 2011 s.d 2013, laporan penerimaan pajak air tanah 2011 s.d 2013, laporan
penerimaan pajak daerah 2011 s.d 2013 dan metode penyajian data yang digunakan dalam penulisan
adalah dengan menggunakan Tabulasi, penyajian data dengan cara tersebut diharapkan mempermudah
dalam pemahaman, disamping data yang telah dispesifikasi dan memberi penjelasan yang berkaitan
dari tabel-tabel yang menggambarkan hasil penelitian yang akan dilakukan.
HASIL DAN BAHASAN
Proses pendaftaran pajak air tanah
Mendaftarkan
& melaporkan
SPOPD
Menyampaikan
ke UPPD
Inforda
Menerbitkan
NPWPD/NPOPD
BPLHD
melakukan
pencatatan
WP menerima
NPWPD/NPOPD
Menyampaikan
ke UPPD
Menerbitkan
SKPD
WP membayar
& melaporkan
SKPD
Gambar Pendaftaran Pajak Air Tanah
Tabel Laporan Pemakaian Air Sumur Bor/Pantek
REKAPITULASI PEMAKAIAN AIR SUMUR BOR/PANTEK
Tahun
Total Bor/Pantek (m3)
Total Rupiah
2011
7.864.787
Rp
121.954.891.669
2012
8.110.707
Rp
101.480.358.489
2013
7.758.116
Rp
99.185.861.535
Dengan data tersebut terlihat dari tahun 2011 s.d 2012 mengalami penurunan pemakaian air
sumur bor/pantek dan pajak air tanahnya dalam penerimaannya mengalami kenaikan disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu pemakaian air sumur/bor beralih ke air pam karena harga dasar air tanah
mengalami kenaikan tarif pajak air tanah yang lebih besar dari pada PAM.
Tabel Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2011 s.d 2013
Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
% Realisasi
Penerimaan
2011
Rp 13.965.000.000.000
Rp 15.221.249.152.689,50
109%
2012
Rp 16.525.000.000.000
Rp 17.721.493.016.509,00
107,24%
2013
Rp 22.618.000.000.000
Rp 23.367.019.942.823,50
103,31%
Dari tabel diatas menyatakan bahwa dari tahun 2011 sampai dengan 2013 realisasi
penerimaan pajak daerah selalu mencapai target yang diharapkan dengan target dari tahun 2011
sampai dengan 2013 yang semakin meningkat walaupun persentase penerimaan nya menurun.
Tabel Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak
Air Tanah Tahun 2011 s.d 2013
Realisasi Penerimaan
% Realisasi
Penerimaan
Tahun
Target Penerimaan
2011
Rp 170.000.000.000,00
Rp
114.442.293.835,54
67,32%
2012
Rp 170.000.000.000,00
Rp
102.046.137.531,00
60,03%
2013
Rp 120.000.000.000,00
Rp
95.346.034.924,90
79,46%
Dari tabel diatas menyatakan dari tahun 2011 s.d tahun 2013 tingkat penerimaan pajak air
tanah tidak pernah mencapai target yang diharapkan. Dalam hal ini pajak air tanah tidak pernah
mencapai target penerimaan pajaknya, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak air tanah selalu
dibawah target penerimaan seperti
a.
b.
c.
Penyebab awal pemakaian air tanah yang sedikit di Jakarta dan lebih memilih menggunakan
air PAM karena pemakaian air tanah yang dibatasi pemerintah sesuai ijin yang diberikan dan
pada tahun 2009 terjadi kenaikan tarif Harga Dasar Air Tanah yang signifikan yaitu dari Rp
650/ m3 sampai Rp 4.400/m3 menjadi antara Rp 5.333/ m3 sampai Rp 23.333/ m3 dan tarif
PAM Rp 1.000/ m3 sampai Rp 12.500/ m3.
Kurangnya kerja sama Dinas Pelayanan Pajak dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah DKI Jakarta yang menyebabkan tidak terdaftarnya pengguna sumur
bor/pantek menjadi wajib pajak karena badan pengelola lingkungan hidup yang tidak cepat
tanggap menangani pengecekan sumur bor/pantek.
d.
e.
