Pendidikan IPS dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai

advertisement
ISSN 0215 - 8250
PENDIDIKAN IPS YANG POWERFUL DALAM KURIKULUM
BERBASIS KOMPETENSI
oleh
Sukadi
Jurusan PPKn
Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Pembaharuan kurikulum Pendidikan IPS Tahun 2004 berbasis
kompetensi (KBK) menghendaki pelaksanaan program Pendidikan IPS
yang powerful. Hal ini dicirikan oleh pengembangan program Pendidikan
IPS yang bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan menarapkan
prinsip belajar aktif. Begitu pula Pendidikan IPS bertujuan meningkatkan
kecakapan hidup (life skills) siswa untuk menjadi kompetensi yang dapat
digunakan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Pendidikan IPS yang seperti ini adalah yang mengintegrasikan
praktik tradisi Pendidikan IPS sebagai pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan ilmu-ilmu sosial, pendidikan inkuiri reflektif, pembelajaran
terpadu, dan pendidikan partisipasi sosial. Dalam pelaksanaanya
(pembelajarannya, pengembangan sumber dan materinya, dan
penilaiannya) haruslah berbasis pada pendekatan konstruktivisme yang
memusatkan siswa sebagai subjek yang membangun dan mengembangkan
pengetahuan dan kompetensinya secara mandiri
Kata kunci : pendidikan IPS powerful, kurikulum berbasis kompetensi, life
skills, dan konstruktivisme.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
ABSTRACT
The new Social Studies’s competency-based curriculum (2004)
need to conduct powerful social studies education program. This has some
characteristics in developing social studies program, namely: meaningful,
integrated, value-based, challenging, and make students active. Social
studies is also aimed at improving students’ life skills in order to be
competences useful to the community, nation, and state.This such social
studies is integrated social studies as citizenship education, social science
education, reflective inquiry, social integrated learning, and social
participation. In the implementation of this curriculum (instruction,
resources and content development, and assessment) should base to
constructivism that focus the students as subjects constructing and
developing their own knowledge and competences.
Key words: powerful social studies, competency-based curriculum, life
skills, and constructivism.
1. Rasional
Sejalan dengan kebijakan pemerintah, khususnya Depdiknas, dalam
upaya implementasi kurikulum 2004 berbasis kompetensi, Dinas
Pendidikan Kabupaten Buleleng telah mensosialisasikan dan menghimbau
sekolah-sekolah (dari tingkat SD hingga SMP dan SMA/SMK) untuk
melaksanakan kurikulum tahun 2004 yang lazim disebut kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) dalam pelaksanaan program pendidikan
mereka. Dua sekolah, yaitu SMA Negeri 1 Singaraja dan SMP negeri 1
Singaraja, bahkan telah melaksanakan pilot project untuk penerapan
KBKini sejak tahun ajaran 2002/2003.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
Sebagai bagian integral dari program-program pendidikan dan
pengajaran, penerapan KBK diharapkan meliputi seluruh mata pelajaran
yang ada di sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku. Mata pelajaran
rumpun IPS juga tidak terlepas dari penerapan kurikulum ini. Ini berarti
bahwa untuk mata pelajaran rumpun IPS tidak tertutup kemungkinan,
bahkan wajib, harus menerapkan kurikulum baru ini dalam pelaksanaan
program-program pendidikan dan pengajarannya.
Sesuai dengan misi yang hendak dicapai dalam pembaharuan
pelaksanaan kurikulum di Indonesia ini, visi, misi, dan tujuan Pendidikan
IPS di sekolah juga mengalami proses transformasi. Pada dasarnya
pembaharuan ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia yang kini kondisinya sangat terpuruk. Bagi Pendidikan IPS
setidak-tidaknya melalui KBK ini diharapkan dapat menjadi wahana
pendidikan demokrasi yang lebih substansial, dalam arti learning
democracy, in democracy, and for democracy tanpa harus meninggalkan
karakteristik utamanya sebagai upaya nation and character building
(Winataputra, 2001).
