pengaruh penambahan dl-metionin terhadap nilai energi

advertisement
PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER
STARTER BERBASIS JAGUNG DAN
BUNGKIL KEDELAI
SKRIPSI
ZINURIA WAFA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ZINURIA WAFA. D24104037. 2008. Pengaruh Penambahan DL-Metionin
terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Starter Berbasis
Jagung dan Bungkil Kedelai. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Departemen Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. M. Ridla, M.Sc.
: Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.
Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang dapat memenuhi
kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dalam jumlah banyak dan
berkualitas baik. Ransum unggas sebagian besar berasal dari biji-bijian, misalnya
jagung dan bungkil kedelai. Biji-bijian tersebut pada umumnya defisien asam amino
metionin, sehingga perlu ditambahkan asam amino metionin sintetis agar kualitas
dan komposisi zat makanan dalam ransum selalu seimbang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh penambahan DL-Metionin produksi Sumitomo
Chemical Co., Ltd. terhadap nilai energi metabolis ransum ayam broiler starter
berbasis jagung dan bungkil kedelai dengan menggunakan metode Farrel (1978).
Penelitian ini menggunakan 25 ayam broiler strain Ross berumur 21 hari, dengan
bobot badan rata-rata sebesar 615,2±22,97 g/ekor. Ransum perlakuan terdiri dari S0
(ransum basal), S1 (S0+0,20% DL-Metionin), S2 (S0+0,25% DL-Metionin), S3
(S0+0,30% DL-Metionin), dan S4 (S0+0,35% DL-Metionin). Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (setiap ulangan terdiri atas satu
ekor ayam) digunakan dalam penelitian ini. Data hasil penelitian dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA) berdasarkan Steel dan
Torrie (1993). Selanjutnya, jika berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan dan uji
polynomial ortogonal. Peubah dalam penelitian ini adalah retensi nitrogen, konsumsi
dan ekskresi energi, Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni
(EMM), Energi Metabolis Semu terkoreksi Nitrogen (EMSn), Energi Metabolis
Murni terkoreksi Nitrogen (EMMn) dan konversi EMSn terhadap energi bruto.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin tidak berpengaruh
nyata terhadap konsumsi energi, namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap retensi
nitrogen ransum. Penambahan DL-Metionin sebanyak 0,2 ; 0,25 ; 0,3 ; dan 0,35%
sangat nyata (P<0,01) meningkatkan nilai ekskresi energi, energi metabolis (EMS,
EMM, EMSn dan EMMn) dan konversi EMSn terhadap energi bruto, dibandingkan
dengan kontrol. Hasil uji jarak Duncan dan polynomial ortogonal menunjukkan
bahwa level terbaik penambahan DL-Metionin adalah sebanyak 0,25% dengan
kandungan metionin dalam ransum sebanyak 0,49%, hampir setara dengan
kebutuhan metionin berdasarkan Leeson dan Summers (2005) dan NRC (1994) yaitu
0,5%. Dapat disimpulkan, DL-Metionin perlu ditambahkan ke dalam ransum broiler
starter berbasis jagung dan bungkil kedelai defisien metionin untuk memenuhi
kebutuhan metionin dalam tubuh ayam sehingga akan menghasilkan nilai energi
metabolis (EMS, EMM, EMSn dan EMMn) yang optimal.
Kata-kata kunci : DL-Metionin, energi metabolis
ABSTRACT
The Effect of DL-Methionine Supplementation on Metabolizable Energy Value
of Broiler Starter Corn-Soy Based Diet
Z. Wafa., M. Ridla, Sumiati
Broiler starter diet are usually consist of grains which have lack of
methionine amino acid, therefore it needs amino acid supplementation. Methionine
supplementation are usually given on synthetic form. That is DL-Methionine. The
present study examined the effect of DL-Methionine supplementation in broiler
starter corn-soy based diet on metabolizable energy value. DL-Methionine producted
by Sumitomo Chemical Co., Ltd.. Twenty five broilers strain Ross of 21 days old
were used in this experiment. Twenty broilers were fed the treatment diets and the
other five broilers were unfed to measure endogenous energy. The experiment used
Farrel method (1978). The treatment diets were: S0 (basal diet), S1 (S0+0.2% DLMethionine), S2 (S0+0.25% DL-Methionine), S3 (S0+0.3% DL-Methionine) and S4
(S0+0.35% DL-Methionine). A Completely Randomized Design was used, with five
treatments and four replications. The data were analyzed using analysis of
variance/ANOVA, and differences among treatments were examined using Duncan’s
multiple range test and polynomial orthogonal test. The treatment did not influence
the energy intake, but significantly effects (P<0.05) on nitrogen retention. There
were highly significantly effects (P<0.01) of dietary treatments on energy excretion,
Apparent Metabolizable Energy (AME), True Metabolizable Energy (TME),
Nitrogen Corrected Apparent Metabolizable Energy (AMEn), Nitrogen Corrected
True Metabolizable Energy (TMEn) and convertion AMEn on energy bruto. DLMethionine need to supplemented in broiler starter corn-soy based diet which have
lack of methionine amino acid so the requirement of methionine can fulfilled and
gave the highest values of AME, TME, AMEn, as well as TMEn.
Key words : DL-Methionine, metabolizable energy
PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER
STARTER BERBASIS JAGUNG DAN
BUNGKIL KEDELAI
ZINURIA WAFA
D24104037
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER
STARTER BERBASIS JAGUNG DAN
BUNGKIL KEDELAI
Oleh
ZINURIA WAFA
D24104037
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. M. Ridla, M.Sc.
NIP. 131 849 384
Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.
NIP. 131 624 182
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr.
NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 24 Oktober 1986 dari
pasangan bapak H. Abdul Wachid AR, BSc. dan ibu Hj. Durori Zuhrufa. Penulis
merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara.
Pendidikan dasar dimulai dari Taman Kanak-Kanak Ma’had Islam
Pekalongan yang diselesaikan pada tahun 1992, kemudian dilanjutkan di Sekolah
Dasar Ma’had Islam I Pekalongan yang diselesaikan pada tahun 1998 dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Ma’had Islam Pekalongan yang diselesaikan pada
tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri
1 Pekalongan.
Pada tahun 2004, diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) dan terdaftar pada program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, Penulis aktif di Himpunan Profesi
Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak periode 2004-5 dan periode 2005-6
sebagai staf Biro Informasi dan Teknologi, serta periode 2006-7 sebagai staf
Departemen Optimalisasi Internal dan Eksternal. Penulis juga aktif di Omda Ikatan
Mahasiswa Pekalongan. Penulis juga mengikuti kepanitiaan kegiatan luar kampus
seperti Weekend Seminar dan SLF Lion Network Indonesia tahun 2007 dan 2008.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillahirabbil’aalamin.
Puji
syukur
Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan barokah-Nya sehingga
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penambahan DL-Metionin
terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Starter Berbasis Jagung dan
Bungkil Kedelai”, dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada Rosullullah Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya
serta orang-orang yang senantiasa istiqomah berjuang di jalan-Nya. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai Mei 2007
bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Teknologi dan Industri
Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Persiapan dimulai dari penulisan proposal, pembuatan ransum,
perkandangan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan DLMetionin produksi Sumitomo Chemical Co., Ltd. terhadap nilai energi metabolis
ransum ayam broiler starter berbasis jagung dan bungkil kedelai.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan hasil banyak terdapat kekurangan.
Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut
berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Bogor, 5 Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................
ii
ABSTRACT ................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan .................................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler ...................................................................................
Asam Amino Metionin ......................................................................
Retensi Nitrogen ..............................................................................
Energi Metabolis ..............................................................................
3
3
7
8
METODE
Lokasi dan Waktu ............................................................................
Materi ..............................................................................................
Rancangan Percobaan ......................................................................
Metode .............................................................................................
Tahapan Persiapan Kandang Metabolis ...................................
Tahapan Pelaksanaan Percobaan .............................................
Tahapan Analisis Bahan Kering, Kandungan Nitrogen dan
Energi Bruto ............................................................................
11
11
13
15
15
16
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Protein Kasar dan Metionin Ransum Perlakuan ................................
Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi ..............................................
Retensi Nitrogen ...............................................................................
Energi Metabolis ..............................................................................
Perbedaan Nilai EMSn Hasil Penelitian dengan Hasil
Perhitungan berdasarkan NRC (1994) .....................................
Konversi EMSn terhadap Energi Bruto ....................................
18
19
20
22
26
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ...............................................................................................
29
29
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
31
LAMPIRAN ................................................................................................
34
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter ........................................
4
2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Basal Penelitian ...........
12
3. Jumlah Penambahan DL-Metionin dan Kandungan Metionin
Ransum Perlakuan ...........................................................................
13
4. Kebutuhan Protein Kasar dan Metionin Ayam Broiler ......................
18
5. Kandungan Protein Kasar dan Metionin Ransum Perlakuan .............
18
6. Rataan Nilai Konsumsi Ransum, Konsumsi Energi, Berat Ekskreta,
dan Ekskresi Energi dari Ransum Perlakuan ....................................
19
7. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen
Ransum Perlakuan ...........................................................................
21
8. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan ...........................
24
9. Nilai EMSn Hasil Penelitian dalam 100% Bahan Kering dan
dalam 90% Bahan Kering .................................................................
26
10. Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Metabolis
Ransum Perlakuan ...........................................................................
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Alur Metabolisme Metionin (Sofie, 2007) ........................................
5
2. Rumus Struktur Asam Amino Metionin (Pesti et al., 2005) ..............
6
3. Definisi dan Hubungan Timbal Balik Sistem Pengukuran Energi
(Leeson dan Summers, 2001) ............................................................
10
4. Kandang Metabolis dan Peralatan Penelitian .....................................
11
5. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis ..................................