Kurangnya pengetahuan wajib pajak dalam membayarkan pajak
Kurangnya pengawasan pemerintah dan kurangnya kesadaran wajib pajak dalam
membayarkan pajak.
Dampak Penerapan Pajak Air Tanah
Dampak terhadap lingkungan yang besar akibat pengambilan air tanah yang berlebihan akan
terjadinya penurunan elevasi muka tanah yang berdampak menambah potensi daerah genangan
air/banjir, penurunan muka air tanah, penurunan elevasi tanggul didaerah pantai, penurunan pondasi
bangunan, jalan dan jembatan. Oleh karena itu pengambilan dan pemanfaatan air tanah bukan target
pendapatan daerah tetapi pengendaliannya dengan memperhatikan kondisi air tanah dalam rangka
konservasi dan pelestarian sumber daya air tanah yang lebih efisien. Dimana air tanah merupakan
sumber daya alam yang terbarukan sehingga pemanfaatan air tanah harus seimbang dengan upaya
pemulihan dengan konservasi air tanah dan kondisi DKI Jakarta dengan kepadatan penduduk yang
sudah melebihi ambang batas mengakibatkan luas tutupan lahan untuk penyerapan air hujan sangat
terbatas sehingga upaya pemulihan menjadi salah satu kendala dalam upaya konservasi air tanah
karena pemulihan air tanah sangat tergantung pada proses penyerapan air hujan oleh permukaan tanah.
Strategi Pengelolaan Air Tanah di Jakarta yang Berpengaruh pada Pajak Air Tanah
Sehubungan dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta
Melihat dampak pengambilan air tanah yang dijelaskan diatas kebijakan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dalam penyedian air bersih memutuskan bahwa kebutuhan utama air bersih dari air PAM
dan air tanah sebagai cadangan. Untuk menjaga kelestarian / keseimbangan lingkungan pemanfaatan
air tanah upaya yang harus dilakukan adalah seperti pengendalian pemanfaatan air tanah dengan
pencatatan pemakaian air tanah, pengenaan tarif pajak, pengaturan debit pengambilan air tanah,
pengaturan kedalaman dan kontruksi sumur, pengawasan pemanfaatan air dan konservasi air tanah
dengan pelestarian situ danau dan membuat sumur resapan
Strategi dalam pengelolaan air tanah di DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Setiap pengambilan air tanah untuk kegiatan usaha dikenakan izin dan pajak air tanah.
2. Membatasi pengambilan air tanah
Membatasi pemakaian air tanah untuk keperluan komersial:
a) Sumur Dalam/Bor maksimum :
100
m3/hari
b) Sumur Pantek maksimum
:
10
m3/hari
Sumur pantek dengan kedalaman pengambilan maksimum 40 m dan sumur bor dengan
kedalaman pengambilan antara 200-300 m
3. Daerah yang sudah dilayani air PAM, air tanah hanya sebagai cadangan
4. Monitoring pemakaian air tanah setiap bulan dengan pemasangan meter sebagai dasar
perhitungan pajak dan pengendalian pemakaian air tanah.
5. Pengenaan tarif progresif sesuai dengan kegiatan usaha dan volume pemakaian.
6. Tarif pajak lebih besar dari tarif PAM dan pengenaan denda kelebihan debit apabila
pengambilan air tanah lebih besar dari debit yang telah ditentukan.
7. Melaksanakan pengendalian, pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan pengeboran
dan pemakai air tanah serta memberikan tegoran, peringatan , penyegelan dan penutupan
sumur
Dan berikut ini adalah strategi lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk pengelolaan
air tanah di Jakarta yang berpengaruh kepada pajak air tanahnya:
1. Dengan Pengendalian Tingkat Kebutuhan dan Pola Konsumsi Air Bersih dan Pengembangan
Jaringan Distribusi PAM
2. Penurunan Tingkat Kehilangan Air Bersih Perpipaan
3. Atur dan Dorong Upaya Pemanfaatan Air Hasil Olahan Air Bekas (Reclaim Water)
4. Mengubah Pola dan Prinsip Pengendalian Banjir Konvensional dan Peningkatan Imbuhan
Air Tanah
5. Membangun Kesadaran (Pengendalian Pencemaran) dan Kapasitas Masyarakat dan Dunia
Usaha
6. Memperketat perijinan pemanfaatan air tanah dalam terutama pada daerah resiko penurunan
muka tanah tinggi/ besar sebagai mana diindikasi dari hasil pengamatan di Lapangan oleh
Tim ITB.
