penerapan media gambar dalam upaya

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan tentang Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia, terutama bagi
mereka yang berada dalam usia sekolah. Ada beberapa pendapat yang
mengemukakan tentang pengertian belajar. Belajar adalah suatu kegiatan yang
dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual.
“Perubahan tersebut berbentuk kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu
relatif lama, serta terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang
sedang belajar”. ( Gino 1993: 6).
Menurut Winkel dalam Darsono (2000:4) “belajar yaitu aktifitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
maknanya adalah pengalaman“. “Pengertian belajar secara umum yaitu terjadinya
perubahan dalam diri orang yang belajar karena pengalaman”. (Darsono, 2000:4).
Belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna
atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada
peserta didik untuk menggunakannya dalam membangun gagasan. Tanggung
jawab belajar memang ada pada diri peserta didik, tetapi guru juga perlu
menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab
peserta didik untuk belajar. “Pengertian belajar secara psikologis yaitu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam
9
10
memenuhi kebutuhan hidupnya”. (Slameto, 2003:2). “Perubahan-perubahan
tersebut terjadi dalam diri seseorang sebagai hasil dari pengalamannya dalam
interaksi dengan lingkungannya”. (Slameto 2003:4). Menurut Darsono (2000:30),
“ciri-ciri belajar antara lain: belajar dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan,
belajar merupakan pengalaman sendiri”. Belajar merupakan proses interaksi
antara individu dan lingkungan dan belajar dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan pada diri orang yang belajar. Dari beberapa pengertian belajar yang
disebutkan oleh para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sehingga mengakibatkan perubahan
perilakunya (ke arah yang lebih baik).
2.2 Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar adalah hal-hal yang sangat penting yang harus
terdapat dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam belajar diperlukan prinsip
belajar karena sangat mempengaruhi peserta didik dalam belajarnya. Prinsip
belajar akan menjadi pedoman bagi peserta didik dalam belajar.
Prinsip belajar yang perlu diketahui sebagai berikut:
1) Belajar adalah suatu proses aktif, dimana terjadi hubungan saling
mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik dan lingkungannya.
2) Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah dan jelas bagi peserta didik.
Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapanharapannya
3) Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang
murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri.
4) Senantiasa ada rintangan dan hambatan dalam belajar, karena itu peserta
didik harus sanggup mengatasinya secara tepat.
5) Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu baik dari guru atau
tuntunan dari buku pelajaran sendiri.
6) Jenis belajar yang paling utama ialah belajar untuk berfikir kritis.
11
7) Cara belajar yang paling efektif adalah dalam bentuk pemecahan
masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah-masalah tersebut telah
disadari bersama.
8) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga
diperoleh pengertian-pengertian.
9) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang telah dipelajari
dapat dikuasai. (Hamalik 1980: 36).
Belajar memerlukan metode yang tepat. Metode belajar yang tepat
memungkinkan peserta didik lebih efektif dan efisien. Metode belajar disesuaikan
dengan materi pelajaran yang dipelajari dan juga disesuaikan dengan peserta
didik.
Darsono (2000:27) menyatakan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah
sebagai berikut:
1) Kesiapan Belajar
Faktor kesiapan, baik fisik maupun psikologis merupakan kondisi awal
suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik yag tidak kondusif, misalnya sakit
akan dapat mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk
belajar. Demikian pula kondisi psikologis yang kurang baik, misalnya
gelisah, tertekan, dan sebagainya merupakan kondisi awal yang kurang
menguntungkan bagi kelancaran belajar.
2) Perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek, dapat
pula dikatakan perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang
menyertai suatu aktivitas yang dilakukan. Belajar sebagai suatu aktivitas
yang kompleks sangat membutuhkan perhatian dari peserta didik yang
belajar.
3) Motivasi
Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong orang tersebut melakukan kegaitan tertentu untuk mencapai
tujuan (disposisi internal). Motivasi adalah motif yang sudah menjadi
aktif pada saat orang melakukan suatu aktivitas.
4) Keaktifan Peserta didik
Kegiatan belajar pelaku utamanya adalah peserta didik, oleh karena itu
peserta didik harus aktif, tidak boleh pasif. Dengan bantuan guru, peserta
didik harus mampu menacari, menemukan, dan menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya.
5) Mengalami Sendiri
12
Prinsip pengalaman sendiri ini sangat penting dalam belajar dan erat
kaitannya dengan prinsip keaktifan. Peserta didik yang belajar dengan
melakukan sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dan
pemahaman yang lebih mendalam.
