BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan tentang Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia, terutama bagi mereka yang berada dalam usia sekolah. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian belajar. Belajar adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual. “Perubahan tersebut berbentuk kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu relatif lama, serta terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar”. ( Gino 1993: 6). Menurut Winkel dalam Darsono (2000:4) “belajar yaitu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang maknanya adalah pengalaman“. “Pengertian belajar secara umum yaitu terjadinya perubahan dalam diri orang yang belajar karena pengalaman”. (Darsono, 2000:4). Belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada peserta didik untuk menggunakannya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar memang ada pada diri peserta didik, tetapi guru juga perlu menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar. “Pengertian belajar secara psikologis yaitu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam 9 10 memenuhi kebutuhan hidupnya”. (Slameto, 2003:2). “Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam diri seseorang sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungannya”. (Slameto 2003:4). Menurut Darsono (2000:30), “ciri-ciri belajar antara lain: belajar dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan, belajar merupakan pengalaman sendiri”. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan dan belajar dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar. Dari beberapa pengertian belajar yang disebutkan oleh para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sehingga mengakibatkan perubahan perilakunya (ke arah yang lebih baik). 2.2 Prinsip-Prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar adalah hal-hal yang sangat penting yang harus terdapat dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam belajar diperlukan prinsip belajar karena sangat mempengaruhi peserta didik dalam belajarnya. Prinsip belajar akan menjadi pedoman bagi peserta didik dalam belajar. Prinsip belajar yang perlu diketahui sebagai berikut: 1) Belajar adalah suatu proses aktif, dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik dan lingkungannya. 2) Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah dan jelas bagi peserta didik. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapanharapannya 3) Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri. 4) Senantiasa ada rintangan dan hambatan dalam belajar, karena itu peserta didik harus sanggup mengatasinya secara tepat. 5) Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu baik dari guru atau tuntunan dari buku pelajaran sendiri. 6) Jenis belajar yang paling utama ialah belajar untuk berfikir kritis. 11 7) Cara belajar yang paling efektif adalah dalam bentuk pemecahan masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah-masalah tersebut telah disadari bersama. 8) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. 9) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang telah dipelajari dapat dikuasai. (Hamalik 1980: 36). Belajar memerlukan metode yang tepat. Metode belajar yang tepat memungkinkan peserta didik lebih efektif dan efisien. Metode belajar disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipelajari dan juga disesuaikan dengan peserta didik. Darsono (2000:27) menyatakan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut: 1) Kesiapan Belajar Faktor kesiapan, baik fisik maupun psikologis merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik yag tidak kondusif, misalnya sakit akan dapat mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar. Demikian pula kondisi psikologis yang kurang baik, misalnya gelisah, tertekan, dan sebagainya merupakan kondisi awal yang kurang menguntungkan bagi kelancaran belajar. 2) Perhatian Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek, dapat pula dikatakan perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan. Belajar sebagai suatu aktivitas yang kompleks sangat membutuhkan perhatian dari peserta didik yang belajar. 3) Motivasi Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan kegaitan tertentu untuk mencapai tujuan (disposisi internal). Motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat orang melakukan suatu aktivitas. 4) Keaktifan Peserta didik Kegiatan belajar pelaku utamanya adalah peserta didik, oleh karena itu peserta didik harus aktif, tidak boleh pasif. Dengan bantuan guru, peserta didik harus mampu menacari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. 5) Mengalami Sendiri 12 Prinsip pengalaman sendiri ini sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktifan. Peserta didik yang belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. 6) Pengulangan Materi pelajaran ada yang mudah dan ada yang sukar. Untuk mempelajari materi samapai pada taraf insight peserta didik perlu membaca, berpikir, mengingat, dan yang tidak kalah penting adalah latihan. Dengan latihan, berarti peserta didik mengulang-ulang materi yang dipelajari sehingga materi tersebut makin mudah diingat. Dengan pengulangan, tanggapan tentang materi makin segar dalam pikiran peserta didik, sehingga makin mudah direproduksi. 