BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis pada saat ini telah berkembang pesat dan mengalami metamorphosis yang berkesinambungan. Setiap pelaku usaha di tiap kategori bisnis dituntut untuk memiliki kepekaan terhadap setiap perubahan yang terjadi dan menempatkan orientasi kepada pelanggan sebagai tujuan utama (Kotler, 2005). Termasuk usaha di bidang kuliner yang berskala kecil seperti warung-warung dan kafe tenda hingga skala besar seperti restoran-restoran kelas atas yang saling bersaing untuk menciptakan suatu differensiasi unik dan positioning bagi konsumen sehingga konsumen mampu membedakan dengan para pesaingnya. Menurut Mitchell ( dalam Rahmawati, 2008) menyebutkan bahwa para pelaku bisnis harus menyiapkan strategi agar dapat menyenangkan hati dan membangun rasa antusias konsumen menjadi suatu experience didalam mengkonsumsi produk dan jasa, sehingga akan membuat mereka terkesan. Dengan begitu pada era modern ini diperlukan pemikiran yang dapat menggeser sebuah pemikiran traditional dalam bidang kuliner (food service) khususnya restoran, yang tidak hanya menyediakan sebuah menu hidangan (makanan dan minuman) saja tetapi dapat menciptakan sebuah pengalaman yang dapat diingat oleh pelanggan. Dengan menampilkan suasana yang nyaman yang didukung desain interior unik dan tersedianya berbagai fasiltas tambahan seperti hiburan music, 1 karaoke, wifi, pemandangan dan sejenisnya serta pelayanan yang tidak hanya memberikan makanan dan minuman kepada setiap customer-nya tetapi menarik emotional pelangganya karena kualitas pelayanan yang baik dengan begitu dapat memanjakan para pelanggan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi customer-nya. Semakin berkembangnya usaha food service ini telah menimbulkan pergeseran pola konsumsi akan makanan dan minuman dimana orang lebih senang untuk makan diluar rumah khususnya pekerja atau seseorang yang sibuk melakukan aktivitas di luar rumah, baik pria maupun wanita yang selalu mencari sesuatu yang bersifat praktis dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Menurut Royan (dalam Remiasa dan Lukman, 2007) dengan adanya perubahan tersebut, menyebabkan terjadinya pergeseran fungsi sebuah kafe dan restoran, yang melahirkan sebuah fenomena sosial dan budaya baru. Pada hakekatnya restoran dan kafe merupakan tempat memenuhi kebutuhan utamanya yaitu makan dan minum tetapi kini restoran tidak hanya digunakan untuk makan dan minum saja tetapi digunakan untuk berkumpul, bersosialisasi, bertukar pikiran, memperluas jaringan dan bahkan menjadi salah satu tempat untuk melakukan prospecting business antar eksekutif perusahaan. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa kebiasaan makan dan minum diluar rumah sudah bertambah luas dari fungsi utamanya bagi kehidupan masyarakat modern saat ini. Dengan bertambah pesatnya perilaku masyarakat maka bagi sebagian orang dianggap sebagai sebuah peluang bisnis oleh para pelaku usaha di bidang kuliner (food service) khususnya kafe dan restoran-restoran kelas atas selain hal tersebut, Page| 2 alasan semakin digemarinya usaha pelayanan makanan dan minuman (food service) ini menurut Atmodjo (2005) dikarenakan adanya beberapa alasan, yaitu : 1. Potensi pasar dalam kategori ini sangat besar dan akan selalu berkembang 2. Alat-alat penghidang makanan, system, control serta pertolongan fisik lainnya yang telah berkembang akan membuat bisnis restoran menjadi semakin mudah dan lancar juga serta semakin menguntungkan. 