Masalahnya, masih banyak kalangan ilmuwan dan praktisi
Pendidikan IPS yang salah dalam menginterpretasikan makna pembaharuan
kurikulum Pendidikan IPS berbasis kompetensi ini. Dalam berbagai
kesempatan seminar dan kegiatan sosialisasi KBK Pendidikan IPS ke
sekolah-sekolah, masih banyak teman sejawat dosen dan guru-guru yang
menilai perubahan yang terjadi dari Kurikulum IPS Tahun 1994 ke
Kurikulum IPS Tahun 2004 berbasis kompetensi hanyalah perubahan yang
bersifat redaksional belaka. Alasannya, perubahan yang ditunjukkan dalam
dokumen kurikulum intinya, di samping hanya menyederhanakan jumlah
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
pokok materi yang termuat dalam satuan kelas, juga hanya mengubah
redaksi tujuan pembelajaran menjadi bentuk-bentuk kompetensi yang harus
dicapai dalam bahasa standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator
hasil belajar. Perubahan seperti ini menurut banyak praktisi Pendidikan IPS
hanyalah mengubah tujuan belajar menjadi kompetensi belajar, sedangkan
inti dan maknanya sama saja. Atas latar belakang inilah artikel ini perlu
menjelaskan kembali hakikat Pendidikan IPS yang powerful dalam
kurikulum berbasis kompetensi.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Sekolah
Munculnya kebijakan pengembangan dan pelaksanaan KBK secara
umum dapat dikatakan dilatarbelakangi oleh, antara lain: perkembangan
iptek yang sangat pesat, pengaruh globalisasi, pengaruh perkembangan
demokrasi dan HAM, perubahan budaya dan pola hidup, kemerosotan mutu
pendidikan di Indonesia, dan akhirnya krisis multidimensi yang dihadapi
Indonesia. Atas dasar latar belakang seperti ini maka sebagai upaya
mengatasi masalah keterbelakangan pendidikan dan mutu sumber daya
manusia Indonesia dalam pembangunan di era global, dikembangkanlah
paradigma baru pendidikan Indonesia abad ke-21 dengan paradigma Broadbased Education (Depdiknas, 2001). Untuk mendukung paradigma ini,
maka substansi baru pendidikan juga perlu dikembangkan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan hidup masyarakat Indonesia dalam percaturan pesaingan
internasional dewasa ini, yaitu substansi pendidikan kecakapan hidup (life
skill) dengan orientasi pada pengembangan keterampilan hidup yang
meliputi pengembangan keterampilan personal, sosial, intelektual,
akademis, dan vokasional. Kurikulum yang diyakini bisa menjamin
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
pencapaian penguasaan substansi life skills ini adalah kurikulum berbais
kompetensi yang dalam pelaksanaannya di sekolah atau di kelas akan diatur
dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dan masyarakat
(Suryadi, 2002). Jadi, untuk memahami makna KBK sesungguhnya
tidaklah bisa dipisahkan dari latar belakang yang mendasari keseluruhan
kebijakan pendidikan di atas. Tentu sangatlah fatal salahnya kalau hanya
menafsirkannya dengan sekadar perubahan nama atau bentuknya saja tanpa
ada perubahan isi atau maknanya.
Mengapa kurikulum berbasis kompetensi dan apa yang salah
dengan kurikulum 1994 yang beroriantasi tujuan? Kurikulum berorientasi
tujuan cenderung mengutamakan tujuan pengajaran dari pada
pemberdayaan siswa; cenderung sentralistik dalam amnajemen;
mengutamakan penguasaan keilmuan dan informasi dalam substansi; sarana
pedoman untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; padat
dengan materi pengetahuan yang tidak bermakna (artificial); membatasi
kreativitas guru dan siswa baik dalam proses maupun produk belajar;
berorientasi pada penilaian aspek kognisi belaka; serta kurang
mengakomodasi kebutuhan dan keragaman daerah, masyarakat, sekolah,
dan siswa dalam perancangan pembelajaran dan belajar siswa. Sebaliknya,
KBK diharapkan bertujuan pada pemberdayaan dan pengembangan
kompetensi kecakapan-kecakapan hidup; desentralistik dalam manajemen;
berorientasi pada penguasaan kompetensi life skills untuk kehidupan di
masyarakat tanpa mengabaikan bobot keilmuan dan informasi dalam
substansi; sarana pedoman pencapaian kompetensi untuk bekal hidup dan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; mengandung pokokpokok materi keilmuan dan pengembangan life skills yang berguna
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
(meaningful); mengembangkan kreativitas guru dan siswa baik dalam
proses maupun produk belajar; berorientasi keterpaduan penilaian aspek
kognisi, disposisi nilai-nilai dan sikap, komitmen, serta keterampilan
praktik profesional; mengakomodasi kebutuhan dan keragaman daerah,
masyarakat, sekolah, dan siswa dalam pengembangan proses dan hasil
belajar; serta berorientasi pada proses belajar, learning output dan learning
outcome. Perubahan dari kurikulum 1994 ke kurikulum berbasis
kompetensi, karena itu, diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan
sekolah melalui penguasaan baik kompetensi keilmuan maupun kompetensi
life skills oleh peserta didik yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan di era
kemajuan iptek seperti sekarang.
