UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi SKRIPSI SYARIFATUL MUFIDAH NIM : 1110102000056 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi SYARIFATUL MUFIDAH NIM : 1110102000056 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014 ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Syarifatul Mufidah NIM : 1110102000056 Tanda Tangan : Tanggal : 7 Juli 2014 iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Nama NIM Program Studi Judul Skripsi : : : : Syarifatul Mufidah 1110102000056 Strata-1 Farmasi Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi Pembimbing I Pembimbing II Ismiarni Komala, Ph.D., M.Sc., Apt. NIP. 197806302006042001 Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. NIP. 19750104200912201 Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Syarifatul Mufidah NIM : 1110102000056 Program Studi : Strata-1 Farmasi Judul Skripsi : Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Ismiarni Komala, Ph.D., M.Sc., Apt. ( ) Pembimbing II : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. ( ) Penguji I : Supandi, M.Si., Apt. ( ) Penguji II : Eka Putri, M.Si., Apt. ( ) Ditetapkan di Tanggal : Jakarta : 7 Juli 2014 v ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi : Syarifatul Mufidah : Farmasi : Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi Telah dilakukan isolasi senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) dari kencur (Kaempferia galanga Linn.) melalui maserasi menggunakan n-heksan menghasilkan rendemen sebesar 2,65%. Senyawa EPMS diuji dengan metode inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumine (BSA) dengan nilai IC50 sebesar 34,9 ppm. Transformasi pada gugus fungsi EPMS dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan struktur aktivitas EPMS terhadap antiinflamasi, pertama melalui reaksi hidrolisis dengan katalis basa menghasilkan asam pmetoksisinamat dengan rendemen 82,3%. Kedua melalui reaksi transesterifikasi dengan metanol menghasilkan metil p-metoksisinamat dengan rendemen 53,6%. Ketiga melalui reaksi degradasi sinamat dengan asam nitrat menghasilkan 4-metoksibenzoat dengan rendemen 20,16%. Pengujian aktivitas antiinflamasi dilakukan menggunakan metode inhibisi denaturasi BSA didapatkan bahwa aktivitas etil p-metoksisinamat > metil pmetoksisinamat > 4-metoksibenzoat (hasil uji negatif) > asam pmetoksisinamat (hasil uji negatif). Hal ini menunjukkan bahwa gugus ester pada etil p-metoksisinamat memiliki peranan penting dalam aktivitas antiinflamasi. Kata kunci : etil p-metoksisinamat, hidrolisis, transesterifikasi, degradasi sinamat, Bovine Serum Albumin. vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT Name Major Title : Syarifatul Mufidah : Pharmacy : Structure Modification Ethyl p-methoxycinnamate Compounds Isolated from Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Through Functional Groups Transformation and Antiinflammatory Assay to the Result of Modification Compound Isolation of Ethyl p-methoxycinnamate (EPMS) from kencur (Kaempferia galanga Linn.) had been done by maseration using n-hexane with 2,56% yield. Antiinflammatory activity of EPMS was analyzed by using inhibition of bovine serum albumine (BSA) denaturation method gave the IC50 34,9 ppm. In exploring the structure activity relationship of EPMS against the antiinflammatory had been done by functional group transformation through hydrolysis, transesterification and degradation of cinnamic with nitric acid. Base catalyzed hydrolysis produces p-methoxycinnamate acid in 82,3% yield. Transesterification using methanol produces methyl p-methoxycinnamate in 53.6% yield and cinnamic degradation with nitric acid produces 4methoxybenzoate in 20.16% yield. Antiinflammatory activity assays performed by using inhibition of bovine serum albumine (BSA) denaturation method. It was found that the activity of EPMS > methyl pmethoxycinnamate > 4-methoxybenzoate (negative test result) > pmethoxycinnamate acid (negative test result). This suggests that the ethyl ester group on the EPMS have an important role in anti-inflammatory activity. Keywords : Ethyl p-methoxycinnamate, hydrolysis, transesterification, cinnamic degradation with nitric acid, Bovine Serum Albumin. vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modifikasi Struktur Senyawa Etil pmetoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Pembimbing I dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 5. Kedua orang tua tercinta, Yudi Ashari dan Nur Hasanah yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta lantunan doa yang tiada pernah putus di setiap hembusan nafas beliau. viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Kakak A. Ubaidillah Nur dan Roudhotul Jannah yang selalu memberikan arahan dan semangat. Kedua adik tercinta, A. Amirul Fuad dan Zuhria Azhari, yang selalu memberikan semangat ketika melihat keduanya. 8. Teman-teman Andalusia yang telah menjadi kepingan memori yang berharga di Ibu kota. Tanpa mereka, cerita ini tidak akan lengkap. 9. Mba rani, Kak lisna, Kak tiwi, Kak Rahmadi, Kak Liken dan Kak eris yang sangat banyak membantu penulis melakukan penelitian di laboratorium. 10. Teman-teman seperjuangan BSA : Finti dan Ninik yang spesial dengan semangat juang tinggi dan juga Mirza dan Hadi. Terimakasih atas segala bantuannya. 11. Teman-teman ‘ngocol’ berdelapan, mayta, salma, rifa, metha, yeyet, mala, vina, dan yuni serta seluruh pejuang kosan ‘bu selly’, terimakasih atas dukungan dan semangatnya. 12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Jakarta, 7 Juli 2014 Penulis ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Syarifatul Mufidah NIM : 1110102000056 Program Studi : Strata-1 Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : MODIFIKASI STRUKTUR SENYAWA ETIL P-METOKSISINAMAT YANG DIISOLASI DARI KENCUR (Kaempferia Galanga Linn.) MELALUI TRANSFORMASI GUGUS FUNGSI SERTA UJI AKTIVITAS SEBAGAI ANTIINFLAMASI untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 7 Juli 2014 Yang menyatakan, Syarifatul Mufidah x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................... HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ABSTRAK ............................................................................................... ABSTRACT .............................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........... DAFTAR ISI ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... DAFTAR ISTILAH ................................................................................ BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan ................................................................................ 1.4. Manfaat .............................................................................. 1.5. Hipotesis ............................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2.1. Tumbuhan Kencur ............................................................ 2.1.1 Klasifikasi ................................................................ 2.1.2 Tempat Tumbuh ....................................................... 2.1.3 Kandungan Kimia Kaempferia galanga Linn .......... 2.1.4 Manfaat Kaempferia galanga Linn .......................... 2.2. Isolasi Etil p-metoksisinamat ........................................... 2.3. Senyawa Etil p-metoksisinamat ....................................... 2.4. Hidrolisis .......................................................................... 2.5. Transesterifikasi ................................................................ 2.6. Identifikasi ....................................................................... 2.6.1 Kromatografi .......................................................... a. Kromatografi Lapis Tipis .................................. b. Kromatografi Kolom .......................................... 2.6.2 Spektrofotometri ...................................................... a. Spektrofotometri Infra Merah ............................ b. Spektrofotometri UV-Vis ................................... c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik .............. 2.5. Uji Antiinflamasi ............................................................. xi ii iii iv v vi vii viii x xi xiii xiv xv xvi 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 7 8 10 11 11 12 14 15 15 16 17 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 3.1.1 Tempat Penelitian ................................................... 3.1.2 Waktu Penelitian ..................................................... 3.2. Alat dan Bahan ................................................................ 3.2.1 Alat .......................................................................... 3.2.2 Bahan ....................................................................... 3.3. Prosedur Penelitian ........................................................... 3.3.1 Preparasi .................................................................. 3.3.2 Isolasi Etil p-metoksisinamat ................................... 3.3.3 Modifikasi Senyawa EPMS ..................................... 3.3.4 Identifikasi Senyawa ............................................... 3.3.5 Uji In vitro Antiinflamasi ......................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 4.1. Hasil Isolasi Senyawa Etil p-Metoksisinamat .................. 4.1.1 Hasil Determinasi .................................................. 4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia ................................. 4.1.3 Isolasi Etil p-metoksisinamat ................................. 4.1.4 Identifikasi Etil p-metoksisinamat ......................... 4.2. Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat ...................... 4.2.1 Reaksi Hidrolisis .................................................... 4.2.2 Reaksi Transesterifikasi ......................................... 4.2.3 Degradasi Sinamat dengan Asam Nitrat ................ 4.3. Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ............................. 4.3.1 Senyawa A ............................................................. 4.3.2 Senyawa B .............................................................. 4.3.3 Senyawa C .............................................................. 4.4. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi ................. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 5.1. Kesimpulan ......................................................................... 5.2. Saran ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN ........................................................................................... xii 20 20 20 20 20 20 20 21 21 22 22 23 24 25 25 25 25 26 27 30 31 32 33 35 36 39 41 44 48 48 48 49 55 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur senyawa dari (a) etil p-metoksisinamat (b) borneol (c) beta-sitosterol (d) metil sinamat ..................................... Gambar 2.2. Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat .................................... Gambar 2.3. Prinsip Reaksi Hidrolisis ...................................................... Gambar 2.4. Mekanisme Reaksi Hidrolisis pada Ester ............................. Gambar 2.5. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ekster dengan Katalis Basa .... Gambar 2.6. Skema Kromatografi Lapis Tipis ......................................... Gambar 4.1. Rimpang Kencur .................................................................. Gambar 4.2. Serbuk Kering Simplisia Kencur ......................................... Gambar 4.3. KLT Isolat Kencur..... .......................................................... Gambar 4.4. Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat ............................ Gambar 4.5. KLT Hasil Hidrolisis ........................................................... Gambar 4.6. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Etil p-metoksisinamat .......... Gambar 4.7. KLT Hasil Transesterifikasi ................................................ Gambar 4.8. Reaksi Transesterifikasi ....................................................... Gambar 4.9. Reaksi Degradasi Sinamat ................................................... Gambar 4.10. KLT Hasil Degradasi Sinamat ............................................. Gambar 4.11. KLT Senyawa Hasil Modifikasi ......................................... Gambar 4.12. Struktur Senyawa A ............................................................. Gambar 4.13. Struktur Senyawa C ............................................................. Gambar 4.14. Struktur Kimia ..................................................................... Gambar 4.15. Kurva Hasil Uji Antiinflamasi Etil p-Metoksisinamat dan Turunannya .......................................................................... xiii 5 8 9 9 10 13 25 26 26 29 31 32 33 33 34 35 36 38 43 46 47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Daftar Daerah Spektrum IR Isolat Kencur ................................ Tabel 4.2. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR senyawa etil pmetoksisinamat ......................................................................... Tabel 4.3. Daftar Daerah Spektrum IR Senyawa A ................................... Tabel 4.4. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR dan senyawa A ( CD3OD, 500 MHz) ................................................................. Tabel 4.5. Daftar Daerah Spektrum IR Senyawa B ................................... Tabel 4.6. Daftar Daerah Spektrum IR Senyawa C ................................. Tabel 4.7. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR dan senyawa C (CD3OD, 500 MHz) .............................................................. Tabel 4.8. Hasil Uji Antiinflamasi ........................................................... xiv 27 30 37 39 40 42 43 45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kerangka Penelitian .............................................. Lampiran 2 : Isolasi Etil p-metoksisinamat ................................ Lampiran 3 : Determinasi Tanaman Kencur .............................. Lampiran 4 : Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak ................ Lampiran 5 : Hasil Analisa DSC Etil p-metoksisinamat ............ Lampiran 6 : Spektrum IR Etil p-metoksisinamat ...................... Lampiran 7 : Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat .............. Lampiran 8 : Spektrum 1H NMR Etil p -metoksisinamat .......... Lampiran 9 : Hasil Analisa DSC Senyawa A.............................. Lampiran 10 : Spektrum IR Senyawa A...................................... Lampiran 11 : Spektrum GCMS Senyawa A ............................. Lampiran 12 : Spektrum 1H NMR Senyawa A ......................... Lampiran 13 : Hasil Analisa DSC Senyawa B ........................... Lampiran 14 : Spektrum IR Senyawa B ..................................... Lampiran 15 : Spektrum GCMS Senyawa B ............................. Lampiran 16 : Spektrum IR Senyawa C ..................................... Lampiran 17 : Spektrum GCMS Senyawa C ............................. Lampiran 18 : Spektrum 1H NMR Senyawa C ......................... Lampiran 19 : Perhitungan Reaksi ............................................. Lampiran 20 : Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi .................. Lampiran 21 : Kurva Uji Antiinflamasi .................................... Lampiran 22 : Tabel Hasil Uji Antiinflamasi Triplo Senyawa .. Lampiran 23 : Gambar Isolasi Etil p-metoksisinamat ................ Lampiran 25 : Gambar Senyawa ................................................ Lampiran 26 : Gambar Identifikasi Senyawa ............................. xv 55 56 57 58 60 61 62 65 67 68 69 71 74 75 76 78 79 81 83 85 86 89 92 93 94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISTILAH g gram IR Infra Red KLT Kromatografi Lapis Tipis NMR Nuclear Magnetic Resonance UV Ultra Violet MIC Minimum Inhibitor Concentration COX Siklooksigenase DSC Differential Scanning Calorimeter BSA Bovine Serum Albumin IC Inhibitor Concentration GCMS Gass Chromatography Mass Spectrofotometry xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya hayati kedua terbesar yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, oleh karena itu Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan bahan baku tumbuhan obat. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat dan jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia (BPOM RI, 2009 ; Nugroho, 2010). Diantara salah satu potensi alam Indonesia yang bisa digunakan sebagai obat adalah kencur (Kaempferia galanga L.). Kencur termasuk dalam famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli India yang penyebarannya sudah memasuki kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Cina. Rimpang kencur secara empiris telah dimanfaatkan dalam mengobati berbagai penyakit seperti radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, diare, menghilangkan darah kotor dan mengusir lelah (Al-Fattah, 2011). Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas ekstrak etanol kencur antara lain sebagai penyembuh luka (Tara, 2006), dan sebagai analgesik dan antiinflamasi (Vittalrao, 2011). Ekstrak minyak atsiri sebagai antibakteri dan antifungi (Tewtrakul et al., 2005), dan ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008). Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur telah diteliti oleh Umar et al. (2012) diantaranya ialah asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil p- metoksisinamat (80,05%). 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Dalam studi in vitro, etil p-metoksisinamat secara non-selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2, dengan masing-masing nilai IC50 1,12 µM dan 0,83 µM. Hasil ini memvalidasi aktivitas anti-inflamasi kencur yang dihasilkan oleh penghambatan COX-1 dan COX-2 (Umar et al, 2012). Dari berbagai penelitian, epidemiologi, dan studi klinis menunjukkan bahwa AINS khususnya yang selektif terhadap COX-2 mempunyai prospek yang menjanjikan sebagai agen antikanker (Thun, 2002). Oleh karena itu, desain dan sintesis obat antiinflamasi khususnya golongan AINS banyak mengambil perhatian ahli kimia medisinal, khususnya pada dekade terakhir ini. Maka dilakukan banyak sekali modifikasi pada AINS seperti memberikan elaborasi konjugat gugus tertentu sesuai tujuan khusus (Qandil, 2012). Senyawa etil p-metoksisinamat mudah diisolasi dan merupakan senyawa yang sangat potensial sebagai bahan dasar sintesa untuk turunan sinamat karena mempunyai gugus fungsi reaktif seperti olefin dan ester yang mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Surbakti, 2008). Pada hubungan struktur aktivitas AINS turunan asam arilasetat, dinyatakan bahwa pengurangan atau penambahan atom C dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi (Siswandono, 2000). Berdasarkan hal tersebut maka hubungan struktur aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi akan dieksplorasi lebih dalam dengan melihat transformasi gugus fungsi khususnya pada ester dan olefin dengan reaksi hidrolisis, transesterifikasi dan degradasi sinamat. Modifikasi etil p-metoksisinamat dewasa ini mulai menjadi perhatian para ahli kimia medisinal. Diantaranya, sintesis oktil p-metoksisinamat sebagai sunblock melalui reaksi transesterifikasi (Suzana, 2011). Modifikasi Etil p-metoksisinamat sebagai agen kemopreventif pada fibrosarkoma tikus (Ekowati et al., 2012). Namun belum dilakukan penelitian modifikasi etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi sehingga ini menjadi menarik untuk dilakukan. Uji antiinflamasi dilakukan secara in vitro menggunakan metode inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumine (BSA). Pengujian ini dipilih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 karena mudah, menggunakan sedikit sampel, waktu analisa yang cepat dan merupakan uji pendahuluan yang dilakukan sebagai skrining awal aktivitas antiinflamasi. 1.2. Rumusan Masalah a. Apakah gugus fungsi pada senyawa etil p-metoksisinamat yang telah diisolasi dari kencur dapat ditransformasi melalui reaksi hidrolisis, transesterifikasi dan degradasi sinamat? b. Bagaimana hubungan struktur senyawa hasil transformasi gugus fungsi etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi? 1.3. Tujuan Penelitian a. Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang telah diisolasi dari kencur melalui reaksi hidrolisis, transesterifikasi dan degradasi sinamat b. Mengetahui hubungan struktur aktivitas antiinflamasi senyawa yang dihasilkan dari transformasi gugus fungsi etil p-metoksisinamat. 1.4. Manfaat Penelitian a. Mendapatkan senyawa turunan etil p-metoksisinamat yang diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai hubungan struktur aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi b. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi untuk proses modifikasi struktur dan uji aktivitas dari senyawa etil pmetoksisinamat lebih lanjut. 1.5. Hipotesis a. Hidrolisis etil p-metoksisinamat akan merubah gugus ester menjadi karboksilat, transesterifikasi akan merubah jumlah atom C b. Transformasi gugus fungsi etil p-metoksisinamat melalui reaksi hidrolisis, transesterifikasi dan degradasi sinamat akan memberikan pengaruh pada aktivitas antiinflamasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Kencur Kencur (Kaempferia galanga Linn.) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah dari kawasan Indo-Malaysia. Tetapi sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman kencur adalah dari India. Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina. Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini merupakan salah satu jenis temutemuan yang dipakai dalam obat tradisional (Rukmana, 1994). 2.1.1 2.1.2 Klasifikasi (USDA) Kingdom : Plantae Subkingdom : Traecheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commenlinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia Spesies : Kaempferia galanga Linn. Tempat Tumbuh (Roemantyo, 1996) Kencur ditemukan hanya ditanam, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengamatan di berbagai tempat di Jawa Timur, ternyata kencur juga ditanam oleh petani di sekitar Malang, Lawang dan Blitar. Di Jawa Barat, kencur ditanam di beberapa daerah saja, seperti di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya dan Ciamis. Di Jawa Tengah penanaman kencur dilakukan di daerah Ungaran, Magelang, Salatiga, Boyolali, Karanganyar, Sleman dan Bantul. 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 Peta distribusi tipe tanah di Jawa menunjukkan bahwa kencur dapat tumbuh baik di berbagai tipe tanah, yaitu: latosol, regosol, kombinasi antara latosol-andosol, regosol-latosol serta regosol- litosol. Selain itu, peta curah hujan di Jawa menunjukkan bahwa kencur dapat beradaptasi di daerah yang basah (9 bulan basah) maupun yang sedang (5-6 bulan basah dan 5-6 bulan kering) dan mencakup areal kira-kira 60% dari luas pulau Jawa, umumnya terletak di daerah dengan ketinggian antara 80 m - 600 m dpl. Kencur yang ditanam di kawasan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 600 m dpl. mempunyai resiko pertumbuhan yang kurang baik. 2.1.3 Kandungan Kimia Kaempferia galanga Linn. Kandungan kimia dalam ekstrak minyak atsiri kencur telah diteliti oleh Umar et al. (2012) diantaranya ialah asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil pmetoksisinamat (80,05%). Selain itu pada penelitian Tewtrakul et al. juga disebutkan bahwa terdapat kandungan α –pinen, kamphen, karvon, benzen , eukaliptol, borneol dan metil sinamat. (b) (a) (c) (d) Gambar 2.1 Struktur Senyawa dari (a) etil p-metoksisinamat (b) borneol (c) beta-sitosterol (d) metil sinamat (www.chemicalbook.com) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 2.1.4 Manfaat Kaempferia galanga Linn. Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antimikroba untuk gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis), gram negatif (Salmonella typhi, Shigella flexneri, Eschericia coli ATCC 2592), dan juga memiliki ativitas antifungi pada Candida albicans (Tewtrakul et al., 2005). Ekstrak metanol dari kencur memiliki toksisitas terhadap larva dan pupa Anopheles stephensi dan juga berpotensi sebagai repellent (Dhandapani et al., 2011). Ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008). Ekstrak alkohol dari kencur diteliti memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011), juga memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Tara V et al., 2006). Selain aktivitas dari ekstrak kencur dengan berbagai pelarut, telah diteliti pula bioaktivitas dari isolat kencur yang bertanggungjawab dalam aktivitas antiinflamasi yakni etil p-metoksisinamat. Etil pmetoksisinamat (EPMS) menghambat induksi edema karagenan pada tikus dengan MIC 100mg/kg dan juga berdasarkan hasil uji in vitro EPMS secara non-selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 dengan nilai IC50 masing-masing 1,12 µM dan 0,83 µM (Umar et al., 2012). 2.2 Isolasi Etil p-metoksisinamat (EPMS) EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksan. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabkan senyawa ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai ditandai dengan % hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah dkk, 2008). EPMS adalah salah satu produk alam yang terdapat pada kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam jumlah yang relatif besar. Isolasi dan pemurnian EPMS dapat dilakukan dengan mudah menggunakan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. Selain itu EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009) 2.3 Senyawa Etil p-metoksisinamat Etil p-metoksisinamat atau C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoad. EPMS sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (Windono dkk, 1997), namun dewasa ini telah diteliti lebih lanjut bahwa EPMS merupakan senyawa isolat kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi non-selektif menghambat COX-1 dan COX-2 secara in vitro (Umar et al., 2012). Senyawa EPMS berbentuk kristal berwarna putih dengan berat molekul 206.24 g/mol dan memiliki titik lebur 55-560C (Bangun, 2011). EPMS merupakan senyawa turunan asam sinamat sehingga biosintesinya termasuk pada jalur sikhimat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 Gambar 2.2 Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etil p-metoksisinamat (Bangun, 2011). 2.4 Hidrolisis Secara general, hidrolisis didefinisikan sebagai transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH seperti dijelaskan pada gambar 2.3. Hidrolisis adalah contoh dari kelas reaksi terbesar dalam reaksi kimia disebut sebagai reaksi perpindahan nukleofilik di mana nukleofil menyerang atom elektrofilik. Proses hidrolitik mencakup beberapa jenis mekanisme UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 reaksi yang dapat didefinisikan oleh jenis pusat reaksi di mana terjadi hidrolisis. Mekanisme Reaksi yang paling sering ditemui subtitusi nukleofilik baik secara langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson and Weber, 1994). Gambar 2.3 Prinsip Reaksi Hidrolisis (Larson and Weber, 1994). Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan katalis basa atau asam. Mekanisme reaksi hidrolisis sendiri dikelompokkan berdasarkan tipe reaksi dasar seperti subtitusi nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi nukleofilik, substitusi asil nukelofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi asil nukleofilik. Hidrolisis untuk turunan asam karboksilat masuk ke dalam kategori terakhir yakni gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi subtitusi asil nukleofilik. Mekanisme hidrolisis pada gambar 2.4 diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson and Weber, 1994). Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis pada Ester (Larson and Weber, 1994). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 Hidrolisis ester dengan katalis basa melalui mekanisme penambahan nukleofilik OH (gambar 2.5) secara langsung kepada gugus karbonil. Hidrolisis ester berkatalis basa terjadi karena ion OH merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan air (Larson and Weber, 1994). Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester dengan Katalis Basa (Larson and Weber, 1994). 2.5 Transesterifikasi Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bagian penting dari reaksi organik di mana ester akan berubah menjadi ester lain melalui pertukaran gugus alkoksi. Ketika ester asli direaksikan dengan alkohol, proses transesterifikasi yang terjadi disebut alkoholisis seperti pada skema. Istilah transesterifikasi akan digunakan sebagai sinonim untuk alkoholisis ester karboksilat, sebagaimana telah disepakati oleh beberapa pubilkasi. Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan dan pada dasarnya terjadi transformasi mencampurkan reaktan. Adanya katalis (biasanya asam kuat atau basa) mempercepat terjadinya kesetimbangan. Untuk mencapai hasil yang tinggi dari ester, alkohol harus digunakan secara berlebihan. Transesterifikasi bisa dilakukan dengan katalis asam ataupun basa. Pada transesterifikasi minyak sayur, katalis basa lebih cepat dibandingkan asam (Schuchardt et al., 1998). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 2.6 Identifikasi 2.6.1 Kromatografi Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Deangan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995). Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Departemen Kesehatan,1995). Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran. (Departemen Kesehatan,1995) a. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013). Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013). Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Ketika bekerja dengan lempeng, gangguan fisik harus terhindarkan dari zat penjerap (Departemen kesehatan, 1995). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah,dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya,dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana ,buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati bercak mulamula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen kesehatan, 1995). Gambar 2.6 Skema kromatografi lapis tipis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 b. Kromatografi Kolom Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995). Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995). Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995). 2.6.2 Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen Kesehatan,1995). a. Spektrofotometri IR Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah yang terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan, 1995). Hampir semua senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik organik maupun anorganik, menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik di wilayah inframerah dari spektrum elektromagnetik. Wilayah ini terletak pada panjang gelombang yang berkisar dari sekitar 400 sampai 800 nm (Pavia et al. 2008) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 b. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tammpak (UV-Vis) (Roth et al., 1994). Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinar tampak (380-780 nm). Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) : A=a.b. c Keterangan : (a) Daya Serap ; (b) Tebal Kuvet ; (c) Konsentrasi larutan ; (A) Serapan Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. 3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet). 4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik. 5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrk. 6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap. c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Resonansi magnetik nuklir (NMR) adalah metode spektrofotometri yang bahkan lebih penting bagi ahli kimia organik dari spektrofotometri inframerah. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. Jika spektrofotometri inframerah (IR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi, NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari. NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masingmasing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui (Pavia et al., 2008). Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willard et al., 1988) : a. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir. b. Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan. c. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan bidang frekuensi radio. d. Detektor untuk memproses sinyal NMR. e. Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi resonansi sampel. f. Rekorder untuk menampillkan spektrum 2.7 Uji Antiinflamasi Inflamasi merupakan respon imun tubuh yang secara umum terjadi karena adanya stimulus. Hal itu bisa dikarenakan oleh bakteri, misalnya kontaminasi bakteri pada luka. Inflamasi juga dapat terjadi ketika sistem kekebalan tubuh berjuang melawan sesuatu dan terkadang memunculkan efek berbahaya (IQWiQ, 2010). Untuk itu dikembangkanlah obat antiinflamasi untuk mengatasi efek berbahaya dari proses inflamasi yang ada di dalam tubuh. Beberapa metode in vitro dapat digunakan dalam mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat, kandungan kimia dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain adalah pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010. Selain itu uji antiinflamasi secara in vitro juga bisa dilakukan dengan melihat efek inhibisi pada siklooksigenase menggunakan kit khusus uji skrining siklooksigenase (Umar et al., 2012). Dalam pengembangan AINS, prinsip denaturasi dalam uji antiinflamasi sering digunakan seperti pada uji antiinflamasi dengan albumin telur (Chandra, 2012) dan uji dengan bovine serum albumin (BSA) (Williams et al., 2008). Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein akan bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012). Beberapa AINS seperti indometasin, ibufenak, asam flufenamik dan asam salisilat memiliki kemampuan dalam mencegah denaturasi BSA yang dipanaskan pada pH patologis yakni 6,2-6,5. Selain itu beberapa ekstrak dan komponen murni tumbuhan seperti ekstrak Boehmeria jamaicensis (Urb), fenil propanoid, eugenol, polisulfid, dibenzil trisulfid dapat menghambat denaturasi BSA, memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan merupakan kandidat obat antiinflamasi. Pada uji BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi dengan persen inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi dan layak untuk dikembangkan lebih lanjut. (Williams et al., 2008). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 3.1.2 Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2014. 3.2 Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat Spektrofotometri ¹H-NMR (500 MHz, JEOL), spektrofotometer UV-Vis (HITACHI), vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), spektrofotometri IR (SHIMADZU), Differential scanning calorimeter (SHIMADZU), refrigerator, Plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck), oven, timbangan analitik, penangas, statif, labu reaksi, corong, erlenmeyer, gelas piala, rak, tabung reaksi, chamber KLT, termometer, blender, pipet eppendorf, mikropipet, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kertas saring, kapas, alumunium foil, vial, botol, pH meter. 3.2.2 Bahan Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.), natrium diklofenak (Dipharma), natrium hidroksida (Merck), asam klorida 15%, asam nitrat (JT Baker), silika gel 60 (Merck), metanol p.a (Merck), etanol p.a (Merck), natrium klorida (Merck), tris base (SBS) dan Bovine Serum Albumin (Sigma). Pelarut dan bahan pembantu lain seperti aquades, etil asetat, n-heksan, dan metanol. 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Preparasi a. Pengambilan Sampel Sampel kencur diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. b. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI Cibinong. c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi Sebanyak 10 kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dirajang sekitar 2-3 mm. Setelah itu kencur dijemur selama 5-6 hari tanpa kena sinar matahari. Setelah kencur yang dijemur berwarna coklat muda lalu dihaluskan menggunakan blender (Barus, 2009). d. Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi 1. Larutan TBS (Tris Buffer Saline) pH 6.3 Sebanyak 1,21 g Tris base dan 8,7 g NaCl dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Kemudian pH diadjust sampai 6,3 menggunakan asam asetat glasial (Mohan, 2003) 2. Penyiapan variat konsentrasi Na Diklofenak sebagai kontrol positif Pembuatan larutan induk sebesar 4000 ppm Na diklofenak dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500 dan 250 ppm. 3. Penyiapan variat konsentrasi EPMS dan senyawa hasil modifikasi (sampel) Pembuatan larutan induk sebesar 4000 ppm ppm baik senyawa hasil modifikasi maupun EPMS dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500 dan 250 ppm. 4. Pembuatan BSA 0,2% (w/v) Sebanyak 0.2 g BSA dilarutkan dalam TBS 100 mL (Williams et al., 2008). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 3.3.2 Isolasi Etil p-metoksisinamat Serbuk simplisia kencur dimaserasi dengan menggunakan pelarut nheksana yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas dilakukan maserasi ulang sebanyak 4 kali hingga hasil maserasi menunjukkan warna hampir menyerupai jernih. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan dengan penyimpanan. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan n-heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan. Kristal murni dilarutkan dalam etil asetat dan dicek menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat. Kemudian dihitung rendemennya : % rendemen = x 100 % 3.3.3 Modifikasi Senyawa EPMS a. Hidrolisis Etil p-metoksisinamat dan Degradasi sinamat Sebanyak 1,5 g NaOH dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam gelas kimia dengan pengadukan. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 5 g ke dalamnya. Pengecekan reaksi dilakukan dengan menggunakan KLT. Hasil reaksi difiltrasi, filtrat yang didapat ditambahkan HCl 15% hingga tidak ada endapan putih yang terbentuk atau pH filtrat mencapai 4. Residu berupa senyawa hasil hidrolisis kemudian dikeringanginkan. b. Transesterifikasi Sebanyak 0,1 g NaOH dilarutkan dalam 20 mL metanol pro analisis dalam labu erlenmeyer dengan pengadukan. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 2,5 g ke dalamnya. Reaksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 berlangsung selama 20 jam, dilakukan pengecekan dengan KLT. Hasil reaksi difiltrasi, filtrat yang didapat ditambahkan HCl 15% hingga tidak ada endapan putih yang terbentuk atau pH filtrat mencapai 4. Residu berupa senyawa hasil transesterifikasi kemudian dikeringanginkan (Yoeswono, 2008). c. Degradasi Sinamat Sebanyak 2,5 g etil p-metoksisinamat ditambahkan ke dalam 10 mL asam nitrat 65% dalam suhu -150C. Campuran reaksi (keadaan dingin, -150C) tersebut kemudian diiradiasi menggunakan mikrowave pada 450 W selama 2 menit. Setelah iradiasi, campuran reaksi dituangkan ke dalam batu es aquades kemudian difiltrasi, maka akan didapatkan padatan berwarna orange kekuningan. Direkristalisasi menggunakan metanol-etil asetat (Bose et al, 2006) . 3.3.4 Identifikasi Senyawa a. Identifikasi Organoleptis Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi warna, bentuk dan juga bau. b. Pengukuran titik leleh Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi titik lelehnya menggunakan alat apparatus melting point dan DSC. c. Identifikasi senyawa menggunakan FTIR Sedikit sampel padat (kira-kira 1 - 2 mg), kemudian ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) dan diaduk hingga rata. Kemudian sampel yang terbentuk diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektrofotometri inframerah untuk dianalisis (Hidayati, 2012). d. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID × 0,25 µm); suhu awal 70 °C selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285 °C dengan kecepatan 20 °C/min selama 20 menit. Suhu MSD 285 °C. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al, 2012). e. Identifikasi senyawa menggunakan H-NMR Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut bebas proton (khusus NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk kemudian dianalisis. 3.3.5 Uji Invitro Antiinflamasi (Williams et al., 2008) Pengujian Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi Terhadap Denaturasi BSA : a. Pembuatan Larutan Uji Larutan uji (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan sampel yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variat konsentrasi menjadi 40, 20, 10, 5 dan 2,5 ppm. b. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif Larutan kontrol negatif (5 mL) terdiri dari 50 µL metanol yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL Pembuatan c. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Larutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan natrium diklofenak yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variat konsentrasi menjadi 40, 20, 10, 5 dan 2,5 ppm. Setiap larutan di atas dipanaskan selama 5 menit pada suhu 720C. Lalu didinginkan dan diukur turbiditasnya dengan spektrofotometer UVVis (HITACHI) pada gelombang 660 nm. Persentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi BSA dikalkulasikan dengan rumus berikut : % inhibisi = x 100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur melalui transformasi gugus fungsi reaktif yang dimilikinya yaitu olefin dan ester. Tujuan modifikasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh gugus fungsi yang ada pada aktivitas antiinlamasi etil p-metoksisinamat. Uji antiinflamasi ini dilakukan secara invitro menggunakan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan prinsip inhibisi denaturasi protein. 4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etil p-Metoksisinamat 4.1.1 Hasil Determinasi Gambar 4.1 Rimpang Kencur [Sumber : Koleksi Pribadi] Untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel merupakan spesies Kaempferia galanga L. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Rimpang Kencur segar yang digunakan sebanyak 10 kg, setelah melalui serangkaian proses pembuatan simplisia (Lampiran 2) diperoleh serbuk simplisia kencur sebanyak 858 gram. Serbuk 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 simplisia yang dihasilkan berwarna kecokelatan. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Serbuk kering simplisia kencur (Kaempferia galanga L.) [Sumber : Koleksi Pribadi] 4.1.3 Isolasi Etil p-metoksisinamat Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat secara garis besar dilakukan dalam 3 tahap yakni preparasi simplisia, ekstraksi maserasi simplisia kencur dengan pelarut n-heksan, dan rekristalisasi senyawa (lihat skema isolasi pada Lampiran 2). Senyawa etil p-metoksisinamat ini akan mengkristal pada suhu ruang sehingga tahap isolasi bisa menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental yang didapat mengkristal saat dibiarkan di suhu ruang (Umar et al., 2012). Proses rekristalisasi dilakukan dengan n-heksan dan metanol. Kristal yang didapat berwarna putih kekuningan kemudian dilakukan pengecekan dengan KLT. Eluen yang digunakan adalah heksan : etil asetat perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,5882 seperti pada gambar 4.3. Nilai rendemen kristal : % rendemen = x 100 % = 2,564 % Gambar 4.3. KLT Isolat Kencur (visualisasi UV 245 nm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 4.1.4 Identifikasi Etil p-metoksisinamat a. Pemerian Warna : putih kekuningan Bau : aromatik khas Bentuk : kristal b. Pengukuran Titik Leleh Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat DSC seperti pada lampiran 5. Rentang titik leleh senyawa etil pmetoksisinamat ada pada 47-520C dengan nilai entalpi (H) 78,60 J/g. c. Analisa Senyawa Etil p-metoksisinamat Analisa senyawa etil p-metoksisinamat dilakukan menggunakan spektrofotometri IR untuk mengetahui gugus fungsi, spektrofometer 1H-NMR untuk mengetahui letak proton H pada struktur, dan GCMS untuk mengetahui berat molekul senyawa serta fragmentasi massa. Tabel 4.1. Daftar daerah spektrum IR isolat kencur (etil pmetoksisinamat) Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1) C=O 1704,18 C-O 1367,59 – 1321,3 C-H Aril 3007,15 – 3045,73 C=C Aril 1629,92 – 1573,02 C-H Alifatik 2979,18 – 2842,23 C-O Aril 1252,82 – 1210,38, 1029,07 Aromatik posisi para 829,43 Penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik ditunjukkan dalam tabel 4.1 (Lihat Lampiran 6) yaitu ditemukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 pita serapan pada bilangan gelombang v 3007,15 – 3045,73 cm⁻¹ yang merupakan serapan spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. Keberadaan aromatik juga ditunjukkan dengan adanya C=C pada bilangan gelombang v 1629,92 – 1573,02 cm⁻¹. C-H Alifatik ditemukan pada bilangan gelombang 2979,18 – 2842,23 cm⁻¹. Aromatik disubstitusi para juga ditunjukkan dengan munculny serapan pada bilangan gelombang v 829,43 cm⁻¹. Dan pada bilangan gelombang 1252,82 – 1210,38 cm⁻¹ dan 1029,07 cm⁻¹ terdapat C-O yang berikatan pada aromatik. Pita serapan pada bilangan gelombang v 1704,18 cm⁻¹ merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari gugus C=O karbonil, dan juga serapan vibrasi C–O ditemukan pada pita v 1367,59 – 1321,3 cm⁻¹, serapan dari keduanya menunjukkan adanya suatu gugus ester. Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Literatur untuk senyawa etil p-metoksisinamat menunjukkan bahwa senyawa tersebut muncul pada waktu retensi 9,9 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 89; 77; 63; 51 (Umar et al., 2012). Hasil interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa isolat kencur muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul 206,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77 63 dan 51 (Lihat Lampiran 7). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur (etil p-metoksisinamat) adalah sebagai berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 O O O -CO -OCH2CH3 O O O M = 206,0 m/z = 134 m/z = 161 -OCH3 - - CH CH CH m/z = 51 C4H3 Data analisa CH m/z = 103 m/z = 77 spektrum IR dan interpretasi GCMS dikonfirmasi kembali dengan analisa terakhir yakni H-NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm. Nilai δ merupakan perbedaan resonansi frekuensi suatu inti relatif terhadap standar (Pavia et al., 2008). Adapun hasil analisis senyawa isolat kencur dengan H1 NMR (Lampiran 8) ditunjukkan pada tabel 4.2. dengan panduan gambar 4.4. O 5 11 10 6 9 12 O 2 4 3 O 1 7 8 Gambar 4.4 Struktur senyawa etil p-metoksisinamat Interpretasi NMR pada penelitian ini dibandingkan dengan hasil interpretasi pada penelitian Umar (2012). Spektrum H1 NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 (3H) berbentuk triplet dan juga muncul pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum H1 NMR juga memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,25 Hz. Bentuk tersebut adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergesaran kimia 6,9 ppm – 7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua substitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10. Tabel 4.2. Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR 500 MHz senyawa etil p-metoksisinamat Pergeseran Kimia (δ, ppm) Pergeseran Kimia (δ, ppm) (d6-DMSO) ( CDCl3) Posisi [Umar et al., 2012] 1 1,24 (t, 3H, J=12) 1,33 (t, 3H, J=7,15) 2 4,60 (q, 2H, J=11,5) 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4 6,45 (d, 1H, J= 16,5) 6,31 (d, 1H, J= 15,6) 5 7,63 (m, 1H) 7,65 (d, 1H, J= 16,25) 7 6,97 (d, 1H, J= 14,5) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 8 7,63 (m, 1H) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 10 7,63 (m, 1H) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 11 6,97 (d, 1H, J= 14,5) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 12 3,83 (s, 3H) 3,82 (s, 3H) Dari data interpretasi IR, GCMS dan H1 NMR, senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia Galanga L.) adalah etil pmetoksisinamat. 4.2 Modifikasi Struktur Etil p-Metoksisinamat Hubungan struktur dan aktivitas AINS pada turunan asam aril asetat menunjukkan bahwa pengurangan atau penambahamn atom C pada gugus fungsi dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi (Siswandono, 2000). Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan modifikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 pada senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur melalui reaksi hidrolisis, reaksi transesterifikasi dan degradasi sinamat dengan asam nitrat. 4.2.1 Reaksi Hidrolisis Reaksi hidrolisis dilakukan dengan NaOH sebagai katalis basa dan etanol p.a sebagai pelarut. Mekanisme reaksi hidrolisis diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994). Pengecekan dengan KLT selama reaksi hidrolisis berlangsung dilakukan untuk melihat lamanya reaksi ini berlangsung. Berdasarkan hasil KLT, didapatkan bahwa hidrolisis ini berlangsung selama 32 jam (gambar 4.5) pada suhu kamar dengan hasil berupa padatan berwarna putih. Ketika reaksi ini selesai, dilakukan filtrasi dan pencucian dengan aquades. Filtrat yang diperoleh memiliki pH basa yakni 13 kemudian ditambahkan HCl 15% untuk mengikat Na+ sehingga terbentuklah endapan putih berupa hasil hidrolisis sampai pH 4 atau tidak lagi terbentuk endapan. 7 jam 10 jam 18 jam 27 jam 32 jam Gambar 4.5. KLT senyawa hasil hidrolisis dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 4:1 (visualisasi UV 245 nm) Keterangan : (1) etil p-metoksi sinamat (2) Senyawa A – hasil hidrolisis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 Residu yang didapat kembali dicuci dengan aquades untuk menghilangkan garam yang terbentuk kemudian residu dikeringanginkan. Residu yang didapatkan berwarna putih (lihat lampiran 25). Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat dapat dilihat pada gambar 4.6. O O O OH O O NaOH O NaCl C O Na HCl O H3C OH Gambar 4.6. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Etil p-metoksisinamat Hidrolisis ini bertujuan untuk menghilangkan gugus ester sehingga dapat dilihat efek gugus ester pada etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi yang dihasilkan. % rendemen hidrolisis = 4.2.2 x 100 % = 82,304 % Reaksi Transesterifikasi Transesterifikasi adalah istilah dalam reaksi organik dimana ester akan berubah menajdi ester lain melalui pertukaran gugus alkoksi (Schuchardt, 1998). Reaksi ini dilakukan dengan metanol sebagai reagen dan NaOH sebagai katalis. Reaksi ini ditujukan untuk mengganti ester (etil) menjadi ester dalam bentuk lain (metil). Sehingga pemendekan rantai samping atau pengurangan atom C pada etil pmetoksisinamat akan diuji aktivitas antiinflamasinya. Mekanisme reaksi ini sederhana, tidak jauh berbeda dengan hidrolisis. Perbedaannya adalah transesterifikasi menggunakan metanol sebagai agen pereaksi untuk mensubstitusikan –CH3 menggantikan ester –CH2-CH3. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 5 jam 16 jam 20 jam Gambar 4.7. KLT senyawa hasil transesterifikasi dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 9:1 (visualisasi UV 245 nm) Keterangan : (1) etil p-metoksi sinamat (2) Senyawa B-hasil percobaan skala kecil (3) Senyawa B-hasil percobaan skala besar Penggunaan NaOH sebagai katalis dalam transesterifikasi menurut Yoeswono (2008) dinilai lebih efektif dibandingkan menggunakan asam. Oleh karena itu, penelitian kali ini menggunakan NaOH sebagai katalis. Sebagaimana pada hidrolisis, pengecekan dengan KLT dilakukan untuk mengetahui lamanya waktu reaksi. Berdasakan hasil KLT, didapatkan bahwa reaksi transesterifikasi etil p-metoksisinamat berlangsung selama 20 jam (gambar 4.7). Senyawa C hasil transesterifikasi berbentuk serbuk putih mengkilat. % rendemen transesterifikasi = x 100 % = 53,6 % O O O NaOH O CH3OH O O Gambar 4.8. Reaksi Transesterifikasi Etil p-metoksisinamat 4.2.3 Degradasi Sinamat dengan Asam Nitrat Degradasi sinamat dalam penelitian Defnoun (2003) dilakukan oleh bakteri anaerob Papillibacter cinnamivorans menjadi benzoat melalui β-oksidasi. Namun pada penelitian ini, degradasi sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 dilakukan melalui reaksi dengan asam nitrat menggunakan metode ‘Cold Microwave’. Metode ‘Cold Microwave’ biasa digunakan untuk nitrasi. Keuntungan metode ini adalah memiliki waktu reaksi yang cepat dalam hitungan menit dan meniadakan asam sulfat dalam reaksi nitrasi. Namun pada kali ini metode ini digunakan untuk degradasi sinamat. Metode ‘Cold Microwave’ baru dikembangkan pada dekade terakhir ini untuk lebih memudahkan sintesa. Hal penting yang harus diperhatikan adalah preparasi pencampuran antara senyawa sampel dengan reagen yaitu asam nitrat harus dilakukan pada suhu dingin (Bose, 2006). Suhu menjadi faktor penting yang harus dijaga pada metode ini. Suhu akhir reaksi tidak boleh lebih dari 200C. Pada reaksi degradasi sinamat etil pmetoksisinamat, suhu campuran reaksi awal adalah -150C dan suhu setelah reaksi dengan mikrowave adalah 100C. O O O HNO3 OH MWI, 2 min 450 W O O Gambar 4.9. Reaksi Degradasi sinamat Langsung setelah reaksi degradasi sinamat selesai, campuran reaksi dituangkan ke dalam batu es aquades kemudian dibiarkan beberapa saat dengan pengadukan. Padatan orange didapatkan dengan melakukan filtrasi. Filtrat yang didapat dipartisi dengan etil asetat untuk mengambil senyawa hasil reaksi yang kemungkinan masih ada. KLT hasil reaksi degradasi sinamat dapat dilihat pada gambar 4.10. yang menunjukkan bahwa etil p-metoksisinamat telah bereaksi sempurna dalam waktu 2 menit. Padatan kering berwarna orange yang didapat lalu direkristalisasi menggunakan etil asetat dan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. Kemudian diidentifikasi lebih lanjut. % rendemen = x 100 % = 20,16 % UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 Gambar 4.10. KLT Hasil Degradasi Etil p-metoksisinamat sebelum dilakukan rekristalisasi dengan eluen heksan : etil asetat perbandingan 3:2 (visualisasi UV 245 nm). Keterangan : (1) Etil p-metoksisinamat (2) Hasil Degradasi 4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi Identifikasi senyawa hasil modifikasi dimulai dengan melihat perbandingan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan perbandingan 9:1 (Lihat gambar 4.11). Nilai Rf yang didapat adalah sebagai berikut : Etil p-metoksisinamat = 0,588 Senyawa Hidrolisis = 0,082 Senyawa Transesterifikasi = 0,529 Senyawa Degradasi sinamat = 0,094 Berdasarkan nilai rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa modifikasi. Etil p-metoksisinamat memiliki nilai rf tertinggi dimana ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki polaritas yang rendah. Reaksi transesterifikasi dimana etil pada ester diganti menjadi metil, tidak banyak memberikan perubahan yang signifikan pada tingkat kepolaran. Hal ini dapat dilihat dimana nilai rf etil p-metoksisinamat 0,588 dan nilai rf senyawa B (hasil transesterifikasi) adalah 0,529. Namun, terlihat bahwa pengurangan atom C pada gugus ester telah meningkatkan polaritas. Selanjutnya untuk senyawa A dan senyawa C memiliki nilai rf yang hampir sama yakni berturut-turut adalah 0,082 dan 0,094. Hal ini menunjukkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 bahwa reaksi hidrolisis dan degradasi sinamat telah meningkatkan polaritas pada senyawa hasil modifikasi. Etil p-metoksisinamat Senyawa Transesterifikasi Senyawa Hidrolisis 4.3.1 Senyawa Degradasi sinamat Gambar 4.11. KLT senyawa dengan heksan:etil asetat perbandingan 9:1 (visualisasi UV 245 nm). Senyawa A Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat memiliki karakteristik sebagai berikut : Warna : Putih Bau : Tidak berbau Bentuk : Serbuk Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat DSC seperti pada lampiran 9. Rentang titik leleh senyawa hasil hidrolisis etil pmetoksisinamat ada pada 172-1760C dengan nilai entalpi (H) 89,3 J/g. Elusidasi struktur senyawa A dilakukan menggunakan IR, GCMS dan 1H NMR. Penafsiran senyawa A hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat dengan analisa spektrum dari IR berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik ditunjukkan dalam Tabel 4.3 (dan Lampiran 10) yaitu ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v 3065,02 – 3031,26 cm⁻¹ adalah serapan spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. Keberadaan aromatik juga ditunjukkan degan adanya C=C pada bilangan gelombang v 1602,91 cm⁻¹. Aromatik disubstitusi para juga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang v 825,57 cm⁻¹. C-H Alifatik ditemukan pada bilangan gelombang 2974,36 – 2882,74 cm⁻¹. Dan pada bilangan gelombang 1261,50 – 1220,03 cm⁻¹ terdapat C-O yang berikatan pada aromatik. Tabel 4.3 Daftar daerah spektrum IR Senyawa A Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1) C=O 1690,68 – 1679,11 C-O 1334,80 – 1316,47 C-H Aril 3065,02 – 3031,26 C=C Aril 1602,91 C-H Alifatik 2974,36 – 2882,74 C-O Aril 1261,50 – 1220,03 OH 3300 – 2500 (Broad) COOH 2590,51 Aromatik posisi para 825,57 Pita serapan pada bilangan gelombang v 1690,68 – 1679,11cm⁻¹ yang merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari gugus C=O karbonil, dan juga serapan vibrasi C–O ditemukan pada pita v 1334,80 – 1316,47 cm⁻¹, serapan dari keduanya menunjukkan adanya suatu gugus karboksilat. Adanya gugus karboksilat diperkuat dengan munculnya pita serapan pada bilangan gelombang v 3300 – 2500 cm⁻¹ dan juga pada 2590,51. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis telah berhasil dilakukan dimana gugus ester pada etil p-metoksisinamat telah berubah menjadi karboksilat. Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa A muncul pada waktu retensi 9,649 yang memiliki berat molekul 178,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; 77 dan 63 (Lihat Lampiran 11). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa A adalah sebagai berikut : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 O O -OH OH -CO O O O m/z = 133 m/z = 160 M = 178,0 - CH CH -OCH3 O m/z = 77 m/z = 107 Data analisa spektrum IR dan interpretasi GCMS dikonfirmasi kembali dengan analisa terakhir yakni H-NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et al., 2008). Adapun hasil analisis senyawa hasil hidrolisis etil pmetoksisinamat dengan H1 NMR (Lampiran 12) ditunjukkan pada tabel 4.4. dengan panduan gambar 4.12. O 5 11 3 10 12 O 6 4 OH 7 9 8 Gambar 4.12 Struktur Senyawa A Pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm sudah tidak muncul dimana itu menandakan senyawa A sudah tidak memiliki gugus ester. Spektrum H1 NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3 , metoksi). Pergeseran kimia 6,34 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,63 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang sama yaitu 16,2 Hz. Bentuk tersebut adalah olefin dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergesaran kimia 6,95 ppm – 7,54 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua substitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10. Tabel 4.4 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR etil p-metoksisinamat dan senyawa A ( CD3OD, 500 MHz) Pergeseran Kimia (δ, ppm) Posisi Senyawa A Etil p-Metoksisinamat 1 - 1,33 (t, 3H, J=7,15) 2 - 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4 7,63 (d, 1H, J= 16,2) 6,31 (d, 1H, J= 15,6) 5 6,34 (d, 1H, J= 16,2) 7,65 (d, 1H, J= 16,25) 7 6,95 (d, 1H, J= 9,1) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 8 7,47 (d, 1H, J= 9,1) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 10 7,54 (d, 1H, J= 9,1) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 11 6,95 (d, 1H, J= 9,1) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 12 3,82 (s, 3H) 3,82 (s, 3H) Dari data interpretasi IR, GCMS dan H1 NMR, senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat adalah asam p-metoksisinamat. 4.3.2 Senyawa B Senyawa hasil transesterifikasi etil p-metoksisinamat memiliki karakteristik sebagai berikut : Warna : Putih Bau : Tidak berbau Bentuk : Serbuk kristal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat DSC seperti pada lampiran 13. Rentang titik leleh senyawa hasil transesterifikasi etil p-metoksisinamat ada pada 85-940C dengan nilai entalpi (H) 36,74 J/g. Elusidasi struktur senyawa B dilakukan dengan analisa menggunakan IR dan GCMS. Penafsiran spektrum IR senyawa B hasil transesterifikasi etil p-metoksisinamat dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik ditunjukkan dalam Tabel 4.5 (dan Lampiran 14) yaitu ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v 3095,88 – 3033,19 cm⁻¹ adalah serapan spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. Keberadaan aromatik juga ditunjukkan degan adanya C=C pada bilangan gelombang v 1640,53 – 1604,84 cm⁻¹. Aromatik disubstitusi para juga ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang v 825,57 cm⁻¹. C-H Alifatik ditemukan pada bilangan gelombang 2964,72 – 2844,16 cm⁻¹. Dan pada bilangan gelombang 1259,57 – 1205,56 cm⁻¹ terdapat C-O yang berikatan pada aromatik. Tabel 4.5 Daftar daerah spektrum IR Senyawa B. Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1) C=O 1721,54 – 1711,90 C-O 1330,94 – 1314,54 C-H Aril 3095,88 – 3033,19 C=C Aril 1640,53 – 1604,84 C-H Alifatik 2964,72 – 2844,16 C-O Aril 1259,57 – 1205,56 Aromatik posisi para 837,14 Pita serapan pada bilangan gelombang v 1721,54 – 1711,90 cm⁻¹ yang merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari gugus C=O ester, dan juga serapan vibrasi C–O ditemukan pada pita v 1330,94 – 1314,54 cm⁻¹, serapan dari keduanya menunjukkan adanya suatu gugus ester. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa B muncul pada waktu retensi 9,471 dengan berat molekul 192 dengan fragmentasi massa pada 161; 133; 107; 89; 77 dan 63 (Lihat Lampiran 15). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa B adalah sebagai berikut : O O O -OCH3 -CO O O O m/z = 133 m/z = 161 M = 192,0 - CH CH -OCH3 O m/z = 77 m/z = 107 Data analisa spektrum IR yang menunjukkan adanya gugus ester dan interpretasi GCMS dimana berat molekul telah berkurang 14 (CH2-) menunjukkan bahwa transesterifikasi telah berhasil dilakukan. Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan IR dan GCMS didapatkan bahwa senyawa tersebut adalah metil p-metoksisinamat. 4.3.3 Senyawa C Senyawa hasil degradasi etil p-metoksisinamat memiliki karakteristik sebagai berikut : Warna : Putih Bau : Tidak berbau Bentuk : Kristal jarum Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat apparatus melting point. Rentang titik leleh senyawa C ada pada 189-1920C. Penafsiran spektrum IR senyawa C hasil degradasi etil pmetoksisinamat dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik ditunjukkan dalam Tabel 4.6. (Lampiran 16) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 yaitu ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v 3075,63 cm⁻¹ adalah serapan spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. C-H Alifatik ditemukan pada bilangan gelombang 2984,01 cm⁻¹. Pita serapan pada bilangan gelombang v 1325,15 cm⁻¹ merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari C–O. Dan kemudian muncul pita serapan OH pada bilangan gelombang v 3300 – 2500 cm⁻¹ serta diperkuat dengan pita serapan pada 2574,12 cm-1 yang menunjukkan bahwa senyawa C memiliki gugus karboksilat. Tabel 4.6 Daftar daerah spektrum IR Senyawa C. Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1) C-O 1325,15 C-H Aril 3075,63 C-H Alifatik 2984,01 OH 3300 – 2500 (Broad) COOH 2574,12 Aromatik posisi para 825,57 Analisa kedua dilakukan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa C muncul pada waktu retensi 7,905 dengan berat molekul 152 dengan fragmentasi massa pada 135; 107; 92; 77; dan 63 (Lihat Lampiran 17). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa C adalah sebagai berikut : O O OH O -OH -CO O M = 152,0 m/z = 135 m/z = 107 -OCH3 m/z = 77 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 Data analisa spektrum IR dan interpretasi GCMS dikonfirmasi kembali dengan analisa terakhir yakni H-NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et al., 2008). Adapun hasil analisis senyawa C dengan H1 NMR (Lampiran 18) ditunjukkan pada tabel 4.7 dengan panduan gambar 4.13. O 11 10 12 O 6 3 OH 7 9 8 Gambar 4.13 Struktur Senyawa C Tabel. 4.7 Data pergeseran kimia (δ) spektrum 1H NMR etil p-metoksisinamat dan senyawa C ( CD3OD, 500 MHz) Pergeseran Kimia (δ, ppm) Posisi Senyawa C Etil p-Metoksisinamat 1 - 1,33 (t, 3H, J=7,15) 2 - 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4 - 6,31 (d, 1H, J= 15,6) 5 - 7,65 (d, 1H, J= 16,25) 7 6,97 (d, 1H, J= 9,05) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 8 7,97 (d, 1H, J= 9,1) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 10 7,97 (d, 1H, J= 9,1) 7,47 (d, 1H, J= 8,45) 11 6,97 (d, 1H, J= 9,05) 6,90 (d, 1H, J= 9,05) 12 3,84 (s, 3H) 3,82 (s, 3H) Pergeseran kimia pada 1,33 ppm dan 4,25 ppm sudah tidak muncul dimana itu menandakan senyawa C sudah tidak memiliki gugus ester. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 Spektrum H1 NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3 , metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm dan 7,63 ppm juga tidak muncul yang mana itu menunjukkan bahwa olefin pada etil p-metoksisinamat telah terputus ikatannya. Kemudian pada pergesaran kimia 6,75 ppm – 7,97 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua substitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10. Dari data interpretasi IR, GCMS dan 1H NMR, senyawa hasil degradasi etil p-metoksisinamat adalah 4-metoksibenzoat. 4.4 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi Banyak sekali masalah yang terjadi berkaitan tentang penggunaan hewan pada penelitian farmakologi seperti kode etik dan kurang rasionalnya penggunaan metode tersebut jika terdapat metode lain yang bisa digunakan (Chatterjee et al., 2012). Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi invitro dengan prinsip penghambatan denaturasi protein (William et al., 2008) dipilih untuk melakukan skrining awal antiinflamasi pada senyawa hasil modifikasi. Denaturasi protein telah diteliti sebagai salah satu penyebab proses antiinflamasi, khususnya pada kondisi arthritis. Dengan demikian, penghambatan denaturasi protein, yang merupakan mekanisme utama AINS sebagaimana dinyatakan oleh Mizushima (1964) sebelum ditemukannya efek inhibisi pada siklooksigenase oleh Vane (1971), mempunyai peran yang penting pada aktivitas antirematik oleh AINS (Umapathy et al., 2010). Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan pada empat senyawa yang didapatkan yaitu etil p-metoksisinamat, asam p-metoksisinamat, metil pmetoksisinamat dan 4-metoksibenzoat dengan natrium diklofenak sebagai standard. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 Pada Uji inhibisi denaturasi BSA dengan rentang konsentrasi uji 500,035 ppm dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (William et al., 2008). Natrium diklofenak aktif dalam memberikan aktivitas antiinflamasi dimulai pada konsentrasi 5 ppm sebesar 29,51% dan pada konsentrasi 40 ppm dapat menghambat denaturasi protein sebesar 84,32% sehingga IC50 dari Natrium diklofenak ada pada nilai 16,4 ppm (lihat tabel 4.8). Tabel 4.8 Hasil uji antiinflamasi etil p-metoksisinamat dan turunannya No. Sampel Konsentrasi 2,5 ppm 1 2 3 4 5 Natrium Diklofenak Etil p-metoksisinamat Senyawa A Senyawa C Senyawa B % Inhibisi 8,81 5 ppm 29,51 10 ppm 55,04 20 ppm 64,32 40 ppm 84,32 2,5 ppm 9,90 5 ppm 19,17 10 ppm 19,99 20 ppm 41,39 40 ppm 52,31 2,5 ppm -34,59 5 ppm -45,32 10 ppm -67,49 20 ppm -120,06 40 ppm -254,84 2,5 ppm -1,00 5 ppm -16,05 10 ppm -33,05 20 ppm -44,64 40 ppm -62,37 2,5 ppm 2,02 5 ppm 3,45 10 ppm 4,08 20 ppm 5,44 40 ppm 2,34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 Senyawa etil p-metoksisinamat (Gambar 4.14) sebelumnya telah diteliti oleh Umar et al. (2012) bahwa senyawa etil p-metoksisinamat mempunyai aktivitas antiinflamasi menghambat COX-1 dan COX-2. Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi etil p-metoksisinamat dilakukan dengan metode berbeda, yaitu melihat efek penghambatan denaturasi pada protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat memiliki aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi 20 ppm dengan persen inhibisi sebesar 41,39%. Dan pada konsentrasi 40 ppm sebesar 52,31% sehingga IC50 dari etil p-metoksisinamat ada pada nilai 34,904 ppm. O O R O OH I = R1 = CH2CH3 B= R2 = CH3 A= R3 = H O O (1) (2) Gambar 4.14. Struktur Kimia (1) I= etil p-metoksisinamat; B= Senyawa B; A= Senyawa A, (2) Senyawa C Senyawa B (Gambar 4.14), metil p-metoksisinamat, yang merupakan hasil reaksi transeterifikasi, mengalami penurunan aktivitas antiinflamasi sangat drastis (Gambar 4.15). Senyawa ini aktif menginhibisi hanya 5,44% pada konsentrasi 20 ppm dan pada konsentrasi 40 ppm aktivitas inhibisi menurun kembali menjadi 2,34% sehingga tidak didapatkan nilai IC50. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi yang dilakukan pada etil ester menjadi metil ester dapat menghilangkan aktivitas antiinflamasi. Senyawa A (Gambar 4.14), asam p-metoksisinamat, yang merupakan hasil reaksi hidrolisis sama sekali tidak memiliki aktivitas antiinflamasi, kebalikannya senyawa A diduga menginduksi terjadinya denaturasi protein sebagaimana ditunjukkan pada konsetrasi 40 ppm nilai inhibisinya adalah 254,84%. Senyawa C (Gambar 4.13), 4-metoksibenzoat hasil degradasi sinamat yang tidak memiliki olefin menunjukkan bahwa senyawa tersebut tidak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 memiliki aktivitas antiinflamasi, kebalikannya dan hampir sama dengan senyawa A, diduga menginduksi terjadinya denaturasi protein sehingga pada konsentrasi 40 ppm didapatkan -62,37%. Berdasarkan hasil uji aktivitas, dapat dianalisa bahwa pengurangan atom C pada gugus ester dapat mempengaruhi tingkat kepolaran. Semakin meningkat polaritas senyawa hasil modifikasi, maka aktivitas semakin menurun. Dan hasil analisa menunjukkan bahwa etil ester pada etil pmetoksisinamat memiliki peranan yang penting dalam memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi. Hasil uji aktivitas senyawa C belum bisa menyimpulkan tentang peranan olefin pada aktivitas antiinflamasi, sehingga pada penelitian selanjutnya, esterifikasi 4-metoksibenzoat bisa dilakukan untuk mengetahui peranan olefin pada aktivitas anttiinflamasi etil p-metoksisinamat. Kurva Persentase Inhibisi Senyawa Hasil Modifikasi 150 100 % Inhibisi 50 Na Diklofenak 0 -50 0 20 40 60 Etil p-metoksisinmat -100 Senyawa A -150 Senyawa B -200 Senyawa C -250 -300 Konsentrasi (ppm) Gambar 4.15 Kurva Hasil Uji Antiinflamasi Etil p-metoksisinamat dan turunannya Urutan aktivitas antiinflamasi berdasarkan hasil uji adalah etil pmetoksisinamat > metil p-metoksisinamat (Senyawa B) > 4 metoksibenzoat (Senyawa C) > asam p-metoksisinamat (Senyawa A). Dari aktivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa gugus etil ester mempunyai peranan penting dalam aktivitas antiinflamasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Senyawa etil p-metoksisinamat telah berhasil diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) melalui ekstraksi maserasi menggunakan nheksan dengan rendemen sebesar 2,56% dan memiliki aktivitas antiiinflamasi dengan nilai IC50 34,9 ppm. b. Transformasi gugus fungsi pada etil p-metoksisinamat berhasil dilakukan melalui hidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat, transesterifikasi menjadi metil p-metoksisinamat dan degradasi sinamat dengan asam nitrat menjadi 4-metoksibenzoat. c. Hubungan struktur hasil modifikasi etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa gugus etil ester memiliki peranan penting dalam memberikan efek antiinflamasi. 5.2 Saran a. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang bagaimana efek antiinflamasi ketika dilakukan penambahan C pada gugus ester untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang efektivitas gugus ester pada aktivitas antiinflamasi. b. Untuk melihat pengaruh olefin pada aktivitas antiinflamasi, maka esterifikasi dapat dilakukan pada senyawa 4-metoksibenzoat. 48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 DAFTAR PUSTAKA Abadi, Ashraf; Gehan H. Hergazy; Asmaa A. El-Zaher. Synthesis of novel 4substituted-7-trifluoromethylquinoline derivatives with nitric oxide releasing properties and their evaluation as analgesic and anti-inflammatory agents. Bioorganic & Medicinal Chemistry 13 halaman 5759-5765. Al-Fattah, Muhammad Hatta. 2011. Mukjizat Pengobatan Herbal dalam AlQur’an. Mirqat: Jakarta. Al-Swayeh, O.A.; R.H. Clifford; P.del Soldato; P.K. Moore. 2000. A Comparison of the Anti-inflammatory and Anti-nociceptive Activity of Nitroaspirin and Aspirin. British Journal of Pharmacology 343-350. Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4- Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin. Medan: Universitas Sumetra Utara. Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Bose, Ajay K; Subhendu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Jeffrey Speck; William He. 2006. Cold microwave chemistry : synthesis using pre-cooled reagents. Tetrahedron Letters 47 3213–3215 available at www.sciencedirect.com. Bose, Ajay K; Subhendu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Sheetal Rao; Jeffrey Speck; Uri Pekelny; Esteban Pombo-Villars. 2006. Microwave Promotoed Rapid Nitration of Phenolic Compounds With Calcium Nitrate. Tetrahedron Letters 47 1885-1888 available at www.sciencedirect.com. BPOM RI. 2009. Kebun Tanaman Obat Badan POM RI. Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of coffee against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine S178-S180. Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and Black Tea 49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 : A Comparative in vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136138. Chemical Book. Akses online via http://www.chemicalbook.com/ (Diakses pada tanggal 26 Januari 2014) Defnoun, Sabria;Maurice Ambrosio; Jean-Louis Garcia; Alfred Traore; Marc Labat. 2003. Degradation of Cinnamate via -Oxidation to Benzoate by a Defined, Syntrophic Consortium of Anaerobic Bacteria. Current Microbiology Vol. 46. Pp 47-52. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Dhandapani, Abirami; Shobana Kumar; Murugan Kadarkarai. 2011. Larvicidal, Pupicidal And Smoke Toxicity Effect Of Kaempferia Galanga To The Malarial Vector, Anopheles Stephensi. The BioScan Journal 6(2) : 329-333. Ekowati, Juni; Bimo A. Tejo; Shigeru Sasaki; Kimio Highasiyama; Sukardiman; Siswandono; Tutuk Budiati. Structure Modification of Ethyl p- Methoxycinnamate and Their Bioassay as Chemopreventive Agent Against Mice’s Fibrosarcoma. Indonesian Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 4. Suppl 3. Farmakologi dan Terapi UI. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram Yadav. 2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry, 9, 124-139. Hidayati, Nur; SM Widyastuti; Subagus Wahyuono. 2012. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Antifungal Akar Acacia Mangium Dan Aktivitasnya Terhadap Ganoderma Lucidum. Sekolah Pasca Sarjana : Universitas Gadjah Mada. IQWiG (Institute for Quality and Efficiency in Health Care). 2010. Pubmed Health via http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0009852/ Diakses pada tanggal 9 Februari 2014. Kalgutkar, Amit S.; Brenda C.; Scott W. R.; Alan B. M.; Kevin R. K.; Rory P. R.; Lawrence J. M.. 1999. Biochemically based design of cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitors: Facile conversion of nonsteroidal antiinflammatory UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 drugs to potent and highly selective COX-2 inhibitors. J. Med . Chem. 2000, 43 , 2860-2870. Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Degradasi sinamat Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah. Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of America. Mohan, Chandra. 2003. Calbiochem ; Buffer. CALBIOCHEM® and Oncogene Research Products. Nugroho, Ignatius Adi.. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi Suumber daya Genetik Hutan di Tingkat nasional. APFORGEN (Asia Pasific forest genetic Resorces Programme) newsletter Edisi 2. Nurhalimah, Neneng. 2013. Modifikasi Struktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Nurhayati, Umi. 2010. Modifikasi Struktur Etilp-Metoksisinamat Hasil Isolasi Dari Rimpang Kencur (Kaempferia Gatanga Linn) Menggunakan Pereaksi Pemecah Eter. Universitas Negeri Yogyakarta. Olah, George A.; Subhash C. Narang; Judith A.Olah; Koop Lammertsma. 1982. Recent aspects of nitration : New Preparative Methods and Mechanism studies (A Review). Proc. Natl. Acad. Sci. USA Vol. 79 4487-4494. Oyedapo, O.O.; B.A Akinpeu; K.F. Akinwunmi; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extracts of Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant Phsyiology and BioChemistry Vol. 2(4) 46-51. Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA. Promega. 2012. Buffers for Biochemical Reactions-Protocols and Application Guide online via www.promega.com (diakses tanggal 28 Januari 2014). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Purnawan. 2010. Oprimasi Proses Degradasi sinamat pada Pembuatan Nitro Selulosa dari Serat Limbah Industri Sagu. Jurnal Rekayasa Proses Vol.4 No.2. Qandil, Amjad M. 2012. Prodrugs of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), More Than Meets the Eye : A Critical Review. International Journal of Molecular Sciences 17244-17274. Roemantyo, G; Somaatmadja. 1996. Analisis Terhadap Keanekaragaman Dan Konservasi Kencur Di Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol.3 No.2. Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Liberty. Yogyakarta. Schuchardta, Ulf; Ricardo Serchelia; Rogério Matheus Vargas. 1998. Transesterification of Vegetable Oils: a Review. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 9, No. 1, 199-210. Silverstein, Robert M. Dan Francis X. Webster. 1996. Spectrometric Identification of Organic Compounds. State University of New York. Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sulaiman, M.R.; Z.A. Zakaria; I.A.Daud; F.N.Ng ; Y.C.Ng; M.T. Hidayat. 2008. Antinociceptive and Anti-inflammatory activities of The Aqueous extract of Kaempferia galanga leaves in animal models. J.Nat Med 62:221-227. Surbakti, Darwis. Isolasi dan Transformasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia Galanga, Linn. Tesis ITB via Perpustakaan Digital ITB ( http://digilib.itb.ac.id/ diakses pada 5 Oktober 2013) Suzana; Nunuk Irawati; Tutuk Budiati. 2011. Synthesis Octyl p- Methoxycinnamate as Sunblock by Transesterification Reaction with the Starting Material Ethyl p-methoxycinnamate. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention 2(2):216-220. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Takeuchi, Koji; Hideki Ukawa; Akira Konaka; Motohiro Kitamura; Yasunari Sugawa. 1998. Effect of Nitric Oxide-Releasing Aspirin Derivative on Gastric Functional and Ulcerogenic Responses in Rats: Comparison With Plain Aspirin. Journal Pharmacology and Experimental Theraupetics Vol. 286 No.1 115-121 Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity Of Alkoholic Extract of Kaempferia Galanga in Wistar Rats. Indian J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390. Tatti, Ningappa Praveen; S. Anitha; S. Shashidara; M. Deepak; Sanjeevkumar Bidari. 2012. International Journal of Pharmaceutical Science Vol.3 Issue 4. Suppl.1. Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik. Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol Vol. 27 (Suppl. 2) : Thai Herbs. Thun, Michael J.; S. Jane Henley; Carlo Patrono. 2002. Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs as Anticancer Agents: Mechanistic, Pharmacologic, and Clinical Issues. Journal of the National Cancer Institute, Vol. 94, No. 4. Umapathy, E.; E. J. Ndebia; A. Meeme; B. Adam; P. Menziwa; B. N. NkehChungag; J. E. Iputo. 2010. An experimental evaluation of Albuca setosa aqueous extract on membrane stabilization, protein denaturation and white blood cell migration during acute inflammation. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(9), pp. 789-795. Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resource Conservation Service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses pada tanggal 26 Januari 2014) Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy; Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic activities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian J.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24. Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California. Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Antidenaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327. Windono, Tri; Jany; Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil pmetoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Volume 3 No.4. Yoeswono1; Triyono; Iqmal Tahir. 2008. Kinetics Of Palm Oil Transesterification In Methanol With Potassium Hydroxide As A Catalyst. Indo. J. Chem., 8 (2), 219 – 225. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 Lampiran 1. Kerangka Penelitian Isolasi Etil p-metoksisinamat dari kencur (Kaempferia galanga L.) Senyawa Etil p-metoksisinamat ELUSIDASI Modifikasi Hidrolisis Senyawa A Transesterifikasi Degradasi sinamat Senyawa C Senyawa B Karakterisasi Identifikasi Struktur Senyawa Uji Aktivitas Antiinflamasi Analisa Hubungan Struktur dan Aktivitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 Lampiran 2. Isolasi Etil p-metoksisinamat Rimpang Dibersihkan dari tanah yang Dirajang dan kencur menempel dan dicabut akar-akar dikeringkan dengan segar 10 yang menempel dengan dicuci diangin-anginkan di kg menggunakan air. udara terbuka. Dihaluskan dengan blender Sortasi kering Simplisia kencur Maserasi dengan n-heksana Filtrasi Ampas Filtrat Dipekatkan dengan vacum rotary evaporator Filtrat pekat diendapkanpada suhu kamar. Kristal yang terbentuk disaring Rekristalisasi dengan n-heksan dan metanol Kristal Etil p-metoksisinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 Lampiran 3. Determinasi Tanaman Kencur UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 Lampiran 4. Sertifikat Analisis Natrium Diklofenak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 5. Hasil Analisa DSC Etil p-Metoksisinamat 60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 6. Spektrum IR Senyawa Etil p-Metoksisinamat 61 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 7. Spektrum GCMS Senyawa Etil p-Metoksisinamat 7.1 Spektrum GCMS Senyawa Etil p-metoksisinamat (Umar et al, 2012) 62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7.2 Spektrum GCMS Senyawa Etil p-metoksisinamat 63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 8. Spektrum H-NMR Senyawa Etil p-metoksisinamat 65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 9. Hasil Analisa DSC Senyawa A 67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 10. Spektrum IR Senyawa A 68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 11. Spektrum GCMS Senyawa A 69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 12. Spektrum H-NMR Senyawa A 71 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 13. Hasil Analisa DSC Senyawa B 74 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 14. Spektrum IR Senyawa B 75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 15. Spektrum GCMS Senyawa B 76 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 77 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 16. Spektrum IR Senyawa C 78 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 17. Spektrum GCMS Senyawa C 79 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 80 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 18.Spektrum H-NMR Senyawa C 81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan) 82 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 83 Lampiran 19. Perhitungan Reaksi a. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Hidrolisis 1) Etil p-metoksisinamat Terpakai = 5,00 g , BM = 206,24 g/mol Mol = = = 0,024 mol 2) NaoH BM = 40 g/mol Mol = 1,5 x 0,024 = 0,036 mol Massa (g) = mol x BM = 0,036 x 40 = 1,44 g ≈ terpakai 1, 5 gram b. Perhitungan Bahan 1) Etil p-metoksisinamat Terpakai = 2,50 g , BM = 206,24 g/mol Mol = = = 0,012 mol 2) Metanol p.a BM = 32,04 g/mol ρ = 0,7907 kg/L Mol = 6 x 0,012 = 0,072 mol Massa (g) = mol x BM = 0,072 x 32,04 = 2,30688 g Volume (mL) = UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 84 = = 3 mL ≈ terpakai 30 mL 3) NaOH 0,5 % b/b dari berat senyawa (Yoeswono, 2008) = 0,5 % x 2,5 gram = 0,0125 gram ≈ terpakai 0,1 gram c. Perhitungan Bahan 1) Etil p-metoksisinamat Terpakai = 2,50 g , BM = 206,24 g/mol Mol = = = 0,012 mol 2) Asam nitrat BM = 63,01 g/mol ρ = 1,40 g/mL Mol = 10 x 0,012 = 0,12 mol Massa (g) = mol x BM = 0,12 x 63,01 = 7,5612 g Volume (mL) = = = 5,4 mL ≈ 6 mL UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 85 Lampiran 20. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi No. Sampel Konsentrasi Absorbansi 2,5 ppm 5 ppm 10 ppm 20 ppm 40 ppm 1,526 0,889 0,759 0,554 0,326 2 2,5 ppm 5 ppm Etil p10 ppm metoksisinamat 20 ppm 40 ppm 0,499 0,447 0,443 0,324 0,264 3 Senyawa A 2,5 ppm 5 ppm 10 ppm 20 ppm 40 ppm 0,468 0,506 0,583 0,766 1,234 Senyawa C 2,5 ppm 5 ppm 10 ppm 20 ppm 40 ppm 1,065 1,224 1,403 1,525 1,712 Senyawa B 2,5 ppm 5 ppm 10 ppm 20 ppm 40 ppm 1,071 1,055 1,048 1,033 1,067 1 4 5 Natrium Diklofenak Absorbansi Kontrol % Inhibisi 1,598 8,81% 29,51% 55,04% 64,32% 84,32% 0,554 9,90% 19,17% 19,99% 41,39% 52,31% 0,348 -34,59% -45,32% -67,49% -120,06% -254,84% 1,055 -1,00% -16,05% -33,05% -44,64% -62,37% 1,093 2,02% 3,45% 4,08% 5,44% 2,34% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 86 Lampiran 21. Kurva Uji Antiinflamasi Kurva Uji Antiinflamasi Natrium Diklofenak 100 y = 1,7507x + 21,264 R² = 0,8116 % Inhibisi 80 60 Kurva 40 Linear (Kurva) 20 0 0 10 20 30 40 50 Konsentrasi (ppm) Kurva Uji Antiinflamasi Etil p-Metoksisinamat 60 y = 1,1053x + 11,42 R² = 0,9174 % Inhibisi 50 40 30 Kurva 20 Linear (Kurva) 10 0 0 10 20 30 40 50 Konsentrasi (ppm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 87 (Lanjutan) Kurva Uji Antiinflamasi Senyawa A 0 % Inhibisi -50 0 10 20 30 40 50 y = -5,9001x - 13,008 R² = 0,993 -100 Kurva -150 Linear (Kurva) -200 -250 -300 Konsentrasi (ppm) Kurva Uji Antiinflamasi Senyawa B 6 % Inhibisi 5 y = -0,0033x + 3,5179 R² = 0,0014 4 3 Kurva 2 Linear (Kurva) 1 0 0 10 20 30 40 50 KOnsentrasi (ppm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 88 (Lanjutan) Kurva Uji Antiinflamasi Senyawa C 0 -10 0 10 20 30 50 y = -1,4684x - 8,6613 R² = 0,8731 -20 % Inhibisi 40 -30 -40 Kurva -50 Linear (Kurva) -60 -70 -80 Konsetrasi (ppm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 89 Lampiran 22. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi Triplo Senyawa Sampel Kontrol Negatif Natrium Diklofenak 2.5 ppm Natrium Diklofenak 5 ppm Natrium Diklofenak 10 ppm Natrium Diklofenak 20 ppm Natrium Diklofenak 40 ppm Sampel Kontrol Negatif Etil pmetoksisinamat 2.5 ppm Etil pmetoksisinamat 5 ppm Etil pmetoksisinamat 10 ppm Etil pmetoksisinamat 20 ppm Etil pmetoksisinamat 40 ppm Uji 1 1,579 1,579 1,580 Uji 2 1,655 1,651 1,663 Uji 3 1,642 1,642 1,641 1,388 1,390 1,390 1,170 1,169 1,172 0,758 0,757 0,758 0,542 0,542 0,542 0,221 0,220 0,220 1,583 1,580 1,579 1,226 1,225 1,226 0,671 0,674 0,675 0,638 0,639 0,639 0,242 0,242 0,242 1,477 1,477 1,479 1,043 1,041 1,042 0,757 0,756 0,772 0,560 0,559 0,559 0,303 0,303 0,302 Uji 1 Uji 2 Uji 3 0,564 0,565 0,565 0,524 0,525 0,526 0,473 0,474 0,474 0,466 0,465 0,464 0,314 0,314 0,315 0,255 0,255 0,255 0,548 0,545 0,544 0,513 0,512 0,511 0,455 0,456 0,456 0,429 0,428 0,429 0,350 0,347 0,347 0,270 0,270 0,270 0,551 0,550 0,550 0,459 0,459 0,460 0,413 0,412 0,414 0,435 0,435 0,435 0,311 0,311 0,311 0,267 0,267 0,267 Rata-Rata 1,626 1,483 1,146 0,731 0,580 0,255 Rata-Rata 0,554 0,499 0,447 0,443 0,324 0,264 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 90 Sampel Kontrol Negatif Senyawa A 2.5 ppm Senyawa A 5 ppm Senyawa A 10 ppm Senyawa A 20 ppm Senyawa A 40 ppm Sampel Kontrol Negatif Senyawa B 2.5 ppm Senyawa B 5 ppm Senyawa B 10 ppm Senyawa B 20 ppm Senyawa B 40 ppm Uji 1 0,356 0,357 0,357 0,488 0,487 0,483 0,561 0,562 0,561 0,595 0,599 0,598 0,777 0,779 0,782 1,261 1,259 1,259 Uji 1 1,012 1,014 1,015 1,024 1,025 1,025 1,041 1,041 1,041 1,055 1,052 1,052 1,017 1,017 1,020 1,014 1,021 1,017 Uji 2 0,327 0,327 0,328 0,407 0,407 0,410 0,463 0,464 0,465 0,561 0,560 0,561 0,804 0,807 0,809 1,294 1,297 1,294 Uji 2 1,077 1,079 1,080 1,068 1,066 1,065 1,020 1,021 1,021 1,046 1,048 1,048 1,043 1,041 1,041 1,102 1,108 1,102 Uji 3 0,358 0,362 0,359 0,510 0,510 0,512 0,486 0,493 0,495 0,590 0,589 0,591 0,708 0,710 0,714 1,149 1,147 1,150 Uji 3 1,184 1,185 1,188 1,122 1,119 1,121 1,102 1,103 1,105 1,044 1,044 1,044 1,038 1,040 1,042 1,079 1,079 1,082 Rata-Rata 0,348 0,468 0,506 0,583 0,766 1,234 Rata-Rata 1,093 1,071 1,055 1,048 1,033 1,067 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 91 Sampel Kontrol Negatif Senyawa C 2.5 ppm Senyawa C 5 ppm Senyawa C 10 ppm Senyawa C 20 ppm Senyawa C 40 ppm Uji 1 1,073 1,073 1,074 1,084 1,082 1,082 1,172 1,176 1,176 1,365 1,366 1,368 1,519 1,518 1,515 1,649 1,651 1,650 Uji 2 1,078 1,078 1,078 1,049 1,052 1,056 1,218 1,219 1,220 1,476 1,479 1,481 1,480 1,480 1,476 1,729 1,728 1,726 Uji 3 1,012 1,012 1,013 1,058 1,060 1,063 1,277 1,278 1,278 1,363 1,364 1,366 1,580 1,580 1,580 1,758 1,761 1,759 Rata-Rata 1,055 1,065 1,224 1,403 1,525 1,712 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 92 Lampiran 23. Gambar Isolasi Etil p-metoksisinamat Gambar 1. Sortasi Kencur Gambar 2. Rajangan Kencur Gambar 3. Pengeringan Kencur Gambar 4. Penghalusan Kencur Gambar 5. Penimbangan Simplisia Gambar 7. Penyaringan Maserat Gambar 8. Evaporasi Ekstrak Gambar 9. Ekstrak Kental Gambar 10. Isolat Kencur UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 24. Gambar Senyawa Keterangan : X = Etil p-metoksisinamat; A = Asam p-metoksisinamat; B = Metil p-metoksisinamat; C = 4-Metoksibenzoat 93 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 25. Gambar Identifikasi Senyawa Gambar 1. Analisa dengan DSC Gambar 2. Analisa dengan GCMS Gambar 3. Analisa dengan 1H NMR Gambar 4. Analisa dengan IR 94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta