PENENTUAN RASIO OPTIMUM C:N:P SEBAGAI NUTRISI PADA PROSES BIODEGRADASI BENZENA-TOLUENA DAN SCALE UP KOLOM BIOREGENERATOR Praswasti PDK Wulan, Misri Gozan, Berly Arby dan Bustomy Achmad Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI-Depok, 16424, Telp/Fax: (021)7863516/(021)7863515 E-mail : [email protected] Abstrak Biobarrier merupakan teknologi pengolahan limbah cair yang menggabungkan proses adsorpsi dan biodegradasi secara simultan. Keuntungan Biobarrier adalah regenerasi GAC yang ramah lingkungan dan tidak berbiaya tinggi. Agar proses biodegradasi berjalan optimal perlu dilakukan penentuan rasio C:N:P sebagai nutrisi. Rasio C:N yang terlalu kecil menghambat pertumbuhan bakteri karena keterbatasan nitrogen sedangkan jika terlalu besar menyebabkan proses pengasaman yang menghambat pertumbuhan bakteri. Konsorsium bakteri yang digunakan adalah Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens, Bacillus substilis, Bacillus coagulans dan Aeromonas hydrophilla. Percobaan penentuan rasio C:N:P dilakukan dalam bioreaktor berisi medium LC pada temperatur ruang dengan kecepatan pengocokan 30 rpm selama 168 jam. Rasio mol C:N:P divariasikan dengan nilai 100:8:1, 100:10:1, 100:12:1, 100:14:1, dan 100:15:1. Parameter teramati adalah konsentrasi benzena-toluena dan jumlah bakteri setiap 24 jam. Rasio optimum C:N:P adalah 100:10:1 dengan laju pertumbuhan bakteri sebesar 9,1 x 1011 jam-1 dan persentase degradasi benzena mencapai 85% serta degradasi toluena yang mencapai 100%. Scale up kolom bioregenerator dilakukan dengan melakukan perhitungan desain berdasarkan kolom skala laboratorium. Scale up dilakukan dengan mempertahankan waktu retensi kolom skala laboratorium sebesar 188,2 detik. Diameter kolom hasil scale up adalah 15,4 cm dan tinggi sebesar 215 cm serta membutuhkan 9779 gram GAC. Keywords : Adsorption, Biobarrier, Biodegradation, C:N:P ratio, Scale up 1. Pendahuluan Metode Biobarrier adalah penggabungan antara proses adsorpsi dan proses biodegradasi yang dijalankan secara simultan dalam suatu kolom bioregenerator [Gozan, 2004]. Ketika telah mengalami kejenuhan, adsorben akan diregenerasi oleh mikroorganisme dengan mendegradasi kontaminan yang terserap oleh adsorben tersebut [Sontheimer etc, 1988]. Metode biobarrier dapat mengefisienkan waktu karena proses biodegradasi akan memperpanjang usia pakai adsorben tanpa menghentikan proses adsorpsi terlebih dahulu. Selain itu, biobarrier memiliki keuntungan ekonomis karena mengurangi bahan kimia dan energi yang dibutuhkan untuk reaktivasi adsorben secara fisis. Setelah berulang kali diregenerasi dengan metode ini, karbon aktif menjadi ramah lingkungan dan bahkan dapat digunakan untuk penyubur serta pengkondisi lahan karena telah mengandung biomassa [Gozan, 2004]. Proses biodegradasi sendiri dipengaruhi oleh temperatur, pH, kandungan air, dan nutrisi yang tersedia [Baker, 1994; Udiharto, 1996]. Nutrisi merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam sintesis dan petumbuhan sel serta dalam aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri untuk mendegradasi polutan. Beberapa nutrisi penting yang dibutuhkan mikroorganisme adalah karbon, nitrogen, dan fosfor. Pada dasarnya semua mikrroganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Nitrogen dan fosfor merupakan penyusun senyawa-senyawa penting dalam sel yang menentukan aktivitas pertumbuhan mikrooganisme. Ketiga unsur ini harus ada