JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014 ISSN: 2303-2820 FITUR KATA SEBAGAI UNSUR PEMBENTUK STRUKTUR MIKRO TEKS WACANA BUDAYA MBASA WINI ETNIK RONGGA Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan Undana Kupang ABSTRAK Penelitian ini mengkaji fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks wacana budaya mbasa wini (WBMW) etnik Rongga. Lingkup kajian meliputi pola suku kata, jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas kata, kata arkais, istilah pertanian, dan formula kata dalam baris. Kerangka teori yang menjadi latar pikir adalah teori linguistik kebudayaan sebagai salah satu perspektif teoritis dalam linguistik kognitif yang mengkaji hubungan antara bahasa, kebudayaan, dan konseptualisasi suatu masyarakat tentang dunia,yang realisasinya dapat dilihat dalam wacana karena wacana berkaitan dengan penggunaan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengacu pada filsafat fenomenologi sebagai latar pikir. Metode pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara, dan studi dokumenter. Teknik pengumpulan data adalah rekam dan simak-catat. Sumber data primer adalah etnik Rongga yang diwakili empat informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan, hubungan bahasa, kebudayaan, dan konseptualisasi etnik Rongga tentang dunia tercermin dalam teks WBMW dan secara lebih khusus dalam fitur kata yang digunakan sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks WBMW. Fitur kata yang digunakan sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi ritual mbasa wini dan konteks sosial-budaya etnik Rongga yang melatarinya. Kekhasan fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks WBMW tercermin dalampola suku kata, jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas kata, kata arkais, istilah pertanian, dan formula kata dalam baris. Mengingat bahasa Rongga termasuk bahasa yang hampir punah, maka perlu dilakukan upaya pemertahanan, termasuk bahasa yang digunakan dalam teks WBMW karena ritual mbasa wini sebagai konteks situasi yang melatari wacana tersebut sudah semakin jarang dilaksanakan etnik Rongga pada masa sekarang. Kata Kunci: kata, struktur mikro, wacana budaya, etnik Rongga pandangan Hoijer, menurut Duranti (1997), PENDAHULUAN Bahasa yang digunakan suatu masyarakat bahwa hubungan antara bahasa kebudayaan bukan merupakan sebuah entitas yang berdiri suatu masyarakat sendiri, tetapi berhubungan secara fungsional resiprokal karena bersifat bahasa simbiosisada dalam dan maknawi dengan kebudayaan yang kebudayaan dan kebudayaan ada dalam dianut masyarakat bersangkutan (Brown, bahasa. Pandangan ini menyiratkan makna 1994). Dengan merujuk pada panda bahwa bahasa yang digunakan dalam konteks 213 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) kehidupan suatu masyarakat, baik dalam Kota Komba. Teks WBMW adalah salah satu tataran interaksional makro maupun dalam produk dan praktek budaya warisan leluhur tataran interaksional mikro, merupakan etnik Rongga yang mewadahi dan cerminan kebudayaan etnik bersangkutan. mewahanai struktur berpikir mereka tentang Realitas penggunaan bahasa sebagai dunia. Dilihat dari esensi isi pesannya, teks cerminan kebudayaan suatu masyarakat dapat WBMW adalah wacana budaya yang dilihat dalam berbagai teks wacana (Cakir, dituturkan etnik Rongga dalam konteks ritual 2006), tidak terkecuali dalam teks wacana mbasa wini yang mencirikan keberadaan budaya yang dituturkan dalam berbagai mereka sebagai pengemban budaya pertanian konteks ritual. Wacana budaya merupakan lahan kerin. Secara leksikal, kata mbasa wadah makna konseptualisasi menyingkap berarti ‘percik’ dan kata wini berarti ‘bibit’. yang masyarakat bersangkutan Sesuai konseptualisasi yang tertera dalam tentang dunia, yang realisasinya dapat dilihat peta pengetahuan atau skemata budaya etnik dalam struktur teks wacana budaya, baik Rongga, ritual mbasa wini adalah ritual dalam tataran makro dan superstruktur, pemercikan darah ayam pada bibit tanaman, maupun dalam tataran struktur (Bustan, 2005). Kebermaknaan mikro terutama padi dan jagung, sebelum ditanam struktur pada tahun musim tanam yang baru. Ritual mikro suatu teks wacana budaya sebagai ini wadah makna yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menyingkap memohon kepada Tuhan, yang disampaikan konseptualisasi budaya suatu masyarakat dengan perantaraan roh leluhur, agar bibit terefleksi dalam fitur kata yang digunakan tanaman tersebut terbebas dari hama karena kata merupakan salah satu unsur penyakit. Resapan harapan yang terkandung pembentuk struktur mikro teks wacana. Dengan merujuk pada di balik permohonan itu adalah, agar bibit beberapa tersebut dapat pandangan yang dipaparkan di atas sebagai memberikan bertumbuh hasil subur berlimpah dan sehingga latar pikir, dalam penelitian ini, dikaji fitur mereka tidak akan mengalami kelangkaan atau karakteristik kata sebagai unsur pangan pada tahun musim yang akan datang. pembentuk struktur mikro atau struktur Peneliti tertarik melakukan penelitian internal teks wacana budaya mbasa wini ini dilatari pada beberapa alasan sebagai (WBMW) etnik Rongga. Etnik Rongga dasar pertimbangan. Pertama, fitur kata adalah etnik minoritas yang tinggal di sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks wilayah Kabupaten Manggarai Timur, yang WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi tersebar di beberapa kampung di Kecamatan ritual mbasa wini dan konteks sosial-budaya 224 JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014 ISSN: 2303-2820 etnik Rongga yang melatarinya. Kedua, peristiwa tutur merupakan pilar pijakan belum ada hasil penelitian yang mengkaji dalam kajian linguistik kebudayaan. secara khusus dan mendalam fitur kata Linguistik kebudayaan memadukan sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks sumber daya linguistik antropologi dan WBMW sebagai wadah makna yang linguistik kognitif dalam mengkaji perilaku menyingkap konseptualisasi budaya etnik komunikatif suatu masyarakat sebagai guyub Rongga tentang dunia. Ketiga, sebagian besar tutur. Meskipun demikian, titik incar utama warga etnik Rongga, terutama kelompok yang menjadi sasaran pencandraana bukan generasi muda terdidik, sudah tidak berkenaan dengan bagaimana warga guyub memahami secara tepat kebermaknaan fitur tutur bersangkutan berbicara tentang realitas kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro objektif, tetapi bagaimana mereka berbicara teks WBMW. Keempat, peneliti sudah tentang dunia yang mereka sendiri membangun rapport dengan sejumlah warga bayangkan. Linguistik kebudayaan mengkaji etnik Rongga dalam penelitian sebelumnya bahasa dalam konteks sosial-budaya dengan sehingga tidak menemukan kesulitan berarti sasaran kajian pada skemata budaya dan dalam memilih informan kunci sebagai model budaya yang membentuk evolusi sumber data primer. bahasa dan mengatur pengunaan bahasa, dengan referensi khusus pada imageri linguistik sehingga memerlukan imaginasi TINJAUAN TEORITIS Kerangka teori utama yang memayungi dalam penafsiran (Sharifian, 2007:34). penelitian ini adalah linguistik kebudayaan, Sebagaimana tersurat dalam definisi di atas, salah satu perspektif teoritis dalam linguistik konsep dasar yang menjadi anjungan berpikir kognitif yang mengkaji hubungan bahasa, dalam linguistik kebudayaan adalah bahasa, kebudayaan, dan konseptualisasi suatu kebudayaan, dan konseptualisasi. masyarakat (Palmer, 1996; Palmer dan Dalam Sharifian 2007:1). Hubungan itu tercermin kebudayaan, perspektif bahasa dipahami linguistik sebagai dalam struktur bahasa karena struktur bahasa aktivitas budaya dan sekaligus instrumen yang digunakan dalam suatu peristiwa tutur untuk mengorganisasi ranah budaya yang mencerminkan struktur berpikir masyarakat lain. Kerangka pemahaman ini didasari pada yang menjadi subjek penutur bahasa asumsi bahwa bahasa dibentuk tidak saja bersangkutan. Oleh karena itu, analisis oleh kemampuan lahiriah manusia yang struktur bahasa yang digunakan dalam bersifat umum dan khusus, tetapi juga oleh 225 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) pengalaman fisik dan sosial-budaya manusia Peranan bahasa sebagai sarana komunikais, sebagai masyarakat. Bahasa dipahami selain mengkomunikasikan konseptualisasi sebagai kebudayaan dan sekaligus dibentuk budaya, juga membentuk konseptualisasi oleh kebudayaan (Brown, 1994; Palmer, budaya tersebut (Sharifian, 2007:34). 1996). Mengingat kebudayaan memiliki Mengingat konseptualisasi budaya banyak pengertian, maka konsep kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam wacana, yang menjadi panduan dalam penelitian ini maka teori wacana digunakan sebagai merujuk pada konsep kebudayaan dalam panduan teoritik dalam penelitian ini. Dalam antropologi sosial. Menurut Ochs (1994:5), perspektif dalam antropologi sosial, linguistik, wacana dipahami kebudayaan sebagai rentangan berkelanjutan dari bahasa diartikan sebagai pandangan dunia, premis (khususnya bahasa lisan) yang lebih tinggi yang menata pikiran dan perasaan, peta dari kalimat, yang seringkali membentuk pengetahuan, dan sistem simbol dan makna. satuan yang koheren seperti pidato, argumen, Selaras dengan pengertian bahasa dan lelucon, atau naratif (Crystal, 1992:25). kebudayaan di atas, konseptualisasi adalah Dengan merujuk pada pandangan Ochs cara mengkonseptualisasi pengalaman yang (1994), dalam perspektif kebudayaan, terbentuk secara budayawi. Konseptualisasi wacana dipahami sebagai wadah makna yang budaya adalah hasil interaksi antarwarga di dalamnya terkandung seperangkat norma suatu kelompok budaya yang dinegosiasi dan dan nilai yang menghubungkan struktur renegosiasi secara berkelanjutan sesuai latar bahasa dan konteks sosial-budaya yang waktu dan tempat. Suatu kelompok budaya melatari pemakaian satuan kebahasaan seringkali mengembangkan konseptualisasi tersebut dalam suatu peristiwa komunikasi. budaya dalam hampir setiap aspek pikiran Hubungan struktur bahasa dan konteks dan perilaku. Manifestasi konseptualisasi sosial-budaya dibingkai sedemikian rupa budaya dapat dilihat dalam kepercayaan, oleh para penutur bahasa tersebut menjadi norma, adat-istiadat, tradisi, dan nilai, yang wacana sebagai tempat berlangsungnya bisa saja tidak memiliki hubungan objektif proses memproduksi dan menafsirkan makna dalam dunia eksternal. Secara teknis, yang (Ricoeur, 1996). Oleh karena itu, analisis dimaksud dengan konseptualisasi budaya wacana berkaitan dengan kajian hubungan adalah skemata budaya, kategori, metafora, antara bahasa dan konteks yang melatari dan sebagainya, yang mewujud pada tataran penggunaannya (McCarthy, 2000:1). pengetahuan budaya sebagai milik bersama Salah satu paradigma dalam kajian suatu masyarakat sebagai kelompok budaya. wacana adalah analisis wacana kritis. Dalam 226 JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014 ISSN: 2303-2820 paradigma analisis wacana kritis, struktur etnik Rongga, yang diwakili empat orang wacana dapat dipilah atas tiga tataran, yakni informan kunci. Metode pengumpulan data struktur makro, superstruktur, dan struktur tersebut adalah pengamatan, wawancara, dan mikro. Terlepas dari struktur makro dan studi superstruktur, dengan struktur struktur mikro internal dokumenter. berkenaan penggunaan wacana metode Selaras tersebut, dengan teknik yang pengumpulan data adalah teknik rekam dan menelaah unsur-unsur bahasa sebagai satuan teknik simak-catat. Proses dan mekanisme bermakna (Van Dijk, 1985; Bustan, 2005). analisis data dalam penelitian ini diawali Salah satu unsur bahasa sebagai piranti dengan telaah seluruh data hasil pengamatan, pembentuk struktur mikro wacana adalah wawancara, dan studi dokumenter. Kemudian kata sebagai satuan atau bentuk bebas dalam data tersebut dianalisis secara kualitatiftuturan. Fitur kata sebagai unsur pembentuk analitik mengikuti prosedur berikut: seleksi, struktur mikro suatu teks wacana dapat transkripsi, pemilihan korpus, terjemahan, dilihat dari pola suku kata, jumlah kata, kelas analisis, dan laporan. Metode analisis data kata, dan sebagainya. yang digunakan dalam penelitian ini metode induksi, artinya analisis bergerak dari data terkumpul menuju abstraksi dan konsep METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif berkenaan dengan fitur kata sebagai unsur yang beraras pada filsafat fenomenologis pembentuk struktur mikro teks WBMW. sebagai latari pikir karena data yang Hasil penelitian ini disajikan secara kualitatif dianalisis dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk kata-kata atau secara informal berupa kata-kata atau perian tertulis atau dalam bentuk uraian verbal. bentuk verbal yang bersifat mendalam (Bungin, 2007:68-69; Strauss dan Juliet, HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN 2007:4-21). Selain itu, upaya menjawab Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, masalah yang ditelaah dalam penelitian ini hubungan antara bahasa, kebudayaan, dan memerlukan suatu pemahaman mendalam konseptualisasi etnik Rongga tentang dunia dan menyeluruh guna menghasilkan tercermin dalam struktur teks WBMW atau simpulan sesuai konteks waktu dan situasi secara khusus dalam fitur kata sebagai unsur penelitian. Jenis data yang digunakan dalam pembentuk struktur mikro teks WBMW. penelitian ini terdiri atas data primer dan data Fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur sekunder. Sumber data primer adalah warga mikro teks WBMW bersifat corak khas 227 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) sesuai kekhususan konteks situasi ritual terbuka karena bahasa Rongga adalah bahasa mbasa wini dan konteks sosial budaya etnik vokalik atau bersuku terbuka. Pola suku kata Rongga yang melatarinya. Kekhasan fitur tertutup hanya dijumpai pada beberapa kata kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro seru sebagai konsonan koda, seperti ah, eh, teks WBMW tercermin dalam pola suku kata, dan ih (Arka, 2007:43). Sesuai kenyataan jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas bentuk tekstual yang tampak secara fisik, kata, kata arkais, istilah pertanian, dan pola suku kata sebagai unsur bawahan yang formula kata dalam baris. mencirikan fitur struktur teks WBMW adalah Pola Suku Kata sebagai berikut: Pola suku kata dalam teks WBMW bersifat V seperti pada kata /e/ ‘partikel KV seperti dalam kata bha ‘piring’ VV seperti dalam kata ua ‘rotan’ VKV seperti pada kata ema ‘ayah’ KVKV seperti pada kata jawa ‘jagung’ KVKVKV seperti pada kata sewunu ‘sehelai’ KVKVKVV seperti pada kata lukamai ‘besok’ Seperti tampak pada data di atas, Rongga mempertahankan jumlah suku kata jumlah suku kata yang digunakan dalam teks dalam baris teks WBMW dapat dilihat pada WBMW bervariasi antara 8 sampai dengan tabel di bawah ini. 17 suku kata. Gambaran kecenderungan etnik No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 228 Jumlah Suku Kata 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Tabel 1 Jumlah Suku Kata Jumlah Baris 13 3 31 28 112 31 86 6 14 Persentase (%) 3,99 0,92 9,51 8,59 34,36 9,51 26,38 1,84 4,29 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) 10. 17 Jumlah 2 326 0,61 100 Seperti tampak pada data yang tersaji 31 baris (9,51%), 14 suku kata tersebar dalam tabel 1 di atas, jumlah baris yang dalam 86 baris (26,38%), 15 suku kata terdapat dalam teks WBMW sebanyak 326, tersebar dalam 6 baris (1,84%), 16 suku kata dengan sebaran suku kata dalam baris tersebar dalam 14 baris (4,29%), dan 17 suku bervariasi antara 8 sampai dengan 17 suku kata tersebar dalam 2 baris (0,61%). kata. Variasi sebaran suku kata dalam baris Dilihat dari variasi dan sebarannya, tersebut dapat dirinci sebagai berikut: jumlah jumlah 12 suku kata paling banyak dan 8 suku kata tersebar dalam 13 baris (3,99%), jumlah 2 suku kata paling rendah. Variasi 9 suku kata tersebar dalam 3 baris (0,92%), jumlah suku kata dalam baris teks WBWM 10 suku kata tersebar dalam 31 baris bertujuan menciptakan (9,51%), 11 suku kata tersebar dalam 28 baris mempertahankan sinergisitas keharmonisan dan estetis (8,59%), 12 suku kata tersebar dalam 112 melalui pemanfaatan sumber daya suku kata, baris (34,36%), 13 suku kata tersebar dalam sebagaimana dilihat di bawah ini: (01) (02) (03) (04) 224 Lombe lima mani ghae 2 2 2 2 pucuk lima baik sekali ghae mani lombe lima 2 2 2 2 baik sekali lima pucuk = 4 kata = 8 suku kata Keti nata logho-logho molosoli 2 2 2 2 4 petik sirih logho-logho Molosoli pale Waemenge pale sare 2 3 2 2 lereng Waemange lereng baik = 5 kata = 12 suku kata Mbako ghembe Kende, wunu ghebhage 3 2 2 2 3 tembakau tebing Kende daun lebar-lebar keti sewunu mbingu toto riwu 2 3 2 2 2 petik sehelai gila semua orang Maghi Kopambaja, Kopambaja maghi randa 2 4 4 2 2 lontar Kopambaja Kopambaja lontar lebat ngandu maghi ndeta toa ghele ghoma = 4 kata = 8 suku kata = 4 kata = 10 suku kata = 5 kata = 12 suku kata = 5 kata = 9 suku kata = 5 kata = 14 suku kata = 6 kata Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) 2 lihat (05) (06) 2 2 2 2 2 lontar atas potong sulit sekali = 12 suku kata Embo sosa ndau lau wiri nanga 2 2 2 2 2 2 ombak bunyi itu selatan batas tanjung meti ndili seli meti reta wiri penda 2 2 2 2 2 2 2 surut bawah gelap surut henti batas pandan = 6 kata Peko lako ana wo’e kia tau rame rame 2 2 2 2 2 2 2 2 kejar anjing anak keluarga ita mau rame-rame peko lako lesa kita tau degha degha 2 2 2 2 2 2 2 kejar anjing lesa kita tahu main-main = 8 kata = 16 suku kata kemunculan Jumlah Kata dalam Baris = 12 suku kata = 7 kata = 14 suku kata = 14 suku kata bervariasi. Frekuensi Sebagian besar kata dalam baris yang kemunculan jumlah kata dalam baris teks membentuk WBMW berbentuk kata dasar WBMW dapat dilihat dalam tabel di bawah dan sebagian yang lain berbentuk kata ini. majemuk dan reduplikasi, dengan frekuensi Tabel 2 Frekuensi Kemunculan Jumlah Kata dalam Baris Jumlah Kata Frekuensi Kemunculan 4 18 5 58 6 136 7 102 8 11 Jumlah 326 No 1 2 3 4 5 Persentase (%) 5,52 17,80 41,70 31,29 3,40 100 Seperti tampak pada tabel 2 di atas, baris (5,52%) menggunakan 4 kata tiap baris; dari 326 baris yang terdapat dalam teks dan 11 baris (3,40%) menggunakan 8 kata WBMW, jumlah kata tiap baris bervariasi tiap baris. Dilihat dari frekuensi antara 4, 5, 6, 7, dan 8 kata, dengan frekuensi kemunculannya, jumlah baris yang berisi 6 kemunculannya dapat dirinci sebagai sebagai kata tiap baris paling tinggi dan yang berisi 8 berikut: 136 baris (41,70%) menggunakan 6 kata tiap baris paling rendah. Penggunaan kata tiap baris; 102 baris (31,29%) baris berisi 6 kata paling tinggi dengan tujuan menggunakan 7 kata tiap baris; 58 baris untuk menjaga keseimbangan irama dan (17,80%) menggunakan 5 kata tiap baris; 18 tempo dalam penuturan. 224 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) tidak memiliki proses afiksasi atau tidak Bentuk Kata Semua kata yang membentuk baris dalam mempunyai teks WBMW berciri monomorfemis, artinya Penggunaan afiks (Arka, bentuk 2007:42). kata berciri semua kata tersebut tampil dalam bentuk kata monomorfemis dalam teks WBMW dapat dasar atau morfem bebas. Fenomena dilihat pada fragmen berikut. kebahasaan ini terjadi karena bahasa Rongga (07) Sambi waja radha weo mona nendo sambi sangat keras goyang tidak tumbang wara tumbu kembi ate mona leli topan hantam dinding hati tidak takut ‘Pohon sambi sangat keras tidak tumbang jika dogoyang, meski topan hantam dinding, hati tidak gentar.’ Seperti tampak pada data (07) di atas, Dalam bahasa Rongga, kata tertentu fragmen tersebut terdiri atas dua baris dengan dapat bergabung dan menghasilkan kata menggunakan kata-kata berupa kata dasar majemuk yang bersifat idiomatis, namun atau morfem bebas seperti kata (nomina) makna kata majemuk itu tidak dapat sambi ‘pohon kesambi’, kata (adverbia) waja diprediksi berdasarkan makna harafiahnya. ‘sangat’, kata (adjektiva) radha’ keras’, kata Penggunaan bentuk kata majemuk dalam teks (verba) weo’ digoyang’, dan sebagainya. (08) WBMW dapat dilihat pada fragmen berikut. Ana halo pae raku ne arhe waru anak yatim miskin jahit dengan tali waru ana halo pae dhepe tere ne arhe anak yatim miskin jahit dengan tali sukun Bentuk kata majemuk yang digunakan dalam mikro WBMW ditemukan pula penggunaan fragmen (08) adalah ana halo ‘anak yatim’ kata berbentuk reduplikasi. Penggunaan kata sebagai hasil penggabungan kata (nomina) berbentuk reduplikasi dalam teks WBMW ana ‘anak’ dan kata (nomina) halo ‘yatim’. dapat dilihat pada fragmen di bawah ini. Selain kata majemuk, dalam struktur 224 (09) Ere -ere eje, eje du nde tunggu -tunggu semangka semangka sampai kapan napa -napa ndaka, ndaka du mata tunggu -tunggu mentimun mentimun sampai mati (10) Hongga lari -lari, lari huki sapi Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) pemuda ganteng-ganteng ganteng kulit sapi mbue milo -milo, milo wae nio gadis cantik-cantik cantik air kelapa Gugus kata berbentuk reduplikasi dalam keseimbangan antara irama, tempo, dan fragmen (09) adalah ere-ere ‘tunggu-tunggu’ gerak tari. dan napa-napa ‘tunggu-tunggu’. Gugus kata Kelas Kata berbentuk reduplikasi dalam fragmen (10) Dilihat dari kategori kelas kata, baris dalam adalah lari-lari ‘ganteng-ganteng’ dan milo- teks WBMW menggunakan lima jenis kelas ‘cantik-cantik’. milo Bentuk reduplikasi kata, termasuk nomina, verba, adjektiva, tersebut termasuk reduplikasi penuh yang adverbia, dan kata tugas, dengan jumlah digunakan dengan tujuan untuk menyatakan bervariasi untuk setiap kelas kata. Kategori itensitas dan kualitas makna pesan, di kelas kata dan frekuensi kemunculannya samping menunjang penuturan kelancaran demi dalam dalam teks WBMW dapat dilihat pada tabel mempertahankan di bawah ini. Tabel 2 Kategori Kelas Kata Kategori Kelas Kata Jumlah Nomina 1.104 Verba 392 Adjektiva 173 Adverbia 67 Kata Tugas 160 Jumlah 1.896 No 1. 2. 3. 4. 5. Persentase (%) 58,30 20,67 9,12 3,54 8,44 100 Seperti tampak pada tabel 2 di atas, berkategori adverbia sebanyak 67 (3,54%), dalam teks WBMW, terdapat sebanyak 1.896 dan kelas kata berkategori kata tugas kata dengan kategori kelas kata bervariasi. sebanyak 160 (8.44%). Sebagian kelas kata Dilihat dari frekuensi penggunaannya, berkategori nomina tersebut berkaitan dengan jumlah kelas kata berkategori verba sebanyak mahkluk hidup dan sebagian yang lain 392 (20,67%), kelas kata berkategori berkaitan dengan benda mati, sebagaimana adjektiva sebanyak 173 (9.12%), kelas kata dilihat pada tabel di bawah . No. 1. 224 Tabel 3 Kelas Kata Berkategori Nomina Jenis Nomina Jumlah Mahkluk hidup 212 Persentase (%) 19,21 ini Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) 2. Benda mati 892 1.104 Jumlah 80,79 100 Seperti tampak pada tabel 3 di atas, kelas kehidupan mereka lebih banyak berhubungan kata berkategori nomina yang berkaitan dengan benda dengan benda mati paling banyak digunakan tanbernyawa. mati atau Penggunaan mahkluk kelas kata dalam teks WBMW daripada benda mati. berkategori nomina yang berkaitan dengan Fenomena ini terjadi karena aktivitas etnik mahkluk hidup dan benda mati dapat dilihat Rongga untuk menunjang dan menopang pada beberapa fragmen berikut. (12) Lako kolo rongo ndau lau wena watu anjing gonggong kambing itu di sebelah batu tibo miri kembi ndau lau wena watu kambing sandar dinding itu di selatan batu (13) Nggote nunu mezhe, nggote nunu kasihan beringin besar kasihan beringin ana embu la’a lerha nde jono mawo nde anak cucu jalan panas mana teduh rindang mana. Embo sosa ndau lau wiri nanga ombak bunyi itu selatan batas pantai meti ndili seli meti reta wiri penda surut bawah gelap surut henti batas pandan (14) Seperti tampak pada data di atas, kelas kata ‘jalan’, dan sebagainya. Verba proses adalah berkategori nomina yang berkaitan dengan verba yang menyatakan suatu proses mahkluk hidup adalah ana ‘anak’, lako perubahan dari keadaan tertentu ke keadaan ‘anjing’, rongo ‘kambing’, dan tibo, yang lain seperti meti ‘surut’, reta ‘berhenti’, ‘kambing’. Kelas kata berkategori nomina dan sebagainya. Verba keadaan adalah verba yang berkaitan dengan benda mati adalah yang menyatakan bahwa seseorang atau kembi ‘dinding’, sosa ‘ombak’, nanga suatu benda sedang berada dalam keadaan ‘pantai’, dan sebagainya. tertentu seperti nggote ‘kasihan’, mawo Ditilik dari sisi semantis, kelas kata ‘rindang’, dan sebagainya. Variasi jenis dan berkategori verba terdiri atas verba aksi atau jumlah kelas kata berkategori verba yang verba tindakan, verba proses, dan verba digunakan dalam teks WBMW dapat dilihat keadaan. Verba aksi adalah verba yang pada tabel di bawah ini. menyatakan suatu aksi atau tindakan seperti kolo ‘gonggong’, miri ‘sandar’, la’a 224 JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014 No 1 2 3 ISSN: 2303-2820 Tabel 4 Kelas Kata Berkategori Verba Jenis Verba Jumlah Verba aksi/tindakan 314 Verba proses 42 Verba keadaan 36 Jumlah 392 Persentase (%) 80,10 10,70 9,20 100 Seperti tampak pada data yang tersaji lokatif. Contoh konjungsi yang digunakan dalam tabel 4 di atas, dari 1.896 kata yang adalah ramba ‘supaya’ sebagai pemarkah digunakan dalam teks WBMW, sebanyak hortatif. Contoh partikel yang digunakan 392 (20,67%) adalah kelas kata berkategori adalah ma’e jangan’ sebagai pemarkah verba. Dari 392 kelas kata berkategori verba, sangkalan dan kategori pendamping verba sebanyak 314 (80,10%) adalah verba yang berdistribusi mendahului verba yang aksi/tindakan (paling tinggi), sebanyak 42 didampingi. (10.70%) adalah verba proses, dan sebanyak 36 (9,20%) adalah verba keadaan (paling Kata Arkais rendah). Jenis verba yang digunakan dalam Meskipun jumlahnya teks WBMW lebih terbatas, kekhasan menekankan karakteristik struktur teks WBMW ditandai aksi/tindakan daripada proses dan keadaan. dengan kehadiran kata arkais yang sudah Jenis kata tugas yang digunakan dalam tidak digunakan lagi dalam bahasa sehariteks WBMW terdiri atas preposisi, hari. Hal ini terjadi karena WBMW konjungsi, dan partikel, dengan jumlah merupakan produk dan praktek budaya bervariasi. digunakan, Dari 160 jumlah kata tugas konjungsi yang tetesan masa lalu atau warisan yang sebanyak ditransmisikan dalam stansa yang ketat. Kata 33 (1,74%), partikel sebanyak 66 (3,48%), arkais yang digunakan dalam bahasa Rongga dan preposisi sebanyak 61 (3,22%). Preposisi memiliki aspek historis-linguistis yang tidak yang menyatakan latar tempat paling banyak mudah dipahami. Dilihat dari kategori kelas digunakan dengan tujuan untuk menjaga kata, kata arkais yang digunakan terdiri atas keutuhan makna, di samping menunjukkan nomina, verba, adjektiva, dan adverbia, sejarah asal-usul etnik Rongga. Contoh sebagaimana dilihat pada tabel di bawah ini. preposisi yang digunakan adalah wena ‘di sebelah’ dan lau ‘di sana’, sebagai pemarkah 223 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) No 1. 2. 3. 4. 5. Tabel 5 Kata Arkais Jumlah 15 8 5 3 5 36 Jenis Kata Nomina Verba Adjektiva Adverbia Preposisi Jumlah Persentase (%) 41,67 22,22 13,89 8,33 13,89 100 Seperti tampak pada data yang tersaji adalah mona ‘goyang’, demim ‘minum’, dan dalam tabel 5 di arkais yang atas, terdapat digunakan 36 sebagai kata teki ‘petik’; kata arkais berkategori adjektiva unsur adalah napu ‘sangat pembentuk struktur mikro teks WBMW moge ‘bohong’; kata terkenal’ arkais dan berkategori dengan jumlah bervariasi antara satu kategori adverbia adalah nderi ‘selalu’ dan dengan kategori yang lain. Jumlah kata ‘sudah’; dan berkategori arkais berkategori nomina sebanyak 15 kata arkais peka pereposisi adalah ndeta ‘(di) atas’ dan ndili (41,67%), verba sebanyak 6 (22,22%), ‘(di) bawah’. adjektiva sebanyak 5 (13,89%), dan preposisi Istilah Pertanian sebanyak 5 (13,89%). Jumlah kata arkais Fenomena menarik yang ditermukan dalam berkategori nomina paling tinggi dan penelitian ini adalah, meskipun ritual mbasa adverbia paling rendah, sedangkan adjektiva wini sebagai konteks situasi yang melatari dan preposisi berjumlah sama. Contoh kata kehadiran teks WBMW berkenaan dengan arkais yang terdapat dalam teks WBMW bidang pertanian, tidak banyak ditemukan adalah sebagai berikut: kata arkais istilah pertanian. Istilah pertanian yang berkategori nomina adalah rajo ‘perahu’, digunakan dalam teks WBMW terdiri atas nange ‘pantai’, mbila ‘istri’, kanda nomina dan verba, dengan variasi ‘keranjang’, pine ‘tanta’, kowa ‘sampan’, dan penggunaannya menurut kelas kata dapat seke ‘gelang’; kata arkais berkategori verba dilihat pada tabel di bawah ini. No. 1. 2. Kelas Kata Nomina Verba Jumlah Tabel 6 Istilah Pertanian Jumlah 19 2 21 Persentase (%) 90,50 9,50 100 Seperti tampak pada tabel 6 di atas, teks WBMW, sebanyak 19 (90,505%) adalah dari 21 istilah pertanian yang terdapat dalam nomina dan 2 (9,50%) adalah verba. Istilah 224 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) pertanian berkategori nomina adalah jawa Baris-baris dalam teks WBMW terdiri atas ‘jagung’, pare ‘ padi’, heu ‘pinang’, dan sejumlah kata sebagai dasar pembentuk pola verba adalah mbasa ‘percik’ formula pada posisi tertentu. Formula awal dan nggoti ‘tanam’. Kata-kata didominasi dalam kata-kata dunia bermakna pertanian dan tersebut dalam baris teks WBMW lebih banyak filosofis diawali nomina dan diikuti verba, adjektiva, kehidupan adverbia, partikel, dan konjugsi. Kategori manusia. kelas kata sebagai formula awal dalam baris Formula Kata dalam Baris teks WBMW dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7 Kategori Kata sebagai Formula Awal dalam Baris No Kategori Kata Jumlah baris Persentase (%) 1 Nomina 200 61,35 2 Verba 82 25,15 3 Adverbial 22 6,74 4 Adjektiva 14 4,29 5 Kata Tugas 8 2,45 326 100 Jumlah Seperti tampak pada tabel (7) di atas, dari sangat mempengaruhi pola perilaku etnik 326 baris yang terdapat dalam teks WBMW, Rongga, tidak terkecuali pola perilaku nomina tersebar dalam 200 baris (61,35%), berbahasa. Dalam kegiatan berbahasa, etnik verba tersebar dalam 82 baris (25,15%), Rongga seringkali menggunakan adverbia tersebar dalam 22 baris (6,74%), perbandingan fenomena alam yang hidup di adjektiva tersebar dalam 14 baris (4,29%), sekitarnya, baik mahluk bernyawa seperti dan kata tugas tersebar dalam 8 baris manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan (2,45%). maupun mahluk tanbernyawa seperti batu, Dominasi penggunaan nomina sebagai dinding, dan formula awal baris dalam teks WBMW perbandingan menunjukkan bahwa, dalam alam. Memanfaatkan dengan menggunakan pergaulan fenomena alam berupa nomina (benda) sehari-hari, sistem nilai atau sistem budaya sebagai media dalam berbagai ungkapan 224 Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga (Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan) adalah salah pendidikan satu kepada cara memberikan bentuk kata, kelas kata, kata arkais, istilah masyarakat dalam pertanian, dan formula kata dalam baris. menaati norma-norma yang mesti dipatuhi, Saran selain untuk menghindari ketersinggungan Merujuk pada beberapa simpulan di atas, pendengar yang merasa tersindir. Secara penulis kemukakan saran bahwa teks linguistik, nomina dapat bergabung dengan WBMW perlu didokumentasikan guna dapat kelas kata lain dalam jumlah lebih dari satu dimanfaatkan sebagai salah satu sumber kata. Penggabungan dua kata atau lebih rujukan bagi warga etnik Rongga pada masa menjadi satu kesatuan organisasi kata yang akan datang dalam (1) menelaah hubungan digunakan dan membentuk struktur mikro antara bahasa, kebudayaan, dan teks WBMW bertujuan menampung konsep- konseptualisasi etnik Rongga tentang dunia, konsep tertentu dengan kerangka makna (2) menyusun tata bahasa Rongga sebagai khusus yang tidak dapat diwujudkan dan bagian dari materi mata pelajaran Muatan diwahanai hanya dalam satu kata. Lokal untuk diajarkan di sekolah dasar dan menengah di wilayah sebaran etnik Rongga. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan DAFTAR PUSTAKA Sebagai sari dan resapan pikiran yang disajikan dalam hasil penelitian dan bahasan Arka, I. W. dkk. 2007. Bahasa Rongga: di atas, penulis simpulan. kebudayaan, Rongga kemukakan beberapa Pertama, hubungan dan konseptualisasi tercermin dalam Tatabahasa Acuan Ringkas. Jakarta. bahasa, Penerbit etnik (PUAJ). struktur Universitas Atma Jaya teks Brown, H. D. 1994. Principles of Language WBMW atau secara lebih khusus lagi dalam Learning and Teaching. The USA: fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur Prentice Hall Regents. mikro teks WBMW. Kedua, fitur kata Bungin, B. 2008. Penelitian Kualitatif: sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. ritual mbasa wini dan konteks sosial-budaya Jakarta: Kencana. etnik Rongga yang melatarinya. Ketiga, Bustan, F. 2005. “Wacana budaya tudak kekhasan fitur kata sebagai unsur pembentuk dalam ritual penti pada kelompok etnik struktur mikro teks WBMW tercermin dalam Manggarai, di Flores Barat: sebuah pola suku kata, jumlah kata dalam baris, kajian 224 linguistik kebudayaan”. JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014 Disertasi. ISSN: 2303-2820 Program Palmer, G. B. and Farzad, S. 2007. “Applied Denpasar: Pascasarjana Universitas Udayana. Cakir, I. 2006. linguistics: cultural paradigm.” language Linguistics. teaching.” In Turkish Online Journal Benyamins. awareness “Developing cultural in foreign In an emerging Applied Cultural Amsterdam: John of Distance Education. TOJDE July Ricoueur, P. 1996. Interpretation Theory. 2006, Volume: 7, Number 3, Article: Discourese and Surplus Meaning. 12 Diterjemahkan oleh Haniah. Jakarta: Crystal, D. 1992. Dictionary of An Encyclopedic Language and Languages. USA: Blackwell. Reader. Massachussets: Blackwell. Sharifian, F. 2007. “L1 Cambridge: Cambridge University Press. Applied Cultural Amsterdam: John Benyamins. penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Development: a Language Acquisition Teknik-Teknik in a Samoan Village. Cambridge: Yogyakarta: Pustka Pelajar Palmer, G. B. 1996. Toward a Theory of Austin: Teoritisasi Data. Van Dijk, T. A. 1985. “Handbook of Cambridge Unive rsity Press. Linguistics. Linguistics. Strauss, A dan Juliet, C. 2003. Dasar-dasar Ochs, E. 1994. Culture and Language Cultural cultural conceptualisations in L2 learning. In McCarthy, M. 2000. Discourse Analysis for Teachers. Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Duranti, A. 1997. Linguistic Anthropology: A Language Pusat Pembinaan dan Pengembangan The discourse analysis”. In Dimensions of Discourse. London: Academic Press. University of Texas Press. 225