7) Materi Pelajaran yang Menantang Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa ingin tahu anak (curiousity) terhadap suatu persoalan. Dengan sikap seperti ini motivasi anak akan meningkat. Curiousity ini kelompokbul bila materi pelajaran yang dihadapinya bersifat menantang atau problematik. 8) Balikan dan Penguatan Balikan (feedback) adalah masukan yang sangat penting baik bagi peserta didik maupun guru. Dengan balikan peserta didik mangetahui sejauh mana kemampuannya dalam suatu hal, dimana letak kekuatan dan kelemahannya. Penguatan (reinforcement) adalah suatu tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap peserta didik yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar. Prinsip balikan dan penguatan ini hendaknya diterapkan oleh guru dalampembelajarannya, karena mempunyai dampak positif bagi belajar peserta didik. 9) Perbedaan Individual Para peserta didik dalam suatu kelas yang dihadapi oleh guru tidak boleh disamakan kondisinya seperti benda mati. Masing-masing peserta didik mempunyai karakteristik, baik dari segi fisik maupun psikis. Dengan adanya perbedaan ini menunjukan kemampuan minat serta kemampuan belajar mereka tidak sama. (Darsono, 2000 : 27) 2.2 Pembelajaran Geografi Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang memperhatikan pada bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anggota keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalahmasalah, bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang mengubah dan diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthy, 1981:7). 13 IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan mulai dari keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia. Karakteristik tujuan IPS menurut Bruce Joyce (Leonard S. Kenworthy, 1981 : 7) memiliki tiga katagori yaitu : 1. Pendidikan kemanusiaan. 2. Pendidikan kewarganegaraan. 3. Pendidikan intelektual. Pendidikan kemanusiaan memiliki arti bahwa IPS harus membantu anak memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya. Dalam tujuan pertama ini terkandung unsur pendidikan nilai. Salah satu materi yang dapat diajarkan adalah lingkungan keluarga. Dalam materi lingkungan keluarga,. ditanyakan kepada peserta didik mengenai pekerjaan apa yang dilakukannya di keluarga dan mengapa melakukan pekerjaan tersebut. Peserta didik mungkin akan menjawab dari pengalamannya sebagai anak yang paling besar harus membimbing adik-adiknya. Ia melakukan hal tersebut karena kelompokbulnya rasa tanggung jawab, misalnya. Pendidikan kewarganegaraan mengandung arti bahwa peserta didik harus dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam dinamika kehidupan masyarakat. Peserta didik memiliki kesadaran untuk meningkatkan prestasinya sebagai bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara. 14 Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan. Ketika berbicara tentang lingkungan sekolah, maka peserta didik diminta untuk belajar dengan baik. Mereka adalah generasi penerus yang akan menggantikan generasi sekarang. Sementara, Jack R. Fraenkel (1980 : 8-11) membagi tujuan IPS dalam empat kategori yaitu : 1. Pengetahuan 2. Keterampilan 3. Sikap 4. Nilai Pengetahuan adalah kemahiran dan pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini membantu peserta didik untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya dan dunia sosial. Misalnya, peserta didik dikenalkan dengan konsep apa yang disebut dengan lingkungan alam, lingkungan buatan, keluarga, tetangga, dan lain-lain. Keterampilan adalah pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu sehingga digunakan pengetahuan yang diperolehnya. Beberapa keterampilan yang terdapat dalam IPS adalah : a. Keterampilan mendefinisikan, berpikir yaitu mengklasifikasi, kemampuan membuat mendeskripsikan, hipotesis, membuat generalisasi, memprediksi, membandingkan dan mengkontraskan, dan melahirkan ide-ide baru. 15 b. Keterampilan akademik yaitu kemampuan membaca, menelaah, menulis, berbicara, mendengarkan, membaca dan meninterpretasi media peta, membuat garis besar, membuat grafik dan membuat catatan. c. Keterampilan penelitian yaitu mendefinisikan masalah, merumuskan suatu hipotesis, menemukan dan mengambil data yang berhubungan dengan masalah, menganalisis data, mengevaluasi hipotesis dan menarik kesimpulan, menerima, menolak atau memodifikasi hipotesis dengan tepat. d. Keterampilan sosial yaitu kemampuan bekerjasama, memberikan kontribusi dalam tugas dan diskusi kelompok, mengerti tanda-tanda nonverbal yang disampaikanoleh orang lain, merespon dalam cara-cara menolong masalah yang lain, memberikan penguatan terhadap kelebihan orang lain, dan mempertunjukkan kepemimpinan yang tepat. “Sikap adalah kemahiran mengembangkan dan menerima keyakinan-keyakinan, ketertarikan, pandangan-pandangan, dan kecenderungan- kecenderungan tertentu”. (Jack R. Fraenkel 1980 : 11) Sedangkan nilai adalah kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Menengah Pertama(SMP). IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara 16 Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Pada masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Pada Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tercantum : Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan Kemanusiaan 17 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. (Permendiknas RI. No. 22 tahun 2006). Mengajarkan penggunaan media peta adalah salah satu langkah tentatif pencapaian target pembelajaran. Hal ini mengacu pada standar kompetensi dasar pada semester II di kelas VII, poin 4, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan bahwa peserta didik diharapkan mampu : 1) Menggunakan media peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan informasi keruangan. 