BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Model-Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Menurut Agus Suprijono (2009:45) menyatakan bahwa: Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran maupun tutorial. Sementara itu, pengertian model pembelajaran menurut Dodo Suhendar dan Benny Setiawan (2008:12) dalam bukunya yang berjudul persiapan bagi guru dalam jabatan, yaitu : Model pembelajaran merupakan suatu cara mengajar yang sifatnya umum yang dipilih dan ditetapkan untuk menyajikan bahan keilmuan / pengetahuan supaya tindakan guru dalam KBM untuk peserta didik dalam menerima bahan keilmuan dengan mudah dan baik. Dari paparan di atas, penulis dapat mengartikan bahwa model pembelajaran merupakan pola atau rancangan yang digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Keberhasilan proses pembelajaran tidak lepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran 19 yang berorientasi pada 20 peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan, sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Dalam hal ini, model-model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru, hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Belajar yang diharapkan bukan sekedar mendengar, memperoleh atau menyerap informasi yang disampaikan guru tapi harus menyentuh kepentingan siswa secara mendasar. Belajar juga harus dimaknai sebagai kegiatan pribadi siswa dalam menggunakan potensi fikiran dan nuraninya. baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk memperoleh pengetahuan, membangun sikap dan memiliki keterampilan tertentu. Dalam sebuah situs tentang pembelajaran Huitt dalam Abdurrahman (2009:140), mengemukakan rasionalitas pengembangan model-model pembelajaran yang utamanya beranjak dari adanya perbedaan karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik, kepribadian dan kebiasaan-kebiasaan yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka guru juga harus selayaknya tidak hanya terpaku pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi. Disamping didasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak 21 jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung. Oleh sebab itu, guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman kemampuan, motivasi, minat dan karakteristik pribadi lainnya. Menurut Gagne dalam Abdurrahman (2009:142), menegaskan lima kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga memerlukan berbagai model dan srategi pembelajaran untuk mencapainya, diantaranya yaitu: a. b. c. d. e. Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari kemampuan baca, tulis, hitung sampai kepada pemikiran yang rumit. Kemampuan ini sangat tergantung pada kapasitas intelektual, kecerdasan sosial seseorang dan kesempatan belajar yang tersedia. Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Keterampilan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan menggunakan sesuatu, keterampilan gerak. Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, intensitas emosional (Depdiknas,1998/1999:16). Pada umumnya guru menginginkan agar materi pelajaran yang disampaikan kepada anak didiknya dapat dipahami secara tuntas. Sementara itu, setiap guru juga menyadari bahwa untuk dapat memenuhi harapan tersebut bukanlah sesuatu yang dapat dianggap mudah, karena perbedaan karakteristik siswa. Dari keragaman tersebut guru hendaknya mampu memberikan pelayanan yang sama, sehingga siswa yang menjadi tanggung jawab kita di kelas itu merasa mendapatkan perhatian yang sama. Untuk memberikan pelayanan yang sama tentunya kita perlu mencari solusi dan strategi yang tepat sehingga harapan yang sudah dirumuskan dalam setiap rencana pembelajaran dapat tercapai. 22 Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran, sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan. 2. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Ada sejumlah pendapat atau pandangan berkenaan dengan model pembelajaran. Beberapa model pembelajaran dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood, & John dalam Abdurrahman (2009:147) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari empat model utama, yaitu: a. b. c. d. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan perannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikan. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kometensi individual siswa. The Profesionalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatiakan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. 23 Sementara itu, menurut Stalling (2009:147) mengemukakan lima model dalam pembelajaran, diantaranya yaitu : 1) The Exploratory Model, model ini pada dasarnya bertujuan untuk mengmbangkan kreativitas dan independensi siswa. 2) The Group Process Model, Model ini utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggungjawab dan kemampuan bekerjasama antara siswa. 3) The Developmental Cognitive Model, yang menitikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif. 4) TheProgrammed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku. 5) The Pundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan faktual. B. Model Pembelajaran Cooperatif Learning 1. Definisi Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Ada beberapa istilah untuk menyebut pembelajaran berbasis sosial yaitu pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dan pembelajaran kolaboratif. Cooperative Learning adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang telah dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum, Cooperative Learning cenderung lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan suatu masalah dan guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Donal R. Cruickshank, Deborah Bainer Jenkins, Kim K. Metcalf (2006:238) dalam bukunya yang berjudul The Art of Teaching mengemukakan bahwa : Cooperatif Learning is the term used to describe instructional 24 procedures whereby learners work together in small groups and are