6) Pengulangan
Materi pelajaran ada yang mudah dan ada yang sukar. Untuk
mempelajari materi samapai pada taraf insight peserta didik perlu
membaca, berpikir, mengingat, dan yang tidak kalah penting adalah
latihan. Dengan latihan, berarti peserta didik mengulang-ulang materi
yang dipelajari sehingga materi tersebut makin mudah diingat. Dengan
pengulangan, tanggapan tentang materi makin segar dalam pikiran
peserta didik, sehingga makin mudah direproduksi.
7) Materi Pelajaran yang Menantang
Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa ingin tahu anak
(curiousity) terhadap suatu persoalan. Dengan sikap seperti ini motivasi
anak akan meningkat. Curiousity ini kelompokbul bila materi pelajaran
yang dihadapinya bersifat menantang atau problematik.
8) Balikan dan Penguatan
Balikan (feedback) adalah masukan yang sangat penting baik bagi
peserta didik maupun guru. Dengan balikan peserta didik mangetahui
sejauh mana kemampuannya dalam suatu hal, dimana letak kekuatan dan
kelemahannya. Penguatan (reinforcement) adalah suatu tindakan yang
menyenangkan dari guru terhadap peserta didik yang telah berhasil
melakukan suatu perbuatan belajar. Prinsip balikan dan penguatan ini
hendaknya diterapkan oleh guru dalampembelajarannya, karena
mempunyai dampak positif bagi belajar peserta didik.
9) Perbedaan Individual
Para peserta didik dalam suatu kelas yang dihadapi oleh guru tidak boleh
disamakan kondisinya seperti benda mati. Masing-masing peserta didik
mempunyai karakteristik, baik dari segi fisik maupun psikis. Dengan
adanya perbedaan ini menunjukan kemampuan minat serta kemampuan
belajar mereka tidak sama. (Darsono, 2000 : 27)
2.2 Pembelajaran Geografi
Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang
memperhatikan pada bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik
bagi dirinya dan anggota keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalahmasalah, bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang mengubah dan
diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthy, 1981:7).
13
IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat
baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam
ruang lingkup lingkungan mulai dari keluarga, tetangga, rukun tetangga atau
rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia.
Karakteristik tujuan IPS menurut Bruce Joyce (Leonard S. Kenworthy, 1981 : 7)
memiliki tiga katagori yaitu :
1. Pendidikan kemanusiaan.
2. Pendidikan kewarganegaraan.
3. Pendidikan intelektual.
Pendidikan kemanusiaan memiliki arti bahwa IPS harus membantu anak
memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya.
Dalam tujuan pertama ini terkandung unsur pendidikan nilai. Salah satu materi
yang dapat diajarkan adalah lingkungan keluarga. Dalam materi lingkungan
keluarga,. ditanyakan kepada peserta didik mengenai pekerjaan apa yang
dilakukannya di keluarga dan mengapa melakukan pekerjaan tersebut. Peserta
didik mungkin akan menjawab dari pengalamannya sebagai anak yang paling
besar harus membimbing adik-adiknya. Ia melakukan hal tersebut karena
kelompokbulnya rasa tanggung jawab, misalnya.
Pendidikan kewarganegaraan mengandung arti bahwa peserta didik harus
dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Peserta didik memiliki kesadaran untuk meningkatkan prestasinya
sebagai bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara.
14
Pendidikan nilai dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan.
Ketika berbicara tentang lingkungan sekolah, maka peserta didik diminta untuk
belajar dengan baik. Mereka adalah generasi penerus yang akan menggantikan
generasi sekarang.
Sementara, Jack R. Fraenkel (1980 : 8-11) membagi tujuan IPS dalam
empat kategori yaitu :
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
3. Sikap
4. Nilai
Pengetahuan adalah kemahiran dan pemahaman terhadap sejumlah
informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini membantu peserta didik untuk
belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya dan dunia sosial. Misalnya, peserta
didik dikenalkan dengan konsep apa yang disebut dengan lingkungan alam,
lingkungan buatan, keluarga, tetangga, dan lain-lain.
Keterampilan adalah pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu
sehingga digunakan pengetahuan yang diperolehnya. Beberapa keterampilan yang
terdapat dalam IPS adalah :
a. Keterampilan
mendefinisikan,
berpikir
yaitu
mengklasifikasi,
kemampuan
membuat
mendeskripsikan,
hipotesis,
membuat
generalisasi, memprediksi, membandingkan dan mengkontraskan, dan
melahirkan ide-ide baru.