2) Membuat sketsa dan media peta wilayah yang menggambarkan objek geografi Mendeskripsikan kondisi geografis dan penduduk 3) Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di atmosfer dan hidrosfer, serta dampaknya terhadap kehidupan. Standar kompetensi peserta didik akan meningkat dan akan mampu melampaui Kriteria Ketuntasan Minimum ketika mereka diajarkan ilmu yang mempelajari tentang masalah permedia petaan meliputi pembuatan media peta sampai reproduksi media peta media peta, pembacaan media peta, penggunaan media peta, penafsiran media peta dan analisis media peta adalah kartografi (Juhadi dan Dewi Liesnoor, 2001:1). Pengetahuan media peta baik media peta mental (Mental Map) maupun media peta secara fisik merupakan tuntutan untuk mengetahui keadaan lingkungan 18 sekeliling kita dan hanya dapat kita manfaatkan kalau kita dapat memperoleh ukuran yang akurat (Maruli, 1995:1). Pembelajaran geografi yang dimaksud adalah geografi yang diajarkan di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah, dimana penjabaran konsep-konsep, pokok bahasan dan sub pokok bahasannya harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan yang bersangkutan, (Sumaatmadja 1997: 9). Menurut Sumaatmadja (1997: 12) ruang lingkup pengajaran geografi ada empat macam yaitu: a. Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia b. Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya. c. Interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi. d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan darat, laut dan udara. Sementara itu menurut Biddle dalam Suharyono (1994: 23) konsep-konsep dasar yang menggambarkan disiplin geografi meliputi: a. adanya lokasi fenomena pada ruang dan waktu tertentu; b. yang melalui observasi akan menghasilkan fakta geografi; c. yang dapat digambarkan pada peta untuk menunjukkan adanya persebaran keruangannya; d. yang pada skala tertentu akan dapat diperoleh konsep atau pengertian asosiasi keruangan mupun interaksi keruangan; 19 e. yang dengan demikian akan membantu pemahaman adanya hubungan manusia dengan alam dan juga adanya interaksi kewilayahan, dan diferensiasi kewilayahan. Menurut Sumaatmadja (1997: 32) tujuan kurikuler dari pembelajaran geografi adalah: a. Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang berguna. Pengetahuan geografi yang berguna disini adalah pengetahuan yang meliputi aspek teoretis dan aspek praktis yang mampu mengembangkan dasar mental dan kemampuan mental peserta didik sabagai individu. b. Mengembangkan saling pengertian yang lebih baik Konsep pengertian yang dimaksudkan disini berkenaan dengan segala hal tentang kehidupan di permukaan bumi. c. Memberikan sumbangan terhadap pendidikan umum. Pendidikan umum pada butir tujuan kurikuler ini adalah proses pendidikan yang menanamkan, membina, dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan pada diri peserta didik. 2.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw 2.3.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Untuk memperoleh pengertian yang obyektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. “Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar tentunya banyak faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar. Faktor-faktor 20 yang dapat memberikan pengaruh dalam proses pembelajaran dibedakan menjadi dua yaitu faktor pertama adalah internal (individual) yang meliputi faktor kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi, dan; faktor yang kedua adalah faktor sosial yang meliputi keluarga / masyarakat maupun lingkungan sekolah yang diantaranya adalah guru dan lembaga pendidikan, alatalat yang diperlukan dan dipergunakan dalam mengajar serta motivasi social”. (Gino 1993: 31). Pembelajaran adalah perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, sedangkan mengajar adalah suatu kegiatan yang mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Proses pembelajaran merupakan proses yang melibatkan guru dengan semua komponennya yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. Jadi dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran sebagai suatu sistem yang saling terkait dan saling ketergantungan antara komponennya di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan. Pengertian lain dari belajar yaitu suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto 2003:2). Aktivitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi 21 harmonis