RINGKASAN EKSEKUTIF

advertisement
RINGKASAN EKSEKUTIF
TUTY KUSUMAWATI. 2002. Perencanaan Strategik Pengembangan
Usaha Ikan Kerapu di Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,
Provinsi DKI Jakarta. Di bawah bimbingan
SETIADI DJOHAR dan E. GUMBIRA SA'ID.
Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang
berbunyi
:
"Ibukota
Negara
Republik
Indonesia
Jakarta,
karena
kedudukannya diatur sendiri dalam undang-undang yaitu Undang-undang
Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta". Selanjutnya, dalam UU No.
34 Tahun 1999 dinyatakan bahwa wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu
ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka terhitung mulai
tanggal 3 Juli 2001, status Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan
menjadi Kabupaten Administrasi. Dalam PP 55 tahun 2001 disebutkan
bahwa peningkatan status menjadi Kabupaten Administrasi dimaksudkan
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta
pengendalian fungsi kawasan Kepulauan Seribu.
Wilayah Kepulauan Seribu terletak di Teluk Jakarta dan Laut Jawa
yang merupakan sumberdaya perairan dengan luas perairan laut sebesar
6.997,50 km2. Kepulauan Seribu terdiri atas gugusan pulau karang, yang
saat ini meliputi 110 pulau dengan luas daratan sebesar 7,73 km 2 (773,61
Ha). Sebanyak 20 buah pulau telah beroperasi sebagai pulau tujuan
rekreasi dan pariwisata; dan sebanyak 11 pulau merupakan pulau hunian
dengan jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000
sebesar 17.973 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.176 jiwa dan perempuan
8.797 jiwa atau seks rasio sebesar1,04. Jumlah rumahtangga sebanyak
4.454 dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga sebesar 4 Orang.
Kelurahan terpadat penduduknya yaitu Kelurahan Pulau Panggang
dengan kepadatan sebesar 4.354 jiwa/Km 2, sedangkan yang terendah
adalah kelurahan Untung Jawa dengan kepadatan sebesar 664 jiwa/Km 2
(BPS, 2001).
Kehidupan masyarakat di wilayah Kepulauan Seribu pada umumnya,
sangat tergantung pada eksistensi sumberdaya pesisir dan laut, dimana
secara dominan mereka tergantung dari hasil tangkapan ikan karang.
Sebagai salah satu unsur ekosistem di wilayah ini, keberadaan terumbu
karang memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan
perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan mereka yang terkait
dengan keberadaan terumbu karang meliputi kegiatan penangkapan ikan
ekor kuning, ikan pisang-pisang, baronang, kerapu, ikan hias, sampai
dengan kegiatan budidaya dan pengambilan terumbu karang hidup dan
biota laut lainnya untuk diperdagangkan.
Berdasarkan identifikasi beberapa kondisi strategik yang ada, dapat
dirumuskan
masalah
penelitian
sebagai
berikut.
1)
Bagaimana
mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal dan internal dalam kegiatan
budidaya ikan kerapu. 2) Tipologi Strategi pengembangan usaha ikan
kerapu yang melibatkan peranserta swasta, pemerintah dan masyarakat
sebagai berikut. (a) Bagaimana strategi untuk memperoleh keunggulan
kempetitif (competitive advantage)
yang dapat digali dari keunggulan
komparatif (comparative advantage) pada setiap kegiatan yang dilakukan.
(b) Bagaimana program kegiatan jangka panjang, menengah, dan jangka
pendek yang sebaiknya dilakukan, serta dukungan sarana dan prasarana
yang diperlukan.
Penelitian Perencanaan Strategik Pengembangan Usaha Ikan Kerapu
di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bertujuan sebagai berikut. 1)
Melakukan pengkajian terhadap kondisi lingkungan eksternal dan internal
dari kegiatan usaha ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu. 2) Memformulasikan strategi pengembangan usaha
ikan kerapu dengan pendekatan "resource-based".
3)
Menyusun
program jangka panjang, menengah dan pendek bagi pengembangan
usaha ikan kerapu.
Pengumpulan data teknis dilakukan dengan mengambil data sekunder
yang diambil dari Dinas Perikanan DKI Jakarta, Suku Dinas Perikanan
Kotamadya Jakarta Utara, Kantor Bupati Kepulauan Seribu, serta instansi
yang terkait dengan usaha usaha kerapu dan sumber lainnya. Data yang
dikumpulkan untuk mengetahui aspek sosial-ekonomis adalah data
sekunder dari berbagai sumber, baik dari pengkajian yang sudah ada di
wilayah Kepulauan Seribu maupun data pembanding dari wilayah lain.
Untuk membahas aspek finansial digunakan data sekunder analisis aspek
finansial yang dihitung dari total pendapatan usaha dan total biaya-biaya
pada suatu periode usaha, selanjutnya membandingkan Revenue Cost
Ratio (R/C).
Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan antara faktorfaktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dan faktor-faktor eksternal
berupa peluang dan ancaman. Pengolahan dengan metode kualitatif
dilakukan terhadap data teknis usaha ikan kerapu dan sarana usahanya,
sementara analisa kuantitatif dilakukan terhadap aspek aktifitas usaha
usaha ikan kerapu, dan untuk merumuskan hasil dari data tersebut
digunakan alat analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) / Proses
Hirarki Analisis (PHA) dengan tujuan untuk menentukan alternatif strategi
berdasarkan skala prioritas.
Dari matriks IFE dapat diketahui bahwa pemerintahan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu memiliki cukup kemampuan internal dalam
upaya pengembangan usaha ikan kerapu yang ditunjukkan oleh nilai skor
sebesar 2,65 (yang berarti diatas skor rata-rata sebesar 2,5). Selanjutnya
dari matriks EFE dapat diketahui bahwa pemerintahan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu telah mampu memanfaatkan peluang yang
ada saat ini dan meminimalisasi efek potensial dari ancaman potensial
yang diidentifikasi dengan nilai skor sebesar 2,60 (diatas skor nilai ratarata sebesar 2,50). Dari matriks IFE dan EFE dilakukan penggabungan
untuk merumuskan berbagai alternatif strategi yang dituangkan dalam
matriks SWOT.
Dari hasil matriks SWOT dilakukan analisis dengan menggunakan
AHP. Dari hasil pengolahan AHP diketahui bahwa strategi pengembangan
usaha ikan kerapu di wilayah Kepulauan Seribu dilakukan dalam rangka
memberikan kontribusi bagi upaya peningkatan taraf hidup masyarakat
khususnya nelayan ikan kerapu. Strategi pengembangan usaha ikan
kerapu dipengaruhi paling tidak oleh lima faktor, dan setelah diolah
dengan AHP pada hirarki utama diperoleh nilai bobot dan prioritas sebagai
berikut : 1) Teknologi usaha ikan kerapu dengan nilai bobot 0,312 ; 2)
Sumberdaya manusia dengan nilai bobot 0,227 ; 3)
Sarana dan
prasarana usaha dengan nilai bobot 0,177 ; 4) Modal usaha dengan nilai
bobot 0,152 ; 5) Harga jual dengan nilai bobot 0,094 ; dan 6) Daya
dukung sumberdaya alam 0,038.
Dalam menjalankan strategi pengembangan usaha ikan kerapu ini
terdapat enam institusi sebagai aktor yang paling berpengaruh dengan
urutan prioritas dan nilai bobot sebagai berikut : 1) Investor ikan kerapu
dengan nilai bobot 0,255 ;
2)
Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta
dengan nilai bobot 0,217 ; 3) Kantor Bupati Kepulauan Seribu dengan
nilai bobot 0,196 ; 4) Eksportir ikan kerapu dengan nilai bobot 0,133 ; 5)
Kelompok tani dengan nilai bobot 0,101 ; 6) Koperasi Perikanan dengan
nilai bobot 0,099.
Pengembangan usaha ikan kerapu memiliki beberapa tujuan dengan
prioritas dan nilai bobot sebagai berikut : 1) Peningkatan pendapatan
dengan nilai bobot 0,392 ; 2) Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
dengan nilai bobot sebesar 0,212 ; 3) Peningkatan pemasaran usaha
ikan kerapu dengan nilai bobot 0,165 ; 4) Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia ; 5) Peningkatan kapasitas kelembagaan nelayan.
Alternatif strategi yang diusulkan dalam upaya pengembangan usaha
ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah :
1)
Peningkatan pembinaan sumberdaya manusia dengan nilai bobot
0,188 ; 2) Peningkatan teknologi usaha ikan kerapu dengan nilai bobot
0,180 ; 3) Penyediaan sumber permodalan usaha ikan kerapu dengan
nilai bobot 0,159 ; 4) Peningkatan sarana dan prasarana usaha ikan
kerapu d engan nilai bobot 0,131 ; 5) Penyediaan informasi pasar dan
harga dengan nilai bobot 0,101 ; 6) Pembinaan kemitraan usaha ikan
kerapu dengan nilai bobot 0,083 ; 7) Penyusunan tata ruang laut usaha
ikan kerapu dengan nilai bobot 0,070 ; 8) Pengendalian pencemaran,
hama dan penyakit ikan kerapu dengan nilai bobot 0,050
;serta 9)
Penertiban ijin usaha ikan kerapu dengan nilai bobot 0,038.
Selanjutnya,
dengan
mempertimbangkan
kebijakan
yang
telah
hal
teknis
ditetapkan, disusunlah program dan kegiatan sebagai berikut.
1. Program pengembangan sumberdaya manusia
a. Pendidikan dan pelatihan aparatur
b. Penataan organisasi dan ketatalaksanaan
c. Pemberdayaan
nelayan
kerapu
tangkap
dalam
penangkapan yang tidak membahayakan lingkungan
d. Pemberdayaan nelayan kerapu budidaya dalam hal pembenihan,
teknis pakan, pembesaran, distribusi dan pemasaran
e. Pemberdayaan nelayan dalam hal manajemen usaha
f. Pemberdayaan nelayan dalam hal pemenuhan Standar Nasional
Indonesia (SNI) khususnya dalam pembenihan ikan kerapu
2. Program pengembangan teknologi usaha ikan kerapu
a. Pengenalan dan pemanfaatan jenis dan alat tangkap yang ramah
lingkungan
b. Pengenalan dan peningkatan teknologi perkapalan
c. Pengenalan dan pemanfaatan sistem navigasi dan penginderaan
jarak jauh
d. Pengenalan dan pemanfaatan teknologi pembenihan yang dapat
memenuhi SNI
e. Pengenalan dan pemanfaatan teknologi pakan, dan pembesaran
f. Pengenalan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam usaha
ikan kerapu
Program peningkatan pemanfaatan sumber permodalan.
a. Pengenalan dan peningkatan kemampuan pembuatan proposal
pengajuan kredit baik ke lembaga keuangan bank maupun nonbank.
b. Pengenalan dan pemanfaatan permodalan dengan cara kemitraan
yang melibatkan nelayan, koperasi sebagai pemberi jaminan kredit
(avalist) dan penyedia modal (Bank).
3. Program rehabilitas dan pengembangan sarana dan prasarana usaha
ikan kerapu.
a. Memberdayakan koperasi perikanan dalam penyediaan sarana
produksi ikan kerapu
b. Membangun dan Menata jaringan listrik, air bersih serta air limbah
c. Membangun Stasiun Pompa Bahan-bakar Umum (SPBU) di lokasi
laut.
d. Membangun dan merahabilitasi tempat pelelangan ikan dan
dermaga kapal.
4. Program pengembangan penyediaan dan pemanfaatan informasi
pasar dan harga.
a. Menerbitkan media cetak yang memuat informasi pasar dan harga
jual secara berkala
b. Mengoptimalkan peranan
koperasi perikanan
sebagai pusat
informasi dan konsultasi bagi pelaku usaha ikan kerapu
c. Mengoptimalkan jaringan kerja para pelaku tata niaga usaha ikan
kerapu
d. Mengoptimalkan
peran
Kantor
Pengolahan
Data
Elektronik
khususnya dalam rangka penyediaan data dan informasi pasar dan
harga
5. Program pengembangan dan pembinaan kemitraan.
a. Melakukan rekrutmen calon-calon anggota kelompok nelayan yang
akan bermitra.
b. Memfasilitasi nelayan dalam membentuk kelompok secara mandiri.
c. Melaksanakan pelatihan manajemen usaha kepada kelompok
nelayan.
d. Memfasilitasi pembentukan dan pengembanan koperasi nelayan.
e. Memfasilitasi
pembentukan
kemitraan
usaha
dengan
pihak
penyedia modal dan penjamin kredit.
6. Program penataan tata ruang laut.
a. Melakukan
koordinasi
antar
aspek
ekonomi
baik
kegiatan
pariwisata, kegiatan perikanan dan kegiatan pertambangan.
b. Menetapkan peruntukan ruang laut.
c. Menyusun tat ruang usaha perikanan, termasuk usaha ikan kerapu.
d. Mensosialisasikan rencana tata ruang laut.
7. Program pengendalian pencemaran, hama dan penyakit.
a. Melakukan koordinasi dengan wilayah di daratan Jakarta untuk
pengendalian pencemaran lingkungan.
b. Melakukan sosialisasi kepada penduduk tentang pentingnya
menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan.
c. Menyediakan dan mensosialisasikan tempat-tempat pembuangan
bekas bahan bakar pelayaran dan limbah lainnya.
8. Program penertiban ijin usaha.
a. Peningkatan kegiatan pengawasan ikan (WASKI).
b. Peningkatan pembinaan penggunaan alat tangkap ikan.
c. Peningkatan pembinaan perijinan usaha ikan kerapu.
d. Peningkatan pembinaan dan penertiban jalur penangkapan ikan
kerapu.
e. Peningkatan pembinaan dan penertiban usaha budidaya ikan
kerapu.
Dalam implementasi pengembangan usaha ikan kerapu di wilayah
Kabupaten Administrasi kepulauan Seribu disarankan beberapa hal
sebagai berikut.
1. Upaya pengembangan usaha ikan kerapu hendaknya terintegrasi
dengan sektor lain misalnya dengan pengembangan tata ruang,
pariwisata, lingkungan hidup serta perindustrian dan perdagangan.
2. Pengembangan usaha ikan kerapu diarahkan pada pengalihan usaha
tangkap
menjadi
usaha
budidaya
dalam
rangka
antisipasi
diberlakukannya eco-labelling untuk beberapa jenis ikan yang sudah
berhasil dibudidayakan.
3. Pengembangan usaha ikan kerapu diutamakan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal baik sumberdaya manusia maupun
sumberdaya alam (resource-based approach).
4. Pengembangan usaha ikan kerapu hendaknya ditunjang dengan
penerapan ilmu dan teknologi yang dapat memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Kata -kata kunci :
Usaha ikan kerapu, wilayah Kabupaten Administrasi
Kepulauan
Seribu,
eco-labelling,
peningkatan
kapasitas (capacity building), Analisis SWOT, Analisa
Keputusan dengan AHP.
Download