Terbaik, Terhormat dan Disegani PENGARUH

advertisement
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
PENGARUH TIONGKOK DAN AMERIKA SERIKAT
DI LAUT CHINA SELATAN SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
a. Kondisi politik global telah mengalami banyak perubahan
yang cukup dinamis, dimana Amerika Serikat sebagai satusatunya kekuatan yang paling berpengaruh di dunia. Keadaan
tersebut membuat negara Amerika Serikat secara tidak langsung
menjadi penguasa tunggal di dunia internasional. Kekuatan besar
Amerika yang ditopang beberapa negara sekutunya berupaya
mengontrol negara-negara lain untuk mencapai kepentingannya.
Kontrol Amerika tersebut sekarang beralih dari Arab Spring ke
Laut China Selatan. Kenyataan ini membuktikan bahwa kebijakan
Amerika Serikat lebih menitikberatkan ke kawasan Asia Pasific
(Pivot to Asia) untuk kepentingan ekonomi Amerika
(perdagangan melalui jalur Laut China Selatan). Adanya
kebijakan tersebut, telah mendorong Tiongkok untuk
mengamankan dan mengembangkan kekuatannya di Laut China
Selatan (south china sea). Langkah ini sering disebut sebagai
suatu kebangkitan Tiongkok (the Rise of China).
Salah satu
konsep kebangkitan Tiongkok adalah mewujudkan kekuatan
terbesar ke dua di dunia bidang ekonomi maupun militer setelah
Amerika Serikat.
b. Pada saat ini, perkembangan Tiongkok secara ekonomi dan
militer bukan hanya di kawasan regional Asia saja melainkan
hampir menandingi kekuatan Amerika sebagai negara super
power. Konsentrasi Tiongkok di kawasan ini dilatarbelakangi
adanya kebijakan Amerika Serikat yang menempatkan kekuatan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
1
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
militernya di kawasan Laut China Selatan (Philipina, Taiwan,
Jepang, Korea Selatan dan Australia) sehingga hubungan bilateral
kedua negara (Tiongkok dan Amerika) tidak stabil. Kawasan
Laut China Selatan ditinjau dari aspek ekonomi memiliki nilai
strategis terhadap perkembangan ekonomi negara-negara di
kawasan Asia Pasifik dan Amerika serikat. Wilayah dan jalur
perdagangan Laut China Selatan membentang dari Singapura
(Selat Malaka) sampai ke Selat Taiwan. Kawasan ini, telah lama
menjadi ajang perebutan beberapa negara sekitar kawasan
dengan berbagai alasan, mulai dari politik, ekonomi, pertahanan,
hukum internasional dan lain-lain. Selain itu juga, terdapat
beberapa Aktor Non Negara (Non State Actor) yang
memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingannya.
c. Posisi Indonesia dalam upaya dan mengantisipasi konflik Laut
China Selatan cukup penting hal ini dipengaruhi oleh kondisi
wilayah yang cukup luas dan secara geografis memiliki nilai
strategis di dunia Internasional, karena terletak diantara 2
Benua (Asia dan Australia) dan 2 Samudra (Pasifik dan Hindia).
Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang menempati
urutan keempat di dunia, sehingga membuat Indonesia menjadi
Negara yang memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang besar dan cukup diperhitungkan di kancah
Internasional. Banyak negara di dunia yang mempengaruhi
untuk mengajak Indonesia bekerjasama dalam segala bidang
dalam rangka memperbesar pengaruhnya di kawasan Laut China
Selatan. Salah satu wilayah teritorial Indonesia yaitu Kepulauan
Natuna yang terletak kawasan Laut China Selatan, juga tidak
terlepas dari pengaruh konflik Laut China Selatan yang menjadi
sumber pertentangan dari beberapa negara seperti Tiongkok,
Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam dan Taiwan.
Walau tidak secara langsung sebagai claimant dalam konflik
kawasan tersebut, Indonesia tidak dapat sepenuhnya lepas dari
Terbaik, Terhormat dan Disegani
2
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
dampak konflik tersebut, karena berbatasan langsung dengan
daerah konflik.
d. Mencermati perkembangan situasi yang cukup dinamis di
kawasan Laut China Selatan telah membawa dampak terhadap
kebijakan diplomasi dan kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Dengan demikian diperlukan sikap yang tegas sebagai negara
terbesar di kawasan Asia Tenggara guna menjaga perdamaian dan
keamanan kawasan. Berdasarkan kondisi tersebut Seskoad
sebagai lembaga pengkajian strategis TNI AD memandang perlu
membuat kajian tentang pengaruh Tiongkok dan Amerika di Laut
China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia sebagai
kontribusi ilmiah bagi pimpinan TNI AD. Permasalahan Laut
China Selatan dalam kajian ini ada beberapa pokok permasalahan
yaitu bagaimana bentuk pengaruh Tiongkok dan Amerika di laut
China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud. Memberikan gambaran tentang kajian pengaruh
Tiongkok dan Amerika atas Konflik di Laut China Selatan serta
dampaknya terhadap Indonesia.
b. Tujuan. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada
pimpinan TNI AD tentang kajian pengaruh Tiongkok dan
Amerika atas Konflik di Laut China Selatan serta dampaknya
terhadap Indonesia.
3. Ruang Lingkup dan tata urut. Kajian ini m embahas tentang
pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di laut China Selatan serta
dampaknya terhadap Indonesia yang disusun dengan tata urut
sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Latar Belakang Pemikiran.
c. Data dan Fakta.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
3
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
d. Analisa.
e. Penutup.
4. Metode dan Pendekatan.
a. Metode. Metode yang digunakan dalam penulisan kajian ini
adalah deskriptif analisis, yaitu dengan menganalisa data dan
fakta yang ada dihadapkan dengan kondisi nyata.
b. Pendekatan. Pembahasan
pendekatan kepustakaan.
kajian
ini
menggunakan
5. Pengertian.
a. Arab Spring adalah istilah untuk kebangkitan dunia Arab
atau pemberontakan dimulai di Tunisia pada musim semi
Desember 2010.
b. ASEAN Defence Ministerial Meeting (ADMM) adalah
Forum yang didirikan oleh negara-negara ASEAN untuk
mendukung Sosial budaya, politik dan keamanan (tiga Pilar
ASEAN) dikawasan ASEAN.
c. ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM) adalah Forum
komunikasi keamanan laut di negara-negara dikawasan ASEAN.
d. ASEAN Politic-Security Community (APSC) adalah
Komunitas keamanan dan politik ASEAN untuk mendorong pada
sebuah kemajuan proses politik dikawasan ASEAN.
e. ASEAN Securrity Community (ASC) adalah Komunitas
keamanan ASEAN untuk mendorong pada sebuah kemajuan
proses perdamaian dikawasan ASEAN.
f. ASEAN Regional Forum (ARF) adalah merupakan suatu
forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu
wahana atau dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan politik dan keamanan di kawasan serta untuk membahas
dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF
Terbaik, Terhormat dan Disegani
4
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan
kawasan.
g. Barrel (bbl) adalah satuan ukuran isi (volume) 158,97 liter
atau 42 galon.
h. Block Natuna D-Alpha adalah ladang gas raksasa dengan
kandungan yang diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan gas
hingga 70 Tahun yang letaknya berada di perairan Natuna.
i. Blue Navy Strategy adalah pangkalan strategi laut.
j. Clainment adalah penuntut atau pengaku.
k. Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan sistem Nilai, Etika Bisnis, Komitmen serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders.
l. Customer Satisfaction adalah Kepuasan merasa ketika
salah satu telah memenuhi keinginan, butuh, atau harapan.
m. Declaration On The Conduct Of Parties In The South
China Sea (DOC) adalah penyelesaian pembahasan suatu
regional code of conduct di Laut China Selatan antara ASEAN dan
RRT.
n. Dynamic Equilibrium adalah kurangnya perubahan dalam
suatu sistem sebagai masukan dan keluaran tetap seimbang. Jika
perubahan terjadi, maka masukan akan memungkinkan untuk
koreksi.
o. Eksodus adalah perbuatan meninggalkan tempat asal
(kampung halaman, kota, negeri) oleh penduduk secara besarbesaran.
p. Fregat atau pergata adalah suatu nama yang digunakan bagi
berbagai jenis kapal perang pada beberapa masa yang berbeda.
q. Interdependensi adalah saling ketergantungan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
5
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
r. Interregional adalah antar daerah.
s. Konfrontasi adalah berhadapan langsung (antara saksi dan
terdakwa dsb); permusuhan/pertentangan.
t. Pivot to Asia adalah (poros) suatu perubahan kebijakan
strategis satu negara.
u. Spillover adalah (efek), (politik ekonomi) Pengurangan
konsumsi energi di wilayah layanan utilitas disebabkan oleh
adanya program DSM, di luar program penghematan diinduksi
dari para peserta.
v. Simposium adalah pertemuan/kumpulan pendapat tentang
sesuatu dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato
singkat tentang topik tertentu terutama yang dihimpun dan
diterbitkan.
w. Sea Lanes of Communication (SLOC) adalah Istilah yang
mengambarkan rute maritim utama antara pelabuhan, yang
digunakan untuk perdagangan, logistik dan angkatan laut.
x. Testimoni adalah konteks/kesaksian/kemasan penyampaian.