17
6. Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan .............................
21
7. Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001) .....................
23
8. Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen
Ransum Perlakuan ...........................................................................
25
9. Grafik Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto
Ransum Perlakuan ...........................................................................
28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Konsumsi Energi ....................................................
35
2. Analisis Ragam Ekskresi Energi ......................................................
35
3. Uji Jarak Duncan Energi Ekskresi Energi .........................................
35
4. Analisis Ragam Retensi Nitrogen .....................................................
35
5. Uji Jarak Duncan Retensi Nitrogen ...................................................
36
6. Uji Polynomial Ortogonal Retensi Nitrogen .....................................
36
7. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS) ................................
36
8. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Semu (EMS) .............................
37
9. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM) ..............................
37
10. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Murni (EMM) ...........................
37
11. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen
(EMSn) ............................................................................................
38
12. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen
(EMSn) ............................................................................................
38
13. Uji Polynomial Ortogonal Energi Metabolis Semu Terkoreksi
Nitrogen (EMSn) .............................................................................
38
14. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen
(EMMn) ............................................................................................
39
15. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen
(EMSn) ............................................................................................
39
16. Analisis Ragam Konversi EMSn terhadap Energi Metabolis ............
39
17. Uji Jarak Duncan Konversi EMSn terhadap Energi Metabolis ...........
39
18. Uji Polynomial Ortogonal Konversi EMSn terhadap Energi
Metabolis .........................................................................................
40
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya peningkatan populasi penduduk,
sehingga perlu adanya penyediaan sumber protein hewani yang berkualitas baik,
dalam jumlah banyak dan cepat. Menurut Recommanded Dietary Allowance (2000)
dalam Piliang dan Djojosoebagio (2006), kebutuhan protein hewani manusia adalah
0,8 g/kg bobot badan/hari.
Penyediaan protein hewani ini akan mempengaruhi
kebutuhan bahan pakan untuk pemenuhan kebutuhan ransum berkualitas karena 70%
dari kebutuhan produksi sumber protein hewani (daging) adalah ransum atau pakan.
Unggas merupakan salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan protein
hewani tersebut dengan cepat. Ransum unggas sebagian besar berasal dari bijibijian, misalnya jagung, bungkil kedelai, dan lain-lain. Biji-bijian tersebut pada
umumnya defisien akan beberapa asam amino penting yaitu lisin, metionin, arginin,
triptophan dan treonin (Jachja et al., 2007). Mukhtar et al. (2007) menyatakan bahwa
dengan melengkapi asam amino esensial ke dalam ransum rendah kandungan protein
akan menunjang optimalisasi produksi ayam, selain itu penambahan metionin pada
ransum secara ekonomis efisien untuk produksi ayam broiler.
Metionin merupakan asam amino esensial kritis mengandung sulfur.
Metionin dibutuhkan oleh sistem metabolisme guna memperoleh zat sulfurnya.
Metionin mempunyai beberapa peranan sangat penting bagi unggas (ayam) antara
lain (1) sebagai donor gugusan metil dalam pembentukan kholin, (2) sebagai bahan
pembentuk bulu, (3) sebagai penetral racun tubuh dan (4) sebagai pembentuk taurin.
Taurin diperlukan untuk penyusunan garam empedu (Anggorodi, 1995).
Penambahan metionin ke dalam ransum unggas cukup penting artinya bagi
keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang baik,
khususnya bila bahan pakan ternak sebagian besar tersusun dari bahan nabati
(Sutardi, 1980).
Penambahan metionin pada umumnya dilakukan dalam bentuk
sintetis, salah satunya adalah DL-Metionin. Penambahan DL-Metionin diharapkan
dapat meningkatkan energi metabolis. Hal ini dikarenakan metionin adalah asam
amino bersifat glukogenik yang dapat meningkatkan pembentukan glukosa dan
glikogen melalui proses glukoneogenesis (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Bila
metionin dalam ransum berlebih, maka akan bersifat racun bagi tubuh ayam. Oleh
karena itu, perlu penelitian mengenai ketepatan penambahan DL-metionin ke dalam
ransum ayam pedaging (broiler) untuk mengurangi dampak buruknya.
Perumusan Masalah
Umumnya, 80-90% bahan pakan ayam broiler starter tersusun dari bahan
nabati yang biasanya defisien asam amino metionin. Metionin merupakan asam
amino esensial dalam ayam broiler starter untuk pertumbuhan bulu dan jaringan
ototnya.
Penambahan metionin ke dalam ransum unggas penting artinya bagi
keseimbangan asam amino untuk mencapai pertumbuhan dan produksi optimum.
Metionin biasanya ditambahkan dalam ransum unggas dalam bentuk sintetik yaitu
berupa DL-Metionin. Bila metionin dalam ransum berlebih, maka akan bersifat
racun bagi tubuh ayam. Perlu adanya penelitian mengenai level penambahan DLMetionin yang optimum pada ransum ayam broiler starter berbasis jagung dan
bungkil kedelai.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan DLMetionin produksi Sumitomo Chemical Co., Ltd. terhadap nilai energi metabolis
ransum ayam broiler starter berbasis jagung dan bungkil kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina, umumnya
dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor,
bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Ensminger (1992)
menyatakan bahwa ayam broiler merupakan ayam yang telah mengalami seleksi
genetik (breeding) sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan cepat sehingga
waktu pemeliharaannya lebih singkat, pakan lebih efisien dan produksi daging tinggi.
Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus
Gallus, dan spesies Gallus domesticus. Ayam broiler dihasilkan dari bangsa ayam
tipe berat Cornish. Bangsa ayam ini berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga
dihasilkan ayam broiler seperti sekarang ini (Amrullah, 2004).
Strain Ross
merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen. Konsumen
pada umumnya menginginkan performa konsisten dan produk daging beraneka
ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu lama dengan
menggunakan teknologi modern. Keunggulan strain Ross adalah sehat dan kuat,
tingkat pertumbuhan cukup tinggi, kualitas daging baik, efisiensi pakan tinggi, dan
dapat meminimalkan biaya produksi. Keunggulan ini tidak hanya berlaku di wilayah
temperate tetapi juga di wilayah tropis (Aviagen, 2007).
Pada saat ini, rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan
menejemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler lebih peka terhadap
formula pakannya (Unandar, 2001).
Menurut Wahju (2004), kecukupan energi
dalam pakan ayam broiler penting karena energi diperlukan untuk membantu reaksireaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain
itu, ayam membutuhkan keseimbangan protein, fosfor, kalsium dan mineral serta
vitamin.
Zat-zat makanan tersebut sangat memiliki peran penting selama tahap
permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrisi broiler periode starter dapat dilihat pada
Tabel 1.
Asam Amino Metionin
Protein dari hewan umumnya berkualitas tinggi, sedangkan protein dari
tumbuh-tumbuhan umumnya berkualitas rendah.
Kualitas protein dalam bahan
pakan dinyatakan tinggi atau rendah tergantung dari kandungan asam amino esensial
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter
Zat pakan
NRC (1994)
Leeson dan Summers (2005)
Protein Kasar (%)
23,00
22,00
Energi Metabolis (kkal/kg)
3.200
3.050
Ca (%)
1,00
0,95
P (%)
0,45
0,45
Histidin (%)
0,35
0,40
Threonin (%)
0,80
0,72
Arginin (%)
1,25
1,40
Metionin (%)
0,50
0,50
Metionin+sistin (%)
0,90
0,95
Valin (%)
0,90
0,85
Phenilalanin (%)
0,72
0,75
Isoleusin (%)
0,80
0,75
Leusin (%)
1,20
1,40
Lysin (%)
1,10
1,30
dalam bahan pakan tersebut dengan keseimbangan yang baik. Menurut Cheeke
(2005) asam amino dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam amino esensial dan
asam amino non esensial. Asam amino esensial harus ada di dalam bahan pakan,
karena tidak dapat disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial
dapat disintesis guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal.
Metionin
adalah
asam
amino
mengandung
sulfur
dan
essensial
(undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik sehingga metionin harus
tersedia di dalam ransum ternak. Schutte et al. (1997) menyatakan bahwa metionin
adalah suatu zat esensial untuk unggas.
Menurut Huygherbaert et al. (1994),
pembentukan daging bagian dada broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin di
dalam ransum.
Sigit (1995) menyatakan bahwa asam amino metionin juga
merupakan salah satu kerangka pembentuk protein tubuh, sedangkan protein pada
tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino
menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Asam amino metionin sangat
diperlukan untuk kecepatan pertumbuhan dan hidup pokok semua hewan. Salah satu
akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju
pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987).
Metionin merupakan donor sulfur bagi sistein dan sistin. Sistein (asam amino
non essensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin.
Apabila sistein dan sistin kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui
proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al.,
1984).
Metionin juga menjadi donor metil untuk pembentukan kholin melalui
transmetilasi. Sebaliknya, kholin dapat mendonorkan metilnya pada homosistein,
sehingga kekurangan kholin juga dapat memperbesar kebutuhan metionin (Maynard
et al., 1997). Alur metabolisme metionin disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Metabolime Metionin (Sofie, 2007)
Pesti et al. (2005) menyatakan bahwa metionin sebagai komponen alam
terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan, asam amino-L
(L-AA) mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi
asam keto alfa. Asam keto alfa dapat pula diaminasikan menjadi asam amino dalam
bentuk L-AA atau D-AA. Terdapat dua jenis asam amino metionin sintetis yaitu
dalam bentuk powder (DL-metionin) dan liquid (Methionine Hydroxy Analogue/
MHA) (Vázquez-Añón et al., 2006). Pada umumnya metionin dibuat sintetisnya dan
ditambahkan ke dalam ransum dalam bentuk DL-Metionin.