7. Daerah yang berada daerah layanan PAM, air tanah hanya semata-mata sebagai cadangan
dalam keadaan darurat.
8. Membuat sarana konservasi (sumur resapan dan injeksi di Situ Babakan, Danau Sunter,
Duku Atas, dan Pulo Mas) dan alat pemantauan dengan AWLR dan Telemetri.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Peningkatan Tarif PABT yang relatif lebih tinggi dari tarif air bersih perpipaam (PAM) untuk
tujuan konservasi.
Meningkatkan pengendalian, pengawasan dan pembinaan terhadap pemboran dan pemakaian
air tanah dengan memberikan tegoran, peringatan, penyegelan dan pengecoran sumur.
Melakukan Sosialisasi kepada masyarakat akan kondisi dan akibat pengambilan air tanah
Pembangunan stasiun monitoring penurunan tanah sampai kedalaman 300 meter di Jl.
Tongkol Jakarta Utara. Dan Pulomas sedalam 135 m dan 300 meter tahun 2009
Pengawasan pelaksanaan dewatering pada proyek-proyek pembangunan gedung di Jakarta.
Melakukan gerakan peduli sumur resapan yang telah dicanangkan pada bulan Maret 2008.
Melakukan menunjang pelestarian air tanah dengan melaksanakan 5 R yaitu penghematan
(Reduce), penggunaan kembali air bekas (Reuse), daur ulang (Recycle), pengisian kembali
(Recharge), dan memfungsikan kembali (Recovery) situ-situ. Menyediakan air untuk
kepentingan masyarakat sekitar sebesar 10% dari batasan debit yang diijinkan di lingkungan
perusahaan masing-masing
Menaikan tarif air tanah sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 37 Tahun
2009 tentang Harga Dasar Air Tanah Terendah Rp. 5.333,- Tertinggi Rp. 23.333,-
Pengaruh pajak air tanah ke pendapatan daerah DKI Jakarta
Walaupun pengenaan pajak air tanah lebih difokuskan sebagai upaya untuk menjaga
keseimbangan lingkungan dari pada untuk menaikan pendapatan daerah namun disamping hal ini
pajak air tanah juga membantu kenaikan pendapatan daerah meskipun tidak berpengaruh banyak dan
terjadi penurunan pemakaian air tanah.
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2011 pajak air tanah hanya
menyumbang Rp 114.442.293.835,54 dimana pajak air tanah hanya mencapai 67,32% dari target yang
ditentukan sebesar Rp 170.000.000.000,00. Penerimaan pajak air tanah ini adalah yang paling kecil
dari semua jenis pajak daerah namun penerimaan pajak air tanah tetap membantu pemasukan
pendapatan walaupun pengaruhnya kecil.
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2012 pajak air tanah hanya
menyumbang Rp 102.046.137.531,00 dimana pajak air tanah turun dari tahun 2011 hanya dapat
mencapai 60,03% dari target yang ditentukan sebesar Rp 170.000.000.000,00.
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2013 pajak air tanah hanya
menyumbang Rp 95.346.034.924,90 dimana persentase pajak air tanah mengalami kenaikan mencapai
79,46 % dari target yang ditentukan karena pada tahun 2013 target pajak air tanah dikurangi menjadi
Rp 120.000.000.000,00.
