UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN
HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL
TESIS
Ludi Dhyani Rahmartani
1006767595
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN ANAK
JAKARTA
JANUARI 2015
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN
HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Dokter Spesialis Anak
Ludi Dhyani Rahmartani
1006767595
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN ANAK
JAKARTA
JANUARI 2015
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ludi Dhyani Rahmartani
NPM
: 1006767595
Tanda Tangan
: ………………………
Tanggal
: 21 Januari 2015
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
3
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Tesis
:
:
:
:
:
Ludi Dhyani Rahmartani
1006767595
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak
Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan
Hiperplasia Adrenal Kongenital
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Anak pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. dr. Jose R.L. Batubara, SpA(K)
(..................................)
Pembimbing : Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K)
(..................................)
Penguji
: Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed
(..................................)
Penguji
: Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K)
(..................................)
Penguji
: dr. Risma K Kaban, SpA(K)
(..................................)
Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal
: 21 Januari 2015
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
4
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
5
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Ludi Dhyani Rahmartani
NPM
: 1006767595
Program Studi
: Pendidikan Dokter Spesialis Anak
Departemen
: Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas
: Kedokteran
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah sayang yang berjudul:
Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan
Hiperplasia Adrenal Kongenital
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam pentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penilis/pencipta dan pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 21 Januari 2015
Yang menyatakan
(Ludi Dhyani Rahmartani)
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
6
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat
dan hidayahNya, saya dapat menyelesaikan tesis ini untuk mendapatkan gelar
dokter spesialis anak. Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, saya tidak mampu untuk melalui suka dan
duka selama saya menjalani masa pendidikan hingga saat ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1) Prof. Dr. dr. Jose R. L. Batubara, SpA(K) selaku pembimbing materi saya, dan
Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) selaku pembimbing metodologi saya.
Keduanya dengan sabar telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya
untuk senantiasa mendukung dan membimbing saya sejak penulisan proposal,
pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis ini.
2) Tim penguji tesis saya yang sangat baik, sabar dan penuh perhatian serta mau
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan saran dan kritik untuk
makalah saya, Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed, Dr. dr. Hartono
Gunardi, SpA(K), dan dr. Risma Kerina Kaban, SpA(K).
3) Lamtorogung Prayitno (alm), atas segala waktu, tenaga dan pikirannya dalam
membantu mengerjakan analisis mutasi genetik ini hingga akhir hayatnya.
4) dr. Bambang Tri AAP, SpA(K) MM(Paed), selaku Ketua Program Studi
PPDS IKA FKUI, dan dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) selaku Sekretaris
Program Studi PPDS IKA FKUI, yang telah banyak meluangkan waktunya
untuk memberikan perhatiannya kepada saya selama masa pendidikan ini
hingga mengijinkan saya untuk mengajukan tesis ini.
5) Dr. dr. Aryono Hendarto, SpA(K) selaku Ketua Departemen IKA FKUI
RSCM saat ini, dan kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K) selaku
Ketua Departemen IKA FKUI RSCM yang sebelumnya, yang telah
memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan ilmu yang
bermanfaat selama program pendidikan ini.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
7
6) Kepada Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K) yang tak henti-hentinya
memberikan saya semangat untuk meyelesaikan tesis ini dan dr. Hikari A
Sjakti, SpA(K) yang telah banyak membimbing saya selama pendidikan ini.
7) Para guru saya, staf pengajar maupun non pengajar, perawat dan pasien yang
tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak
memberikan saya pendidikan, perhatian, kasih sayang dan pengalaman
berharga selama saya menempuh pendidikan ini.
8) Seluruh teman sejawat PPDS IKA, khususnya yang telah banyak membantu
saya dalam mengerjakan tugas akhir saya ini, Felix, Ivan, dan Maudy. Para
sahabat seperjuangan yang selama 4,5 tahun ini berbagi suka duka dalam
menjalani pendidikan ini (Nathanne, Felix, Dina, Windhi, Anggi, mba
Ramadianty, mba Idha, mba Yessy, mba Arie, mba Irlisnia, mba Nanda), juga
Boe dan adik-adik angkatku, mba Nadia, mba Nathalia, Indira, Arin, Farid,
Dony, Harman, Kemal, Apit, Harsha, Jerry, Hisar, Ario, Nikko, Pram, Ismail,
Ai, Jefri, Yudi, Subhan, Toman, Barri dan seluruh teman-teman yang selalu
membantu menceriakan hari-hari saya, yang mohon maaf tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
9) Keluarga saya yang sangat saya banggakan dan cintai, terutama orangtua saya
yang hingga saat ini telah membesarkan, merawat, melindungi, mendidik
dengan penuh cinta kasih dan selalu memberikan dukungan apapun dan
kapanpun, bapakku Martani Huseini dan ibuku Ake Endang Murni, serta adikadikku yang sangat saya sayangi, Lhuri, Maruto, Lusi dan Taufik.
10) Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan
saya hingga akhir penelitian dan penyusunan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka.
Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
dan pelayanan masyarakat Indonesia.
“Do right. Do your best. Show people that you care. Treat others as you want to be treated”
Wasalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 21 Januari 2015
Penulis
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
8
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul Tesis
: Ludi Dhyani Rahmartani
: Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak
: Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan
Hiperplasia Adrenal Kongenital
Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan
genetik yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat
defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD) yang disebabkan oleh mutasi gen
CYP21.
Tujuan. Mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis anak dengan
HAK di Indonesia.
Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember 2014.
Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Klinik Endokrinologi Anak RSCM dan
pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari anamnesis
terhadap orangtua, rekam medis dan register HAK tahun 2009-2014.
Hasil penelitian. Didapatkan total subjek sebesar 45 subjek (37 perempuan, 8
lelaki) dengan profil klinis tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing
(SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis
pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), tipe NC
usia 5 tahun. Keluhan utama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Subjek
perempuan mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat lahir (32,4%) dan
memiliki perilaku maskulin (24,3%). Tiga jenis mutasi ditemukan pada dua
subjek, dua jenis mutasi ditemukan pada 19 subjek, mutasi R356W saja dialami
oleh 9 pasien, dan mutasi I172N saja ditemukan pada 15 pasien. Mutasi I172N
ditemukan pada 80% alel, R356W pada 66,7% alel, dan delesi/LGC pada 4,4%
alel. Tipe SW yang mengalami mutasi delesi/LGC dan atau R356W sebesar
63,6%.
Simpulan. Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW
dengan mutasi R356W dan atau delesi/LGC. Pemeriksaan mutasi gen CYP21
bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada
keluarga yang memiliki risiko HAK.
Kata kunci: hiperplasia adrenal kongenital, defisiensi 21-hidroksilase, mutasi
CYP21.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
9
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Ludi Dhyani Rahmartani
: Pediatric Residency
: CYP21 Mutation and Clinical Manifestation of
Children with Congenital Adrenal Hyperplasia
Background. Congenital adrenal hyperplasia (CAH) is an autosomal recessive
genetic disorder. More than 90% of cases are due to 21-hydroxylase deficiency
which caused by CYP21 mutation.
Objective. Study the characteristic of CYP21 mutation and clinical manifestation
in children with CAH in Indonesia.
Method. A descriptive retrospective study was performed during OctoberDecember 2014. Subjects were CAH children who were admitted to Pediatric
Endocrinology Cipto Mangunkusumo hospital and tested for CYP21 gene
mutation. Data were taken based on parents’ interview, medical records and CAH
registry during 2009-2014.
Results. A total of 45 subjects (37 girls, 8 boys) participated, with clinical profile
of salt wasting (SW) type found in 33 subjects, simple virilizing (SV) in 10
subjects, and non-classical (NC) type in two subjects. Median age of diagnosis in
SW type is 1 month old (0-3 month), SV type is 3 years old (2-6 years), NC type
is 5 years old. Ambigous genitalia was the major chief complaint (60%). Girls
experienced gender reassessment (32,4%) and show masculine behavior (24,3%).
Three types of mutations were found in two patients, two types of mutations
(R356W and I172N) in 19 patients, only R356W mutation in 9 patients, and only
I172N mutation in 15 patients. I172N mutation was found in 80% alleles,
followed by R356W in 66,7% alleles, and deletion/LGC in 4,4% alleles. In the
SW form, 63,6% subjects had deletion and/or R356W mutation.
Conclusion. The most common clinical manifestation in this study is SW type
with deletion/LGC and or R356W mutation. CYP21 mutation analysis may
provide important information for genetic counseling, prenatal diagnosis and
management of families at risk for CAH.
Keywords: congenital adrenal hyperplasia, 21-hidroxylase deficiency, CYP21
mutation.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...............................
ABSTRAK..............................................................................................................
ABSTRACT..............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................
i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
x
xii
xiii
xiv
xv
I.
PENDAHULUAN........................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................
1.3.1. Tujuan Umum...........................................................................
1.3.2. Tujuan Khusus................................... ......................................
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................
1.4.1. Manfaat dalam Bidang Akademi..............................................
1.4.2. Manfaat dalam Bidang Pelayanan.............................................
1.4.3. Manfaat dalam Bidang Pengembangan Penelitian....................
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
2.1 Hiperplasia Adrenal Kongenital..........................................................
2.1.1 Definisi dan Insidens...............................................................
2.1.2 Patofisiologi............................................................................
2.1.3 Diagnosis dan Manifestasi Klinis...........................................
2.1.4 Tata Laksana...........................................................................
2.2 Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK................................................
2.2.1. Deteksi Mutasi Gen CYP21......................................................
2.2.2. Hubungan Genotip dan Fenotip HAK......................................
4
4
4
5
6
10
11
11
14
III. KERANGKA KONSEP..............................................................................
17
IV. METODOLOGI PENELITIAN.................................................................
4.1 Desain Penelitian................................................................................
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................
4.2.1. Tempat Penelitian.....................................................................
4.2.2. Waktu Penelitian.......................................................................
18
18
18
18
18
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
11
4.3
Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................,
4.3.1. Populasi Target.........................................................................
4.3.2. Populasi Terjangkau..................................................................
4.4 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian..................................................
4.4.1 Kriteria Inklusi........................................................................
4.4.2 Kriteria Eksklusi.....................................................................
4.5 Estimasi Besar Sampel.......................................................................
4.6 Cara Pemilihan Sampel......................................................................
4.7 Prosedur Penelitian.............................................................................
4.8 Alur Penelitian...................................................................................
4.9 Manajemen dan Analisis Data............................................................
4.10 Definisi Operasional...........................................................................
4.11 Etik Penelitian.....................................................................................
18
18
18
19
19
19
19
20
20
21
21
21
24
HASIL PENELITIAN.................................................................................
5.1 Alur Subjek Penelitian........................................................................
5.2 Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian.......................
5.3 Karakteristik Klinis Subjek Perempuan.............................................
5.4 Karakteristik Mutasi Gen CYP21.......................................................
25
25
26
28
30
VI. PEMBAHASAN...........................................................................................
6.1 Keterbatasan Penelitian......................................................................
6.2 Karakteristik Subjek Penelitian..........................................................
6.3 Karakteristik Klinis Subjek Perempuan.............................................
6.4 Karakteristik Mutasi Gen CYP21.......................................................
34
34
35
38
39
V.
VII. SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 44 28
LAMPIRAN........................................................................................................... 49
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
12