Hasil beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa D-isomer metionin mempunyai pengaruh biologis
tertinggi yaitu sekitar 10% lebih baik dibandinglan L-metionin. DL-metionin
merupakan penengah antara bentuk D- dan L (Anggorodi, 1995). Rumus struktur
metionin dapat dilihat pada Gambar 2.
NH2
│
CH3 – S – CH2 – C – COOH
│
H
L-Metionin
NH2
│
COOH – C – CH2 – S – CH3
│
H
D-Metionin
Gambar 2. Rumus Struktur Asam Amino Metionin (Pesti et al., 2005)
Pemberian metionin perlu memperhatikan tingkat protein, bentuk fisik dan
palatabilitas bahan pakan. Selain itu, karena metionin diketahui sebagai asam amino
yang bersifat racun bila berlebihan, sehingga pemberiannya harus diperhatikan
dengan baik. Kelebihan pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat
badan. Terjadinya penurunan selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat
disebabkan oleh antagonisme asam-asam amino, walaupun efek buruknya dapat
dikoreksi dengan asam amino pembatas (metionin, lysin dan triptophan) (Pesti et al.,
2005).
Penambahan DL-Metionin dapat menurunkan jumlah energi bruto yang
dibuang melalui ekskreta sehingga energi bruto yang diserap atau dicerna ayam
meningkat. Hal ini dikarenakan metionin adalah asam amino bersifat glikogenik
yang dapat meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen (Piliang dan
Djojosoebagio, 2006). Kandungan metionin sebesar 0,32%, 0,36% dan 0,40% dalam
ransum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot badan akhir dan
komponen karkas (Hafsah, 1999). Wiradisastra (2001) menyatakan bahwa tingkat
metionin 0,392% dan 0,432% dalam ransum sangat nyata menyebabkan efisiensi
penggunaan protein lebih tinggi daripada tingkat metionin 0,312% dan 0,352%
dalam ransum yang kandungan proteinnya 18%. Attia et al. (2005) menyatakan
bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan anak ayam pada perlakuan
penambahan metionin 0,05% dan 0,10% dalam ransum basal yang mengandung
metionin sebesar 0,32%.
Retensi Nitrogen
Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai
ekskresi nitrogen setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous
(Sibbald dan Wolynetz, 1985). Nitrogen endogenous adalah nitrogen dalam ekskreta,
berasal dari selain bahan pakan yaitu peluruhan sel mukosa usus, empedu dan saluran
pencernaan (Sibbald, 1980).
Leeson dan Summers (2001) menyatakan kualitas
protein dapat diukur melalui retensi nitrogen seperti nilai biologis, rasio efisiensi
protein dan neraca nitrogen.
Menurut Wahju (2004) tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi
nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis
ransum tidak selalu diikuti oleh peningkatan retensi nitrogen. Meningkatnya
konsumsi nitrogen diikuti dengan meningkatnya retensi nitrogen tetapi tidak selalu
disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah.
Menurut McDonald et al. (2002), dalam penentuan energi metabolis perlu
dikoreksi terhadap jumlah retensi nitrogen karena kemampuan ternak dalam
memanfaatkan energi bruto dari protein kasar sangat bervariasi. Pengukuran retensi
nitrogen dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan
metode koleksi total ekskreta dan pemberian pakannya dengan cara tanpa
paksa/tanpa pencekokan sesuai dengan metode Farrell (Farrell, 1978).
Energi Metabolis
Energi berasal dari dua kata yunani yaitu en yang berarti dalam dan ergon
berarti kerja. Energi dalam bahan pakan tidak seluruhnya digunakan oleh tubuh.
Untuk setiap bahan pakan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy
atau combustible energy), energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi neto
(Wahju, 2004). Energi dibutuhkan oleh ayam untuk pertumbuhan jaringan tubuh,
menyelenggarakan keaktifan fisik dan mempertahankan temperatur normal. Energi
tersebut berasal dari karbohidrat, lemak dan protein dalam bahan pakan (Anggorodi,
1995). Kebutuhan energi dijadikan standar dalam penyusunan ransum, sehingga
pengetahuan kandungan energi bahan baku secara kuantitatif sangatlah penting
(McDonald et al., 2002).
Nilai energi metabolis dari bahan-bahan pakan paling banyak dan praktis
digunakan dalam aplikasi ilmu nutrisi ternak unggas, karena penggunaan energi ini
tersedia untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan, penggemukan dan
produksi telur. Kelebihan energi metabolis tidak dikeluarkan oleh tubuh hewan,
namun akan disimpan sebagai lemak. Oleh karena itu, paling efisien dalam
pemberian pakan pada ayam adalah membuat ransum seimbang antara tingkat energi
dan zat – zat pakan lainnya (Wahju, 2004). Menurut McNab (2000), energi metabolis
dalam pakan sangat penting karena dapat meningkatkan keuntungan dalam
pemeliharaan ternak unggas komersial.
Leeson dan Summers (2001) mendefinisikan bahwa energi metabolis dari
pakan unggas adalah perbedaan antara kandungan energi bruto dari bahan pakan dan
kehilangan melalui ekskreta. Metode yang umum digunakan dalam penentuan energi
metabolis adalah metode Hill et al. (1960), metode Farrell (1978) dan metode
Sibbald (1980).
Penentuan kandungan energi metabolis bahan pakan dengan pengujian secara
biologis pertama sekali dilakukan oleh Hill et al. (1960). Metode Hill pada dasarnya
mengukur konsumsi energi dengan ekskreta. Pada metode ini digunakan Cr2O3
sebagai indikator, sehingga penimbangan dan koleksi total ransum dan ekskreta
dapat dihindarkan.
Metode Farrell (1978) dan metode Sibbald (1980) dikembangkan untuk
memperbaiki metode Hill dalam mengukur energi metabolis. Kedua metode ini
hampir sama yaitu mengkoleksi total ekskreta, hanya berbeda pada cara pemberian
pakannya. Pada metode Farrell (1978), ayam-ayam yang akan digunakan dalam
pengujian dilatih terlebih dahulu untuk menghabiskan bahan pakan berbentuk pellet
sekitar 70-100 gram dalam waktu satu jam. Kemudian, ayam-ayam tersebut diberi
pakan sesuai dengan kebutuhannya tanpa paksa selama 4 hari dan pengkoleksian
ekskreta total dilakukan selama 5 hari. Pada metode Sibbald (1980), pemberian
pakan dilakukan dengan pemaksaan/dicekok sebanyak satu kali dan pengkoleksian
ekskreta total dilakukan selama 24 jam.
Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) energi metabolis dapat dinyatakan
dengan empat perubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni
(EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis
murni terkoreksi nitrogen (EMMn). EMS merupakan perbedaan antara energi pakan
dengan energi feses dan urin, dimana pada unggas feses dan urin bercampur menjadi
satu dan disebut ekskreta. EMSn biasanya paling banyak digunakan untuk
memperkirakan nilai energi metabolis. EMM merupakan EMS yang dikoreksi
dengan energi endogenous. Energi endogenous terdiri dari metabolic faecal dan
endogenous urinary, berasal dari katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup
pokok pada saat dipuasakan dan sebagian lagi berasal dari produk akhir yang
mengandung nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984). EMMn memiliki hubungan
dengan EMM seperti halnya EMSn terhadap EMS. Definisi dan hubungan timbal
balik sistem pengukuran energi disajikan pada Gambar 3.
Energi bruto
Energi dalam feses
Energi dapat dicerna
Energi dalam Urin
Panas dari metabolisme
(heat increament)
Energi metabolis
semu
EMM
Kehilangan energi
Metabolis dan
endogenous
Energi neto (produksi)
Untuk hidup pokok
- Metabolisme basal
- Aktivitas
- Mengatur panas tubuh
Gambar 3.
Untuk produksi
- Telur
- Pertumbuhan
- Bulu
Definisi dan Hubungan Timbal Balik Sistem Pengukuran
Energi (Leeson dan Summers, 2001)
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai Mei 2007
bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas, dan Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 25 ekor ayam broiler strain Ross berumur 21
hari, dengan bobot badan rata-rata sebesar 615,2±22,97 g/ekor.
Ayam tersebut
diambil secara acak dari 1000 ekor ayam yang dipelihara mulai DOC sampai umur
21 hari.
Kandang dan Peralatan
Kandang metabolis berukuran 50 x 30 x 56 cm sebanyak 25 buah dengan
bagian bawah kandang dilengkapi plastik tempat penampungan ekskreta, tempat
pakan, dan tempat air minum, digunakan dalam penelitian ini. Peralatan lainnya
adalah timbangan, freezer, aluminium foil, label, oven dengan suhu 60oC, mortar,
kertas tissue, spidol, sendok, loyang, panci berkapasitas 5 kg, saringan, plastik tahan
panas, kantong plastik, plastik klip, dan rak penyimpanan. Kandang metabolis dan
peralatan penelitian disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kandang Metabolis dan Peralatan Penelitian
Ransum
Ransum basal disusun dengan energi metabolis 3.000 kkal/kg dan kandungan
protein 23%. Ransum tersebut dibuat berbasis jagung dan bungkil kedelai, selain itu
juga digunakan dedak padi, corn gluten meal (CGM), meat bone meal (MBM),
minyak kelapa, dicalcium phosphate (DCP), garam, premix, dan CaCO3. Komposisi
dan kandungan zat makanan ransum basal disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Basal Penelitian
Bahan makanan
Komposisi (%)
Jagung kuning
47,95
Dedak padi
12,01
Corn Gluten Meal (CGM)
6,7
Minyak kelapa
1,59
Bungkil kedelai
25
Meat Bone Meal (MBM)
5
Dicalcium Phosphate (DCP)
1
Garam
0,27
Premix
0,25
CaCO3
0,24
Total
100
Kandungan Nutrisi ransum :
Nutrisi
A
B
Energi bruto (kkal/kg)
4146,31
4134,00
Energi metabolis (kkal/kg)
3015,20 *
2639,47 ***
Protein kasar (%)
23,06
22,24
Serat kasar (%)
5,00
4,34
Ca (%)
1,00
0,93
P (%)
0,56
0,87
Metionin (%) **
0,28
0,29
Lysin (%) **
1,32
1,26
Keterangan : A Hasil perhitungan berdasarkan hasil analisis bahan pakan di Laboratorium Teknologi
dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007
B Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB,
2007
* Hasil perhitungan berdasarkan NRC, 1994 ; ** Hasil analisis Laboratorium Terpadu,
FMIPA, IPB, 2007 ; *** Hasil pengukuran
Ransum perlakuan pada penelitian ini adalah:
S0 : Ransum basal
S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin
S2 : S0 + 0,25% DL-Metionin
S3 : S0 + 0,30% DL-Metionin
S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Penambahan DL-Metionin diberikan hingga kandungan metionin ransum
masing-masing perlakuan berada di bawah, di atas atau sesuai dengan nilai standar
kebutuhan metionin menurut NRC (1994) yaitu sebesar 0,5%.