rewarded for their collective accomplishments. Dari pengertian tersebut penulis dapat mengartikan bahwa Model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) yaitu suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan diberikan penghargaan untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Sedangkan, Kelly (1999:18) mengungkapkan bahwa, Cooperatif Learning adalah pengajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil, dimana siswa bekerjasama untuk menambah atau memperoleh hasil belajar yang maksimal. Adapun pengertian pembelajaran Cooperative Learning menurut Anita Lie (2002:28), yaitu menyatakan bahwa : Pembelajaran Cooperative Learning adalah salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan pada kerjasama antar siswa dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Model pembelajaran cooperative learning ini berfalsafah bahwa manusia adalah mahluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah dan tanpa kerjasama kehidupan ini akan punah. Menurut paparan di atas, dapat di jelaskan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning yaitu suatu metode yang mengajak siswa untuk bekerjasama dan bahu membahu dalam mempelajari suatu pembelajaran tertentu dengan sesama teman sekelas. Pembelajaran Cooperative tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran Cooperative yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan 25 prosedur pembelajaran Cooperative dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran Cooperative akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan : (1). “Memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono, (2009:58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran Cooperative. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran Cooperative yang harus diterapkan, diantaranya adalah : a. b. c. d. e. Saling ketergantungan positif (Positive Interdependence) yakni, sifat yang menunjukan saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Tanggung jawab perseorangan (Individual Accountability) yakni, bahwa setisp individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok. Tatap muka (Face to Face) yakni, bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Komunikasi antar anggota (Interpersonal Communication) yakni, dalam berdiskusi atau bekerja sama diperlukan adanya komunikasi antar anggota. Evaluasi proses kelompok (Group Processing) merupakan proses perolehan jawaban permasalahan yang dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama. Dari paparan di atas, penulis dapat mengartikan bahwa dalam pembelajaran Cooperative Learning terdapat empat unsur yang harus dipahami, diantaranya yaitu : (1) Interaksi Tatap Muka : Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang. (2) 26 Interdependensi positif : Para siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok. (3) Tanggung Jawab Individual : Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya. (4) Kemampuankemampuan interpersonal dan kelompok kecil: Para siswa diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerjasama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka. Dari ungkapan di atas, penulis menjelaskan secara garis besarnya bahwa Jigsaw merupakan penggabungan dari pembelajaran Cooperative kedalam suatu konsep, dimana siswa belajar tentang orang terpenting dalam sebuah cerita yang diciptakan dari riwayat hidupnya. Kedua hal tersebut, merupakan inti dari metode jigsaw, dimana siswa dibagi menjadi dua kelompok yang biasanya terdiri dari empat atau lima orang siswa. Jigsaw dijalankan pada siswa, dengan tambahan kelompok ahli. Guru membagi tugas pada empat atau lima bagian. Contoh bagian siswa lainnya berbentuk; penulisan riwayat hidup (biografi), tiap bagian dibuat oleh kelompok, biar mudah dipahami maka tugasnya harus sederhana. Apapun tugasnya, tiap anggota tim diberikan pekerjaan dari empat bagian, tapi mereka mengerjakannya tidak sendiri. Semua siswa diberikan bagian yang sama untuk dikerjakan secara bersama dalam kelompok ahli. Kegiatan ini memerlukan waktu kurang kebih 30 menit, tergantung pada tugasnya. Selanjutnya, kelompok ahli kembali pada kelompok tim dan mereka berdiskusi dengan teman satu kelompoknya. Kemudian tugas siswa dinilai dan guru memberikan penghargaan pada kelompok dengan nilai tertinggi. 27 Model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan mengembangkan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu, model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan. Pada umumnya model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) belum dilakukan secara optimal. Ada kekhawatiran bahwa pembelajaran Cooperative hanya akan mengakibatkan kekacauan di kelas dan peserta didik tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negative mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok. Banyak peserta didik juga yang tidak senang bila disuruh kerja sama atau belajar dengan yang lain. Peserta didik yang tekun merasa harus bekerja melebihi peserta didik yang lain dalam kelompok mereka, sementara peserta didik yang kurang mampu merasa rendah diri ditempatkan dalam satu kelompok dengan peserta didik yang lebih pandai. Peserta didik yang pandai merasa temannya yang kurang pandai hanya menumpang saja pada hasil jerih payah mereka. Kesan negatif lainnya adalah ada perasaan waswas pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. 28 Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran Cooperative. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran Cooperative dengan benar akan memungkinkan peserta didik lebih aktif. 2. Ciri-Ciri atau Karakteristik Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Setiap model pembelajaran tentunya memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda. Adapaun karakteristik pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) yaitu ditandai oleh : (1) siswa disusun dalam kelompok; (2) bagian tugas yang berbeda; (3) adanya aturan dalam kelompok; dan (4) memotivasi siswa dengan penghargaan. Dari paparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kelompok harus heterogen atau berbeda jenis kelamin, kemampuan akademis, suku, dan ciri lain. Heterogen dikembangkan sedikitnya atas tiga alasan. Pertama, pembelajaran Cooperatif berdasarkan pentingnya interaksi pribadi dan sosial dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu sasaran hasil utamanya yaitu membuat siswa merasakan lebih baik disekitar diri mereka dan untuk menjadi lebih menerima orang lain. Kedua, perbedaan materi yang dibagikan guru pada setiap kelompok. Diharapkan siswa dapat menguasai materi yang disajikan guru secara keseluruhan. Ketiga, aturan dalam kelompok yaitu tanggung jawab individu pada dirinya dan tanggung jawab pada kelompok, dorongan dan dukungan anggota kelompok, untuk membantu teman sekelompok dan mengajarinya. Terakhir, pembelajaran Cooperatif ditandai oleh suatu sistem 29 penghargaan berbeda. Karena siswa memiliki nilai pribadi dan penghargaan kelompok. 3. Fungsi Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Falsafah yang mendasari model pembelajarn gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelansungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah dan tanpa kerjasama, kehidupan ini akan punah. Dengan adanya penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dapat membantu siswa menyampaikan informasi belajar terhadap siswa lainnya. Siswa diharapkan berfikir secara kritis dalam memahami materi pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS, agar mampu menyampaikan seluruh informasi dengan tepat kepada teman sebayanya. Hal ini secara tidak langsung mengajarkan siswa agar lebih mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan temannya. Selain itu, penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dapat menumbuhkan motivasi belajar dan dapat melatih siswa untuk bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Tugas yang diberikan bersifat terstruktur artinya pada saat siswa mengikuti proses belajar, siswa selalu bertukar informasi secara sistematis dalam menyatukan materi secara utuh, karena setiap siswa mendapatkan bagian materi yang berbeda. 30 Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa metode pembelajaran Cooperative Learning dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari matematika, membaca, menulis, sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih dari pada itu, pembelajaran Cooperative Learning juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran. 4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Pada pelaksanaan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), ada langkah-langkah atau prosedur yang harus dipahami oleh guru. Dalam kelompok Jigsaw, para siswa diberi tugas atau teka-teki untuk dipecahkan, tugas itu dipecah ke dalam topik lebih kecil atau potongan. Masing-masing anggota, kelompok ditugaskan atau memilih suatu potongan untuk dipelajari. Kemudian siswa kembali pada kelompoknya. Setelah itu, anggota melaporkan apa yang mereka sudah pelajari. Kemudian mereka menguji tentang apa yang telah mereka pelajari dari kelompoknya. Sementara itu, langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) menurut Anita Lie, (2002:69) adalah sebagai berikut : 1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. 2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topic 31 3) 4) 5) 6) 7) 8) tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan kemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Siswa dibagi dalam kelompok berempat. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kadua. Demikian seterusnya. Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau seluruh kelas. Sebelum pembelajaran di akhiri, Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari. Kemudian, guru memberikan kuis kepada siswa, dimana soal kuis tersebut terkait dengan keseluruhan materi yang diberikan. Setelah selesai, maka diberikan reward bagi siswa dan kelompok yang memperoleh nilai tertinggi. Cara yang digunakan dalam penentuan nilai kelompok adalah dengan cara menghitung nilai ratarata kelompok. Dari uraian di atas, dapat penulis jelaskankan bahwa dalam teknik jigsaw, (1) siswa bekerja dalam anggota kelompok yang sama, yaitu empat orang, dengan latar belakang yang berbeda seperti dalam STAD dan TGT. (2) Para siswa ditugaskan untuk membaca bab, buku kecil atau materi lain, biasanya bidang studi sosial, biografi atau materi-materi yang bersifat penjelasan terperinci lannya. (3) Tiap tim ditugaskan secara acak untuk menjadi “ahli” dalam aspek tertentu dari tugas membaca tersebut. (4) Setelah membaca materinya, para ahli dari tim berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik yang sedang mereka bahas, lalu mereka kembali pada timnya untuk mengajarkan topik mereka itu kepada teman satu timnya. (5) Akhirnya, akan ada kuis atau 32 bentuk penilaian lainnya untuk semua topik. Penghitungan skor dan rekognisi didasarkan pada kemajuan yang dicapai seperti dalam STAD. 5. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Setiap model pembelajaran tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan. Begitu pula dengan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), seperti yang diungkapkan Elliot Aronson (2000:44) bahwa keunggulan dari model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) yaitu : a. b. c. d. e. Kebanyakan guru menemukan bahwa penerapan teknik jigsaw dalam kegiatan belajar mengajar adalah mudah. Kebanyakan guru sangat menikmati penerapan teknik jigsaw dalam kegiatan belajar mengajar. Teknik jigsaw dapat digunakan bersama strategi belajar mengajar yang lain. Teknik jigsaw tetap dapat digunakan sekalipun hanya satu jam perhari. Penerapan metode teknik jigsaw tidak mengeluarkan biaya apapun. Adapun keunggulan metode pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) menurut Slavin dan Karweit (dalam Anita Lie, 2001:52). Keunggulan metode pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) yaitu: 1) Meningkatkan kecakapan kelompok maupun individu dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya. 2) Menciptakan suasana belajar mengajar siswa yang aktif dan kreatif serta meningkatkan keakraban. 