y. The Rise of China adalah Kebangkitan Tiongkok menjadi
kekuatan besar di dunia khususnya Asia baik dibidang ekonomi,
sosial, perdagangan, pertahanan maupun militer.
z. Treaty of aminity and Cooperation (TAC) adalah norma
kunci yang mengatur hubungan antar negara dan instrumen
diplomatik dalam penyelesaian masalah di kawasan ASEAN.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
6
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
6. Umum. Konflik yang terjadi di Laut China Selatan merupakan
konflik yang sangat rentan akan timbulnya konfrontasi perang. Hal
ini dapat dilihat dari adanya dominasi kekuatan Tiongkok yang
diimbangi dengan modernisasi militer di kawasan tersebut sehingga
menuai protes dari negara-negara pengklaim lainnya. Atas dasar
tersebut negara-negara yang memiliki kepentingan di Laut China
Selatan berupaya meningkatkan kemampuan militer dan
persenjataannya untuk mengantisipasi semakin besarnya kekuatan
Tiongkok di Laut China Selatan tersebut. Jika kita melihat peta
geografis Laut China Selatan, konflik yang terjadi tidak hanya pada
negara-negara ASEAN dan Asia Timur, tetapi juga mengakibatkan
konflik bilateral antara anggota ASEAN itu sendiri. Dimana pulaupulau terluar yang menjadi perbatasan negara ASEAN juga
berpeluang menjadi konflik bilateral sehingga dapat mengganggu
stabilitas regional, seperti contoh konflik bilateral Vietnam-Filipina,
Malaysia-Brunei, Malaysia-Singapura, dan Malaysia-Indonesia. Hal
tersebut memberikan dampak yang serius bagi hubungan negaranegara ASEAN yang menginginkan bentuk perdamaian di kawasan
Regional melalui optimalisasi pelaksanaan kesepakatan kawasan Asia
Tenggara sebagai kawasan yang damai bebas serta netral dari
pengaruh blok tertentu (Zona Peace, Free And Neutrality/ ZOPFAN)
dan juga pengembangan ASEAN Politic-Security Community (APSC)
serta ASEAN Economic Community (AEC) yang direncanakan pada
tahun 2015. Selain itu, sampai dengan saat ini ASEAN belum mampu
mengimplementasikan kapasitasnya sebagai organisasi regional
untuk meredakan konflik yang ada sesuai dengan Chapter VIII
Piagam PBB. Kondisi tersebut baik secara langsung maupun tidak
langsung akan berdampak cukup signifikan terhadap kedaulatan
wilayah Indonesia dan khususnya pelaksanaan peran dan tugas
pokok TNI dalam menjaga keutuhan NKRI.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
7
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Pesatnya perkembangan ekonomi dan militer Tiongkok telah
membuat Tiongkok berperan tidak saja sebagai kekuatan regional
Asia tetapi juga kekuatan global. Terkait masalah di kawasan Laut
China Selatan, Tiongkok semakin meningkatkan pengaruhnya di
ASEAN khususnya Indonesia, bahkan sudah bisa menandingi
pengaruh Amerika Serikat dan Sekutunya di ASEAN. Amerika
Serikat yang tidak ingin kehilangan pengaruhnya di ASEAN, akhirnya
mengalihkan militer mereka yang semula di fokuskan di Timur
Tengah dan Eropa, kemudian lebih difokuskan ke Asia Pasifik. Hal
ini telah dikonfirmasi oleh pemerintah AS melalui kebijakan Pivot to
Asia dan salah satunya ditandai dengan penempatan sekitar 2500
personel Marinir AS di Darwin, Australia. Kehadiran Amerika Serikat
dan Tiongkok di Laut China Selatan, suka atau tidak suka maka
Indonesia harus terlibat dalam menjaga kepentingan nasional dan
perdamaian di kawasan ASEAN pada khususnya dan dunia
internasional pada umumnya.
7. Landasan Hukum.
a. Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1983 Bab
II tentang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia.1
1) Pasal 2, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di
luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang
berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,
tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar
200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia.
2) Pasal 3,
(a) Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang
tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif negara-negara yang
pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan
1
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1983 Bab II tentang ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) Indonesia
Terbaik, Terhormat dan Disegani
8
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Indonesia, maka batas Zona Ekonomi Eksklusif antara
Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan
persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang
bersangkutan.
(b) Selama persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) belum ada dan tidak terdapat keadaan-keadaan
khusus yang perlu dipertimbangkan, maka batas zona
ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut
adalah garis tengah atau garis sama jarak antara garis-garis
pangkal laut wilayah Indonesia atau titik-titik terluar
Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau titiktitik terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara
tersebut telah tercapai persetujuan tentang pengaturan
sementara yang berkaitan dengan batas Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia.
b. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang
pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 19672, dengan berlakunya
keputusan Presiden ini maka dalam semua kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dan
atau komunitas Tjina/Tiongkok/Cina diubah menjadi orang dan
atau komunitas Tionghoa dan untuk penyebutan negara
Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat
Tiongkok.
8. Landasan Operasional. Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi
Nomor Kep/23/IV/2007 tanggal 24 April 2007.
a. Persepsi Ancaman diantaranya Konflik antar bangsa (Inter
state Conflict) menjelaskan Dunia terbagi dalam beberapa
kesatuan regional dan negara-negara independent atau konspirasi
beberapa negara lintasan kawasan. Konstelasi pengelompokan
2
Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet
Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 1967
Terbaik, Terhormat dan Disegani
9
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
tersebut dilandasi oleh berbagai aspek antara lain kepentingan
bersama di bidang politik, ekonomi dan militer. Fenomena
tersebut mengindikasikan adanya persaingan yang dapat memicu
timbulnya konflik kepentingan antar negara, kelompok negara
atau konspirasi lintas kawasan yang tidak selalu dapat
diselesaikan secara damai3.
b. Ancaman non militer, adalah bentuk ancaman yang
penanganannya oleh lembaga pemerintah di luar bidang
pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk
dan sifat ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari
kekuatan bangsa. Ancaman tersebut dapat berbentuk:
1) Konflik perbatasan wilayah daratan.
2) Sengketa teritorial wilayah daratan.
3) Pelanggaran wilayah daratan.
4) Eksploitasi kekayaaan alam ilegal di wilayah daratan 4.
9. Landasan Teori.
a. Menurut Rahman Mangkona. Percaturan politik dan ekonomi
dunia memang nampaknya akan segera berubah, dan hal ini tentu
berpengaruh terhadap banyak negara terutama negara-negara
tetangga Tiongkok sendiri5. Positif dan negatif, dimana bila kita
mengacu kepada teori neo realisme serta teori pertahanan dan
keamanan bahwasanya setiap kemajuan suatu negara pada zona
geografis tertentu merupakan sebuah ancaman bagi negara lain,
hal ini dikarenakan negara yang lebih maju akan cenderung
mempersenjatai
dirinya
secara
lebih
dengan
tujuan
mengamankan negaranya dari segala ancaman, baik yang bersifat
eksternal maupun internal.
3
Doktrin KEP Hal. 39
Ibid Hal. 44
5.http://www.academia.edu/4438120/Peranan_China_dan_Keterlibatan_Amerika_Serikat_Dalam_Konfli
k_Laut_China_Selatan
4
Terbaik, Terhormat dan Disegani
10
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
b. Menurut Abdul Rivai Ras Konflik Laut China Selatan dan
Ketahanan Regional Asia Pasifik.6
1) Konsep Strategi Pengelolaan Konflik (Pengelolaan
kekuatan atau ”the management of power” adalah metode
pendekatan yang digunakan untuk mengelola konflik dan
potensial konflik) dalam diplomasi internasional. Metode
tersebut terbagi empat cara sebagai berikut:
a) Keseimbangan kekuatan (Balance of Power). Cara ini
sesungguhnya bukanlah cara pendekatan kebijakan luar
negeri dari suatu negara, melainkan sebagai sistem bahwa
balance of power merupakan ”a certain kind of
arrangement for operation of international relations in a
world of many states7.“ Jadi bukan semacam konfigurasi
tertentu, tetapi merupakan pola keseimbangan kekuatan
yang paling mungkin dilaksanakan secara efektif dalam
memelihara ketertiban dunia pada era Perang Dingin
melalui pengusahaan perimbangan dan pemeliharaan
perimbangan.
b) Keamanan kolektif (Collective Security). Cara ini
adalah wujud dari suatu gagasan untuk membangun
kekuatan bersama guna melakukan penangkalan
(deterrence) terhadap generasi atau bentuk gangguan
dan ancaman keamanan lainnya.
c) Keamanan bersama (Common Security), menurut
Olaf Palme adalah suatu pendekatan yang ”acceptance”
seperti dikutip, ”... common security as the organizing
principle for efforts to reduce the risk of war, limit arms,
and move towards disarmament means, in principle, that
6
Abdul Rivai Ras, Penerbit Abdi Persada Siporennu Indonesia (APSIDO) Th. 2001, Konflik Laut Cina
Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik, Hal 13
7
Ibid Hal. 13
Terbaik, Terhormat dan Disegani
11
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
cooperation will replace confrontation in resolving
conflict of interest”8.
d) Pemerintahan dunia (World Government). Cara ini
adalah salah satu usulan pendekatan untuk menata dunia
yang stabil dan damai yang dilakukan secara sentralistik.