dalam rasio yang tepat agar tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) [Alexander, 1994]. Rasio C:N tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N:P optimum pada proses biodegradasi adalah 100:10:1 [Shewfelt etc, 2005]. Penelitian ini akan menentukan rasio C:N:P optimum sebagai nutrisi agar didapatkan proses biodegradasi yang maksimal. Hasil percobaan penentuan rasio C:N:P optimum ini bersama dengan hasil penelitian yang dilakukan secara paralel oleh tim peneliti yang lain akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan scale up kolom bioregenerator skala laboratorium menjadi kolom bioregenerator pilot scale. 2. Bahan dan Metode Penelitian Prosedur penelitian terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penentuan rasio C, N, P pada nutrisi dan tahap scale up kolom bioregenerator. Pada tahap persiapan akan dilakukan karakterisasi GAC, enrichment konsorsium bakteri dengan benzena-toluena dan kalibrasi untuk analisa spektrofotometer dan analisa Gas Chromatography – Flame Ionization Detector. Karakterisasi Granular Activated Carbon (GAC) Tujuan prosedur ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat GAC dalam unggun yang ditentukan oleh nilai diameter, densitas dan void GAC. Tahapan dari prosedur ini adalah pemisahan GAC berdasarkan mesh lalu dibersihkan dengan cara dikukus dalam pressure cooker selama 120 menit dan kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 3 jam pada temperatur 130 oC. Setelah itu dilakukan penghitungan nilai diameter, densitas dan void GAC dengan mengukur berat kering serta berat GAC basah [Sontheimer etc, 1988]. Enrichment Konsorsium Bakteri Dengan Benzena-Toluena Enrichment konsorsium bakteri dilakukan dalam medium Lockhead and Chase (LC). Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan 5 mL konsorsium bakteri pada 495 mL medium LC dengan benzena-toluena pada fase uap dalam bioreaktor kaca tertutup dan diaduk menggunakan magnetic stirrer. Berikut ini adalah komposisi bahan penyusun medium LC: FeCl3.6H2O (0,01 gram), CaCl2.2H2O (0,02 gram), MgSO4.7H2O (0,2 gram), NH4NO3 (0,26 gram), KH2PO4 (0,2 gram), K2HPO4.3H2O (0,8 gram). [Gozan, 2005] Penentuan Rasio C, N, Dan P Pada Nutrisi Penentuan rasio C, N, dan P pada nutrisi dilakukan untuk menentukan rasio nutrisi yang optimum pada konsorsium bakteri. Percobaan dilakukan dengan memasukkan 0,3 mL konsorsium bakteri pada test tube 40 ml yang mengandung larutan LC dan benzena-toluena dengan 5 variasi rasio C:N:P yang berbeda dan dishaker dengan kecepatan putaran sebesar 30 rpm selama 168 jam. Setiap 24 jam sekali, dilakukan pengambilan data absorbansi yang setelah dikalibrasi akan menunjukkan jumlah bakteri (CFU/mL). Hasil akhir yang didapatkan berupa 5 jenis kurva pertumbuhan bakteri sesuai dengan rasio C:N:P masing-masing. Kurva pertumbuhan bakteri yang terbaik akan dijadikan sebagai rasio C:N:P pada nutrisi yang akan dialirkan ke dalam kolom bioregenerator. Tabel 1. Variasi Rasio C, N, dan P pada Nutrisi Variasi 1 2 3 4 5 C 100 100 100 100 100 Rasio Mol N 8 10 12 14 15 P 1 1 1 1 1 Perancangan Kolom Bioregenerator Skala Pilot Perancangan dimensi kolom bioregenerator skala pilot dilakukan dengan scaling up kolom bioregenerator skala laboratorium [Bustomy, 2006]. Penentuan dimensi kolom skala pilot Kolom bioregenerator skala pilot didesain sesuai dengan kolom skala laboratorium. Waktu tinggal merupakan parameter yang dibuat tetap pada desain scale up ini. Volume kolom akan diperbesar hingga 200 kali dari volume kolom bioregenerator skala laboratorium. Dimensi kolom akan disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang tersedia di pasaran. Bahan yang akan digunakan adalah stainless steel. Penyediaan komponen sistem perpipaan Komponen yang perlu disediakan adalah : a. Pompa diafragma untuk mengalirkan nutrisi, pH regulator dan elektron akseptor. b. Pompa sentrifugal untuk mengalirkan limbah yang terkontaminasi. c. Flowmeter untuk mengukur laju alir aliran yang masuk ke dalam kolom bioregenerator. d. Valve pengatur (membuka dan menutup) aliran. e. Napple dan selang silikon. 3. Hasil Dan Pembahasan Variasi rasio nutrisi dilakukan pada unsur C, N, dan P karena ketiga unsur ini merupakan tiga nutrisi utama (makronutrien) yang dibutuhkan oleh bakteri dalam melakukan metabolism sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang penting dalam pertumbuhan bakteri. Unsur C merupakan unsur utama yang berperan dalam penyusunan sel-sel bakteri. Unsur N memiliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim-enzim. Sedangkan unsur P berperan dalam pembentukan asam nukleat dan fosfolipid Pada penelitian ini variasi akan dilakukan pada unsur N sedangkan unsur C dan P dibuat tetap. Variasi dibuat pada unsur N dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan nitrogen pada proses biodegradasi. Rasio C terhadap N pada suatu proses biodegradasi tergantung dari bakteri yang digunakan, jenis limbah yang akan didegradasi serta jenis senyawa nitrogen yang akan ditambahkan (Shewfelt, 2005). Oleh karena itu, hasil dari percobaan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang rasio C:N:P yang harus ditambahkan agar didapatkan hasil biodegradasi yang maksimal. Unsur P sendiri dijadikan variabel tetap karena rasionya terhadap unsur C yang sangat kecil sehingga sulit untuk diamati dalam percobaan. Pemilihan variasi ini berdasarkan literatur yang menyebutkan bahwa rasio C:N:P optimal adalah 100:10:1 (Alexander, 1994). Oleh karena itu, variasi dilakukan pada rentang di atas dan di bawah 100:10:1 Sumber nutrisi C berasal dari campuran benzena-toluena, sumber nutrisi N berasal dari NH4NO3 karena senyawa ini memiliki energi asimilasi yang rendah, dan sumber nutrisi P berasal dari KH2PO4 dan K2HPO4.3H2O. Test tubes ini dishaker dengan kecepatan putaran sebesar 25 rpm selama 168 jam untuk menjaga agar nutrisi tetap larut. Tabel 2. Laju Pertumbuhan Bakteri Pada Masing-masing Variasi Nutrisi Gambar 1. Pengaruh Rasio Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Bakteri No Variasi Rasio Nutrisi 1 2 3 4 5 100:8:1 100:10:1 100:12:1 100:14:1 100:15:1 Laju Pertumbuhan (CFU/mL jam) 2,6 x 109 9,1 x 1011 4,2 x 1010 1,4 x 1012 1,6 x 1011 Fase pertama pada kurva pertumbuhan di atas adalah fase lambat. Pada fase ini, bakteri sedang melakukan adaptasi pada lingkungannya. Fase yang kedua adalah fase eksponensial. Fase ini merupakan fase dimana bakteri telah dapat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga laju pertumbuhan bakteri menjadi sangat cepat. Laju pertumbuhan bakteri (µ) pada fase ini dapat ditunjukkan pada Tabel 2 yang didapatkan melalui persamaan [Metcalf etc, 2000] : µ= Xo − Xt ∆t (1) dimana X0 adalah jumlah bakteri awal (CFU/mL), Xt adalah jumlah bakteri akhir (CFU/mL), dan t adalah waktu (jam). Secara umum terlihat bahwa pada 48 jam pertama, konsorsium bakteri pada variasi 3 memiliki laju pertumbuhan bakteri tercepat. Namun waktu yang dibutuhkan oleh variasi 4 dan 2 untuk mencapai pertumbuhan maksimal lebih cepat jika dibandingkan dengan variasi 3 walaupun orde yang dicapai oleh variasi 3 lebih tinggi dari variasi 4 dan 2. Fase berikutnya adalah fase stasioner dimana laju bakteri yang mati sama dengan laju pertumbuhan bakteri yang dihasilkan oleh pembelahan sel. Pada fase ini, variasi 2 memiliki fase stasioner paling baik yaitu stabil pada orde bakteri sekitar 1013 CFU/mL. Variasi 4 yang pada fase eksponensial memiliki laju pertumbuhan tercepat namun pada fase stasioner ini cenderung memiliki laju pertumbuhan yang negatif (lebih banyak bakteri yang mati). Begitupun dengan variasi 3 yang konsorsium bakterinya mencapai orde tertinggi jika dibandingkan dengan variasi lain pada fase eksponensial, cenderung memiliki laju pertumbuhan yang negatif. Fase yang terakhir adalah fase kematian yang disebabkan oleh semakin berkurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme bakteri. Jadi variasi rasio nutrisi optimum untuk konsorsium bakteri pendegradasi benzena dan toluena ditunjukkan oleh variasi 2 dengan rasio C:N:P = 100:10:1. Variasi ini merupakan variasi optimum karena memiliki laju pertumbuhan bakteri yang cepat pada fase eksponensial dan fase stasioner yang cenderung stabil. Gambar 2. Degradasi Benzena Dengan Variasi Rasio Nutrisi (C:N:P) Gambar 3. Degradasi Toluena Dengan Variasi Rasio Nutrisi (C:N:P) Pada degradasi benzena, variasi 1 hingga 4 memiliki kecenderungan degradasi yang hampir sama. Namun pada variasi 5, kecenderungan degradasi benzena tidak terlalu landai (laju degradasinya lambat). Variasi 2 menunjukkan penurunan konsentrasi yang tajam mulai dari jam ke 0 hingga jam ke 72. Pada degradasi toluena, semua variasi nutrisi memiliki kecenderungan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi toluena pada variasi 2 mencapai angka nol pada jam ke 168 dan menjadi satu-satunya variasi yang berhasil mendegradasi secara sempurna kandungan toluenanya. Walaupun konsosrsium bakteri pada semua variasi nutrisi dapat mendegradasi benzena dan toluena, namun persentase degradasi masing-masing variasi berbeda. Persentase degradasi ditentukan dengan membandingkan konsentrasi akhir dengan awal benzena dan toluena. Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa variasi 2 (100:10:1) merupakan variasi optimum dengan persentase degradasi benzena dan toluena yang terbesar yaitu 85% dan 100%. Variasi 2 sebagai rasio nutrisi optimum juga ditunjukkan oleh Gambar 5. Pada gambar tersebut, variasi 2 memiliki laju degradasi rata-rata paling besar diantara variasi yang lain yaitu 0,63 ppm/jam untuk benzena dan 0,77 ppm/jam. Persentase benzena dan toluena yang terdegradasi pada masing-masing variasi nutrisi menunjukkan adanya titik optimum variasi nutrisi yang dibutuhkan. Rasio karbon yang tersedia terhadap nitrogen memiliki peranan yang penting terhadap degradasi kontaminan. Laju degradasi akan meningkat hingga 3-5 kali lipat dengan adanya penambahan nitrogen. Namun, penambahan nitrogen harus sesuai dengan rasio karbon yang tersedia dengan nitrogen. Jika rasio karbon terhadap nitrogen terlalu besar (jumlah unsur nitrogen kecil), maka unsur nitrogen ini akan menjadi faktor pembatas dalam metabolisme bakteri. Hal ini akan menghambat pertumbuhan bakteri dan akhirnya menurunkan laju degradasi kontaminan. Ini ditunjukkan oleh variasi 1 yang rasio C:N:P berada di bawah rasio optimum percobaan. Pertumbuhan bakteri pada rasio ini merupakan yang terlambat jika dibandingkan dengan variasi lain karena memiliki keterbatasan unsur nitrogen untuk menghasilkan senyawa-senyawa penting dalam metabolismenya dan juga untuk pembentukan sel. Hal ini juga mengakibatkan rendahnya konsentrasi benzena dan toluena yang terdegradasi (68 dan 66 %). Gambar 4. Perbandingan Persentase Degradasi BenzenaToluena Gambar 5. Perbandingan Laju Degradasi Benzena-Toluena Jika rasio karbon terhadap nitrogen terlalu kecil (jumlah nitrogen terlalu besar) maka akan terjadi kelebihan NH3 yang terbentuk yang akhirnya dapat menyebabkan proses pengasaman. Proses pengasaman ini akan membuat pertumbuhan bakteri terganggu karena mengganggu kestabilan pH optimum. Hal ini terlihat pada variasi 3, 4, dan 5. Pada variasi-variasi ini, terlihat bahwa fase stasioner kurva pertumbuhan mereka cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh pengasaman senyawa nitrogen yang berlebihan sehingga menyebabkan lebih banyak bakteri yang mati daripada yang direproduksi. Hal yang sama ditunjukkan oleh grafik penurunan konsentrasi benzena dan toluena yang menunjukkan terjadi penurunan laju degradasi setelah mencapai laju degradasi yang maksimal. Pada variasi 2 dengan rasio nutrisi yang optimum, pertumbuhan bakteri tidak terganggu oleh pengasaman nitrogen yang berlebih ataupun terjadi keterbatasan pembentukan sel akibat adanya faktor pembatas dari rasio C:N yang terlalu besar. Dengan pertumbuhan bakteri yang optimal, maka proses degradasi kontaminan dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, rasio karbon terhadap nitrogen juga tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Berkaitan dengan jenis nitrogen yang digunakan, laju degradasi hidrokarbon akan meningkat jika menggunakan amonium-nitrogen [Shewfelt etc, 2005]. Perancangan Kolom Bioregenerator Skala Pilot Dimensi kolom bioregenerator skala pilot dibuat berdasarkan scale up kolom bioregenerator skala laboratorium yang disesuaikan dengan bahan fabrikasinya. Bahan yang digunakan adalah stainless steel karena kolom ini digunakan untuk mengolah limbah hidrokarbon yang memiliki sifat korosif yang tinggi. Kolom skala laboratorium ini akan diperbesar hingga 200 kali (basis volume) dengan pertimbangan pada perbesaran ini, kolom bioregenerator skala pilot dapat beroperasi pada kondisi yang mendekati kondisi kolom skala laboratorium. data penelitian kolom skala pilot ini berupa kondisi operasi optimum dan hidrodinamika, akan digunakan sebagai data untuk melakukan scale up kolom skala pilot menjadi kolom skala aplikasi industri dengan tahapan seperti pada Gambar 6. Ada 3 jenis aliran yang masuk ke dalam kolom bioregenerator skala pilot, yaitu limbah, nutrisi dan pengatur pH. Aliran limbah yang masuk ke dalam kolom skala pilot ditentukan dengan mengalikan laju alir volumetrik limbah skala laboratorium dengan rasio volume kolom skala pilot terhadap volume kolom skala laboratorium. Hasil yang didapatkan adalah sebesar 3,7 liter per menit (Lpm) atau ekuivalen dengan kecepatan linier sebesar 0,33 cm/s. Nilai kecepatan linier ini masih di bawah kecepatan minimum fluidisasi teoritis sebesar 4,31 cm/s sehingga unggun pada kolom ini berada dalam keadaan fixed bed. Dengan laju alir volumetrik limbah sebesar 3,7 Lpm, maka kapasitas limbah yang dapat diolah selama 1 hari (24 jam) adalah sebesar 5328 liter. Pengatur pH diperlukan untuk menjaga tingkat keasaman dalam kolom agar tetap stabil pada keadaan pH yang optimum. Rentang pH yang optimum untuk kinerja konsorsium bakteri ini adalah 6-7. pH regulator yang akan digunakan pada kolom ini adalah natrium fosfat karena merupakan larutan buffer yang biasa digunakan pada proses biodegradasi [Udiharto,1996]. Nilai laju alir pengatur pH nantinya akan dioptimasi jika telah dilakukan running percobaan namun sebagai data awal akan digunakan laju alir sebesar 0,1 Lpm. Gambar 6. Tahapan Scale Up Kolom Bioregenerator Aliran nutrisi pada kolom ini ditentukan berdasarkan hasil percobaan variasi rasio nutrisi. Nutrisi yang ditambahkan adalah larutan LC. Dari hasil percobaan didapatkan rasio mol C:N:P optimum yaitu 100:10:1. Jadi, dengan basis 1 menit, untuk mendegradasi masing-masing 100 mg/l benzena dan toluena dibutuhkan suplai nitrogen sebesar 0,066 gram atau setara dengan 0,25 liter larutan LC yang harus dialirkan ke dalam kolom. Gambar 8. Skema Aliran Kolom Bioregenerator Skala Laboratorium Gambar 9. Skema Aliran Kolom Bioregenerator Skala Pilot Pada kolom skala laboratorium, GAC mesh 12 yang digunakan sebanyak 40 gram. Dengan densitas material GAC untuk mesh 12 sebesar 1,347 gram/cm3, maka didapatkan volume GAC sebesar 29,7 cm3. Kebutuhan GAC kolom skala pilot dengan mesh 8-16 didapatkan sesuai dengan perbandingan volume kolom skala laboratorium dengan volume kolom skala pilot. Dari perbandingan ini didapatkan kebutuhan volume GAC pada skala pilot sebesar 5997,2 cm3 atau ekuivalen dengan massa sebesar 9093,25 gram (dengan densitas material sebesar 1.516 gram/cm3 untuk GAC mesh 816). Namun, dengan hasil scale up laju alir volumetrik limbah sebesar 3,7 Lpm didapatkan waktu retensi untuk kolom skala pilot hanya sebesar 175,02 detik. Nilai ini berbeda dengan waktu retensi kolom skala laboratorium yaitu 188,22 detik. Hal ini dikarenakan densitas GAC pada mesh 12 lebih kecil daripada mesh 8-16 sehingga unggun pada kolom akan menjadi lebih padat (void yang ada terisi oleh GAC dengan mesh yang lebih besar karena memiliki ukuran partikel yang lebih kecil). Dengan menjadi lebih padat, ketinggian kolom yang terisi GAC mesh 8-16 akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan GAC mesh 12. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian pada kolom skala pilot agar didapatkan waktu retensi yang sama dengan kolom skala laboratorium. Penyesuaian yang dilakukan dapat dengan memperbesar volume GAC atau dengan mengurangi laju alir limbah yang masuk ke dalam kolom. Pengurangan laju alir limbah akan menurunkan efektivitas kolom bioregenerator. Oleh karena itu, memperbesar volume GAC atau menambah massa GAC merupakan langkah yang tepat. Dari hasil perhitungan didapatkan massa GAC yang dibutuhkan agar kolom bioregenerator skala pilot ini memiliki waktu retensi yang sama dengan kolom skala laboratorium adalah sebesar 9778,932 gram. Penyediaan komponen-komponen sistem perpipaan dilakukan sesuai dengan skema aliran kolom bioregenerator skala pilot. Skema aliran skala pilot didesain berdasarkan skema aliran skala laboratorium dengan beberapa penyesuaian, yaitu pemisahan tangki limbah dengan tangki nutrisi seperti terlihat pada Gambar 8 dan 9. Sehingga dapat disusun penyediaan komponen seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Daftar Komponen No 1 Komponen Pompa sentrifugal Mengalirkan kolom Fungsi limbah ke dalam Jumlah 1 2 Pompa diafragma Mengalirkan elektron akseptor, nutrisi dan pengatur pH ke dalam kolom 3 3 Flowmeter Mengatur laju alir masing-masing aliran 4 4 Ball valve Membuka dan menutup aliran 5 Napple Sambungan untuk selang dengan valve 6 Klem 7. Tangki Mengencangkan selang pada napple dan valve Menampung limbah, nutrisi, elektron akseptor dan pengatur pH 6 Spesifikasi Merk : Ebara (CDXM/A 70/05) Hz : 50; P : 0,37 kW Voltase : 230-240 volt Q : 20-90 Lpm Bahan : Stainless steel Merk : Deng Yuan Tipe : 2600 Flow : 1,6 Lpm I : 0,7 Ampere; V : 24 volt Tekanan : 80-125 psi Merk : Dwyer Rentang flow : 0,1-1,2 Lpm Bahan : Stainless steel Î Khusus untuk limbah Merk : Zyia Rentang flow : 1 - 11 Lpm Bahan : Stainless steel Merk : Sankyo Bahan : Stainless steel Ukuran : ¼ inch Î10 buah Ukuran : ½ inch Î 2 buah Ukuran : 1 inch Î 1 buah Bahan : Stainless steel Ukuran : ¼ inch Î20 buah Ukuran : ½ inch Î 4 buah Ukuran : 1 inch Î 5 buah Ukuran : ½ inch Î 4 buah Ukuran : 1 inch Î 2 buah 4 4. Kesimpulan 1. Hasil percobaan variasi rasio C:N:P sebagai nutrisi pada sistem batch menunjukkan bahwa konsorsium bakteri yang terdiri dari Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens, Aeromonas hydrophilla, Bacillus coagulans dan Bacillus substilis mampu mendegradasi benzena-toluena dengan rasio optimum C:N:P sebagai nutrisi adalah 100:10:1. Hal ini ditunjukkan dengan: a. Laju pertumbuhan konsorsium bakteri sebesar 9,1 x 1011 jam-1. b. Laju degradasi benzena sebesar 0,63 ppm/jam dan laju degradsi toluena sebesar 0,77 ppm/jam. c. Persentase degradasi benzena mencapai 85% serta persentase degradasi toluena yang mencapai 100%. 2. Hasil scale up kolom bioregenerator adalah sebagai berikut: a. Scale up dilakukan dengan perbesaran hingga 200 kali dengan mempertahankan waktu retensi pada kolom skala laboratorium sebesar 188,22 detik. b. Kolom bioregenerator skala pilot ini memiliki dimensi kolom dengan diameter sebesar 15,405 cm dan tinggi sebesar 215 cm c. GAC mesh 8-16 yang dibutuhkan sebanyak 9779 gram. d. Laju alir volumetrik untuk nutrisi adalah sebesar 0,25 Lpm dan laju alir volumetrik limbah adalah 3,7 Lpm Daftar Pustaka Alexander, Martin., (1994), “Biodegradation and Bioremediation”, United States of America : Academic Press, Inc. Baker, Katherine H. dan Herson, Diane S, (1994), “Bioremediation”,. United States : McGraw Hill Bustomy, Achmad., (2006), “Pengurangan Kadar Polutan Hidrokarbon Dalam Air Permukaan Dengan Menggunakan Alat Bioregenerator”. Magister Tesis, Depok, Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia Gozan, Misri., (2004). “Sequential Anaerobic-Aerobic Activated Carbon Biobarrier For Elimination Of Chlorinated Hydrocarbons In Groundwater”. Dissertation, Gottingen: Civillier Verlag. Gozan, Misri., (2005), “Diktat Teknologi Bioproses”, Buku I. Depok : Depeartemen Teknik Kimia UI. Metcalf & Eddy, (2000), “Waste Water Treatment Engineering, Treatment Disposal Reuse”. McGraw-Hill International. 3rd edition Shewfelt, Kirsten, Hung Lee, and Richard G. Zytner. (2005), “Optimization of nitrogen for bioventing of gasoline contaminated soil”,. J. Environ. Eng. Sci. 4: 29–42. NRC Canada Sontheimer, Crittenden dan Summers, (1988), “Activated Carbon For Water Treatmen”,, 2nd ed. DVGWForchungsstelle. Udiharto, M. (1996), “Pengujian Biodegradasi Limbah Minyak Bumi Dalam Air”, Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan Lingkungan