Ada beberapa implikasi KBK sesuai dengan karakteristik seperti di
atas. Pertama, kurikulum kompetensi menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal. Ini berarti
program pendidikan dan pembelajaran di sekolah haruslah dapat membantu
siswa baik secara individual maupun klasikal mencapai pembentukan dan
pengembangan kompetensi dasarnya (minimal) yang mencakup kompetensi
standar rumpun mata pelajaran, kompetensi lintas kurikulum, dan
kompetensi tamatan. Dengan ketercapaian kompetensi ini sekurangkurangnya siswa dapat menguasai pengetahuan, memiliki nilai-nilai dan
sikap, serta keterampilan dasar pokok yang dibutuhkan minimal untuk
bekal hidup yang harmonis di masyarakat maupun untuk kepentingan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua, KBK berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Ini
berarti bahwa pembelajaran berdasarkan KBK haruslah mampu mencapai
hasil belajar minimal yang diinginkan berupa pencapaian kompetensi
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
dasar. KBK juga menjamin keberagaman dalam belajar dan pembelajaran
sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi dukungan lingkungan alam dan
budaya, potensi sekolah dan masyarakat, dan sebagainya. Di sini ada
prinsip keseragaman dalam kebijakan tetapi beragam dalam pelaksanaan.
Artinya, KBK memberikan pedoman program yang sama dalam pencapaian
standar minimal kompetensi yang harus dicapai tiap-tiap individu siswa,
kelas, sekolah, atau daerah, tetapi dalam pelaksanaannya, tiap daerah,
sekolah, kelas, atau individu siswa dapat mengembangkan sendiri strategi,
media, sarana, sumber, dan tingkat pencapaiannya, yang penting
kompetensi dasar minimalnya dapat tercapai.
Ketiga, penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi. Kompetensi standar yang harus
dicapai yang ditetapkan dalam KBK sama untuk semua daerah atau sekolah
atau siswa, tetapi guru dan siswa diberikan kesempatan untuk dan harus
dapat berkreativitas mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran
yang bervariasi untuk dapat mencapai kompetensi standar yang telah
ditetapkan.
Keempat, guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa.
Karena itu, guru tidaklah harus berperan sebagai pengajar semata-mata
yang memberikan sumber informasi kepada siswa. Guru dapat dan harus
berperan sebagai koordinator, fasilitator, dan motivator bagi upaya belajar
siswa dalam menggunakan berbagai sumber belajar yang dapat
dikembangkan bersama antara guru dan siswa. Beberapa sumber belajar
yang bersifat edukatif selain guru dapat saja digunakan siswa sebagai
sumber belajar, seperti orang tua, tokoh masyarakat, para ahli,
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
profesionalisme, perpustakaan, media massa, pejabat pemerintahan, dan
sebagainya.
Kelima, penilaian dilakukan berbasis kelas yang memadukan
penilaian proses dan hasil belajar secara berkelanjutan. Ini berarti penilaian
terhadap keberhasilan pembelajaran dan belajar siswa haruslah merupakan
keterpaduan dengan seluruh kegiatan belajar di kelas baik yang mencakup
penilaian terhadap proses belajar maupun produk belajar dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian proses dan hasil belajar yang
bersifat autentik.
Keenam, dengan berorientasi pada kompetensi maka KBK
mensyaratkan penerapan prinsip belajar tuntas dalam pencapaian
kompetensi dasar minimal. KBK akan tetap sia-sia jika siswa tidak dapat
mencapai ketuntasan belajarnya.
3. Pendidikan Ilmu-ilmu Siswa (IPS) yang Powerful
Hakikat pendidikan ilmu-ilmu sosial dalam KBK dijelaskan bahwa
mata pelajaran rumpun ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan dimensidimensi ruang, waktu, dan nilai-nilai/norma dalam mengkaji dan
memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan
berupaya memberikan pengetahuan dan mengembangkan sikap dan
keterampilan sosial siswa untuk dapat dijadikan dasar dalam
mengembangkan kemampuannya untuk beradaptasi sebagai upaya
memperjuangkan kelangsungan hidup yang harmonis, sejahtera, dan damai
(Depdiknas, 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk pemahaman akan
dimensi ruang dalam ilmu sosial dimanfaatkanlah fakta, konsep, dan
generalisasi dalam ilmu geografi. Untuk pemahaman dimensi waktu
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
dimanfaatkan pula fakta, konsep, dan generalisasi ilmu sejarah. Sedangkan
untuk pemahaman dimensi nilai-nilai/norma, dimanfaatkan fakta-fakta,
konsep, dan generasilisasi ekonomi, sosiologi, dan antropologi. Dengan
tegas dinyatakan dalam KBK ini bahwa tidak seperti kelima ilmu bidang
sosial di atas, ilmu-ilmu sosial seperti hukum, politik, dan psikologi tidak
diberikan secara tersendiri dalam mata pelajaran ilmu sosial kecuali untuk
membantu beberapa kajian yang relevan. Dengan hakikat seperti itu, ruang
lingkup substansi IPS dalam KBK ditentukan mencakup: sistem sosial
(Sosiologi); gejala alam dan kehidupan (Geografi); sumber daya dan
kesejahteraan
(Ekonomi);
kebudayaan
(Antropologi);
waktu,
kesinambungan, dan perubahan (Sejarah); serta perubahan masyarakat
(Sosiologi dan Antropologi) (Depdiknas, 2002).