15
b. Keterampilan akademik yaitu kemampuan membaca, menelaah, menulis,
berbicara, mendengarkan, membaca dan meninterpretasi media peta,
membuat garis besar, membuat grafik dan membuat catatan.
c. Keterampilan penelitian yaitu mendefinisikan masalah, merumuskan suatu
hipotesis, menemukan dan mengambil data yang berhubungan dengan
masalah, menganalisis data, mengevaluasi hipotesis dan menarik
kesimpulan, menerima, menolak atau memodifikasi hipotesis dengan
tepat.
d. Keterampilan
sosial
yaitu
kemampuan
bekerjasama,
memberikan
kontribusi dalam tugas dan diskusi kelompok, mengerti tanda-tanda nonverbal yang disampaikanoleh orang lain, merespon dalam cara-cara
menolong masalah yang lain, memberikan penguatan terhadap kelebihan
orang lain, dan mempertunjukkan kepemimpinan yang tepat. “Sikap
adalah kemahiran mengembangkan dan menerima keyakinan-keyakinan,
ketertarikan, pandangan-pandangan, dan kecenderungan- kecenderungan
tertentu”. (Jack R. Fraenkel 1980 : 11)
Sedangkan nilai adalah kemahiran memegang sejumlah komitmen yang
mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang
tepat. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah
Menengah Pertama(SMP). IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui
mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
16
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai.
Pada masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.
Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pada Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tercantum : Mata pelajaran IPS disusun
secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju
kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Mengenal
konsep-konsep
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
Kemanusiaan
17
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global. (Permendiknas RI. No. 22 tahun 2006).
Mengajarkan penggunaan media peta adalah salah satu langkah tentatif
pencapaian target pembelajaran. Hal ini mengacu pada standar kompetensi dasar
pada semester II di kelas VII, poin 4, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan bahwa peserta didik
diharapkan mampu :
1) Menggunakan media peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan
informasi keruangan.
2) Membuat sketsa dan media peta wilayah yang menggambarkan
objek geografi Mendeskripsikan kondisi geografis dan penduduk
3) Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di atmosfer dan
hidrosfer, serta dampaknya terhadap kehidupan.
Standar kompetensi peserta didik akan meningkat dan akan mampu
melampaui Kriteria Ketuntasan Minimum ketika mereka diajarkan ilmu yang
mempelajari tentang masalah permedia petaan meliputi pembuatan media peta
sampai reproduksi media peta media peta, pembacaan media peta, penggunaan
media peta, penafsiran media peta dan analisis media peta adalah kartografi
(Juhadi dan Dewi Liesnoor, 2001:1).
Pengetahuan media peta baik media peta mental (Mental Map) maupun
media peta secara fisik merupakan tuntutan untuk mengetahui keadaan lingkungan
18
sekeliling kita dan hanya dapat kita manfaatkan kalau kita dapat memperoleh
ukuran yang akurat (Maruli, 1995:1).
Pembelajaran geografi yang dimaksud adalah geografi yang diajarkan di
tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah, dimana penjabaran konsep-konsep,
pokok bahasan dan sub pokok bahasannya harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan yang bersangkutan,
(Sumaatmadja 1997: 9).
Menurut Sumaatmadja (1997: 12) ruang lingkup pengajaran geografi ada
empat macam yaitu:
a. Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia
b. Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya.
c. Interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang
memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di
permukaan
bumi.
d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan darat, laut dan udara.
Sementara itu menurut Biddle dalam Suharyono (1994: 23) konsep-konsep
dasar yang menggambarkan disiplin geografi meliputi:
a. adanya lokasi fenomena pada ruang dan waktu tertentu;
b. yang melalui observasi akan menghasilkan fakta geografi;
c. yang dapat digambarkan pada peta untuk menunjukkan adanya
persebaran keruangannya;
d. yang pada skala tertentu akan dapat diperoleh konsep atau pengertian
asosiasi keruangan mupun interaksi keruangan;
19
e. yang dengan demikian akan membantu pemahaman adanya hubungan
manusia dengan alam dan juga adanya interaksi kewilayahan, dan
diferensiasi kewilayahan.
Menurut Sumaatmadja (1997: 32) tujuan kurikuler dari pembelajaran
geografi adalah:
a. Membekali
peserta
didik
dengan
pengetahuan
yang
berguna.