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD....................
Tabel 5.1
Karakteristik klinis dan demografi subjek penelitian......................
9
27
Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK.................... 28
Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK........ 29
Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK.....................
32
Tabel 5.5
Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK...................... 33
Tabel 5.6
Mutasi (1 jenis) dan subjek berdasarkan tipe HAK......................... 33
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Biosintesis steroid adrenal...............................................................
4
Gambar 2.2.
Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen.........
6
Gambar 2.3.
Derajar virilisasi sesuai stadium Prader...........................................
7
Gambar 2.4.
Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3)............................... 12
Gambar 2.5.
Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p21.3......................... 13
Gambar 2.6.
Hubungan geotip-fenotip pada HAK 21-OHD................................ 15
Gambar 5.1
Alur subjek penelitian...................................................................... 25
Gambar 5.2.
Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian.................... 31
Gambar 5.3.
Karakter alel pada setiap jenis mutasi.............................................. 31
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan lolos kaji etik penelitian................................................ 49
2
28
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
15
DAFTAR SINGKATAN
17-OHP
17-hidroksiprogesteron
21-OH
21-hidroksilase
ACTH
adrenocorticotropic hormone
C4
komponen protein keempat
CRH
corticotropin-relasing hormone
CYP21
sitokrom P450c21
CYP21P
pseudogen sitokrom P450c21
FKUI
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
HAK
hiperplasia adrenal kongenital
IDAI
Ikatan Dokter Anak Indonesia
IKA
Ilmu Kesehatan Anak
KAHAKI
komunitas keluarga hiperplasia adrenal kongenital Indonesia
LGC
large gene conversion
N/A
not available
NK
non-klasik
PCR
polymerase chain reaction
PR
pathogenesis-related protein
RSCM
rumah sakit Cipto Mangunkusumo
SNP
single nucleotide polymorphism
SV
simple virilizing
SW
salt wasting
TNX
tenascin X
UKK
unit kerja koordinasi
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia
(CAH) adalah suatu kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif, dengan
insidens kasus sebesar 1 : 10.000 - 20.000. Penyebab HAK adalah defisiensi
salah satu enzim yang diperlukan dalam jalur biosintesis steroid pada korteks
adrenal, dan lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21hidroksilase (21-OHD). Defek pada enzim ini menyebabkan berkurangnya
kemampuan sintesis hormon kortisol dan aldosteron, serta meningkatnya
produksi androgen secara berlebihan. Rendahnya kadar kortisol dapat
menyebabkan anak dengan HAK dapat meninggal setelah lahir akibat krisis
adrenal. Produksi androgen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
virilisasi pada janin perempuan sehingga lahir dengan genitalia ambigus.1-6
Gambaran klinis HAK tergantung pada derajat defek enzimatik yang terjadi.
Kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi tipe klasik (salt wasting dan
simple virilizing) dan non-klasik.1-3 Penegakan diagnosis dini pada pasien
HAK sangat diperlukan untuk mencegah kematian akibat krisis adrenal,
mendapatkan tata laksana jangka panjang yang adekuat, memiliki tumbuh
kembang yang normal, dan mengurangi beban psikologis akibat kebingungan
gender.4,7
Seiring dengan perkembangan jaman, deteksi dini kasus HAK telah banyak
dilakukan di berbagai negara di dunia. Deteksi ini meliputi uji saring
neonatus dan pemeriksaan mutasi genetik. Sejumlah penelitian dari berbagai
negara telah memperlihatkan adanya mutasi genetik CYP21 pada kasus
HAK. Mutasi yang terjadi akan menentukan persentase aktifitas enzim
tersebut dan memengaruhi manifestasi klinis pada HAK.8,9 Hingga saat ini
terdapat sekitar 100 mutasi CYP21 yang dilaporkan, dan diantaranya
berkaitan dengan fenotip HAK.9-11
1
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
17
Pada studi beberapa negara di Asia ditemukan beberapa mutasi yang paling
sering terjadi, yakni mutasi delesi/large gene conversion (LGC), mutasi titik
pada ekson 4 (1001 T>A) kodon 172 (I172N), mutasi missense pada ekson 8
(2110 C>T) kodon 256 (R356W), dan mutasi splicing pada intron 2 (I2
splice).12-14 Profil mutasi gen CYP21 terhadap klinis pada anak dengan HAK
di Indonesia belum diteliti secara luas karena memerlukan pemeriksaan
khusus dengan biaya yang besar dan waktu yang lama.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dikemukakan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana profil mutasi CYP21 pada anak dengan HAK di Indonesia?
2. Bagaimana profil klinis anak dengan HAK, terkait mutasi CYP21 di
Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis pada anak
dengan HAK di Indonesia.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Memperoleh data karakteristik demografi anak HAK di Indonesia.
2. Mengetahui profil klinis (manifestasi awal, riwayat keluarga, derajat
virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin, dan perilaku terkait gender)
anak dengan HAK tipe salt wasting, simple virilizing, dan non-klasik di
Indonesia yang mengalami mutasi CYP21.
3. Mengetahui pola mutasi gen CYP21 dan mengetahui adanya pengaruh
jenis mutasi gen CYP21 tertentu (genotip) terhadap profil klinis HAK
(fenotip) pada anak di Indonesia.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
18
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat dalam bidang akademis
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dan mempelajari pola mutasi gen
CYP21 yang sering terjadi pada kasus HAK di Indonesia serta mengetahui
pengaruh mutasi tersebut pada manifestasi klinis HAK yang terjadi.
I.4.2. Manfaat dalam bidang pelayanan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat di Indonesia tentang pentingnya diagnosis
molekular khususnya pemeriksaan mutasi CYP21 pada kasus HAK. Apabila
pola mutasi CYP21 pada kasus HAK di Indonesia sudah diketahui dengan
jelas, maka dapat dilakukan konseling genetik, sehingga diagnosis dan tata
laksana dapat dilakukan sedini mungkin dan diharapkan angka insidens,
morbiditas dan mortalitas HAK di Indonesia dapat diturunkan di kemudian
hari.
I.4.3. Manfaat dalam bidang pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
untuk penelitian diagnostik molekular lebih lanjut pada kasus HAK.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
19
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hiperplasia Adrenal Kongenital
2.1.1. Definisi dan Insiden
Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia
(CAH) adalah suatu kelainan metabolik bawaan yang bersifat autosomal resesif
yang diakibatkan oleh defisiensi pada salah satu dari lima enzim yang diperlukan
dalam jalur biosintesis steroid pada korteks adrenal yakni enzim 21-hidroksilase,
11-β-hidroksilase, 17-hidroksilasi, 3-β-hidroksilasi dan 18-hidroksilase. Namun,
lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase (21OHD).1-5 Defek ini akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sintesis hormon
kortisol dan aldosteron, serta peningkatan produksi androgen secara berlebihan
(Gambar 2.1).3
Gambar 2.1 Biosintesis steroid adrenal.
CYP21= sitokrom P450c21, 17-OH progesterone= 17-hidroksi progesteron (telah diolah kembali1)
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
20
Angka kejadian HAK berkisar antara 1 : 10.000 - 20.000 kelahiran hidup. HAK
dapat terjadi pada semua ras, dan perbandingan kejadian pada anak lelaki dan
perempuan sama besar. Hingga saat ini data mengenai prevalens HAK di
Indonesia belum ada.1-3 Pasien yang terdata di register HAK Unit Kerja
Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak
tahun 2009 hingga 2014 adalah sebanyak 292 pasien, dan 85 pasien di antaranya
pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di Klinik Rawat Jalan Endokrinologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM).
2.1.2. Patofisiologi
Kelenjar adrenal memiliki fungsi endokrin yang melibatkan 3 steroid penting di
dalam adrenal, yaitu (1) kortisol (glukokortikoid) yang berfungsi menanggulangi
keadaan stres emosi dan fisik serta mengontrol kadar gula darah, (2) aldosteron
(mineralokortikoid) yang berfungsi dalam regulasi garam dalam tubuh, dan (3)
androgen adrenal, yang berfungsi mengontrol tanda-tanda seks sekunder saat
pubertas.3,15
Proses steroidogenesis atau pembentukan steroid adrenal diatur oleh hipofisis
melalui sekresi hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sintesis kortisol
di kelenjar adrenal melibatkan 5 enzim utama. Pada individu dengan HAK 21OHD, terjadi defek pada enzim 21 hidroksilase, dan mengakibatkan terganggunya
sintesis hormon kortisol di adrenal, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan
kortisol. Kadar kortisol dalam darah yang rendah akan mengaktifkan mekanisme
umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofisis, menyebabkan terjadi
peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis dan corticotropin-relasing hormone
(CRH) oleh hipotalamus yang berlebihan.3 Proses ini akan menyebabkan
hiperplasia kelenjar adrenal dan peningkatan stimulasi pembentukan steroid di
adrenal sehingga terjadi penumpukan prekursor hormon seks, yakni androgen.3,4
Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hormon androgen (testosteron)
yang berlebihan inilah yang mengakibatkan virilisasi pada janin perempuan saat
di dalam kandungan, sehingga lahir dengan genitalia ambigu. Kadar androgen
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
21
yang tinggi dalam kandungan juga dapat mengganggu perkembangan karakteristik
seksual anak perempuan dengan genotip 46,XX menjadi lebih maskulin. Individu
dengan HAK memerlukan pengobatan hormon steroid sepanjang hidupnya. 3,15
Normal
HAK 21-OHD
Hipotalamus
Hipofisis
Kortisol
Kortisol
Adrenal
Androgen
Androgen
Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen
CRH= corticotropin-relasing hormone, ACTH= adrenocorticotropic hormone (telah diolah
kembali32)
Defisiensi enzim yang terjadi pada HAK juga menyebabkan gangguan sintesis
aldosteron. Kadar aldosteron yang rendah mengakibatkan ion natrium tidak dapat
diretensi dan terjadi sekresi natrium yang berlebihan oleh ginjal sehingga
menyebabkan hiponatremia, hipovolemia, hiperkakalemia, hiperreninemia, dan
hipotensi. Kondisi ini dikenal dengan krisis adrenal yang dapat menyebabkan
kematian jika tidak terdiagnosa dan mendapat tata laksana yang adekuat.3,4
2.1.3. Diagnosis dan manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan androgen menyebabkan bayi
perempuan lahir dengan genitalia ambigus yang bervariasi. Kelainan ini dapat
disertai dengan gambaran sinus urogenital, skrotalisasi dan labia mayora, fusi
labia atau klitoromegali.3 Kondisi ambigus genitalia dapat diklasifikasikan
berdasarkan derat virilisasi yang terjadi, dan diklasifikasikan menurut stadium
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
22
Prader (Gambar 2.3). Pada stadium 1, terdapat hipertrofi klitoris (klitoromegali)
tanpa disertai fusi labia. Stadium 2, terdapat klitoromegali dengan jarak sinus
urogenitalis, vagina dan uretra berdekatan, disertai fusi labia posterior. Stadium 3,
klitoromegali yang lebih berat, sinus urogenitalis dangkal, dan fusi labia yang
hampir sempurna. Stadium 4, terdapat phallus dengan meatus urogenital kecil
pada pangkal klitoris dan fusi labia sempurna. Stadium 5, fenotip genitalia lelaki
normal tanpa adanya gonad yang dapat diraba.
Normal
Stage I
Stage II
Stage III
Stage IV
Stage V
Gambar 2.3. Derajat virilisasi sesuai stadium Prader (telah diolah kembali6)
Insufisiensi adrenal ditunjukkan dengan hiperpigmentasi kulit dan genitalia yang
menandakan adanya peningkatan hormon ACTH. Tanda androgenisasi pada anak
lelaki dan perempuan di antaranya terjadi pembesaran penis dan klitoris,
munculnya jerawat, hirsutisme (pertumbuhan dini rambut pubis dan aksila),
pertumbuhan cepat dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks terjadi akibat paparan
jangka panjang terhadap androgen kadar tinggi sehingga mengaktifkan aksis
hipotalamus-hipofisis-gonad. Pertumbuhan somatik terjadi dengan cepat, usia
tulang lebih dewasa sehingga penutupan epifisis terjadi lebih cepat.3,4
Fenotip HAK dibagi menjadi dua, yakni bentuk klasik dan non-klasik.
Manifestasinya bergantung dengan derajat keparahan defek enzim 21-hidroksilase
yang terjadi. HAK klasik merupakan bentuk yang berat dan muncul saat lahir atau
pada minggu-minggu pertama setelah lahir. Virilisasi pada wanita tampak sejak
lahir. HAK tipe klasik dibagi menjadi dua, yakni tipe salt losing/salt wasting
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
23
(SW) dan tipe virilisasi sederhana atau simple virilizing (SV). Pada tipe SW
terjadi defisiensi total atau hampir total dari enzim 21-OH, ditemukan pada sekitar
70% tipe HAK klasik dan merupakan bentuk paling berat dari HAK klasik.1-4
Gejala salt wasting timbul akibat tidak adekuatnya sekresi kortisol dan aldosteron.
Gejala ini meliputi menurunnya nafsu makan, muntah, letargi, gagal tumbuh,
syok, hipoglikemia, hiponatremia, hiperkalemia dan asidosis. Semua gejala ini
menunjukkan kegagalan fungsi korteks adrenal, dan dikenal sebagai krisis
adrenal, biasanya timbul pada minggu kedua sampai minggu ketiga kehidupan.
Gejala-gejala ini seringkali dianggap sebagai bagian dari intoleransi formula,
kolik, sepsis, asidosis tubuler renal, ataupun stenosis pilorus sehingga
menyebabkan keterlambatan diagnosis.
dapat
3
Gejala HAK tipe SV hanya menunjukkan adanya virilisasi tanpa adanya gejala
salt wasting. Tipe SV memperlihatkan terjadinya virilisasi pada berbagai
tingkatan, tanpa disertai terjadinya kehilangan garam. Keterlambatan diagnosis
HAK sering terjadi pada pasien lelaki. Anak lelaki dengan HAK mengalami
diferensiasi seksual yang normal dan sebagian besar tidak memperlihatkan tanda
kelebihan androgen yang jelas pada saat baru lahir, sehingga dapat meninggal
akibat krisis adrenal yang tidak terdetaksi. Pada lelaki tipe SV, biasanya baru
teridentifikasi apabila ditemukan pubertas yang abnormal dan perawakan
pendek.3,4
Pada tipe HAK tipe non-klasik, defisiensi enzim 21-OH yang terjadi hanya
sebagian, sehingga gangguan produksi kortisol dan aldosteron yang terjadi parsial,
dan hanya menyebabkan penurunan kadar kedua hormon tersebut, namun tidak
seberat tipe klasik. Gejala yang timbul pada HAK non-klasik ringan atau bisa
tanpa gejala, sehingga pasien HAK tipe ini pada umumnya terdiagnosis pada usia
yang lebih besar. Sebagian anak HAK tipe ini tumbuh lebih cepat dari anak
seusianya atau memiliki usia tulang yang lebih dewasa, dan pada sebagian kasus
ditemukan pertumbuhan prematur rambut pubis atau aksila.1-3
Diagnosis HAK tipe klasik ditegakkan berdasarkan usia awitan saat terdiagnosis,
gejala klinis, laboratoris, dan aktivitas enzim 21-hidroksilase yang terjadi. Pada
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
24
HAK, terjadi peningkatan kadar 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) plasma yang
