MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DENGAN STRATEGI REACT BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 3 PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Disusun oleh : Sofi’i (guru matematika SMP N 3 Pati) DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PATI SMP NEGERI 3 PATI Jl. Kol. R. Sugiyono No. 17 Pati, (0295) 385 777 email : [email protected] 1 ABSTRAK Pembelajaran efektif dan efisien harus memenuhi standar proses pendidikan yang meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Pembelajaan akan terbangun komunikasi yang efektif ketika guru merancang pembelajaran yang terkait dengan pengalaman siswa (experiential learning). Materi ajar yang siswa pelajari dipengaruhi oleh gagasan-gagasan mereka yang sudah ada, tanpa memandang seberapa jelas guru atau buku menyampaikan pada siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan pembelajaran berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran matematika dengan berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT pada materi bangun ruang sisi datar. Permasalahannya adalah Apakah pembelajaran matematika berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT pada materi bangun ruang sisi datar mampu meningkatkan aktivitas komunikasi matematis dan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013? Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas VIIIH pada tahun pelajaran 2012/2013, dengan tiga siklus. Pada masing-masing siklus dilakukan dengan empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Sumber data diambil dari data awal siswa pada materi geometri Phytagoras dan nilai rapot semester sebelumnya. Hasil akhir pada masing-masing siklus menunjukkan adanya perkembangan hasil belajar siswa. Hal ini didasarkan hasil ulangan pada setiap siklus yang menunjukkan rata-rata siklus I rata-rata 85,8, siklus II dengan rata-rata 86,8 dan siklus III dengan rata-rata 91,3. Sedangkan pada aktivitas komunikasi matematika pada masing-masing siklus menunjukkan peningkatan. Dengan mengacu pada hasil penelitian ini, peneliti mengambil kesimpulan bahwa penggunaan Strategi REACT berbasis experiential learning pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan aktivitas komunikasi matematis dan hasil belajar pada siswa kelas VIIIH SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menyarankan agar dalam pembelajaran berbasis experiential learning melalui strategi REACT perlu dihadirkan benda nyata atau benda pengganti sehingga siswa dapat melakukan observasi langsung. Kata kunci : REACT, komunikasi matematis, Experiential Learning Pendahuluan Latar Belakang Pengajaran matematika pada pendidikan dasar bertujuan agar siswa mampu mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Depdiknas, 2006: 346). Kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh berbagai faktor; sarana pembelajaran, kualitas dan kuantitas tenaga pengajar, maupun motivasi siswa. Faktor-faktor tersebut apabila tidak terpenuhi maka 2 proses pembelajaran akan menjadi tidak efektif, akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah. Mutu pendidikan berkait erat dengan motivasi siswa dalam belajar, perhatian guru terhadap pola pikir siswa, metode belajar yang bervariasi, serta pola belajar siswa (Rachmadi, 2004: 1). Metode pengajaran yang digunakan oleh sebagian besar guru mungkin saja telah berhasil baik untuk generasi-generasi terdahulu, tapi tidak berhasil untuk sekarang, untuk itu perlu mengubah strategi dan tempat untuk memulainya adalah kelas (Crawford, 2001:2). Agar proses belajar dan mengajar dapat berlangsung efektif dan dapat berhasil dengan baik, perlu adanya pendekatan dan strategi pembelajaran yang tepat dalam proses belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya sikap yang menekankan pada pembelajaran siswa secara efektif yaitu bagaimana agar siswa mampu belajar cara belajar (learning how to learn), dan melalui kreatifitas guru pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan (joyfull learning). Pembelajaran dikelas komunikatif ketika guru merancang pembelajaran yang terkait dengan pengalaman siswa (experiential learning) (Millenbah dan Millspaugh, 2003: 133, Guo dan Jingping, 2006: 1). Strategi REACT lebih memusatkan perhatian pada pengajaran dan pembelajaran sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa (Crawford, 2001: 3). Perangkat pembelajaran matematika melalui pendekatan kontekstual dengan strategi Relating, Experienting, Applying, Cooperating, Transfering (REACT) pada materi Dimensi Tiga dapat mengantarkan capaian ketuntasan, serta berpengaruh terhadap peningkatan komunikasi matematis (Laelasari, 2010: 112-113). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Experiential Learning melalui Strategi REACT pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis (Sofi’i, 2011). Pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Pati, secara umum sudah cukup baik. Ditunjukkan dengan perolehan rata-rata hasil ujian nasional tahun pelajaran sebelumnya selalu dalam kategori A. Namun demikian tingginya rata-rata capaian Mapel Matematika tersebut, belum merata pada semua pokok bahasan. Berdasar fakta menunjukkan bahwa pembelajaran geometri di SMP Negeri 3 Pati masih mengalami kendala. Proses pembelajaran yang terjadi adalah guru sering melakukan rutinitas pembelajaran tanpa perbaikan proses yang didasarkan analisis sebelumnya. Proses 3 pembelajaran yang dilakukan selalu dimulai dari membahas tugas, menjelaskan materi, memberi contoh dan dilanjutkan dengan latihan soal begitu berulang-ulang pada setiap pembelajaran tanpa membedakan karakteristik materi. Pengalaman siswa mempunyai peran sentral dalam belajar dan belajar sebagai suatu proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman (experiential learning) (Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 164). Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari empat tahapan, (1) tahap pengalaman nyata, (2) tahap observasi refleksi, (3) tahap konseptualisasi, dan (4) tahap Eksperimentasi (Kolb, 1981: 24-26). Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman prinsipprinsip yang mendasari pengalaman serta perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain. Konsep-konsep yang diperoleh kemudian diinternalisasi melalui proses menemukan, memperkuat, dan menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan keluasan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dapat dilakukan dengan menggunakan strategi REACT. Startegi REACT merepresentasikan metode yang digunakan oleh guru-guru terbaik dan juga metode yang didukung oleh penelitian bagaimana cara terbaik orang belajar (Crawford, 2001: 1). Strategi ini memberikan kesempatan pada siswa untuk pengembangan konsep baru melalui aktivitas penemuan sendiri, penyusunan model dalam pemecahan masalah, penanaman sikap positip, partisipasi aktif dan saling berbagi untuk memenuhi kebutuhan yang beragam. Siswa SMP pada dasarnya sudah memiliki pengalaman baik yang diperoleh dari kelas sebelumnya maupun dari benda kongkrit sekitar. Pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa apabila pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya menjadi bagian dalam rancangan pembelajaran. Rumusan Masalah a. Apakah pembelajaran matematika berbasis experiential learning dengan Strategi REACT pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik kelas VIII SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013? 4 b. Apakah pembelajaran matematika berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT pada materi bangun ruang sisi datar mampu meningkatkan Keterampilan Komunikasi Matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013? c. Apakah pembelajaran matematika berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT pada materi bangun ruang sisi datar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013? Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika berbasis experiential learning dengan Strategi REACT pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik kelas VIII SMPN 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. b. Untuk mengetahui peningkatan Keterampilan Komunikasi Matematis pada pembelajaran matematika berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT materi bangun ruang sisi datar pada siswa kelas VIII SMPN 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. c. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika materi bangun ruang sisi datar pada pembelajaran berbasis Experiential Learning melalui strategi REACT pada siswa kelas VIII SMPN 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. Kajian Teori Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian yang berkaitan dengan pentingnya perencanaan pembelajaran adalah: Pembelajaran dikelas komunikatif ketika guru merancang pembelajaran yang terkait dengan pengalaman peserta didik (experiential learning) (Millenbah dan Millspaugh, 2003, Guo dan Jingping, 2006). Pembelajaran berasaskan Kolb (Experiential learning) dapat meningkatkan prestasi belajar dibanding dengan pembelajaran tradisional (Rohailla dkk, 2005). Strategi REACT lebih memusatkan perhatian pada pengajaran dan pembelajaran sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik (Crawford, 2001). Perangkat pembelajaran matematika melalui pendekatan kontekstual dengan strategi Relating, Experienting, Applying, Cooperating, Transfering (REACT) pada materi Dimensi Tiga dapat mengantarkan capaian ketuntasan, serta berpengaruh terhadap peningkatan komunikasi matematis (Laelasari, 5 2010). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Experiential Learning melalui Strategi REACT pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis (Sofi’i, 2011). Pembelajaran berbasis Experiential Learning Elemen penting dalam pembelajaran adalah pengalaman peserta didik, keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran perlu menggunakan pengalaman mereka untuk merumuskan dan menguji konsep-konsep abstrak (McGlinn, 2003: 143). Pengalaman konkrit dalam pembelajaran belajar melalui pengalaman langsung (Kolb, 1981: 24). keterampilan transfer of learning merupakan kemampuan internal seseorang yang terorganisasi yang dapat membantu peserta didik dalam proses belajar, berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan yang disebut dengan strategi kognitif. Salah satu proses pembelajaran yang mengunakan strategi kognitif adalah teori experiential learning (Baharuddin dan Wahyuni, 2007). Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu 1) pengalaman nyata, 2) observasi refleksi, 3) konseptualisasi, dan 4) tahap implementasi ( Green dan Taber, 1978). Teori Experiential learning mendefini-sikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman, pengetahuan sebagai hasil dari kombinasi pengaitan dan mentransformasikan pengalaman (Kolb, 1981: 2). Teori Experiential learning menggambarkan model dialektis terkait pengalamannyata (Concrete Experience/CE) dan konseptualisasi abstrak (Abstract Conceptualisation/ AC) dan model dialektis terkait transformasi pengalaman observasi reflektif (Reflective Observation/RO) dan eksperimen aktif (Active Experimentation/AE). Siklus pembelajaran menurut teori experiential learning dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut. Concrete Experience Feeling Reflective Observation Watching Active Experimentation Doing Abstract Conceptualisation Thinking Gambar 2.1. Experiential Learning Model Kolb ( Sumber: Kolb, 1981:24) 6 Proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang, pengalaman tersebut kemudian direfleksi secara individu (Noddings, 1990: 7). Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain. Pengalaman yang direfleksikan diatur kembali sehingga membentuk pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Menurut Experiential learning theory, agar proses belajar mengajar efektif, proses belajar mencakup 4 kemampuan (Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 167). Empat kemampuan dalam experiential learning seperti Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Kemampuan peserta didik dalam belajar berbasis experiential learning Kemampuan Concrete Experience (CE) Reflection Observation (RO) Uraian Peserta didik melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru Peserta didik mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi Abstract Peserta didik menciptakan konsep-konsep Conceptualization yang mengintegrasikan observasinya (AC) menjadi teori yang sehat Pengutamaan Feeling (perasaan) Wathcing (mengamati) Thinking (berpikir) Strategi REACT dalam Pembelajaran Metode-metode pengajaran yang digunakan oleh sebagian guru mungkin saja berhasil baik untuk generasi terdahulu, tapi tidak berhasil untuk saat sekarang, untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang lain. Berdasar hasil penelitian, strategi-strategi pembelajaran yang mampu mengembangkan pemahaman peserta didik didasarkan pembelajaran kontekstual yang sifatnya essensial yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, transfering (REACT) ( Crawford, 2001: 2, Wahyudin, 2008: 39). a. Relating Relating atau menghubungkan adalah belajar dalam konteks pengalaman kehidupan seseorang atau pengetahuan yang ada sebelumnya (Crawford, 2001: 3). Guru menggunakan relating ketika mereka mengkaitkan sebuah konsep baru pada sesuatu yang sepenuhnya dikenal peserta didik, menghubungkan apa yang peserta didik ketahui dengan informasi yang baru. Hasil penelitian menunjukkan walaupun peserta didik bisa 7 membawa ingatan atau pengetahuan yang dimiliki peserta didik pada situasi yang baru mereka bisa saja gagal mengenal relevansinya, oleh karena itu guru harus memberikan lingkungan sehingga peserta didik mengaktifkan ingatan atau pengetahuan yang dimilikinya sekaligus mengingatkan relevansinya (Crawford, 2001: 3). b. Experiencing Peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya yang relevan dengan informasi baru tentu tidak mungkin dapat membuat hubungan apa–apa antara informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya. Apabila hal ini terjadi, maka guru dapat mengatasi hal ini dan membantu peserta didik menyusun pengetahuan baru dengan berbagai pengalaman yang terjadi dalam kelas, yang disebut dengan mengalami experiencing (Crawford, 2001: 5). Pengalaman yang terus menerus diberikan dalam kelas dapat berupa penggunaan manipulatif, dan aktivitas–aktivitas peserta didik lainnya dalam menyelesaikan soal. Melalui aktivitas inilah peserta didik akan memperoleh keterampilan untuk menyelesaikan soal, berpikir analisis, komunikasi dan interaksi kelompok. Manipulasi objek sederhana yang dapat dipindah-pindah oleh peserta didik untuk menggambarkan konsep abstrak dengan kongkrit. c. Applying Mengaplikasikan adalah suatu strategi belajar dengan menerapkan konsep– konsep untuk digunakan. Konsep–konsep matematika digunakan pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas menyelesaikan masalah yang diberikan oleh Guru terutama untuk menyelesaikan soal–soal latihan atau tugas–tugas lain. Guru juga dapat memotivasi dengan menerapkan latihan yang realistis dan relevan. d. Cooperating Bekerja sama adalah belajar dalam konteks sharing, merespon, dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya (Crawford, 2001: 11). Bekerja dengan teman sebaya dalam kelompok kecil, sebagian peserta didik akan merasa kurang terbebani dan mengajukan pertanyaan tanpa merasa malu. Mereka juga akan lebih mudah menjelaskan pemahaman mereka tentang konsep pada peserta didik yang lain. Dengan mendengarkan peserta didik lain dalam kelompok, peserta didik akan mengevaluasi ulang dan merumuskan ulang tingkat pemahaman mereka. Mereka belajar untuk menghargai pendapat yang lain. e. Transfering 8 Mentransfer merupakan penggunaan pengetahuan dalam konteks baru atau situasi baru, peserta didik yang belajar dengan pemahaman juga dapat mentransfer pengetahuan (Crawford, 2001: 14). Bila guru merancang tugas–tugas untuk mencapai sesuatu yang baru dan beragam maka minat, motivasi, keterlibatan, dan penguasaan peserta didik terhadap matematika dapat meningkat. Contoh pembelajaran dengan strategi transfering yaitu guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelesaikan soal–soal yang diberikan kemudian peserta didik mentransfer semua pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar, kemudian jawaban dipresentasikan. Komunikasi Matematis Komunikasi merupakan pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa. Pengungkapan pikiran dan gagasan matematis akan mudah disampaikan dengan menggunakaan bahasa tulis (Junaedi, 2010: 11). Komunikasi merupakan bagian essensial dari matematika (Wahyudin, 2008: 38). Ada dua alasan mengapa matematika sebagai alat komunikasi yaitu: (1) mathematics as a language, dan (2) mathematics learning as social activity (Baroody, 1993: 118). Matematika tidak sekedar sebagai alat berfikir, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah tetapi matematika juga digunakan sebagai alat untuk menyampaikan berbagai macam ide atau gagasan secara jelas, ringkas, dan tepat. Matematika sebagai aktivitas sosial, dalam pembelajaran matematika, interaksi antar peserta didik, komunikasi guru-peserta didik bagian penting untuk memelihara potensi matematis peserta didik. Menurut NCTM (1989 : 214), indikator komunikasi matematis meliputi: a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; b. Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; c. Kemampuan dalam menggunakan istilah, notasi matematika dan struktur untuk menyejikan ide, menggambarkan hubungan dengan model situasi. Menurut Ramberg dan Chair dalam Sumarmo (2003:14) dan Syahban (2011:2), komunikasi matematis meliputi beberapa indikator berikut: a. peserta didik dapat menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; 9 b. peserta didik dapat menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; c. peserta didik dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbul matematika; d. peserta didik dapat mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e. peserta didik dapat membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis; f. peserta didik dapat membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; g. peserta didik dapat membuat pertanyaan matematika yang dipelajari. Kerangka Berpikir Ausubel dengan teori ”belajar bermakna”, belajar sebagai suatu proses dimana informasi baru dihubungkan (relating) dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar, pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Prinsip Piaget menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar. Asumsi belajar Bruner mengatakan, peserta didik mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang sudah diperoleh sebelumnya. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran adalah motivasi. Motivasi merupakan komoditi yang sangat dibutuhkan oleh semua orang untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi juga sebagai sumber energi yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila sumber energi/motivasi peserta didik tinggi, maka ia akan mempunyai minat dan perhatian untuk beraktifitas, bekerja keras dan memberikan waktu yang lebih untuk mencapai usaha tersebut, serta terus bekerja sampai tugas terselesaikan. Dalam pembelajaran materi Bangun Ruang Sisi Datar yang diajarkan pada peserta didik kelas VIII. Strategi pembelajaran yang kami pandang mendekati karakteristik dengan materi ini adalah pembelajaran berbasis experiential learning dengan strategi Relating, experienting, applying, cooperating, dan transferring (REACT). Tahapan pembelajaran berbasis experiential learning dengan strategi REACT, memberikan kesempatan seluas-luasnya 10 pada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta didik dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari (Konstruktivisme). Pembelajaran berbasis experiential learning dengan strategi REACT, yang meliputi langkah-langkah pendahuluan, pengembangan, penerapan, dan penutup, yang mana dalam Struktur Pengajaran Matematika (SPM) sudah terbukti dan banyak digunakan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran berbasis experiential learning dengan strategi REACT ini diawali dengan tugas mandiri dirumah dalam bentuk tugas terstruktur dari buku peserta didik. Tugas ini diharapkan mampu mengaktifkan peserta didik dalam belajar secara mandiri. Peserta didik diberi tugas untuk membuat catatan kecil atau rangkuman serta latihan. Diawal pembelajaran direview semua tugas yang peserta didik kerjakan dirumah. Dalam proses pembelajarannya peserta didik diarahkan untuk mengingat kembali pengalaman sebelumnya yang terkait dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari, melalui pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Pada tahap ini diharapkan aktivitas peserta didik dapat meningkat karena pengalaman sebelumnya berguna untuk mempelajari materi lain. Proses pembelajaran seperti tersebut di atas dilakukan berkali-kali, sehingga peserta didik menjadi terbiasa melakukan tahapan-tahapan keterampilan Komunikasi Matematis selama pembelajaran. Pengalaman peserta didik sebelumnya dikaitkan dengan materi/pengetahuan baru yang dipelajari, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Semakin terbiasa peserta didik melakukan aktivitas belajar dan tahapan Keterampilan Komunikasi Matematis, semakin memantapkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik, sehingga apabila dilakukan tes terhadap kemampuan komunikasi matematis, akan mencapai bahkan melebihi batas ketuntasan minimal yang ditetapkan. Terjadinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis, menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis experiential learning dengan strategi REACT yang dikembangkan efektif. Hipotesis Tindakan a. Penggunaan Strategi REACT berbasis experiential learning pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik kelas VIIIH SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. 11 b. Penggunaan Strategi REACT berbasis experiential learning pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan Keterampilan Komunikasi Matematis pada peserta didik kelas VIIIH SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. c. Penggunaan Strategi REACT berbasis experiential learning pada materi Bangun Ruang Sisi Datar mampu meningkatkan hasil belajar pada peserta didik kelas VIIIH SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2012/2013. 12