Pengetahuan geografi yang berguna disini adalah pengetahuan yang
meliputi aspek teoretis dan aspek praktis yang mampu mengembangkan
dasar mental dan kemampuan mental peserta didik sabagai individu.
b. Mengembangkan saling pengertian yang lebih baik Konsep pengertian
yang dimaksudkan disini berkenaan dengan segala hal tentang kehidupan
di permukaan bumi.
c. Memberikan sumbangan terhadap pendidikan umum. Pendidikan umum
pada butir tujuan kurikuler ini adalah proses pendidikan yang
menanamkan, membina, dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan
pada diri peserta didik.
2.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
2.3.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Untuk memperoleh pengertian yang obyektif tentang belajar terutama
belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. “Dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar tentunya banyak faktor
yang
mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar. Faktor-faktor
20
yang dapat memberikan pengaruh dalam proses pembelajaran dibedakan menjadi
dua yaitu faktor pertama adalah internal (individual) yang meliputi faktor
kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi, dan; faktor yang
kedua adalah faktor sosial yang meliputi keluarga / masyarakat maupun
lingkungan sekolah yang diantaranya adalah guru dan lembaga pendidikan, alatalat yang diperlukan dan dipergunakan dalam mengajar serta motivasi social”.
(Gino 1993: 31).
Pembelajaran adalah perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar
dan aktivitas belajar. Belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada di sekitar individu, sedangkan mengajar adalah suatu kegiatan yang mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi
proses belajar. Proses pembelajaran merupakan proses yang melibatkan guru
dengan semua komponennya yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian.
Jadi dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran sebagai suatu sistem yang saling
terkait dan saling ketergantungan antara komponennya di dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang
yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman
dan latihan. Pengertian lain dari belajar yaitu suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto 2003:2).
Aktivitas mengajar menyangkut peranan
seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi
21
harmonis antara pengajar itu sendiri dengan peserta didik. Suatu pengajaran akan
berhasil secara baik apabila seorang guru mampu mengubah diri peserta didik
dalam arti luas menumbuh kembangkan keadaan peserta didik untuk belajar
sehingga dari pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia mengikuti
proses pembelajaran tersebut dirasakan manfaatnya secara langsung. Ciri-ciri dari
pembelajaran dalam bukunya Darsono (2003: 25) antara lain :
a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis;
b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi peserta didik
dalam belajar;
c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan ajar yang menarik dan
menantang bagi peserta didik;
d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu mengajar yang tepat dan
menarik;
e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi peserta didik;
f. Pembelajaran dapat membuat peserta didik siap menerima pelajaran baik
secara fisik maupun psikologis.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Tujuan pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh
berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud
meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai
pengendali sikap dan perilaku peserta didik. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa proses pembelajaran merupakan proses melibatkan guru dengan semua
22
komponen tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. “Jadi proses
pembelajaran merupakan suatu sistem yang saling terkait antar komponennya
didalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran secara umum dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku peserta didik berubah kearah yang lebih baik”. (Darsono,
2000 : 24).
Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja
sebagai sebuah kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah menyelesaikan
suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu model pembelajaran
dimana pendekatan pembelajaran yang dilakukan adalah berfokus pada
penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. “Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi
yang
saling
asuh
untuk
menghindari
ketersinggungan
dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di
masyarakat”. (Nurhadi 2004 : 112).
Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta
harapan masa depan yang berbeda- beda. Karena perbedaan itulah, manusia dapat
saling asah, asih dan asuh. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi
yang saling asah, asih dan asuh sehingga terciptalah masyarakat belajar (learning
community). Peserta didik tidak hanya belajar dari guru, namun juga dari sesama
teman.
23
Unsur- unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
1) Peserta didik dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka
hidup sepenanggungan bersama.
2) Peserta didik bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Peserta didik harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
4) Peserta didik harus membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5) Peserta didik akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau
penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok.
6) Peserta didik berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7) Peserta
didik
akan
diminta
mempertanggungjawabkan
secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat
elemen- elemen yang saling terkait. Nurhadi (2004:112) menyatakan elemenelemen pembelajaran kooperatif antara lain sebagi berikut:
1) Saling ketergantungan positif, dalam pembelajaran koperatif guru
menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan ini yang
dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan
24
dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan, (b)
saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan
bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling
ketergantungan hadiah.
2) Interaksi tatap muka yang akan memaksa peserta didik saling tatap
muka dalam kelompok, sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak
hanya dilakukan dengan guru tetapi juga dengan sesamanya.
3) Akuntabilitas individual, pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk
mengetahui penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran secara
individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan
oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui
siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata- rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota
kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok.
Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata- rata penguasaan semua
anggota kelompok secara individual ini yang diamaksud dengan
akuntabilitas individual.
4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi, keterampilan sosial
seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide
bukan mengkritik teman, berani mempertahankn pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
25
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Peserta didik yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi akan
memperoleh teguran dari guru dan juga dari sesama peserta didik.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong
peserta didik bekerja sebagai sebuah kelompok untuk menyelesaikan sebuah
masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai
tujuan
bersama
lainnya.
Pembelajaran
kooperatif
merupakan
strategi
pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif menemukan sendiri
pengetahuannya melalui keterampilan proses. Peserta didik belajar dalam
kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu dalam memahami
suatu bahan ajar.
Agar peserta didik dapat bekerja sama dengan baik di dalam, mereka perlu
diajari keterampilan- keterampilan kooperatif sebagai berikut:
1) Berada dalam Tugas
Peserta didik tetap berada dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas
yang menjadi tanggungjawabnya sampai selesai dan bekerja sama dalam
kelompok sesuai dengan kesepakatan kelompok, ada kedisiplinan
individu dalam kelompok. Dengan melatih kedisiplinan tersebut, peserta
didik akan menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang tepat dengan
ketelitian yang baik.
2) Membagi Giliran dan Tugas
26
Peserta didik bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan
tugas. Keterampilan ini penting karena kegiatan akan selesai pada
waktunya dan kelompok akan lebih bangga terhadap peningkatan
efektivitas dalam mempersiapkan tugas- tugas yang diemban.
3) Mendorong Partisipasi
Peserta didik memotivasi teman sekelompok untuk memberikan
kontribusi terhadap tugas kelompok. Hal ini penting karena anggota
kelompok akan merasa bahwa mereka amat dibutuhkan, dan mereka juga
merasa dihargai yang selanjutnya akan menumbuhkan rasa percaya diri.
4) Mendengarkan dengan Aktif
Peserta didik mendengarkan dan menyerap informasi yang disampaikan
teman dan menghargai pendapat dari teman. Keterampilan ini penting
sebab mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian kepada
yang sedang berbicara, sehingga anggota kelompok yang menjadi
pembicara akan merasa senang dan akan menambah motivasi belajar
bagi dirinya sendiri dan bagi yang lain.
5) Bertanya
Keterampilan bertanya yang dimaksud adalah peserta didik menanyakan
informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok, jika tidak
ada pemecahan maka tiap anggota kelompok wajib mencari pustaka
yang mendukung, jika tetap tidak terselesaikan baru bertanya kepada
guru. (Nurhadi 2004:35).
27
Dalam buku Nurhadi (2004:116) juga dijelaskan tentang beberapa
keuntungan pembelajaran kooperatif, antara lain:
1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
2) Memungkinkan para peserta didik saling belajar mengenai sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan- pandangan.
3) Memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial.
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai- nilai sosial dan
komitmen.
5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atu egois.
6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif
10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik.
11) Meningkatkn kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama,
dan orientasi tugas.
Menurut Nurhadi (2003:67), terdapat beberapa peran dalam pembelajaran
kooperatif yaitu:
28
1) Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang
perlu diperhatikan oleh guru, yaitu tujuan akademik dan tujuan
keterampilan bekerja sama. Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan
taraf perkembangan peserta didik dan analisis tugas atau analisis konsep.
Sedangkan tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan
memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola
konflik.
2) Menentukan jumlah anggota kelompok belajar. Jumlah anggota dalam
tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6
peserta didik. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap
kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (a) taraf kemampuan
peserta didik, (b) ketersediaan bahan, (c) ketersediaan waktu.
3) Menentukan tempat duduk peserta didik. Tempat duduk peserta didik
hendaknya disusun agar tiap anggota kelompok dapat saling bertatap
muka tetapi terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lainnya.
4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.
Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan
pembelajaran dapat menentukan tidak hanya efektivitas pencapaian
tujuan belajar tetapi juga meningkatkan saling ketergantungan antar
sesama peserta didik.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
29
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie, (1994) dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa
model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar
kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk
itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling Ketergantungan Positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung jawab Perseorangan.
30
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap peserta didik akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung
jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap Muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi Antar Anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan
berkomunikasi,
karena
keberhasilan
suatu
kelompok
juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses
ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional para peserta didik.
31
5. Evaluasi Proses Kelompok.
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
Jadi,
tujuan
pembelajaran
kooperatif
berbeda
dengan
kelompok
konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu
diorientasikan pada kegagalan orang lain. Dilain pihak, tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan
atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Selanjutnya,
Ibrahim, et al. (2000), menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:
1. Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta
didik memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai peserta didik pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang
berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada peserta didik di kelompok bawah maupun di kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
32
2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta
didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada
peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial, penting dimiliki oleh peserta didik sebab saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.3.2 Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw
Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif model struktural adalah Teknik
pengajaran Jigsaw kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-teman di Universitas Texas, pada tahun 1946, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative
Learning.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman peserta
didik dan membantu peserta didik mengaktifkannya, ini agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Selain itu, peserta didik bekerja sama dengan sesama
33
peserta didik dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997).
Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw dirancang untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Peserta didik
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang
lain. Dengan demikian, “peserta didik saling tergantung satu dengan yang lain dan
harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan”
(Lie, A., 1994).
Para anggota dari masing-masing kelompok yang berbeda dengan topik
yang sama bertemu untuk diskusi (kelompok ahli) saling membantu satu sama
lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian
peserta didik-peserta didik itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan
34
kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan kelompok ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk peserta didik yang
beranggotakan peserta didik dengan kemampuan, asal, dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok peserta didik yang terdiri dari anggota kelompok
asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik
tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut (Arends, 1997) :
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
35

Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari empat sampai dengan enam peserta didik dengan
kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah
anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi
pelajaran yang akan dipelajari peserta didik sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap peserta
didik diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran
tersebut. Semua peserta didik dengan materi pembelajaran yang sama
belajar
bersama
(Counterpart
dalam
Group/CG).
kelompok
Dalam
yang
disebut
kelompok
ahli,
kelompok
ahli
peserta
didik
mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, dan menyusun
rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke
kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw
(gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 peserta didik dan materi
pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya
terdiri dari lima bagian materi pembelajaran, maka dari 40 peserta didik
akan terdapat limakelompok ahli yang beranggotakan delapan peserta
didik dan delapankelompok asal yang terdiri dari lima peserta didik. Setiap
anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli
maupun kelompok asal.
36
Gambar 2.2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw (Arends, 1997)

Setelah peserta didik berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok
asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau
dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi
pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

Guru memberikan kuis untuk peserta didik secara individual.

Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya.

Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian
materi pembelajaran.
2.4 Media Peta
2.4.1 Pengertian Peta
Metoda yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran hendaknya
didukung pula oleh media pembelajaran yang sesuai dengan penggunaan media
yang tidak tepat akan menjadikan terhambat sebuah proses belajar mengajar.
37
Upaya yang dilakukan seorang guru sebagai seorang pembimbing terhadap
peserta didik alam proses pengajaran dengan menggunakan media pembelajaran
hendaklah memperhatikan manfaat dari peranan media pembelajaran sebagai alat
bantu proses belajar mengajar.
Oleh karena “Media adalah perantara atau pengantar dari pengirim kepada
penerima (Sadiman, 1990:6)”, maka media pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar akan sangat membantu mereka dalam memahami materi pelajaran yang
tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa ujar.
Jenis ragam Media Pengajaran terbagi atas:
(1). Media Pengajaran Umum berujud Audio Visual Aids (AVA) yaitu alat
dengan pandang dan Media Kegiatan,
(2). Media Pengajaran menurut sifatnya ada yang sifatnya sederhana seperti
boneka, tanah liat dan lain-lain, ada yang berujud lensa (proyektor) dan
ada yang berujud elektronik (OHP), dan
(3). Media Pengajaran menurut segi sumber yaitu lingkungan alam, lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, kegatan kehidupan, museum
atau laboratorium, media masa, pengalaman guru atau peserta didik dan
tokoh-tokoh (Sadiman, 1990)
Pembelajaran mata pelajaran Geografi khususnya terkait dengan letak suatu
tempat akan lebih mudah dipahami dan diingat melalui media visual. Oleh
karenanya media yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar geografi
banyak sekali seperti media papan tulis, media peta, media slide, media proyektor,
media film, media kliping/album dan lain-lain.
38
Peta mempunyai pengertian gambar permukaan bumi atau sebagian dari
bumi secara langsung atau tidak mengungkapkan sangat banyak informasi, seperti
lokasi suatu daerah, mengenai luasnya, bentuknya, penyebaran penduduknya,
daratan perairan, iklim, sumber ekonomi serta hubungannya satu dengan yang lain
(Hamzah, 1981 :57).
2.4.2 Jenis Peta
Adapun jenis peta yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
dalam mata pelajaran geografi antara lain:
1. Peta Bagan
Peta bagan isinya data-data sederhana yang menggambarkan garis besar
informasi dari daerah yang bersangkutan
2. Peta Kota
Peta kabupaten/kota menunjukkan tata letak kabupaten/kota tersebut di
sebuah propinsi
3. Peta Model
Peta model isinya bukit-bukit, lembah-lembah, danau, kawah, sungai,
jalan perhubungan, stratigrafi daerah, garis propil daerah, simbul
bantuan dan sebagainya.
2.4.3 Komponen Peta
Agar media Peta mudah ditangkap maknanya oleh peserta didik dalam
proses pembelajaran; peta harus memuat komponen-komponen di bawah ini,
yaitu:
1. Judul peta
39
2. Bagian dunia (daerah mana)
3. Skala angka
4. Proyeksi peta (graid)
5. Simbol
6. Tata warna
7. Lattering
8. Legenda (keterangan gambar)
9. Sumber data
10. Tahun penerbitan
2.4.4 Cara Perawatan Peta
4.4.1. Peta Dinding yang Digulung
1. Peta dinding dilengkapi dengan kayu roll penggulung untuk menggulung
peta, cara menggulung dari bawah.
2. Tali-tali pengikat pada ujung roll bagian atas.
3. Setelah peta dipakai, digulung dengan roll bawah-bawah secara rata
sampai bertemu roll atas.
4. Kedua roll yang sudah bertemu diikat tali dengan baik
5. Dalam membuka peta harus hati-hati dan teratur, buka terlebih dulu talitalinya baru kemudian dibuka roll bawah dengan tetap dipegang sampai
peta betul-betul terbuka, jangan dilepas begitu saja agar tidak cepat rusak
atau putus.
6. Letakkan peta yang telah diikat pada roll peta secara horisontal atau
secara vertikal pada alamari peta.
40
7. Hindarkan peta dari sinar matahari secara langsung.
8. Hindarkan dari kotoran atau kebocoran.
4.4.2. Peta Dinding yang Tidak Digulung
1. Simpan peta secara tergantung
2. Tutuplah peta dengan kertas transparan atau plastik putih sehingga peta
dapat dibaca tanpa membuka penutupnya.
4.4.3. Peta Lembaran yang Tidak Digulung
1. Diletakkan di almari peta secara horizontal supaya tidak terlipat
2. Penyusunan peta menurut abjad huruf pertama A (Alfabetikal)
3. Diletakkan paling depan, agar mudah mencarinya
4. Judul diletakkan diatas supaya mudah terbaca
4.4.4. Peta Lembaran yang Digulung
1. Gulung peta dari bawah ke atas sehingga pada waktu peta dibuka judul
segera terbaca/dikenal.
2. Peta yang sudah digulung dimasukkan dalam tabung yang dibuat dari
karton atau seng.
3. Peta yang sudah dimasukkan tabung disimpan di almari peta yang
kemudian dikunci
4.4.5. Peta Lembaran yang Dilipat
1. Dilipat secara horizontal kemudian secara vertikal, sehingga judul peta
tetap ada di luar agar mudah dibaca.
2. Setelah dilipat dimasukkan ke kantong peta.
3. Kantong peta dimasukkan ke almari peta
41
4. Almari dikunci agar terhindar dari tikus, renget, air atau sinar matahari
maupun angin.
2.4.5 Pemanfaatan Peta
Menurut Suwarno (1980:3) manfaat peta dalam proses belajar mengajar
sebagai berikut :
1. Sebagai alat peraga dalam proses belajar mengajar, maksudnya peta
berguna sebagai alat bantu dalam pelajaran sejarah, geografi, ekonomi
dan sebagainya
2. Sebagai “Sumber belajar” buku peta dapat dibaca sepanjang simbulnya
dapat dimengerti
3. Dari peta dapat untuk menggali ilmu pengetahuan atau dapat mengerti
latar
belakang
potensi
daerah
yang
dipetakan
dengan
cara
menganalisanya.
4. Dari peta dapat dipelajari bagaimana membuat peta atau prinsip-prinsip
apa yang harus ditempuh untuk membuat peta.
Menurut Hanay dan Ullmer (1978:14) fungsi media untuk :
a. Penyajian informasi
b. Sosialisasi peserta didik, sekolah ataupun pelajaran dan bahan pelajaran
c. Mobilisasi atau dinamisasi
d. Media komunikasi yang kuat dan fleksibel
e. Memantapkan hasil dan kualitas belajar
f. Menggiatkan hubungan sosial dan suasana belajar
g. Menyajikan pengalaman belajar yang aneka macam
42
h. Fungsionalisasi indra
i. Menuntut ke arah independent study
Media umum mampu menjadi suatu media pembelajaran tetapi belum tentu
berfungsi sebagai media dalam pembelajaran secara efektif kalau tidak
difungsikan atau dihidupkan.
Sejumlah syarat agar media pembelajaran mampu berfungsi sebagai media
pembelajaran yang efektif, menurut Kohlberg, Rath dan Metcalf, Elizabeth Flyn
yang dikutip oleh W. Suwarno (1980 : 3) adalah :
a. Sesuai dengan latar belakang, yaitu :
1. Kehidupan riil sehari-hari (every day living)
2. Sistem budaya yang ada (cultural system)
3. Kenyataan kehidupan politik (political reality)
b. Sesuai dengan kondisi, yaitu :
1. Menurut nilai/isyu yang berlawanan (conflicting issues) dengan target nilai
yang dimaksudkan
2. Merangsang dan mengundang segi emosional peserta didik sehingga
terpanggil untuk terlibat didalamnya
3. Disampaikan dalam bahasa sederhana yang dipahami peserta didik/tidak
dalam bahasa ilmiah (Modul metode dan Media pengajaran IPS, 1982 : 42
dalam VCT dan GAMES)
c. Secara wujud dapat berupa :
1. Benda materiil yang memenuhi syarat sub a dan b dapat berfungsi efektif
jika dilengkapi dengan komentar lisan/tulisan
43
2. Simulasi kehidupan riil atau lingkungan
3. Verbal; antara lain, contoh penggalan cerita sejarah atau realita atau fiktif
atau pengalaman
4. Ujud Pshyognomy (facial analysis)
5. Gambar-gambar tertentu
6. Simbol atau uniform
d. Secara penggunaan dapat digunakan secara :
1. Individual setiap peserta didik
2. Kelompok atau klasikal
Eunice John dan Dorothy MC. C. Fraser (1963) mengemukakan beberapa
jenis keterampilan (skills) yang patut didukung oleh media kegiatan, misalnya:
a. Locating information (mencari informasi)
b. Mengorganisir informasi
c. Mengevaluasi informasi
d. Mengaplikasi informasi, problem solving and critical uninking skills
e. Menerima informasi melalui membaca, mendengar dan melihat
f. Berkomunikasi secara lisan atau tertulis
g. Menginterpretasikan bagan, gambar, grafik, peta dan lain-lain
h. Menghayati dan menghargai waktu dan keadaan
2.5 Hasil Belajar Peserta didik
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yag diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar (Ani 2006: 5). Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta
44
didik. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang
konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan
konsep.
Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh
pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran (Ani 2006:5). Benyamin Bloom dalam Gino (1993: 19) membagi
hasil belajar menjaadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga
ranah ini menjadi objek penilaian hasil belajar. Hasil belajar kognitif diukur pada
awal dan akhir pembelajaran, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotorik
diukur pada saat proses pembelajaran.
Menurut Gino (1993: 30) hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri peserta didik. Faktor ini
terdiri dari dua aspek: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) misalnya kondisi
fisik sakit- sakitan. Dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah) misalnya
kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan emosi.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal luar yang dapat mempengaruhi
hasil belajar peserta didik, antara lain kondisi lingkungan di sekitar peserta didik
yang meliputi lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial sekolah seperti
guru, dan teman- teman sekolahnya. Sedangkan faktor lingkungan non sosial
misalnya gedung sekolah, tempat tinggal dan waktu belajar yang digunakan
belajar. Karena faktor- faktor tersebut di atas, maka hasil belajar masing- masing
45
peserta didik berbeda antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya.
Download