Investasi

advertisement
ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI
1. PENGERTIAN KEPUTUSAN INVESTASI
Investasi merupakan penanaman dana ke dalam aset atau aktiva dengan harapan
memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Investasi dilihat dari jenis aktivanya,
dibedakan ke dalam investasi pada aktiva riil dan investasi pada aktiva non-riil atau aktiva
finansial. Investasi pada aktiva riil misalnya investasi dalam bentuk tanah, gedung, mesin
dan peralatan-peralatan. Investasi pada aktiva non-riil misalnya investasi ke dalam suratsurat berharga. Investasi dilihat dari jangka waktunya, dibedakan menjadi 3 macam yaitu
investasi jangka pendek, investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang.
Pembahasan pada bab ini difokuskan pada investasi berjangka panjang untuk aktiva riil.
Keputusan investasi sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan
yang bersangkutan, karena menyangkut dana yang digunakan, jenis investasi yang dilakukan, pengembalian investasi dan risiko investasi yang mungkin timbul. Keputusan investasi
ini diharapkan memperoleh penerimaan yang dihasilkan dari investasi tersebut yang dapat
menutup berbagai biaya yang dikeluarkannya. Penerimaan investasi yang .akan diterima
berasal dari proyeksi keuntungan atas investasi tersebut. Untuk menganalisis keputusan
usulan investasi atau proyek investasi apakah suatu usulan investasi tersebut layak atau
tidak untuk dilaksanakan, maka konsep yang digunakan adalah konsep aliran kas bukan
konsep laba. Hal ini karena laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan belum tentu
dalam bentuk kas.
2. ALIRAN KAS DALAM INVESTASI
Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan apakah suatu
investasi layak dilaksanakan oleh perusahaan atau tidak. Pengambilan keputusan tersebut
mempertimbangkan aliran kas keluar (cash outflow) yang akan dikeluarkan perusahaan dan
aliran kas masuk (cash inflow) yang akan diperolehnya berkaitan dengan investasi yang
diambil. Ada 3 macam aliran kas yang terjadi dalam investasi yaitu initial cashflow,
operational cashflow, dan terminal cashflow.
1. Initial Cashflow (Capital Outlays)
Initial Cashflow (Capital Outlays) merupakan aliran kas yang berhubungan dengan
pengeluaran kas pertama kali untuk keperluan suatu investasi. Cashflow ini misalnya
harga perolehan pembelian tanah, pembangunan pabrik, pembelian mesin, perbaikan
mesin dan investasi aktiva tetap lainnya. Jika kita melakukan investasi pembelian mesin
pabrik maka yang termasuk Capital Outlays atau Cash outflow antara lain harga
pembelian mesin, biaya pasang, biaya percobaan, biaya balik nama (jika ada) dan biaya
lain yang harus dikeluarkan mesin tersebut sampai mesin tersebut siap dioperasikan.
2. Operational Cashflow
Operational Cashflow merupakan aliran kas yang terjadi selama umur investasi.
Operational cashflow ini berasal dari pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan biayabiaya yang dikeluarkan perusahaan. Aliran kas operasi sering disebut cash inflow (aliran
kas masuk) yang nantinya akan dibandingkan dengan cash outflow untuk menutup
investasi. Operational cashflow (cash inflow) ini biasanya diterima setiap tahun selama
umur ekonomis investasi yang berupa aliran kas masuk bersih (disebut Proceeds).
Besarnya proceeds terdiri dari 2 sumber yaitu berupa laba setelah pajak atau Earning
After Tax (EAT) ditambah depresiasi. Mengapa depresiasi merupakan sumber kas
masuk (cash inflow), padahal depresiasi merupakan biaya yang akan mengurangi laba?
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengapa biaya depresiasi merupakan
sumber kas masuk. Kita tahu bahwa biaya depresiasi merupakan biaya yang digunakan
untuk mengurangi nilai suatu aktiva tetap. Pada saat terjadi biaya depresiasi tersebut,
perusahaan tidak mengeluarkan biaya yang berbentuk kas walaupun di laporan laba-rugi
besarnya depresiasi tersebut menambah biaya operasi. Karena depresiasi di satu sisi
menambah biaya padahal di sisi lain sebenarnya tidak mengeluarkan uang kas maka
sebenarnya ada kas yang terkumpul dan diperlakukan sebagai kas masuk sebesar biaya
depresiasi tersebut selama umur aktiva. Dana yang terkumpul tersebut nantinya akan
digunakan untuk membeli aktiva kembali apabila aktiva yang didepresiasi tersebut telah
habis umur ekonomisnya.
Dana yang digunakan untuk investasi aktiva tetap dapat berasal dari modal sendiri
dan atau modal asing (hutang). Perbedaan sumber modal yang digunakan untuk investasi
tersebut mempengaruhi perhitungan proceeds (aliran kas masuk) investasi yang
bersangkutan. Perhitungan proceeds dari kedua sumber modal tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Perhitungan besarnya Proceeds bila investasi menggunakan Modal Sendiri
Proceeds = Laba Bersih Setelah Pajak + Depresiasi
b. Perhitungan Proceeds bila investasi menggunakan Modal Sendiri dan Hutang:
Proceeds = Laba Bersih Setelah Pajak 4- Depresiasi + Bunga (1 -Pajak)
3. Terminal Cashflow
Terminal cashflow merupakan aliran kas masuk yang diterima oleh perusahaan
sebagai akibat habisnya umur ekonomis suatu proyek investasi. Terminal cashflow akan
diperoleh pada akhir umur ekonomis suatu investasi. Terminal cashfolw ini dapat diperoleh
dari nilai sisa (residu) dari aktiva dan modal kerja yang digunakan untuk investasi. Nilai
residu suatu investasi merupakan nilai aktiva pada akhir umur ekonomisnya yang dihitung
dari nilai buku aktiva yang bersangkutan. Besarnya nilai residu ini sangat penting dalam
perhitungan biaya depresiasi dan aliran kas masuk perusahaan.
Modal kerja yang digunakan oleh perusahaan akan selalu berputar setiap periode
tertentu. Pada akhir umur ekonomis suatu investasi, modal kerja ini akan kembali ke posisi
semula. Artinya, setelah umur ekonomis aktiva yang bersangkutan habis, maka modal
kerjanya tidak lagi terikat pada aktiva tersebut dan dapat digunakan untuk kegiatan yang
lain. Pada saat itulah modal kerja merupakan aliran kas masuk. Karena terjadinya hanya
pada akhir umur ekonomis saja, maka aliran kas masuk yang berasal dari modal kerja
termasuk dalam terminal cashflow.
10.3.
METODE PENILAIAN INVESTASI
Pengambilan keputusan proyek investasi terutama didasarkan pada pertimbangan
ekonomis. Secara ekonomis apakah suatu investasi layak atau tidak dilaksanakan dapat
dihitung dengan beberapa metode penilaian atau kriteria proyek investasi, yaitu:
1. Metode Accounting Rate of Return (ARR)
2. Metode Payback Period (PBP)
3. Metode Net Present Value (NPV)
4. Metode Profitability Index (PI)
5. Metode Internal Rate of Return (IRR)
10.3.1. Metode Accounting Rate of Return (ARR)
Metode Accounting Rate of Return (ARR) mengukur besarnya tingkat keuntungan
dari investasi yang digunakan untuk memperoleh keuntungan tersebut. Keuntungan yang
diperhitungkan adalah keuntungan bersih setelah pajak (Earning After Tax, EAT).
Sedangkan investasi yang diperhitungkan adalah rata-rata investasi yang diperoleh dari
investasi awal (jika ada) ditambah investasi akhir dibagi dua. Hasil dari ARR ini merupakan
angka relatif (persentase).
ARR =
Rata  rata Laba Setelah Pajak
x 100%
Rata  rata Investasi
Contoh 10.1.
Proyek A membutuhkan dana Rp. 280.000.000,-. Umur ekonomisnya 3 tahun dengan nilai
sisa Rp. 40.000.000,-. Laba setelah pajak (EAT) selama 3 tahun berturut-turut adalah: tahun
1 = Rp. 40.000.000,-, tahun 2 = Rp. 50.000.000,-, dan tahun 3 = Rp. 30.000.000,-. Dari
informasi tersebut tnaka dapat dihitung besarnya Accountinmg Rate of Return sebagai
berikut:
ARR =
(40.000.000  50.000.000  30.000.000) / 3
x 100%
(280.000.000  40.000.000) / 2
= 40.000.000 / 160.000.000 = 0,25 = 25%
Penggunaan metode ARR ini sangat sederhana sehingga mudah untuk pengambilan
keputusan. Apabila besarnya ARR lebih besar daripada biaya investasi yang digunakan
(biaya modal) maka investasi tersebut layak untuk dilaksanakan, dan sebaliknya. Namun
metode ini banyak kelemahannya, yaitu:
1. Mengabaikan nilai waktu dari uang
2. Hanya menitikberatkan masalah akuntansi, sehingga kurang memperhatikan data aliran
kas dari investasi
3. Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-rata yang
menyesatkan.