Bagaimanakah ciri Pendidikan IPS yang powerful? NCSS (2000:1113) menjelaskan bahwa IPS yang powerful memiliki lima prinsip dalam
aplikasinya yang dapat berimplikasi pada apa yang harus diketahui guru,
apa yang harus dilakukannya, dan disposisi apa yang harus dimilikinya.
Kelima prinsip itu adalah belajar dan pembelajaran IPS haruslah bermakna
(meaningful), integratif, berbasis nilai-nilai (value-based), menantang
(challenging), dan belajar yang aktif (learning is active). KBK IPS dapat
memenuhi persyaratan pengembangan pembelajaran yang powerful.
Pembelajaran IPS dikatakan bermakna apabila siswa belajar IPS
dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, sikap,
dan keterampilan sosial dan kewarganegaraannya yang dapat bermanfaat
langsung baik untuk diri pribadinya, kehidupannya di masyarakat, dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk kepentingan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk ini pembelajaran IPS
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
haruslah menekankan pendalaman perkembangan ide-ide penting dalam
cakupan topik yang cukup esensial dalam pembelajaran ide-ide penting ini,
sehingga mampu meningkatkan pemahaman, apresiasi, dan kemampuan
siswa mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kebermaknaannya akan
tergantung pula bagaimana content pelajaran dipelajari oleh siswa dan
bagaimana aktivitas siswa dapat ditingkatkan. Untuk ini tidaklah diperlukan
materi yang banyak tetapi bersifat artifisial, melainkan cukup yang esensial
saja tetapi bermakna. Guru perlu melakukan refleksi secara terus menerus
untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai belajar dan pembelajaran
IPS.
Belajar dan pembelajaran IPS, selanjutnya dikatakan integratif
apabila pembelajaran IPS dapat dilakukan melalui topik-topik dengan
pendekatan bersifat multdisciplinei, interdiscipline, dan crossdiscipline
dengan memadukan pula pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai dan sikap, dan
keterampilan sosial menjadi kompetensi untuk bertindak. Materi pelajaran
IPS juga mencakup materi lintas waktu, lintas ruang, lintas nilai-nilai atau
norma, dan lintas kurikulum.
Belajar dan pembelajaran IPS dikatakan berbasis nilai (value-based)
apabila pembelajaran IPS tidak hanya concern pada fakta-fakta, peristiwa,
konsep, dan generalisasi IPS semata, melainkan lebih memfokuskan pada
etika di balik topik-topik yang dikaji yang memungkinkan peserta didik
membahas isu-isu kontroversial yang menyediakan arena untuk refleksi
bagi pengembangan kebajikan dan nilai-nilai sosial. Belajar IPS berbasis
nilai seperti ini menyadarkan siswa akan potensi pembelajaran pada
implikasi kebijakan sosial yang dengan demikian melatih siswa berpikir
kritis dan membuat keputusan terhadap beberapa isu-isu sosial. Dengan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
berbasis nilai juga berati bahwa pembelajaran IPS tidaklah harus
mengajarkan keyakinan atau pandangan personal, politik, atau sekte
tertentu, melainkan dapat menyadarkan siswa pada kompleks dan dilema
nilai pada satu isu, mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang
mungkin terjadi pada individu atau kelompok yang potensial dalam
mengambil tindakan, dan mengembangkan pertimbangan yang bernalar,
yang konsisten dengan nilai-nilai sosial politik yang demokratis. Guru
harus mendorong terhadap pengakuan atas adanya pandangan yang
beroposisi, respek terhadap pandangan yang rasional dengan dukungan data
yang memadai, sensitif terhadap persamaan dan perbedaan budaya, dan
komitmen terhadap tanggung jawab sosial.
Belajar dan pembelajaran IPS akan bersifat menantang apabila
siswa terpancing rasa ingin tahunya untuk mencapai tujuan belajar baik
secara individual, group, maupun klasikal; guru mencontohkan semangat
untuk mencapai tujuan belajar dan berwawasan luas dalam melakukan
inkuiri, dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat memotivasi
siswa untuk menunjukkan kualitas yang sama dengan guru; dan guru harus
menunjukkan minat dan respek terhadap pemikiran siswa serta meminta
argumentasi siswa yang bernalar dengan baik dan penuh komitmen.
Akhirnya, pembelajaran IPS haruslah dapat membuat siswa belajar
aktif di mana terjadi proses berpikir reflektif dalam pengambilan keputusan;
siswa mengembangkan pemahaman baru melalui proses konstruksi
pengetahuan secara aktif; terjadi wacana yang interaktif yang memfasilitasi
pengkonstruksian makna yang diperlukan untuk mengembangkan
pemahaman sosial yang penting; serta secara gradual guru dapat
memodifikasi peran dari semula bersifat memberi contoh, menjelaskan, dan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
menyediakan informasi ke arah pembelajaran secara kooperatif, partisipatif,
dan mandiri, sehingga siswa dapat belajar secara autentik.