Berbeda halnya dengan pendekatan keamanan bersama
yang lebih menekankan adanya suatu pemerintahan dunia
dimana mengatur sistem internasional inheren mengenai
penanganan masalah-masalah konflik dan perdamaian
dunia.
2) Profil dan Sejarah Konflik Laut China Selatan9. Kawasan
Laut China Selatan dikelilingi sepuluh negara pantai (RRT,
Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura,
Indonesia, Brunei Darussalam dan Filipina), serta negara tak
berpantai yaitu Laos dan Makau. Luas perairan Laut China
Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Taiwan,
Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin yang
dibatasi Vietnam dan RRT. Kawasan Laut China Selatan, bila
dilihat dalam tata lautan internasional merupakan kawasan
bernilai ekonomis, politis dan strategis. Kawasan ini menjadi
sangat penting karena kondisi potensi geografisnya maupun
potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu,
kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan komunikasi
internasional (lintas laut perdagangan internasional).
Sehingga menjadikan kawasan itu selain mengandung potensi
ekonomi dan kerja sama juga berpotensi terjadinya konflik.
Secara geografis kawasan Laut China Selatan merupakan
bagian Pasifik Barat yang terletak di jantung Asia Tenggara.
Kawasan ini adalah kawasan yang didefinisikan sebagai laut
"setengah tertutup." Secara rinci letaknya berbatasan dengan
Tiongkok dan Taiwan di sebelah Utara, di sebelah Barat ke
8
9
Ibid Hal. 15
Ibid Hal 43.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
12
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
arah Selatan berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Thailand
dan Malaysia.
3) Perspektif Geopolitik dan Geostrategi Indonesia terhadap
Laut China Selatan10. Kawasan ini merupakan komoditas
politik internasional dalam kerangka politik bagi negara yang
berusaha meningkatkan posisi kekuatannya (power position),
sehingga negara yang berkaitan berusaha mempertahankan
hegemoninya di kawasan agar dapat memanfaatkan potensi di
sepanjang "tepian Pasifik." Sebagai salah satu negara yang
berada di daerah pesisir Laut China Selatan, Indonesia
berkepentingan terhadap kawasan tersebut, serta memiliki
idealisme mengenai kondisi yang seharusnya terwujud di
dalamnya. Sikap Indonesia menghadapi kondisi ini
sebenarnya merupakan refleksi dari tujuan nasional
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, untuk
ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Rumusan tujuan nasional tersebut menjadi landasan bagi
persepsi bangsa Indonesia mengenai kondisi Laut Cina
Selatan yang diinginkan, karena potensi konflik di kawasan ini
berpeluang menjelma menjadi pemantik yang tidak hanya
melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ataupun
kawasan Asia Pasifik, tetapi juga negara-negara di luar
kawasan.
10. Dasar pemikiran. Dengan berakhirnya perang dingin,
perubahan sistem internasional menjadi multipolar, menciptakan
kesulitan-kesulitan baru dalam menghadapi kekuatan dan ancaman
luar yang semakin sulit ditebak. ASEAN sebagai organisasi kawasan
Asia Tenggara tidak dapat lagi melihat persoalan dan ancaman
terbatas satu kawasan saja. Namun aspek ancaman harus dilihat dari
segala arah, termasuk dari kawasan yang lebih luas, seperti kawasan
Asia Pasifik. Perubahan sistem internasional yang menciptakan
10
Ibid Hal 87
Terbaik, Terhormat dan Disegani
13
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
konsep-konsep keamanan baru mendorong Indonesia untuk
mengambil bagian dalam penyelesaian konflik di Laut China Selatan.
Konflik Laut China Selatan akan melibatkan kekuatan besar
dengan kepentingan yang berbeda. Perbedaan tersebut lebih
dominan pada bentuk kompetisi dari pada kerjasama, khususnya
menyangkut aspek pertahanan berpotensi mengancam stabilitas
keamanan kawasan apabila tidak dikelola dengan baik akan
merugikan negara ASEAN baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Apabila
negara-negara
ASEAN
tidak
mampu
menyelesaikan sengketa Laut China Selatan secara damai akan
berpengaruh negatif terhadap masalah keamanan Asean sesuai
kepentingan masing masing.
Besarnya potensi konflik yang timbul di kawasan Laut China
Selatan sangat berpengaruh terhadap stabilitas kawasan Asia
Tenggara, serta memaksa ASEAN yang dimotori oleh Indonesia
sebagai pihak netral untuk berfikir lebih serius dalam menjaga segala
kemungkinan gangguan keamanan yang datang. Konflik yang timbul
di Laut China Selatan juga merupakan momen bagi Indonesia untuk
mendapatkan posisi strategis dan posisi netralnya demi mendukung
kepentingan nasional Indonesia dan mengeliminir dampak
terjadinya konflik di kawasan Laut China Selatan. Disamping itu
apabila konflik di kawasan Laut China Selatan meluas, akan
mempengaruhi kondisi ekonomi, politik dan keamanan Indonesia.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
14
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
BAB III
DATA DAN FAKTA
11. Umum. Perkembangan situasi dan kondisi di Laut China Selatan
sangat cepat dan dinamis. Tiongkok secara tegas menyatakan klaim
atas seluruh wilayah perairan Laut China Selatan, negara-negara lain
juga tidak mau kalah dalam menegaskan kepentingannya di wilayah
sengketa tersebut. Negara-negara yang berstatus pengklaim maupun
negara yang bukan pengklaim Laut China Selatan sebagai wilayah
rebutan kepentingan menimbulkan ketegangan hubungan antar
negara, baik secara Diplomatik maupun Operasional di lapangan.
Dalam beberapa tahun terakhir Amerika telah melibatkan diri dalam
konflik di Laut China Selatan. Kondisi ini dapat terlihat adanya
latihan gabungan antara Amerika dan Vietnam di Laut China Selatan
sebagai salah satu unjuk kekuatan militer guna menghadapi
Tiongkok dalam konflik di Laut China Selatan. Sementara Tiongkok
sebagai kekuatan ekonomi kedua terbesar setelah Amerika, tidak
dapat dipandang sebelah mata dimana telah memperkuat militernya
sebagai upaya mempertahankan hegemoninya di Laut China Selatan.
Di samping itu, berkembang pula pendapat dan kekhawatiran
beberapa negara akan agresivitas ambisi Tiongkok melalui
retorikanya “China’s Peaceful Rise11” dalam menyelesaikan konflik
perbatasan, termasuk persoalan Laut China Selatan. Indonesia
sebagai negara yang tidak terlibat langsung terhadap konflik di
kawasan tersebut memandang penting untuk bersikap proaktif,
mengingat kawasan Laut China Selatan merupakan jalur penting
yang sering dilewati oleh kapal-kapal dagang, maupun pesawatpesawat komersial Indonesia guna menunjang perdagangan
Internasional.
China’s Peaceful rise to great power status
http;//www.foreignaffairs.com/article/61015/zhengbijian/china’s peaceful rise to great power status.
Diakses pada tanggal 5 mei 2014.
11
Terbaik, Terhormat dan Disegani
15
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
12. Kepentingan Tiongkok di Laut China Selatan.
a. Sejarah Tiongkok dalam Konflik Laut China Selatan.
Laut China Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik,
yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka
hingga ke Selat Taiwan dengan luas sekitar 3.5 juta km12.
Berdasarkan ukurannya, Laut China Selatan merupakan wilayah
perairan terluas kelima di dunia, dengan berbagai potensi yang
sangat besar dimana terkandung minyak bumi dan gas alam.
Selain itu juga peranannya sangat penting sebagai jalur distribusi
minyak dunia, perdagangan dan pelayaran internasional.
Kepulauan Spratly adalah sebuah gugusan pulau kecil dan
karang yang jumlahnya sebanyak 600-an, dan 100-an
diantaranya kerap tertutup permukaan air laut jika sedang
pasang. Kepulauan Spratly, bila dilihat dalam tata lautan
internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis, dan
strategis. Kawasan kepulauan ini menjadi sangat penting karena
kondisi potensi geografisnya maupun sumber daya alam yang
dimilikinya, seperti minyak, gas, dan bahan tambang lainnya.
Selain itu, kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran, kapal
perdagangan internasional, dan komunikasi internasional (jalur
lintas laut perdagangan internasional), sehingga menjadikan
kawasan itu mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerja
sama.
Jalur Lintas Laut China Selatan
“Laut China Selatan”, 2011, www.anneahira.com/laut-china-selatan.htmdiakses pada tanggal 5 Mei
2014,
12
Terbaik, Terhormat dan Disegani
16
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Jika diteliti, penamaan peta yang dikeluarkan masingmasing negara yang terlibat sengketa kepulauan ini dengan
berbeda-beda. Taiwan menamakan Kepulauan Spratly dengan
Shinnengunto, Vietnam menyebut dengan Dao Truong Sa
(Beting Panjang), Filipina menyebut Kalayaan (kemerdekaan),
Malaysia menyebut dengan Itu Aba dan Terumbu Layang,
sedangkan Tiongkok menyebut Nansha Quadao (kelompok
Pulau Selatan). Perbedaan nama dimaksudkan agar kepulauan
tersebut terisyaratkan sebagai milik negara yang memberikan
nama. Nama internasional yang lazim diberikan kepada
gugusan kepulauan itu ialah Spratly. Kenyataannya terjadi
perang klaim dan upaya-upaya penguasaan atas wilayahwilayah di Kepulauan Spratly itu. Persoalannya menjadi lebih
berat karena klaim-klaim tersebut saling tumpang tindih,
masing-masing negara mendasarkan klaimnya pada
“kebenaran” versinya sendiri, baik historis maupun legal
formal.