3. Dengan meningkatnya travel, mobilitas serta berbagai hal yang mengakibatkan keadaan tertentu yang menambah alasan untuk makan diluar, mengakibatkan pertumbuhan usaha pelayanan makanan semakin besar pula. 4. Harga makanan yang menjadi lebih tinggi merupakan kesempatan yang baik untuk mendapatkan banyak uang. Fenomena tersebut memperbesar peluang bagi kota Bandung yang merupakan pusat kuliner dan fashion. Bandung saat ini dijuluki sebagai kota wisata dimana banyak wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke Bandung. Berdasarkan Disbudpar kota Bandung, 2011 usaha food service ini banyak digemari para pengusaha. Berikut ini table mengenai daftar restoran berdasarkan kategori yang berlokasi di daerah Kota Bandung: Page| 3 TABEL 1.1 KATEGORI DAN JUMLAH RESTORAN DI KOTA BANDUNG No Kategori Jumlah 1 Restoran Sunda 74 2 Restoran Indonesia 179 3 Restoran Asia 80 4 Restoran Eropa 115 5 Bar dan Café 85 6 Restoran Siap Saji 10 Total 543 Sumber: Disbudpar Kota Bandung, 2011 Pada tabel 1.1 dapat dideskripsikan secara keseluruhan jumlah restoran di Kota Bandung sebanyak 543 restoran. Kategori didominasi oleh restoran umum sebanyak 186 restoran. kategori kedua didominasi oleh restoran khas Indonesia sebanyak 171 restoran. sedangkan ketiga diduduki oleh restoran berkategori internasional sebanyak 107 restoran. Dilihat dari tabel tersebut maka semakin kompetitif persaingan dalam industry food service ini dikarenakan kategori pelanggan yang menjadi target market mencangkup semua kalangan menjadikan bisnis ini sangat menjanjikan ditambah dengan budaya baru yang timbul di masyarakat dimana masyarakat lebih suka makan Page| 4 diluar rumah sambil menikmati suasana dan pelayanan yang diberikan oleh restoran tersebut. Menurut Kotler (2005) dalam meningkatkan persaingan masing-masing perusahaan dapat memenangkan persaingan tersebut dengan menampilkan produk yang terbaik dan dapat memenuhi selera konsumen yang selalu berkembang dan berubah-ubah. Untuk bisa bersaing pada pasar yang kompetitif para pelaku usaha dituntut untuk mampu menciptakan keunggulan atas produk dan layanan yang diberikan pada customer dalam upaya memuaskan pelanggan serta menciptakan experience bagi pelanggan. Salah satu diferensiasi yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan adalah dengan memberikan pengalaman yang menarik serta tak terlupakan bagi customernya pada saat mereka membeli barang atau jasa perusahaan, sehingga mereka dapat merasakan hal-hal yang menyenangkan yang disuguhkan oleh perusahaan. Memberikan suatu pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan merupakan sebuah interaksi yang dilakukan antara perusahaan dengan pelanggan dengan begitu pelanggan tersebut dapat mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dalam experience economy, peranan emosi sangatlah penting karena emosi merupakan pusat dari kehidupan kita sebagai seorang manusia yang harus saling berinteraksi satu sama lain. Emosi adalah sesuatu yang kita alami dan kita rasakan, sesuatu yang dapat mempengaruhi dan menggerakan kita, menurut Barlow dan Maul (2002 : 2) definisi emotional value adalah sebagai berikut: Page| 5 “Emotional value is the economic value or manetary worth of feelings when customers positively experience an organizations’s products and / or services.” Untuk membuat konsumen berkunjung ke sebuah restoran dan sejenisnya serta merasakan pengalaman yang disuguhkan bukanlah hal yang mudah, karena pada saat ini konsumen akan membeli suatu produk atau jasa yang mampu memberikan nilai tertinggi bagi mereka. Nilai adalah rasio antara apa yang didapatkan dengan apa yang dikeluarkan oleh pelanggan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Halmark Loyalty Group ditemukan indikasi bahwa emotional value juga termasuk ke dalam persamaan nilai pelanggan. Dalam penelitian ini konsumen menegaskan ada 5 faktor pendorong nilai yaitu : product, money, equity, experience dan energy. Dua faktor pertama – produk dan money merupakan pendorong yang bersifat rasional, sedangkan ketiga faktor lainnya merupakan pendorong nilai emosional (emotional value driver). Equity dapat menambahkan esensi dari sebuah merek dan merupakan identitas dan kepribadian merek serta hubungan yang dimiliki dengan pelanggan. Experience merupakan penyajian terakhir dari sebuah interaksi antara perusahaan dengan pelanggan, melalui berbagai media. Experience meliputi semua segi dari customer service, termasuk juga lingkungan dalam restoran. Setiap