Pengurangan target ini akan selalu bertambah karena dalam wawancara saya dengan kepala
BPLHD menyatakan bahwa Pajak air tanah akan ditiadakan pada tahun 2015 karena dampak yang
ditimbulkan buruk untuk DKI Jakarta. Oleh karena itu penerimaan pajak air tanah difokuskan untuk
mengurangi pemakaian air tanah tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada penelitian ini menunjukan penerimaan pajak air tanah tidak pernah mencapai target
yang ditetapkan. Pada tahun 2011 hanya mencapai 67,32%, tahun 2012 menurun menjadi 60,03% dan
mengalami kenaikan pada tahun 2013 79,46%. Dalam hal ini pajak air tanah tidak pernah mencapai
target penerimaan pajaknya, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak air tanah selalu dibawah
target penerimaan seperti
Namun dalam penerapannya pajak air tanah sudah termasuk baik dibandingkan pajak lainnya
karena menurut hasil wawancara saya dengan Ibu Yatty Rochyaty selaku Kepala UPPD Gambir,
Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa pajak air tanah di Jakarta tidak
memiliki masalah karena pajak air tanah sebenarnya tidak difokuskan untuk pendapatan daerah namun
lebih focus ke kelestarian lingkungan namun mengenai wajib pajak nya yang masih kurang patuh
dalam membayar pajak dan masih banyak sumur illegal di DKI Jakarta karena kurangnya kerja sama
antara BPLHD dengan DPP yang disebabkan oleh kurangnya pegawai dan kurangnya kesadaran
pemakai air tanah illegal untuk mendaftarkan sebagai wajib pajak.
Oleh karena itu dalam rangka pengendalian dan pengawasan pengambilan air tanah setiap
pengambilan air untuk kegiatan usaha harus memperoleh izin pemanfataan air tanah dan dikenakan
pajak pengambilan air tanah, dimana kebijakan pengendalian dan pengawasan air tanah dilakukan
oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah dan pemungutan pajak dilakukan oleh Dinas
Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta.
Dengan semakin pesatnya pembangunan dan penyedotan air tanah membawa dampak bagi
sekitar akan kebutuhan air bersih karena penurunan muka tanah dan semakin menyusutnya lahan
resapan air apalagi saat musim kemarau dan saat hujan berdampak banyaknya genangan air.
Penurunan muka tanah di DKI Jaakarta adalah yang terparah dibanding kota besar lainnya terutama
Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Sedangkan daerah Jakarta utara yang berencana
menghentikan seluruh pemakaian air tanah pada 2015 karena dinilai telah berlebihan dan berdampak
buruk terhadap lingkungan hidup sementara jumlah penerimaan pajak yang tidak signifikan. Larangan
pemanfaatan berdampak pada putusnya penerimaan pajak dari pengambilan air tanah. Banyaknya
pengusaha dan warga mengalihkan pajak air tanah yang besarnya dari Rp 3.500/m3 hingga Rp
23.500/m3 dengan membangun sumur illegal untuk menghindari pajak air tanah yang sangat besar.
Pemerintah melakukan upaya seperti menggunakan tarif progresif sesuai dengan volume dan
golongan kegiatan usahanya, menaikan tarif pajak air tanah, menentukan Nilai Perolehan Air Tanah
dari beberapa faktor dan memonitoring pemakaian air tanah setiap bulan sebagai dasar pengendalian
dan perhitungan besarnya pajak air tanah, denda kelebihan debit pemakaian air tanah terjadi kenaikan
pendapatan pajak air tanah, dan pengendalian pemakaian air tanah dengan menurunnya pemakaian air
tanah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di atas maka peneliti ingin memberikan saran sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Agar BPLHD mengusulkan Perda tentang tataan kota yang ramah lingkungan dengan
memperbanyak resapan air di wilayah Jakarta dan menertibkan pengelolaan sumur air tanah
seperti mendata ulang tempat usaha yang tidak ada ijin memanfaatkan air tanah, menutup
sumur yang sudah tidak digunakan lagi untuk mengurangi jumlah pemakaian pemanfaatan
air tanah.
Menjalin koordinasi yang lebih baik dan efektif dari DPP dengan BPLHD dengan
mengadakan rapat pertemuan seminggu sekali dan pengecekan terhadap sumur ilegal yang
lebih intensif.