Kemudian menarik untuk disoroti adalah, proses
penguasaan dan dasar argumentasi yang dikemukakan tiap
negara untuk menguasai gugusan pulau yang terdapat di
Spratly.
Tuntutan Tiongkok didasarkan pada sejumlah
catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno,
peta-peta, dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh
nelayannya. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut
Tiongkok menyatakan bahwa Kepulauan Spratly secara
historis merupakan wilayah kekuasaan Tiongkok sejak masa
kekaisaran Dinasti Han, yakni 206-220 SM sampai ke masa
Dinasti Ming dan Dinasti Ching yang berkuasa pada tahun
1400-an M. Klaim ini didukung bukti-bukti arkeologis
Tiongkok dari Dinasti Han, tetapi Vietnam menentang
pendapat Tiongkok dengan menyebutkan bahwa Kaisar Gia
Long dari Vietnam pada tahun 1802 telah mencantumkan
Spratly sebagai wilayah kekuasaannya. Nelayan Vietnam pun
telah lama sebelumnya melakukan pelayaran ke dan di
wilayah Kepulauan Spratly itu.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
17
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
b. Potensi Sumber Daya Alam di Laut China Selatan.
Kawasan Laut China Selatan bila dilihat dalam tata lautan
internasional, merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomis,
politis, dan strategis. Besarnya potensi yang dimiliki oleh
kawasan Laut China Selatan menjadikan kawasan ini
mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama.
Kawasan Laut China Selatan memiliki kandungan minyak bumi
dan gas alam serta peranannya yang sangat penting sebagai jalur
pelayaran, perdagangan dan distribusi minyak dunia. Potensi
lainnya berupa ikan dan sumber daya mineral. Cadangan minyak
potensial Laut China Selatan sebanyak 213 milyar barrel dan
sumber daya hidro karbon Laut China Selatan yang sering
dilupakan adalah gas alam. Bahkan gas alam diperkirakan
sebagai sumber daya hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak.
Menurut estimasi Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) 60% 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam hal ini
menjadikan Laut China Selatan sebagai objek perdebatan regional
selama bertahun-tahun.13
Konflik di Laut China Selatan tidak bisa lepas dari persoalan
kebutuhan akan sumber daya yang langka seperti minyak bumi,
gas alam, ikan, dan transportasi. Minyak menjadi incaran utama
karena hingga saat ini perebutan untuk mendapatkan sumber
daya yang tidak dapat diperbaharui ini tidak dapat dilepaskan
dari konflik militer bahkan invasi militer. Sejak awal dekade 90an hingga saat ini Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah menjadi
salah satu dari importir minyak terbesar di dunia. Hal ini
menjadikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) harus selalu
berusaha mendapatkan suplai minyak dari luar dalam jumlah
cukup agar perekonomiannya dapat tetap berjalan dan
Konflik Laut China selatan” http://irjournal.webs.com/apps/blog/show/4113964.html diakses pada
tanggal 5 mei 2014 pukul 16.30
13
Terbaik, Terhormat dan Disegani
18
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
berkembang pesat. Kandungan minyak dan gas alam yang berada
di kawasan Laut China Selatan membuat keterlibatan Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) dalam konflik di kawasan ini menjadi tak
terelakkan.
Selain itu, kawasan Laut China Selatan juga dikenal kaya
dengan ikan yang merupakan sumber gizi penduduk di
sekitarnya. Ditinjau dari hasil lautnya yang melimpah kawasan
Laut China Selatan diperkirakan mampu menyediakan kebutuhan
protein bagi satu milyar penduduk Asia, atau paling tidak 500
juta penduduk kawasan pantai. Mengingat ikan merupakan
sumber makanan dari alam yang selalu diproduksi (renewable)
maka konflik di kawasan ini pun tidak dapat dilepaskan dari
perburuan hasil laut tersebut. Kawasan Laut China Selatan juga
dikenal sebagai Laut Kuning, berposisi sangat strategis. Anugerah
alami itu sering menjadi sumber konflik kepentingan bagi negara
yang berada di sekitar perairan itu, di antaranya mengganggu
pengelolaan sumber daya perikanan. Konflik di Laut China
Selatan yang tidak berakhir, akan sangat mengganggu potensi
sumber daya alam di daerah itu. Dalam kondisi dunia yang
semakin rawan terhadap ketersediaan pangan,
konflik
berkepanjangan yang berujung pada klaim kepemilikan wilayah
laut itu, bisa semakin memperberat beban dunia khususnya Asia
Tenggara.14
c. Negara yang mengklaim terhadap Tiongkok Selatan.
Untuk dapat memahami dan mendalami alasan mengapa ke-6
(enam) negara berbatasan mengklaim kepemilikan atas
kepulauan Spratly dan Paracel, maka ada baiknya mengetahui
secara singkat latar belakang masing-masing. Tiap negara tidak
hanya menyatakan klaim kepemilikan dengan tujuan pengelolaan
“Konflik Laut China Selatan Ganggu Sumber Perikanan” http://www.antaranews.com /berita/284379/
konflik-laut-china-selatan-ganggu-sumber-perikanan. Diakses tanggal 16 mei 2014.
14
Terbaik, Terhormat dan Disegani
19
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
sumber daya alam semata, tetapi menyatakan kepemilikan penuh
dalam arti memiliki kedaulatan sebagai wilayah negara
bersangkutan. Benturan kepentingan antar negara di kawasan
Laut China Selatan menyebabkan konflik dan bisa menciptakan
instabilitas baik secara global maupun regional. Konflik
kepentingan yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik,
sosial apabila tidak di manage dengan baik, bisa berujung
terjadinya konflik secara langsung yang melibatkan kekuatan
militer antar negara-negara tertentu yang merasa nasional
interest mereka terusik, demikian halnya dengan perkembangan
konflik klaim wilayah teritori di laut China selatan yang
melibatkan 6 (enam) negara yang diantaranya 4 (empat) negara
anggota ASEAN (Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei) dengan
Tiongkok dan Taiwan.
d. Eksistensi Tiongkok di kawasan Laut China Selatan.
Dalam meningkatkan pengaruhnya di Asia Tenggara, Tiongkok
telah menggunakan ekonomi Asia Tenggara yang semakin
berkembang dan hubungannya dengan komunitas etnis Tiongkok
yang menyebar di kawasan ini. Beberapa kegiatan yang dilakukan
oleh Tiongkok antara lain klaim atas wilayah darat dan laut di
Laut China Selatan disampaikan secara eksplisit dengan
mengeluarkan peta pada tahun 1947. Peta tersebut memuat garis
putus-putus yang melingkupi hampir seluruh kawasan Laut China
Selatan. Dalam perkembangannya garis klaim itu dikenal dengan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
20
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
nine-dashed line karena merupakan sembilan segmen garis
putus-putus. China mengajukan klaim ini berdasarkan pada
prinsip “historic waters” atau perairan yang konon menurut
sejarah China merupakan bagian dari wilayah atau yurisdiksi
Tiongkok. Klaim ini tidak diakui oleh negara-negara di kawasan,
termasuk Indonesia.15
Salah satu pulau yang diberdayakan Tiongkok dikawasan
Salah satu kegiatan Tiongkok yang cukup rutin berupa latihan
atau patroli Angkatan Laut sebagai kegiatan untuk mengirim
pesan kepada kawasan, langkah itu dianggap sebagai unjuk
kekuatan militer yang sering dilakukan, yang berdampak
signifikan terhadap penentuan kebijakan keamanan dan strategis
dalam klaimnya terhadap kawasan Laut China Selatan. Hal ini
dilakukan karena hampir tidak pernah ada kesepakatan tentang
kepemilikan kawasan Laut China Selatan seperti batas teritorial,
kerjasama eksplorasi sumber daya alamnya dan kebijakan lain
menyangkut kawasan. Yang paling menyolok adalah penolakan
pemerintah Tiongkok berkaitan kebijakan tentang arbitrase
internasional. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum didasarkan pada
15
http://puzzleminds.com/ meninjau-ulang-posisi-indonesia-di-laut-china-selatan/ #sthash. hXtsDeNz
.dpuf
Terbaik, Terhormat dan Disegani
21
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa di kawasan.