interaksi dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan hubungan dengan pelanggan. Sedangkan energy adalah pengorbanan dari waktu dan uang yang dilakukan oleh pelanggan untuk memperoleh produk atau jasa yang dibutuhkan dan apakah produk atau jasa tersebut layak untuk dibeli. Perusahaan yang peduli dengan pengorbanan yang dikeluarkan oleh pelanggan akan menguatkan hubungan mereka dengan Page| 6 pelanggan, dalam arti makin sedikit pengorbanan yang dilakukan maka pelanggan akan semakin menyukai perusahaan. Emotional value merupakan perasaan yang dirasakan / dialami oleh pelanggan atau perasaan yang diharapkan pada saat mereka bertransaksi dengan sebuah organisasi dan para karyawannya. Perusahaan perlu menggunakan emotional value seperti memberikan pelayanan yang cepat serta ramah dan menata setiap ruangan dengan nyaman dan indah, sehingga pelanggan yang datang merasa senang dan nyaman ketika melakukan transaksi barang maupun jasa perusahaan. Tidak hanya manajer yang harus bisa menyenangkan pelanggan tetapi karyawan-karyawan yang bekerja harus mengetahui cara bagaimana membuat pelanggan senang dengan pelayanan yang diberikan serta dapat menunjukan empati dan kompetensi yang tinggi dalam berinteraksi secara emotional dengan begitu emotional value dari pelanggan akan meningkat dan merasa nyaman dengan apa yang diberikan dan secara tidak langsung akan mengikat konsumen untuk datang kembali dan akhirnya menjadi pelanggan yang loyal / setia. Salah satu restoran yang mampu menarik turis bilamana datang ke Bandung adalah Warung Lela atau biasa disebut WALE. Tempat ini merupakan restoran yang menyuguhkan menu andalan bakmi yamin. Warung Lela merupakan salah satu restoran yang menjadi tujuan wisata turis untuk mengisi perut. Restoran ini berada di dago atas, tepatnya dijalan Kupa perumahan Rancakendal. Warung ini berdiri sejak tahun 1996. Warung ini menggunakan konsep yang simple untuk memberikan nuansa Page| 7 makan baso yang berbeda daripada yang lain. Kita bisa merasakan makan baso dengan nuansa rumahan dan pemandangan yang indah. Harga yang ditawarkan pun relatif murah untuk semangkok bakmi yamin plus baso. Wale memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki kebanyakan warung bakmi lainnya. Suasana warung yang terbuka dan bergaya etnik serta menghadap ke lembah menyuguhkan pengunjung sebuah pemandangan Bandung dari salah satu sudut yang unik dan jarang ditemui dalam kebanyakan restoran lainnya. Hal inilah yang menjadikan warung Lela menjadi salah satu icon kuliner khas Bandung. (Kompas, Kamis, 13 oktober 2005). Perusahaan tidak hanya cukup mahir dalam menarik pelanggan baru, tapi perusahaan juga harus bisa mempetahankan pelanggan yang sudah ada (Kotler 2005:82). Warung Lela yang sudah lama dirintis ini harus terus meningkatkan inovasi untuk dapat bisa bersaing dengan restoran yang sejenis di daerah dago atas salah satunya di kualitas pelayanan. Warung Lela akan terus meningkatkan kualitas yang diharapkan konsumen sehingga pelanggan tetap tidak akan berpindah hati. Pada saat ini warung Lela masih banyak mengalami kendala contohnya pada saat weekend dimana konsumen yang datang jauh lebih banyak daripada hari biasa dikarekan tempat yang tidak begitu besar oleh karena itu banyak konsumen yang mengantri dan juga waktu penyajian makanan yang relatif lama karena pesanan yang menumpuk dengan begitu timbul keluhan konsumen tentang waktu buka Warung Page| 8 Lela (09.00-21.00) yang masih dianggap relatif singkat, adanya keluhan dari konsumen tentang pelayanan yang kurang cepat, dan kurangnya perhatian terhadap kepentingan konsumen. Banyaknya pilihan restoran yang ada saat ini, me njadikan konsumen lebih sensitif untuk memilih sebuah restoran yang dapat memuaskan kebutuhannya sampai mereka memilih sebuah restoran. Industri jasa identik dengan repeat sales, dimana industri jasa dipengaruhi oleh pembelian ulang, yang artinya kepuasan konsumen akan sangat menentukan pembelian berikutnya. Menurut