4. Pengembangan Kompetensi Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPS
Berbasis Kompetensi
Sesungguhnya tidak ada kesepakatan di antara para ahli dan praktisi
pendidikan IPS tentang materi apa dan bagaimana mengajarkannya dalam
pembelajaran IPS. Namun demikian, semua sepakat bahwa IPS mestilah
dapat berkontribusi pada pembentukan warga masyarakat dan warga negara
yang baik yang dicirikan oleh pemilikan pengetahuan, komitman,
keterampilan dan partisipasi sosial dalam mengambil keputusan masalahmasalah sosial baik di tingkat lokal, daerah, nasional, maupun global secara
cerdas dan bertanggung jawab. Karena itu, pengembangan kompetensi hasil
belajar dalam pembelajaran IPS mestilah merujuk kepada tujuan-tujuan
tersebut.
Remy (1980) menjelaskan bahwa kompetensi dasar dalam IPS itu
hendaklah memiliki karakteristik bersifat esensial dan terbatas; universal
dalam kepentingan tugas-tugas kemasyarakatan dan kewarganegaraan;
bersifat generik, dalam arti dapat diaplikasikan dalam berbagai ranah
kehidupan di mana individu melatih kewarganegaraannya; harus dapat
diajarkan secara kontinu pada semua level pendidikan; berbasis pada nilainilai tertinggi yang dijunjung tiap-tiap individu sebagai warga negara; dan
merupakan nilai bagi masyarakat untuk melestarikan kebudayaan dan
mengembangkan dirinya. Ada tujuh kompetensi dasar yang layak
dikembangkan dalam IPS, yakni: memperoleh dan menggunakan informasi,
menilai
keterlibatan,
membuat
keputusan
dan
pertimbangan,
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
berkomunikasi, bekerja sama, dan memajukan kepentingan-kepentingan.
Selanjutnya, Bar, et al. Sebagai dikutip oleh Wahab (2002), menjelaskan
bahwa social studies itu haruslah dapat mencapai tujuan dalam
mengembangkan kompetensi warga negara untuk memiliki pengetahuan
tentang pengalaman manusia di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan;
mengembangkan keterampilan memproses informasi; mengembangkan
keyakinan dan nilai-nilai yang benar; dan mengembangkan partisipasi
sosial. NCSS (2000) dalam mengembangkan kompetensi standar untuk
social studies di Amerika menggolongkan menjadi kompetensi standar
tematik dan bidang keilmuan. Dalam standar tematik dikembangkan
kompetensi untuk peningkatan pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, sikap,
keterampilan sosial dan kewarganegaraan yang berkkaitan dengan tematema seperti: budaya dan keragamannya; waktu, kontinuitas, dan
perubahan; manusia, tempat, dan lingkungan; individu, perkembangan dan
identitas; individu, kelompok, dan pranata sosial; kekuasaan, kewenangan,
dan pemerintahan; produksi, distribusi, dan konsumsi; sains, teknologi, dan
masyarakat; hubungan global; serta cita-cita dan praktik kewarganegaraan.
Dalam standar keilmuan dikembangkan penguasaan keilmuan, sikap, nilainilai, dan keterampilan sosial yang sesuai dengan bidang keilmuan sejarah,
geografi, civics dan pemerintahan, ekonomi, dan psikologi. Dalam
pengembangan standar-standar ini pula apa yang menjadi harapan guru dan
siswa dalam penguasaan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, komitmen, dan
keterampilan sosial terpadu yang harus berkembang pada siswa menjadi
pedoman utama.
Kurikulum
IPS
berbasis
kompetensi
mengembangkan
kompetensinya dari visi IPS sebagai mata pelajaran terpadu ilmu-ilmu
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
sosial yang mencakup geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi,
politik, hukum dan psikologi yang diperlukan untuk mengembangkan
pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, dan keterampilan sosial dan
kewarganegaraan untuk memahami dan menciptakan hubungan yang
harmonis antara manusia dan lingkungannya. Sayangnya, pendekatan yang
digunakan untuk mewujudkan tujuan seperti di atas lebih dilihat dari
penguasaan konsep, peristiwa, dan generalisasi bidang keilmuan dari pada
melihatnya dalam tema-tema isu sosial yang integratif sehingga dapat
mengembangkan kemampuan, kepribadian, dan tindakan yang utuh,
integratif, dan komprehensif pula. Tidak mengherankan jika dalam
pengembangan kompetensi dasar dan keilmuan dan indikatornya yang
digunakan untuk penguasaan ruang lingkup IPS ke dalam lima bidangnya
(sistem sosial dan budaya; manusia, tempat, dan lingkungan; perilaku
ekonomi dan kesejahteraan; waktu, keberlanjutan, dan perubahan; dan
sistem berbangsa dan bernegara) tetap seperti kurikulum sebelumnya (1975,
1986, 1994) sangat strik menekankan kemampuan mendeskripsikan konsep,
peristiwa, dan generalisasi bidang keilmuan pendukungnya. Sebagai contoh
pengembangan hubungan antara standar kompetensi mata pelajaran dengan
kompetensi dasar tiap aspek pembelajaran keilmuan, indikator, dan materi
pokoknya pada level kelas VII adalah sebagai berikut.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
Standar Kompetensi I. Kemampuan memahami proses pembentukan
kepribadian manusia
Kompetensi Dasar
1.1Kemampuan mendeskripsikan
proses sosialisasi
Indikator
* Membedakan pengertian peran
dan status sosial
Materi Pokok
Proses
Sosialisasi
* Mendeskripsikan fungsi
sosialisasi dalam
pembentukan peran dan
status sosial
* Mengidentifikasi fungsi nilai
dan norma sosial sebagai
orientasi perilaku sosial
dalam memenuhi kebutuhan
kehidupan
1.2 Kemampuan men-deskripsikan
ber-bagai penyimpa-ngan
sosial dalam keluarga dan masyarakat
* Mengidentifikasi
penyimpangan sosial di
keluarga dan masyarakat
Penyimpangan
Sosial
* Mengembangkan sikap simpati
terhadap pelaku
penyimpangan sosial
* Memberikan gagasan tentang
upaya-upaya pengendalian
sosial
Pengembangan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
dan materi pokok IPS seperti ini, walau telah memberikan kebebasan
kepada guru untuk mengembangkan dan melaksanakannya di sekolah,
kurikulum seperti ini dapat menjebak guru tetap menganggap KBK tidak
banyak membuat perubahan dibandingkan dengan pelaksanaan kurikulum
sebelumnya. Banyak guru menilai perubahan yang terjadi hanya berupa
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
penyederhanaan dan perubahan beberapa pokok materi pelajaran. Hal ini
karena standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang
dikembangkan tidak lebih dari tujuan kurikuler, tujuan umum, dan tujuan
khusus pembelajaran IPS sebelumnya.
Di sinilah sesungguhnya diperlukan kemampuan dan sensitivitas
guru untuk memehami dan menyikapi perubahan yang dimaksud oleh KBK
IPS secara menyeluruh bahwa dengan KBK IPS, perubahan kurikulum
tidaklah sekadar perubahan redaksi tujuan pembelajaran menjadi
kompetensi hasil belajar sebagaimana tertulis dalam dokumen standar
kopetensi dan dokumen kurikulum dan hasil belajar mata pelajaran IPS.
Perubahan yang diinginkan dalam KBK IPS sesungguhnya mencakup
perubahan paradigma kita terhadap status IPS yang tercermin dalam visi,
misi, fungsi, tujuan, ruang lingkup pencapaian kompetensi lintas
kurikulum, standar kompetensi mata pelajaran, kompetensi dasar sebagai
hasil belajar serta materi pokoknya yang baru sebagai satu kesatuan.
Dengan paradigmaseperti ini diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan
pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran IPS di sekolah oleh guru dan
siswa ke arah pembelajaran IPS dan pemberdayaan guru dan siswa yang
lebih powerful dalam tradisi pembelajaran IPS sebagai pendidikan
kewarganegaran, pendidikan ilmu sosial, pendidikan inkuiri reflektif,
pendidikan pembelajaran terpadu, dan pendidikan partisipasi sosial.
Sebagai pendidikan kewarganegaraan, IPS haruslah mampu
mengembangkan kompetensi warga negara menjadi warga negara yang
baik dalam kehidupan masyarakat yang demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 yang dicirikan oleh kemampuan membuat keputusan secara
cerdas dan bernalar dan berpartisipasi dalam pengambilan dan pelaksanaan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
kebijakan publik baik di tingkat lokal, daerah, nasional, maupun global.
Sebagai pendidikan ilmu sosial, IPS haruslah mampu mengembangkan
kompetensi warga negara untuk memahami konsep-konsep dasar,
generalisasi, dan teori-teori ilmu sosial, memiliki sikap dan keterampilan
kerja para ilmuwan sosial, serta mampu menerapkan konsep-konsep dasar
ilmu-ilmu sosial itu dalam interaksi sosial di amsyarakat sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. Sebagai pendidikan inkuri reflektif, IPS
haruslah mampu mengembangkan kompetensi peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, dan keterampilan
sosialnya sendiri melalui kegiatan inkuiri sosial secara reflektif, sehingga
peserta didik dapat hidup mandiri secara sosial serta bersama-sama
mengembangkan rekayasa sosial masyarakat. Sebagai pendidikan dan
pembelajaran terpadu, IPS juga haruslah mampu mengembangkan
kompetensi peserta didik untuk secara aktif memecahkan masalah-masalah
sosial yang dihadapi masyarakat dengan pendekatan cross, multi, dan
interdisiplin. Akhirnya, sebagai pendidikan partispasi sosial, IPS haruslah
mampu mengembangkan kompetensi peserta didik untuk mampu
berpartisipasi sosial dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai tingkatan
kehidupan masyarakat, baik dalam memahami dan mengkritisi masalahmasalah sosial yang ada, memecahkan masalah dan membuat keputusan,
mengembangkan dan mengusulkan alternatif kebijakan, membuat rencana
tindakan, dan melaksanakan tindakan sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kontribusi yang bisa diberikan kepada masyarakat. Seluruh tradisi
program pendidikan IPS ini mestilah dapat dilaksanakan secara integral,
uituh, komprehensif, berkelanjutan, dan bermakna.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
5. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran IPS oleh Guru
Dalam dokumen kebijakan umum KBK (Depdiknas, 2001)
dijelaskan bahwa salah satu prinsip pengembangan dan penerapan KBK
adalah berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan. Prinsip ini
jelas merupakan aplikasi pandangan konstruktivisme dalam pengembangan
kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi. Karena itu, penerapan
pendekatan konstruktivisme ini tampaknya perlu dikuasai oleh guru dan
praktisi pendidikan di daerah yang akan mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik
daerah, sekolah, kelas, dan kebutuhan siswa masing-masing.
Prinsip-prinsip berikut perlu diperhatikan oleh guru dalam
pengembangan dan pelaksanaan KBK IPS di sekolah, yaitu: pengetahuan
sosial dibangun siswa secara aktif, tekanan dalam proses belajar terletak
pada siswa, mengajar adalah membantu siswa belajar, tekanan dalam proses
belajar lebih pada proses dan bukan pada hasil akhir semata, kurikulum
menenkankan partisipasi siswa, dan guru adalah fasilitator (Suparno, 1997).
Dalam pengembangan kurikulum IPS oleh guru dalam bentuk
silabus, guru perlu bekerja sama dengan ahli bidang studi dan pendidikan
atau ahli pendidikan bidang studi dan seluruh kelompok guru IPS dalam
menginterpretasi makna, ruang lingkup, dan tujuan KBK IPS; mengenali
sumber-sumber belajar yang dapat dikembangkan di sekolah atau di suatu
daerah tertentu yang dapat digunakan bersama mengenali muatan materi
lokal yang dapat diintegrasikan dalam KBK IPS; dan mengenali latar
belakang, karakteristik, minat, dan kebutuhan siswa. Kerja sama ini dengan
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
didukung oleh semua unsur terkait seperti dinas propinsi, dinas kabupaten,
komite sekolah, kepala sekolah, dan LPTK, dapat digunakan untuk
pengembangan silabus, pengembangan sumber dan media pembelajaran,
pengembangan strategi belajar dan pembelajaran IPS, serta pengembangan
teknik dan instrumen penilaian.
Guru dan siswa, selanjutnya, bersama dengan pakar pendidikan
bidang studi dengan masih didukung oleh seluruh unsur terkait membuat
komitmen bersama untuk melaksanakan dan melakukan uji coba kurikulum
yang telah dikembangkan ke dalam proses pembelajaran IPS di kelas.
Dalam hal ini pendekatan pembelajaran kontruktivisme sosial dapat
dijadikan landasan pengembangan pembelajaran, baik dalam belajar
pengetahuan sosial yang lebih bersifat teoritis maupun dalam praktik
belajar pengetahuan sosial walau sesungguhnya hal ini tidak perlu
dibedakan. Pengembangan belajar secar mandiri, partisipastif, dan
kooperatif mutlak diperlukan dalam penerapan kurikulum IPS berbasis
kompetensi. Ini bukanlah selektif sifatnya, melainkan wajib.
Dalam proses pembelajaran IPS prinsip-prinsip pembelajaran yang
menerapkan pendekatan konstruktivisme sosial berikut perlu dilakukan,
antara lain: (1) perlunya menciptakan situasi yang aktif terkait dengan
tujuan-tujuan siswa; (2) memajukan interaksi sosial yang berpusat pada
aktivitas akademis; (3) membangkitkan kebutuhan siswa untuk
berkomunikasi dan keinginan untuk berkolaborasi; (4) mengembangkan
aktivitas akademis dalam konteks moral; (5) mendorong penalaran siswa
mulai dari apa yang diketahui siswa, menghormati kesalahan siswa, dan
mengajar dsesuaikan dengan jenis pengetahuan (fisik, logika, dan sosial)
yang ingin dibangun dan dikembangkan; dan (6) berikan waktu yang cukup
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
untuk proses konstruksi pengetahuan sosial (DeVries dan Zan, 1994).
Sementara itu dalam praktik belajar pengetahuan sosial mengintegrasikan
model belajar mandiri, partisipatif dan kooperatif dalam langkah-langkah
pembelajaran IPS berbasis kebijakan publik dapat dilakukan, antara lain:
(1) orientasi kebijakan publik; (2) mengidentifikasi masalah-masalah sosial
di lingkungan sekitar; (3) menggali informasi dari berbagai sumber belajar;
(4) mengembangkan alternatif kebijakan; (5) mengusulkan kebijakan
kelas; (6) mengembangkan rencana tindakan; (7) mengembangkan
portofolio kelas dan dokumentasinya; (8) presentasi portofolio; dan (9)
melakukan refleksi pengalaman belajar (Sukadi, 2002, 2003). Atau dengan
berbasis pengembangan penelitian sosial dilakukan dengan langkahlangkah berikut: (1) mengidentifikasi dan memformulasikan masalah; (2)
mengembangkan kerangka berpikir dan hipotesis kerja; (3)
mengembangkan metodologi penelitian sosial meliputi: (a) menentukan
kancah dan setting penelitian, (b) menentukan informan, (c) mengumpulkan
data dengan peneliti sebagai isntrumen yang didukung dengan teknikteknik wawancara, observasi, tes, kuesioner, dan sebagainya, (d)
menganalisis data; (4) melakukan verifikasi/membuat simpulan; (5)
mengajukan saran/usul kebijakan; (6) membuat laoran penelitian; (7)
presentasi hasil penelitian; dan (8) refleksi pengalaman belajar.
Selanjutnya penilaian belajar berbasis konstruktivisme dapat
dilakukan dengan pendekatan proses dan hasil belajar. Penilaian terhadap
proses belajar dapat dilakukan dengan teknik-teknik dan instrumen seperti
observasi dengan pedoman dan catatan peristiwa dan catatan anekdotnya,
wawancara dengan pedoman wawancaranya, pemberian kueasioner,
pemberian inventori nilai dan skala sikap, daftar bakat dan minat,
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
sosiometri dengan sosiogramnya, dan penilaian proses berbasis portofolio.
Sementara penilaian hasil belajar juga dapat dilakukan dengan
wawancara/tes lisan, tes essay, kuesioner, inventori nilai, skala sikap, tes
objektif, dan penilaian hasil berbasis portofolio.
6. Penutup
Agar KBK IPS tidak menjadi menyesatkan seperti pelaksanaan
program CBSA pada awalnya, mewujudkan IPS yang powerful berdasarkan
KBK merupakan conditio sine qua non. IPS yang powerful itu adalah yang
bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang, dan membuat siswa belajar
aktif. Kompetensi dalam KBK IPS, karena itu, perlu diinterpretasi dalam
keutuhan dan keseluruhan status visi dan misi IPS dalam tardisi sebagai
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan ilmu sosial, pendidikan inquiri
reflektif, pembelajaran terpadu, dan pendidikan partisipasi sosial.
Perwujudannya dalam kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yang
dikembangkan oleh guru perlu mempertimbangkan penerapan prinsipprinsip konstruktivisme sosial yang berasumsi bahwa pembangun
pengetahuan sosial dalam proses belajar IPS yang autentik sesungguhnya
adalah siswa itu sendiri. Namun, dalam pengembangannya guru IPS tentu
tidak perlu bekerja sendiri. Ia dapat bekerja sama dengan teman sejawat,
siswa, orang tua siswa, pakar pendidikan bidang studi, kepala sekolah,
komite sekolah, dan pembina dari dinas pendidikan kabupaten dan propinsi.
Hanya dengan mensinergikan semua potensi pendukung secara optimal,
tampaknya guru IPS dapat diharapkan mencapai tujuan KBK IPS menjadi
IPS yang powerful.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi mata Pelajaran
Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah
Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas.
................... 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar Rumpun belajar Ilmu
Sosial. Jakarta: Depdiknas.
.................... 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kebijakan Umum
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
DeVries, Rheta, dan B. Zan. 1994. Moral Classroom, Moral Children:
Creating a Constructivist Atmosphere in Early Education. New
York and London: Teachers College Press.
NCSS. 2000. National Standards for Social Studies Teachers: National
Standards for Social Studies Teaching, Vol. 1. Washington, DC:
NCSS.
Remy, R C. 1980. Handbook of Basic Citizenship Competencies. Virginia:
ASCD.
Somantri, M.N. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.
Bandung: UPI dan Rosda karya.
Stanley, W B. 1985. Review of Research in Social Studies Education.
Washington, DC: NCSS.
Sukadi, 2003. Implementasi odel Konstruktivis dalam Pembelajaran IPS:
Model Praktik Belajar Kewarganegaraan pada Pembelajaran PPKn
Tingkat SLTP. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP negeri
Singaraja.
Suparno, Paul. 1997.Filsafat Konstruktivisme
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
dalam
Pendidikan.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
ISSN 0215 - 8250
Supratna, N. Dan P. Waterworth. 1997. Tantangan dalam Kurikulum IPS.
Mimbar Pendidikan, Jurnal Pendidikan No. 2 Tahun XVI, 1997. hal:
31-37.
Suryadi, A. (2002). Memahami Life Skills. Media Indonesia, 14 April 2002.
Wahab, A.A. 2002. Guru Profesional dan PIPS yang Kuat. Makalah
disampaikan pada Seminar Sehari IPS, FPIPS IKIP Negeri
Singaraja Tanggal 10 Agustus 2002.
_________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXVIII Oktober 2005
Download