13. Kepentingan Amerika Serikat di Laut China Selatan.
a. Perspektif Amerika Serikat terhadap Laut China
Selatan. Amerika Serikat adalah negara yang kuat dalam bidang
ekonomi dan militer. Sebagai negara kuat, Amerika Serikat juga
secara otomatis bertanggung jawab sebagai penstabil kondisi di
dunia. Meski sekuat apapun itu, Amerika Serikat tetap
membutuhkan negara lain untuk mempertahankan stabilitas
dunia, terutama dalam penyediaan barang dan jasa. Kondisi
produksi domestik yang tidak mampu mengatasi permintaan,
sehingga banyak dari komoditas barang dan jasa yang harus
diimpor dari negara lain. Asia menjadi salah satu mitra terbesar
Amerika Serikat baik dalam ekspor maupun impor, terutama
Tiongkok yang merupakan salah satu penyuplai barang impor
bagi Amerika Serikat selain Jepang dan Taiwan. Dalam bidang
ekspor, Amerika Serikat menyuplai barang terutama ke
Hongkong dan Singapura. Sehingga untuk menjaga hubungan
baik, Amerika Serikat menjalin hubungan perdagangan dengan
mereka sekaligus memberi dukungan kepada mitra dagangnya.
Hal ini dikarenakan perdagangan internasional memiliki
pengaruh dalam berbagai tingkat, baik tingkat strategis, mikro
ekonomi, makro ekonomi dan rumah tangga.
Pada sisi lain kebangkitan Tiongkok di kawasan Asia bahkan
Dunia terus menguat baik secara ekonomi, politik maupun militer
berbanding terbalik dengan kondisi Amerika sendiri. Tingginya
tingkat pertumbuhan yang dialami Tiongkok merupakan
ancaman bagi Amerika yang tidak bisa lepas akan kebutuhan
terhadap kawasan Laut China Selatan, dan berpengaruh terhadap
kebebasan pelayaran di kawasan dalam menunjang ekonomi
Amerika. Atas dasar inilah Amerika mulai melakukan kerjasama
militer dengan negara di kawasan Laut China Selatan untuk
membendung kehadiran dan pengaruh Tiongkok menjadi
hegemoni tunggal di kawasan Laut China Selatan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
22
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
b. Kebangkitan Tiongkok Dimata Amerika Serikat.
Kebangkitan pengaruh Tiongkok di kawasan Asia Pasifik terus
menguat baik secara ekonomi, politik maupun militer. Setelah
perang dingin berakhir kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat
di kawasan Asia Pasifik terus berkurang. Sebaliknya, kekuatan
dan pengaruh Tiongkok semakin menguat. Kehadiran Tiongkok
ini, menjadi ancaman bagi Amerika Serikat baik dari segi
ekonomi, politik maupun militer. Hal ini dikarenakan oleh
tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk
menanamkan investasi di negara-negara berkembang di kawasan
Asia Pasifik dan kawasan-kawasan lainnya. Seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan dan kekuatan ekonomi Tiongkok,
maka secara rasional Tiongkok pun akan berupaya meningkatkan
kekuatan dan kapabilitas militernya. Hal inilah yang menjadi
momok ancaman bagi Amerika Serikat. Tiongkok terus
melakukan modernisasi militer dan merubah fokusnya ke
kawasan selatan, di mana secara khusus Tiongkok meningkatkan
kekuatan angkatan lautnya yang pada akhirnya terfokus di Laut
China Selatan, yang sampai sekarang masih menjadi perebutan
beberapa negara.
Tiongkok terus berusaha menancapkan
pengaruhnya sehingga berdampak terjadinya persaingan antara
Amerika Serikat dan Tiongkok. Jika Tiongkok terus
mengupayakan hegemoninya di kawasan Asia Pasifik, maka hal
ini akan mengancam kebebasan pelayaran di Laut China Selatan,
sehingga membuat Amerika Serikat merasa terancam baik secara
ekonomi, politik maupun militer. Atas dasar inilah, Amerika
Serikat mulai mengambil kebijakan militer dengan melakukan
penggelaran pasukan di Darwin, Australia, serta melakukan
kerjasama perluasan militer dengan negara-negara seperti
Malaysia, Singapura, Thailand dan mengaktifkan kembali
kerjasama keamanan dengan Vietnam dan Filipina. Hal itu
dilakukan untuk membendung kehadiran dan pengaruh
(encirclement strategy) Tiongkok di kawasan Asia Pasifik,
sehingga tidak terjadi hegemoni tunggal di kawasan tersebut.
Terkait dengan potensi ekonomi, politik dan keamanan di
kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat berupaya membangun
Terbaik, Terhormat dan Disegani
23
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
kembali guna mendominasi pengaruhnya di kawasan tersebut.
Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai kehadiran kekuatan
militer Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik semakin gencar
terdengar. Hal tersebut memang benar dilakukan oleh Amerika
Serikat. Sebagai contoh, kini Amerika Serikat berencana
melakukan perluasan kerjasama keamanan dengan negara-negara
Australia, Jepang dan Korea Selatan yang cenderung akan mirip
dengan kondisi pada masa perang dingin dan Amerika Serikat
pun sedang berupaya menggelar armada di beberapa negara di
Asia Tenggara. Ambisi Amerika Serikat baik untuk kepentingan
ekonomi, politik maupun militer semakin terlihat dengan turut
bergabungnya Amerika Serikat dalam East Asian Summit ke-6
yang diselenggarakan tanggal 19 November 2011 lalu di Bali.
Selain itu, Amerika Serikat pun berencana mengaktifkan kembali
pangkalan militer dan menyiagakan kapal perang di Filipina,
seperti tertuang dalam sebuah kesepakatan pertahanan antara AS
dengan Filipina tanggal 28 April 2014 dimana salah satu butir
perjanjiannya AS diperbolehkan membangun perangkat keras di
daratan Filipina demi menjaga keseimbangan kekuatan militer di
Asia.
c. Trend Ancaman dan Karakter Konflik Masa Depan.
Hasil kajian dari beberapa Negara maju tentang trend ancaman
dan karakter konflik di masa yang akan datang menunjukkan
perubahan yang sangat signifikan. Pengalaman operasi yang telah
dan sedang dilaksanakan, pemanasan global, realita resesi
ekonomi global, revolusi informasi dan peran media serta
kemampuan sumber daya alam yang semakin menurun
dihadapkan dengan peningkatan jumlah populasi dunia
merupakan situasi yang mempengaruhi trend ancaman dan
karakter konflik masa depan secara signifikan. Persengketaan
teritorial di Laut China Selatan serta pengaruh kekuatan global
semakin menambah ketidakpastian ancaman dan karakter konflik
di masa depan. Secara umum fundamental trend ancaman suatu
negara tetap berbasis konflik yang telah ada sejak dulu kala
merupakan bentuk pertarungan kekerasan yang merupakan
campuran antara kesempatan, resiko dan kebijakan politik.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
24
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Namun demikian bentuk konflik akan selalu berubah sejalan
dengan perubahan sosial sejarah umat manusia dan tantangan
dalam kehidupannya.
Karakter konflik yang akan datang secara umum juga akan
dihadapkan dengan kondisi dan lingkungan sosial, politik dan
ekonomi penduduk. Kebebasan ruang gerak suatu operasi dalam
suatu konflik akan terpengaruh dalam kondisi demikian.
Bercampurnya antara sipil dan militer serta medan pertempuran
dalam kawasan tempat tinggal padat penduduk akan semakin
kompleks, dihadapkan dengan implementasi hukum perang yang
telah disepakati. Pihak lawan atau potensi lawan akan selalu
berusaha mempelajari kemampuan dan kapasitas militer serta
akan berusaha mencari kelemahan. Revolusi informasi teknologi
yang telah mendorong keterbukaan media dan aturan
internasional yang telah disepakati terkait transfer senjata dan
bahan-bahan berbahaya lainnya telah mengurangi tingkat
kerahasiaan kemampuan militer suatu negara, khususnya yang
tergantung dengan teknologi asing.
14. Pengaruh Konflik Laut China Selatan Serta Dampaknya
Terhadap Indonesia.
a. Kebijakan Pemerintah Indonesia di kawasan Asia
Pasifik dan polemik Laut China Selatan.
1) Bidang Politik. Indonesia mempunyai kepentingan
terhadap penanganan konflik di Laut China Selatan, sebab
konflik itu bila tidak dapat ditangani dengan baik akan
berdampak terhadap stabilitas keamanan Indonesia dan
kawasan. Selain itu, Indonesia berkepentingan pula untuk
menegaskan klaimnya terhadap ZEE Indonesia di perairan
tersebut yang terletak di utara Kepulauan Natuna. Konflik di
Laut China Selatan apabila bereskalasi yang berdampak pada
terancamnya stabilitas kawasan akan memberikan implikasi
politik yang signifikan terhadap Indonesia. Implikasi tersebut
pada satu sisi adalah Indonesia akan terjepit dalam
Terbaik, Terhormat dan Disegani
25
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
pertarungan kepentingan kekuatan besar di kawasan, yaitu
Amerika Serikat versus Tiongkok. Pada sisi lain, kepentingan
nasional Indonesia di Laut China Selatan juga terancam sebab
wilayah ZEE Indonesia di perairan itu dipastikan akan terkena
spillover yaitu eksternalitas kegiatan ekonomi atau proses
yang mempengaruhi mereka yang tidak terlibat langsung.
Dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar kawasan,
Indonesia nampaknya harus bertumpu pada kekuatan sendiri
dan sulit untuk bersandar pada ASEAN untuk mendorong
bandul agar berada atau bertahan pada sisi stabilitas kawasan.
