MM anatomi saluran cerna bawah LO 1.1

advertisement
LI 1 : MM anatomi saluran cerna bawah
LO 1.1: Makroskopik
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya dalah suatu saluran (tabung) dengan
panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut ke anus.
Saluran cerna terbagi menjadi saluran cerna atas dan bawah yang dipisahkan oleh ligamentum
treitz yang merupakan bagian duodenum pars ascending yang berbatasan dengan jejunum.
Intestinum Tenue dan Intestinum Crassum merupakan bagian saluran pencernaan makanan
(traktus digestivus). Setelah melewati pilorus disebut Intestinum Tenue atau usus halus. Usus
halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjangnya dalam keadaan
hidup. Angka yang biasa diberikan, enam meter adalah penemuan setelah mati bila otot telah
kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ilio-kolika, tempat
bersambungnya dengan usus besar.
Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dan dibagi dalam
beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Karena tidak mempunyai mesenterium
maka duodenum disebut juga Intestinum Tenue non Mesenteriale dan jejunum serta ileum yang
mempunyai mesenterium disebut Intestinum Tenue Mesenteriale.
Duodenum disebut juga usus dua belas jari
yaitu 12 jari orang yang bersangkut-an
(panjang kira-kira 25 cm) yaitu bagian usus
setelah pilorus sampai
pada
permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda,
dan kepalanya mengelilingi kepa-la pankreas.
Saluran empedu dan salur-an pankreas masuk
ke dal-am duodenum pada suatu lubang yang
disebut ampula
hepatopankreatika,
atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari
pilorus.
Duodenum ini
sebagian
besar
letaknya secundair Retro
Peritoneal (semasa
fetus muda letaknya Intra peritoneal kemudian pada fetus lebih tua letaknya beralih melekat
pada dinding belakang abdomen) letaknya rapat pada dinding abdomen belakang kanan dan
didepannya dilapisi oleh peritoneum viscerale.
Duodenum terdiri dari empat bagian :
1. Pars Superior Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) yang berjalan horizontal. Bagian
permulaannya (setelah pilorus) disebut Bulbus duodeni, sebab berbentuk membesar dan
meluas. Bagian ini mempunyai mesenterium, pada bagian belakang abdomen tiba-tiba
membelok 90 derajat ke bawah secara vertikal. Di depan pars superiorini
terdapat Ligamentum HepatoDuodenale dan dibelakangnya berjalan V. Cava Inferior.
2. Pars Descendens Duodeni (panjang kira-kira 8 cm) berada rapat pada dinding belakang
abdomen; sebelah kanan belakang terdapat ginjal kanan, dan masuk Ductus
Choledocus dan Ductus Pancreaticus serta ductus Wirsungi. Di depan Bagian ini
berjalan Colon Transversum.
3. Pars Inferior (horizontal) Duodeni (panjang kira-kira 7.5 cm) berjalan horizontal kekiri
pada level L-3. Didepan duodenum ini terbentang mesenterium yang didalamnya terdapat
arteri dan V. Mesenterica Superior, serabut-serabut syaraf dan pembuluh limfe. Di
belakang
bagian
ini
berjalan V.
Kava
Inferior dan Aorta
Abdominalis
serta Pankreas diatasnya. Akhir bagian ini membelok ke atas depan menjadi Pars
Ascendens Doudeni.
4. Pars Ascendens Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) sampai level L-2 dan berlanjut
sampai jejunum.
Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodeno jejunalis. Permukaan dalam
duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1 cm dan satu
sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahanduodenum pars desendens di bagian kiri
terdapat muara bersama duktus choledochus (saluran empedu) dan ductus wirsungi (saluran
pankreas).
Bagian-bagian duodenum yang dilapisi peritoneum adalah duodenum pars superior ditutupi
seluruhnya oleh peritonium viscerale. Duodenum pars desscendens, hanya bagian depan yang
dilapisi peritonium. Duodenum pars horizontal, hanya bagian depan yang dilapisi
peritoneum. Duodenum
pars
ascendens,
seluruhnya
dilapisi peritoneum. Alat-alat
disekitar duodenum adalah ginjal kanan dan ureter berada di belakang duodenum pars
descendens.
Colon transversum berjalan melintang di depan pars descendens dan di atas pars
horizontalis. Pankreas terdapat di sebelah kiri dari duodenum pars descendens. Hepar lobus
kanan
terdapat
di
depan duodenum
pars
superior dan duodenum
pars
descendens. Arteri dan vena mesenterica superior berada di depan duodenum pars horizontalis
(pars inferior). V. cava inferior dan aorta abdominalis berada di belakang duodenum.
terdapat
limfonodi
Jejunum adalah usus halus lanjutan duodenum yang panjangnya
kira-kira ½ meter, penampangnya berkisar 25-35 mm.
Jejunum berkelok-kelok
dan
berada
di
bawah colon
transversum dan ditutupi oleh omentum mayus. Permulaannya
pada flexura duodeno jejunalis dan berakhir pada sacro iliaca
junction kanan. Penampang permulaan 33.5 cm dan makin ke
kaudal
makin
kecil
2.5
cm. Jejunum
mempunyai mesenterium lengkap;
permuka-an
mukosa jejunum memperlihatkan Plicae Mucosa Circulare yang
pada apangkalnya agak tinggi (kira-kira 5 cm) dan jarang, makin ke
kaudal lebih rendah (kira-kira 2 cm) dan lebih rapat. Disini
solitaris (sebesar kepala jarum pentul).
Ileum adalah usus halus lanjutan jejunum yang menempati rongga perut kawasan hypogastrica,
panjang ileum ini berkisar 2-2.5 meter dengan lumen permulaan 25 mm dan lumen kaudal 20
mm. Ileum ini warnanya agak kemerahan sebab mempunyai banyak kapiler. Absorpsi makanan
ter-utama terjadi pada usus ini. Ileum mempunyai mesenterium lengkap. Permukaan mukosa
memper-lihatkan plicae mucoase semisircularis agak rendah (kira-kira 2 mm) dan rapat, pada
bagian kaudal plika lebih lengkap. Disini terdapat limfonodi aggregati (peyer plexus).
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m)
yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin
kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki
regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada
regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
men-capai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum.
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
Bangun, Mulia dkk. Buku Ajar Anatomi 2 : Kepala, Leher, Thorax, Abdomen, Pelvis Edisi 4. Medan
: Bagian Anatomi FK USU 2006; 22-28.
LO 1.2: Mikroskopik
Intestinum tenue
1. Duodenum: Panjang sekitar 30cm, letak retroperitoneal yang tertutup oleh peritoneum
parietale di sebelah ventralnya.
2. Jejunum dan Ileum dibungkus seluruhnya oleh peritoneus viscerale.
Tunika mucosa
Untuk memenuhi fungsi utama yaitu absorbsi makanan, maka perlu perluasan dari permukaan
tunika mucosa. Perluasan tersebut dilaksanakan dalam beberapa tingkat :



Lipatan-lipatan tunika mucosa sampai tunika submucosa, yang melingkar-lingkar
yang disebut plica circularis atau valvula kerckingi (mirip lipatan). Lipatan ini
merupakan bangunan yang tetap yang tidak berubah karena pembesaran usus.
Lipatan tersebut dimulai 5cm distal dari pylorus yang makin membesar dan paling
besar pada akhir duodenum dan awal jejunum dan makin merendah sampai pada
pertengahan ileum menghilang.
Vili intestinalis
Merupakan penonjolan tunika mukosa dengan panjang 0,5 – 1,5 mm. Yang meliputi
seluruh permukaan tunica mucosa. Di daerah ileum agak jarang, tersusun sebagai
jari-jari, pada dasar vili terdapat muara kelenjar usus yang disebut glandula
intestinalis liberkuhn atau crypta lieberkuhn.
Microvili
Dengan adanya microvili, maka luas permukaan diperbesar sekitar 30x. Pada
permukaan sel-sel epitel gambaran bergaris-garis yang disebut striated border,
yang merupakan tonjolan sitoplasmatis diliputi membrane sel.
Epitel
Bentuk epitel silindris selapis. Oleh vili intestinalis dan glandula dibagi 4 sel, yaitu :
1. Sel absorbtif
 Berbentuk silindris dengan tinggi 20 – 26 μ
 Bentuk inti ovoid pada basal sel.
 Pada permukaan bebas terdapat microvilli
 Enzim pencernaan amylase dan protease diserap oleh selubung glukoprotein hingga
pencernaan dapat terjadi dalam lumen usus dan permukaan microvil.
 Dalam microvili terdapat filamen-filamen halus yang penting dan sintesa trigliseride
untuk proses absorbsi lemak.
2. Sel piala/goblet sel
 Merupakan sel uniseluler yang menghasilkan mucin..
 Sitoplasma merupakan lapisan yang tipis untuk melindungi lapisan secret tersebut
sebagai plica.
 Ruangan yang dibatasi oleh plica tersebut berisi tetes-tetes mucigen.
3. Sel argentafin
 Sangat umum ditemukan dalam epitel duodenum
 Sangat banyak pada epitel appendix
4. Sel paneth




Berkelompok dalam jumlah kecil di dasar crypta lieberkuhn
Bentuk sel seperti pyramid, inti bulat pada dasarnya.
Sitoplasma terlihat basofil, granular reticulum endoplasma lebih banyak.
Menghasilkan peptidase, losozim
Lamina propria





Merupakan jaringan pengikat yang mengisi celah-celah di antara crypta lieberkuhn
Mengandung serabut reticuler dan elastis
Terdapat sel makrofag, limfosit, plasmosit, dan leukosit
Nodus limfaticus lebih banyak, sebesar 0,6 – 3 mm sepanjang usus.
Pada ileum sebagai nodus limfaticus paling besar plaques peyeri.
Lamina muscularis
Terdiri atas 2 lapisan, yaitu :


Stratum circulare di sebelah dalam
Stratum longitudinal di sebelah luar
Tunika submucosa
Merupakan jaringan ikat padat yang banyak mengandung serabut elastis. Di dalamnya terdapat
pula kelompok-kelompok sel lemak. Terdapat anyaman saraf sebagai plexus nervosus,
submucosa meisseri. Gambaran khusus tunika submucosa ada 2, yaitu:
1. Plica circularis
 Merupakan lipatan yang diikuti oleh lapisan dinding usus sampai tunika submucosa
untuk memperluas permukaan usus.
 Terdapat 800 lipatan melingkar sabagai cincin yang tidak sempurna di sepanjang
intestinum.
2. Glandula duodenalis bruneri
 Pars terminalis berbentuk tubuler yang bercabang dan bergelung.
 Ductus excretorius akan menembus lamina muscularis dan bermuara pada crypta
lieberkuhn.
 Pada 2/3 distal duodenum kelenjar tersebut akan berkurang kemudian menghilang.
Tunika muscularis
Terdiri atas 2 lapisan serabut otot polos :


Stratum circulare di sebelah dalam
Stratum longitudinal di sebelah luar
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat plexus myentericus aurbach
Tunika serosa
Merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan peritoneum viscerale
Intestinum crassum
Saluran usus ini mempunyai panjang sekitar 1,5 m, diameternya dua kali lipat intestinum tenue.
Tidak ada plica circularis dan juga vili intestinalis, sehingga permukaan dalamnya tampak lebih
halus. Glandula intestinal lebih panjang dan rapat. Epitel yang melapisi tunika mucosanya pada
umumnya sejenis. Berdasarkan letak dan struktrunya, dibedakan dalam beberapa segmen, yaitu:
Colon
Kecuali appendix, seluruh colon dan caecum mempunyai struktur yang sama. Dari luar colon
tampak segmen yang melintang menggelembung yang disebut haustra. Disamping itu tampak
adanya tiga jalur sebagai pita yang memanjang mengikuti sumbu panjang colon yang disebut
taenia coli. Di antara colon, yang terletak intraperitoneal ialah caecum dengan appendia, colon
transversum dan colon sigmoideum. Sedang yang terletak retro peritoneal ialah conon
ascendens dan colon descendens.
Appendix vermicularis
Bangunan ini merupakan tonjolan sebagai jari atau cacing, yang berpangkal pada caecum.
Dindingnya relatif tebal dibandingkan lumennya. Adanya lipatan tunica mucosa kedalam dinding
menyebabkan bentuk lumen yang tidak teratur. Pada orang dewasa lumen agak membulat.
Kadang-kadang lumennya berisi sisa-sisa sel sampai tersumbat. Appendix ini berakhir buntu.
Dindingnya berstruktur sebagai berikut :
Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.



Epitel, berbentuk silindris selpais dengan sel piala. Banyak ditemukan sel argentafin dan
kadang-kadang sel paneth.
Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan adanya pula
nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret sekeliling lumen. Diantaranya
terdapat crypta lieberkuhn
Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadangkadang terputus-putus
Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata. Di dalam jariangan
tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf.
Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak berbeda dengan yang terdapat pada
intestinum tenue. Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum viscerale.
Valvula Ilecoececalis
Merupakan lipatan tunica mucosa dan tunica mucosa yang terdapat pada muara ileum dalam
caecum. Dalam lipatan ini terdapat serabut otot polos memperkuat struktur tersebut. Serabutserabut tersebut berasal dari stratum circulare tunica muscularis. Tapi bebas lipatan tersebut
membatasi suatu celah tempat muara ileum.
Caecum
Struktur histologisnya tidak berbeda dengan colon yang lain.
Colon Ascendens, Colon Tranversum, Colon Descendens dan Colon Sigmoideum
Tunica mucosa
Tidak membentuk lipatan, plica atau villa sehingga permukaan dalamnya halus. Adanya lekukan
ke dalam oleh incisura di luar menyebabkan di dalam terdapat bangunan sebagai lipatan yang
diikuti seluruh lapisan dinding, yang disebut plica semilunaris.



Epitel: Epitel permukaan berbentuk silindris selapis dengan striated border yang tipis.
Diantara sel-sel epitel ini terdapat sel piala. Kelenjar-kelenjarnya lebih panjang dari yang
terdapat di usus halus, maka tunica mucosa lebih tebal. Kelenjar-kelenjar tersebut
tersusun teratur dan sangat rapat. Hampir seluruhnya sel-sel kelenjar terdiri atas sel piala.
Kadang-kadang terdapat sel argentafin. Sedang sel paneth sangat jarang.
Lamina propria: Susunan jaringan pengikat seperti pada intestinum tenue. Lebih banyak
pula nodulus lymphaticus soliterius yang kadang-kadang meluas ke tunica submucosa.
Lamina muscularis mucosae: Jelas adanya dua lapisan
Tunica submucosa
Tunica muscularis
Tunica serosa
Seperti juga pada intestinum tenue maka colon yang terdapat intraperitoneal akan dibungkus
seluruhnya oleh tunica serosa dengan mesotil. Pada beberapa tempat terdapat bangunan
sebagai kantung kecil yang berisi lerik yang disebut appendix epiepitionea
Rektum


Pars ampullaris recti
Sebagian besar tidak banyak berbeda strukturnya dengan colon. Glandula intestinalis
merupakan yang terpanajang diantara kelenjar usus. Kemudian makin jarang, memendek
dan menghilang pars analis recti. Jaringan limfoid lebih sedikit daripada digeolony. Tunica
muscularisnya terdiri dari dua lapisan tetapi tidak terdapat taenia lagi. Tunica serosa
diganti oleh tunica adventitia, hingga tidak dilapisi oleh mesotil.
Pars analis recti
Tunica mucosa membentuk lipatan longitudinal, sebanyak sekitar 8 buah. Lipatan
longitudinale ini disebut Columna rectalis Norgagni. Ujung lipatan-lipatan tersebut bersatu
membatasi lubang anus. Maka terbentuk sebagai katup valvula analis dan ruang yang
disebut sinus analis. Pada apeks katup anus, epitel silindris rektum digantikan langsung
oleh epitel gepeng berlapis tanpa kornifikasi dari saluran anus. Kelenjar intestinal berakhir
di sini, lamina propria rektum digantikan oleh jaringan ikat padat ireguler dalam lamina
propria saluran anus. Submukosa rektum bersatu dengan lamina propria saluran anus.
Lamina propria dan submukosa keduanya amat vaskular pada daerah ini. Plexus
haemoroidalis interna yang terdiri dari vena terletak di dalam mukosa saluran anus dan
pembuluh darah meluas dari sini ke dalam submukosa rektum. Hemoroid interna adalah
hasil dilatasi patologik dari pembuluh-pembuluh ini. Hemoroid eksterna berkembang dari
pembuluh-pembuluh plexus venosum eksterna pada bibir anus. Stratum circulare tunica
musculoaris pada akhirnya akan menebal membentuk m.spincter ani internum.
Sedangkan diluarnya terdapat bekas-bekas otot yang bergerak melingkar membentuk
m.spincter ani externus. Pada akhir pars analis recti terdapat perubahan epitil, dari epitil
silindris selapis menjadi epitil gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Daerah perubahan
tersebut melingkar, disebut liner anorectale. Lebih lanjut epitel gepeng terlapis tadi akan
mengalami keratinisasi dan batasnya yang membentuk lingkaran disebut liniaanucutanea.
Di daerah ini mulai muncul folikel-folikel rambut dengan glandula sebacea. Galndula
suderifera bersifat apokrin seperti di axilla, disebut glndula circum-anale yang berbentuk
tubuler.
Luis Carlos Junqueira, dan José Carnerio. Histologi Dasar : Teks Dan Atlas. Jakarta : EGC
2007;295-306.
LI 2 : MM faal saluran cerna bawah
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi
dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur dan mempermudah berlangusngnya proses ini. Proses
pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan
lipase lambung terhadap makaann yang masuk. Proses ini berlanjut di duodenum terutama oleh
kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Mukus juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu
dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan
permuka-an yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat
lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-molekul
lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena merupakan molekul
polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik menghadap ke luar menuju
medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak, dan kolesterol.
Jadi, asam-asam lemak bebas, gliserida, dan vitamin larut lemak dipertahankan dalam larutan
sampai dapat diabsorpsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat dalam brush border vili dan mencerna zat-zat
makanan sambil diabsorpsi.
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan usus. Lemak yang bersentuhan
dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu yang diperantarai oleh
kerja kolesitokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum merangsang sekresi getah pankreas yang kaya-enzim; hal ini diperantarai oleh
pankreozimin.
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya hormon
lain, yaitu sekretin, dan jumlah yang dikeluarkan sebanding dengan jumlah asam yang mengalir
melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari
pankreas, merangsang sekresi empedu dari hati, dan memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan absorpsi optimal dan asupan kontinu isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
gerakan pengadukan haustral. Kantung atau haustra meregang dan dari waktu ke waktu otot
sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif tetapi
menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan mermas-remas sehingga memberi waktu untuk
terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lambat dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menymbat beberapa haustra;
dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini
timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gatrokolik setelah makan,
terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna
dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis
segmen sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf
splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter
interna. Pada waktu rektum yang tergang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi
pada waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan
tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus (manuver atau peregangan
valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar sfingter eksterna dan levator ani.
Dinding rektumsecara bertahap menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang.
Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC 2001;541.
LI 3 : MM ileus obstruktif
LO 3.1: Definisi
Obstruksi Intestinal (Ileus) adalah gangguan pasase dari isi usus akibat sumbatan sehingga
terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut.
Akibat sumbatan tersebut, terjadi peningkatan tekanan intraluminer dan terjadi gangguan
resorbsi usus serta meningkatnya sekresi usus. Ditambah adanya muntah akibat suatu refluks
obstruksi maupun karena regurgitasi dari lambung yang penuh mengakibatkan terjadi dehidrasi,
febris dan syok.
LO 3.2: Etiologi
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 5070% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anakanak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menye-babkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus (terputarnya usus karena pegangan usus yang pendek) sering disebabkan oleh
adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai
penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10.Benda asing, seperti bezoar.
11.Divertikulum Meckel (kantung yang menonjol dari dinding usus halus) yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
12.Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti meconium
LO 3.3: Epidemiologi
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
http://lomboksehat.blogspot.com/2011/12/ileus-obstruktif.html
LO 3.4: Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Bailey,2002):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005; Sabiston,1995):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
a. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
b. Ileus obstruktif usus besar
LO 3.5: Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibat-kan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran
setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,
disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat
proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi
timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram
dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang
timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas
peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran
auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas
peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak
diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi.
Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif
sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus
obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya
kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan
penurunan volume intra-vascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak
diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung,
hipotensi dan syok.
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup
volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen
dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke
dalam lumen dan dinding usus.
Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa
usus yang normalnya bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya,
merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah.
Dengan strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.
Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat
menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus
tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan kebanyakan
ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat serta sebelum terbukti tanda
klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat
melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi
ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang
menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan
progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi strangualata.
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi
usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar
500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang
cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus
obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi.
Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus
halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan
distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia
didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular
pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga
karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka ia area yang biasanya pecah pertama.
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. Penebit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
LO 3.6: Manifestasi klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif:
1.
2.
3.
4.
Nyeri abdomen
Muntah
Distensi
Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia,
septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus
obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi
episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus
obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun
makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu.
Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau
kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif
usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan
berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap
stagnasi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak
bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas dan
feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus
distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam
ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa ter-ancam di usus
besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin
tidak ada obstipasi, selama beberapa hari.
Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus
obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg
ber-ulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering,
pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit
meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder.
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan
nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda
strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda:
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan
infark atau prforasi.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hambatan Pasase Usus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 841 – 5.
LO 3.7: Diagnosis dan diagnosis banding
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruk-si usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan
peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual
dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
b. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri
usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulate.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Ia bisa
membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum
menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak
ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (penyumbatan
usus besar akibat pergerakan usus tidak adekuat).
3. Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur merupakan pelengkap pemeriksaan fisik abdomen dan genitalia
yang dilakukan dengan indikasi :
a. Pada pria: Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan prostate dan vesika seminalis.
b. Pada wanita : Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa serta
pemeriksaan genitalia pada nullipara (wanita yang belum melahirkan dengan usia
kehamilan >28 minggu).
Alat dan bahan: ranjang periksa, sarung tangan, pelumas, sabun dan air bersih, handuk
bersih dan kering, larutan antiseptic, senter.
Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum.
Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika seminalis
karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position: Posisi ini jarang digunakan.
a.
b.
c.
d.
Pemeriksaan :
Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih.
Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi diatas.
Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana), hingga regio analis terlihat jelas.
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
e. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
f. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada kelainan.
g. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal orificium dan
tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian fleksikan ujung jari dan
masukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian besar jari berada di dalam canalis analis.
h. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah kelainan.
i. Menilai tonus sfingter ani.
j. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
k. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak.
l. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari rectum, perhatikan apakah pada sarung
tangan terdapat bekas feses, darah, dan lendir.
m. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan air mengalir.
DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
4. Foto polos abdomen
a. Persiapan: Secara umum tidak diwajibkan adanya persiapan untuk jenis pemeriksaan ini.
Hanya saja diharuskan kejelian dari radiographer untuk melepas dan menghindarkan
benda-benda yang dapat menimbulkan bayangan opaque yang dapat mengganggu
gambar-an radiografi seperti kancing baju, resliting, peniti dan lain-lain.
b. Proyeksi:
Antero Posterior (Supine): Tujuan proyeksi ini adalah, untuk menampakkan adanya
gambaran distribusi udara dalam usus dan kemungkinan adanya distensi usus. Posisi
pasien: berbaring diatas meja pemeriksaan bahu diatur sejajar dengan jarak yang sama
pada permukaan meja pemeriksaan, kedua tungkai lurus dan dibawah lutut diberi
pengganjal.
Antero Posterior (berdiri): Tujuan proyeksi ini adalah, untuk memperlihatkan adanya
udara bebas di dalam rongga abdomen dibawah diafragma dan menampakkan adanya
cairan di abdomen bagian bawah. Posisi pasien: berdiri dengan kedua tungkai lurus dan
berat tubuh diatur seimbang bertumpu pada kedua kakinya.
Postero Anterior (berdiri): Tujuan proyeksi untuk memperlihatkan adanya udara bebas
didalam rongga abdomen dibawah diafragma, dengan catatan ginjal bukan merupakan
obyek utama pemotretan. Dengan proyeksi ini diharapkan dapat mengurangi dosis berlebihan yang dapat mengenai gonad dibandingkan dengan posisi AP.
Antero Posterior (posisi duduk): Tujuan proyeksi ini adalh untuk menampakkan
adanya udara beebas didalam rongga abdomen dibawah diafragma dan menampakkan
adanya cairan di abdoemen bagian bawah. Posisi Pasien: tidur berbaring di atas meja
pemeriksaan. Penderita dibantu duduk di salah satu sisi meja pemeriksaan. Jika penderita
datang dengan tempat tidur diposisikan tegak pada salah satu sisinya. Bantal non opaque
diletakkan dibawah pantat. Kedua kaki lurus searah tubuh
dan kedua tangan
berpegangan pada meja pemeriksaan atau menggantung disamping badan untuk
keseimbangan.
Left Lateral Decubitus: Tujuan proyeksi untuk menampakkan adanya udara bebas pada
sisi kanan atas abdomen. Miller merekomendasikan bahwa posisi penderita tetap pada
posisi miring (LLD) selama 10-20 menit sebelum dilakukan eksposi untuk memberikan
kesempatan udara bebas agar naik hingga daerah permukaan atas rongga peritoneum.
Posisi pasien: berbaring miring dengan sisi kiri tubuh menempel pada meja pemeriksaan.
Kedua lengan ditekuk diletakkan disamping kepala, tangan dapat digunakan untuk
bantalan kepal, kedua tungkai diatur berimpit dan ditekuk dengan lutut diletakkan agak ke
depan bidang anterior abdomen.
5. BNO
Persiapan Pasien:
a. Sehari sebelum pemeriksaan, pasien harus banyak makan makanan yang tidak beserat,
misalnya bubur kecap . Makan terakhir jam 19.00
b. Minum obat pencahar jam 20.00, misalnya garam inggris sebanyak 30 gram atau dulcolax
tablet sebanyak 6 tablet dan pagi-pagi diberi dulcolax supposituria (per anal)
c. Boleh minum air putih sampai jam 23.00
d. Puasa sampai dilakukan pemeriksaan radiografi
e. Tidak boleh banyak bicara dan merokok.
Prosedur Pemeriksaan:
Bila pasien telah menjalani persiapan dan telah diketahui kandungan ureum dan kreatinin dalam
darah, dilakukan foto pendahuluan abdomen dengan posisi AP, menggunakan film 30 x 40 cm.
Cek foto pendahuluan, bila persiapan bagus bahan kontras
disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti, pasien
dalam keadaan supine.
Pemeriksaan
sinar-X
bisa
sangat
bermanfaat
dalam
mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen
tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola
tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus
obstruksi sebagai diagnosis Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus.
6. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi
hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase
serum kadang-kadang ditemukan pada semua
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat
dehidrasi
2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan
Cl- rendah.
3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives
melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra
tidak terlihat di seluruh lebar usus)
b. mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat
sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab
5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk
menunjukkan tempat obstruksi.
bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
Diagnosis banding:
Carcinoid gastrointestinal. Penyakit Crohn. Intussuscepsi pada anak. Divertikulum Meckel. Ileus
meconium. Volvulus. Infark Myocardial Akut. Malignansi, Tumor Ovarium. TBC Usus.
Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih Bahasa: Adji Dharma,
dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42.
Tatalaksana
Konservatif
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Penderita dipuasakan
3. Kontrol status airway, breathing and circulation.
4.
5.
6.
7.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
Terapi non bedah:
a. Antibiotik spektrum luas untuk bakteri anaerob dan aerob2,3 sebagai profilaksis.
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Antiemetik untuk mengurangi gejala mual muntah.
MEDIKAMENTOSA
Obat pertama :
1. Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
Antibiotik
OBAT ANTIEMETIK
Antagonis reseptor H1, Antagonis reseptor muskarinik, Antagonis reseptor dopamine, Antagonis
reseptor serotonin, Cannabinoid, Steroid
1. Antagonis reseptor H1
Contoh : Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
Tidak
dapat
digunakan
untuk
mual-muntah
karena rangsangan
pada
CTZ.
Efektif untuk mabuk kendaraan dan mual muntah karena rangsangan pada lambung. Diberikan
sebelum timbul gejala mual-muntah
a. Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
b. KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
2. Antagonis reseptor muskarinik
Contoh : Hyoscine
Untuk mual-muntah karena gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung. Tidak dapat
digunakan untuk mual muntah karena rangsangan pada CTZ
a. Puncak antiemetik : 1-2 jam
b. ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
3. Antagonis reseptor dopamin
Contoh : Metoklopramid, Domperidone, Phenothiazine
Metoklopramid
a. Bekerja di CTZ
b. ES : karena blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan
dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah. Stimulasi release prolaktin → galaktore dan
gangguan menstruasi. Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
a. Antagonis reseptor D2. Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi
kanker
b. ES : diare
Phenothiazine
Dapat digunakan untuk vomitting karena rangsangan pada CTZ. Tidak efektif untuk muntah
karena rangsangan di lambung. Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat
reseptor histamine dan muskarinik. Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
4. Antagonis serotonin
Contoh : ondansetron, granisetron
a. Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik. Pemberian p.o, injeksi IV pelan,
infus
b. ES : sakit kepala, gangguan GIT
5. Cannabinoid
a. Derivat cannabinol sintetik → menurunkan muntah karena rangsangan pada CTZ.
b. ES : drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahan mood,hipotensi postural, halusinasi,
dan reaksi psikotik
6. Steroid
Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
Mekanisme kerja → belum diketahui dan sinergisme dengan ondansetron
PENCAHAR
1. Bulk Laxative : meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
Contoh : Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
Polimer polisakarida tidak dapat dipecah. Mekanisme kerja menahan air di lumen usus
merangsang peristaltis abeberapa hari. ES : ringan
2. Osmotic Laxative : meningkatkan jumlah air
Meningkatkan volume cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →
massa yg sangat besar masuk kolon → distensi→ekspulsi faeces
3. Faecal Softener : mengubah konsistensi faeces
Contoh : Docusate sodium
Menghasilkan feses yg lebih lumak. Efek stimulan laksatif lemah
4. Stimulant Purgative : meningkatkan motilitas dan sekresi
Contoh : Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus.
panjang → atonia colon
ES : kram abdomen, jangka
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT
1. Domperidone
Antagonis reseptor D2 antiemetik. Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek
relaksanya , menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah meningkatkan motilitas GIT. Tidak
menstimulasi sekresi asam lambung. Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan
refluks esofagitiskronis. ES : hiperprolaktinemia
2. Metoklopramid
Efek sentral → antiemetic
Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresiasam lambung
Efeknya kecil pada motilitas usus bag. Bawah. Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan
gangguan pengosongan lambung. Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik.
3. Cisapride
Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. Atas. Digunakan untuk refluks
esofagitis dan gangguan pengosongan lambung. Tidak mempunyai efek antiemetic. ES : diare,
kram abdomen, takikardi (jarang).
Terapi bedah
Persiapan sebelum operasi:
1. Pemeriksaan Fisik: Meliputi pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan jantung dan paru, serta pemeriksaan status nutrisi dan
cairan.
2. Pengosongan Lambung dan Usus
Tujuannya adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru- paru)
dan menghindari kontaminasi feses (kotoran manusia) ke area pembedahan sehingga
tidak terjadi infeksi .Tindakan peosongan lambung dan usus, meliputi : pasien akan
dipuasakan 6-8 jam dan dilakukan tindakan pengosongan usus (urus-urus/huknah).
3. Pencukuran Daerah Operasi
Tujuannya untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatanluka. Namun, ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi
4. Penandaan daerah Operasi (Marker) sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan
dalam proses pembedahan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab ileus
obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom.
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi
terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan
antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua
pasien ileus obstruksi.
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
Tindakan bedah dilakukan bila:
1.
2.
3.
4.
Strangulasi.
Obstruksi lengkap
Hernia inkarserata
Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,
oksigen dan kateter)
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa
pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruktif antara lain terjadinya nekrosis usus, perforasi usus, Sepsis, Syokdehidrasi, Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia aspirasi
dari proses muntah, gangguan elektrolit.
http://dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif-limufita/
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.47
Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
mencegah ter-jadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus
obstruktif.
1. Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum
memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan
atau memberi-kan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan
melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
2. Pencegahan primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti
mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk
mengadakan pence-gahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara
lain :
a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c. Diet Serat
d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak
dengan banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker
kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.
e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam
perut.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara
mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat
fatal ileus obstruktif.
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah
kecacatan dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan
perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.
Prognosis
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5 %.
Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus
yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan
dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan
lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.
Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih Bahasa: Adji Dharma,
dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42.
LI 4: Operasi menurut islam
1. Hadits hijamah (berbekam)
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari Jabir
bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata,
“Aku tidak meninggalkantempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar
Rasulullah saw bersabda,‘Padanya terdapat kesembuhan”(HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa
hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk
menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar
dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.
2. Hadits Jabir bin Abdullah
“Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabib tersebut
memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim).
Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap
Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satubentuk
operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan secara
mutlak. Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan, sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak
mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam
kondisi ini syariat melarangnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam
buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat:
Hendaknya operasi medis disyariatkan.
Hendaknya penderita membutuhkannya.
Hendaknya penderita mengizinkan.
Hendaknya tim medis menguasai.
Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
Hendaknya operasi medis berakibat baik.
Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.
http://www.scribd.com/doc/19140557/Hukum-Operasi-Dan-Bedah-Mayat-Menurut-Hukum-Islam
Download