PENGARUH UMUR YANG BERBEDA PADA LARVA IKAN NILA

advertisement
Maisar,
Jurnal PROTEIN
PENGARUH UMUR YANG BERBEDA PADA LARVA IKAN NILA
(Oreochromis
sp.) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN KELAMIN
JANTAN DENGAN MENGGUNAKAN METILTESTOSTERON
THE EFFECT OF DIFFERENT TILAPIA (Oreochromis sp.) LARVAE AGE INTO
MALE FORMING SUCCESIVENESS WITH METHYL TESTOTERONE
Asus Maizar Suryanto, Budi Setyono
email: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Teknik terbaru untuk memproduksi benih ikan jantan adalah sex reversal atau
pembalikan kelamin. Pada kebanyakan ikan terdapat kemungkinan untuk membalik jenis kelaminnya
dengan pemberian androgen atau steroid melalui pakan atau perendaman.Salah satu faktor penting
untuk keberhasilan pembalikan jenis kelamin adalah umur dari larva ikan nila (Oreochromis sp.) yang
direndam dalam larutan hormon metiltestosteron. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur
yang optimal larva ikan nila terhadap tingkat keberhasilan pembentukan kelamin jantan dengan
metode perendaman menggunakan hormon metiltestosteron .
Metode: Percobaan dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas lima umur
larva (7,14,21, 28, 35 hari) dan satu kontrol dengan masing-masing perlakuan diulang tiga kali.
Masing-masing media pemeliharaan diisi 100 ekor. Dosis hormon testoteron setiap perlakuan adalah 2
ppm. Parameter utama adalah prosentase pembentukan kelamin jantan, sedangkan data penunjang
meliputi kelangsungan hidup, laju pertumbuhan ikan nila dan kualitas air.
Hasil: Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan hormon metiletstosteron pada
larva ikan nila (Oreochromis sp.) dengan umur yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata
(P>0,05) terhadap pembentukan kelamin jantan, kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan nila .
Kata kunci : ikan nila, sex reversal, hormon metiltestosteron, pembentukan kelamin jantan
Background: Sex reversal is a latest technology to produce only male fish. In most fish, sex reversal
could be done with added androgen or steroid in feeding or deeping methods. One of important factor
in sex reversal succesiveness is tilapia (Oreochromis sp.) larvae age that deeped in methyl testoterone.
Metode: Research was conducted based on Completely Randomized Design with five larvae age
(7,14,21, 28, 35 days) as treatment, each treatment was replicated three times and consist of 100 fish.
The methyl testoterone dossage was 2 ppm. Main measured parameter was percentage of male
forming succesiveness and supporting parameter i.e. fish survival rate and growth rate, and also water
quality.
Result: Research showed that giving methyl testoterone to different age ilapia has non significant
(P>0,05) into terhadap male forming, survival, and growth rate .
Keywords: Tilapia, sex reversal, methyl testosterone, male forming
PENDAHULUAN
Pengembangan budidaya air tawar
dewasa ini semakin digalakkan terutama
budidaya air tawar yang rata-rata cenderung
masih menerapkan pola budidaya ekstensif.
Intesifikasi budidaya air tawar terutama
48
bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat akan protein hewani yang berasal
dari
ikan
yang
semakin
meningkat.
Keberhasilan budidaya iikan tentunya sangat
tergantung terhadap penyediaan benih yang
mencukupi dan berkualitas baik serta sesuai
dengan tujuan budidaya.
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
Pengaruh Umur Yang Berbeda pada Larva Ikan Nila
Salah satu permasalahan dalam
budidaya pembesaran ikan nila adalah sifat
reproduksi yang lebih awal dan berkali-kali
selama masa pemeliharaan. Hal ini dapat
menyebabkan
populasi
terlalu
padat,
pertumbuhan terhambat, ukuran beragam pada
akhir masa pemeliharaan sehingga kurang
menguntungkan. Pemeliharaan ikan secara
tunggal
kelamin
jantan
cenderung
meningkatkan
produksi,
karena
proses
perkawinan tidak akan terjadi, sehingga enerji
dari pakan sepenuhnya digunakan untuk
pertumbuhan (Subagyo, Asih, Idris, dan
Jangkaru, 1992).
sama (Abucay dan Mair, 1997). Pada ikan
Misgurnus mezolapis (Gunther) dengan
perendaman dalam 17-estradiol (perlakuan sex
reversal) pada selisih lama perlakuan 7 hari
memberikan hasil yang berbeda pada dosis
yang sama (Kim et al., 1997).
Teknik terbaru untuk memproduksi
benih ikan jantan adalah sex reversal atau
pembalikan kelamin. Pada kebanyakan ikan
terdapat kemungkinan untuk membalik jenis
kelaminnya dengan pemberian androgen atau
steroid melalui pakan atau perendaman
Salah satu faktor penting untuk
keberhasilan pembalikan jenis kelamin adalah
umur dari larva ikan nila yang direndam dalam
larutan hormon metiltestosteron. Hal ini sangat
terkait dengan persentase jumlah larva yang
berhasil untuk dibentuk menjadi berkelamin
jantan (Maskulinisasi). Penelitian tentang umur
yang optimal bagi larva ikan nila yang akan
dilakukan maskulinisasi sejauh ini masih belum
ditentukan secara pasti.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu
suatu bentuk rancangan percobaan di mana
perlakuan dikenakan secara acak pada unit-unit
percobaan yang homogen.
Penelitian
perlakuan
hormon
metiltestosteron dimulai saat larva berumur 7
hari setelah menetas pada Oreochromis
mossambicus (Pandian dan Varadaraj, 1988)
dan dilakukan pada umur yang sama untuk
Oreochromis
aureus (Jo et al., 1988).
Perlakuan hormon 17-metiltestosteron pada
level (jarak perlakuan) 10 hari untuk
Oncorhynchus kisuch memberikan hasil yang
berbeda antar perlakuan (Piferrer dan
Donaldson, 1993), tetapi selisih lama perlakuan
5 hari dalam 17-metiltestosteron untuk
Oreochromis niloticus memberikan hasil yang
Belum ada informasi lengkap dari
berbagai pustaka tentang differensiasi seks pada
ikan nila dan periode labil masih dalam kisaran
yang lebar. Periode labil demikian dijelaskan
Pandian dan Varadaraj (1990), bahwa untuk
Oreochromis mossambicus 11-19 hari, untuk
Oreochromis aureus 18-32 hari, untuk
Oreochromis niloticus 25-59 hari, dan dalam
penelitian berlanjut, selama 11 hari dari hari ke10 setelah penetasan merupakan periode kritis
untuk Oreochromis mossambicus.
Perlakuan dalam penelitian ini terdiri
dari 5 macam perlakuan beda umur ditambah
satu perlakuan kontrol, masing-masing diulang
3 kali sehingga terdapat 18 unit percobaan.
Kelima perlakuan dan kontrol tersebut adalah:
A. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) pada umur 7 hari setelah penetasan
dengan dosis hormon metiltestosteron 2
ppm.
B. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) pada umur 14 hari setelah penetasan
dengan dosis hormon metiltestosteron 2
ppm.
C. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) pada umur 21 hari setelah penetasan
dengan dosis hormon metiltestosteron 2
ppm.
D. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) pada umur 28 hari setelah penetasan
dengan dosis hormon metiltestosteron 2
ppm.
E. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) pada umur 35 hari setelah penetasan
dengan dosis hormon metiltestosteron 2
ppm.
F. Perendaman larva ikan nila (Oreochromis
sp.) tanpa hormon metiltestosteron.
Parameter uji
Parameter Uji Utama
Parameter uji utama yang diukur dalam
penelitian ini adalah keberhasilan pembentukan
jenis kelamin. Keberhasilan pembentukan jenis
kelamin diukur dengan menggunakan rumus:
49
Maisar,

Wo
: berat rata-rata ikan pada waktu t = 0
(gram)
t
: waktu (hari)
 Oksigen terlarut diukur dengan DO meter
 Suhu air diukur dengan termometer
 pH air diukur dengan pH pen
Jumlah ikan jantan
J (%) 

Jurnal PROTEIN
jumlah ikan jantan
x 100%
jumlah sampel
Jumlah ikan betina
B (%) 
jumlah ikan betina
x 100%
jumlah sampel
Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh
jumlah ikan intersex
selanjutnya
dianalisis secara statistik data dalam
I (%) 
x 100%
jumlah sampel
bentuk persentase ditransformasi menurut
aturan Gomez dan Gomez (1995), agar
distribusi data normal (Hanafiah, 1993).
Parameter Penunjang
Analisis sidik ragam (uji F) selanjutnya
Parameter penunjang dalam penelitian
dilakukan sesuai dengan rancangan yang
ini berupa tingkat kelangsungan hidup,
dipergunakan, yaitu rancangan acak lengkap
pertumbuhan dan parameter kualitas air, yang
(RAL). Jika dari hasil analisis sidik ragam
diukur dengan rumus:
diketahui perlakuan menunjukkan hasil yang
 Tingkat kelangsungan hidup/Survival Rate
berbeda nyata (significant) atau berbeda sangat
(SR)
nyata (highly significant), dilanjutkan uji Beda
jumlah ikan yang hidup akhir penelitian
SR (%) 
x 100%
Nyata
Terkecil (BNT) untuk membandingkan
jumlah ikan awal penelitian
nilai antar perlakuan.
 Pertumbuhan ikan
Menurut Effendi (1979) pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN
ikan diukur dengan menggunakan rumus laju
pertumbuhan mutlak:
Hasil penelitian tentang
pengaruh
W = Wt – Wo
umur yang berbeda pada larva ikan nila
t
(Oreochromis
sp.)
terhadap
tingkat
Dimana:
keberhasilan pembentukan kelamin jantan
Wt
: berat rata-rata ikan pada waktu
dengan menggunakan hormon metiltestosteron
tertentu (gram)
didapatkan data sebagaigaimana Tabel 1.

Jumlah ikan intersex
Tabel 1. Data Tingkat Keberhasilan Pembentukan Kelamin Jantan dengan Menggunakan
Hormon Metiltestosteron pada Larva Ikan Nila Berbeda Umur.
Parameter
Umur Ikan ( hari )
Kontrol
Jumlah Populasi
Awal
100
Akhir
28
Jumlah Kelamin
Jantan
18
Betina
10
Persentase
Kelamin 64
Jantan (%)
SR ( % )
28
Berat ikan ( gr )
Awal
0.03
Akhir
2.74
Kelangsungan Hidup
50
7
14
21
28
35
100
28
100
31
100
29
100
28
100
27
22
6
78
24
7
80
20
9
69
19
9
68
18
9
66
28
31
29
28
27
0.03
3.54
0.07
3.7
0.19
3.78
0.7
3.44
1.1
3.08
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
Pengaruh Umur Yang Berbeda pada Larva Ikan Nila
Data kelangsungan hidup ikan nila
(Oreochromis sp.) selama penelitian disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis sp.) selama penelitian (%)
Perlakuan
Ulangan
Total
1
2
3
A= 7hari
27
26
30
83
B=14 hari
32
33
27
92
C=21 hari
31
23
33
87
D=28 hari
30
27
28
85
E=35 hari
23
26
31
80
Total
427
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian hormon metiltestosteron tidak
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan
nila (Oreochromis sp.). Tingkat kelangsungan
hidup pada ikan diduga banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, misalnya penanganan
dan padat tebar. Penanganan yang salah dapat
menyebabkan ikan stress, sehingga kondisi
kesehatan
ikan
menurun
dan
dapat
menyebabkan kematian, demikian juga padat
tebar yang berlebihan dapat mengakibatkan
terjadiya kompetisi baik dalam hal pakan, ruang
gerak maupun pemanfaatan oksigen terlarut.
27,67
30,67
29,00
28,33
26,67
Wardhana (1992) dalam Agustiningsih
(1998) menyatakan, sifat pakan buatan yang
mempunyai permukaan kasar dan belum
sempurnanya saluran pencernaan larva dan
benih ikan dapat menyebabkan pecahnya perut
yang dapat menyebabkan kematian pada ikan.
Persentase Kelamin Jantan
Berdasrkan hasil penelitian didapatkan
persentase keberhasilan pembalikan kelamin
pada ikan nila sebagaimana disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Pembalikan Kelamin Jantan
Perlakuan
Ulangan
1
2
A= larva umur 7 hari
81
73
B= benih umur 14 hari
84
64
C=benih umur 21 hari
58
74
D= benih umur 28 hari
63
78
E=benih umur 35 hari
70
65
Hasil
peneluitian
menunjukkan
bahwa
perlakuan
perendaman
larva
dalam
metiltestosteron tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap perubahan kelamin jantan, hal
ini karena waktu perendaman yang sangat
singkat antara 6 – 12 jam. Pemberian hormon
metiltestosteron pada dosis 50 ppm yang
diberikan pada ikan uji selama 6 – 15 minggu
setelah telur menetas diperoleh ikan berjenis
kelamin jantan sebesar 92,7 %, sedangkan
pemberian hormon metiltestosteron pada dosis
100 ppm yang diberikan selama 3 – 8 minggu
setelah telur menetas diperoleh hasil sebesar 93
Rata-rata
Jumlah
Rata-rata
3
80
93
76
64
65
234
241
208
205
200
78
80
69
68
67
% gonad steril ( Komen et.al, 1990 ). Rudy (
1989 ) dalam Rustidja (1998) memperoleh hasil
ikan nila jantan sebanyak 48,57 % dengan
pemberian hormon metiltestosteron sebanyak
100 ppm yang mulai diberikan pada saat ikan
berumur 25 hari.
Pertumbuhan Berat
Data pertumbuhan berat rata-rata ikan
nila (Oreochromis sp.) hasil sex reversal
dengan menggunakan hormon metiltestosteron
pada umur yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 4.
51
Maisar,
Jurnal PROTEIN
Tabel 4.
Pertumbuhan Berat Ikan Nila Hasil Sex
Metiltestosteron pada Umur yang Berbeda.
Perlakuan
Ulangan
1
2
A=larva umur 7 hari
0,058
0,063
B=benih umur 14 hari
0,0608
0,0613
C=benih umur 21 hari
0,0638
0,0633
Dbenih umur 28 hari
0,0578
0,0583
E= benih umur 35 hari
0,0497
0,0531
Berdasrkan hasil penelitian diketahui
bahwa pemberian hormon metiltestosteron
tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan ikan. Penelitian Guerrero
(1975) dalam Donaldson et al., (1978) pada
ikan nila mendapatkan hasil bahwa pemberian
hormon metiltestosteron dengan dosis 15 ppm
selama 21 hari tidak menghasilkan perbedaan
laju pertumbuhan yang nyata, dan pada dosis
yang lebih tinggi yaitu 30 – 60 ppm baru
menampakkan bedanya. Huet (1972) dalam
Rustidja
(1998)
menyatakan
bahwa
pertumbuhan ikan Tilapia dipengaruhi oleh
Reversal dengan Menggunakan Hormon
Jumlah
Rata-rata
3
0,059
0,0628
0,0617
0,0558
0,051
0,18
0,1849
0,1888
0,1719
0,1538
0,8794
0,060
0,062
0,063
0,057
0,051
faktor spesies, ketersediaan pakan, suhu, kadar
oksigen terlarut, ruang gerak dan padat
penebaran. Mc Bride & Fagerlund (1975)
dalam Rustidja (1998) juga menyatakan,
pemberian hormon metiltestosteron dapat
merangsang ikan untuk lebih banyak makan
sehingga akan meningkatkan berat badan benih
ikan
karena
hormon
metiltestosteron
mempunyai efek anabolik dalam tubuh ikan.
Data hasil pengamatan suhu, DO dan
pH air selama penelitian terlihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Data Rata-rata Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter
06.00
Suhu ( o C )
DO (ppm)
pH
21
5.7
6.6
Dari Tabel 5 di atas, terlihat bahwa kualitas air
media masih dalam kisaran yang normal untuk
kehidupan dan pertumbuhan ikan nila
(Oreochromis sp.)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan bahwa pemberian hormon
metiltestosteron dalam sex reversal pada umur
ikan nila (Oreochromis sp.) yang berbeda tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kelansungan
hidup
ikan,
keberhasilan
perubahan
kelamin jantang
dan
laju
pertumbuhan ikan.
Saran
52
Jam Pengamatan
12.00
23
7.6
7.7
17.00
22
6.7
7.3
Guna mendapatkan populasi jantan
pada ikan nila (Oreochromis sp.) melalui
metode sex reversal dengan cara perendaman
sebaiknya dilakukan pada umur ikan 7 – 28 hari
dan tidak lebih dari umur 35 hari. Perlu
dilakukan
penelitian
lanjutan
dengan
menggunakan dosis yang berbeda untuk
mendapatkan persentase pembalikan kelamin
yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSATAKA
Abucay, J. S. and G. C. Mair. 1997. Hormonal
Sex Reversal of Tilapias: Impliation
of Hormone Treatment application in
Closed Water System. Aquaculture
Research. Vol. 28 No. 11 Nov. 1997 p.
841-845.
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
Agustiningsih. 1998. Maskulinisasi Ikan mas
(Cyprinus carpio Linn) Strain Punten
Hasil Gynogenesis dengan Hormon
Metiltestosteron pada Dosis, Umur
dan Waktu Perendaman yang Berbeda.
Skripsi Fakultas Perikanan Universitas
Hang Tuah. Surabaya. 55 hal.
Donaldson, I. M., U. H. Fagerlund, D. A. Higgs
and J. R. Bride. 1978. Hormonal
Enhanchement of Growth. In: W. S.
Hoar, D. J. Randall and J. R. Brett
(eds). Fish Physiology Vol. VIII.
Academic Press. New York. p. 456597.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995.
Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. Edisi Kedua. Penerjemah:
E. Sjamsuddin dan J. S. Baharsjah.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
689 hal.
Hanafiah, K. A. 1983. Rancangan Percobaan.
Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.
Fakultas
Pertanian.
Universitas
Sriwijaya. Palembang. 238 hal.
Kim, D. S., Y. K. Nam and J-Y. Jo. 1997.
Effect of Oestradiol-17 Immerson
Treatment on Sex Reversal of mud
loach,
Misgurnus
mizolepis
(Grunther). Aquaculture Research.
Vol. 28 No. 12 Des. 1997 p. 941-946
Pengaruh Umur Yang Berbeda pada Larva Ikan Nila
The Effects Oral Administration Of
17 Alpha-metiltestosteron and 17
betha-estradiol
an
Gonad
Development in Common Carp
(Cyprinus carpio L.). Aquaculture 92 :
127- 142
Pandian, T. J. dan K. Varadaraj. 1988.
Tecniques for Producing All-Male
and
All-Triploid
Oreochromis
mossambicus. In: R. S. V. Pullin, T.
Bhukasman, K. Tongithai anf J. L.
Maclean. The Second International
Symposium on Tilapia in Aquaculture.
Bangkok, Thailand 16-20 March 1987.
ICLARM Conference Proc. 15. Printed
in Manila Philipphines. p. 243-249.
Rustidja, 1998. Sex Reversal Ikan Nila.
Fakultas
Perikanan
Universitas
Brawijaya. Malang.57 hal
Subagyo, Sularto, J. Subagja dan L. Dharma.
1992. Pengujian Sex Reversal pada
Benih Ginogenetik Ikan Mas
(Cyprinus carpio). Bull. Pen. Perik.
Darat. Vol. 11 No. 2 Jun. 1992. Hal.
74-80.
Surakhmad, W. 1989. Pengantar Penelitian
Ilmiah. Tarsito. Bandung. 386 hal
Suryabrata, S. 1995. Metode Penelitian.
Universitas Gadjah Mada. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 115 hal
Komen, J. Lordder, P.A.J., Huskens, F.,
Richter, C.J.J and Huisman, E.A. 1989.
53
Download