3) Memberikan pengaruh positif dalam suasana akademik dan tujuan afektif. 4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat kembali mata pelajaran (berkurangnya belajar hapalan) 5) Meningkatkan motivasi belajar siswa. 33 Dari kedua paparan di atas, dapat di simpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) ini, banyak memiliki manfaat bagi siswa karena metode ini menitikberatkan pada belajar kelompok, sehingga memberikan pengaruh positif baik dalam meningkatkan komunikasi dan kemampuan siswa secara aktif. Dari pernyataan di atas, dapat penulis artikan bahwa apabila metode ini tidak dirancang dengan baik dan benar dapat memicu munculnya “pengendara bebas”, atau para pembonceng, dimana sebagian anggota kelompok melakukan semua atau sebagian besar dari seluruh pekerjaan (dan pembelajaran) Sementara yang lainnya hanya tinggal mengendarainya. Masalah seperti ini disebut sebagai difusi tanggung jawab karena dapat menjadi penghalang bagi terciptanya pengaruh pencapaian prestasi dari pembelajaran Cooperatif. Kelemahan lain dalam pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) yaitu dalam hal pengelompokan heterogen adalah keberatan dari pihak siswa yang berkemampuan akademis tinggi (atau orang tua mereka pada tingkat sekolah dasar). Siswa dari kelompok ini bisa merasa rugi dan dimanfaatkan tanpa bisa mengambil manfaat dari kegiatan belajar Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), karena rekan-rekan mereka dalam kelompok tidak lebih pandai dari mereka dan tidak jarang protes ini juga disampaikan kepada guru baik secara langsung maupun tidak. Kepada siswa atau orang tua semacam itu perlu dijelaskan bahwa sebenarnya siswa dengan kemampuan akademis tinggi pun akan menarik manfaat secara kognitif maupun afektif 34 dalam kegiatan belajar Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) bersama siswa lain yang berkemampuan rendah. Mengajar adalah guru yang terbaik, dengan mengajarkan apa yang seseorang baru pelajari, dia akan lebih bisa menguasai atau menginternalisasi pengetahuan dan keterampilan barunya. Secara afektif, siswa berkemampuan akademis tinggi juga perlu melatih diri untuk bisa bekerja sama dan ini akan sangat bermanfaat. Dalam pengelompokan bisa sering diubah (untuk setiap kegiatan) atau dibuat agak permanen, misalnya tetap dalam kelompok yang sama dalam satu semester. Tapi masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Jika sering diubah, siswa akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa-siswa yang lainnya. Namun, membentuk kelompokkelompok baru ini akan memakan waktu, baik itu waktu persiapan maupun waktu di kelas. Kelemahan dari model pembelajaran ini muncul di saat metode ini akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, hendaknya guru merencanakannya terlebih dahulu dan mempersiapkan apa yang hendak dipergunakan dalam menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) ini. Selain itu, guru harus mampu mengatur waktu dengan baik karena model pembelajaran ini menyita banyak waktu. 35 C. Tinjauan Tentang Motivasi 1. Pengertian Motivasi Motivasi berpangkal dari kata motif, yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Sejumlah penelitian menunjukan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik dalam Abdurrahman (2009:114) mengemukakan bahwa: Motivasi merupakan suatu perubahan energi dalam suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari apa yang dilakukannya, maka seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Sementara itu, motivasi menurut Hamzah B. Uno (2006:1) mengungkapkan bahwa, motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan, Djamarah dalam Abdurrahman (2009:115) menyatakan bahwa: 36 Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-teman yang lain. Selain ketiga pendapat di atas, motivasi menurut Mc Donald dalam Pupuh Fathurrohman (2007:19) berpendapat bahwa, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari paparan di atas, penulis dapat mengartikan motivasi sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Selain itu, motivasi juga dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dahulu. Menurut Abdurrahman (2009:118), agar motivasi belajar dapat tumbuh dengan baik maka guru harus berusaha : a. b. c. d. e. f. g. Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik. Mengkondisikan proses belajar aktif. Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan dan sebagainya). Meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mencapai suatu prestasi. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula memberitahukan hasilnya kepada siswa. Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari. 37 2. Jenis-Jenis Motivasi Dalam kegiatan belajar, motivasi tentu sangat diperlukan sebab apabila seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar, maka tidak akan mungkin bisa melakukan aktivitas belajar. Karena motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan yang ada dapat tercapai. Syaiful Bahri jamarah (2008:149), mengemukakan dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut : a. Motivasi Instrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. motivasi ini timbul dari dalam diri individu itu sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan dirinya sendiri. b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik merupakan kebalikan dari motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Jenis motivasi ini timbul akibat pengaruh dari luar diri individu, karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi instrinsik dalam berbagai bentuknya. Motivasi ekstrinsik tidak selalu berdampak buruk sehingga sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik perhatian anak didik. Dengan demikian, baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan prilaku anak didik. Diakui angka, ijazah, pujian, hadiah, dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang anak didik untuk lebih giat belajar.sedangkan ejekan, 38 celaan, hukuman yang menghina, sindiran kasar dan sebagainya berpengaruh negatif. Sementara itu, Nana Syaodih (2007:63) memaparkan tiga macam motivasi menurut sifatnya yaitu : 1) Motivasi takut atau fear motivation : individu melakukan suatu perbuatan karena takut. 2) Motivasi Insentif atau incentive motivation, individu melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif atau hadiah. 3) Motivasi sikap atau attitude motivation atau self motivation, motivasi ini muncul dari dalam diri. Dari paparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam melakukan aktivitas belajar diharapkan didorong oleh motivasi instrinsik, karena hal itu menjadi pertanda telah tumbuhnya kesadaran dari dalam diri siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh. Namun demikian, tidak berarti bahwa motivasi ekstrinsik tidak memiliki posisi yang penting bagi para siswa, karena hasil-hasil penelitian juga banyak menunjukan bahwa pemberian motivasi menjadi faktor yang memberi pengaruh besar bagi pencapaian hasil belajar atau keberhasilan seseorang. 3. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga. Kegiatan belajar tidak akan bisa dilakukan tanpa ada dorongan yang kuat baik dari dalam maupun dari luar sebagai upaya lain yang tidak kalah pentingnya. Faktor yang paling penting dalam mempengaruhi kegiatan belajar disebut dengan motivasi. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi dan sebaliknya tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar 39 peranan motivasi lebih optimal, maka kita harus mengetahui prinsip-prinsip motivasi dalam aktivitas belajar. Ada beberapa prinsip motivasi yang di ungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya yang berjudul Psikologi Belajar (2008:152-153), diantaranya yaitu : a. b. c. d. e. f. Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar. Bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar, maka dia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentang waktu tertentu. Motivasi instrinsik lebih utama dari motivasi ekstrinsik dalam belajar Dalam kegiatan pembelajaran guru lebih banyak memutuskan memberi motivasi ekstrinsik pada setiap anak. Anak didik yang malas belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi ekstrinsik oleh guru supaya dia rajin belajar. Akan tetapi motivasi ekstrinsik memberikan kecenderungan ketergantungan anak didik terhadap sesuatu di luar dirinya. Oleh sebab itu, motivasi instrinsik lebih penting dalam belajar. Motivasi berupa pujian lebih baik dari pada hukuman. Meski hukuman tetap diberlakukan dalam memicu semangat belajar anak didik, tetapi masih baik penghargaan berupa pujian. Karena setiap orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam apa pun juga. Memuji orang lain berarti memberikan penghargaan atas prestasi belajarnya. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar Kebutuhan yang tidak bisa dihindari dari anak didik yaitu keinginan untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan. Sehingga dia melakukan kegiatan belajar karena kalau tidak belajar dia tidak bisa memenuhi kebutuhannya untuk mendapat ilmu pengetahuan. Guru yang berpengalaman memanfaatkan kebutuhan anak didik akan memancing semangat belajarnya agar menjadi anak yang gemar belajar. Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar Anak didik yang memiliki motivasi dalam belajar akan selalu yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan. Karena dia yakin bahwa belajar bukanlah kegiatan yang sia-sia dan tidak hanya berguna sekarang tapi juga berguna di masa yang akan datang. Motivasi melahirkan motivasi belajar Dari berbagai penelitian bahwa motivasi mempengaruhi prestasi belajar siswa. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator 40 baik buruknya prestasi belajar anak didik. Apabila anak didik menyenangi mata pelajaran tertentu maka ia akan senang hati untuk mempelajarinya dan melaksanakan setiap tugas yang diberikan oleh guru. Setelah diuraikan di atas, menurut Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul Belajar dan Pembelajaran (2009:117), mengemukakan bahwa penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut: 1) Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek-aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih yang ia miliki saat ini. 2) Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan yang mendorong terjadinya peningkatan usaha. 3) Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian. 4) Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung motivasi belajar. 5) Motivasi bertambah bila peserta didik memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi. 6) Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan prilaku. 7) Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar. 8) Kompetensi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi. 9) Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan. 10) Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat peserta didik saat itu dapat mempertinggi motivasi. 