dapat mencapai lebih dari 300 nmol/L (≈ 10.000 ng/dl) dengan nilai normal pada
neonatus <6 nmol/L (<200 ng/dl), juga terjadi penurunan kadar aldosteron plasma
dan urin, hiponatremia, hiperkalemia dan hipereninemia. Uji stimulasi ACTH
dilakukan sebagi uji baku emas yang dapat membedakan jenis defisiensi enzim.1-3
Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD berdasarkan tipenya dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD
Tipe HAK
Manifestasi
Klasik
salt wasting
Lelaki
Perempuan
simple virilizing
Lelaki
Perempuan
Usia saat
diagnosis
Neonatus –
6 bulan
Neonatus –
1 bulan
2-4 tahun
Neonatus –
2 tahun
Genitalia
eksterna
Normal
Ambigu
Normal
Ambigu
Aldosteron
Rendah
Renin
Tinggi
Kortisol
Rendah
17-OHP
Basal > 20.000 ng/dL
Persentase
akifitas 21hidroksilase
non-classic
Lelaki
Anak
sampai
dewasa
Perempuan
Anak
sampai
dewasa
Biasanya
normal,
Normal
terkadang
klitoromeg
ali
Normal
Rendah
Pada beberapa kasus
tinggi
Rendah
Basal 10.000-20.000
ng/dL
Nomral
Stimulasi ACTH: 150010.000ng/dL
1-2
20-50
0
Normal
Diagnosis dini HAK dapat ditegakkan saat intra-uterin dan/atau pasca-natal.
Diagnosis pra-natal antara lain pemeriksaan genetika molekular cairan amnion,
biopsi vili korionik, human leukocyte antigen (HLA), karyotyping, dan deteksi
mutasi gen CYP21. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui
kemungkinan tipe HAK yang terjadi, agar tata laksana yang adekuat dapat segera
dimulai dan mencegah tejadinya virilisasi pada janin perempuan serta mencegah
gejala salt wasting setelah janin lahir. Diagnosis HAK pasca-natal adalah
ditemukan adanya insufisiensi adrenal/hipokortisolisme, hipoaldosteronisme,
virilisasi dan peningkatan kadar 17-OHP.4-6
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
25
2.1.4. Tata Laksana
Tata laksana HAK meliputi terapi hormonal, terapi pembedahan bedah, konseling
psikiatri dan genetik. Tujuan tata laksana medika mentosa adalah mencegah
terjadinya insufisiensi adrenal dengan mengoreksi kadar kortisol dan kekurangan
aldosteron, serta menekan sekresi androgen adrenal yang berlebih untuk
mencegah terjadinya virilisasi abnormal. Pada anak perempuan dengan HAK,
penetapan identitas dan koreksi pada genitalia eksternanya merupakan hal yang
harus menjadi perhatian.2
HAK yang tidak diterapi akan menyebabkan produksi androgen berlebih dan
berdampak maturasi tulang yang cepat sehingga terjadi perawakan pendek,
pertumbuhan dini rambut tubuh dan jerawat serta kegagalan feminisasi normal
pada wanita. Pada HAK tipe SV, baik lelaki maupun perempuan akan mengalami
maskulinisasi progresif. 3
Pasien akan mendapatkan terapi medikamentosa yang terdiri dari glukokortikoid
dan mineralokortikoid. Pemberian hidrokortison merupakan terapi pilihan dengan
dosis rumatan sebesar 10-15 mg/m2 dibagi menjadi 3 dosis.2 Pada krisis adrenal,
dosis diberikan hingga maksimal 100 mg/m2/hari pada neonatus, dan 6-8
mg/m2/hari pada anak dan remaja. Kasus yang biasanya membutuhkan
suplementasi mineralokortikoid selain glukokortikoid adalah HAK dengan tipe
salt wasting. Terapi substitusi mineralokortikoid dengan fluodrokortison per oral
(Fluorinef®) dapat diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/hari. Pemberian
fluodrokortison juga harus dipantau dengan baik karena dosis yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, bradikardia, penurunan kadar renin, dan
retardasi pertumbuhan.3,15
Pemantauan terapi diperlukan terutama pada pemberian hidrokortison, karena
dapat terjadi tanda sindrom Cushing iatrogenik seperti penambahan berat badan
yang cepat, hipertensi, striae, dan osteopenia. Selain itu untuk mengevaluasi
efektivitas terapi, perlu dilakukan evaluasi terhadap pola pertumbuhan pasien,
usia tulang, kadar 17-OHP, androstenedion, dan testosteron dalam serum.1,2
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
26
Penelitian mengenai pemantauan terapi pada pasien anak dengan HAK di RSCM,
diantaranya melaporkan densitas tulang pada HAK yang mendapatkan terapi
steroid jangka panjang, prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak HAK, dan
status pubertas.17,18,19 Keadaan undertreatment dapat menyebabkan gangguan
tumbuh kembang penderita HAK, dan hal ini disebabkan karena terapi yang tidak
teratur dan pemantauan yang buruk.
Terapi pembedahan untuk mengoreksi genitalia ambigus yang terjadi pada anak
perempuan dengan HAK merupakan pendekatan terkini dari tata laksana kasus
HAK. Prosedur bedah dapat dikerjakan pada pasien HAK perempuan dengan
stadium Prader diatas tiga saat masih bayi. Prosedur ini terdiri dari klitoroplasti,
rekonstruksi perineal dan dan vaginoplasti. Terapi medika mentosa, pembedahan
dan konseling yang baik pada pasien dan keluarga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.15,20
2.2. Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK
2.2.1 Deteksi Mutasi Gen CYP21
Hampir semua enzim steroidogenik merupakan anggota famili sitokrom P450.
Defisiensi enzim 21-hidroksilase disebabkan oleh mutasi gen sitokrom P450c21
(CYP21 atau CYP21A2). Defisiensi enzim 11β–hidroksilase disebabkan oleh lesi
pada gen CYP11B1 di kromosom 8q21-22. Defisiensi 3β-hidroksisteroid
dehidrogenase (3β-HSD) ditegakkan atas dasar peningkatan pregnenolon, DHEA,
dan 17-hidroksi-pregnenolon, serta tes stimulasi ACTH. Kadar kortisol,
aldosteron, dan androstenedion pada HAK 3β-HSD dalam plasma rendah.
Defisiensi 17α-hidroksilase disebabkan oleh adanya mutasi gen CYP17A pada
kromosom 10q24.3. HAK lipod steroidogenic acute regulatory protein (StAR)
merupakan bentuk yang paling berat, akibat defisiensi enzim 20,22-desmolase
atau p450scc (side chain cleavage) di kromosom 8p11.2 dan pada kasus ini akan
didapatkan defisiensi minerokortikoid, glukokortikoid dan hormon steroid seks.1-3
Gen CYP21 terletak di kompleks HLA polimorfik pada lengan pendek kromosom
enam (6p21.3), bersama dengan homolog inaktifnya atau pseudogen (CYP21P).
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
27
Gambar lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Mutasi pada gen CYP21 bersama dengan pseudogennya (CYP21P) bertanggung
jawab menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase. Sebagian besar mutasi berasal dari
rekombinasi antara CYP21 dan CYP21P.3
Gambar 2.4. Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3) (telah diolah kembali16)
Gen CYP21 dan CYP21P terdiri dari 10 ekson dan menunjukkan homologi yang
tinggi dengan kemiripan nukleotida 98 % pada sekuens ekson dan 96 % pada
sekuens intron. Homologi yang tinggi di antara kedua gen tersebut diyakini
sebagai alasan utama terjadinya rekombinasi di antara gen CYP21 dan gen
CYP21P. Sekitar 75% mutasi terjadi akibat mutasi pseudogen yang ditransfer ke
CYP21 selama proses mitosis, 20% mutasi disebabkan karena delesi sepanjang
30-kb pada CYP21 yang menyebabkan unequal cross-over saat miosis, dan
sisanya terdapat lebih dari 60 mutasi tambahan yang ditemukan. Mutasi pada
CYP21P juga mampu menyebabkan inaktivasi total gen yang dihasilkan. 1-3 Pada
kromosom regio 6p21.3, selain terdapat gen CYP21 dan CYP21P, terdapat gen
C4A, C4B, PR1 dan RP2. Fungsi C4A dan C4B adalah untuk mengkode
komponen komplemen keempat, RP1 mengkode protein nuklear yang belum
diketahui fungsinya, sedangkan RP2 merupakan pseudogen yang terpotong. TNXB mengkode tesnacin X sedangkan TNX-A berpasangan dengan pseudogen.
Hilangnya blok menunjukkan delesi regio 30-kb yang terjadi pada 20% kasus.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
28
Mekanisme rekombinasi yang terjadi adalah unequal crossover selama miosis
dan gene conversion yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada gen
CYP21. Skema terjadinya mutasi pada gen CYP21 dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Gambar 2.5. Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p21.3.
Regio kromosom 6p21.3 terdiri dari CYP21, CYP21P (Panel A), gen 21-OH mengalami unequal
crossover selama miosis (panel B), lokasi mutasi yang biasa ditemukan pada CYP21P (panel C)
(telah diolah kembali1)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan alat yang digunakan untuk
amplifikasi lokus sebelum dilakukan identifikasi mutasi spesifik. Gen CYP21
memiliki tingkat homologi yang tinggi sehingga proses amplifikasi ini cukup sulit
untuk dikerjakan.9,17,18 Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase
chian reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Dari
penelitiannya, Oswari melaporkan bahwa dari 32 subjek terdapat 6 subjek
(18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang
mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil
dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan,
rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal. 21 Batubara
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
29
meneliti mutasi gen CYP21 pada penderita HAK dengan metode lain yang
diharapkan lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat
dan akurat. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Real-Time PCR
SNPs Genotyping Assays yang menggunakan primer dan probe spesifik.22
2.2.2 Hubungan Genotip dan Fenotip HAK
CYP21 merupakan salah satu gen yang paling polimorfik pada manusia. 1,23 Mutasi
yang terjadi pada gen CYP21 akan menentukan persentase aktivitas enzim 21hidroksilase yang pada akhirnya menentukan fenotip dan tingkat keparahan
penyakit pada anak dengan HAK.2 Berbagai negara di dunia hingga saat ini telah
melakukan berbagai penelitian untuk mendeteksi mutasi gen CYP21 pada kasus
HAK 21-OHD dan melakukan analisis hubungan antara manifestasi klinis
terhadap jenis mutasi yang terjadi.1,8-14,24-26
Manifestasi terberat pada HAK yakni bentuk salt wasting (SW) yang terjadi
akibat ketiadaan total enzim 21-hidroksilase fungsional. Mutasi ini yang
menghambat sintesis enzim atau menyebabkan enzim menjadi inaktif, sedangkan
manifestasi yang paling ringan adalah bentuk non-klasik. Bentuk ini dihubungkan
dengan mutasi yang melibatkan 20-50% aktivitas enzimatik.1-3
Insidens mutasi gen CYP21 pada defisiensi enzim 21-hidroksilase telah dipelajari
secara ekstensif dalam beberapa tahun terakhir. Sejak analisis gen CYP21 tersedia
di berbagai negara, hingga saat ini telah dilaporkan sekitar 100 mutasi pada HAK.
Mutasi gen CYP21 telah dilaporkan di beberapa negara, diantaranya Amerika
Serikat, Brazil, Argentina, Swedia, Belanda, Italia, Spanyol, Australia, Turki,
India, China, Taiwan, Jepang, Vietnam, Korea, Singapura, dan Malaysia. Di
kawasan Asia terdapat beberapa mutasi yang sering dilaporkan dan hampir
seragam, antara lain mutasi delesi/large gene conversion, mutasi 656 A/C>G pada
intron 2 yang memengaruhi splicing mRNA, mutasi 1001 T>A (I172N) pada
ekson 4, mutasi 2110 C>T (R356W) pada ekson 8, dan mutasi 1685 G>T
(V281L) pada ekson 7.22,23
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
30
Sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui
hubungan antara genotip dan fenotip pada kasus HAK. Secara umum terdapat
korelasi yang kuat antara genotip dan fenotip yang terjadi, semakin parah derajat
genotip yang terjadi maka semakin berat klinis pasien HAK tesebut. 23,24 Korelasi
antara genotip dan fenotip HAK dilaporkan mencapai 80-90%. Mutasi 1001 T>A
pada ekson 4 yang mengakibatkan perubahan asam amino isoleusine menjadi
asparagine (I172N) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik simple
virilizing. Mutasi 2110 C>T pada ekson 8 yang mengakibatkan perubahan asam
amino arginine menjadi tryptophan (R356W) berhubungan dengan HAK 21-OHD
tipe klasik salt wasting. Mutasi 1685 G>T pada ekson 7 yang mengakibatkan
perubahan asam amino valine menjadi leucine (V281L) berhubungan dengan
HAK 21-OHD tipe non-klasik.1,2,22,23
NC
SV
Tipe HAK
SW
Gambar 2.6 Hubungan genotip-fenotip pada HAK 21-OHD
SW= salt wasting, SV= simple virilizing, NC= non-classic. (telah diolah kembali23)
Beberapa penelitian serupa di luar negeri sebelumnya membandingkan genotip
dan fenotip dari HAK 21-OHD dan membaginya menjadi grup mutasi identik.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara mutasi
CYP21 yang terjadi dengan tingkat keparahan klinis HAK.10-12 Korelasi yang baik
juga didapatkan antara genotip dengan perilaku terkait seksual pada pasien dengan
HAK.25,26 Namun penelitian lain menunjukkan fenotip yang bervariasi dan tidak
berhubungan dengan genotipnya.13,14,23 Hal ini disebabkan karena berbagai
kemungkinan antara lain adanya mutasi yang belum terdeteksi, pada mutasi
tertentu masih mungkin terjadi sintesis enzim yang normal atau mutan memiliki
fungsi enzim minimal, sehingga gambaran fenotip yang tidak sesuai dengan yang
diperkirakan.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
31
Kemajuan dalam bidang teknologi biomolekular saat ini menuntut dilakukannya
deteksi defek enzimatik pada HAK dan mutasi gen CYP21 yang cepat dan akurat.
Diagnosis dan tata laksana dini pada bayi dan anak dengan HAK dapat
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas, termasuk tata laksana kebingungan
akan identitas gender pada anak dengan HAK.
Deteksi mutasi sangat penting untuk dilakukan terutama untuk konseling genetik,
yang dilakukan pada diagnosis pra-nikah, diagnosis pra-natal, skrining neonatal,
dan diagnosis pasca-natal, sehingga dapat dideteksi sebelum manifestasi klinis
muncul yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu deteksi mutasi
penting untuk mengetahui jenis mutasi yang paling sering timbul sehingga dapat
mempermudah deteksi mutasi pada kasus HAK baru dan mempercepat penegakan
diagnosis. 22
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
32
BAB 3
KERANGKA KONSEP
Faktor keturunan
ras/etnis/suku, riwayat keluarga
dengan HAK, konsanguitas
Mutasi gen CYP21
Defisiensi enzim 21-hidroksilase
Genotip
Fenotip
HAK 21-OHD
Manifestasi klinis awal terdiagnosis
(usia awitan, keluhan utama, derajat virilisasi, kadar 17-OHP)
Klasik
SW
Non-klasik
SV
Masalah yang dihadapi:
Kesalahan penentuan jenis kelamin
Gangguan perilaku terkait gender
Gangguan psikologis dan kualitas hidup
Gangguan metabolik
Gangguan pertumbuhan
Gangguan pubertas dan infertilitas
Tata laksana
Terapi hormon steroid
Terapi bedah/klitoroplasti
Terapi psikologi
Lingkup penelitian
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
33
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain studi retrospektif
untuk mengetahui profil klinis anak dengan HAK yang mengalami mutasi
CYP21.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM.
4.2.2. Waktu penelitian
Penelitian dimulai sejak surat keterangan lolos kaji etik dikeluarkan oleh Komite
Etik Penelitian Kesehatan FKUI RSCM, pada tanggal 20 Oktober 2014 hingga
pengambilan data selesai dilakukan (15 Desember 2014).
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah semua anak di Indonesia, yang telah
terdiagnosis HAK berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris, serta
pernah melakukan pemeriksaan mutasi CYP21.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua anak yang telah terdiagnosis
HAK yang pernah datang dan atau dikonsultasikan ke Klinik Endokrinologi
Departemen IKA RSCM, pernah dilakukan pemeriksaan mutasi CYP21, dan
terdaftar pada register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga
2014.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
34
4.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian
4.4.1. Kriteria Inklusi

Semua pasien HAK yang terdiagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan laboratorium yang sudah dikonfirmasi oleh
konsultan Endokrinologi Anak dan pernah datang ke Klinik
Endokrinologi Departemen IKA RSCM.

Anak dengan HAK yang sudah pernah dilakukan pemeriksaan mutasi
gen CYP21.
4.4.2. Kriteria Eksklusi

Data klinis pasien tidak dapat dilengkapi dan

Status rekam medis pasien di RSCM tidak ditemukan.
4.5. Estimasi Besar Sampel
Besar sampel yang diambil pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan perhitungan
sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi:27
Zα 2 PQ
n=
d2
dengan keterangan:
1. n = besar sampel
2. P = proporsi HAK yang mengalami mutasi gen CYP21 sebesar 90%22
3. Q = 1 – P = 10%
4. α = tingkat kemaknaan ditetapkan sebesar 5%, sehingga diperoleh nilai
Zα = 1,96
5. d = tingkat ketepatan absolut ditetapkan sebesar 10%
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
35
Maka didapatkan besar sampel:
(1,96)2 x 0,9 x 0,1
= 34,6 subjek ≈ 35 subjek
n=
(0,10)2
Dengan demikian, besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini
adalah 35 subjek.
4.6. Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel adalah secara total sampling, yaitu dengan memasukkan
seluruh pasien yang datang ke Klinik Endokrinologi IKA RSCM, memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, serta dalam kurun waktu yang ditentukan. Sampel
penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memiliki kriteria
inklusi dan eksklusi.
4.7. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah kerja penelitian, terdiri dari:
1. Mendapatkan data mutasi gen CYP21 pada pasien anak dengan HAK dari
penelitian Oswari dan Batubara.21,22
2. Melakukan konfirmasi dan pendataan ulang pasien HAK berdasarkan
register HAK Divisi Endokrinologi IKA yang termasuk dalam populasi
terjangkau.
3. Mengumpulkan rekam medis pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi.
4. Melakukan penelusuran rekam medis untuk melengkapi data karakteristik
demografi, klinis dan laboratorium subjek.
5. Menghubungi subjek dan orangtuanya untuk melengkapi data klinis yang
belum lengkap.
6. Mengolah data penelitian yang didapatkan.
7. Menyusun dan mempresentasikan laporan penelitian.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
36
4.8. Alur Penelitian
Mendapatkan data pasien HAK yang mengalami mutasi
CYP21 dari penelitian Oswari dan Batubara 21,22
Konfirmasi data pasien berdasarkan register HAK
Memenuhi kriteria inklusi
Sampel penelitian
Pengumpulan data fenotip (klinis dan laboratoris)
dari rekam medis dan wawancara orangtua subjek
Pengolahan dan pelaporan hasil
4.9. Manajemen dan Analisis Data
Semua data yang diperoleh akan dimasukkan dalam database komputer.
Pengolahan data penelitian menggunakan piranti lunak Statistical Product and
Service Solutions (SPSS) versi 17.
4.10. Definisi Operasional

Data penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis dan
register HAK yang didapat saat penelitian berlangsung.

Jenis kelamin adalah karakteristik genetik, fisiologik atau biologis seseorang
yang menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau lelaki.
 Lelaki apabila memiliki kemaluan dan identitas lelaki, hasil pemeriksaan
kromosom sesuai dengan 46, XY.
 Perempuan apabila memiliki kromosom 46, XX, memiliki kemaluan dan
identitas perempuan.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
37
 Ambigu terjadi pada seseorang yang memiliki kemaluan ganda dan
identitasnya belum tentu disebut lelaki atau perempuan.

Usia kronologis anak dihitung sejak tanggal lahir hingga hari pemeriksaan
mutasi CYP21. Usia dinyatakan dalam satu desimal yaitu dalam tahun dan
bulan, misalnya 3 tahun 6 bulan dinyatakan sebagai 3,5 tahun.

Diagnosis HAK ditegakkan berdasarkan data klinis dan laboratoris. Ada
tidaknya salah satu atau lebih gejala insufisiensi adrenal/hipokortisolism,
dan/atau hipoaldosteronism (salt wasting), dan/atau virilisasi. Data laboratoris
ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar 17-OHP.3

HAK tipe salt wasting (SW) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala
virilisasi pada perempuan, gagal tumbuh, adanya riwayat terkait krisis adrenal
(syok, muntah hebat, hiponatremia, hiperkalemia, asidosis), nilai renin yang
tinggi dan kadar 17-OHP basal lebih dari 20.000 ng/dL.1-3

HAK tipe simple virilizing (SV) adalah pasien HAK yang memperlihatkan
gejala virilisasi pada berbagai tingkatan, tanpa disertai terjadinya salt losing,
nilai renin yang normal dan kadar 17-OHP basal 10.000-20.000 ng/dL1-3.

HAK tipe non-classic (NC) atau non-klasik (NK) adalah pasien HAK yang
memperlihatkan gejala adrenarke prematur tanpa disertai pembesaran klitoris,
tumbuhnya jerawat atau hirsutisme, dengan atau tanpa gangguan menstruasi,
nilai renin normal dan kadar 17-OHP dengan stimulasi ACTH 1.500-10.000
ng/dL.1-3

17-hidroksi progesteron (17-OHP) adalah hormon steroid yang diproduksi
pada sintesis glukokortikoid di kelenjar adrenal. Pada pasien HAK, kadar 17OHP akan meningkat, akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase. Kadar 17-OHP
dihitung dengan satuan nmol/L atau ng/dL. Nilai normal kadar 17-OHP adalah
0,1-1,5 nmol/L atau <100 ng/dL pada neonatus.1-4

Mutasi gen CYP21 adalah mutasi gen pada sitokrom p450 yang
menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase.3,4 Data mutasi (delesi, R356W dan
I172N) diambil dari penelitian Oswari21 dan Batubara22.

Fenotip adalah karakteristik fisik dari individu atau organisme. 25
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
38

Genotip adalah karakteristik genetik dari individu atau organisme. 25

Suku adalah suatu kelompok yang dianggap memiliki kesamaan garis
keturunan dan budaya.

Kongsanguitas adalah hubungan sedarah, dalam hal ini berhubungan dengan
pernikahan yang terjadi pada seorang lelaki dan perempuan yang masih
memiliki garis keturunan yang sama atau kesamaan leluhur, dan dibatasi
hingga pernikahan dengan tingkatan sepupu kedua.

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang ke dokter.