Sebab ASEAN sebagai organisasi disinyalir sulit untuk bersatu
padu dalam sikap mengingat sebagian negara ASEAN justru
menjadi pihak yang berebut klaim di Laut China Selatan. Di
samping itu, secara politik beberapa negara ASEAN tersebut
mempunyai sandaran politik pada kekuatan-kekuatan besar
kawasan dan dunia. Upaya ASEAN selama ini untuk mencari
solusi damai atas sengketa di Laut China Selatan
sesungguhnya merupakan pendekatan informal, sebab
Tiongkok menolak penggunaan pendekatan formal berlatar
multilateral. Pada waktu yang sama, Indonesia wajib pula
mengamankan kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan
dari potensi meluasnya (spill over) konflik yang berkembang,
sebab hal itu merupakan amanat konstitusi. Untuk bisa
menangani spillover tersebut, Indonesia membutuhkan
kepiawaian dan modalitas politik yang besar, tentunya melalui
kekuatan
Angkatan
Laut
yang
memadai.
Namun
memperhatikan kondisi saat ini, belum jelas apa yang bisa
dijadikan sebagai modalitas politik Indonesia untuk
mengantisipasi implikasi dinamika di Laut China Selatan.
2) Bidang Ekonomi. Implikasi ekonomi secara langsung
terhadap Indonesia dalam konflik Laut China Selatan adalah
Terbaik, Terhormat dan Disegani
26
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
terancamnya pendapatan negara dari ladang gas bumi di ZEE
Indonesia di perairan tersebut. Selama ini ladang gas bumi di
wilayah ZEE Indonesia memberikan kontribusi yang sangat
signifikan terhadap pendapatan negara, karena sebagian besar
hasilnya langsung dialirkan lewat pipa bawah laut ke
Singapura dan sebagian kecil ke Malaysia. Selain itu, masih
ada sumber gas bumi yang hingga kini belum dieksplorasi
sama sekali di sekitar Kepulauan Natuna meskipun potensi
cadangannya sudah berhasil diketahui, yaitu Blok Natuna DAlpha yang sampai sekarang masih menjadi sengketa antara
pemerintah Indonesia dan Exxonmobile sebuah perusahaan
minyak AS, adapun implikasi ekonomi secara tidak langsung
adalah meningkatnya biaya operasional komoditas ekspor
Indonesia ke kawasan Asia Timur. Apabila eskalasi konflik di
Laut China Selatan meningkat, dipastikan biaya asuransi kapal
niaga yang melintasi perairan itu juga akan meroket. Terbuka
pula kemungkinan kapal niaga yang berlayar ke Asia Timur
harus mengubah rutenya melalui Selat Makasar dan terus ke
pantai timur Filipina untuk kemudian mengarah ke Asia
Timur. Padahal nilai perdagangan Indonesia dengan negaranegara di kawasan Asia Timur cukup signifikan dalam
menunjang roda perekonomian nasional.
3) Bidang militer. Secara teoritis, kekuatan pertahanan
Indonesia harus mampu mengamankan kepentingan nasional
apabila pecah konflik di Laut China Selatan, baik
meminimalisasi
spillover
yang
muncul
maupun
mengamankan berbagai ladang gas yang ada di ZEE
Indonesia. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan
suatu postur kekuatan yang mampu beroperasi secara
gabungan di Laut Natuna dan sekitarnya. Titik kritisnya
adalah apakah skenario konflik di Laut China Selatan sudah
Terbaik, Terhormat dan Disegani
27
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
diwadahi dalam kemampuan yang dibangun dalam minimum
essential force (MEF)?
Ke depan, sebaiknya Laut China Selatan ditetapkan sebagai
salah satu perhatian bagi Indonesia. Berdasarkan kalkulasi
politik, ekonomi dan militer, konflik di Laut China Selatan
akan memiliki magnitude yang lebih besar dibandingkan
konfilk di Laut Sulawesi, sebab kekuatan militer yang terlibat
di Laut China Selatan lebih dari satu dan sekaligus berstatus
kekuatan kawasan dan dunia. Situasi ini jelas merupakan
tantangan tersendiri bagi TNI Angkatan Laut untuk
mengembangkan strategi operasi di Laut Natuna dan
sekitarnya. Strategi operasi yang dikembangkan pun hanya
akan bisa dilaksanakan apabila perencanaan pembangunan
kekuatan TNI Angkatan Laut sejak jauh-jauh difokuskan ke
skenario tersebut. Pengembangan kekuatan TNI Angkatan
Laut sebagai kekuatan inti dalam skenario tersebut (supported
force) harus dapat didukung oleh kekuatan TNI Angkatan
Udara dan Darat (supporting forces) yang mampu beroperasi
secara terintegrasi.
4) Bidang Maritim Sesama Negara ASEAN. Indonesia
memiliki kepentingan-kepentingan dan titik berat dalam
pelaksanaan kerja sama dalam ASEAN. Kepentingan ini
merupakan implementasi dari kepentingan nasional Indonesia
yang diproyeksikan di kawasan. Dalam memperjuangkan
kepentingan tersebut, Indonesia perlu menggunakan cara-cara
yang akomodatif yaitu memperhatikan kepentingan yang lebih
besar di tingkat kawasan, diiringi dengan diplomasi regional
yang menunjukkan kualitas kepemimpinan Indonesia dan
kontribusi konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara.
Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa bidang kerja sama
di ASEAN yang mana Indonesia dapat memainkan perannya
Terbaik, Terhormat dan Disegani
28
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
secara optimal namun tetap bijak dan memperhatikan
kepentingan bersama. Selain itu Indonesia harus bisa
meningkatkan keamanan maritim senantiasa berada dalam
kerangka ASEAN. Upaya ini seiring dengan konsistensi
kebijakan luar negeri Indonesia sejak era Orde Baru yang lebih
memfokuskan pada ASEAN. Kemampuan menciptakan
stabilitas perairan kawasan Asia Tenggara akan memberikan
kontribusi positif terhadap stabilitas keamanan maritim
Indonesia. Pada tataran makro, salah satu bentuk
institusionalisasi pengelolaan stabilitas keamanan Asia
Tenggara melalui ASEAN adalah pembentukan ASEAN
Community, yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Politic
Security Community (APSC). Gagasan pembentukan
Komunitas ASEAN tersebut diusung oleh Indonesia dan
ditetapkan dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali pada 7-8 Oktober
2003 yang melahirkan Bali Concorde II. Untuk kerjasama di
bidang pertahanan, Indonesia merupakan salah satu leading
actor dalam forum ASEAN Defense Minister Meeting
(ADMM). ADMM merupakan forum resmi para Menteri
Pertahanan ASEAN untuk bertukar gagasan dan sekaligus
membentuk kerjasama praktis pada tingkat operasional,
termasuk kerjasama maritim, diantaranya;
a) Pada level Angkatan Laut, secara reguler para Kepala
Staf Angkatan Laut ASEAN bertemu setiap tahun di dalam
wadah ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM). ACNM
selama ini telah menjadi wadah diplomasi Angkatan Laut
ASEAN yang cukup efektif untuk membangun dan
memperkuat Confidence Building Measures (CBM) antar
Angkatan Laut ASEAN. Wadah ini patut dihargai karena
dapat menjadi media beberapa negara ASEAN untuk
mencapai kesepakatan batas wilayah maritim dengan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
29
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
negara ASEAN lainnya. Kerjasama keamanan maritim
secara global telah dibahas oleh Admiral Michael Mullen
dengan konsep "The 1.000 Ships Navy". Konsep ini
kemudian diterjemahkan ke dalam "A Cooperative
Strategy for 21st Century Seapower' yang disusun
bersama antara US Navy, US Marine Corps dan US Coast
Guard.
b) Kerjasama maritim secara global digagas dan
diimplementasikan oleh Amerika Serikat dan negaranegara lainnya. Hasilnya dinilai memberikan kontribusi
dalam menghadapi berbagai ancaman keamanan maritim.
Terbukti pada kasus Somalia, kerjasama keamanan
maritim yang erat, berhasil menekan angka pembajakan
pada tahun-tahun terakhir. Indonesia sendiri juga telah
menjalin kerjasama dengan beberapa negara. Indonesia
berperan aktif pada kerangka ASEAN dan juga dengan
negara-negara
lainnya
pada
kerangka
strategic
partnership dan comprehensive partnership. Indonesia
sangat berkepentingan pada posisi geografisnya sebagai
pivot Asia Tenggara. Posisi strategis tersebut menuntut
Indonesia untuk selalu berinovasi di dalam mengamankan
kepentingan nasionalnya di atau lewat laut. Sungguh tepat
kiranya Indonesia untuk lebih menunjukkan peran
pentingnya di kawasan Asia Tenggara. Pada kasus sengketa
Laut China Selatan, Indonesia juga telah memposisikan
sebagai mediator yang baik antara Tiongkok dan negaranegara anggota ASEAN sebagai negara claimants.
Indonesia berinisiatif merumuskan Code of Conduct untuk
meredam sekaligus meredakan eskalasi konflik di Laut
China Selatan. Kerjasama Angkatan Laut ASEAN dalam
konteks multilateral secara resmi tidak berada dalam jalur
Terbaik, Terhormat dan Disegani
30
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
formal ASEAN, melainkan berada pada jalur informal.
Pilihan pada jalur informal itu didasarkan pada
pertimbangan bahwa ASEAN adalah komunitas keamanan
dan bukan fakta pertahanan. Meskipun kerjasama
Angkatan Laut ASEAN berada dalam jalur informal, akan
tetapi dalam prakteknya sejauh ini kesepakatan yang
dicapai oleh para Kepala Staf Angkatan Laut cukup efektif
dalam arti "mengikat" semua pihak yang terlibat.
5) Bidang Keamanan Wilayah Kawasan. Berbicara tentang
Indonesia tidak akan pernah lepas dari kebijakan
organisasi ASEAN. ASEAN merupakan penjaga otonomi
regional Asia Tenggara dengan menerapkan perlindungan
dari masuknya kekuatan-kekuatan besar. Perpecahan
antara negara-negara yang bersengketa dengan Tiongkok
dan negara yang mengandalkan perdagangan dan ekonomi
dengan Tiongkok. Meski secara tidak langsung menyebut
satu negara, Kamboja diketahui menerima ratusan juta
dolar AS dari Tiongkok dalam bentuk pinjaman lunak dan
investasi. Perselisihan di antara negara-negara ASEAN
mengenai pertemuan untuk mempercepat prospek
tercapainya kesepakatan mengenai code of conduct, sebab
Tiongkok merasa tidak semua negara ASEAN menentang
mereka.
Konsep penyelesaian damai yang dibangun melalui
mekanisme ASEAN Regional Forum (ARF), Confidence
Building Measures, Preventive Diplomacy, dan Conflict
Resolution, nyatanya juga belum berhasil mengurangi
intensitas ketegangan para pihak yang bersengketa. Dalam
perkembangannya, meski para pemimpin ASEAN telah
berkomitmen untuk penyelesaian sengketa secara damai
melalui Declaration on the Conduct of Parties in the South
Terbaik, Terhormat dan Disegani
31
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
China Sea. Namun, potensi konflik tetap terbuka ditengah
krisis soliditas para pemimpin ASEAN. Dalam proses
penyelesaian konflik antar pihak bersengketa juga timbul
perselisihan. Kamboja dan RRT mendukung penyelesaian
secara bilateral, terbatas pada pihak-pihak bersengketa.
Namun, Filipina dan Vietnam yang didukung oleh Amerika
Serikat menghendaki penyelesaian melalui mekanisme
multinasional. Selain itu, munculnya intimidasi dari RRT
dan tindakan reaktif dari pihak bersengketa lainnya telah
menimbulkan prasangka dan mengganggu hubungan
kerjasama regional serta stabilitas kawasan. Realitas ini
semakin memburuk dengan perilaku para pihak
bersengketa yang tidak mematuhi Tata Perilaku di Laut
China Selatan. Terutama perilaku intimidasi Pemerintah
Beijing, misalnya klaim sepihak Pemerintah Provinsi
Hainan (RRT) untuk menjadikan Paracel sebagai destinasi
wisata dan tindakan angkatan laut RRT yang menembaki
nelayan Vietnam.
Semenjak didudukinya Mischief Reef oleh Tiongkok di
awal tahun 1995, telah membuat negara-negara ASEAN
semakin
intensif
melakukan
koordinasi
untuk
mengantisipasi perkembangan di Laut China Selatan. Pada
bulan April tahun itu juga dilakukan pertemuan antara
ASEAN–Tiongkok di Hangshou, di mana Deklarasi Manila
tahun 1992 kembali ditegaskan dan dalam forum ini
negara-negara ASEAN sepakat dalam satu sikap bahwa
penyelesaian sengketa Kepulauan Spratly harus melalui
pembicaraan multilateral. Sikap ini kemudian diutarakan
lagi di dalam pertemuan ARF di Brunei pada bulan Juli
1995. Negara-negara ASEAN menganggap pertemuan yang
dilakukan dengan Tiongkok telah membawa kemajuan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
32
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
yang berarti, paling tidak telah berhasil meyakinkan
Tiongkok bahwa penyelesaian secara damai lewat
pendekatan multilateral adalah cara yang terbaik untuk
mengatasi sengketa di Laut China Selatan.
Namun sikap bersama negara-negara ASEAN menurut
para pengamat politik bukan tidak mengandung
kelemahan (mixed blessing).
Karena ASEAN bersatu
dengan tindakan kolektif dapat dipersepsi oleh Tiongkok
sebagai kelompok kekuatan yang akan ”memusuhi” dan
tidak akan memperlakukan Tiongkok secara adil.
Khususnya setelah Vietnam menjadi anggota ASEAN yang
kenyataannya pada masa lalu selalu mengambil sikap keras
terhadap
Tiongkok.
Bila
penyelesaian
sengketa
dipertahankan pada tingkat ASEAN–Tiongkok saja,
dengan kata lain membangun konsensus dengan
menempatkan Tiongkok di pihak yang berhadapan, akan
mengarah pada interpretasi membangun aliansi militer.
Padahal kenyataannya diantara beberapa negara
ASEAN masih mempunyai masalah perbatasan teritorial
(laut) yang belum diselesaikan baik secara bilateral
maupun multilateral. Sengketa teritorial internal ASEAN
perlu diselesaikan dulu dengan mencari suatu mekanisme
yang tepat dan efektif baru kemudian mengambil sikap
bersama dalam masalah Kepulauan Spratly. Dengan alasan
ini pula, maka dalam jangka pendek kerangka pertemuan
bersifat non pemerintah seperti lokakarya adalah
pendekatan yang dapat diterima oleh seluruh claimants
dan sambil mengembangkan upaya-upaya saling percaya
(confidence building measures) di antara mereka.
Kondisi tersebut terkadang memerlukan campur
tangan badan yang lebih tinggi dalam penyelesaian
Terbaik, Terhormat dan Disegani
33
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
permasalahan yang terjadi seperti PBB khususnya
berkaitan permasalahan yang paling hangat di kawasan
Laut China Selatan tentang hubungan bilateral antara
Tiongkok dan Vietnam yang sama-sama mengklaim secara
keras wilayah teritorialnya, kedua negara saling serang
sesuai argumennya dengan cara masing-masing negara
mengirimkan berkas yang menguraikan klaim mereka atas
Laut China Selatan kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban
Kin Moon.16
Kapal patroli keamanan Tiongkok di wilayah Laut China Selatan.
b. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia khususnya
masalah maritim sesama negara ASEAN. Indonesia
memiliki kepentingan-kepentingan dan titik berat dalam
pelaksanaan kerja sama dalam ASEAN. Kepentingan ini
merupakan implementasi dari kepentingan nasional Indonesia
yang diproyeksikan di kawasan. Dalam memperjuangkan
kepentingan tersebut, Indonesia perlu menggunakan cara-cara
yang akomodatif yaitu memperhatikan kepentingan yang lebih
besar di tingkat kawasan, diiringi dengan diplomasi regional yang
16
Media indonesia 12 juni 2014. PBB turun tangan dalam penanganan Konflik di kawasan Laut China
Selatan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
34
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
menunjukkan kualitas kepemimpinan Indonesia dan kontribusi
konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan
dengan hal tersebut di atas, terdapat beberapa bidang kerja sama
ASEAN dimana Indonesia dapat memainkan perannya secara
optimal namun tetap bijak dan memperhatikan kepentingan
bersama. Selain itu Indonesia harus bisa meningkatkan
keamanan maritim senantiasa berada dalam kerangka ASEAN.
Upaya ini seiring dengan konsistensi kebijakan politik luar negeri
Indonesia sejak era Orde Baru yang lebih memfokuskan pada
ASEAN. Kemampuan menciptakan stabilitas perairan kawasan
Asia Tenggara akan memberikan kontribusi positif terhadap
stabilitas keamanan maritim Indonesia. Pada tataran makro,
salah satu bentuk institusionalisasi pengelolaan stabilitas
keamanan Asia Tenggara melalui ASEAN adalah pembentukan
ASEAN Community, yang salah satu pilarnya adalah ASEAN
Politic-Security Community (APSC). Gagasan pembentukan
Komunitas ASEAN tersebut diusung oleh Indonesia dan
ditetapkan dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali pada 7-8 Oktober
2003 yang melahirkan Bali Concorde II. Untuk kerjasama di
bidang pertahanan, Indonesia merupakan salah satu leading
actor dalam forum ASEAN Defense Minister Meeting (ADMM).
ADMM merupakan forum resmi para Menteri Pertahanan ASEAN
untuk bertukar gagasan dan sekaligus menginiasi kerjasama
praktis pada tingkat operasional, termasuk kerjasama maritim.
Pada level Angkatan Laut, secara reguler para Kepala Staf
Angkatan Laut ASEAN bertemu setiap tahun di dalam wadah
ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM). ACNM selama ini telah
menjadi wadah diplomasi Angkatan Laut ASEAN yang cukup
efektif untuk membangun dan memperkuat Confidence Building
Measures (CBM) antar Angkatan Laut ASEAN. Wadah ini patut
dihargai karena dapat menjadi media beberapa negara ASEAN
untuk mencapai kesepakatan batas wilayah maritim dengan
negara ASEAN lainnya. Kerjasama keamanan maritim secara
global telah dibahas oleh Admiral Michael Mullen dengan konsep
Terbaik, Terhormat dan Disegani
35
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
"The 1.000 Ships Navy". Konsep ini kemudian diterjemahkan ke
dalam "A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower' yang
disusun bersama antara US Navy, US Marine Corps dan US
Coast Guard.