Penelitian ini
menggunakan DL-Metionin produksi Sumitomo Chemical Co., Ltd..
Jumlah
penambahan DL-Metionin dan kandungan metionin dalam ransum perlakuan
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penambahan DL-Metionin dan Kandungan Metionin dalam
Ransum Perlakuan
Perlakuan
Penambahan DL-Metionin (%)
Metionin dalam ransum* (%)
S0
0,00
0,29
S1
0,20
0,47
S2
0,25
0,49
S3
0,30
0,60
S4
0,35
0,65
Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007
S0: Ransum basal; S1: S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DL-Metionin; S3 : S0
+ 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Rancangan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (setiap
ulangan terdiri atas satu ekor ayam) digunakan dalam penelitian ini.
matematika dari rancangan ini adalah :
Yij = µ + δi + εij
Keterangan :
Yij
= Nilai respon dari perlakuan i dengan ulangan j
µ
= Nilai rata-rata
Model
δi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA)
berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Selanjutnya, jika berbeda nyata dilakukan uji
Duncan dan uji polynomial ortogonal.
Peubah yang diamati
1. Protein kasar, energi metabolis dan metionin ransum perlakuan
2. Konsumsi energi dan ekskresi energi
Konsumsi energi (Kkal/kg) = Konsumsi ransum x Energi bruto ransum
Ekskresi energi (Kkal/kg)
= Berat ekskreta x Energi bruto ekskreta
3. Konsumsi, ekskresi dan retensi nitrogen (gram)
Konsumsi nitrogen (g)
= Konsumsi ransum x Kandungan nitrogen ransum
Ekskresi nitrogen (g)
= Berat ekskreta x Kandungan nitrogen ekskreta
Retensi nitrogen (g)
= Np − Ne
Retensi nitrogen (%)
=
Np − Ne
x 100%
Np
Keterangan :
Np = Jumlah nitrogen yang dikonsumsi (g)
Ne = Jumlah nitrogen yang diekskresikan (g) – nitrogen endogenus (g)
4. Energi metabolis (kkal/kg)
Energi metabolis adalah selisih antara kandungan energi bruto bahan pakan
dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan
Wolynetz (1985) energi metabolis dinyatakan dengan :
a. Energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg)
(EB x K) – (EBe x E)
EMS
=
x 1000
K
b. Energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg)
(EB x K) – [(EBe x E) – (EBk x EE)]
EMM
=
K
x 1000
c. Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg)
(EB x K) – [(EBe x E) + (8,22 x RN)]
AMSn
x 1000
=
K
d. Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg)
(EB x K) – [(EBe x E) – (EBk x EE) + (8,22 x RN)]
AMMn =
x 1000
K
Keterangan :
EB
= Energi bruto bahan makanan (kkal/kg)
EBe
= Energi bruto ekskreta (kkal/g)
EBk
= Energi bruto ekskreta endogenous (kkal/g)
K
= Konsumsi ransum (gram)
E
= Berat ekskreta bahan uji (gram)
EE
= Berat ekskreta endogenous (gram)
RN
= Retensi nitrogen (gram)
8,22
= Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/g RN)
5. Konversi EMSn terhadap energi bruto
EMSn
EM/EB =
Energi bruto
Metode
Tahapan Persiapan Kandang Metabolis
Sebelum digunakan untuk perlakuan, kandang metabolis dan peralatan
pendukungnya dibersihkan dan disucihamakan dengan disemprot desinfektan untuk
membunuh bibit penyakit dan bakteri patogen. Setelah itu, kandang dan peralatan tersebut
dibiarkan hingga kering dan siap digunakan untuk perlakuan.
Lampu berukuran 100 watt dinyalakan hanya pada malam hari guna penerangan
kandang. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan
pencatatan masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
Tahapan Pelaksanaan Percobaan
Sebanyak 25 ekor ayam umur 21 hari, dipuasakan selama 24 jam untuk
mengosongkan saluran pencernaannya sebelum diberikan perlakuan sesuai dengan
metode Farrell (Farrell, 1978). Setelah itu, seluruh ayam dimasukkan ke dalam
kandang metabolis individu. Sebanyak 5 ekor ayam dipuasakan kembali selama 24
jam untuk mengukur energi dan nitrogen endogenous, tetapi air minum diberikan ad
libitum.
Pengumpulan ekskreta total endogenous dilakukan selama 24 jam.
Selebihnya, 20 ekor ayam dibagi atas 5 perlakuan dan 4 kali ulangan, diberi pakan
sebanyak 100 gram/ekor/hari selama 4 hari masa perlakuan. Pengumpulan ekskreta
total dilakukan selama 5 hari, dengan asumsi bahwa sisa pakan akan keluar dari
saluran pencernaan setelah 24 jam mengkonsumsi pakan tersebut.
Selama
pengumpulan, ekskreta disemprot dengan H2SO4 konsentrasi rendah (0,01 N) agar
nitrogen terikat dan tidak menguap. Setelah itu, masing-masing ekskreta ditimbang
dan diberi label, kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama ± 48 jam untuk
mencegah terjadinya dekomposisi oleh mikroba.
Tahapan Analisis Bahan Kering, Kandungan Nitrogen dan Energi Bruto
Sebelum dianalisis, ekskreta beku dikeluarkan dari freezer dan dithawing
selama 2 jam. Kemudian, ekskreta ditempatkan dalam loyang yang telah diketahui
berat awalnya lalu dimasukkan ke dalam oven 60oC selama kurang lebih 24 jam
hingga ekskreta benar-benar kering, kemudian ditimbang. Ekskreta kering tersebut
kemudian dihaluskan, dan dilakukan analisis bahan kering, kandungan nitrogen dan
energi brutonya. Analisis bahan kering dilakukan dengan menggunakan oven 105oC,
analisis kandungan nitrogen menggunakan metode kjeldahl dan analisis energi bruto
menggunakan bomb calorimeter. Skema metode pengukuran energi metabolis dapat
dilihat pada Gambar 5.
Ayam broiler (25 ekor)
Dipuasakan 24 jam
20 ekor ayam diberi pakan perlakuan
5 ekor ayam dipuasakan lagi
(100 gram/ekor/hari selama 4 hari)
selama 24 jam untuk mengukur
nitrogen dan energi endogenous
Pengumpulan ekskreta (selama 5 hari)
Pengumpulan ekskreta 24 jam
Penimbangan ekskreta
Pembekuan ekskreta
Pelumeran ekskreta
Pengeringan dalam oven 60oC ± 48 jam
Penimbangan ekskreta
Dihaluskan
Analisis

Energi bruto

Protein kasar

Bahan Kering
Perhitungan Energi metabolis
Gambar 5. Skema Metode Pengukuran Energi Metabolis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Protein Kasar dan Metionin Ransum Perlakuan
Ransum berkualitas dibutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok dan
produksi ternak. Menurut Anggorodi (1995), pada periode pertumbuhan diperlukan
ransum dengan zat makanan seimbang. Pemberian ransum dengan kandungan energi
dan protein rendah akan memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan.
Kebutuhan protein kasar dan metionin ayam broiler dapat dilihat pada Tabel
4 dan kandungan protein kasar dan metionin ransum perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 4. Kebutuhan Protein Kasar dan Metionin Ayam Broiler
Zat makanan
NRC (1994)
Leeson dan Summers (2005)
23,00
22,00
0,50
0,50
Protein Kasar (%)
Metionin (%)
Tabel 5. Kandungan Protein Kasar dan Metionin Ransum Perlakuan
Zat makanan
Protein Kasar (%)*
Metionin (%)**
S0
S1
S2
S3
S4
22,24
22,09
22,70
22,83
22,76
0,29
0,47
0,49
0,60
0,65
Keterangan : *
Hasil analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan,
IPB, 2007
** Hasil analisis Laboratorium Terpadu, FMIPA, IPB, 2007
S0: Ransum basal; S1: S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DL-Metionin; S3 : S0
+ 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Tabel 4 dan 5 menunjukkan adanya perubahan nilai protein kasar ransum.
Ransum semula disusun dengan kandungan protein kasar yaitu 23%, mengalami
perubahan menjadi 22,24% pada ransum basal. Perbedaan tersebut disebabkan
adanya proses pengolahan yang dapat merusak protein, misalnya pada saat proses
pelleting. Pelleting adalah proses pemadatan dan pembentukan pakan, pada
prosesnya pakan disemprot dengan uap panas (steaming) sehingga dapat merusak
beberapa protein. Walaupun kandungan protein kasar menurun hingga dibawah
standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994), namun kandungan protein kasar ransum
tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan ayam untuk hidup pokok dan produksi
secara optimal berdasarkan standar kebutuhan nutrisi menurut Leeson dan Summers
(2005).