Engel (Fandy Tjiptono 2006 : 146), kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli dengan alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasaan timbul bila hasil tidak memenuhi harapan. Dengan begitu berarti konsumen akan puas apabila hasil dari pelayanan yang diterima sesuai atau melebihi dengan harapan konsumen. Konsumen yang merasa puas terhadap suatu produk dan jasa akan membeli ulang produk tersebut. Berdasarkan fakta di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai emotional value yang dirasakan oleh para pelanggan pada warung Lela tersebut dalam membangun loyalitas pelanggan dengan judul ”pengaruh nilai emotional (emotional value) terhadap loyalitas pelanggan Warung Lela (WALE)” Page| 9 1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian diatas, maka penulis mengindentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana emotional value dan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan pada saat mereka mengkonsumsi produk dan jasa dari Warung Lela ? 2. Bagaimana loyalitas pelanggan Warung Lela ? 3. Seberapa besar pengaruh emotional value dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan Warung Lela ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui tanggapan konsumen tentang emotional value yang dirasakan di Warung Lela. 2. Mengetahui loyalitas pelanggan Warung Lela. 3. Untuk mengetahui pengaruh emotional value dalam membangun loyalitas pelanggan di Warung Lela. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penerapan ilmu manajemen, sehingga dapat memberikan gambarang yang jelas mengenai metode dan tehnik analisis yang digunakan. Disamping itu hasil penelitian diharapkan dapat berguna. Page| 10 1. Untuk penulis Penelitian ini akan berguna untuk membandingkan antara teori-teori yang telah didapat selama bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan sehingga dapat mengimplementasikanteori tersebut dengan benar. 2. Untuk akademisi Dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan tambahan bagi rekan-rekan mahasiswa/i ataupun kalangan lain yang memerulkan hasil penelitian ini. 3. Bagi Warung Lela Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan maupun pertimbangan yang dapat membantu perusahaan untuk menjalankan strateginya dengan baik. 4. Pihak lain atau para pelaku usaha Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak lain atau para pelaku usaha yang membutuhkan serta berkepentingan terhadap penelitian ini, dengan harapan penelitian ini dapat bermanafaat bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5 Kerangka Pemikiran Orientasi pada pelanggan merupakan faktor kunci keberhasilan dalam dunia pemasaran modern. Oleh karena itu, setiap organisasi baik yang berorientasi pada laba maupun nirlaba banyak menggunakan sudut pandang konsumen dalam merancang dan mengorganisasikan aktifitas pemasarannya, akan tetapi memahami Page| 11 perilaku konsumen bukanlah pekerjaan yang mudah, karena perilaku konsumen sangat kompleks. Pendekatan yang selama ini banyak digunakan untuk mengungkapkan sikap, minat dan perilaku konsumen mengasumsikan bahwa konsumen selalu bersikap rasional dalam menentukan keputusan pembelian. Dimana secara teoritis setiap kali konsumen membeli barang/jasa, konsumen berharap barang atau jasa tersebut dapat memberikan utilitas atau kegunaan yang maksimal. Dengan kata lain, pembelian dilakukan atas dasar kemampuan produk untuk mestimulasi dan memuaskan emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif. Untuk mendukung faktor pendorong nilai dalam mencapai emosional pelanggan ada faktor kepercayaan pada equity, experience dan energy yang harus diperhatikan. Emosi dapat mempengaruhi setiap aspek dalam pemikiran manusia, emosi juga dapat membentuk ingatan/meomry kita yang dapat mempengaruhi persepsi, mimpi, pemikiran-pemikiran, keputusan dan juga perilaku kita termasuk keputusan untuk kembali kesuatu tempat bisnis yang bertransaksi dengan kita, serta apa yang akan kita katakan pada keluarga, teman-teman mengenai pengalaman kita pada saat mengkonsumsi produk/jasa tersebut. Perusahaan ingin membangun hubungan emosional dengan para pelangganya dimulai dengan mencintai, melayani, menghormati, dan mempedulikan konsumen. Menurut definisi cinta yang dikemukakan oleh Peter Senge adalah sebuah komitmen terhadap pertambahan dan perkembangan seseorang. Dalam hal bisnis, ini berarti bahwa perusahaan memfokuskan bagaimana produk/jasa mereka dapat Page| 12 mempengaruhi pelanggan secara positif. Dimana para karyawan perusahaan perlu memahami bagaimana mereka bisa berinteraksi dan membentuk emosi pelanggan. Karyawan juga memerlukan strategi tertentu untuk mengubah emosi negatif pelanggan. Karyawan juga perlu mengetahui cara membaca emosi mereka sendiri dan pelanggan. Sehingga pada akhirnya mereka juga perlu mengetahui bagaimana menggabungkan meterial, personal, dan dimensi ekonomi dari service experience. Dengan memberikan nilai emosional kepada pelanggan berarti perusahaan mempunyai komitmen untuk membangun loyalitas pelanggan. Bila pelanggan mendapatkan pengalaman yang menarik dan tidak terlupakan pada saat bertransaksi dengan perusahaan maka pelanggan akan merasa puas. Jika kinerja suatu produk/jasa dibawah harapan maka pelanggan merasa tidak puas, sebaliknya jika kinerja produk/jasa tersebut melebihi dari apa yang diharapkan maka pelanggan akan merasa puas. Jika pelanggan merasa senang dan puas akan menciptakan emosi yang positif terhadap produk/jasa perusahaan juga terhadap perusahaan itu sendiri sehingga konsumen akan cenderung kembali lagi untuk bertransaksi dengan perusahaan. Dalam pembelian ulang pun jika konsumen masih merasakan hal yang sama/bahkan merasakan pengalaman yang lebih menyenangkan lagi, maka mereka akan memutuskan menjadi pelanggan setia perusahaan. Saat ini kesetiaan/loyalitas pelanggan merupakan suatu komitmen dari pelanggan untuk menggunakan suatu produk/jasa tanpa terpengaruh oleh usaha yang dilakukan oleh perusahaan pesaing. Page| 13 Selain loyalitas juga menunjukan adanya hasrat yang kuat untuk membeli suatu produk/jasa perusahaan dan tidak memilih merk yang lain. Menurut Kotler (1997:303), loyalitas konsumen adalah sikap pelanggan yang mempunyai keinginan dan kecenderungan untuk mengkonsumsi kembali produk produsen atau mengadakan aktivitas perdagangan dengan penyelia produk/jasa secara rutin. Karakteristik dari komunikasi yang loyal antara lain konsumen akan melakukan pembelian (repeat purchase), maupun mebeli produk lain yang ditawarkan oleh perushaaan, melakukan penolakan terhadap produk dari pesaing, serta memberikan words-of-mouth yang positif kepada orang lain. Loyalitas mencerminkan seberapa besar kemungkinan seorang pelanggan untuk beralih kedapa pesaing. Dengan tingginya loyalitas dari pelanggan dapat membuat pihak perusahaan menjadi tenang dan tidak takut untuk kehilangan pelanggan karena mereka telah mempunyai pelanggan yang loyal, sehingga perushaan akan memperoleh beberapa keuntungan yaitu perusahaan tidak perlu melakukan promosi yang berlebihan untuk menjaga pelanggan agar tidak beralih kepada pesaing. Serta dapat menarik pelanggan yang baru karena pada umumnya pelanggan yang loyal akan mempengaruhi orang lain untuk menggunakan produk/jasa yang sama dengan mereka atau paling tidak memberikan refrensi positif. Page| 14 1.6 Hipotesis Dari kearangka pemikiran diatas penulis mengadakan penelitian dengan Hipotesis yang berbunyi : “Jika restoran Warung Lela mampu menanamkan nilai emosional serta yang dirasakan oleh pelanggan baik, maka loyalitas pelanggan akan meningkat. 1.7 Lokasi penelitian dan waktu penelitian Lokasi penelitian merupakan daerah pengamatan tempat diadakanya penelitian untuk mengumpulkan data. Pada penyusunan skripsi ini lokasi penelitian yang dilakukan penulis pada Restoran Warung Lela Bandung yang terletak di Jalan Kupa no.6 komplek Rancakendal Bandung. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai selesai pembuatan skripsi. Page| 15