4. Kurang memperhatikan panjangnya (lamanya) jangka waktu investasi.
10.3.2. Metode Payback Period (PBP)
Payback Period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran suatu investasi dengan menggunakan aliran kas masuk neto (proceeds) yang
diperoleh. Metode ini juga cukup sederhana seperti metode ARR. Formula untuk mencari
Payback Period adalah sebagai berikut:
PBP =
Contoh 10.2.
Capital Outlays
x 1 tahun
Proceeds
Proyek B membutuhkan investasi sebesar Rp. 120.000.000. Aliran kas masuk atau
Proceeds (laba neto + penyusutan) diperkirakan Rp. 40.000.000 per tahun selama 6 tahun,
maka besarnya Payback Period-nya adalah:
PBP =
120.000.000
x 1 tahun = 3 tahun
40.000.000
Apabila proceeds setiap tahun tidak sama, misalnya diperkirakan:
Tahun 1. Rp.
Tahun 4. Rp.
50.000.000
30.000.000
2. Rp.
5. Rp.
50.000.000
20.000.000
3. Rp.
6. Rp.
40.000.000
20.000.000
Maka Payback Period-nya dapat dihitung sebegai beikut:
Outlays (investasi)
Rp. 120.000.000
Proceeds th ke-1
Rp. 50.000.000
Rp. 70.000.000
Proceeds th ke-2
Rp. 50.000.000
Rp. 20.000.000
20.000.000 *)
PBP = 2 tahun +
x 1 tahun = 2 tahun 6 bulan
40.000.000
*)
Pada tahun ketiga sisa investasi yang belum kembali sebesar Rp. 20.000.000. Padahal
pada tahun ketiga proyek B diperkirakan memperoleh aliran kas masuk bersih sebesar
Rp. 40.000.000 (1 tahun). Oleh karena itu untuk mengembalikan dana investasi sebesar
Rp. 20.000.000 memerlukan waktu selama: (20.000.000/40.000.000) x 12 bulan = 6
bulan. Sehingga Payback Period-nya selama 2 tahun 6 bulan. Apabila Payback Period ini
lebih pendek dibanding jangka waktu kredit (apabila dananya berasal dari pinjaman) yang
disyaratkan oleh investor atau pihak bank, maka investasi proyek B diterima.
Seperti halnya metode Accounting Rate of Return, beberapa kelemahan yang
terdapat pada metode Payback Period adalah:
1. Mengabaikan nilai waktu dari uang
2. Mengabaikan proceeds setelah PBP dicapai
3. Mengabaikan nilai sisa.
Untuk mengatasi kelemahan metode payback period di mana metode ini
mengabaikan nilai waktu dari uang, maka beberapa perusahaan melakukan modifikasi
dengan pendekatan discounted payback period (DPP). Metode ini seperti metode payback
period biasa, tetapi dalam perhitungannya menggunakan aliran kas yang didiskontokan
dengan discount rate tertentu. Untuk lebih jelasnya kita ikuti contoh berikut ini.
Contoh 10.3.
Ada 2 usulan proyek investasi A dan B. Initial cashflow kedua proyek tersebut sama besar
yaitu masing-masing Rp. 10.000.000. Usia ekonomis proyek A selama 5 tahun, dan proyek B
hanya 2 tahun. Keuntungan yang disyaratkan kedua proyek tersebut 16%.
Tabel 10.1. Aliran kas Proyek A dan B
Aliran Kas
Cash Outlay
Aliran kas masuk:
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Proyek A
- Rp. 10.000.000
Proyek B
- Rp. 10.000.000
Rp. 5.000.000
Rp. 4.000.000
Rp. 3.000.000
Rp. 2.000.000
Rp. 1.000.000
Rp. 6.000.000
Rp. 5.000.000
-
Perhitungan discounted payback period masing-masing proyek adalah sebagai berikut:
1. Discounted payback period proyek A:
Tahun
0
1
2
3
4
5
Aliran kas
-10.000.000
5.000.000
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
PVIF16%,n
1,0
0,862
0,743
0,641
0,552
0,476
Discounted Kumulatif Discounted
Cash Flow
Cashflow
-10.000.000
- 10.000.000
4.310.000
-5.690.000
2.972.000
-2.718.000
1.923.000
-795.000
1.104.000
309.000
476.000
785.000
2. Discounted payback period proyek B:
Tahun
0
1
2
3
4
5
Aliran kas
-10.000.000
6.000.000
5.000.000
-
PVIF 16%,n
1,0
0,862
0,743
-
Discounted Kumulatif Discounted
Cash Flow
Cashflow
-10.000.000
- 10.000.000
5.172.000
- 4.828.000
3.175.000
- 1.653.000
- 1.653.000
- 1.653.000
-1.653.000
Discounted payback period proyek A = 3 tahun + (795.000 / 1.104.000) x 12 bulan
= 3 tahun + 8,6 bulan.
Untuk menentukan apakah proyek A diterima atau ditolak, kita bandingkan antara jangka
waktu yang disyaratkan dengan jangka waktu pengembalian proyek A yaitu selama 3 tahun
8,6 bulan. Apabila jangka waktu yang disyaratkan adalah 5 tahun, maka discounted payback
period proyek A ini lebih cepat daripada jangka waktu yang disyaratkan oleh investor,
sehingga proyek A layak dilaksanakan. Sebaliknya, discounted payback period proyek B
tidak ada karena aliran kas masuk proyek B tidak dapat mencukupi untuk menutup
pengeluaran proyek tersebut. Dengan demikian proyek B jelas tidak diterima atau tidak layak
dilaksanakan.
10.3.3. Metode Net Present Value (NPV)
Dua metode penilaian investasi terdahulu memiliki kelemahan yang hampir sama,
antara lain tidak memperhatikan nilai waktu dari uang. Kita tahu bahwa uang memiliki nilai
yang berbeda apabila waktu memperolehnya berbeda. Hal ini karena adanya faktor diskonto
yang berupa bunga dan biaya modal lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka metode
Net Present Value akan mengakomodasikan tentang nilai waktu uang dalam suatu investasi.
Pembaca dapat mempelajari lagi pada bab nilai waktu uang sehingga akan mempermudah
dalam memahami metode NPV ini.
n
NPV = -I0 +
t 0
Keterangan : I0
At
r
t
At
 (1  r)
t
= Nilai investasi atau Outlays
= Aliran kas neto pada periode t
= Discount rate
= Jangka waktu proyek investasi (umur proyek investasi)
Contoh 10.4.
Dari proyek B pada contoh 10.2. di atas kita dapat menghitung besarnya Net Present Value
(NPV) bila diketahui discount rate-nya = 10% , yaitu :
1. Apabila aliran kas masuk bersih (proceeds) tiap tahun besarnya sama, yaitu Rp.
40.000.000
NPV = -120.000.000 +
40.000.000
40.000.000
40.000.000
+
+
+
1
2
(I  0,10)
(I  0,10)
(I  0,10) 3
40.000.000
40.000.000
40.000.000
+
+
4
5
(I  0,10)
(I  0,10)
(I  0,10) 6
NPV = -120.000.000 + 40.000.000 (4,3553)*)
NPV = -120.000.000 + 174.212.000 = Rp. 54.212.000
*)
Gunakan tabel nilai sekarang dari suatu annuity dari satu rupiah (lihat lampiran).
2. Apabila aliran kas masuk bersih (proceeds) tiap tahun besarnya tidak sama, (lihat data
Contoh 10.2. di atas).
NPV = -120.000.000 +
50.000.000 50.000.000
40.000.000
+
+
+
1
2
(I  0,10)
(I  0,10)
(I  0,10) 3
30.000.000
20.000.000
20.000.000
+
+
4
5
(I  0,10)
(I  0,10)
(I  0,10) 6
NPV = -120.000.000 + 160.980.000 = Rp. 40.980.000
Tabel 10.2. Net Present Value yang Dihitung Menggunakan Tabel
Tahun
D.R(10%)
Proceeds
PV dari Proceeds
1
2
3
4
5
6
0,909
50.000.000
0,826
50.000.000
0,751
40.000.000
0,683
30.000.000
0,621
20.000.000
0,564
20.000.000
Total PV dari Proceeds
Investasi atau Outlays
NPV
45.450.000
41.300.000
30.040.000
20.490.000
12.420.000
11.280.000
160.980.000
120.000.000
40.980.000
Pengambilan keputusan apakah suatu usulan proyek investasi diterima atau ditolak
jika menggunakan metode Net Presnt Value (NPV) kita bandingkan nilai NPV tersebut
dengan nilai nol. Apabila NPV > 0 atau positif, maka rencana investasi layak diterima,
sebaliknya apabila NPV < 0 atau negatif, maka rencana investasi tidak layak diterima atau
ditolak.
10.3.4. Metode Profitability Index (PI)
Metode Profitability Index atau Benefit Cost Ratio merupakan metode yang memiliki
hasil keputusan sama dengan metode NPV. Artinya, apabila suatu proyek investasi diterima
dengan menggunakan metode NPV maka akan diterima pula jika dihitung menggunakan
metode Profitability Index ini. Formula metode PI ini adalah:
PI =
Total PV dari Proceeds
Total PV of Proceeds
atau PI =
Investasi
Initial Outlays
Pengambilan keputusan apakah suatu usulan proyek investasi akan diterima (layak) atau
ditolak (tidak layak) kita bandingkan dengan angka 1. Apabila PI > 1, maka rencana investasi
layak diterima, sedangkan apabila PI < 1 maka rencana investasi tidak layak diterima atau
ditolak. Untuk jelasnya kita hitung besarnya profitability index dari Contoh 10.2. sebelumnya
sebagai berikut:
1. Untuk aliran kas masuk bersih (Proceeds) tiap tahun yang besarnya sama, yaitu
Rp. 40.000.000, maka:
PI =
174.212.000
= 1,45 > 1  maka proyek investasi diterima
120.000.000
2. Untuk contoh aliran kas masuk bersih (Proceeds) tiap tahun yang besarnya tidak sama,
(lihat data Contoh 10.2 di atas), maka:
PI =
160.980.000
= 1,34 > 1  maka proyek investasi layak diterima
120.000.000
10.3.5. Metode Internal Rate of Return (IRR)
Metode Internal Rate of Return (IRR) merupakan metode penilaian investasi untuk
mencari tingkat bunga (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari aliran kas neto
(Present Value of Proceeds) dan investasi (Initial Outlays). Pada saat IRR tercapai, maka
besarnya NPV sama dengan nol. Oleh karena itu, untuk menghitung IRR diperlukan data
NPV dari kutub (daerah) positif dan kutub negatif kemudian dilakukan interpolasi (pencarian
nilai selisih) sehingga diperoleh NPV sama dengan nol.. Penggunaan metode IRR ini
memiliki konsep yang identik atau sama dengan penentuan besarnya bunga yang dihasilkan
obligasi hingga jatuh temponya (yield to maturity) sebagaimana dapat dipelajari pada bab
penilaian surat berharga.
Pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi dengan
menggunakan metode IRR ini akan selaras dengan metode NPV, walaupun kadang-kadang
terjadi pertentangan antara keputusan investasi menggunakan metode NPV dan IRR ini.
Penilaian investasi menggunakan metode IRR ini lebih sulit dibanding metode NPV karena
menggunakan cara coba-coba (trial and error) ketika akan menentukan besarnya discount
rate investasi. Kesulitan ini dapat diatasi jika dalam perhitungannya digunakan kalkulator
atau komputer. Jika menggunakan IRR, maka investasi akan diterima apabila besarnya IRR
lebih besar daripada tingkat bunga yang digunakan sebagai biaya modal, dan sebaliknya
ditolak apabila IRR lebih kecil daripada biaya modal yang digunakan.
Untuk lebih jelasnya kita pelajari Contoh 10.2 di muka untuk dihitung besarnya IRR
sebagai berikut:
Tabel 10.3. Perhitungan NPV dengan Tingkat Bunga 20% dan 30%
Tahun
1
2
3
4
5
Proceeds
DR (20%)
50.000.000
0,833
50.000.000
0,694
40.000.000
0,579
30.000.000
0,482
20.000.000
0,402
20.000.000
0,335
PV dari Proceeds
Investasi (Outlays)
NPV
PV
DR (30%)
41.650.000
0,770
34.700.000
0,592
23.160.000
0,455
14.460.000
0,350
8.040.000
0,269
6.700.000
0,207
128.710.000
120.000.000
8.710.000
PV
38.500.000
29.600.000
18.200.000
10.500.000
5.380.000
4.140.000
106.320.000
120.000.000
-13.680.000
Pada tingkat bunga 20% diperoleh NPV positif dan pada tingkat bunga 30% diperoleh
NPV negatif. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat bunga maka NPV semakin kecil dan
sebaliknya. Untuk menghitung besarnya IRR, kita lakukan proses interpolasi (analisis
selisih), yaitu:
Tingkat Bunga
30%
20%
Selisih
10%
IRR = 20% +
PV of Proceeds PV of Outlays
NPV
Rp. 106.320.000 Rp. 120.000.000 Rp. 13.680.000
Rp. 128.710.000 Rp. 120.000.000 Rp. 8.710.000
Rp. 22.390.000
Rp. 22.390.000
8.710.000
x 10% = 20% + 3,89% = 23,89%
22.390.000
Atau
IRR = 30% +
(-13.680.000)
x 10% = 30% - 6,11% = 23,89%
22.390.000
Internal Rate of Return dapat juga dihitung dengan mudah tanpa menggunakan cara
interpolasi, yaitu dengan rumus:
IRR = rk +
Keterangan:
IRR
rk
rb
NPV rk
PV rk
PV rb
NPV rk
x (rb – rk)
TPV rk  TPV rb
= Internal Rate of Return
= tingkat bunga yang kecil (rendah)
= tingkat bunga yang besar (tinggi)
= Net Value Value pada tingkat bunga yang kecil
= Present Value of Proceeds pada tingkat bunga yang kecil
= Present Value of Proceeds pada tingkat bunga yang besar
Sehingga untuk contoh di atas, dapat dihitung IRR-nya sebagai berikut:
IRR = 20% +
8.710.000
(30% - 20%) = 20% + 3,89% = 23,89%
128.710.000 - 106.320.000
atau
NPV rb
(rb – rk)
PV rk - PV rb
- 13.680.000
IRR = 30% +
(30% - 20%) = 30% - 6,11% = 23,89%
128.710.000 - 106.320.000
IRR = rb +
10.4.
HUBUNGAN ANTARA NPV, PI DAN IRR
Dari kelima metode penilaian investasi yang telah dijelaskan di muka, ternyata ada 3
metode yang cukup baik digunakan dalam menilai investasi yaitu Metode Net Present Value
(NPV), Metode Profitability Index (PI) dan Metode Internal rate of Return (IRR). Hal ini
terutama karena ketiga metode tersebut memperhatikan nilai waktu uang dalam analisis
penilaiannya. Dengan demikian, perhitungan metode NPV, PI dan IRR semuanya
menggunakan basis konsep yang sama yaitu present value dari aliran kas yang terjadi, baik
aliran kas keluar (initial cash outlays) maupun aliran kas masuk (proceeds). Keputusan yang
diambil dengan menggunakan ketiga metode tersebut juga tidak berbeda. Oleh karena itu
antara NPV, PI dan IRR memiliki hubungan yang selaras. Artinya suatu usulan proyek
investasi yang layak dilaksanakan jika dinilai dengan metode NPV, maka layak pula jika
dinilai dengan metode PI dan IRR. Namun demikian, kadang-kadang terjadi konflik antara
hasil keputusan metode NPV dan IRR. Dalam kasus tertentu hasil keputusan kedua metode
tersebut saling berlawanan. Konflik hubungan antara NPV dan IRR dapat anda pelajari pada
sub bab berikutnya.
Hubungan antara NPV dengan PI terlihat pada parameter atau ukuran yang
digunakan untuk menilai kelayakan suatu usulan proyek investasi. Apabila suatu investasi
memiliki nilai NPV positif (NPV > 0) berarti besarnya PV of Proceeds lebih besar daripada
PV of Outlays. Ingat bahwa NPV = PV of Proceeds - PV of Outlays. Jika PV of Proceeds
lebih besar daripada PV of Outlays maka akan menghasilkan PI > 1. Ingat pula bahwa PI =
PV of Proceeds dibagi PV of Outlays. Suatu usulan investasi akan diterima apabila NPV > 0
atau
PI > 1. Dengan demikian antara NPV dan PI memiliki keputusan yang sama jika
digunakan untuk menilai usulan proyek investasi.
Hubungan antara NPV dengan IRR terlihat pada faktor diskonto (discount rate) yang
digunakan untuk menghitung nilai sekarang (present value) dari suatu investasi. IRR
merupakan tingkat pengembalian (rale of return) yang disyaratkan oleh investor
(perusahaan) ketika melakukan investasi. IRR merupakan “discount rate” yang menjadikan
NPV sama dengan nol. Artinya, pada saat NPV sama dengan nol maka besarnya tingkat
pengembalian investasi tercapai yakni sebesar IRR. Apabila tingkat pengembalian (rate of
return) yang diinginkan perusahaan dari suatu investasi lebih rendah daripada IRR, maka
investasi tersebut diterima. Sebaliknya apabila rate of return yang diinginkan lebih tinggi
daripada IRR, maka investasi tersebut tidak layak diterima baik menurut metode NPV
maupun metode IRR. Dengan kata lain, apabila IRR lebih tinggi daripada rate of return yang
disyaratkan (diinginkan), maka investasi diterima dan terjadi sebaliknya. Hubungan antara
NPV, discount rate dan IRR dalam perhitungan Contoh 10.2 di atas dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
NPV (000)
90.000
Pada saat discount rate = 0, NPV = 210.000.000 – 120.000.000
= 90.000.000
Garis NPV pada berbagai discount rate
NPV > 0
IRR = 23,89, dimana NPV = 0
8.710
Discount Rate
0
-13.660
5
10
15
20
25
30
NPV < 0
Gambar 10.1. Hubungan antara NPV, Discount Rate dan IRR
Hubungan antara NPV dan IRR akan selaras ketika digunakan untuk menilai suatu
investasi tunggal. Artinya, ketika usulan investasi layak diterima jika dinilai dengan metode
NPV maka layak pula dilaksanakan jika dinilai dengan metode IRR. Namun kedua metode
tersebut kemungkinan dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda apabila digunakan
untuk menilai dua atau lebih usulan investasi, khususnya usulan investasi yang bersifat
mutually exclusive (saling meniadakan satu sama lain). Dua buah usulan investasi A dan B
memiliki hubungan mutually exclusive artinya apabila usulan investasi A diterima, maka
usulan investasi B harus ditolak. Sebaliknya apabila usulan investasi B yang diterima, maka
usulan investasi A harus ditolak sehingga antara usulan investasi A dan B saling
meniadakan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai konflik yang terjadi antara metode
NPV dan IRR, berikut ini diberikan contoh dua buah usulan investasi A dan B yang bersifat
mutually exclusive.
Contoh 10.5.
Suatu perusahaan menghadapi 2 buah usulan proyek investasi A dan B. Perkiraan aliran kas
usulan investasi A dan B tersebut adalah sebagai berikut:
Proyek
Investasi A
Investasi B
Aliran Kas per Tahun (Rp.)
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
-40.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
-40.000.000
0 10.000.000 20.000.000 40.000.000
Apabila rate of return yang disyaratkan 10%, buatlah keputusan manakah investasi yang
menarik atau layak diterima jika dinilai dengan metode NPV dan IRR.
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas kita hitting NPV dan IRR-nya:
NPV Investasi A:
NPVA = -40.000.000 + 15.000.000 (3,170) = Rp. 7.550.000
IRR Investasi A:
NPVA,0%
= Rp. 7.550.000
NPVA,20% = - 40.000.000 + 15.000.000 (2,589) = -Rp. 1.165.000
IRRA
= 10% + (7.550.000 / 8.915.000) x 10% = 10% + 8,47% = 18,47%
NPV Investasi B:
NPVB = -40.000.000 + 0 + 10.000.000 (0,826) + 20.000.000 (0,751) + 40.000.000 (0,683)
NPVB = -40.000.000 + 8.260.000 + 15.020.000 + 27.320.000 = Rp. 10.600.000
IRR Investasi B:
NPVB,10% = Rp. 10.600.000
NPVB,20% = -40.000.000 + 10.000.000 (0,694) + 20.000.000 (0,579) + 40.000.000 (0,482)
NPVB,20% = -40.000.000 + 6.940.000 + 11.580.000 + 19.280.000 = -Rp. 2.200.000
IRRB
= 10% + (10.600.000 / 12.800.000) x 10% = 10% + 8,28% - 18,28%
Dari perhitungan NPV dan IRR proyek investasi A dan B pada tingkat return yang
diharapkan 10%, maka diperoleh NPV-A sebesar Rp. 7.550.000 dan NPV-B sebesar
Rp. 10.600.000. Dengan demikian investasi B lebih menarik daripada investasi A karena
investasi B akan mendapatkan NPV yang lebih besar. Namun, apabila dilihat dari IRR-nya
ternyata IRR usulan investasi B sebesar 18,28% lebih kecil dibanding usulan investasi A
sebesar 18,47%, sehingga usulan investasi A yang lebih menarik. Di sini terjadi konflik atau
pertentangan keputusan antara NPV dan IRR, yaitu:
Proyek/Kriteria Investasi A
Investasi B
Investasi yang dipilih
NPV
Rp. 7.550.000 Rp. 10.600.000 Investasi B lebih baik
IRR
18,47%
18,28%
Investasi A lebih baik
Pertentangan keputusan usulan investasi antara metode NPV dan IRR timbul karena
metode IRR mengasumsikan bahwa aliran kas masuk yang terjadi dapat diinvestasikai
kembali (reinvestment) dengan tingkat keuntungan yang diharapkan dari penginvestasian
kembali tersebut sebesar IRR yang diperoleh (yaitu 18,47% untuk investasi A dan 18,28%
untuk investasi B). Sedangkan metode NPV mengasumsikan bahwa aliran kas masuk dapat
diinvestasikan kembali dengan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar discount ratenya yaitu sebesar 10%. Perbedaan asumsi inilah yang kernungkinan dapat menyebabkan
konflik keputusan antara kedua metode tersebut.
Konflik keputusan juga terjadi apabila dua usulan proyek investasi yang memiliki NPV
yang sama tetapi IRR-nya berbeda. Apabila usulan proyek investasi A dan B menghasilkan
NPV positif yang besarnya sama. Hal ini berarti kedua proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan. Namun, keputusan tersebut kernungkinan berbeda apabila dinilai dengan
metode IRR. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh berikut.
Contoh 10.6.
Perusahaan “BINTANG” menghadapi 2 buah usulan proyek investasi M dan N. Kedua
usulan proyek tersebut menghasilkan NPV yang sama pada tingkat diskonto sebesar 15%.
Perkiraan aliran kas usulan investasi M dan N tersebut adalah sebagai berikut:
Proyek
Investasi M
Investasi N
Aliran Kas per Tahun (Rp.)
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
-40.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
-40.000.000
0
0 20.000.000
Tahun 4
15.000.000
51.861.900
NPV Investasi M:
NPVM = -40.000.000 + 15.000.000 (2,855) = Rp. 2.825.000
IRR Investasi M:
NPVM,15%
= Rp. 2.825.000
NPVM,20%
= - 40.000.000 + 15.000.000 (2,589) = -Rp. 1.165.000
IRRM
= 15% + (2.825.000 / 3.990.000) x 5% = 15% + 3,54% = 18,54%
NPV Investasi N:
NPVN = -40.000.000 + 0 + 0 + 20.000.000 (0,658) + 51.861.900 (0,572)
NPVN = -40.000.000 + 13.160.000 + 29.665.000 = Rp. 2.825.000
IRR Investasi N:
NPVN,15%
= Rp. 2.825.000
NPVN,20%
= -40.000.000 + 0 + 0 + 20.000.000 (0,579) + 51.861.900 (0,482)
NPVN,20%
= -40.000.000 + 11.580.000 + 24.997.436 = -Rp. 3.422.564
IRRN
= 15% + (2.825.000 / 6.247.564) x 5 % = 15% + 2,26% = 17,26 %
Dari perhitungan NPV perusahaan “BINTANG” ternyata benar bahwa NPV kedua
usulan investasi yang dihadapi besarnya sama yaitu Rp. 2.825.000,- pada tingkat bunga
(diskonto) sebesar 15%. Namun IRR kedua usulan berbeda yaitu usulan investasi proyek M
sebesar 18,54% dan IRR usulan N sebesar 17,26%. Apabila digambarkan, maka hubungan
NPV dan IRR tersebut di atas dapat dilihat pada gambar berikut:
NPV (000)
31.861
Besarnya NPVN pada DR = 0
Besarnya NPVM pada DR = 0
20.000
Garis NPVM pada berbagai discount rate
Garis NPVN pada berbagai discount rate
Pada DR = 15%, NPVM = NPVN
IRRN = 17,26%
IRRM = 18,54%
2.825
Discount Rate
0
5
10
15
20
30
Gambar 10.2. Hubungan antara NPV dan IRR Usulan Proyek M dan N
Dari Gambar 10.2 di atas nampak bahwa usulan proyek investasi M dan N mencapai
nilai NPV yang sama (indifferent point) pada discount rate sebesar 15% dengan nilai NPV
sebesar Rp. 2.825.000. Apabila discount rate dinaikkan lebih besar dari 15%, maka usulan
investasi M lebih baik daripada usulan investasi N. Sebaliknya apabila discount rate-nya
kurang dari 15%, maka usulan investasi N lebih menarik daripada usulan investasi M.
Secara teoritis, metode NPV lebih baik daripada metode IRR dalam penilaian
keputusan investasi. Hal ini karena metode NPV lebih konsisten daripada metode IRR
berkaitan dengan discount rate yang digunakan. Konsistensi tersebut terlihat pada nilai NPV
yang selalu positif baik discount rate-nya lebih kecil maupun lebih besar daripada 15%
usulan investasi M dan N tetap menguntungkan (layak dilaksanakan). Usulan investasi akan
ditolak (tidak layak) apabila discount rate-nya melebihi besarnya IRR usulan proyek yang
bersangkutan.
Namun demikian, metode ini akan mengalami masalah apabila metode penilaian
investasi tersebut digunakan untuk menilai dua usulan investasi yang memiliki umur
penggunaan (umur ekonomis) berbeda. Dalam pemilihan usulan investasi, kita sering
menemukan adanya perbedaan umur ekonomis di antara usulan investasi yang ditawarkan.
Hal itu terjadi baik untuk investasi baru maupun investasi penggantian. Adanya umur
ekonomis yang berbeda menghendaki agar dalam penilaian usulan investasinya perlu
dimodifikasi. Untuk memilih usulan investasi yang memiliki umur ekonomis yang berbeda
dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu pendekatan metode rantai (chain method) atau
replacement chain dan metode biaya ekuivalen tahunan (equivalent annual cost). Untuk
lebih jelasnya kita ikuti contoh berikut ini:
Contoh 10.7.
Perusahaan “PERMAI” sedang mempertimbangkan penggantian salah satu mesin
produksinya. Ada 2 mesin yang diusulkan yaitu mesin K atau mesin L. Kedua usulan
investasi tersebut diharapkan menghasilkan return yang sama besarnya. Usulan investasi
mesin K memiliki umur ekonomis selama 3 tahun dan investasi mesin L selama 2 tahun.
Nilai usulan investasi K adalah Rp. 50.000.000 dengan biaya sebesar Rp. 15.000.000 per
tahun. Sedangkan nilai investasi L sebesar Rp. 40.000.000 dengan biaya Rp. 18.000.000
per tahun. Apabila discount rate yang diperhitungkan adalah 10%, usulan investasi mesin
mana yang sebaiknya dipilih?
a.
Memilih usulan investasi menggunakan metode rantai (chain method)
Langkah-langkah penilaian investasi dengan metode rantai adalah:
1. Mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh kedua umur mesin
2. Menghitung present value biaya dari masing-masing usulan investasi
Angka kelipatan persekutuan terkecil merupakan suatu angka yang dapat dibagi
dengan semua angka yang menjadi unsur kelipatan angka tersebut. Angka kelipatan
persekutuan terkecil untuk mesin K dan mesin L yang masing-masing berumur 3 tahun dan 2
tahun adalah 6 tahun. Dalam metode rantai ini, mesin K yang berumur 3 tahun dianggap
akan dilakukan investasi kembali (reinvestment) satu kali yaitu pada akhir tahun ketiga
sehingga total umur investasi mesin K menjadi 6 tahun. Sedangkan mesin L akan
diinvestasikan kembali sebanyak 2 kali yaitu pada akhir tahun kedua dan akhir tahun
keempat, sehingga umur investasi mesin L menjadi 6 tahun. Dengan demikian kedua mesin
tersebut dianggap memiliki umur ekonomis yang sama selama 6 tahun, sehingga dapat
dibandingkan present value biaya kedua investasi tersebut.
Perhitungan present value biaya (present value of cost) masing-masing usulan
investasi mesin K dan mesin L terlihat pada tabel berikut:
Tabel 10.4. Perhitungan Present Value dari Biaya Investasi dengan Metode Rantai
Tahun
(1)
DR = 10%
(2)
0
1
1,0
0,909
2
0,826
3
0,751
4
5
6
Usulan Investasi K
Usulan Investasi L
Biaya
PV . Biaya
Biaya
PV . Biaya
(3)
(4) = 3 x 2
(5)
(6) = 5 x 2
50.000.000
50.000.000 40.000.000
40.000.000
15.000.000
13.635.000 18.000.000
16.362.000
15.000.000
12.390.000 18.000.000
47.908.000
40.000.000
15.000.000
3.518.000
48.815.000 18.000.000
50.000.000
18.000.000
40.000.000
15.000.000
18.000.000
0,621
9.315.000
15.000.000
18.000.000
0,564
8.460.000
PV Biaya Investasi
152.860.000
0,683
15.000.000
10.245.000
39.614.000
11.178.000
10.152.000
168.732.000
Dari perhitungan present value biaya usulan investasi mesin K dan mesin L ternyata
diperoleh bahwa PV biaya usulan investasi mesin K lebih kecil daripada usulan investasi
mesin L. Oleh karena itu, mesin K lebih menarik untuk dipilih daripada mesin L.
Kelemahan metode ini terletak pada penggunaan angka kelipatan terkecil tersebut.
Kita akan mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan apabila kedua alternatif
usulan investasi tersebut memiliki umur ekonomis yang panjang, misalnya mesin K berumur
19 tahun dan L berumur 17 tahun. Jika digunakan metode rantai ini maka kita harus
menghitung present value sampai 19 x 17 = 323 tahun.
b.
Memilih usulan investasi menggunakan metode Biaya Tahunan Ekuivalen (BTE)
Metode biaya tahunan ekuivalen (BTE) digunakan untuk menyederhanakan metode
rantai yang telah dijelaskan di atas. Dalam metode BTE ini kita gunakan langkah-langkah
perhitungan sebagai berikut:
1. Menghitung pesent value dari biaya usulan investasi mesin K dan investasi mesin L
selama umur ekonomisnya dengan discount rate tertentu.
2. Mencari faktor anuitas (annuity factor) dari discount rate yang digunakan untuk
menghitung present value investasi yang bersangkutan.
3. Membagi present value masing-masing usulan investai pada poin (1) dengan faktor
anuitas pada poin (2) di atas.
4. Membandingkan hasil pembagian pada poin (3) untuk mengambil keputusan usulan
investasi mana yang dipilih. Usulan investasi yang memiliki biaya ekuivalen tahunan
terkecil merupakan usulan investasi yang sebaiknya dipilih.
Perhitungan PV biaya usulan investasi dengan discount rate sebesar 10% selama 3
tahun untuk mesin K dan selama 2 tahun untuk mesin L adalah sebagai berikut:
NPV mesin K 10%,3 tahun = 50.000.000 + 15.000.000 (2,487) = Rp. 87.305.000
NPV mesin L 10%,2 tahun = 40.000.000 + 18.000.000 (1,736) = Rp. 71.248.000
Kemudian dihitung biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin K dan L dengan
cara membagi PV biaya mesin K dan mesin L dengan faktor anuitasnya sebagai berikut:
Biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin K = 87,305.000 : 2,487 = 35.104.544.
Biaya tahunan ekuivalen usulan investasi mesin L = 71.248.000 : 1,736 = 41.041.475.
Dari perhitungan biaya tahunan ekuivalen ternyata biaya tahunan ekuivalen usulan
investasi mesin K lebih kecil dibanding dengan usulan investasi mesin L, oleh karena itu
usulan investasi mesin K lebih baik daripada mesin L, Keputusan ini selaras dengan metode
rantai di mana usulan investasi mesin K juga lebih baik daripada mesin L. Dilihat dari cara
perhitungannya, terbukti metode biaya ekuivalen tahunan lebih sederhana dan lebih mudah
dibanding metode rantai.
10.6.
ANALISIS INVESTASI PENGGANTIAN
Analisis keputusan investasi yang telah kita bahas terutama digunakan untuk usulan
proyek investasi baru, artinya investasi yang direncanakan adalah investasi yang
sebelumnya belum ada. Pembahasan pada sub bab ini ditujukan untuk investasi
penggantian dan atau perbaikan suatu aktiva yang semula telah ada. Investasi penggantian
perlu dilakukan antara lain karena dengan mengganti suatu aktiva akan terjadi penghematan
biaya atau akan menambah hasil atau laba perusahaan.
Aliran kas pada investasi penggantian sedikit berbeda dengan investasi baru. Aliran
kas keluar awal (initial cash outlays) pada investasi penggantian berasal dari harga
perolehan aktiva baru dikurangi dengan nilai jual bersih aktiva yang diganti. Sedangkan
aliran kas masuk investasi penggantian terutama berupa penghematan bersih dari biaya
yang diakibatkan oleh penggantian tersebut. Aliran kas masuk juga berasal dari tambahan
pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya penjualan perusahaan. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini diberikan contoh usulan investasi penggantian mesin.
Contoh 10.8.
Perusahaan “ANDALAN” sedang mempertimbangkan untuk mengganti salah satu mesin
produksinya dengan mesin yang lebih baru karena mesin lama telah ketinggalan jaman.
Mesin lama memiliki umur ekonomis 10 tahun dan saat ini masih memiliki usia ekonomis
selama 5 tahun lagi. Pajak penghasilan yang dikenakan saat ini sebesar 40%. Metode
penyusutan yang dilakukan dengan garis lurus. Informasi tentang mesin lama dan mesin
baru adalah sebagai berikut:
Mesin Lama
Mesin Baru
Harga mesin
Rp. 160 juta
Rp. 190 juta
Umur ekonomis
10 tahun
5 tahun
Nilai residu
Rp. 10 juta
Rp. 10 juta
Harga jual
Rp. 105 juta
Tingkat keuntungan yang dipandang layak adalah 22%. Apakah perusahaan
sebaiknya mengganti mesin lama dengan mesin baru jika penggantian mesin tersebut akan
menyebabkan penghematan biaya sebesar Rp. 50.000.000 per tahun dengan menggunakan
metode NPV dan IRR?
Untuk memecahkan contoh soal di atas dengan metode NPV dan IRR, kita cari
terlebih dahulu aliran kas keluar dan aliran kas masuk dari penggantian tersebut.
Aliran kas keluar (Initial Cash Outlays):
Harga beli Mesin Baru:
Rp. 190.000.000
Harga beli Mesin Lama
= Rp. 160.000.000
Akumulasi Penyusutan = 5 x Rp. 15.000.000
= Rp. 75.000.000
Nilai Buku Mesin Lama
= Rp. 85.000.000 
Rp. 85.000.000
Harga Jual Mesin Lama
= Rp. 105.000.000
Laba penjualan mesin lama
= Rp. 20.000.000
Pajak penghasilan penjualan mesin, 40% = Rp 8.000.000
Laba bersih penjualan mesin lama
= Rp. 12.000.000 
Rp. 12.000.000 Capital Outlays (Investasi bersih) penggantian mesin
Rp. 93.000.000
Menghitung biaya depresiasi per tahun:
Depresiasi mesin lama = (160.000.000 - 10.000.000) : 10 = Rp. 15.000.000
Depresiasi mesin baru = (190.000.000 - 10.000.000) : 5 = Rp. 36.000.000
Taksiran cash inflow setiap tahun dari penghematan biaya:
Penghematan biaya
Depresiasi mesin baru = Rp. 36.000.000
Depresiasi mesin lama = Rp. 15.000.000
Tambahan biaya depresiasi
Penghematan bersih sebelum pajak
Pajak penghasilan = 40% x Rp. 29.000.000
Penghematan bersih setelah pajak (EAT)
Tambahan depresiasi
Aliran kas masuk bersih (penghematan biaya)
Rp. 50.000.000
Rp. 21.000.000 –
Rp. 29.000.000
Rp. 11.600.000 –
Rp. 17.400.000
Rp. 21.000.000 +
Rp. 38.400.000
Setelah aliran kas keluar dan kas masuk dihitung, kemudian kita lakukan penilaian
kelayakan usulan investasi penggantian tersebut dengan metode NPV dan IRR.
a. Penilaian Net Present Value dengan discount rate 22%
PV dari penghematan biaya (tahun 1 - 5) = 38.400.000 (2,864)
= Rp. 109.977.600
Present Value dari nilai residu (tahun ke 5) = 10.000.000 (0,370)
= Rp. 3.700.000
Total Present Value dari cash inflow
= Rp. 113.677.600
Total Present Value dari Outlays (Investasi)
= Rp. 93.000.000
Net Present Value investasi penggantian mesin
= Rp. 20.677.600
Karena NPV penggantian mesin sebesar Rp. 20.677.600 (positif), maka perusahaan
layak untuk mengganti mesin lama dengan mesin baru.
b. Penilaian dengan metode Internal Rate of Return (IRR)
NPV untuk discount rate 22%
= Rp. 20.677.600
NPV untuk discount rate 35%:
PV penghematan biaya = 38.400.000 (2,222) = Rp. 85.324.800
PV nilai residu
= 10.000.000 (0,223) = Rp. 2.230.000
Total PV aliran kas masuk
= Rp. 87.554.800
PV investasi (outlays)
= Rp. 93.000.000 –
NPV investasi penggantian, DR = 35%
= -Rp. 5.445.200
Selisih NPV
= Rp. 26.112.800
IRR = 22% + (20.667.600 / 26.112.800) x (35% - 22%)
IRR = 22% + 10,29% - 32,29%.
Karena IRR lebih besar dari discount rate-nya, maka penggantian layak dilaksanakan.
10.7.
CAPITAL RATIONING
Alasan paling klasik dan utama mengapa perusahaan harus melakukan efisiensi
dalam penggunaan uang adalah karena terbatasnya dana atau modal yang dimiliki
perusahaan. Kita tahu bahwa modal perusahaan dapat berupa modal asing (dari pinjaman)
dan modal sendiri. Dalam manajemen keuangan yang konservatif (hati-hati), maka investasi
aktiva tetap lebih aman menggunakan modal sendiri. Namun modal sendiri ini sifatnya
terbatas, sehingga diperlukan prioritas dalam penggunaannya. Karena terbatasnya dana,
maka usulan investasi yang akan dilaksanakan perusahaan perlu dinilai secara rasional
dengan melihat present value tiap-tiap usulan investasi tersebut. Pemilihan usulan investasi
dengan melihat terbatasnya modal yang tersedia dinamakan “capital rationing”. Oleh karena
itu capital rationing terjadi ketika perusahaan menghadapi pemilihan beberapa usulan
investasi yang menghasilkan return berbeda-beda, sedangkan perusahaan memiliki
keterbatasan dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut
Di samping memilih investasi yang menghasilkan profit tertinggi, pemilihan usulan
investasi juga perlu memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan investasi yang
ditawarkan. Hubungan antarusulan investasi meliputi investasi yang bebas atau tidak saling
tergantung (independent), investasi yang saling terkait atau saling tergantung (dependent)
dan investasi yang bersifat saling meniadakan (mutually exclusive).
Agar memberikan gambaran yang lebih jelas berikut ini diberikan contoh pemilihan
investasi berkaitan dengan keterbatasan dana yang tersedia.
Contoh 10.9.
Suatu perusahaan pengolahan kayu menghadapi 6 tawaran investasi yang menjanjikan
keuntungan cukup besar. Dana yang tersedia sebanyak Rp. 500 juta. Keenam tawaran
investasi tersebut mempunyai profitability index (benefit cost ratio) sebagai berikut:
Usulan Investasi
A
B
C
D
E
F
Nilai Investasi yang diperlukan
Rp. 160.000.000
Rp. 100.000.000
Rp. 140.000.000
Rp. 120.000.000
Rp. 80.000.000
Rp. 170.000.000
Profitability Index
1,12
1,01
1,22
1,24
1,34
0,98
Rangking
4
5
3
2
1
6
Untuk memilih usulan investasi yang ditawarkan kita perlu memperhatikan hubungan
masing-masing usulan investasi satu dengan lainnya. Apabila keenam usulan investasi
tersebut bersifat independent (tidak saling tergantung), maka kita memilih usulan investasi
yang memberikan present value aliran kas masuk yang tertinggi. Kita membuat rangking
usulan investasi yang dimulai dari usulan investasi yang memiliki profitability index tertinggi
hingga seluruh dana yang tersedia dapat digunakan. Dengan demikian kita membuat suatu
portofolio (penganekaragaman) investasi dari dana yang tersedia. Dari rangking berdasarkan
profitability index tersebut, maka kita akan memilih usulan investasi dengan urutan investasi
E, D, C, A, B dan F. Namun karena dana yang tersedia hanya Rp. 500 juta, maka akan
dipilih berdasarkan urutan profitability index-nya yaitu investasi E, D, C dan A dengan total
nilai investasinya sebesar : Rp. 80.000.000,- + Rp. 120.000.000,- + Rp. 140.000.000,- +
Rp. 160.000.000 = Rp. 500.000.000. Pemilihan alternatif usulan investasi tersebut juga dapat
dinilai dengan membandingkan besarnya NPV dari beberapa alternatif investasi, yaitu:
Alternatif 1: Memilih usulan investasi A, B, D dan E
Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000,- + Rp. 100.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 460.000.000,-.
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1,12 – 1)
= Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1,01 – 1)
= Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1)
= Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1)
= Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 1
= Rp. 76.200.000
Alternatif 2: Memilih usulan investasi A, C, D, dan E
Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000,- + Rp. 140.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1,12 – 1)
= Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1,22 – 1)
= Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1)
= Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1)
= Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 2
= Rp. 106.000.000
Alternatif 3: Memilih usulan investasi B, C, D, dan E
Dana yang dibutuhkan = Rp. 100.000.000,- + Rp. 140.000.000,- + Rp. 120.000.000,- +
Rp. 80.000.000,- = Rp. 440.000.000,-.
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1,01 – 1)
= Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1,22 – 1)
= Rp. 30.000.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1,24 – 1)
= Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1,34 – 1)
= Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 3
= Rp. 87.200.000
Dari perhitungan NPV alternatif 1, 2 dan 3 ternyata alternatif 2 dengan kombinasi
usulan investasi A, C, D, dan E memiliki NPV terbesar yaitu Rp. 106.000.000,-, sehingga
alternatif 2 yang paling baik untuk dipilih dengan investasi Rp. 500.000.000,-. Dengan
demikian seluruh dana yang tersedia digunakan untuk investasi.
10.8.
PENGARUH INFLASI TERHADAP KEPUTUSAN INVESTASI
Inflasi merupakan suatu keadaan adanya kecenderungan naiknya harga barangbarang dan jasa. Inflasi ini akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro
maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap keputusan
investasi, berikut ini diberikan contoh sehingga memberikan gambaran yang jelas.
Contoh 10.10.
Perusahaan “SINCO” akan mengadakan investasi senilai Rp. 250.000.000 selama 5 tahun.
Investasi tersebut akan didepresiasi dengan metode garis lurus tanpa nilai residu. Marjin
laba dari investasi tersebut sebesar Rp. 80.000.000 per tahun. Apabila pajak yang dikenakan
40% dan tingkat inflasi sebesar 6%, bagaimana pola aliran kas sebelum dan sesudah ada
pengaruh inflasi?
Untuk menyelesaikan persoalan di atas, kita buat pola aliran kasnya (dalam Rp. 000):
Tahun Marjin laba
1
2
3
4
5
Rp. 80.000
Rp. 80.000
Rp. 80.000
Rp. 80.000
Rp. 80.000
Depresiasi Laba bersih Pajak 40%
Rp. 50.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000
Rp. 50.000
Rp. 30.000
Rp. 30.000
Rp. 30.000
Rp. 30.000
Rp. 30.000
Rp. 12.000
Rp. 12.000
Rp. 12.000
Rp. 12.000
Rp. 12.000
Laba Setelah
Pajak
Rp. 18.000
Rp. 18.000
Rp. 18.000
Rp. 18.000
Rp. 18.000
Aliran Kas
Bersih
Rp. 68.000
Rp. 68.000
Rp. 68.000
Rp. 68.000
Rp. 68.000
Jumlah aliran kas masuk bersih selama umur ekonomis
Rp. 340.000
IRR usulan investasi di atas (sebelum ada inflasi) adalah:
NPV10%,5 tahun = -250.000.000 + 68.000.000 (3,791) = Rp. 7.788.000
NPV20%,5 tahun = -250.000.000 + 68.000.000 (2,991) = -Rp. 46.612.000
IRR= 10% + (7.788.000 / 54.400.000) x 10% = 10% + 1,43% = 11,43%
Apabila terdapat inflasi sebesar 6% per tahun, maka harga akan naik sebesar 6% yang
berarti penjualan juga akan naik sebesar 6%. Oleh karena itu, pola aliran kasnya menjadi
seperti terlihat pada tabel berikut (dalam Rp. 000):
Pajak 40% Laba Setelah
Pajak
1
Rp. 84.800 Rp. 50.000
Rp. 34.800 Rp. 13.920
Rp. 20.880
2
Rp. 89.888 Rp. 50.000
Rp. 39.888 Rp. 15.955
Rp. 23.933
3
Rp. 95.281 Rp. 50.000
Rp. 45.281 Rp. 18.112
Rp. 27.169
4
Rp. 100.998 Rp. 50.000
Rp. 50.998 Rp. 20.399
Rp. 30.599
5
Rp. 107.058 Rp. 50.000
Rp. 57.058 Rp. 22.823
Rp. 34.235
Jumlah aliran kas masuk bersih selama umur ekonomis dengan inflasi 6
Tahun Marjin Laba Depresiasi Laba Bersih
Aliran Kas
Bersih
Rp. 70.880
Rp. 73.933
Rp. 77.169
Rp. 80.599
Rp. 84.235
Rp. 386.816
Dari kedua hasil perhitungan aliran kas pada label di atas terlihat bahwa dengan adanya
inflasi maka nilai aliran kas selama umur ekonomis menjadi lebih besar, yaitu sebesar
Rp. 386.816.000 dibanding tanpa inflasi sebesar Rp. 340.000.000. Namun demikian, secara
riil belum tentu keadaan setelah inflasi lebih baik dibanding sebelum inflasi karena secara
teoritis keadaan investasi dengan inflasi yang tinggi justru akan lebih jelek. Untuk
membuktikannya kita deflasikan aliran kas investasi tersebut dengan tingkat deflasi sebesar
tingkat inflasinya yaitu 6% sebagai “discount rate”-nya yaitu:
Tahun
Aliran kas bersih
DR = 6%
1
Rp. 70.880.000
0,943
2
Rp. 73.933.000
0,890
3
Rp. 77.169.000
0,840
4
Rp. 80.599.000
0,792
5
Rp. 84.235.000
0,747
Jumlan Present Value dari aliran kas
PV aliran kas bersih
Rp. 66.839.840
Rp. 65.800.370
Rp. 64.821.960
Rp. 63.834.408
Rp. 62.923.545
Rp. 324.220. 123
IRR usulan investasi setelah ada inflasi 6% adalah:
Untuk discount rate 7%:
Investasi
Rp. 250.000.000
PV aliran kas tahun 1 = Rp. 66.839.840 x 0,935 = Rp. 62.495.250
PV aliran kas tahun 2 = Rp. 65.800.370 x 0,873 = Rp. 57.443.723
PV aliran kas tahun 3 = Rp. 64.821.960 x 0,816 = Rp. 52.894.719
PV aliran kas tahun 4 = Rp. 63.834.408 x 0,763 = Rp. 48.705.653
PV aliran kas tahun 5 = Rp. 62.923.545 x 0,713 = Rp. 44.864.488
Jumlah PV aliran kas
Rp. 266.403.833
NPV aliran kas, DR = 7%
Rp. 16.403.833
Untuk discount rate 10%:
Investasi
Rp. 250.000.000
PV aliran kas tahun 1 = Rp. 66.839.840 x 0,909 = Rp. 60.757.415
PV aliran kas tahun 2 = Rp. 65.800.370 x 0,827 = Rp. 54.416.906
PV aliran kas tahun 3 = Rp. 64.821.960 x 0,751 = Rp. 48.681.292
PV aliran kas tahun 4 = Rp. 63.834.408 x 0,683 = Rp. 43.598.901
PV aliran kas tahun 5 = Rp. 62.923.545 x 0,621 = Rp. 39.075.521
Jumlah PV aliran kas
Rp. 246.530.035
NPV aliran kas, DR = 10%
(Rp. 3.469.965)
IRR = 7% + (16.403.833 / 19.873.798) x 3% = 7% + 2,48% = 9,48%
Dari perhitungan present value di atas ternyata nilai usulan investasi dengan adanya
inflasi sebesar 6% adalah Rp. 324.220.123,- lebih kecil dibanding sebelum inflasi yaitu
sebesar Rp. 340.000.000,-. Demikian pula besarnya IRR sebelum inflasi yaitu 11,43% lebih
besar dibanding IRR setelah inflasi yaitu 9,48%. Hal ini berarti bahwa inflasi akan
menurunkan return yang diharapkan perusahaan.
10.9. SOAL DAN PENYELESAIANNYA
Soal 1.
PT “ARMANDO” merencanakan sebuah proyek investasi yang membutuhkan dana
investasi sebesar Rp. 500.000.000,-. Dari dana tersebut Rp. 50.000,000,- sebagai modal
kerja
dan sisanya sebagai modal tetap. Investasi diperkirakan mempunyai umur ekonomis 5 tahun
dengan nilai residu Rp. 100.000.000,- Metode penyusutan menggunakan metode garis lurus.
Proyeksi penjualan selama umur ekonomis adalah sebagai berikut:
Tahun
1
2
3
4
5
Penjualan (Rp.)
350.000.000
360.000.000
370.000.000
410.000.000
430.000.000
Struktur biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya variabel 40% dari penjualan dan biaya tetap
selain penyusutan Rp. 15.000.000,-. Pajak 30% dan tingkat keuntungan yang diharapkan
20%. Anda diminta untuk menganalisis dengan berbagai metode apakah rencana investasi
tersebut layak dilaksanakan.
Penyelesaiannya:
Investasi sebesar Rp. 500.000.000,- terdiri dari modal kerja Rp. 50.000.000,- dan modal
tetap Rp. 450.000.000,-
Penyusutan =
Rp. 450.000.000  Rp. 100.000.000
= Rp. 70.000.000,- per tahun
5
Perhitungan aliran kas neto atau proceeds (dalam ribuan rupiah) adalah:
Keterangan
Penjualan
Biaya Variabel
B. Tetap non Peny.
B. Tetap Penyusut.
Laba Seb. Pajak
Pajak 30%
Laba Neto
Penyusustan
Nilai Residu
Modal Kerja
Proceeds
Tahun 1
350.000
140.000
15.000
70.000
225.000
Tahun 2
360.000
144.000
15.000
70.000
229.000
Tahun 3
370.000
148.000
15.000
70.000
233.000
Tahun 4
410.000
164.000
15.000
70.000
249.000
Tahun 5
430.000
172.000
15.000
70.000
257.000
125.000
37.500
87.500
70.000
157.500
131.000
39.300
91.700
70.000
161.700
137.000
41.100
95.900
70.000
165.900
161.000
48.300
112.700
70.000
182.700
173.000
57.900
121.100
70.000
100.000
50.000
341.100
a. Metode Accounting Rate of Return (ARR)
ARR =
ARR =
Rata  rata Laba Setelah Pajak
x 100%
Rata  rata Investasi
(87.500.000  91.700.000  95.900.000  112.700.000  121.100.000) / 5
x 100%
(500.000.000  100.000.000) / 2
ARR = 101.780.000 / 300.000.000 = 34%
Dengan tingkat keuntungan yang diharapkan 20%, maka rencana investasi tersebut layak
dilaksanakan karena ARR sebesar 34% lebih tinggi daripada tingkat keuntungan yang
diharapkan.
b. Metode Payback Period (PBP)
Investasi
Proceeds Tahun 1
Proceeds Tahun 2
Proceeds Tahun 3
PBP = 3 tahun +
Rp. 500.000.000
Rp. 157.500.000
Rp. 342.500.000
Rp. 161.700.000
Rp. 180.800.000
Rp. 165.900.000
Rp. 14.900.000
14.900.000
x 12 bulan  PBP = 3 tahun 1 bulan
182.700.000
Apabila target pengembalian investasi 4 tahun, maka proyek investasi tersebut layak
dilaksanakan, karena PBP lebih kecil dari target pengembalian investasi.
c. Metode Net Present Value (NPV)
Tahun
1
2
3
4
5
Proceeds
DR = 20%
P.V dari Proceeds
Rp. 157.500.000
0,833
Rp. 131.197.500
Rp. 161.700.000
0,694
Rp. 112.219.800
Rp. 165.900.000
0,579
Rp. 96.056.100
Rp. 182.700.000
0,482
Rp. 88.061.400
Rp. 341.100.000
0,402
Rp. 137.122.200
Total P.V dari Proceeds
Rp. 564.675.000
Investasi atau Outlays
Rp. 500.000.000
Net Present Value
Rp. 64.675.000
Oleh karena NPV > 0 atau positif, maka proyek investasi layak dilaksanakan.
d. Metode Profitability Index (PI)
Profitability Index (PI) =
564.675.000
= 1,13
500.000.000
Oleh karena PI > 1, maka proyek investasi layak dilaksanakan.
e. Metode Internal Rate of Return (IRR)
Tahun
1
2
3
4
5
Proceeds
DR = 20%
157.500.000
0,833
161.700.000
0,694
165.900.000
0,579
182.700.000
0,482
341.100.000
0,402
Total P.V dari Proceeds
Investasi atau Outlays
Net Present Value
IRR = 20% +
P.V of
Proceeds
131.197.500
112.219.800
960.056.100
88.061.400
137.122.200
564.675.000
500.000.000
64.675.000
DR = 30%
0,769
0,592
0,455
0,350
0,269
P.V dari
Proceeds
121.117.500
95.726.400
75.484.500
63.945.000
91.755.900
448.029.000
500.000.000
(51.970.700)
64.675.000
(30% - 20) = 20% + 5,54% = 25,54%
564.675.000  448.029.000
atau
IRR = 30% +
51.970.000
(30% - 20) = 30% - 4,46% = 25,54%
564.675.000  448.029.000
Soal 2.
Suatu perusahaan perdagangan sedang mempertimbangkan untuk mengganti alat
transportasinya berupa truk lama dengan truk baru. Sebenarnya truk lama, baru saja selesai
diperbaiki sehingga diperkirakan masih mempunyai usia ekonomis sama dengan truk yang
baru. Pajak penghasilan yang dikenakan saat ini sebesar 30%. Metode penyusutan yang
dilakukan dengan garis lurus. Informasi tentang truk lama dan truk baru adalah sebagai
berikut:
Harga Truk
Umur Ekonomis
Nilai Residu
Biaya Tunai per Tahun
Penghasilan per Tahun
Truk Lama
Rp. 60 juta
5 tahun
Rp. 10 juta
Rp. 50 juta
Rp. 80 juta
Truk Baru
Rp. 90 juta
5 tahun
Rp. 10 juta
Rp. 43 juta
Rp. 80 juta
Tingkat keuntungan yang dipandang layak adalah 17%. Apakah perusahaan sebaiknya
mengganti truk lama dengan truk baru?. Jelaskan perhitungan saudara dengan
menggunakan metode NPV.
Penyelesaiannya:
Menilai investasi menggunakan Metode Net Present Value (NPV)
Untuk memecahkan soal di atas dengan Metode NPV, dicari dahulu aliran kas untuk
investasi penggantian tersebut.
Taksiran operational cash flow setiap tahun:
Penghasilan
Biaya-biaya:
Penyusutan
Biaya Tunai
Total Laba
Laba Sebelum Pajak
Pajak Penghasilan, 30%
Laba Setelah Pajak
Arus kas masuk bersih
(Proceeds) = EAT + depresiasi
NPV Truk Lama = -60 +
Truk Lama
Rp. 80 juta
Rp. 10 juta
Rp. 50 Juta
24
 (1  0,17)
5

Truk Baru
Rp. 80 juta
Rp. 16 juta
Rp. 43 juta
Rp. 60 juta
Rp. 20 juta
Rp. 6 juta
Rp. 14 juta
Rp. 59 juta
Rp. 21 juta
Rp. 6,3 juta
Rp. 14,7 juta
Rp. 24 juta
Rp. 30,7 juta
10
(1  0,17) 5
NPV Truk Lama = -60 + 24 (3,199) + 10 (0,456)
NPV Truk Lama = -60 + 76,776 + 4,56
 NPV Truk Lama = 21,336 = Rp. 21.336.000
NPV Truk Baru = -90 +
30,7
 (1  0,17)
5

10
(1  0,17) 5
NPV Truk Baru = -90 + 30,7 (3,199) + 10 (0,456)
NPV Truk Baru = -90 + 98,209 + 4,56
 NPV Truk Baru = 12,769 = Rp. 12.769.000
Karena NPV Truk Lama Rp. 21.336.000 lebih besar daripada NPV Truk Baru yaitu sebesar
Rp. 12.769.000, maka perusahaan tidak perlu mengganti truk lama.
Download