Skor Prader adalah derajat virilisasi yang ditentukan sesuai dengan Gambar
2.2.2,3

Genitalia ambigus adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang
tidak mudah ditentukan karena tidak jelas lelaki atau perempuan.3

Krisis adrenal adalah suatu kondisi yang terjadi akibat kegagalan kelenjar
adrenal memproduksi hormon glukokortikoid dan/atau mineralokortikoid
secara normal. Pada pemeriksaan fisis ditemukan syok, sesak napas dan
genitalia ambigus. Pemeriksaan darah menunjukkan asidosis metabolik berat,
hiponatremi dan hiperkalemi.1-3

Virilisasi atau maskulinisasi adalah perkembangan karakteristik seksual
anak lelaki pada anak perempuan yang disebabkan oleh kadar androgen yang
tinggi. Derajat virilisasi dinilai dengan stadium Prader.3

Identitas gender adalah perasaan sebagai perempuan atau lelaki yang dialami
seseorang atau bagaimana ia diperlakukan. 27-29

Gender assignment atau penentuan gender pada awal kehidupan dilakukan
oleh orangtua, dokter maupun bidan. Benar jika penentuan jenis kelamin
diawal kehidupan sama dengan hasil analisa kromosomnya.27-29

Perilaku terkait gender adalah perilaku yang ditunjukkan subjek sesuai peran
gender yang terjadi di masyarakat. Perilaku menurut gender terbagi menjadi
maskulin dan feminin.26

Maskulin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kelelakilakian. Sifat ini lebih menunjukkan sisi kejantanan, keberanian, dominansi,
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
39
dan agresifitas. Lebih memilih untuk bermain dengan robot-robotan dan
mobil-mobilan.26,36 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek.

Feminin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kewanitaan.
Sifat ini lebih menunjukkan sisi kelembutan, kepekaan, kemampuan
mengasuh dan merawat. Lebih memilih untuk bermain dengan boneka.26,36
Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek.

Netral adalah individu yang tidak memiliki kecenderungan terhadap salah
satu sifat, maskulin maupun feminine. Lebih memilih untuk bermain dengan
buku gambar, kartu dan balok susun.26 Penilaian berdasarkan subjektivitas
orangtua subjek.
4.11. Etik Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) RSCM dengan
nomor: 722/UN2.F1/ETIK/2014 (Lampiran 1). Penelitian ini tidak mengandung
unsur intervensi. Semua data rekam medis yang digunakan akan dijaga
kerahasiaannya.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
40
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Alur Subjek Penelitian
Data register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga 2014
menunjukkan terdapat 292 pasien dengan HAK di seluruh Indonesia. Pasien yang
berobat di beberapa rumah sakit (RS) di Jakarta dan sekitarnya sebanyak 110
pasien, dan 85 pasien di antaranya pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di
Klinik Rawat Jalan Endokrinologi Departemen IKA RSCM. Selama kurun waktu
penelitian, didapatkan data sekunder hasil pemeriksaan mutasi CYP21 dari
penelitian Oswari dan Batubara. Berdasarkan data tersebut, didapatkan 49 pasien
yang mengalami mutasi CYP21, terdiri dari subjek yang mengalami delesi/LGC,
R356W dan I172N. Empat pasien tidak dapat ditemukan data rekam medisnya di
RSCM, sehingga jumlah subjek yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian ini sebanyak 45 orang anak.
292 anak dengan HAK di Indonesia (register HAK)
110 pasien berobat di beberapa RS di Jakarta
49 pasien ditemukan mengalami mutasi gen
CYP21(delesi/LGC, R356W, I172N) dari penelitian Oswari
dan Batubara
4 pasien dieksklusi karena tidak memiliki rekam medis
yang lengkap dan tidak dapat dihubungi
45 subjek memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dan ikut serta dalam penelitian
Gambar 5.1 Alur Subjek Penelitian
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
41
5.2. Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian
Empat puluh lima orang subjek penelitian berpartisipasi dalam penelitian ini.
Sebagian besar subjek adalah perempuan dengan rasio subjek lelaki dibanding
perempuan sebesar 1:4,6. Penentuan jenis kelamin pada penelitian ini berdasarkan
dari pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan kromosom.
Rentang usia subjek yang terdiagnosis HAK adalah 0 hari hingga 6 tahun, yang
dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok usia di bawah 1 tahun dan kelompok
usia di atas sama dengan 1 tahun. Hampir seluruh subjek yang terdiagnosis
sebelum usia 1 tahun adalah tipe SW (96,9%). Subjek HAK tipe SW terdiagnosis
dan mulai terapi lebih dini yaitu pada median 1 bulan (rentang 0-3 bulan), tipe SV
pada median 3 tahun (rentang 2-6 tahun), dan tipe NC pada usia 5 tahun. Tidak
terdapat subjek yang pernah terdiagnosis HAK sejak dalam kandungan dengan
pemeriksaan pra-natal, namun terdapat dua subjek yang pernah mendapatkan
terapi deksametason dalam kandungan karena memiliki riwayat keluarga HAK.
Pada kelompok subjek yang memiliki riwayat keluarga dengan HAK, terdapat dua
pasang subjek kakak beradik, satu subjek memiliki kakak kandung dengan HAK
yang masih hidup tapi tidak masuk dalam penelitian, dan dua subjek memiliki
kakak kandung yang meninggal dengan kemungkinan karena krisis adrenal yang
tidak tertangani.
Penentuan tipe HAK berdasarkan klinis pasien saat pertama kali datang berobat
dan pemeriksaan hasil labotatoriumnya. Hal ini dilakukan oleh dokter pemeriksa
bersama dengan konsultan Endokrinologi Anak di ruang rawat dan Klinik
Endokrinologi IKA RSCM. Keluhan yang membawa pasien datang ke dokter
adalah genitalia ambigus, krisis adrenal, dan riwayat keluarga dengan HAK.
Hasil 17-OHP saat pertama kali datang didapatkan dari status rekam medis.
Sebaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
42
Tabel 5.1. Karakteristik klinis dan demografi subjek Penelitian
Karakteristik subjek
Jumlah
n
%
Jenis kelamin berdasarkan analisa
kromosom (n=45)
Lelaki (46XY)
Perempuan (46XX)
8
37
17,8
82,2
Usia saat terdiagnosis HAK (n=45)
< 1 tahun
≥ 1 tahun
37
8
82,2
17,8
Riwayat keluarga HAK (n=45)
Ada
Tidak
7
38
15,6
84,4
Suku Ayah (n=45)
Jawa
Betawi
Sunda
Padang/Minang
Palembang/Sumsel
Kalimantan
Bali
Cina
16
9
8
3
3
2
1
3
35,6
20
17,8
6,7
6,7
4,4
2,2
6,7
Suku Ibu
Jawa
Betawi
Sunda
Padang/Minang
Palembang/Sumsel
Kalimantan
Bali
Cina
14
9
10
5
2
0
2
3
31,1
20
22,2
11,1
4,4
0
4,4
6,7
Konsanguitas (n=45)
Ada
Tidak
0
45
0
100
Keluhan utama pertama kali (n=45)
Genitalia ambigus
Krisis adrenal
Riwayat keluarga HAK
27
16
2
60
35,6
4,4
17-OHP basal (n=45)
>20.000 ng/dL(>600 nmol/L)
10.000-20.000 ng/dL(300-600 nmol/L)
Diatas nilai normal namun <10.000 ng/dL
(<300 nmol/L)
Normal
Tidak diketahui
6
1
9
13,3
2.2
17,8
1
28
66,7
Tipe HAK (n=45)
Salt wasting (SW)
Simple virilizing (SV)
Non-classic (NC)
33
10
2
73,3
22,2
4,5
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
43
Tipe HAK berdasarkan manifestasi klinisnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yakni tipe salt wasting (SW), tipe simple virilizing (SV) dan tipe non-classic
(NC). Data karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK
Salt wasting
n
Tipe HAK
simple virilizing
n
non-classic
n
Jenis Kelamin
Perempuan (n=37)
Lelaki (n=8)
26
7
9
1
2
0
Usia Saat Terdiagnosis
< 1 tahun (n=37)
≥ 1 tahun (n=8)
32
1
5
5
0
2
Riwayat Keluarga HAK
Ada (n=7)
Tidak ada (n=38)
6
27
1
9
0
2
Keluhan pertama kali
Genitalia ambigus (n=27)
Krisis adrenal (n=16)
Riwayat HAK (n=2)
16
15
2
9
1
0
2
0
0
4
2
0
1
0
0
8
1
0
0
20
0
7
1
1
Karakteristik subjek
Kadar 17-OHP basal
>20.000 ng/dL atau > 600
nmol/L (n=6)
10.000-20.000 ng/dL atau 300600nmol/L (n=1)
Diatas nilai normal namun
<10.000 ng/dL (n=9)
Normal (n=1)
Tidak diketahui (n=28)
5.3. Karakteristik Klinis Subjek Perempuan
Pada penelitian ini, subjek perempuan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan derajat virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin dan perilaku
terkait gendernya (gender related behavior) disamping pembagian kelompok
berdasarkan usia, keluhan utama, dan tipe HAK. Seluruh subjek pada kelompok
ini mengalami genital ambigus sejak lahir. Tidak terdapat subjek perempuan yang
pernah terdiagnosis pra-natal maupun mendapat terapi untuk mencegah virilisasi
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
44
saat didalam kandungan. Derajat virilisasi dikategorikan berdasarkan stadium
Prader. Subjek yang mengalami kebingungan identitas gender pada saat lahir
sempat dinyatakan sebagai lelaki oleh orangtua dan petugas medis, serta diberi
nama seperti nama anak lelaki. Setelah subjek tersebut terdiagnosis HAK dan
melakukan pemeriksaan kromosom sesuai dengan 46XX, kemudian subjek
tersebut diganti nama seperti nama anak perempuan oleh kedua orangtuanya.
Empat subjek belum dapat dinilai perilakunya karena masih berusia dibawah 1
tahun. Sebaran data subjek perempuan berdasarkan tipe HAK dapat dilihat pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK
Tipe HAK
salt-wasting
Karakteristik
simple virilizing
non-classic
n
%
n
%
n
%
Usia Saat Terdiagnosis
< 1 tahun (n=30)
≥ 1 tahun (n=7)
25
1
83,3
14,3
5
4
16,7
57,1
0
2
0
28,6
Keluhan utama
Genitalia ambigu (=27)
Krisis adrenal (n=10)
Riwayat keluarga HAK
16
10
0
61,5
38,5
0
9
0
0
100
0
0
2
0
0
100
0
0
Stadium Prader
I (n= 3)
II (n= 11)
III (n= 21)
IV (n= 1)
V (n= 1)
0
10
16
0
0
0
90,9
76,2
0
0
1
1
5
1
1
33,3
9,1
23.8
100
100
2
0
0
0
0
66,7
0
0
0
0
Penentuan jenis kelamin
sebelum terdiagnosis
Salah (n=12)
Benar (n=18)
Belum yakin (n=7)
8
14
4
66,7
77,8
57,1
4
2
3
33,3
11,1
42,9
0
2
0
0
11,1
0
8
4
11
88,9
40,0
78,6
1
5
2
11,1
50,0
14,3
0
1
1
0
10,0
7,1
3
75,0
1
25,0
0
0
Perilaku terkait gender
Maskulin (n=9)
Feminin (n=10)
Netral (n=14)
Belum dapat dinilai
(n=4)
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
45
5.4. Karakteristik Mutasi Gen CYP21
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Oswari dan Batubara.
Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase chain reaction-restriction
fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dengan menggunakan primer
forward CYP5 dan reverse CYPH.21 Batubara melakukan pemeriksaan mutasi
dengan metode Real-Time PCR SNPs Genotyping Assays menggunakan 7500
Fast Real-Time PCR Systems [Applied Biosystems].22
Oswari melaporkan bahwa dari total 32 subjek penelitiannya, terdapat 6 subjek
(18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang
mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil
dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan,
rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal.21 Data dari 4
orang subjek yang mengalami mutasi delesi/LGC ini tidak dapat ditemukan dari
rekam medis, sehingga tidak ikut disertakan dalam penelitian ini. Teknik analisis
yang dilakukan oleh Batubara dengan menggunakan menggunakan primer dan
probe spesifik lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat
dan akurat. Hal ini dapat dilihat dari besar sampel yang digunakan, dari 50 sampel
penelitian, mutasi CYP21 (R356W dan I172N) terdeteksi sebanyak sebanyak 45
sampel (90%).22
Setelah melakukan kombinasi data hasil pemeriksaan mutasi dari kedua penelitian
tersebut, didapatkan dua subjek yang pada penelitian Oswari diketahui hanya
mengalami mutasi delesi/LGC namun saat kedua subjek tersebut dilakukan
pemeriksaan mutasi oleh Batubara ternyata kedua subjek tersebut juga mengalami
mutasi R356W dan I172N, yang sebelumnya tidak terdeteksi. Dua subjek yang
diketahui hanya mengalami mutasi I172N pada penelitian Oswari, setelah
dilakukan pemeriksaan mutasi oleh Batubara, didapatkan kedua subjek tersebut
selain mengalami mutasi I172N, subjek tersebut juga mengalami mutasi R356W
yang sebelumnya tidak terdeteksi. Sehingga keempat subjek pada penelitian
Oswari masuk dalam penelitian Batubara.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
46
Subjek yang mengalami ketiga jenis mutasi sebanyak dua subjek (4,4%), 19
subjek (42,3%) mengalami dua jenis mutasi, dan 24 subjek (53,3%) mengalami
satu jenis mutasi di kedua alelnya (Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian
Pada masing-masing jenis mutasi, mutasi delesi/LGC ditemukan pada dua subjek.
Mutasi R356W ditemukan pada 30 subjek (66,67%), yang terdiri dari 24 mutasi
homozigot dan enam mutasi heterozigot. Mutasi I172N ditemukan pada 36 subjek
(80%), yang terdiri dari 18 mutasi homozigot dan 18 mutasi heterozigot (Gambar
5.3).
Gambar 5.3 Karakter alel pada setiap tiap jenis mutasi
Kedua subjek yang mengalami mutasi delesi/LGC homozigot maupun
heterozigot, keduanya mengalami mutasi R356W homozigot dan I172N
homozigot. Pada subjek yang mengalami ketiga mutasi tersebut, seluruhnya
termasuk HAK tipe SW. Karakteristik jenis mutasi setiap subjek terhadap tipe
HAK secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
47
Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK
No.
Subjek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
Delesi/LGC
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
Homozigot
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
Heterozigot
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
Jenis Mutasi
R356W
Heterozigot
Homozigot
NA
Homozigot
Heterozigot
Heterozigot
Homozigot
Heterozigot
Heterozigot
Homozigot
Heterozigot
NA
NA
Heterozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Heterozigot
Homozigot
NA
Homozigot
Homozigot
NA
Homozigot
Heterozigot
Heterozigot
Heterozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Heterozigot
Heterozigot
NA
NA
Homozigot
Heterozigot
Homozigot
NA
Homozigot
Heterozigot
Heterozigot
Homozigot
Homozigot
NA
I172
Homozigot
Homozigot
Homozigot
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Homozigot
NA
Homozigot
Homozigot
Homozigot
NA
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Heterozigot
Homozigot
Heterozigot
Homozigot
Homozigot
Heterozigot
NA
NA
Heterozigot
Homozigot
NA
Homozigot
NA
Homozigot
NA
Homozigot
Homozigot
NA
Heterozigot
NA
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Homozigot
Tipe HAK
SW
SW
SW
SW
SW
SV
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SV
SV
SW
SW
SW
SW
SV
SW
SW
SW
SV
SW
SW
SV
SV
SW
SW
NC
SW
SV
SW
SW
SW
NC
SV
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SV
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
48
Pada subjek yang mengalami dua jenis mutasi kombinasi (R356W dan I172N), 13
subjek merupakan tipe SW, 5 tipe SV dan 1 tipe NC (Tabel 5.5).
Tabel 5.5. Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK
Mutasi kombinasi yang
terjadi
Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK
salt-wasting
simple virilizing
non-classic
R356W
homozigot
I172N
homozigot
7
0
0
R356W
homozigot
I172N
heterozigot
4
2
0
R356W
heterozigot
I172N
homozigot
2
1
0
R356W
heterozigot
I172N
heterozigot
0
2
1
Sebanyak 24 subjek mengalami hanya satu jenis mutasi (R356W atau I172N saja)
yang terdiri dari 9 subjek yang hanya mengalami mutasi R356W homozigot, dan
15 subjek yang hanya mengalami mutasi I172N homozigot atau I172N
heterozigot (Tabel 5.6).
Tabel 5.6. Mutasi (1 jenis) dan subjek berdasarkan tipe HAK
Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK
Mutasi yang terjadi
salt-wasting
simple virilizing
non-classic
R356W homozigot
6
3
0
I172N homozigot
5
0
1
I172N heterozigot
7
2
0
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
49
BAB 6
PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola distribusi mutasi CYP21
(genotip) pada anak dengan HAK di Indonesia terkait dengan manifestasi klinis
yang terjadi (fenotip). Telaah literatur yang telah dilakukan di seluruh dunia
mengenai mutasi gen CYP21 menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebagian besar
penelitian menunjukkan bahwa mutasi delesi/LGC dan mutasi R356W
berhubungan dengan HAK tipe klasik salt wasting dan I172N berhubungan
dengan HAK tipe klasik simple virilizing. Penelitian mengenai hal ini di Indonesia
sudah pernah dilakukan sebelumnya namun belum dapat memberikan hasil yang
memuaskan.
6.1 Keterbatasan penelitian
Insidens HAK berdasarkan literatur sebesar 1:10.000-20.000, dengan jumlah
penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 240 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun, sehingga dapat diperkirakan jumlah bayi
yang lahir dengan HAK kurang lebih 300 jiwa pertahunnya. Pasien yang tercatat
dalam data register HAK di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2014 hanya
sebanyak 292 pasien. Data ini menunjukkan bahwa banyak pasien HAK yang
belum tercatat dalam register. Kurangnya data ini dapat menunjukkan banyaknya
pasien HAK yang belum atau tidak terdiagnosis. Hal ini disebabkan kurangnya
pemahaman masyarakat dan petugas medis di Indonesia mengenai gejala klinis
HAK.
Besar sampel yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 45 subjek. Keterbatasan
besar sampel ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (1) sebagian besar
pasien HAK di Indonesia belum melakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21, (2)
sebagian besar pasien HAK memiliki kepatuhan kontrol dan berobat yang buruk,
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
50
(3) pencatatan pada status rekam medis dan register HAK yang kurang baik, (4)
pasien HAK di Indonesia masih banyak yang belum terdiagnosis. Banyaknya
pasien yang belum melakukan pemeriksaan mutasi ini disebabkan oleh karena
pemeriksaan ini belum rutin dilakukan, masih memerlukan pemeriksaan genetik
molekular yang khusus dan biaya yang mahal, serta kurangnya pemahaman dan
sosialisasi mengenai pentingnya pemeriksaan mutasi gen pada kasus HAK,
sehingga masih ada orangtua pasien yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan
mutasi pada anaknya. Sebagian besar pasien tidak rutin kontrol ke dokter, tidak
rutin memeriksa kadar 17-OHP dan pemeriksaan penunjang lainnya, serta
mengonsumsi obat
tanpa perhitungan dosis
yang
tepat.
Hal tersebut
mengakibatkan kesulitan dalam pencarian dan pencatatan data rekam medis
pasien di RS. Hal ini sekaligus menyulitkan dalam pendataan pada register HAK
di Indonesia, sehingga data yang diperoleh kurang optimal.
Peneliti berusaha meminimalisir keterbatasan tersebut dengan melengkapi data
register HAK, menggabungkan beberapa sumber data dari rekam medis, data
register HAK, hasil wawancara dengan orangtua, pengamatan sendiri oleh peneliti
terhadap subjek saat kontrol dan dalam acara yang diselenggarakan oleh
komunitas keluarga hiperplasia adrenal kongenital Indonesia (KAHAKI), serta
konfirmasi ulang data laboratoris dengan laboratorium swasta tempat pemeriksaan
kadar 17-OHP.
6.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini terdiri dari 45 anak dengan HAK. Besar sampel yang
didapatkan pada penelitian ini hampir sama bila dibandingkan dengan penelitian
serupa yang dilakukan pada kasus HAK di Indonesia. 17-19,21,28 Namun besar
sampel pada penelitian ini masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan penelitian
serupa di Asia.12,14,29 Bahkan bila dibandingkan dengan besar sampel penelitian di
Eropa dan Amerika. Perbedaan besar sampel penelitian disebabkan oleh karena
penelitian ini terbatas pada kasus anak dengan HAK dan kasus HAK di Indonesia
masih banyak yang belum terdiagnosis.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
51
Rasio subjek perempuan dibandingkan lelaki pada penelitian ini sebesar 4,6:1.
Rasio penelitian ini hampir serupa dengan penelitian di Indonesia.17-19,21 Namun
terdapat perbedaan rasio pada penelitian di luar negeri.29,31 Rasio yang berbeda
disebabkan oleh adanya perbedaan besar sampel yang pada masing-masing
penelitian. Perbandingan perempuan dan lelaki pada autosomal resesif adalah 1:1.
Rasio perempuan dan lelaki yang berbeda pada penelitian ini memperlihatkan
banyak pasien HAK lelaki yang tidak terdiagnosis, tidak terdata, terlambat
didiagnosis dan tidak mendapat terapi dengan benar atau meninggal dunia. Oleh
sebab itu deteksi dini kasus HAK sangat penting dilakukan untuk menghindari
morbiditas dan mortalitas pasien.
Subjek yang terdiagnosis HAK sebelum usia 1 tahun sebanyak 37 subjek dan
yang terdiagnosis diatas usia 1 tahun sebanyak 8 subjek. Hampir seluruh subjek
yang terdiagnosis sebelum usia 1 tahun adalah tipe SW (96,9%). Subjek HAK tipe
SW terdiagnosis dan mulai terapi lebih dini yaitu pada median 1 bulan (rentang 03 bulan), tipe SV pada median 3 tahun (rentang 2-6 tahun), dan tipe NC pada usia
5 tahun. Hal ini serupa dengan teori dan penelitian sebelumnya yang melaporkan
subjek tipe SW didiagnosis pada usia yang lebih muda dengan median usia 1
bulan, tipe SV pada usia 3 tahun, dan tipe NC pada usia 5 tahun.3,19 Hal ini
menunjukkan waktu diagnosis subjek HAK pada penelitian ini tidak berbeda
dengan penelitian lain. Subjek tipe SW dapat terdiagnosis dan mendapatkan terapi
lebih dini dibandingkan tipe non-SW. Hal ini dapat terjadi karena gejala klinis
krisis adrenal pada tipe SW terjadi pada 1 tahun pertama kehidupannya, sehingga
membawa pasien datang berobat ke dokter lebih dini dibandingkan tipe lainnya.
Keluhan utama yang membawa pasien berobat antara lain genitalia ambigus
(60%), gejala krisis adrenal (35,6%) dan memiliki riwayat keluarga HAK (4,4%).
Hal ini sesuai dengan penyebab genitalia ambigu tersering adalah HAK. 3 Subjek
dengan tipe HAK klasik baik SW maupun SV dapat didiagnosis lebih dini oleh
dokter karena manifestasi genitalia ambigus yang membuat orangtua membawa
anaknya ke dokter untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap jenis kelamin
anak.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
52
Penyakit HAK merupakan kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif,
sehingga diperlukan data mengenai suku/etnis pada subjek dan keluarganya. Suku
terbanyak yang ditemukan adalah suku ayah dan ibu subjek adalah suku Jawa
(35,6% dan 31,1%) diikuti oleh suku Betawi (20%). Hal ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menunjukkan suku terbanyak adalah
suku Jawa (21,6%) diikuti oleh suku Betawi (13,5%), namun hal ini tidak dapat
menggambarkan pola mutasi CYP21 berdasarkan suku/etnis yang sesungguhnya
terjadi.31 Banyaknya suku Jawa dan Betawi pada penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh wilayah geografis pada saat penelitian ini dikerjakan dan
mayoritas pasien yang melakukan konsultasi di RSCM adalah dari kedua suku
tersebut, sementara suku/etnis lain memilih melakukan konsultasi di RS swasta.
Diagnosis yang belum merata di Indonesia dapat memberikan gambaran suku
yang mungkin tidak sesuai dengan seharusnya, fasilitas dan akses kesehatan di
pulau Jawa lebih baik dibandingkan pulau lain sehingga suku yang tinggal di
pulau Jawa akan lebih banyak didapatkan dibandingkan suku lainnya. Perkawinan
antar suku yang terjadi di Indonesia sering kali terjadi, sehingga didapatkan
kesulitan dalam membuat hubungan antara pola mutasi gen CYP21 berdasarkan
suku aslinya, untuk itu sebaiknya perlu dilakukan penelusuran suku asli pada
minimal tiga generasi.
Konsanguitas adalah hubungan darah, dalam hal ini perkawinan yang memiliki
hubungan darah antar kedua orangtua subjek. Hubungan konsanguitas terhadap
mutasi CYP21 pada kelainan genetik seperti kasus HAK ini perlu diteliti untuk
melihat adanya suatu kecenderungan pola mutasi tertentu pada kelompok
suku/etnis yang cenderung untuk melakukan pernikahan antar anggota
keluarganya sendiri. Pada penelitian tidak didapatkan adanya konsanguitas pada
seluruh orangtua subjek, sehingga hal ini tidak dapat diamati lebih lanjut.
Penelitian lain di Indonesia melaporkan terdapat riwayat konsanguitas pada HAK
sebesar 2,7%.21 Penelitian di luar negeri melaporkan hal yang beragam, bahkan
melaporkan konsanguitas terjadi lebih besar pada suku bangsa atau negara
tertentu.32 Hal ini dapat menjelaskan bahwa perbedaan budaya memiliki pengaruh
terhadap konsanguitas yang terjadi pada suatu negara.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
53
Mayoritas tipe HAK pada penelitian ini adalah tipe SW (73,3%), diikuti oleh tipe
SV (22,2%) dan tipe NC (4,4%). Perbedaan jumlah subjek antara masing-masing
tipe HAK, terutama antara HAK klasik dan non klasik disebabkan oleh karena di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pemeriksaan diagnosis pra-natal
dan uji saring neonatus belum secara rutin dilakukan. Hal ini menyebabkan
jumlah pasien HAK tipe non-klasik lebih sedikit dibandingkan dengan tipe
klasik.4,8,19
Hasil pemeriksaan 17-OHP basal dengan kadar diatas normal didapatkan pada 16
subjek (35,6%) HAK tipe klasik, yang terdiri dari tipe SW sebanyak 13 subjek
dan tipe SV sebanyak 3 subjek. Nilai normal 17-OHP basal dialami oleh 1 subjek
(2,2%) dengan tipe NC. Sisanya sebanyak 28 subjek (62,2%) tidak diketahui
kadar 17-OHP basal-nya. Pemeriksaan kadar 17-OHP basal dapat membantu
dalam mendiagnosis HAK sesuai tipenya. Pada tipe klasik, kadar 17-OHP basal
dapat ditemukan jauh diatas nilai normal, sedangkan pada tipe NC, kadar 17-OHP
basal dapat normal atau sedikit diatas normal. Hal ini berkaitan dengan defek
enzimatik yang terjadi pada proses biosintesis hormon steroid. 2,3,8 Namun, pada
penelitian ini, sebagian besar data 17-OHP basal yang tidak berhasil ditemukan
pada rekam medis dan register HAK, sehingga membuat data ini tidak dapat di
analisis dengan baik.
6.3. Karakteristik Klinis Subjek Perempuan
Diagnosis pra-natal merupakan salah satu pemeriksaan penting pada kasus HAK.
Semakin dini pasien terdiagnosis, maka terapi dapat diberikan sedini mungkin,
sehingga dapat menghindari mortalitas dan morbiditas. Janin perempuan yang
tidak terdiagnosis dapat mengalami virilisasi dalam kandungan. Bayi perempuan
yang mengalami virilisasi ini akan lahir dengan genitalia ambigus. Berdasarkan
derajat virilisasi Prader pada subjek perempuan, yang paling banyak dialami
adalah Prader III (56,8%). Hal ini tidak terlalu berbeda dengan penelitian lain baik
di dalam dan luar negeri.11,21
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
54
Pada kelompok subjek perempuan, 12 subjek (32,4%) sempat dinyatakan sebagai
lelaki oleh orangtua dan petugas medis sebelum terdiagnosis sebagai HAK. Pada
kelompok ini, 8 subjek merupakan tipe SW dan 4 subjek tipe SV. Kesalahan
dalam penentuan jenis kelamin ini dapat menjadi potensi masalah psikososial di
kemudian hari. Terdapat penelitian yang melaporkan luaran psikososial yang
buruk pada pasien yang secara genotip adalah perempuan namun sempat
diperlakukan sebagai gender yang berlainan.7,33,34
Sembilan subjek (24,3%) perempuan memiliki perilaku maskulin (tomboi)
dibandingkan dengan anak seusianya atau saudara kandungnya, dan 8 subjek
diantaranya merupakan tipe SW. Mereka dengan lebih memilih main mobilmobilan atau robot-robotan dibandingkan bermain boneka, lebih memilih untuk
bermain bersama teman lelaki dan lebih memilih untuk memakai celana
dibandingkan rok saat berpakaian. Anak lelaki normal lebih cenderung memilih
permainan yang bersifat atraktif, kompetitif dan agresif, misalkan mobil-mobilan.
Anak perempuan normal lebih cenderung memilih permainan yang bersifat halus
dan mengandung keterampilan mengasuh atau merawat, seperti misalnyanya
bermain boneka.35,36 Hal ini sesuai dengan penelitian yang melaporkan bahwa
jenis mutasi dan paparan androgen yang tinggi pada janin perempuan saat dalam
kandungan memiliki pengaruh terhadap perilaku terkait gendernya, sehingga
sebagian besar perempuan dengan HAK menjadi terlihat kurang feminin
dibandingkan dengan anak yang bukan HAK. 24-26 Hal ini menunjukkan bahwa
penentuan jenis kelamin pada kasus genitalia ambigus harus dilakukan dengan
benar dan sedini mungkin, agar tidak terjadi gangguan identitas gender (gender
dysphoria) maupun gangguan psikososial di kemudian hari.
6.4. Karakteristik Mutasi CYP21
Hasil penelitian ini menunjukkan pola mutasi yang berbeda pada penelitianpenelitian sebelumnya. Subjek yang mengalami mutasi I172N lebih banyak
ditemukan (36/45), dibandingkan dengan subjek yang mengalami mutasi R356W
(30/45) dan mutasi delesi/LGC (2/45). Sedangkan penelitian serupa yang
dilakukan di luar negeri menunjukkan mutasi tersering terjadi adalah mutasi delesi
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
55
dengan persentasi sekitar 30-50% kemudian diikuti oleh berbagai jenis mutasi
yang lain yang berbeda frekuensinya di tiap negara.13,14,23,28,37,38 Rendahnya
persentase mutasi delesi/LGC pada penelitian ini dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan, antara lain perbedaan jumlah subjek yang diteliti pada penelitiaan
ini lebih sedikit dibandingkan penelitian serupa di luar negeri, perbedaan ras/etnis
antara penduduk Indonesia dan luar negeri, perbedaan teknik analisis genetik
molekular dan jenis mutasi yang diperiksa. Pemeriksaan mutasi CYP21 yang
dilakukan Batubara menggunakan teknik yang berbeda dengan Oswari, dan jenis
mutasi yang diperiksa antara keduanya juga berbeda. Hal ini dapat mengakibatkan
perbedaan frekuensi jenis mutasi yang terjadi.
Telah banyak studi yang menganalisa korelasi antara genotip dan fenotip pada
kasus HAK. Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang kuat antara mutasi CYP21 yang terjadi dengan tipe HAK. Mutasi
delesi/LGC dan R356W berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik SW,
mutasi I172N berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe SV, dan V281L dan P30L
berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe non-klasik.1,2,5,10-14,37-41
Individu yang mengalami mutasi delesi/LGC pada gen CYP21 akan kehilangan
seluruh kemampuannya untuk mengkode pembentukan enzim 21-hidroksilase,
sehingga akan didapatkan manifestasi klinis yang lebih berat. 1,2,5 Pada penelitian
ini didapatkan hasil yang sesuai, yakni subjek yang mengalami mutasi delesi dan
seluruhnya adalah HAK tipe SW. Sebagian besar HAK 21-OHD yang mengalami
mutasi R356W dihubungkan tipe SW dan sebagian kecilnya tipe SV. 1,2 Pada
penelitian ini juga didapatkan hasil yang sesuai, yakni subjek yang mengalami
mutasi R356W baik homozigot maupun heterozigot, kombinasi dengan I172N
maupun tidak, sebagian besarnya adalah tipe SW (21/33).
Mutasi I172N menyebabkan aktivitas enzim 21-hidroksilase yang terjadi hanya
sebesar 1-2%, dan pada penelitian sebelumnya mutasi ini berhubungan dengan
HAK tipe SV dan sebagian kecilnya tipe SW. 1,3 Pada penelitian ini menunjukkan
hasil yang berbeda, karena sebagian besar subjek yang mengalami mutasi I172N
saja adalah tipe SW (12/33), sedangkan SV lebih sedikit (2/10).
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
56
Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenotip yang terjadi
dapat bervariasi dan tidak berhubungan dengan genotipnya.8,13,23,38,43-45 Penelitian
serupa yang dilakukan dengan subjek pasien HAK di Indonesia juga menunjukkan
hasil yang bervariasi pada subjek yang mengalami mutasi I172N. 21,28 Perbedaan
genotip dan fenotip pada penelitian ini disebabkan karena berbagai faktor
kemungkinan.46,47
Faktor kemungkinan terbesar adalah adanya mutasi tambahan yang belum atau
tidak terdeteksi dengan teknik pemeriksaan yang dilakukan oleh Oswari dan
Batubara. Batubara mendapatkan 45/50 (90%) mutasi CYP21 pada subjek
penelitiannya, namun hanya melakukan pemeriksaan mutasi R356W dan I172N,
dan tidak melakukan pemeriksaan mutasi delesi/LGC maupun mutasi lain.
Sedangkan teknik pemeriksaan mutasi yang dilakukan oleh Oswari hanya dapat
mendeteksi mutasi delesi/LGC pada 6/32 subjek (18,8%), namun hanya 2 subjek
yang dapat memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.21 Adanya mutasi lain yang
mungkin terjadi namun tidak terdeteksi, dapat memengaruhi derajat enzimatik
yang sesungguhnya terjadi dan dapat memengaruhi manifestasi klinis subjek pada
penelitian ini.
Kemungkinan kedua adalah akibat kesalahan prosedur analisis molekular.
Kesalahan pada saat melakukan DNA sequencing, splicing dan amplifikasi dapat
menyebabkan perbedaan hasil yang didapatkan. 42 Kebocoran ekspresi mutasi
(leaky expression) akibat adanya variasi pada faktor splicing RNA juga dapat
menyebabkan informasi genetik yang didapatkan berbeda dengan seharusnya. 38
Hal ini membuat hingga saat ini banyak studi yang sedang meneliti teknik analisis
molekular yang paling baik untuk mendeteksi mutasi pada CYP21.
Perbedaan hasil juga dapat disebabkan oleh kemungkinan misdiagnosis pada
analisis molekular penelitian ini. Gen CYP21 termasuk dalam gen yang sangat
polimorfik dalam tubuh manusia, dan memiliki pseudogennya yang 98%
nukleotidanya mirip dengan gen aktifnya (CYP21). Sehingga kesalahan juga
dapat terjadi akibat banyaknya duplikasi gen CYP21, kompleksnya varian gen
CYP21 dan pseudogennya, dan banyaknya jumlah pseudogen (CYP21P)
dibandingkan gen aktifnya (CYP21).48-51
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
57
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. a. Pada anak dengan HAK, rasio perempuan lebih banyak dibandingkan
lelaki (4,6:1).
b. Median usia saat terdiagnosis adalah 1 bulan (rentang 0-3 bulan) pada
tipe SW, usia 3 tahun (rentang 2-6 tahun) pada tipe SV, dan usia 5
tahun pada tipe NC.
2
a. HAK tipe SW lebih banyak ditemukan (73,3%) dibandingkan dengan
tipe lainnya dengan keluhan utama subjek saat datang sebagian
besarnya adalah genitalia ambigus (60%).
b. Subjek yang memiliki riwayat keluarga HAK sebesar 15,6% dan
seluruh orangtua subjek tidak ada yang memiliki konsanguitas.
c. Seluruh subjek perempuan mengalami virilisasi, dengan derajat
virilisasi terbanyak adalah stadium Prader III (56,8%). Subjek
perempuan juga mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat
lahir (32,4%) dan memiliki perilaku maskulin (24,3%).
3. a. Mutasi I172N terjadi pada 80% alel, mutasi R356W pada 66,7% alel
dan mutasi delesi/LGC pada 4,4% alel.
b. Sebanyak 21/45 (46,7%) subjek mengalami mutasi kombinasi, yang
terdiri dari 2 subjek mengalami 3 mutasi, 19 subjek mengalami 2
mutasi (R356W dan I172N). Sebanyak 9 subjek hanya mengalami
mutasi R356W, dan 15 subjek hanya mengalami mutasi I172N saja.
c. Mutasi delesi/LGC dan atau R356W ditemukan pada sebagian besar
subjek HAK tipe SW (21/33). Subjek yang hanya mengalami mutasi
I172N saja ditemukan pada subjek dengan tipe SW (12/33), tipe SV
(2/10) dan NC (1/2).
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
58
7.2 Saran
1. Deteksi dini HAK berperan penting dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas penyakit. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
mendeteksi mutasi gen CYP21.
2. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 sebaiknya dilakukan saat konseling
pranikah terutama pada pasangan yang memiliki riwayat HAK di
keluarganya.
3. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 dapat menjadi salah satu metode
diagnosis pra-natal untuk mencegah kejadian virilisasi pada janin
perempuan dan pasca-natal untuk memprediksi kemungkinan manifestasi
klinis yang akan terjadi di kemudian hari.
4. Masih diperlukan penelitian lanjutan di Indonesia dengan desain studi
analitik prospektif, sampel yang lebih besar, data yang lebih lengkap, jenis
pemeriksaan mutasi CYP21 yang lebih banyak terutama pada mutasi yang
sering terjadi, dan teknik analisis biomolekular yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
59
DAFTAR REFERENSI
1. Speiser PW, White PC. Congenital adrenal hyperplasia. N Eng J Med.
2003;349:776-88.
2. White PC, Speiser PW. Congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase
deficiency. Endocr Rev. 2000;21:245-91.
3. Pulungan AB, Siregar CD, Aditiawati, Soenggoro EP, Triningsih E, Suryawan
IWB, dkk. Korteks adrenal dan gangguannya. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja
B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi ke-1.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.251-95.
4. Speiser P, Azziz R, Baskin L, Ghizzoni L, Hensle TW, Merke DP, dkk.
Congenital adrenal hyperplasia due to steroid 21-hydroxylase deficiency: an
Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab.
2010;95:4133-60.
5. Marumudi E, Khadgawat R, Surana V, Shabir I, Joseph A, Ammini AC.
Diagnosis and management of classical congenital adrenal hyperplasia.
Steroids. 2013;78:741-6.
6. Tridjaja B. Disorders sex development. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B,
Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.62.
7. Ogilvie CM, Crouch NS, Rumsby G, Creighton SM, Liao LM, Conway GS.
Congenital adrenal hyperplasia in adults: a review of medical, surgical and
psychological issues. Clin Endocrinol. 2006;64:2-11.
8. Nordenstrom A, Thilen A, Hagenfeldt L, Larsson A, Wedell A. Genotyping is
a valuable diagnostic complement to neonatal screening for congenital adrenal
hyperplasia due to steroid 21-hydroxylase deficiency. J Clin Endocrinol
Metab. 1999;84:1505-9.
9. Krone N, Arlt W. Genetics of congenital adrenal hyperplasia. Best Pract Res
Clin Endocrinol Metab. 2009;23:181-92.
10. Stikkelbroeck NM, Hoefsloot LH, de Wijs IJ, Otten BJ, Hermus AR,
Sistermans EA. CYP21 gene mutation analysis in 198 patients with 21hydroxylase deficiency in the Netherlands: six novel mutations and a specific
cluster of four mutations. J Clin Endocrinol Metab. 2003;88:3852-9.
11. Bas F, Kayserili H, Darendeliler F, Uyguner O, Günöz H, Yüksel Apak M,
dkk. CYP21A2 gene mutations in congenital adrenal hyperplasia: genotypephenotype correlation in Turkish children. J Clin Res Pediatr Endocrinol.
2009;1:116-28.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
60
12. Dung VC, Khanh TV, Fukami M, Phuong LT, Ha NT, Liem NT, dkk.
Mutation spectrum of CYP21A2 and correlation between genotype-phenotype
in 81 Vietnamese patients with congenital adrenal hyperplasia due to 21hydroxylase deficiency. Int J Pediatr Endocrinol. 2013;2013:128.
13. Krone N, Rose IT, Willis DS, Hodson J,Wild SH, Doherty EJ, dkk. Genotypephenotype correlation in 153 adult patients with congenital adrenal
hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency: analysis of the United Kingdom
congenital adrenal hyperplasia adult study executive (CaHASE) cohort. J Clin
Endocrinol Metab. 2013;98:346-54.
14. Balraj P, Lim PG, Sidek H, Wu LL, Khoo AS. Mutational characterization of
congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in Malaysia.
J Endocrinol Invest. 2013;36:366-74.
15. Forrest MG. Recent advances in the diagnosis and management of congenital
adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency. Hum Reprod Update.
2004;10:469-85.
16. Mungall AJ, Palmer SA, Sims SK, Edwards CA, Ashurst JL, Wilming L, dkk.
The DNA sequence and analysis of human chromosome 6. Nature.
2003;425:805-11.
17. Widodo AD. Karakteristik densitas tulang anak dengan hiperplasia adrenal
kongenital yang mendapat terapi glukokortikoid (tesis). Jakarta: FKUI; 2010.
18. Susanti I. Karakteristik anak hiperplasia adrenal kongenital terkait obesitas
sebagai akibat dari penyakit dan terapi (tesis). Jakarta: FKUI; 2013.
19. Sari NIN. Profil pubertas dan pertumbuhan linear pada penderita hyperplasia
adrenal kongenital dalam terapi (tesis). Jakarta: FKUI; 2013.
20. Trapp CM, Speiser PW, Oberfield SE. Congenital adrenal hyperplasia: an
update in children. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes. 2011;18:166–70.
21. Oswari AW. Deteksi delesi/large gene conversion dan mutasi titik kodom 172
gen CYP21 pada hiperplasia adrenal kongenital (tesis). Jakarta: FKUI; 2007.
22. Batubara JRL, Tridjaja B, Prayitno L. Polimorfisme gen CYP21 pada anak
dengan defisiensi steroid 21-hidroksilase di Indonesia: pengembangan
diagnosis molekuler hiperplasia adrenal kongenital (riset). Jakarta: FKUI;
2011.
23. New MI, Abraham M, Gonzalez B, Dumic M, Razzaghy-Azar M, Chitayat D,
dkk. Genotype-phenotype correlation in 1,507 families with congenital
adrenal hyperplasia owing to 21-hydroxylase deficiency. Proc Natl Acad Sci
USA. 2013;110:2611-6.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
61
24. Berenbaum SA. Effects of early androgens on sex-typed activities and
interests in adolescents with congenital adrenal hyperplasia. Horm Behav.
1999;35:102–10.
25. Nordenstrom A, Servin A, Bohlin G, Larsson A, Wedell A. Sex-typed-toy
play behavior correlates with the degree of prenatal androgenexposure
assessed by CYP21 genotype in girls with congenital adrenal hyperplasia. J
Clin Endocrinol Metab. 2002;11:5119–24.
26. Hall CM, Jones JA. Behavioral and physical masculinizations are related to
genotype in girls with congenital adrenal hyperplasia. J Clin Endocrinol
Metab. 2004;89:419–24.
27. Madiyono B, Moeslichan Mz S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.
Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasardasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2011. h.348–82.
28. Goossens K, Juniarto AZ, Timmerman MA, Faradz SM, Wolffenbuttel KP,
Drop SL, dkk. Lack of correlation between phenotype and genotype in
untreated 21-hydroxylase-deficient Indonesian patients. Clin Endocrinol.
2009;71:628-35.
29. Marumudi E, Sharma A, Kulshreshtha B, Khadgawat R, Khurana ML,
Ammini AC. Molecular genetic analysis of CYP21A2 gene in patients with
congenital adrenal hyperplasia. Indian J Endocrinol Metab. 2012;16:384-8.
30. Wilson RC, Nimkarn S, Dumic M, Obeid J, Azar M, Najmabadi H, dkk.
Ethnic-specific distribution of mutations in 716 patients with congenital
adrenal hyperplasia owing to 21-hydroxylase deficiency. Mol Genet Metabol
2007;90:414-21.
31. Chan AO, But WM, Ng KL, Wong LM, Lam YY, Tiu SC, dkk. Molecular
analysis of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in
Hong Kong Chinese patients. Steroids. 2011;76:1057-62.
32. Merke DP. Bornstein SR, Avila NA, Chrousos GP. NIH conference: future
directions in the study and management of congenital adrenal hyperplasia due
to 21-hydroxylase deficiency. Ann Intern Med. 2002;136:320-34.
33. White PC, Bachega TA. Congenital adrenal hyperplasia due to 21 hydroxylase
deficiency: from birth to adulthood. Semin Reprod Med. 2012;30:400-9.
34. Hochberg Z, Gardos M, Benderly A. Psychosexual outcome of assigned
females and males with 46,XX virilizing congenital adrenal hyperplasia. Eur J
Pediatr. 1987;146:497-9.
35. Jadva V, Hines M, Golombok S. Infants' preferences for toys, colors, and
shapes: sex differences and similarities. Arch Sex Behav. 2010;39:1261-73.
36. Blakemore JEO, Centers RE. Characteristics of Boys’ and Girls’ Toys. Sex
Roles. 2005;53:9-10.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
62
37. Dolzan V1, Sólyom J, Fekete G, Kovács J, Rakosnikova V, Votava F, dkk.
Mutational spectrum of steroid 21-hydroxylase and the genotype-phenotype
association in Middle European patients with congenital adrenal hyperplasia.
Eur J Endocrinol. 2005;153:99-106.
38. Wilson RC, Mercado AB, Cheng KC, New MI. Steroid 21-hydroxlase
deficiency: genotype may not predict phenotype. J Clin Endocrinol Metab
1995;80:2322-9.
39. Wedell A. Molecular genetics of congenital adrenal hyperplasia (21hydroxylase deficiency): implications for diagnosis, prognosis and treatment.
Acta Paediatr. 1998;87:159-64.
40. Loke KY, Lee YS, Lee WW, Poh LK. Molecular analysis of CYP-21
mutations for congenital adrenal hyperplasia in Singapore. Horm Res.
2001;55:179-84.
41. Torres N, Mello MP, Germano CM, Elias LL, Moreira AC, Castro M.
Phenotype and genotype correlation of the microconversion from the
CYP21A1P to the CYP21A2 gene in congenital adrenal hyperplasia. Braz J
Med Biol Res. 2003;36:1311-8.
42. Leccese A, Longo V, Dimatteo C, De Girolamo G, Trunzo R, D'Andrea G,
dkk. Lack of genotypephenotype correlation in congenital adrenal hyperplasia
due to a CYP21A2-like gene. Clin Chim Acta. 2014;437:48-51.
43. Parajes S, Quinteiro C, Domínguez F, Loidi L. High frequency of copy
number variations and sequence variants at CYP21A2 locus: implication for
the genetic diagnosis of 21-hydroxylase deficiency. PLoS ONE. 2008;3:2138.
44. Marino R, Ramirez P, Galeano J, Perez Garrido N, Rocco C, Ciaccio M, dkk.
Steroid 21-hydroxylase gene mutational spectrum in 454 Argentinean patients:
genotype-phenotype correlation in a large cohort of patients with congenital
adrenal hyperplasia. Clin Endocrinol. 2011;75:427-35.
45. Yoo Y, Chang MS, Lee J, Cho SY, Park SW, Jin DK, dkk. Genotypephenotype correlation in 27 pediatric patients in congenital adrenal
hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in a single center. Ann Pediatr
Endocrinol Metab. 2013;18:128-34.
46. Lee H. CYP21 mutations and congenital adrenal hyperplasia. Clin Genet.
2001;59:293-301.
47. Concolino P, Mello E, Zuppi C, Capoluongo E. Molecular diagnosis of
congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency: an update of
new CYP21A2 mutations. Clin Chem Lab Med. 2010;48:1057-62.
48. Szabó JA, Szilágyi Á, Doleschall Z, Patócs A, Farkas H, Prohászka Z, dkk.
Both positive and negative selection pressures contribute to the polymorphism
pattern of the duplicated human CYP21A2 gene. PLoS One. 2013;29;8:81977.
49. Tsai LP, Lee HH. Analysis of CYP21A1P and the duplicate CYP21A2 genes.
Gene. 2012:506:261-2.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
63
50. Lee H. Variants of the CYP21A2 and CYP21A1P genes in congenital adrenal
hyperplasia. Clin Chim Acta. 2013;418:37-44.
51. Tsai LP, Cheng CF, Chuang SH, Lee HH. Analysis of the CYP21A1P
pseudogene: indication of mutational diversity and CYP21A2-like and
duplicated CYP21A2 genes. Anal Biochem. 2011;413:133-41.
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
64
Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian
Universitas Indonesia
Mutasi gen..., Ludi Dhyani Rahmartani, FK UI, 2015
Download