4. Peranan Motivasi dalam Belajar Dalam kegiatan belajar pasti ditemukan anak didik yang malas berpartisipasi dalam belajar. Sedikit pun tidak tergerak hatinya untuk 41 mengikuti untuk mengikuti pelajaran dengan cara mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas-tugas guru yang diberikan. Ketiadaan minat anak terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal penyebab kenapa anak didik tidak bergeming untuk mencatat apa yang telah disampaikan oleh guru. Hal itu sebagai pertanda bahwa anak didik tidak memiliki motivasi untuk belajar. Sehingga guru harus memberi suntikan dalam bentuk motivasi ekstrinsik untuk membantu anak keluar dari kesulitan belajar. Apabila motivasi ekstrinsik dapat membantu anak didik, maka motivasi dapat diperankan dengan baik oleh guru. Peranan yang dimainkan oleh guru dengan mengandalkan fungsi-fungsi motivasi merupakan langkah yang akurat untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif bagi anak didik. Hamzah B. Uno (2007: 27) mengemukakan peranan/fungsi motivasi dalam belajar, yakni : (a) Menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar. (b) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. (c) Menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar. (d) Menentukan ketekunan belajar. Adapun peranan motivasi menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:157), yaitu sebagai berikut : a. b. Motivasi sebagai pendorong perbuatan Pada mulanya anak didik tidak memiliki hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari munculah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dan melakukan suatu perbuatan dalam rangka mencari tahu. Motivasi sebagai penggerak perbuatan Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik ini merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Dalam hal ini anak didik melakukan aktivitas belajar dengan segenap jiwa dan raga dalam bentuk perbuatan dan akal pikiran untuk mencoba membedah nilai 42 c. yang terpatri dalam wacana, dalil, prinsip dan hukum, sehingga anak didik mengerti betul isi yang dikandungnya. Motivasi sebagai pengarah perbuatan Dalam hal ini anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Dengan penuh konsentrasi anak didik belajar agar tujuannya mencari sesuatu dapat tercapai dan segala sesuatu yang dapat mengganggu pikirannya diusahakan disingkirkan jauh-jauh. Sedangkan peranan/fungsi motivasi menurut Oemar Hamalik dalam Sobry Sutikno (2007:20), menyebutkan ada tiga fungsi motivasi, antara lain : 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang dikerjakan. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dari kedua pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan kegiatan termasuk belajar. Suatu perbuatan atau kegiatan yang didorong dengan motivasi lemah, akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya, apabila motivasinya besar atau kuat, maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah dan penuh semangat, sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar. Oleh sebab itu, motivasi merupakan suatu pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak prilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. 43 5. Bentuk-Bentuk Motivasi dalam Belajar Dalam proses pembelajaran seorang guru biasanya memanfaatkan motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan minat anak didik, agar lebih bergairah dalam belajar meski kadang guru memanfaatkannya dengan tidak tepat. Sehingga kesalahan dalam memberikan motivasi akan merugikan prestasi belajar anak didik dalam kondisi tertentu. Oleh sebab itu, pemahaman mengenai psikologis anak didik sangat diperlukan guna mengetahui gejala apa yang sedang dihadapi anak didik sehingga gairah belajarnya menurun. Sementara itu, bentuk-bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:158), yaitu : a. b. c. d. e. Memberi Angka Angka dimaksud adalah simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka yang diberikan kepada siswa biasanya bervariasi sesuai dengan hasil ulangan yang mereka peroleh dari hasil penilaian guru, bukan karena belas kasihan. Hadiah Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan. Dalam pendidikan hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang berprestasi tinggi. Kompetisi Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Ego-Involvement Menumbuhkan kesadaran kepada peserta didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga anak belajar dengan keras. Memberi Ulangan Ulangan bisa dijadikan alat motivasi. Anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Oleh karena itu, ulangan akan menjadi alat motivasi bila dilakukan secara akurat dengan teknik dan strategi yang sistematis dan terencana. 44 f. g. h. i. j. k. Mengetahui Hasil Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi .dengan mengetahui hasil anak didik terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi kalau hasil belajarnya mengalami kemajuan, anak didik akan terdorong untuk mempertahankannya atau bahkan meningkatkannya. Pujian Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Hukuman Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi apabila dilakukan dengan tepat dan bijak merupakan alat motivasi yang baik dan efektif. Hasrat untuk Belajar Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hasrat untuk belajar adalah gejala psikologis yang tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kebutuhan anak didik untuk mengetahui sesuatu dari objek yang akan dipelajarinya. Minat Minat dalah kecenderungan untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Dengan kata lain minat merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Tujuan yang diakui Tujuan yang diakui dan diterima baik oleh anak didik merupakan alat motivasi yang sangat penting, sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, dirasakan anak sangat berguna dan menguntungkan, sehingga menimbulkan gairah untuk belajar terus. 6. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Motivasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Ada beberapa upaya atau teknik-teknik motivasi dalam belajar yang di kemukakan Hamzah B. Uno (2007:34) yaitu : a. b. c. d. e. f. Pernyataan penghargaan secara verbal. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. Menimbulkan rasa ingin tahu. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa. Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar. 45 g. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsipyang telah dipahami. h. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. i. Menggunakan simulasi dan permainan. j. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum. k. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar. l. Memahami iklim social dalam sekolah. m. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. n. Memperpadukan motif-motif yang kuat. o. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. p. Merumuskan tujuan-tujuan sementara. q. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. r. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa. s. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri. t. Memberikan contoh yang positif. Sedangkan, Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar (2007:20) menyebutkan beberapa strategi atau cara menumbuhkan motivasi belajar siswa, yaitu sebagai berikut : 1) Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. 2) Hadiah : berikan hadiah bagi siswa yang berprestasi. 3) Saingan / Kompetisi : Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswa untuk meningkatkan prestasinya. 4) Pujian bagi siswa yang berprestasi, yang sifatnya membangun. 5) Hukuman yang diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. 6) Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal kepada peserta didik. 7) Membentuk kebiasaan belajar yang baik. 8) Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secar individual maupun komunal (kelompok). 9) Menggunakan metode yang bervariasi. 10) Menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. 46 Selain kedua pendapat di atas, De Decce dan Grawford dalam Syaiful Bahri Djamarah (2008:169) mengemukakan empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar anak didik, antara lain sebagai berikut : a. b. c. d. Menggairahkan Anak Didik Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas guru harus berusaha menghindari kegiatan atau hal-hal yang monoton dan membosankan. Ia harus selalu memberikan kepada anak didik cukup banyak hal-hal yang perlu difikirkan dan dilakukan. Oleh sebab itu, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal setiap anak didiknya. Memberikan Harapan Realistis Guru harus memelihara harapan-harapan anak didik yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi oleh anak didik. Jadi pada intinya, jangan coba-coba menjual harapan munafik bila tidak ingin dirugikan oleh anak didik. Memberikan Insentif Apabila dalam pembelajaran anak didik mengalami keberhasilan, maka guru diharapkan memberikan hadiah kepada anak didik (berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya) atas keberhasilannya. Sehingga anak didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Mengarahkan Prilaku Anak Didik Dalam hal ini guru dituntut untuk memberikan respons terhadap anak didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas anak didik yang diam, yang membuat keributan, yang berbicara semaunya, dan sebagainya harus diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi sangat terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan. 47 Bilamana guru dapat merubah tujuan-tujuan belajar ini menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk terdorong melakukan aktifitas belajar. D. Tinjauan Tentang Prestasi 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dengan nilai yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan dan kecakapan yang dikuasai siswa selama mengikuti proses belajar. Pengertian proses yaitu adanya interaksi antara individu dan kebiasaan belajar tertentu sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku dan kebiasaan belajar yang baik. Menurut Abdul Azis Wahab (dalam Isni Cahya Patmawati, 2008:43) menyatakan bahwa prestasi belajar secara kualitatif tinggi apabila : a. b. c. Dilihat dari segi kognitif melahirkan kemampuan membentuk konsep sendiri dan kemampuan menilai konsep. Dilihat dari segi afektif yaitu nilai dan moral yang telah dipelajari atau dilatihkan dan mempribadi dalam diri siswa sebagai keyakinan atau prinsip yang kokoh. Dilihat dari segi psikomotor, keterampilan yang dibinakan telah terkuasai secara penuh dan mampu menciptakan keterampilan baru sesuai dengan dirinya atau sesuai dengan penemuan baru. Sedangkan itu, Surya Brata (1997:45) mengemukakan pengertian serta karakteristik prestasi belajar sebagai berikut : a. b. Prestasi belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang dapat diukur, atau mengukur. perubahan tingkah laku tersebut dapat digunakan tes prestasi belajar. Prestasi belajar menunjukan pada individu sebagai pelaku. 48 c. d. Prestasi belajar dapat di evaluasi tinggi rendahnya, baik berdasarkan atas kriteria yang diterapkan terlebih dahulu atau yang ditetapkan menurut standar yang dicapai oleh kelompok. Prestasi belajar menunjukan kepada hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja. Prestasi belajar merupakan indikator berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, indikator keberhasilan siswa di sekolah ditentukan melalui ujian semester atau ujian nasional. Hasil tes tersebut disajikan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol pada tiap-tiap periode tertentu. Misalnya, dalam kurun satu semester atau dalam kurun 1 tahun. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Belajar dapat dilaksanakan dimana pun dan dalam proses belajar selalu ada faktor yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses kegiatan belajar terwujud akibat adanya masukan (input) yang akan diproses, dan hasil dari proses tersebut yaitu berupa keluaran (out put). Berhasil atau tidaknya proses belajar tergantung pada faktor-faktor untuk mempengaruhinya. Demikian juga yang di ungkapkan Noehi Nasution dkk dalam Syaiful Bahri Djamarah (2008:175), yang memandang bahwa : Belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Karena ada unsurunsur lain yang ikut terlibat langsung di dalamnya, yaitu raw input, learning teaching process, output, invironmental input, dan instrumental input. 49 Dari ungkapan tersebut dapat di gambarkan seperti berikut : ENVIRONMENTAL INPUT RAW INPUT LEARNING TEACHING PROCESS OUT PUT INSTRUMENTAL INPUT (Syaiful Bahri Djamarah, 2008) Dalam gambaran di atas, dapat penulis jelaskan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan bahan pengalaman belajar tertentu, dalam proses belajar mengajar (learning teaching process) dengan harapan dapat berubah menjadi keluaran (output) dengan kualifikasi tertentu. Dalam proses belajar itu ikut juga berpengaruh sejumlah faktor lingkungan, yang merupakan masukan dari lingkungan (environmental input) dan sejumlah faktor instrumental (instrumental input) yang dirancang untuk mencapai keluaran yang di harapkan, untuk menghasilkan perubahan tingkah laku sesuai dengan hasil belajar yang telah dicapai. Prestasi belajar yang telah dicapai dengan seseorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar bisa berasal dari dalam diri individu atau berasal dari luar individu itu sendiri. 50 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai siswa tidak hanya ditentukan dengan tinggi rendahnya tingkat kecerdasan siswa yang bersangkutan, sebab banyak faktor lain di luar kecerdasan yang juga turut mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang salah satunya yaitu keaktifan dan motivasi belajar siswa. E. Hubungan Model Pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), dapat menimbulkan sikap keterbukaan dalam proses belajar mengajar. Pemberian motivasi kepada siswa di awal pembelajaran akan memberikan pengalaman yang bermakna. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Anita Lie (2004:47), bahwa : Penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa dan selain itu juga siswa dapat belajar memahami karakter orang lain melalui kelompok jigsaw dan kelompok ahli. Dari pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan hubungan antara individu-individu lainnya dalam suatu kegiatan pembelajaran. Sehingga, dapat memotivasi siswa untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya. Dengan demikian, proses belajar siswa akan mempengaruhi tingkah laku atau perbuatan berdasarkan tujuan yang hendak dicapainya. 51 Siswa yang kuat dalam inteligensi interpersonal biasanya sangat mudah bekerjasama dan berkomunikasi dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain bagi mereka sangat menyenangkan dan sepertinya keluar begitu saja secara otomatis. Misalnya, ia sebagai orang baru dalam suatu kelas atau sekolah, ia dengan cepat dapat masuk ke dalam kelompok, ia mudah berkomunikasi dan mengumpulkan teman lain. Apabila dilepas seorang diri, ia akan dengan cepat mencari orang lain, dan lebih suka mengadakan belajar kelompok. Dalam pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), siswa dituntut untuk bekerjasama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Sehingga, siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar. Banyak penelitian yang dilakukan terpisah oleh orang-orang yang berbeda dalam konteks yang berlainan mengenai penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw). Dari data tersebut menunjukan bahwa, suasana belajar Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa (Johnson & Johnson dalam Anita lie, 2002:7). 52 Selain pendapat di atas, Slavin, DeVries, dan Hulten (2008:36) menemukan bahwa : Para siswa dalam kelompok kooperatif yang berhasil meraih prestasi membuktikan status sosial mereka di dalam kelas, sedangkan di dalam kelas-kelas tradisional siswa-siswa seperti ini kehilangan status. Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) dapat menimbulkan sikap keterbukaan antar siswa dalam proses belajar mengajar. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar anak didik. Oleh sebab itu, Pemberian motivasi kepada siswa dalam kegiatan kelompok dapat menimbulkan semangat belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan prestasi belajar pun meningkat. F. Pembelajaran IPS Pokok Bahasan Perkembangan Teknologi Menggunakan Model Pembelajaran Cooperatif Learning (Teknik Jigsaw) Dalam kurikulum 2006 dikemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yaitu salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB yang mengkaji seperangkat isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi geogerafi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. IPS bertujuan untuk mengembangkan logika, kemampuan berfikir dan analitis peserta didik. (BSNP, 2007:7) 53 Dalam suatu pembelajaran diperlukan adanya suatu metode untuk mencapai tujuan yang diharapkan, salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw). Model pembelajaran ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran termasuk IPS pada pokok bahasan perkembangan teknologi. Teknologi adalah pengembangan dan penggunaan alat, mesin, bahan, atau proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. (Tim Bina IPS, 2008:133). Ada bermacam-macam teknologi yang diciptakan manusia, diantaranya teknologi dibidang produksi, transfortasi, dan komunikasi. IPS merupakan materi hapalan yang harus dipahami siswa. Sementara, metode pembelajaran yang digunakan guru membuat siswa jenuh dan merasa bosan, yang akhirnya siswa kurang aktif dan tidak memiliki motivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw), diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar melalui belajar kelompok. Sehingga, siswa dapat saling bertukar pendapat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya melalui kerjasama. Peranan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator, guru memberikan dorongan agar siswa mau belajar secara kelompok. Sebagai fasilitator, guru menjadi tempat bertanya 54 apabila siswa menemukan kesulitan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan siswa. Pembelajaran Cooperative Learning (Teknik Jigsaw) sebagai suatu model pembelajaran yang kreatif dan inovatif merupakan salah satu solusi yang efektif. Model pembelajaran ini mendukung siswa dalam belajar, dimana kerja kelompok dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, membahas suatu masalah, memotivasi siswa yang kurang aktif, dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mengembangkan kepeminpinan berdiskusi dan kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya.