PEMBAGIAN HUKUM PIDANA Hukum pidana dalam arti objektif

advertisement
A. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
1. Hukum pidana dalam arti objektif dan dalam arti subjektif
Hukum Pidana Objektif (ius poenale) adalah hukum pidana yang dilihat dari aspek
larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang disertai dengan ancaman pidana bagi siapa
yang melanggar larangan tersebut. Jadi hukum pidna objektif memili arti yang sama dengan
hukum pidana materiil. Sebagaimana dirumuskan oleh Hazewinkel Suringa, ius poenali
adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah dan keharusan
yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana bagi si pelanggarnya. Sementara
Hukum Pidana Subjektif (ius poeniendi) sebagai aspek subjektifnya hukum pidana,
merupakan aturan yang berisi atau mengenai hak atau kewenangan negara :
1. Untuk menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum.
2. Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana yang wujudnya denagan
menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan tersebut, serta
3. Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh negara pada si pelanggar
hukum pidana tadi.
Jadi dari segi subjektif negara memiliki dan memegang tiga kekuasaan/hak fundamental
yakni :
1. Hak untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang dan menentukan
bentuk serta berat ringannya ancaman pidana (sanksi pidana) bagi pelanggarnya.
2. Hak untuk menjalankan hukum pidana dengan menuntut dan menjatuhkan pidana
pada si pelanggar aturan hukum pidana yang telah dibentuk tadi, dan
3. Hak
untuk
menjalankan
sanksi
pidana
yang
telah
dijatuhkan
pada
pembuatnya/petindaknya.
Walaupun negara mempunyai kewenangan/kekuasaan diatas namun tetap dibatasi jika
tidak maka negara akan melakukan kesewenangan-wenangan sehingga menimbulkan
ketidakadilan, ketidaktentraman dan ketidaktenangan warga diantara negara. Pembatasan
tersebut melalui koridor-koridor hukum yang ditetap dalam hukum pidana materiil dan
hukum pidana formil. Misalnya dalam hukum pidana materil pasal 362 KUHP tentang
larangan perbuatan mengambil benda milik orang lain dengan maksud memiliki benda itu
secara melawan hukum (disebut pencurian) yang diancam dengan pidana penjara paling lama
5 tahun atau denda maksimum Rp. 900.000. Terhadap si pelanggar larangan ini, hak negara
dibatasi tidak boleh menjatuhkan pidana :
1. Selain pidana penjara dan denda
2. Jika penjara tidak boleh melebihi 5 tahun, dan jika denda tidak diperkenankan diatas
Rp. 900.000.
B. ALIRAN DALAM HUKUM PIDANA
A. Aliran Klasik
Aliran ini merupakan reaksi terhadap ancien regime di Perancis pada abad ke-18 yang
menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan di hadapan hukum dan ketidakadilan.
Aliran ini mengkehendaki hukum pidana disusun secara sistematis dan menitikberatkan
kepastian hukum. Berdasarkan pandangan indeterministis mengenai kebebasan berkehendak
manusia, aliran klasik mentitik beratkan kepada perbuatan. Tidak kepada orang yang
melakukan tindak pidana. Hukum pidana yang dikehendaki adalah hukum pidana perbuatan
(daadstrafrecht). pada prinsipnya hanya menganut single track system berupa sanksi tunggal,
yaitu sanksi pidana.
Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana karena tema
aliran klasik ini, sebagaimana dinyatakan oleh Beccarian adalah doktrin pidana harus sesuai
dengan kejahatan.Sebagai konsekuensinya, hukum harus dirumuskan dengan jelas dan tidak
memberikan kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penafsiran.
Aliran ini membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis pidana dan ukuran
pemidanaan. Hakim hanya merupakan alat undang-undang yang hanya menentukan salah
atau tidaknya seseorang dan kemudian menentukan pidana. Undang-undang menjadi kaku
dan terstruktur. Dikenal the definite setence yang sangat kaku (rigid) seperti dalam Code
Perancis 1791. Pidana yang ditetapkan UU tidak mengenal sistem peringanan atau
pemberatan.
Dalam perkembangannya, sistem yang kaku ini dipengaruhi oleh aliran modern, maka
timbullah aliran Neoklasik yang menitikberatkan pada pengimbalan dari kesalahan si
pembuat. (ex : Code Penal Perancis 1810). Sistem yang dianut adalah the indefinite
sentence.
Aliran klasik ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Definisi hukum dari kejahatan
2. Pidana harus sesuai dengan kejahatannya
3. Doktrin kebebasan berkehendak
4. Pidana mati untuk beberapa tindak pidana
5. Tidak ada riset empiris; dan
6. Pidana yang ditentukan secara pasti.
Aliran klasik berpijak pada tiga tiang :
a. Asas legalitas
- tiada pidana tanpa undang-undang
- tiada tindak pidana tanpa undang-undang
- tiada penuntutan tanpa undang-undang
b. Asas kesalahan : Tiada pidana tanpa kesalahan(kesengajaan atau kealpaan)
c. Asas pengimbalasan : pembalasan
Tokoh aliran klasik :
1. Cesare Beccaria (1738-1794) Dalam bukunya Dei delitti e delle pene (On crimes
and Punishment). Pidana harus cocok dengan kejahatan (punishment should fit the
crime). Beccaria meyakini konsep kontrak sosial dimana individu menyerahkan
kebebasan atau kemerdekaannya secukupnya kepada negara. Hukum harusnya hanya
ada untuk melindungi dan mempertahankan keseluruhan kemerdekaan yang
dikorbankan terhadap persamaan kemerdekaan yang dilakukan oleh orang lain.
Prinsip dasar yang digunakan sebagai pedoman adalah kebahagiaan yang terbesar
untuk orang sebanyak-banyaknya
2. Jeremy Bentham The greatest good must go to the greatest number (kebaikan yang
terbesar harus untuk rakyat yang jumlahnya terbesar). Teori yang diciptakannya
: Felicific Calculus artinya manusia merupakan ciptaan yang rasional yang memilih
secara sadar kesenangan dan menghindari kesusahan. Suatu pidana harus ditetapkan
pada tiap kejahatan sehingga kesusahan akan lebih berat daripada kesenangan yang
ditimbulkan oleh kejahatan.
Jeremy Bentham melihat suatu prinsip baru
yaitu utilitarian yang menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dinilai dengan sistem
yang irrasional yang absolut, tetapi melalui prinsip-prinsip yang dapat diukur.
Bentham menyatakan bahwa hukum pidana jangan dijadikan sarana pembalasan
tetapi untuk mencegah kejahatan.
B. Aliran Modern (Positive School)
Muncul pada abad ke-19. Pusat perhatian : Pembuat. Aliran ini disebut juga aliran
positif karena dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan
mempengaruhi penjahat secara positif sejauh dia masih dapat diperbaiki.
Inti ajaran : Perbuatan seseorang itu harus dilihat secara konkrit bahwa perbuatan itu
dipengaruhi oleh factor watak, biologis dan lingkungan kemasyarakatan. Aliran ini bertitik
tolak pada pandangan determinisme karena manusia tidak mempunyai kebebasan kehendak,
tetapi dipengruhi oleh watak dan lingkungannya.
Aliran ini menolak pandangan pembalasan berdasarkan kesalahan yang subyektif.
Aliran ini menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan
resosialisasi pelaku. Aliran ini menyatakan bahwa sistem hukum pidana, tindak pidana
sebagai perbuatan yang diancam pidana oleh undang-undang, penilaian hakim yang
didasarkan pada konteks hukum yang murni atau sanksi pidana itu sendiri harus tetap
dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum pidana, aliran ini menolak
penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial.
Marc Ancel, salah satu tokoh aliran modern menyatakan bahwa kejahatan merupakan
masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang tidak mudah begitu saja dimasukkan ke dalam
perumusan undang-undang.
Ciri-ciri aliran modern :
1. Menolak definisi hukum dari kejahatan
2. Pidana harus sesuai dengan pelaku tindak pidana
3. Doktrin determinisme
4. Penghapusan pidana mati
5. Riset empiris; dan
6. Pidana yang tidak ditentukan secara pasti.
Menurut pandangan modern, hakim mempunyai kekuasaan dalam menentukan :
a.
Jenis pidana (strafsoort)
b.
Berat ringannya pidana (strafmaat)
c.
Cara menjalankan pidana (strafmodliteit / strafmodus)
Pada awalnya penganut aliran modern adalah : Cesare Lombrosso, Lacassagne, Enrico
Ferri dan Raffaele Garofalo.
1. Lambroso menganjurkan bahwa pidana tidak ditetapkan secara pasti oleh
pengadilan (the indeterminate sentence), pidana mati merupakan seleksi terakhir
yang bilamana penjara pembuangan dan kerja keras, penjahat tetap mengulangi
kejahatan yang mengancam masyarakat dan korban kejahatan harus diberi
kompensasi atas kerugian yang diakibatkan oleh penjahat dan ia memberi tekanan
yang besar pada pencegahan kejahatan.
2. Ferri menyatakan bahwa seseorang memiliki kecenderungan bawaan menuju
kejahatan tetapi bilamana ia mempunyai lingkungan yang baik maka ia akan hidup
terus tanpa melanggar pidana ataupun hukum moral, kejahatan terutama dihasilkan
oleh tipe masyarakat darimana kejahatan itu datang, oleh karena itu pembuat undangundang harus selalu memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, moral, administrasi dan
politik di dalam tugasnya sehari-hari, dan kejahatan hanya dapat diatasi dengan
mengadakan perubahan-perubahan di masyarakat.Gorofalo mengusulkan konsep
kejahatan natural (natural crime) yang merupakan pengertian paling jelas untuk
menggambarkan perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat beradab diakui sebagai
kejahatan dan ditekan melalui sarana berupa pidana.Setelah PD II, aliran ini
berkembang menjadi aliran / gerakan perlindungan masyrakat, dengan tokohnya
Filippo Gramactica dalam tulisannya La Lotta Contra la Pena (The Fight against
Punishment).
Perlindungan masyarakat (law of Social Defence) harus menggantikan hukum pidana
yang sudah ada.Tujuan utama hukum perlindungan masyarakat adalah mengintegrasikan ideide atau konsep perlindungan masyarakat ke dalam konsepsi baru hukum pidana.
C. Aliran Neoklasik / Sosiologis (Neoclassical School)
Berkembang pada abad ke-19 yang memiliki basis sama dengan aliran klasik, yaitu
kepercayaan pada kebebasan kehendak (indeterminisme). Penganut aliran Neoklasik
beranggapan bahwa pidana yang dihasilkan oleh aliran klasik terlalu berat dan merusak
semangat kemanusiaan.
Perbaikan ini didasarkan pada beberapa kebijakan peradilan dengan merumuskan
pidana minimum dan maksimum dan mengakui asas-asas tentang keadaan yang
meringankan(principle of extenuating circumtances). Perbaikan selanjutnya adalah banyak
kebijakan peradilan yang berdasarkan keadaaan-keadaan obyektif. Aliran ini mulai
mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana.
Salah satu sumbangan terpenting : masuknya kesaksian ahli di pengadilan untuk
membantu juri dalam mempertimbangkan derajat pertanggungjawaban seorang pelaku tindak
pidana.
Karakteristik aliran neo klasik adalah sebagai berikut :
1. Modifikasi dari doktrin kebebasan berkehendak, yang dapat dipengaruhi oleh
patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa dan keadaan-keadaan lain;
2. Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan;
3. Modifikasi dari doktrin pertanggungjawaban untuk mengadakan peringatan
pemidanaan, dengan kemungkinan adanya pertanggungjawaban sebagian di dalam
kasus-kasus tertentu, seperti penyakit jiwa usia dan keadaan-keadaan lain yang dapat
mempengaruhi pengetahuan dan kehendak seseorang pada saat terjadinya kejahatan;
dan;
4. Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna menentukan derajat
pertanggungjawaban
Determinisme dan Indeterminisme
 Dualisme istilah ini berkisar pada pesoalan, apakah seorang manusia pada hakikatnya
adalah bebas dari pengaruh (indeterminisme) atau justru selalu terpengaruh oleh
kekuatan dari luar (determinisme)

Kata “determiner” dalam bahasa Prancis bahkan berarti “menentukan”

Determinisme adalah bahwa kekuatan menentukan dari luar itu adalah termasuk
tabiat atau watak dari seorang dan alasan yg mendorong orang itu untuk pada
akhirnya mempunyai kehendak tertentu itu, dan kekuatan2 ini didorong pula oleh
keadaan dalam masyarakat tempat orang itu hidup. Jadi kehendak melakukan
perbuatan pidana menurut determinisme dikarenakan kehendak itu selalu ditentukan
oleh kekuatan itu.

Sedangkan indeterminisme seseorang melakukan suatu kejahatan, menurut faham
indeterminisme dianggap mempunyai kehendak untuk itu, mungkin tanpa dipengaruhi
kekuatan-kekuatan luar tersebut diatas.
Download