Tabel 4 dan 5 juga menunjukkan bahwa ransum perlakuan S2 merupakan
ransum perlakuan dengan kandungan metionin hampir sesuai standar kebutuhan
berdasarkan NRC (1994). Ransum perlakuan S0 dan S1, kandungan metioninnya
kurang dari standar, sedangkan ransum perlakuan S3 dan S4, kandungan
metioninnya diatas standar kebutuhan berdasarkan NRC (1994). Hal ini disebabkan
karena adanya level penambahan DL-Metionin yang berbeda pada setiap ransum
perlakuan. Saat ini, standar kebutuhan nutrisi berdasarkan Leeson dan Summers
(2005) merupakan standar yang biasa digunakan dalam penyusunan ransum ayam
broiler oleh peternak dan pabrik pakan.
Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi
Banyaknya energi metabolis dapat diketahui dengan cara mengurangi jumlah
konsumsi energi dengan jumlah ekskresi energi melalui ekskreta.
Data rataan
konsumsi ransum, konsumsi energi, berat ekskreta dan ekskresi energi ransum
perlakuan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Nilai Konsumsi Ransum, Konsumsi Energi, Berat Ekskreta
dan Ekskresi Energi dari Ransum Perlakuan
Perlakuan
Konsumsi
ransum (g)
Konsumsi energi
(kkal/kg)
Berat ekskreta
(g)
Ekskresi energi
(kkal/kg)
S0
434,88±15,75
1797,78± 65,13
120,38± 5,46
476,26±32,49 B
S1
470,94± 5,41
1955,83± 22,47
130,51± 4,20
469,06±19,00 B
S2
467,83±12,32
2064,52± 54,38
104,24± 4,57
356,22±23,02 A
S3
460,40±54,31
2006,43±236,68
126,88±15,66
457,87±26,92 B
S4
459,86±12,10
1949,36± 51,27
125,81± 8,02
433,82±31,77 B
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0,01); S0 : Ransum basal; S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DLMetionin; S3 : S0 + 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Menurut Wahju (2004), tingkat energi dalam ransum merupakan faktor
penentu banyaknya konsumsi pakan oleh ternak, karena ayam mengkonsumsi pakan
untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Konsumsi energi berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Berdasarkan hasil sidik ragam, diketahui bahwa penambahan DL-
Metionin tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap konsumsi energi. Konsumsi
energi ayam broiler starter pada penelitian ini lebih besar daripada konsumsi energi
berdasarkan NRC (1994) yaitu sebesar 1232 kkal/kg/ekor.
Ekskresi energi merupakan acuan jumlah pakan yang dapat dicerna atau
kemampuan ternak dalam mencerna pakan. Semakin banyak jumlah pakan yang
tidak dapat dicerna, maka semakin banyak pula ekskresi energinya. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin sangat nyata (P<0,01) dapat
menurunkan ekskresi energi ransum perlakuan. Keseimbangan asam amino dalam
ransum dapat mempengaruhi daya cerna dan penyerapan energi (Piliang dan
Djojosoebagio, 2006). Berdasarkan hasil uji jarak Duncan, ransum S2 merupakan
ransum dengan ekskresi energi paling rendah jika dibandingkan dengan ransum
perlakuan lain. Hal ini disebabkan karena ransum S2 memiliki kandungan asam
amino seimbang sehingga daya cerna pakannya paling baik. Ekskresi energi ransum
S2 adalah 356,22±23,02 gram.
Retensi Nitrogen
Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), apabila energi yang masuk ke
dalam tubuh dapat mencukupi kebutuhan, kebutuhan protein dan asam amino dapat
diperkirakan dengan metoda keseimbangan nitrogen karena sekitar 16% protein
terdiri dari nitrogen.
Retensi nitrogen yaitu hasil pengurangan nilai konsumsi
nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai
ekskresi nitrogen endogenous.
Bila terjadi peningkatan retensi nitrogen, berarti
semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Dari hasil analisis
dan perhitungan terhadap ransum dan ekskreta dapat disajikan nilai konsumsi,
ekskresi dan retensi nitrogen pada Tabel 7.
Berdasarkan hasil sidik ragam, diketahui bahwa penambahan DL-Metionin
nyata (P<0,05) dapat mempengaruhi retensi nitrogen. Hal ini disebabkan karena
kemampuan tubuh dalam menyerap asam amino.
Penyerapan asam amino
dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ternak dan keseimbangan asam amino pakan.
Semakin tinggi level penambahan DL-Metionin maka semakin tinggi pula retensi
nitrogen oleh tubuh ayam. Namun, apabila level penambahan DL-Metionin melebihi
jumlah kebutuhan ayam, maka ayam tidak mampu lagi menyerap nitrogen dalam
DL-Metionin. Nitrogen yang tidak terserap tersebut akan keluar melalui ekskreta
Tabel 7. Rataan Nilai Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ransum
Perlakuan
Perlakuan
Konsumsi N
(g/ekor)
Ekskresi N
(g/ekor)
Retensi N
(g/ekor)
Retensi N
(%)
S0
15,47±0,56
9,86±0,39
5,88±0,31
38,01±1,34
a
S1
16,65±0,19
10,09±0,64
6,82±0,69
40,98±4,01
a
S2
16,99±0,45
8,98±0,62
8,28±0,36
48,76±2,62
b
S3
16,82±1,98
9,14±1,53
7,95±1,04
47,39±4,97
b
S4
16,75±0,44
9,85±0,97
7,17±0,98
42,81±5,70
ab
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(P<0,05); S0 : Ransum basal; S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DLMetionin; S3 : S0 + 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
dalam bentuk asam urat. Retensi nitrogen bernilai positif artinya bahwa tubuh ayam
mampu menyerap nitrogen sehingga ayam tersebut mendapatkan pertambahan bobot
badan karena tenunan ototnya bertambah. Nilai retensi nitrogen yang tinggi dapat
memberikan manfaat lebih besar bagi ternak (Anggorodi, 1995). Grafik nilai retensi
nitrogen ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
51.00
Rat aan perlakuan
Poly. (Rataan perlakuan)
Retensi Nitrogen (%)
49.00
47.00
45.00
43.00
41.00
39.00
y = -104.29x2 + 57.015x + 37.618
R2 = 0.5624
37.00
35.00
0
0.1
0.2
0.3
0.4
Level penambahan DL-Metionin
Gambar 6. Grafik Nilai Retensi Nitrogen Ransum Perlakuan
Gambar
6
menunjukkan
bahwa
penambahan
meningkatkan retensi nitrogen ransum perlakuan.
DL-Metionin
dapat
Berdasarkan hasil uji jarak
Duncan, perlakuan S2 (penambahan DL-Metionin sebanyak 0,25% dalam ransum
basal) mempunyai nilai retensi nitrogen paling tinggi. Hasil uji jarak polynomial
ortogonal dengan persamaan regresi kuadratik untuk EMSn ransum yaitu y = –
104,29x2 + 57,015x + 37,618 (Gambar 6) menunjukkan bahwa level optimum
penambahan DL-Metionin adalah sebanyak 0,27%.
Hal ini disebabkan karena
keseimbangan komposisi zat makanan yang baik. Apabila ransum yang diberikan
memiliki komposisi zat makanan seimbang, maka penyerapan zat makanan akan
optimal.
Jika jumlah konsumsi nitrogen melebihi jumlah nitrogen yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam ekskreta meningkat.
Nitrogen dari protein yang tidak dicerna, baik berasal dari makanan maupun berasal
dari tubuh (endogenous) juga akan diekskresikan melalui ekskreta. Jumlah ekskresi
nitrogen bergantung pada efisiensi pencernaan dan absorpsi zat-zat makanan dan
kemungkinan juga tergantung pada jenis protein tertentu yang dikonsumsi (Leeson
dan Summers, 2001; Wahju, 2004; Piliang dan Djojosoebagio, 2006).
Energi Metabolis
Energi metabolis adalah hasil pengurangan konsumsi energi bruto dengan
ekskresi energi bruto melalui ekskreta.
Penambahan DL-Metionin diharapkan
mampu menurunkan jumlah ekskresi energi melalui ekskreta sehingga penyerapan
energi meningkat. Hal ini disebabkan karena metionin adalah asam amino bersifat
glukogenik yang dapat meningkatkan pembentukan glukosa dan glikogen melalui
proses glukoneogenesis (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Proses glukoneogenesis
disajikan pada Gambar 7.
Peningkatan penyerapan energi oleh tubuh akan
meningkatkan pertambahan bobot badan ayam.
Dari hasil analisa dan perhitungan energi metabolis, dihasilkan nilai Energi
Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu
Terkoreksi Nitrogen (EMSn), dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen
(EMMn) (Tabel 8). Dalam penelitian ini, dihasilkan nilai EMM lebih tinggi daripada
nilai EMS. Perbedaan nilai disebabkan karena dalam perhitungan EMM
diperhitungkan nilai energi endogenous dari ayam yang dipuasakan (Sibbald, 1980).
Energi endogenous terdiri dari metabolic faecal dan endogenous urinary dari
katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan
sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen (Wolynetz dan
Sibbald, 1984).
EMS tidak memperhitungkan nilai ekskresi energi endogenous
(Sibbald, 1980).