Memperketat perizinan membangun perumahan atau gedung untuk wilayah yang tidak
memiliki lahan terbuka hijau sebagai salah satu penampungan air atau resapan air.
Jenis sarana penyerapan yang digunakan bisa disesuaikan dengan kelas ekonomi ataupun
volume air tanah yang diambil. Untuk masyarakat kelas bawah yang kemampuan ekonomi
dan lahan rumah terbatas, cukup menggunakan lubang biopori sementara untuk industri dan
perkantoran harus membuat sumur injeksi resapan hingga lapisan akuifer.
Sumur injeksi resapan ini juga bisa menjadi solusi banjir Jakarta jika hanya mengandalkan
kanal, tiap tahun pemerintah akan terus disibukkan untuk menambah atau memperbesar
selokan. Dengan menahan air di tanah, bukan hanya genangan yang hilang, melainkan juga
cadangan air tanah terpulihkan.
Memberikan pengarahan kepada masyarakat dengan mengadakan sosialisasi tentang
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan membatasi pemanfaatan air tanahnya
agar beralih ke PAM atau membuat resapan di wilayahnya.
REFERENSI
Angelia, Nina. (2008). Implementasi koordinasi pemungutan pajak air bawah tanah
Pekanbaru Riau.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Indonesia
di
Kota
Bird, Richard M., & Fraincois Vailancourt. (2000). Desentralisasi Fiskal Di Negara-Negara
Berkembang. Jakarta: Gramedia
Burton, Richard., & Wirawan B. Ilyas. (2010). Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat
Davey. K. J. Pembiayaan Pemerintah daerah. (1988). Jakarta: UI-Press
Heldah. (2005). Evaluasi terhadap pungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
dan air permukaan di DKI Jakarta periode 1998-September 2004. Fakultas Ekonomi:
Universitas Indonesia
Mardiasmo. (2003). Perpajakan. Yogyakarta : Andi
Marsha, Ananda. (2012). Analisis Perlakuan Pajak Parkir dan Pajak Air Tanah di Dinas Pelayanan
Pajak Propinsi DKI Jakarta. Fakultas Ekonomi: Universitas Bina Nusantara
Pemerintahan Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Bandung : Fokus Media
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
Schuerhoff, Marianne., David Zetland., & Hans-Peter Weikard. (2013). The Life And Death Of The
Dutch Groundwater Tax. Environmental Economics and Natural Resources: Wageningen
University
Siahan, Marihot Pahala. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
Rajawali Press PT Rajagrafindo Persada
Soelarno, Slamet. (1999). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: STIA LAN Press
Suryarini, Trisni., & Tarsis Tarmudji.(2011). Pajak di Indonesia. Semarang : Graha Ilmu
Undang-undang Pajak Lengkap (2011). Jakarta: Mitra Wacana Media
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah beserta penjelasan, pajak daerah dan retribusi daerah untuk Pembangunan &
Kesejahteraan. Jakarta : Visi Media
Waluyo. (2011) Perpajakan Indonesia. Edisi 10 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat
Waluyo. (2011) Perpajakan Indonesia. Edisi 10 Buku 2. Jakarta : Salemba Empat
Wirananda, Adhi. (2003). Analisis sistem official assessment pajak pemanfaatan air bawah tanah dan
air permukaan di Propinsi DKI Jakarta. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas
Indonesia
Zuraida, Ida. (2012) Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retibusi
Daerah. Jakarta : Sinar Grafika
___Peraturan Gubernur No 37 Tahun 2009 tentang Nilai Perolehan Air sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
___Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pelayanan
Pajak
___Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pajak Air Tanah
___Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2012 Tentang Nilai Perolehan Air
Tanah Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah
http://bplhd.jakarta.go.id/
http://dpp.jakarta.go.id/pajak-air-tanah/
www.pajak.go.id
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mutia Saraswati
Tempat/tanggal lahir : Magelang, 07 November 1992
Pendidikan normal
: 2010-2014 Binus University S1 Akuntansi
Download