antara pengajar itu sendiri dengan peserta didik. Suatu pengajaran akan berhasil secara baik apabila seorang guru mampu mengubah diri peserta didik dalam arti luas menumbuh kembangkan keadaan peserta didik untuk belajar sehingga dari pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia mengikuti proses pembelajaran tersebut dirasakan manfaatnya secara langsung. Ciri-ciri dari pembelajaran dalam bukunya Darsono (2003: 25) antara lain : a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis; b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi peserta didik dalam belajar; c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan ajar yang menarik dan menantang bagi peserta didik; d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu mengajar yang tepat dan menarik; e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi peserta didik; f. Pembelajaran dapat membuat peserta didik siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Tujuan pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku peserta didik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses melibatkan guru dengan semua 22 komponen tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. “Jadi proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang saling terkait antar komponennya didalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah kearah yang lebih baik”. (Darsono, 2000 : 24). Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja sebagai sebuah kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu model pembelajaran dimana pendekatan pembelajaran yang dilakukan adalah berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. “Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat”. (Nurhadi 2004 : 112). Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda- beda. Karena perbedaan itulah, manusia dapat saling asah, asih dan asuh. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi yang saling asah, asih dan asuh sehingga terciptalah masyarakat belajar (learning community). Peserta didik tidak hanya belajar dari guru, namun juga dari sesama teman. 23 Unsur- unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. 1) Peserta didik dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka hidup sepenanggungan bersama. 2) Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3) Peserta didik harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4) Peserta didik harus membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5) Peserta didik akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6) Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7) Peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen- elemen yang saling terkait. Nurhadi (2004:112) menyatakan elemenelemen pembelajaran kooperatif antara lain sebagi berikut: 1) Saling ketergantungan positif, dalam pembelajaran koperatif guru menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan ini yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan 24 dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan, (b) saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah. 2) Interaksi tatap muka yang akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam kelompok, sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi juga dengan sesamanya. 3) Akuntabilitas individual, pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata- rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata- rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang diamaksud dengan akuntabilitas individual. 4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani mempertahankn pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal 25 relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Peserta didik yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi akan memperoleh teguran dari guru dan juga dari sesama peserta didik. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong peserta didik bekerja sebagai sebuah kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui keterampilan proses. Peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Agar peserta didik dapat bekerja sama dengan baik di dalam, mereka perlu diajari keterampilan- keterampilan kooperatif sebagai berikut: 1) Berada dalam Tugas Peserta didik tetap berada dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya sampai selesai dan bekerja sama dalam kelompok sesuai dengan kesepakatan kelompok, ada kedisiplinan individu dalam kelompok. Dengan melatih kedisiplinan tersebut, peserta didik akan menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang tepat dengan ketelitian yang baik. 2) Membagi Giliran dan Tugas 26 Peserta didik bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas. Keterampilan ini penting karena kegiatan akan selesai pada waktunya dan kelompok akan lebih bangga terhadap peningkatan efektivitas dalam mempersiapkan tugas- tugas yang diemban. 3) Mendorong Partisipasi Peserta didik memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Hal ini penting karena anggota kelompok akan merasa bahwa mereka amat dibutuhkan, dan mereka juga merasa dihargai yang selanjutnya akan menumbuhkan rasa percaya diri. 4) Mendengarkan dengan Aktif Peserta didik mendengarkan dan menyerap informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat dari teman. Keterampilan ini penting sebab mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian kepada yang sedang berbicara, sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang dan akan menambah motivasi belajar bagi dirinya sendiri dan bagi yang lain. 5) Bertanya Keterampilan bertanya yang dimaksud adalah peserta didik menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok, jika tidak ada pemecahan maka tiap anggota kelompok wajib mencari pustaka yang mendukung, jika tetap tidak terselesaikan baru bertanya kepada guru. (Nurhadi 2004:35). 27 Dalam buku Nurhadi (2004:116) juga dijelaskan tentang beberapa keuntungan pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial 2) Memungkinkan para peserta didik saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan- pandangan. 3) Memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial. 4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai- nilai sosial dan komitmen. 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atu egois. 6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11) Meningkatkn kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas. Menurut Nurhadi (2003:67), terdapat beberapa peran dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 28 1) Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu tujuan akademik dan tujuan keterampilan bekerja sama. Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik dan analisis tugas atau analisis konsep. Sedangkan tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik. 2) Menentukan jumlah anggota kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 peserta didik. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (a) taraf kemampuan peserta didik, (b) ketersediaan bahan, (c) ketersediaan waktu. 3) Menentukan tempat duduk peserta didik. Tempat duduk peserta didik hendaknya disusun agar tiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka tetapi terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. 4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar tetapi juga meningkatkan saling ketergantungan antar sesama peserta didik. Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di 29 antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Anita Lie, (1994) dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu : 1. Saling Ketergantungan Positif. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. 2. Tanggung jawab Perseorangan. 30 Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap peserta didik akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3. Tatap Muka. Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. 4. Komunikasi Antar Anggota. Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para peserta didik. 31 5. Evaluasi Proses Kelompok. Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Jadi, tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Dilain pihak, tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Selanjutnya, Ibrahim, et al. (2000), menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: 1. Hasil Belajar Akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai peserta didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada peserta didik di kelompok bawah maupun di kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 32 2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan Keterampilan Sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh peserta didik sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. 2.3.2 Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif model struktural adalah Teknik pengajaran Jigsaw kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, pada tahun 1946, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman peserta didik dan membantu peserta didik mengaktifkannya, ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, peserta didik bekerja sama dengan sesama 33 peserta didik dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Jigsaw dirancang untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Peserta didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “peserta didik saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari masing-masing kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (kelompok ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian peserta didik-peserta didik itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan 34 kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan kelompok ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk peserta didik yang beranggotakan peserta didik dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok peserta didik yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) : Kelompok Asal Kelompok Ahli Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut : 35 Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari empat sampai dengan enam peserta didik dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap peserta didik diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua peserta didik dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama (Counterpart dalam Group/CG). kelompok Dalam yang disebut kelompok ahli, kelompok ahli peserta didik mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, dan menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 peserta didik dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari lima bagian materi pembelajaran, maka dari 40 peserta didik akan terdapat limakelompok ahli yang beranggotakan delapan peserta didik dan delapankelompok asal yang terdiri dari lima peserta didik. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. 36 Gambar 2.2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw (Arends, 1997) Setelah peserta didik berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. Guru memberikan kuis untuk peserta didik secara individual. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. 2.4 Media Peta 2.4.1 Pengertian Peta Metoda yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran hendaknya didukung pula oleh media pembelajaran yang sesuai dengan penggunaan media yang tidak tepat akan menjadikan terhambat sebuah proses belajar mengajar. 37 Upaya yang dilakukan seorang guru sebagai seorang pembimbing terhadap peserta didik alam proses pengajaran dengan menggunakan media pembelajaran hendaklah memperhatikan manfaat dari peranan media pembelajaran sebagai alat bantu proses belajar mengajar. Oleh karena “Media adalah perantara atau pengantar dari pengirim kepada penerima (Sadiman, 1990:6)”, maka media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar akan sangat membantu mereka dalam memahami materi pelajaran yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa ujar. Jenis ragam Media Pengajaran terbagi atas: (1). Media Pengajaran Umum berujud Audio Visual Aids (AVA) yaitu alat dengan pandang dan Media Kegiatan, (2). Media Pengajaran menurut sifatnya ada yang sifatnya sederhana seperti boneka, tanah liat dan lain-lain, ada yang berujud lensa (proyektor) dan ada yang berujud elektronik (OHP), dan (3). Media Pengajaran menurut segi sumber yaitu lingkungan alam, lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, kegatan kehidupan, museum atau laboratorium, media masa, pengalaman guru atau peserta didik dan tokoh-tokoh (Sadiman, 1990) Pembelajaran mata pelajaran Geografi khususnya terkait dengan letak suatu tempat akan lebih mudah dipahami dan diingat melalui media visual. Oleh karenanya media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar geografi banyak sekali seperti media papan tulis, media peta, media slide, media proyektor, media film, media kliping/album dan lain-lain. 38 Peta mempunyai pengertian gambar permukaan bumi atau sebagian dari bumi secara langsung atau tidak mengungkapkan sangat banyak informasi, seperti lokasi suatu daerah, mengenai luasnya, bentuknya, penyebaran penduduknya, daratan perairan, iklim, sumber ekonomi serta hubungannya satu dengan yang lain (Hamzah, 1981 :57). 2.4.2 Jenis Peta Adapun jenis peta yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dalam mata pelajaran geografi antara lain: 1. Peta Bagan Peta bagan isinya data-data sederhana yang menggambarkan garis besar informasi dari daerah yang bersangkutan 2. Peta Kota Peta kabupaten/kota menunjukkan tata letak kabupaten/kota tersebut di sebuah propinsi 3. Peta Model Peta model isinya bukit-bukit, lembah-lembah, danau, kawah, sungai, jalan perhubungan, stratigrafi daerah, garis propil daerah, simbul bantuan dan sebagainya. 2.4.3 Komponen Peta Agar media Peta mudah ditangkap maknanya oleh peserta didik dalam proses pembelajaran; peta harus memuat komponen-komponen di bawah ini, yaitu: 1. Judul peta 39 2. Bagian dunia (daerah mana) 3. Skala angka 4. Proyeksi peta (graid) 5. Simbol 6. Tata warna 7. Lattering 8. Legenda (keterangan gambar) 9. Sumber data 10. Tahun penerbitan 2.4.4 Cara Perawatan Peta 4.4.1. Peta Dinding yang Digulung 1. Peta dinding dilengkapi dengan kayu roll penggulung untuk menggulung peta, cara menggulung dari bawah. 2. Tali-tali pengikat pada ujung roll bagian atas. 3. Setelah peta dipakai, digulung dengan roll bawah-bawah secara rata sampai bertemu roll atas. 4. Kedua roll yang sudah bertemu diikat tali dengan baik 5. Dalam membuka peta harus hati-hati dan teratur, buka terlebih dulu talitalinya baru kemudian dibuka roll bawah dengan tetap dipegang sampai peta betul-betul terbuka, jangan dilepas begitu saja agar tidak cepat rusak atau putus. 6. Letakkan peta yang telah diikat pada roll peta secara horisontal atau secara vertikal pada alamari peta. 40 7. Hindarkan peta dari sinar matahari secara langsung. 8. Hindarkan dari kotoran atau kebocoran. 4.4.2. Peta Dinding yang Tidak Digulung 1. Simpan peta secara tergantung 2. Tutuplah peta dengan kertas transparan atau plastik putih sehingga peta dapat dibaca tanpa membuka penutupnya. 4.4.3. Peta Lembaran yang Tidak Digulung 1. Diletakkan di almari peta secara horizontal supaya tidak terlipat 2. Penyusunan peta menurut abjad huruf pertama A (Alfabetikal) 3. Diletakkan paling depan, agar mudah mencarinya 4. Judul diletakkan diatas supaya mudah terbaca 4.4.4. Peta Lembaran yang Digulung 1. Gulung peta dari bawah ke atas sehingga pada waktu peta dibuka judul segera terbaca/dikenal. 2. Peta yang sudah digulung dimasukkan dalam tabung yang dibuat dari karton atau seng. 3. Peta yang sudah dimasukkan tabung disimpan di almari peta yang kemudian dikunci 4.4.5. Peta Lembaran yang Dilipat 1. Dilipat secara horizontal kemudian secara vertikal, sehingga judul peta tetap ada di luar agar mudah dibaca. 2. Setelah dilipat dimasukkan ke kantong peta. 3. Kantong peta dimasukkan ke almari peta 41 4. Almari dikunci agar terhindar dari tikus, renget, air atau sinar matahari maupun angin. 2.4.5 Pemanfaatan Peta Menurut Suwarno (1980:3) manfaat peta dalam proses belajar mengajar sebagai berikut : 1. Sebagai alat peraga dalam proses belajar mengajar, maksudnya peta berguna sebagai alat bantu dalam pelajaran sejarah, geografi, ekonomi dan sebagainya 2. Sebagai “Sumber belajar” buku peta dapat dibaca sepanjang simbulnya dapat dimengerti 3. Dari peta dapat untuk menggali ilmu pengetahuan atau dapat mengerti latar belakang potensi daerah yang dipetakan dengan cara menganalisanya. 4. Dari peta dapat dipelajari bagaimana membuat peta atau prinsip-prinsip apa yang harus ditempuh untuk membuat peta. Menurut Hanay dan Ullmer (1978:14) fungsi media untuk : a. Penyajian informasi b. Sosialisasi peserta didik, sekolah ataupun pelajaran dan bahan pelajaran c. Mobilisasi atau dinamisasi d. Media komunikasi yang kuat dan fleksibel e. Memantapkan hasil dan kualitas belajar f. Menggiatkan hubungan sosial dan suasana belajar g. Menyajikan pengalaman belajar yang aneka macam 42 h. Fungsionalisasi indra i. Menuntut ke arah independent study Media umum mampu menjadi suatu media pembelajaran tetapi belum tentu berfungsi sebagai media dalam pembelajaran secara efektif kalau tidak difungsikan atau dihidupkan. Sejumlah syarat agar media pembelajaran mampu berfungsi sebagai media pembelajaran yang efektif, menurut Kohlberg, Rath dan Metcalf, Elizabeth Flyn yang dikutip oleh W. Suwarno (1980 : 3) adalah : a. Sesuai dengan latar belakang, yaitu : 1. Kehidupan riil sehari-hari (every day living) 2. Sistem budaya yang ada (cultural system) 3. Kenyataan kehidupan politik (political reality) b. Sesuai dengan kondisi, yaitu : 1. Menurut nilai/isyu yang berlawanan (conflicting issues) dengan target nilai yang dimaksudkan 2. Merangsang dan mengundang segi emosional peserta didik sehingga terpanggil untuk terlibat didalamnya 3. Disampaikan dalam bahasa sederhana yang dipahami peserta didik/tidak dalam bahasa ilmiah (Modul metode dan Media pengajaran IPS, 1982 : 42 dalam VCT dan GAMES) c. Secara wujud dapat berupa : 1. Benda materiil yang memenuhi syarat sub a dan b dapat berfungsi efektif jika dilengkapi dengan komentar lisan/tulisan 43 2. Simulasi kehidupan riil atau lingkungan 3. Verbal; antara lain, contoh penggalan cerita sejarah atau realita atau fiktif atau pengalaman 4. Ujud Pshyognomy (facial analysis) 5. Gambar-gambar tertentu 6. Simbol atau uniform d. Secara penggunaan dapat digunakan secara : 1. Individual setiap peserta didik 2. Kelompok atau klasikal Eunice John dan Dorothy MC. C. Fraser (1963) mengemukakan beberapa jenis keterampilan (skills) yang patut didukung oleh media kegiatan, misalnya: a. Locating information (mencari informasi) b. Mengorganisir informasi c. Mengevaluasi informasi d. Mengaplikasi informasi, problem solving and critical uninking skills e. Menerima informasi melalui membaca, mendengar dan melihat f. Berkomunikasi secara lisan atau tertulis g. Menginterpretasikan bagan, gambar, grafik, peta dan lain-lain h. Menghayati dan menghargai waktu dan keadaan 2.5 Hasil Belajar Peserta didik Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yag diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Ani 2006: 5). Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta 44 didik. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran (Ani 2006:5). Benyamin Bloom dalam Gino (1993: 19) membagi hasil belajar menjaadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah ini menjadi objek penilaian hasil belajar. Hasil belajar kognitif diukur pada awal dan akhir pembelajaran, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotorik diukur pada saat proses pembelajaran. Menurut Gino (1993: 30) hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh: a. Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri peserta didik. Faktor ini terdiri dari dua aspek: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) misalnya kondisi fisik sakit- sakitan. Dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah) misalnya kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan emosi. b. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal luar yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik, antara lain kondisi lingkungan di sekitar peserta didik yang meliputi lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial sekolah seperti guru, dan teman- teman sekolahnya. Sedangkan faktor lingkungan non sosial misalnya gedung sekolah, tempat tinggal dan waktu belajar yang digunakan belajar. Karena faktor- faktor tersebut di atas, maka hasil belajar masing- masing 45 peserta didik berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya.