8. FITUR KATA SEBAGAI UNSUR PEMBENTUK STRUKTUR

advertisement
JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014
ISSN: 2303-2820
FITUR KATA SEBAGAI UNSUR PEMBENTUK STRUKTUR MIKRO
TEKS WACANA BUDAYA MBASA WINI ETNIK RONGGA
Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan
Undana Kupang
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro
teks wacana budaya mbasa wini (WBMW) etnik Rongga. Lingkup kajian
meliputi pola suku kata, jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas kata,
kata arkais, istilah pertanian, dan formula kata dalam baris. Kerangka teori
yang menjadi latar pikir adalah teori linguistik kebudayaan sebagai salah
satu perspektif teoritis dalam linguistik kognitif yang mengkaji hubungan
antara bahasa, kebudayaan, dan konseptualisasi suatu masyarakat tentang
dunia,yang realisasinya dapat dilihat dalam wacana karena wacana
berkaitan dengan penggunaan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
yang mengacu pada filsafat fenomenologi sebagai latar pikir. Metode
pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara, dan studi dokumenter.
Teknik pengumpulan data adalah rekam dan simak-catat. Sumber data primer
adalah etnik Rongga yang diwakili empat informan kunci. Hasil penelitian
menunjukkan, hubungan bahasa, kebudayaan, dan konseptualisasi etnik
Rongga tentang dunia tercermin dalam teks WBMW dan secara lebih khusus
dalam fitur kata yang digunakan sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks
WBMW. Fitur kata yang digunakan sebagai unsur pembentuk struktur mikro
teks WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi ritual mbasa wini dan
konteks sosial-budaya etnik Rongga yang melatarinya. Kekhasan fitur kata
sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks WBMW tercermin dalampola
suku kata, jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas kata, kata arkais,
istilah pertanian, dan formula kata dalam baris. Mengingat bahasa Rongga
termasuk bahasa yang hampir punah, maka perlu dilakukan upaya
pemertahanan, termasuk bahasa yang digunakan dalam teks WBMW karena
ritual mbasa wini sebagai konteks situasi yang melatari wacana tersebut
sudah semakin jarang dilaksanakan etnik Rongga pada masa sekarang.
Kata Kunci: kata, struktur mikro, wacana budaya, etnik Rongga
pandangan Hoijer, menurut Duranti (1997),
PENDAHULUAN
Bahasa yang digunakan suatu masyarakat bahwa hubungan antara bahasa kebudayaan
bukan merupakan sebuah entitas yang berdiri suatu
masyarakat
sendiri, tetapi berhubungan secara fungsional resiprokal
karena
bersifat
bahasa
simbiosisada
dalam
dan maknawi dengan kebudayaan yang kebudayaan dan kebudayaan ada dalam
dianut masyarakat bersangkutan (Brown, bahasa. Pandangan ini menyiratkan makna
1994).
Dengan
merujuk
pada
panda bahwa bahasa yang digunakan dalam konteks
213
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
kehidupan suatu masyarakat, baik dalam Kota Komba. Teks WBMW adalah salah satu
tataran interaksional makro maupun dalam produk dan praktek budaya warisan leluhur
tataran
interaksional
mikro,
merupakan etnik
Rongga
yang
mewadahi
dan
cerminan kebudayaan etnik bersangkutan. mewahanai struktur berpikir mereka tentang
Realitas
penggunaan
bahasa
sebagai dunia. Dilihat dari esensi isi pesannya, teks
cerminan kebudayaan suatu masyarakat dapat WBMW
adalah
wacana
budaya
yang
dilihat dalam berbagai teks wacana (Cakir, dituturkan etnik Rongga dalam konteks ritual
2006), tidak terkecuali dalam teks wacana mbasa wini yang mencirikan keberadaan
budaya yang dituturkan dalam berbagai mereka sebagai pengemban budaya pertanian
konteks ritual. Wacana budaya merupakan lahan kerin. Secara leksikal, kata mbasa
wadah
makna
konseptualisasi
menyingkap berarti ‘percik’ dan kata wini berarti ‘bibit’.
yang
masyarakat
bersangkutan Sesuai konseptualisasi yang tertera dalam
tentang dunia, yang realisasinya dapat dilihat peta pengetahuan atau skemata budaya etnik
dalam struktur teks wacana budaya, baik Rongga, ritual mbasa wini adalah ritual
dalam tataran makro dan superstruktur, pemercikan darah ayam pada bibit tanaman,
maupun
dalam
tataran
struktur
(Bustan,
2005).
Kebermaknaan
mikro terutama padi dan jagung, sebelum ditanam
struktur pada tahun musim tanam yang baru. Ritual
mikro suatu teks wacana budaya sebagai ini
wadah
makna
yang
dilaksanakan
dengan
tujuan
untuk
menyingkap memohon kepada Tuhan, yang disampaikan
konseptualisasi budaya suatu masyarakat dengan perantaraan roh leluhur, agar bibit
terefleksi dalam fitur kata yang digunakan tanaman
tersebut
terbebas
dari
hama
karena kata merupakan salah satu unsur penyakit. Resapan harapan yang terkandung
pembentuk struktur mikro teks wacana.
Dengan
merujuk
pada
di balik permohonan itu adalah, agar bibit
beberapa tersebut
dapat
pandangan yang dipaparkan di atas sebagai memberikan
bertumbuh
hasil
subur
berlimpah
dan
sehingga
latar pikir, dalam penelitian ini, dikaji fitur mereka tidak akan mengalami kelangkaan
atau
karakteristik
kata
sebagai
unsur pangan pada tahun musim yang akan datang.
pembentuk struktur mikro atau struktur
Peneliti tertarik melakukan penelitian
internal teks wacana budaya mbasa wini ini dilatari pada beberapa alasan sebagai
(WBMW) etnik Rongga. Etnik Rongga dasar pertimbangan. Pertama, fitur kata
adalah etnik minoritas yang tinggal di sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks
wilayah Kabupaten Manggarai Timur, yang WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi
tersebar di beberapa kampung di Kecamatan ritual mbasa wini dan konteks sosial-budaya
224
JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014
ISSN: 2303-2820
etnik Rongga yang melatarinya. Kedua, peristiwa tutur merupakan pilar pijakan
belum ada hasil penelitian yang mengkaji dalam kajian linguistik kebudayaan.
secara khusus dan mendalam fitur kata
Linguistik kebudayaan memadukan
sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks sumber daya linguistik antropologi dan
WBMW
sebagai
wadah
makna
yang linguistik kognitif dalam mengkaji perilaku
menyingkap konseptualisasi budaya etnik komunikatif suatu masyarakat sebagai guyub
Rongga tentang dunia. Ketiga, sebagian besar tutur. Meskipun demikian, titik incar utama
warga etnik Rongga, terutama kelompok yang menjadi sasaran pencandraana bukan
generasi
muda
terdidik,
sudah
tidak berkenaan dengan bagaimana warga guyub
memahami secara tepat kebermaknaan fitur tutur bersangkutan berbicara tentang realitas
kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro objektif, tetapi bagaimana mereka berbicara
teks WBMW. Keempat, peneliti sudah tentang
dunia
yang
mereka
sendiri
membangun rapport dengan sejumlah warga bayangkan. Linguistik kebudayaan mengkaji
etnik Rongga dalam penelitian sebelumnya bahasa dalam konteks sosial-budaya dengan
sehingga tidak menemukan kesulitan berarti sasaran kajian pada skemata budaya dan
dalam memilih informan kunci sebagai model budaya yang membentuk evolusi
sumber data primer.
bahasa dan mengatur pengunaan bahasa,
dengan
referensi
khusus
pada
imageri
linguistik sehingga memerlukan imaginasi
TINJAUAN TEORITIS
Kerangka teori utama yang memayungi dalam
penafsiran
(Sharifian,
2007:34).
penelitian ini adalah linguistik kebudayaan, Sebagaimana tersurat dalam definisi di atas,
salah satu perspektif teoritis dalam linguistik konsep dasar yang menjadi anjungan berpikir
kognitif yang mengkaji hubungan bahasa, dalam linguistik kebudayaan adalah bahasa,
kebudayaan,
dan
konseptualisasi
suatu kebudayaan, dan konseptualisasi.
masyarakat (Palmer, 1996; Palmer dan
Dalam
Sharifian 2007:1). Hubungan itu tercermin kebudayaan,
perspektif
bahasa
dipahami
linguistik
sebagai
dalam struktur bahasa karena struktur bahasa aktivitas budaya dan sekaligus instrumen
yang digunakan dalam suatu peristiwa tutur untuk mengorganisasi ranah budaya yang
mencerminkan struktur berpikir masyarakat lain. Kerangka pemahaman ini didasari pada
yang
menjadi
subjek
penutur
bahasa asumsi bahwa bahasa dibentuk tidak saja
bersangkutan. Oleh karena itu, analisis oleh kemampuan lahiriah manusia yang
struktur bahasa yang digunakan dalam bersifat umum dan khusus, tetapi juga oleh
225
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
pengalaman fisik dan sosial-budaya manusia Peranan bahasa sebagai sarana komunikais,
sebagai
masyarakat.
Bahasa
dipahami selain mengkomunikasikan konseptualisasi
sebagai kebudayaan dan sekaligus dibentuk budaya, juga membentuk konseptualisasi
oleh kebudayaan (Brown, 1994; Palmer, budaya tersebut (Sharifian, 2007:34).
1996). Mengingat
kebudayaan
memiliki
Mengingat
konseptualisasi
budaya
banyak pengertian, maka konsep kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam wacana,
yang menjadi panduan dalam penelitian ini maka
teori
wacana
digunakan
sebagai
merujuk pada konsep kebudayaan dalam panduan teoritik dalam penelitian ini. Dalam
antropologi sosial. Menurut Ochs (1994:5), perspektif
dalam
antropologi
sosial,
linguistik,
wacana
dipahami
kebudayaan sebagai rentangan berkelanjutan dari bahasa
diartikan sebagai pandangan dunia, premis (khususnya bahasa lisan) yang lebih tinggi
yang menata pikiran dan perasaan, peta dari kalimat, yang seringkali membentuk
pengetahuan, dan sistem simbol dan makna. satuan yang koheren seperti pidato, argumen,
Selaras
dengan
pengertian
bahasa
dan lelucon, atau naratif (Crystal, 1992:25).
kebudayaan di atas, konseptualisasi adalah Dengan merujuk pada pandangan Ochs
cara mengkonseptualisasi pengalaman yang (1994),
dalam
perspektif
kebudayaan,
terbentuk secara budayawi. Konseptualisasi wacana dipahami sebagai wadah makna yang
budaya adalah hasil interaksi antarwarga di dalamnya terkandung seperangkat norma
suatu kelompok budaya yang dinegosiasi dan dan nilai yang menghubungkan struktur
renegosiasi secara berkelanjutan sesuai latar bahasa dan konteks sosial-budaya yang
waktu dan tempat. Suatu kelompok budaya melatari
pemakaian
satuan
kebahasaan
seringkali mengembangkan konseptualisasi tersebut dalam suatu peristiwa komunikasi.
budaya dalam hampir setiap aspek pikiran Hubungan struktur bahasa dan konteks
dan perilaku. Manifestasi konseptualisasi sosial-budaya dibingkai sedemikian rupa
budaya dapat dilihat dalam kepercayaan, oleh para penutur bahasa tersebut menjadi
norma, adat-istiadat, tradisi, dan nilai, yang wacana
sebagai
tempat
berlangsungnya
bisa saja tidak memiliki hubungan objektif proses memproduksi dan menafsirkan makna
dalam dunia eksternal. Secara teknis, yang (Ricoeur, 1996). Oleh karena itu, analisis
dimaksud dengan konseptualisasi budaya wacana berkaitan dengan kajian hubungan
adalah skemata budaya, kategori, metafora, antara bahasa dan konteks yang melatari
dan sebagainya, yang mewujud pada tataran penggunaannya (McCarthy, 2000:1).
pengetahuan budaya sebagai milik bersama
Salah satu paradigma dalam kajian
suatu masyarakat sebagai kelompok budaya. wacana adalah analisis wacana kritis. Dalam
226
JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014
ISSN: 2303-2820
paradigma analisis wacana kritis, struktur etnik Rongga, yang diwakili empat orang
wacana dapat dipilah atas tiga tataran, yakni informan kunci. Metode pengumpulan data
struktur makro, superstruktur, dan struktur tersebut adalah pengamatan, wawancara, dan
mikro. Terlepas dari struktur makro dan studi
superstruktur,
dengan
struktur
struktur
mikro
internal
dokumenter.
berkenaan penggunaan
wacana
metode
Selaras
tersebut,
dengan
teknik
yang pengumpulan data adalah teknik rekam dan
menelaah unsur-unsur bahasa sebagai satuan teknik simak-catat. Proses dan mekanisme
bermakna (Van Dijk, 1985; Bustan, 2005). analisis data dalam penelitian ini diawali
Salah satu unsur bahasa sebagai piranti dengan telaah seluruh data hasil pengamatan,
pembentuk struktur mikro wacana adalah wawancara, dan studi dokumenter. Kemudian
kata sebagai satuan atau bentuk bebas dalam data tersebut dianalisis secara kualitatiftuturan. Fitur kata sebagai unsur pembentuk analitik mengikuti prosedur berikut: seleksi,
struktur mikro suatu teks wacana dapat transkripsi, pemilihan korpus, terjemahan,
dilihat dari pola suku kata, jumlah kata, kelas analisis, dan laporan. Metode analisis data
kata, dan sebagainya.
yang digunakan dalam penelitian ini metode
induksi, artinya analisis bergerak dari data
terkumpul menuju abstraksi dan konsep
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif berkenaan dengan fitur kata sebagai unsur
yang beraras pada filsafat fenomenologis pembentuk struktur mikro teks WBMW.
sebagai
latari
pikir
karena
data
yang Hasil penelitian ini disajikan secara kualitatif
dianalisis dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk kata-kata atau secara informal
berupa kata-kata atau perian tertulis atau dalam bentuk uraian verbal.
bentuk verbal
yang bersifat
mendalam
(Bungin, 2007:68-69; Strauss dan Juliet, HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
2007:4-21). Selain itu, upaya menjawab Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
masalah yang ditelaah dalam penelitian ini hubungan antara bahasa, kebudayaan, dan
memerlukan suatu pemahaman mendalam konseptualisasi etnik Rongga tentang dunia
dan
menyeluruh
guna
menghasilkan tercermin dalam struktur teks WBMW atau
simpulan sesuai konteks waktu dan situasi secara khusus dalam fitur kata sebagai unsur
penelitian. Jenis data yang digunakan dalam pembentuk struktur mikro teks
WBMW.
penelitian ini terdiri atas data primer dan data Fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur
sekunder. Sumber data primer adalah warga mikro teks WBMW bersifat corak khas
227
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
sesuai kekhususan konteks situasi ritual terbuka karena bahasa Rongga adalah bahasa
mbasa wini dan konteks sosial budaya etnik vokalik atau bersuku terbuka. Pola suku kata
Rongga yang melatarinya. Kekhasan fitur tertutup hanya dijumpai pada beberapa kata
kata sebagai unsur pembentuk struktur mikro seru sebagai konsonan koda, seperti ah, eh,
teks WBMW tercermin dalam pola suku kata, dan ih (Arka, 2007:43). Sesuai kenyataan
jumlah kata dalam baris, bentuk kata, kelas bentuk tekstual yang tampak secara fisik,
kata, kata arkais, istilah pertanian, dan pola suku kata sebagai unsur bawahan yang
formula kata dalam baris.
mencirikan fitur struktur teks WBMW adalah
Pola Suku Kata
sebagai berikut:
Pola suku kata dalam teks WBMW bersifat
V
seperti pada kata /e/ ‘partikel
KV
seperti dalam kata bha ‘piring’
VV
seperti dalam kata ua ‘rotan’
VKV
seperti pada kata ema ‘ayah’
KVKV
seperti pada kata jawa ‘jagung’
KVKVKV
seperti pada kata sewunu ‘sehelai’
KVKVKVV
seperti pada kata lukamai ‘besok’
Seperti tampak pada data di atas, Rongga mempertahankan jumlah suku kata
jumlah suku kata yang digunakan dalam teks dalam baris teks WBMW dapat dilihat pada
WBMW bervariasi antara 8 sampai dengan tabel di bawah ini.
17 suku kata. Gambaran kecenderungan etnik
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
228
Jumlah Suku Kata
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Tabel 1
Jumlah Suku Kata
Jumlah Baris
13
3
31
28
112
31
86
6
14
Persentase (%)
3,99
0,92
9,51
8,59
34,36
9,51
26,38
1,84
4,29
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
10.
17
Jumlah
2
326
0,61
100
Seperti tampak pada data yang tersaji 31 baris (9,51%), 14 suku kata tersebar
dalam tabel 1 di atas, jumlah baris yang dalam 86 baris (26,38%), 15 suku kata
terdapat dalam teks WBMW sebanyak 326, tersebar dalam 6 baris (1,84%), 16 suku kata
dengan sebaran suku kata dalam baris tersebar dalam 14 baris (4,29%), dan 17 suku
bervariasi antara 8 sampai dengan 17 suku kata tersebar dalam 2 baris (0,61%).
kata. Variasi sebaran suku kata dalam baris
Dilihat dari variasi dan sebarannya,
tersebut dapat dirinci sebagai berikut: jumlah jumlah 12 suku kata paling banyak dan
8 suku kata tersebar dalam 13 baris (3,99%), jumlah 2 suku kata paling rendah. Variasi
9 suku kata tersebar dalam 3 baris (0,92%), jumlah suku kata dalam baris teks WBWM
10 suku kata tersebar dalam 31 baris bertujuan
menciptakan
(9,51%), 11 suku kata tersebar dalam 28 baris mempertahankan
sinergisitas
keharmonisan
dan
estetis
(8,59%), 12 suku kata tersebar dalam 112 melalui pemanfaatan sumber daya suku kata,
baris (34,36%), 13 suku kata tersebar dalam sebagaimana dilihat di bawah ini:
(01)
(02)
(03)
(04)
224
Lombe lima mani ghae
2
2
2 2
pucuk lima baik sekali
ghae mani lombe lima
2
2
2
2
baik sekali lima pucuk
= 4 kata
= 8 suku kata
Keti nata logho-logho molosoli
2
2 2
2
4
petik sirih logho-logho Molosoli
pale Waemenge pale sare
2
3
2
2
lereng Waemange lereng baik
= 5 kata
= 12 suku kata
Mbako ghembe Kende, wunu ghebhage
3
2
2
2
3
tembakau tebing Kende daun lebar-lebar
keti sewunu mbingu toto riwu
2
3
2
2
2
petik sehelai gila
semua orang
Maghi Kopambaja, Kopambaja maghi randa
2
4
4
2
2
lontar Kopambaja Kopambaja lontar lebat
ngandu maghi ndeta toa ghele ghoma
= 4 kata
= 8 suku kata
= 4 kata
= 10 suku kata
= 5 kata
= 12 suku kata
= 5 kata
= 9 suku kata
= 5 kata
= 14 suku kata
= 6 kata
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
2
lihat
(05)
(06)
2
2
2
2
2
lontar atas potong sulit sekali
= 12 suku kata
Embo sosa ndau lau wiri nanga
2
2
2
2
2
2
ombak bunyi itu selatan batas tanjung
meti ndili seli meti reta wiri penda
2
2
2
2 2
2 2
surut bawah gelap surut henti batas pandan
= 6 kata
Peko lako ana wo’e kia tau rame rame
2
2 2 2 2 2 2 2
kejar anjing anak keluarga ita mau rame-rame
peko lako lesa kita tau degha degha
2
2
2 2 2 2
2
kejar anjing lesa kita tahu main-main
= 8 kata
= 16 suku kata
kemunculan
Jumlah Kata dalam Baris
= 12 suku kata
= 7 kata
= 14 suku kata
= 14 suku kata
bervariasi.
Frekuensi
Sebagian besar kata dalam baris yang kemunculan jumlah kata dalam baris teks
membentuk WBMW berbentuk kata dasar WBMW dapat dilihat dalam tabel di bawah
dan sebagian yang lain berbentuk kata ini.
majemuk dan reduplikasi, dengan frekuensi
Tabel 2
Frekuensi Kemunculan Jumlah Kata dalam Baris
Jumlah Kata
Frekuensi Kemunculan
4
18
5
58
6
136
7
102
8
11
Jumlah
326
No
1
2
3
4
5
Persentase (%)
5,52
17,80
41,70
31,29
3,40
100
Seperti tampak pada tabel 2 di atas, baris (5,52%) menggunakan 4 kata tiap baris;
dari 326 baris yang terdapat dalam teks dan 11 baris (3,40%) menggunakan 8 kata
WBMW, jumlah kata tiap baris bervariasi tiap
baris.
Dilihat
dari
frekuensi
antara 4, 5, 6, 7, dan 8 kata, dengan frekuensi kemunculannya, jumlah baris yang berisi 6
kemunculannya dapat dirinci sebagai sebagai kata tiap baris paling tinggi dan yang berisi 8
berikut: 136 baris (41,70%) menggunakan 6 kata tiap baris paling rendah. Penggunaan
kata
tiap
baris;
102
baris
(31,29%) baris berisi 6 kata paling tinggi dengan tujuan
menggunakan 7 kata tiap baris; 58 baris untuk menjaga keseimbangan irama dan
(17,80%) menggunakan 5 kata tiap baris; 18 tempo dalam penuturan.
224
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
tidak memiliki proses afiksasi atau tidak
Bentuk Kata
Semua kata yang membentuk baris dalam mempunyai
teks WBMW berciri monomorfemis, artinya Penggunaan
afiks
(Arka,
bentuk
2007:42).
kata
berciri
semua kata tersebut tampil dalam bentuk kata monomorfemis dalam teks WBMW dapat
dasar
atau
morfem
bebas.
Fenomena dilihat pada fragmen berikut.
kebahasaan ini terjadi karena bahasa Rongga
(07) Sambi waja radha weo mona nendo
sambi sangat keras goyang tidak tumbang
wara tumbu kembi ate mona leli
topan hantam dinding hati tidak takut
‘Pohon sambi sangat keras tidak tumbang jika dogoyang,
meski topan hantam dinding, hati tidak gentar.’
Seperti tampak pada data (07) di atas,
Dalam bahasa Rongga, kata tertentu
fragmen tersebut terdiri atas dua baris dengan dapat bergabung dan menghasilkan kata
menggunakan kata-kata berupa kata dasar majemuk yang bersifat idiomatis, namun
atau morfem bebas seperti kata (nomina) makna
kata
majemuk itu tidak
dapat
sambi ‘pohon kesambi’, kata (adverbia) waja diprediksi berdasarkan makna harafiahnya.
‘sangat’, kata (adjektiva) radha’ keras’, kata Penggunaan bentuk kata majemuk dalam teks
(verba) weo’ digoyang’, dan sebagainya.
(08)
WBMW dapat dilihat pada fragmen berikut.
Ana halo pae raku ne
arhe waru
anak yatim miskin jahit dengan tali waru
ana halo pae dhepe tere ne arhe
anak yatim miskin jahit dengan tali sukun
Bentuk kata majemuk yang digunakan dalam mikro WBMW ditemukan pula penggunaan
fragmen (08) adalah ana halo ‘anak yatim’ kata berbentuk reduplikasi. Penggunaan kata
sebagai hasil penggabungan kata (nomina) berbentuk reduplikasi dalam teks WBMW
ana ‘anak’ dan kata (nomina) halo ‘yatim’.
dapat dilihat pada fragmen di bawah ini.
Selain kata majemuk, dalam struktur
224
(09)
Ere
-ere
eje,
eje
du
nde
tunggu -tunggu semangka semangka sampai kapan
napa -napa ndaka,
ndaka
du
mata
tunggu -tunggu mentimun mentimun sampai mati
(10)
Hongga lari
-lari,
lari
huki sapi
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
pemuda ganteng-ganteng ganteng kulit sapi
mbue milo -milo, milo wae nio
gadis cantik-cantik cantik air kelapa
Gugus kata berbentuk reduplikasi dalam keseimbangan antara irama, tempo, dan
fragmen (09) adalah ere-ere ‘tunggu-tunggu’ gerak tari.
dan napa-napa ‘tunggu-tunggu’. Gugus kata Kelas Kata
berbentuk reduplikasi dalam fragmen (10) Dilihat dari kategori kelas kata, baris dalam
adalah lari-lari ‘ganteng-ganteng’ dan milo- teks WBMW menggunakan lima jenis kelas
‘cantik-cantik’.
milo
Bentuk
reduplikasi kata, termasuk nomina, verba, adjektiva,
tersebut termasuk reduplikasi penuh yang adverbia, dan kata tugas, dengan jumlah
digunakan dengan tujuan untuk menyatakan bervariasi untuk setiap kelas kata. Kategori
itensitas dan kualitas makna pesan, di kelas kata dan frekuensi kemunculannya
samping
menunjang
penuturan
kelancaran
demi
dalam dalam teks WBMW dapat dilihat pada tabel
mempertahankan di bawah ini.
Tabel 2
Kategori Kelas Kata
Kategori Kelas Kata
Jumlah
Nomina
1.104
Verba
392
Adjektiva
173
Adverbia
67
Kata Tugas
160
Jumlah
1.896
No
1.
2.
3.
4.
5.
Persentase (%)
58,30
20,67
9,12
3,54
8,44
100
Seperti tampak pada tabel 2 di atas, berkategori adverbia sebanyak 67 (3,54%),
dalam teks WBMW, terdapat sebanyak 1.896 dan kelas kata berkategori kata tugas
kata dengan kategori kelas kata bervariasi. sebanyak 160 (8.44%). Sebagian kelas kata
Dilihat
dari
frekuensi
penggunaannya, berkategori nomina tersebut berkaitan dengan
jumlah kelas kata berkategori verba sebanyak mahkluk hidup dan sebagian yang lain
392
(20,67%),
kelas
kata
berkategori berkaitan dengan benda mati, sebagaimana
adjektiva sebanyak 173 (9.12%), kelas kata dilihat
pada
tabel
di
bawah
.
No.
1.
224
Tabel 3
Kelas Kata Berkategori Nomina
Jenis Nomina
Jumlah
Mahkluk hidup
212
Persentase (%)
19,21
ini
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
2.
Benda mati
892
1.104
Jumlah
80,79
100
Seperti tampak pada tabel 3 di atas, kelas kehidupan mereka lebih banyak berhubungan
kata berkategori nomina yang berkaitan dengan
benda
dengan benda mati paling banyak digunakan tanbernyawa.
mati
atau
Penggunaan
mahkluk
kelas
kata
dalam teks WBMW daripada benda mati. berkategori nomina yang berkaitan dengan
Fenomena ini terjadi karena aktivitas etnik mahkluk hidup dan benda mati dapat dilihat
Rongga untuk menunjang dan menopang pada beberapa fragmen berikut.
(12)
Lako kolo
rongo ndau lau wena watu
anjing gonggong kambing itu di sebelah batu
tibo
miri kembi ndau lau wena watu
kambing sandar dinding itu di selatan batu
(13)
Nggote nunu mezhe, nggote nunu
kasihan beringin besar kasihan beringin
ana embu la’a lerha nde jono mawo nde
anak cucu jalan panas mana teduh rindang mana.
Embo sosa ndau lau wiri nanga
ombak bunyi itu selatan batas pantai
meti ndili seli meti reta wiri penda
surut bawah gelap surut henti batas pandan
(14)
Seperti tampak pada data di atas, kelas kata ‘jalan’, dan sebagainya. Verba proses adalah
berkategori nomina yang berkaitan dengan verba
yang
menyatakan
suatu
proses
mahkluk hidup adalah ana ‘anak’, lako perubahan dari keadaan tertentu ke keadaan
‘anjing’,
rongo
‘kambing’,
dan
tibo, yang lain seperti meti ‘surut’, reta ‘berhenti’,
‘kambing’. Kelas kata berkategori nomina dan sebagainya. Verba keadaan adalah verba
yang berkaitan dengan benda mati adalah yang menyatakan bahwa seseorang atau
kembi
‘dinding’,
sosa
‘ombak’,
nanga suatu benda sedang berada dalam keadaan
‘pantai’, dan sebagainya.
tertentu
seperti
nggote ‘kasihan’, mawo
Ditilik dari sisi semantis, kelas kata ‘rindang’, dan sebagainya. Variasi jenis dan
berkategori verba terdiri atas verba aksi atau jumlah kelas kata berkategori verba yang
verba tindakan, verba proses, dan verba digunakan dalam teks WBMW dapat dilihat
keadaan. Verba aksi adalah verba yang pada tabel di bawah ini.
menyatakan
suatu
aksi
atau
tindakan
seperti kolo ‘gonggong’, miri ‘sandar’, la’a
224
JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014
No
1
2
3
ISSN: 2303-2820
Tabel 4
Kelas Kata Berkategori Verba
Jenis Verba
Jumlah
Verba aksi/tindakan
314
Verba proses
42
Verba keadaan
36
Jumlah
392
Persentase (%)
80,10
10,70
9,20
100
Seperti tampak pada data yang tersaji lokatif. Contoh konjungsi yang digunakan
dalam tabel 4 di atas, dari 1.896 kata yang adalah ramba ‘supaya’ sebagai pemarkah
digunakan dalam teks WBMW, sebanyak hortatif. Contoh partikel yang digunakan
392 (20,67%) adalah kelas kata berkategori adalah ma’e jangan’ sebagai pemarkah
verba. Dari 392 kelas kata berkategori verba, sangkalan dan kategori pendamping verba
sebanyak
314
(80,10%)
adalah
verba yang berdistribusi mendahului verba yang
aksi/tindakan (paling tinggi), sebanyak 42 didampingi.
(10.70%) adalah verba proses, dan sebanyak
36 (9,20%) adalah verba keadaan (paling Kata Arkais
rendah). Jenis verba yang digunakan dalam Meskipun jumlahnya
teks
WBMW
lebih
terbatas, kekhasan
menekankan karakteristik struktur teks WBMW ditandai
aksi/tindakan daripada proses dan keadaan.
dengan kehadiran kata arkais yang sudah
Jenis kata tugas yang digunakan dalam tidak digunakan lagi dalam bahasa sehariteks
WBMW
terdiri
atas preposisi, hari.
Hal
ini
terjadi
karena
WBMW
konjungsi, dan partikel, dengan jumlah merupakan produk dan praktek budaya
bervariasi.
digunakan,
Dari
160
jumlah
kata
tugas
konjungsi
yang tetesan
masa
lalu
atau
warisan
yang
sebanyak ditransmisikan dalam stansa yang ketat. Kata
33 (1,74%), partikel sebanyak 66 (3,48%), arkais yang digunakan dalam bahasa Rongga
dan preposisi sebanyak 61 (3,22%). Preposisi memiliki aspek historis-linguistis yang tidak
yang menyatakan latar tempat paling banyak mudah dipahami. Dilihat dari kategori kelas
digunakan dengan tujuan untuk menjaga kata, kata arkais yang digunakan terdiri atas
keutuhan makna, di samping menunjukkan nomina, verba, adjektiva, dan adverbia,
sejarah asal-usul etnik Rongga. Contoh sebagaimana dilihat pada tabel di bawah ini.
preposisi yang digunakan adalah wena ‘di
sebelah’ dan lau ‘di sana’, sebagai pemarkah
223
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 5
Kata Arkais
Jumlah
15
8
5
3
5
36
Jenis Kata
Nomina
Verba
Adjektiva
Adverbia
Preposisi
Jumlah
Persentase (%)
41,67
22,22
13,89
8,33
13,89
100
Seperti tampak pada data yang tersaji adalah mona ‘goyang’, demim ‘minum’, dan
dalam
tabel 5 di
arkais yang
atas, terdapat
digunakan
36
sebagai
kata teki ‘petik’; kata arkais berkategori adjektiva
unsur adalah
napu ‘sangat
pembentuk struktur mikro teks WBMW moge ‘bohong’;
kata
terkenal’
arkais
dan
berkategori
dengan jumlah bervariasi antara satu kategori adverbia
adalah nderi ‘selalu’
dan
dengan kategori yang lain. Jumlah kata ‘sudah’;
dan
berkategori
arkais berkategori
nomina
sebanyak 15
kata
arkais
peka
pereposisi adalah ndeta ‘(di) atas’ dan ndili
(41,67%), verba sebanyak 6 (22,22%), ‘(di) bawah’.
adjektiva sebanyak 5 (13,89%), dan preposisi Istilah Pertanian
sebanyak 5 (13,89%). Jumlah kata arkais Fenomena menarik yang ditermukan dalam
berkategori
nomina
paling
tinggi
dan penelitian ini adalah, meskipun ritual mbasa
adverbia paling rendah, sedangkan adjektiva wini sebagai konteks situasi yang melatari
dan preposisi berjumlah sama. Contoh kata kehadiran teks WBMW berkenaan dengan
arkais yang terdapat dalam teks WBMW bidang pertanian, tidak banyak ditemukan
adalah
sebagai
berikut:
kata
arkais istilah pertanian. Istilah pertanian yang
berkategori nomina adalah rajo ‘perahu’, digunakan dalam teks WBMW terdiri atas
nange
‘pantai’,
mbila
‘istri’,
kanda nomina
dan
verba,
dengan
variasi
‘keranjang’, pine ‘tanta’, kowa ‘sampan’, dan penggunaannya menurut kelas kata dapat
seke ‘gelang’; kata arkais berkategori verba dilihat pada tabel di bawah ini.
No.
1.
2.
Kelas Kata
Nomina
Verba
Jumlah
Tabel 6
Istilah Pertanian
Jumlah
19
2
21
Persentase (%)
90,50
9,50
100
Seperti tampak pada tabel 6 di atas, teks WBMW, sebanyak 19 (90,505%) adalah
dari 21 istilah pertanian yang terdapat dalam nomina dan 2 (9,50%) adalah verba. Istilah
224
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
pertanian berkategori nomina adalah jawa
Baris-baris dalam teks WBMW terdiri atas
‘jagung’, pare ‘ padi’, heu ‘pinang’, dan sejumlah kata sebagai dasar pembentuk pola
verba
adalah mbasa ‘percik’ formula pada posisi tertentu. Formula awal
dan nggoti ‘tanam’.
Kata-kata
didominasi
dalam
kata-kata
dunia
bermakna
pertanian
dan
tersebut dalam baris teks WBMW lebih banyak
filosofis diawali nomina dan diikuti verba, adjektiva,
kehidupan adverbia, partikel, dan konjugsi. Kategori
manusia.
kelas kata sebagai formula awal dalam baris
Formula Kata dalam Baris
teks WBMW dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 7
Kategori Kata sebagai Formula Awal dalam Baris
No
Kategori Kata
Jumlah baris
Persentase (%)
1
Nomina
200
61,35
2
Verba
82
25,15
3
Adverbial
22
6,74
4
Adjektiva
14
4,29
5
Kata Tugas
8
2,45
326
100
Jumlah
Seperti tampak pada tabel (7) di atas, dari sangat mempengaruhi pola perilaku etnik
326 baris yang terdapat dalam teks WBMW, Rongga,
tidak terkecuali
pola
perilaku
nomina tersebar dalam 200 baris (61,35%), berbahasa. Dalam kegiatan berbahasa, etnik
verba tersebar dalam 82 baris (25,15%), Rongga
seringkali
menggunakan
adverbia tersebar dalam 22 baris (6,74%), perbandingan fenomena alam yang hidup di
adjektiva tersebar dalam 14 baris (4,29%), sekitarnya, baik mahluk bernyawa seperti
dan kata tugas tersebar dalam 8 baris manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan
(2,45%).
maupun mahluk tanbernyawa seperti batu,
Dominasi penggunaan nomina sebagai dinding,
dan
formula awal baris dalam teks WBMW perbandingan
menunjukkan
bahwa,
dalam
alam.
Memanfaatkan
dengan
menggunakan
pergaulan fenomena alam berupa nomina (benda)
sehari-hari, sistem nilai atau sistem budaya sebagai media dalam berbagai ungkapan
224
Fitur Kata Sebagai Unsur Pembentuk Struktur Mikro
Teks Wacana Budaya Mbasa Wini Etnik Rongga
(Ni Wayan Sumitri, IKIP PGRI Denpasar dan Fransiskus Bustan)
adalah
salah
pendidikan
satu
kepada
cara
memberikan bentuk kata, kelas kata, kata arkais, istilah
masyarakat
dalam pertanian, dan formula kata dalam baris.
menaati norma-norma yang mesti dipatuhi, Saran
selain untuk menghindari ketersinggungan Merujuk pada beberapa simpulan di atas,
pendengar yang merasa tersindir. Secara penulis
kemukakan
saran
bahwa
teks
linguistik, nomina dapat bergabung dengan WBMW perlu didokumentasikan guna dapat
kelas kata lain dalam jumlah lebih dari satu dimanfaatkan sebagai salah satu sumber
kata. Penggabungan dua
kata atau lebih rujukan bagi warga etnik Rongga pada masa
menjadi satu kesatuan organisasi kata yang akan datang dalam (1) menelaah hubungan
digunakan dan membentuk struktur mikro antara
bahasa,
kebudayaan,
dan
teks WBMW bertujuan menampung konsep- konseptualisasi etnik Rongga tentang dunia,
konsep tertentu dengan kerangka makna (2) menyusun tata bahasa Rongga sebagai
khusus yang tidak dapat diwujudkan dan bagian dari materi mata pelajaran Muatan
diwahanai hanya dalam satu kata.
Lokal untuk diajarkan di sekolah dasar dan
menengah di wilayah sebaran etnik Rongga.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Sebagai sari dan resapan pikiran yang
disajikan dalam hasil penelitian dan bahasan Arka, I. W. dkk. 2007. Bahasa Rongga:
di
atas,
penulis
simpulan.
kebudayaan,
Rongga
kemukakan
beberapa
Pertama,
hubungan
dan
konseptualisasi
tercermin
dalam
Tatabahasa Acuan Ringkas. Jakarta.
bahasa,
Penerbit
etnik
(PUAJ).
struktur
Universitas
Atma
Jaya
teks Brown, H. D. 1994. Principles of Language
WBMW atau secara lebih khusus lagi dalam
Learning and Teaching. The USA:
fitur kata sebagai unsur pembentuk struktur
Prentice Hall Regents.
mikro teks WBMW. Kedua, fitur kata Bungin, B. 2008. Penelitian Kualitatif:
sebagai unsur pembentuk struktur mikro teks
Komunikasi,
Ekonomi,
Kebijakan
WBMW bersifat khas sesuai konteks situasi
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.
ritual mbasa wini dan konteks sosial-budaya
Jakarta: Kencana.
etnik Rongga yang melatarinya. Ketiga, Bustan, F. 2005. “Wacana budaya tudak
kekhasan fitur kata sebagai unsur pembentuk
dalam ritual penti pada kelompok etnik
struktur mikro teks WBMW tercermin dalam
Manggarai, di Flores Barat: sebuah
pola suku kata, jumlah kata dalam baris,
kajian
224
linguistik
kebudayaan”.
JIPB, Vol. 01, No. 03, September 2014
Disertasi.
ISSN: 2303-2820
Program Palmer, G. B. and Farzad, S. 2007. “Applied
Denpasar:
Pascasarjana Universitas Udayana.
Cakir,
I.
2006.
linguistics:
cultural
paradigm.”
language
Linguistics.
teaching.” In Turkish Online Journal
Benyamins.
awareness
“Developing
cultural
in
foreign
In
an
emerging
Applied
Cultural
Amsterdam:
John
of Distance Education. TOJDE July Ricoueur, P. 1996. Interpretation Theory.
2006, Volume: 7, Number 3, Article:
Discourese and Surplus Meaning.
12
Diterjemahkan oleh Haniah. Jakarta:
Crystal,
D.
1992.
Dictionary
of
An
Encyclopedic
Language
and
Languages. USA: Blackwell.
Reader. Massachussets: Blackwell.
Sharifian,
F.
2007.
“L1
Cambridge:
Cambridge University Press.
Applied
Cultural
Amsterdam: John Benyamins.
penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Development: a Language Acquisition
Teknik-Teknik
in a Samoan Village. Cambridge:
Yogyakarta: Pustka Pelajar
Palmer, G. B. 1996. Toward a Theory of
Austin:
Teoritisasi
Data.
Van Dijk, T. A. 1985. “Handbook of
Cambridge Unive rsity Press.
Linguistics.
Linguistics.
Strauss, A dan Juliet, C. 2003. Dasar-dasar
Ochs, E. 1994. Culture and Language
Cultural
cultural
conceptualisations in L2 learning. In
McCarthy, M. 2000. Discourse Analysis for
Teachers.
Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Duranti, A. 1997. Linguistic Anthropology: A
Language
Pusat Pembinaan dan Pengembangan
The
discourse analysis”. In Dimensions of
Discourse. London: Academic Press.
University of Texas Press.
225
Download