Arginin
Glutamat
Histidn
Prolin
Isoleusin
Metionin
Valin
α-Ketoglutarat
Propionil koenzim A
CO2
Suksinat
Fenilalanin
Tirosin
Malat
Aspartat
Oksaloasetat
Fosfopiruvat
Piruvat
CO2
Karbohidrat
Treonin
Alanin
Serin
Sistein ( Sistin)
Triptophan
Gambar 7. Proses Glukoneogenesis (Leeson dan Summers, 2001)
Nilai EMSn dan EMMn dalam perhitungan lebih rendah dari nilai EMS dan
EMM disebabkan karena EMSn dan EMMn memperhitungkan adanya konversi
energi (faktor koreksi) dari nitrogen komponen karbohirat sebesar 8,22 kkal/g yang
keluar sebagai asam urat jika dioksidasi secara sempurna (Sibbald, 1980). Menurut
McDonald et al. (2002), dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap
jumlah retensi nitrogen karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto
dari protein kasar sangat bervariasi. Rataan nilai energi metabolis (EMS, EMM,
EMSn dan EMMn) ransum perlakuan disajikan pada Tabel 8.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin sangat
nyata (P<0,01) meningkatkan EMS, EMM, EMSn dan EMMn dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini disebabkan karena unggas mampu memanfaatkan energi dari asam
amino metionin yang ditambahkan ke dalam ransum. Asam amino metionin akan
mengalami deaminasi dan transmetilasi untuk menghasilkan propionil koenzim A.
Propionil koenzim A akan masuk ke dalam siklus krebs untuk menghasilkan
karbohidrat.
Selain itu, keseimbangan asam amino juga dapat mempengaruhi
penyerapan energi.
Tabel 8. Rataan Nilai Energi Metabolis Ransum Perlakuan
Perlakuan
EMS
(kkal/kg)
EMM
(kkal/kg)
EMSn
(kkal/kg)
EMMn
(kkal/kg)
S0
3038,77±65,35 A
3060,65±65,35 A
2932,74±68,68
2949,48±68,69
A
S1
3156,98±39,42 A
3177,17±39,41 A
3042,68±29,41 AB 3058,11±29,41
AB
S2
3651,01±56,93 C
3671,34±56,66 C
3510,21±56,27
D
3525,76±56,02
D
S3
3356,36±65,07 B
3377,23±86,39 B
3218,98±94,69
C
3234,94±92,99
C
S4
3296,10±56,33 B
3316,78±56,57 B
3172,81±70,94 BC 3188,63±71,10 BC
A
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0,01); S0 : Ransum basal; S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DLMetionin; S3 : S0 + 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Dalam penentuan kebutuhan energi metabolis, nilai EMSn lebih banyak
digunakan dibandingkan dengan nilai EMMn. Hal ini disebabkan karena adanya
faktor koreksi energi endogenous pada perhitungan EMM.
Energi endogenous
sampai saat ini belum dapat diketahui secara tepat karena pada proses
pengukurannya, pemuasaan ayam selama 24 jam belum cukup untuk mengosongkan
saluran pencernaan ayam tersebut. Sisa percernaan beberapa bahan seperti tepung
ikan dan tepung daging membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk keluar dari
saluran pencernaan secara keseluruhan. Namun, apabila pemuasaan dilakukan lebih
dari 24 jam, maka akan semakin banyak peluruhan lemak dan jaringan protein tubuh
dan keluar melalui ekskreta sehingga pengukuran nilai energi endogenous menjadi
kurang tepat.
Nilai EMSn paling tinggi pada penelitian ini adalah nilai EMSn
ransum perlakuan S2 yaitu sebesar 2932,74±68,68 kkal/kg (Gambar 8).
Berdasarkan hasil uji jarak Duncan dan uji polinomial ortogonal dengan
persamaan regresi kuartik untuk EMSn ransum yaitu y = 5604718,18x4 –
4826733,53x3 + 1352514,9x2 – 121721,71x + 2932,74 (Gambar 8) menunjukkan
bahwa level optimum penambahan DL-Metionin adalah sebanyak 0,25% dengan
4000.00
3500.00
3000.00
EMSn (Kkal/kg)
2500.00
Rataan p erlakuan
Poly . (Rataan perlakuan)
2000.00
1500.00
1000.00
y = 6E+06x 4 - 5E+06x 3 + 1E+06x 2 - 121722x + 2932.7
R2 = 1
500.00
0.00
0
0.1
0.2
0.3
0.4
-500.00
-1000.00
Level penambahan DL-Metionin
Gambar 8.
Grafik Nilai Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen
Ransum Perlakuan
kandungan metionin dalam ransum sebanyak 0,49%, hampir setara dengan
kebutuhan metionin berdasarkan Leeson dan Summers (2005) dan NRC (1994) yaitu
0,5%. Hal ini disebabkan karena keseimbangan metionin dengan zat-zat makanan
lain dalam ransum juga mempengaruhi kehilangan energi dari tubuh hewan. Apabila
konsumsi zat-zat makanan dalam jumlah seimbang, maka tubuh akan sedikit
kehilangan energi. Sebaliknya, kehilangan energi akan lebih besar pada bahan pakan
dengan zat-zat makanan tidak seimbang terutama bila kandungan protein pakan lebih
rendah atau pakan defisiensi asam amino.
Kelebihan asam amino juga dapat
menyebabkan penurunan jumlah energi metabolis.
Hal ini disebabkan karena
kelebihan nitrogen dari asam amino tidak mampu lagi diserap oleh tubuh sehingga
banyak ekskresi nitrogen melalui ekskreta. Proses pengeluaran nitrogen melalui
ekskreta membutuhkan energi sehingga dapat menyebabkan penurunan energi
metabolis (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).
Perbedaan Nilai EMSn Hasil Penelitian dengan Hasil Perhitungan berdasarkan
NRC (1994)
Nilai EMSn hasil penelitian pada ransum perlakuan adalah sebesar
2932,74±68,68 - 3510,21±56,27 kkal/kg. Nilai tersebut berbeda dengan nilai
perhitungan energi metabolis dalam ransum berdasarkan standar NRC (1994) pada
saat penyusunan yaitu sebesar 3000 kkal/kg.
Perbedaan ini disebabkan adanya
perbedaan satuan dalam perhitungan energi metabolis.
Nilai perhitungan energi
metabolis dalam ransum berdasarkan standar NRC (1994) dihitung dalam asfed yaitu
dengan kandungan bahan kering ransum sebesar 90%, sedangkan energi metabolis
hasil penelitian dihitung dalam 100% bahan kering (BK). Apabila nilai EMSn hasil
penelitian tersebut dihitung dalam 90% BK, maka nilai energi metabolis ransum
menjadi 2639,47±61,82 - 3159,19±50,64 kkal/kg (Tabel 9).
Tabel 9. Nilai EMSn Hasil Penelitian dalam 100% Bahan Kering dan dalam
90% Bahan Kering
Perlakuan
EMSn dalam 100% BK
(kkal/kg)
EMSn dalam 90% BK
(kkal/kg)
S0
2932,74±68,68
2639,47±61,82
S1
3042,68±29,41
2738,41±26,47
S2
3510,21±56,27
3159,19±50,64
S3
3218,98±94,69
2897,08±85,22
S4
3172,81±70,94
2855,53±63,85
Keterangan : S0 : Ransum basal; S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DL-Metionin; S3 :
S0 + 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai EMSn ransum S2 adalah sebesar
3159,19±50,64 kkal/kg (dalam 90% BK). Nilai tersebut hampir setara dengan nilai
standar kebutuhan EMSn ayam broiler berdasarkan standar NRC (1994) karena
kandungan metionin dalam ransum S2 hampir sesuai dengan kebutuhan metionin
berdasarkan NRC (1994) sehingga keseimbangan zat-zat makanan baik dan
penyerapan energi optimal. Nilai EMSn ransum S0, S1, S3 dan S4 lebih rendah dari
S2 karena kandungan metionin dalam ransum tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan, sehingga penyerapan energi kurang optimum. Hal ini disebabkan karena
ketidakseimbangan zat-zat makanan dalam ransum.
Penambahan
DL-Metionin
menyebabkan
peningkatan
energi
yang
dimetabolis oleh tubuh. Penambahan DL-Metionin sebanyak 0,20; 0,25; 0,30 dan
0,35% ke dalam ransum basal dapat meningkatkan kandungan metionin sebanyak
62,00; 68,97; 107,00; dan 124,14% dan dapat meningkatkan kandungan energi
metabolis sebanyak 3,75; 19,69; 9,76 dan 8,19% dibandingkan dengan ransum basal.
Peningkatan kandungan metionin tidak seiring dengan peningkatan kandungan
energi metabolis. Semakin banyak kelebihan metionin dalam pakan maka energi
yang dimetabolis oleh ayam semakin rendah karena kelebihan metionin tersebut
tidak mampu lagi diserap oleh tubuh ayam sehingga perlu energi untuk
mengeluarkannya melalui ekskreta. Kelebihan metionin dalam ransum hingga 300%
dari kebutuhan ayam dapat mengakibatkan racun dan kematian (Pesti et al., 2005).
Konversi EMSn terhadap Energi Bruto
Daya cerna energi bukan ditentukan oleh nilai EMSn atau energi metabolis,
akan tetapi ditentukan oleh konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB
pakan. Nilai konversi EMSn terhadap energi bruto ransum perlakuan disajikan pada
Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Ransum Perlakuan
Ulangan
Perlakuan
S0
S1
S2
S3
S4
1
0,71
0,73
0,80
0,72
0,77
2
0,69
0,73
0,79
0,77
0,75
3
0,72
0,74
0,81
0,73
0,73
4
0,72
Rataan
0,71±0,02
0,73
A
0,73±0,01
0,78
AB
0,80±0,01
0,74
C
0,74±0,02
0,74
AB
0,75±0,02 B
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata
(P<0,01); S0 : Ransum basal; S1 : S0 + 0,20% DL-Metionin; S2 : S0 + 0,25% DLMetionin; S3 : S0 + 0,30% DL-Metionin; S4 : S0 + 0,35% DL-Metionin
Rasio EM/EB pakan pada penelitian ini adalah berkisar antara 0,71-0,80.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan DL-Metionin sangat nyata
(P<0,01) dapat mempengaruhi konversi EMSn terhadap energi bruto dibandingkan
dengan kontrol. Hal ini berarti, perlakuan penambahan DL-Metionin sangat nyata
dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis
dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil uji jarak Duncan dan uji polinomial
ortogonal dengan persamaan regresi kuartik untuk EMSn ransum yaitu y = 980,51x4
– 830,28x3 + 228,66x2 – 20,248x + 0,7094 (Gambar 9), penambahan DL-Metionin
pada level 0,20-0,25% dapat meningkatkan nilai efisiensi penggunaan energi bruto
menjadi energi metabolis, dan kemudian nilai efisiensinya menurun kembali pada
0.90
0.80
Rasio EMSn/EB
0.70
0.60
0.50
Rataan perlakuan
Poly. (Rataan perlakuan)
0.40
0.30
0.20
y = 980.51x 4 - 830.28x3 + 228.66x 2 - 20.248x + 0.7094
R2 = 1
0.10
0.00
0
0.1
0.2
0.3
0.4
Level penambahan DL-Metionin
Gambar 9. Grafik Nilai Konversi EMSn terhadap Energi Bruto Ransum
Perlakuan
level penambahan 0,30-0,35%. Ransum perlakuan yang paling efisien dalam
penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis adalah ransum S2 (penambahan
DL-Metionin sebanyak 0,25%), sebesar 0,80±0,01.
Hal ini disebabkan karena
keseimbangan komposisi zat makanan yang baik. Apabila ransum yang diberikan
memiliki komposisi zat makanan seimbang, maka penyerapan zat makanan akan
optimal.
Sebaliknya, apabila ransum yang diberikan memiliki komposisi zat
makanan tidak seimbang (kekurangan atau kelebihan metionin), maka penyerapan
zat makanan tidak akan optimal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
DL-Metionin perlu ditambahkan ke dalam ransum broiler starter berbasis
jagung dan bungkil kedelai defisien metionin untuk memenuhi kebutuhan metionin
dalam tubuh ayam sehingga akan menghasilkan nilai energi metabolis (EMS, EMM,
EMSn dan EMMn) yang optimal.
Saran
Penelitian menggunakan ransum dengan sumber protein yang berbeda dari
ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai, perlu dilakukan untuk mengetahui
efektivitas penambahan DL-Metionin pada ransum dengan berbagai jenis sumber
bahan baku.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
sampaikan kepada bapak H. Abdul Wachid AR, B.Sc, Alm. dan ibu Hj. Durori
Zuhrufa tercinta; mas Agi dan mbak Pipink; mbak Pipin, mas Ali, Sema, Sera dan
Shasha; mbak Anna, mas Eeng, Rachel dan Iban; mas Beny, mbak Vivin, Faris dan
Fadil; mbak Mia, mas Huda dan Rafi; mas Adib dan mbak Ajeng; serta adek Wiman.
Tri Muflihamdy Surdiding beserta keluarga Prof. Dr. Ir. H. Surdiding Ruhendi,
M.Sc., terima kasih atas do’a, kasih sayang, perhatian, pengertian dan dukungannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr. dan Dr.
Ir. Sumiati, M.Sc. sebagai dosen pembimbing; Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. sebagai
dosen pembimbing akademik; Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS. sebagai dosen
penguji seminar; Ir. Widya Hermana, M.Si dan Ir. Sri Darwati, M. Si. sebagai dosen
penguji tugas akhir; serta Dr. Ir. Idat G. Permana M.Sc., Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr.
dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc., atas doa, perhatian dan dukungannya
hingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabatku Riko Yulrahmen,
Mitra Destiana N, Adhika R. Widjaja, Mas Mul, dan Rizky. Ulya, Ika, Suhel, Ucup,
Ndez, Akram, Anggi, Kenia, Sinta, Reny, Dimar, Tata, Norma, Abeth, Bang Adlin,
Kuro, Tami dan banyak lagi, terima kasih atas persahabatan kita selama ini. Pak
Albert, bu Lanjarsih, mbak Risma, mbak Laela dan mas Dadang terima kasih atas
bantuannya selama penelitian. Teman satu tim penelitian (Mas Mul, Obet, K’Giant,
Hani, Jule dan Galih) terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya. Nutrisi 41,
40, 39, 38, 37, 35 dan 42; SEIP, TPT, dan THT 41; FORMATIN D; Mas Arif, Mas
Bayu, Romy, Ipoel, Bang Kadir, Bang Hendro, Gio, Warkop BARAYA; Tri
Reginer’s, Ibu Sumiati beserta keluarga; Kontrakan Sindangbarang, Tisna; temanteman Pekalongan, Tia, Iil, Yui, Sarie, Bulan, Eva; dan lain sebagainya. Terima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Bogor, 5 Agustus 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, L. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu
Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Attia, Y.A., R.A. Hassan, M.H. Shehatta and Slawa B. Abd El-Hady. 2005. Growth,
carcass quality and serum constituents of slow growing chicks as affected by
betaine addition to diets containing 2 different levels of methionine. J. Poultry
Sci. 4 (11): 856-865. http://www.pjbs.org/ijps/ab463.html [1 Oktober 2007].
Aviagen. 2007. Ross 308 Broiler Performance Objectives. United Kingdom.
http://www.aviagen.com [13 November 2007].
Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition Feed and Feeding. 3rd Edition.
Pearson Education, Inc., New Jersey.
Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science. 3 rd Edition. Interstate Publisher, Inc.,
Danville, Illionis.
Farrell, D. J. 1978. Rapid determination of metabolizale energy of foods using
cockerels. J. Poultry Sci. 19:303-308.
Hafsah. 1999. Respon ayam broiler pada penggunaan DL-metionin sebagai salah
satu campuran bahan pakan dalam ransum. J. Agroland (Indonesia).
http://www.fao.org/agris/search/display.html [1 Oktober 2007].
Hill, F. W., D. L. Anderson, R. Renner and L. B. Carew Jr. 1960. Studies of the
metabolizable energy of grain and grain product for chicken. J. Poultry Sci.
39 : 573-579.
Huygherbaert, G., M. Pack, and g. De Groohe. 1994. Influence of protein
concentration on the response of broilers to supplemental DL-Methionine.
Arch. Gefhegelhd 58 (1):23-29.
Jachja, J., N. Ramli, M. Ridla, Sumiati, dan T. Toharmat. 2007. Efektivitas
suplementasi DL-Metionin dalam pakan terhadap performa broiler periode
starter dan finisher. Proc. Seminar Nasional AINI VI. Fakultas Peternakan.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Leeson, S. dan J. D. Summers. 2001. Scott’s Nutrition of the Chicken. 4th Edition.
University of Books, Guelph.
Leeson, S. dan J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition.
University of Books, Guelph.
Maynard, L. A. And J. K. Loosli. 1997. Animal Nutrition. 8th Edition. Tata McGrawHill Publishing Ltd., Bombay.
McDonald, P., R.A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Edition. Longmann Singapore Publishers (Pte) Ltd., Singapore.
McNab, J. M. 2000. Farm Animal Metabolism and Nutrition. Dalam: J. P. F.
D’Mello (Editor). CAB International. Roslin Institut (Edinburg), Roslin.
Mukhtar, M. A., A. Mekkawi and M. ELTigani. 2007. The effect of feeding
increasing levels of synthetic lysine and methionine in broiler chicks. J.
Animal and Veterinary Sci. 2: 18-20.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised
Edition. National Academic Press, Washington, DC.
Pesti, G. M., R. I. Bakalli, J. P. Driver, A. Atencio, and E. H.Foster. 2005. Poultry
Nutrition and Feeding. The University of Georgia. Department of Poultry
Science, Athens Georgia.
Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. Institut
Pertanian Bogor Press, Bogor.
Prawirokusumo, S., Nasrudin dan Umiyeni. 1987. Suplementasi methionin pada
ransum ayam pedaging berkadar cassava tinggi. Proc. Seminar Penelitian
Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sanchez, W.K., P.R. Cheeke and N.M. Patton. 1984. Influence of diatery of soybean
meal, methionin and lysine on the performance of weaning rabbits fed high
alfalfa diets. J. Appl. Rabbit Res. 7: 109-116.
Schutte, J.B., J. De jong, W, smink, and M. Pack. 1997. Replacement value of
betaine for DL-methionine in male broiler chicks. J. Poultry Sci. 76: 321-325.
Sibbald, I. R. 1980. Metabolic plus endogenous energy and nitrogen losses of adult
cockerels : the correction used in the bioassay true metabolizable energy. J.
Poultry Sci. 60: 805-811.
Sibbald, I. R. and M. S. Wolynetz. 1984. Relation between apparent and true
metabolizable energy and the effects of a nitrogen correction. J. Poultry Sci.
63:1386-1399.
Sibbald, I.R., and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of
bioavailable energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed
intake and nitrogen retention. J. Poultry Sci. 64: 127-138
Sigit, N. 1995. Penggunaan zeolit beramonium dan analog hidroksi methionin dalam
ransum sapi perah laktasi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sofie. 2007. Methionine Biochemical Pathway. http://www.metionin.navajo.com [11
Februari 2008].
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2
Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Unandar, T. 2001. Titik Lemah Broiler Modern. Bulletin Elanco, Jakarta.
Vázquez-Añón, M., D. Kratzer, R. Gonza´lez-Esquerra, I. G. Yi, and C. D. Knight.
2006. A multiple regression model approach to contrast the performance of 2hydroxy-4-methylthio butanoic acid and DL-methionine supplementation
tested in broiler experiments and reported in the literature. J. Poultry Sci. 85:
693-705.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.
Wiradisastra, D.H. 2001. Pengaruh tingkat metionin dalam ransum terhadap retensi
nitrogen dan efisiensi penggunaan protein pada ayam broiler umur 4-6
minggu. J. Ilmu Ternak 1 (1): 7-10.
Wolynetz, M. S., and I. R. Sibbald. 1984. Relationship between apparent and true
metabolizable energy and the effect of a nitrogen correction. J. Poultry Sci.
63: 1386-1399.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Konsumsi Energi
SK
db
Perlakuan
Error
Total
JK
4
15
19
KT
157560,60
199046,99
356607,59
39390,15
13269,80
F
F0,05
2,97
tn
3,06
F0,01
4,89
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata (p>0,05)
Lampiran 2. Analisis Ragam Ekskresi Energi
SK
db
Perlakuan
Error
Total
JK
4
15
19
KT
38110,62
11040,52
49151,15
9527,66
736,03
F
F0,05
12,94 **
3,06
F0,01
4,89
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 3. Uji Jarak Duncan Energi Ekskresi Energi
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
S2
356,22
13,5649809
Perlakuan
S0
S1
S3
S4
S2
Rataan
476,26
469,06
457,87
433,82
356,22
S4
433,82
S3
457,87
S1
469,06
S0
476,26
2
4,17
56,57
3
4,37
59,28
4
4,5
61,04
5
4,58
62,13
Xi-S2
120,05
112,84
101,66
77,60
Xi-S4
42,45
35,24
24,06
Xi-S3
18,39
11,18
Xi-S1
7,20
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 4. Analisis Ragam Retensi Nitrogen
SK
Perlakuan
Error
Total
db
4
15
19
JK
319,13
245,89
565,03
Keterangan : * = berbeda nyata (p<0,05)
KT
79,78
16,39
F
4,87 *
F0,05
3,06
F0,01
4,89
Lampiran 5. Uji Jarak Duncan Retensi Nitrogen
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
Perlakuan
S2
S3
S4
S1
S0
S0
38,01
2,02
Rataan
48,76
47,39
42,81
40,98
38,01
S1
40,98
S4
42,81
S3
47,39
S2
48,76
2
3,01
6,09
3
3,16
6,40
4
3,25
6,58
5
3,31
6,70
Xi-S0
10,76
9,38
4,80
2,97
Xi-S1
7,78
6,41
1,83
Xi-S4
5,95
4,58
Xi-S3
1,37
Keterangan : angka Bold = berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 6. Uji Polynomial Ortogonal Retensi Nitrogen
Perlakuan
Sx
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
SK
Perlakuan
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
Error
Total
S0
S1
S2
S3
S4
152,03 163,92 195,06 189,56 171,25
-2
-1
0
1
2
2
-1
-2
-1
2
-1
2
0
-2
1
1
-4
6
-4
1
db
4
1
1
1
1
15
19
JK
319,13
102,62
168,13
25,70
22,69
245,89
565,03
C
Q
JK
64,07
-97,03
-32,06
79,71
10
14
10
70
102,62
168,13
25,70
22,69
F0,05
3,06
4,54
4,54
4,54
4,54
F0,01
4,89
8,68
8,68
8,68
8,68
KT
F
79,78
4,87 *
102,62 6,26 *
168,13 10,26 **
25,70
1,57
22,69
1,38
16,39
Keterangan : * = berbeda nyata (p<0,05); ** = berbeda sangat nyata (p<0,01)
Lampiran 7. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu (EMS)
SK
Perlakuan
Error
Total
db
JK
4
15
19
860384,27
60321,30
920705,56
KT
215096,07
4021,42
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
F
53,49 **
F0,05
3,06
F0,01
4,89
Lampiran 8. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Semu (EMS)
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
Perlakuan
S2
S3
S4
S1
S0
S0
3038,77
31,71
Rataan
3651,01
3356,36
3296,10
3156,98
3038,77
S1
3156,98
S4
3296,10
S3
3356,36
S2
3651,01
2
4,17
132,22
3
4,37
138,56
4
4,5
142,68
5
4,58
145,22
Xi-S0
612,24
317,59
257,33
118,21
Xi-S1
494,03
199,37
139,11
Xi-S4
354,92
60,26
Xi-S3
294,66
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 9. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni (EMM)
SK
Perlakuan
Error
Total
db
JK
4
15
19
857552,91
59092,90
916645,81
KT
214388,23
3939,53
F
F0,05
54,42 **
F0,01
3,06
4,89
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 10. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Murni (EMM)
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
Perlakuan
S2
S3
S4
S1
S0
S0
3060,65
31,38
Rataan
3671,34
3377,23
3316,78
3177,17
3060,65
S1
3177,17
S4
3316,78
S3
3377,23
S2
3671,34
2
4,17
130,87
3
4,37
137,14
4
4,5
141,22
5
4,58
143,73
Xi-S0
610,69
316,58
256,13
116,52
Xi-S1
494,17
200,06
139,61
Xi-S4
354,56
60,45
Xi-S3
294,11
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 11. Analisis Ragam Energi Metabolis Semu Terkoreksi
Nitrogen (EMSn)
SK
Perlakuan
Error
Total
db
4
15
19
JK
762006,09
68243,17
830249,26
KT
190501,52
4549,54
F
41,87 **
F0,05
3,06
F0,01
4,89
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 12. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Semu Terkoreksi
Nitrogen (EMSn)
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
S0
2932,74
33,73
Perlakuan
S2
S3
S4
S1
S0
Rataan
3510,21
3218,98
3172,81
3042,68
2932,74
S1
3042,68
S4
3172,81
S3
3218,98
S2
3510,21
2
4,17
140,63
3
4,37
147,38
4
4,5
151,76
5
4,58
154,46
Xi-S0
577,47
286,23
240,07
109,93
Xi-S1
467,54
176,30
130,14
Xi-S4
337,40
46,16
Xi-S3
291,24
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 13. Uji Polynomial Ortogonal Energi Metabolis Semu
Terkoreksi Nitrogen (EMSn)
Perlakuan
Sx
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
S0
11731
-2
2
-1
1
S1
S2
12171 14041
-1
0
-1
-2
2
0
-4
6
db
JK
762006,09
172361,92
327702,98
5065,50
256875,69
68243,17
830249,26
SK
Perlakuan
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
Error
Total
Keterangan :
4
1
1
1
1
15
19
tn
S3
S4
12876 12691
1
2
-1
2
-2
1
-4
1
KT
190501,52
172361,92
327702,98
5065,50
256875,69
4549,54
C
Q
JK
2626
-4284
-450
8481
10
14
10
70
172362
327703
5066
256876
F0,05
3,06
4,54
4,54
4,54
4,54
F0,01
4,89
8,68
8,68
8,68
8,68
F
41,87 **
37,89 **
72,03 **
1,11 tn
56,46 **
= tidak berbeda nyata; ** = berbeda sangat nyata (p<0,01)
Lampiran 14. Analisis Ragam Energi Metabolis Murni Terkoreksi
Nitrogen (EMMn)
SK
db
Perlakuan
Error
Total
JK
4
15
19
KT
759963,61
67272,53
827236,14
189990,90
4484,84
F
F0,05
42,36 **
3,06
F0,01
4,89
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 15. Uji Jarak Duncan Energi Metabolis Murni Terkoreksi
Nitrogen (EMMn)
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
Perlakuan
S2
S3
S4
S1
S0
S0
2949,48
33,48
Rataan
3525,76
3234,94
3188,63
3058,11
2949,48
S1
3058,11
S4
3188,63
S3
3234,94
S2
3525,76
2
4,17
139,63
3
4,37
146,33
4
4,5
150,68
5
4,58
153,36
Xi-S0
576,28
285,46
239,15
108,64
Xi-S1
467,65
176,83
130,51
Xi-S4
337,13
46,31
Xi-S3
290,82
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 16. Analisis Ragam Konversi EMSn terhadap Energi Bruto
SK
Perlakuan
Error
Total
db
JK
4
15
19
KT
0,0161
0,0037
0,0198
0,0040
0,0002
F
F0,05
16,17 **
3,06
F0,01
4,89
Keterangan : ** = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 17. Uji Jarak Duncan Konversi EMSn terhadap Energi Bruto
Perlakuan
Rataan
Sx
P
JNS
JNT
S0
0,71
0,01
S1
0,73
S3
0,74
S4
0,75
S2
0,80
2
4,17
0,03
3
4,37
0,03
4
4,50
0,04
5
4,58
0,04
Perlakuan
S2
S4
S3
S1
S0
Rataan
0,80
0,75
0,74
0,73
0,71
Xi-S0
0,09
0,04
0,03
0,02
Xi-S1
0,06
0,02
0,01
Xi-S3
0,06
0,00
Xi-S4
0,05
Keterangan : angka Bold = sangat berbeda nyata (p<0,01)
Lampiran 17. Uji Polynomial Ortogonal Konversi EMSn terhadap
Energi Bruto
Perlakuan
Sx
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
S0
2,84
-2
2
-1
1
SK
db
Perlakuan
Linear
Kuadratik
Kubik
Kuartik
Error
Total
Keterangan :
S1
2,93
-1
-1
2
-4
4
1
1
1
1
15
19
tn
S2
3,18
0
-2
0
6
JK
0,0161
0,0028
0,0061
0,0003
0,0068
0,0037
0,0198
S3
2,95
1
-1
-2
-4
S4
2,99
2
2
1
1
KT
0,0040
0,0028
0,0061
0,0003
0,0068
0,0002
C
Q
JK
0,34
-0,59
0,11
1,38
10
14
10
70
0,0028
0,0061
0,0003
0,0068
F
16,17 **
11,40 **
24,65 **
1,18 tn
27,46 **
= tidak berbeda nyata; ** = berbeda sangat nyata (p<0,01)
F0,05
3,06
4,54
4,54
4,54
4,54
F0,01
4,89
8,68
8,68
8,68
8,68
Download