Kerjasama
maritim
secara
global
digagas
dan
diimplementasikan oleh Amerika Serikat dan negara-negara
lainnya. Hasilnya dinilai memberikan kontribusi dalam
menghadapi berbagai ancaman keamanan maritim. Terbukti pada
kasus Somalia, kerjasama keamanan maritim yang erat, berhasil
menekan angka pembajakan pada tahun-tahun terakhir.
Indonesia sendiri juga telah menjalin kerjasama dengan beberapa
negara. Indonesia berperan aktif pada kerangka ASEAN dan juga
dengan negara-negara lainnya pada kerangka strategic
partnership dan comprehensive partnership. Indonesia sangat
berkepentingan pada posisi geografisnya sebagai pivot Asia
Tenggara. Posisi strategis tersebut menuntut Indonesia untuk
selalu
berinovasi
didalam
mengamankan
kepentingan
nasionalnya di dan atau lewat laut. Sungguh tepat kiranya
Indonesia untuk lebih menunjukkan peran pentingnya di
kawasan Asia Tenggara. Pada kasus sengketa Laut China Selatan,
Indonesia juga telah memposisikan sebagai mediator yang baik
antara Tiongkok dan negara-negara anggota ASEAN sebagai
negara claimants. Indonesia berinisiatif merumuskan Code of
Conduct untuk meredam sekaligus meredakan eskalasi konflik di
Laut China Selatan. Kerjasama Angkatan Laut ASEAN dalam
konteks multilateral secara resmi tidak berada dalam jalur formal
ASEAN, melainkan berada pada jalur informal. Pilihan pada jalur
informal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa ASEAN adalah
komunitas keamanan dan bukan fakta pertahanan. Meskipun
kerjasama Angkatan Laut ASEAN berada dalam jalur informal,
akan tetapi dalam prakteknya sejauh ini kesepakatan yang dicapai
oleh para Kepala Staf Angkatan Laut cukup efektif dalam arti
"mengikat" semua pihak yang terlibat.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
36
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
BAB IV
ANALISA
15. Umum. Kawasan Laut China Selatan yang disengketakan
diperkirakan memiliki cadangan sumber daya alam yang besar,
seperti kandungan minyak dan gas. Karena itu, tidak berlebihan bila
banyak negara di sekitar Asia Tenggara berkeras mengklaim kawasan
Laut China Selatan sebagai bagian wilayah teritorialnya. Di sisi
lainnya, negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan tersebut
gencar mencari penyelesaian masalah itu sampai pada tingkat
regional dan internasional, termasuk dukungan dari negara super
power Amerika Serikat (AS), yang juga memiliki kepentingan besar di
wilayah tersebut.
Kepentingan AS di Laut China Selatan terkait dengan kebebasan
pelayaran di Laut China Selatan yang menghubungkan Samudra
Pasifik dan Samudra Hindia. Setiap tahun, tingkat perdagangan yang
melintasi perairan tersebut mencapai hampir 50% total perdagangan
Amerika. Jika terjadi konflik di Laut China Selatan, tentunya akan
menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar terhadap
perekonomian AS. Bagi AS sendiri persoalannya bukan sekadar
Tiongkok dikhawatirkan akan bisa menguasai wilayah tersebut. Yang
lebih dikhawatirkannya adalah pengaruh Tiongkok yang semakin
menguat dan secara perlahan akan menggeser dominasi AS sebagai
penguasa dunia. Untuk itulah AS mencoba turut campur dalam
penyelesaian sengketa yang terjadi di kawasan Laut China Selatan.
AS bukan hanya ingin mengirimkan pesan bahwa mereka masih
hadir di kawasan itu, tetapi sekaligus menekan Tiongkok agar tidak
berbuat macam-macam. Upaya untuk mengimbangi pengaruh
Tiongkok memang menjadi strategi global AS. Langkah itu tidak
hanya dilakukan melalui jalur diplomasi, tetapi juga dengan
menggunakan kekuatan militer. AS terus memperkuat keberadaan
militer mereka di kawasan Asia Pasifik.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
37
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
16. Pengaruh dan Kepentingan Tiongkok di Laut China
Selatan.
a. Sejarah Tiongkok dalam Kepemilikan Laut China
Selatan. Tiongkok melalui kebijakan pemerintahnya yang
radikal terus melakukan usaha dalam menguasai Laut China
Selatan yang mereka anggap secara de facto (pendekatan fakta
sejarah) merupakan bagian dari wilayahnya, bahkan tidak jarang
Tiongkok melakukan latihan militernya di daerah perairan
tersebut meskipun secara de jure (fakta hukum) masih terjadi
sengketa. Sengketa ini terus berlanjut hingga saat ini, dimana
berbagai negara di Asia terus menerus menyatakan bahwa daerah
laut tersebut merupakan milik mereka. Pencarian solusi masih
terus berlanjut, Tiongkok sendiri merupakan kekuatan besar di
Asia, baik dari segi hak veto yang dimiliki pada Dewan Keamanan
PBB, sampai pengaruh yang Tiongkok miliki pada negara-negara
ASEAN terutama berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan
perdagangan.
Sengketa teritorial di kawasan Laut China Selatan khususnya
sengketa atas kepemilikan kepulauan Spratly dan kepulauan
Paracel mempunyai perjalanan yang panjang. Sejarah
menunjukkan bahwa, penguasaan kepulauan ini telah melibatkan
banyak negara diantaranya Inggris, Perancis, Jepang, RRT,
Vietnam, yang kemudian melibatkan pula Malaysia, Brunei,
Filipina dan Taiwan. Sengketa teritorial dan penguasaan
kepulauan di Laut China Selatan, diawali oleh tuntutan Tiongkok
atas seluruh pulau-pulau di kawasan Laut China Selatan yang
mengacu pada catatan sejarah, penemuan situs, dokumendokumen kuno, peta-peta, dan penggunaan gugus-gugus pulau
oleh nelayannya. Menurut Tiongkok, sejak 2000 tahun yang lalu,
Laut China Selatan telah menjadi jalur pelayaran bagi mereka.
Beijing menegaskan, yang pertama menemukan dan menduduki
kepulauan Spartly adalah Tiongkok, didukung bukti-bukti
arkeologis Tiongkok dari dinasti Han (206-220 SM). Namun
Terbaik, Terhormat dan Disegani
38
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Vietnam membantahnya dan menganggap kepulauan Spartly dan
Paracel adalah bagian dari wilayah kedaulatannya. Vietnam
menyebutkan kepulauan Spartly dan Paracel secara efektif sudah
didudukinya sejak tahun 1802 dan tercantum sebagai wilayah
kekuasaannya.
Pada perkembangannya, Vietnam tidak mengakui wilayah
kedaulatan Tiongkok di kawasan tersebut, sehingga pada saat
perang dunia II berakhir Vietnam Selatan menduduki kepulauan
Paracel, termasuk beberapa gugus pulau di kepulauan Spratly.
Selain Vietnam Selatan kepulauan Spratly juga diduduki oleh
Taiwan sejak perang dunia II dan Filipina tahun 1971 dengan
menduduki kelompok gugus pulau di bagian timur kepulauan
Spratly yang disebut sebagai Kelayakan, tahun 1978 Filipina
menduduki lagi gugus pulau Panata. Alasan Filipina menduduki
kawasan tersebut karena kawasan itu merupakan tanah yang
tidak sedang dimiliki oleh negara-negara manapun. Filipina juga
menunjuk perjanjian perdamaian San Fransisco 1951, yang antara
lain menyatakan, Jepang telah melepas haknya terhadap
kepulauan Spartly dan tidak diserahkan kepada negara manapun.
Malaysia juga menduduki beberapa gugus pulau kepulauan
Spartly yang dinamai Terumbu Layang. Menurut Malaysia,
langkah itu diambil berdasarkan peta batas landas kontinen
Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari kepulauan
Spartly.
Dua kelompok gugus pulau lain, juga diklaim Malaysia sebagai
wilayahnya yaitu Terumbu Laksmana diduduki oleh Filipina dan
Amboyna diduduki Vietnam. Sementara, Brunei Darussalam yang
memperoleh kemerdekaan secara penuh dari Inggris 1 Januari
1984 kemudian juga ikut mengklaim wilayah di kepulauan
Spartly. Namun, Brunei hanya mengklaim perairan dan bukan
gugus pulau. Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan
adanya pendudukan terhadap seluruh wilayah kepulauan bagian
selatan kawasan Laut China Selatan. Sampai saat ini, negara yang
Terbaik, Terhormat dan Disegani
39
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
aktif menduduki di sekitar kawasan ini adalah Taiwan, Vietnam,
Filipina dan Malaysia. Dengan kondisi seperti ini, masalah
penyelesaian sengketa teritorial di Laut China Selatan tampaknya
semakin rumit dan membutuhkan mekanisme pengelolaan yang
lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan ekses-ekses
instabilitas di kawasan.
Konflik teritorial di Laut China Selatan ini sebenarnya sudah
berlangsung sejak lama, terutama atas kepulauan Pratas,
kepulauan Paracel dan gugus Macclesfield di dekatnya serta
kepulauan Spratly. Pendudukan atas beberapa pulau di kepulauan
Spratly itu sudah lama diperkirakan terutama sejak Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) berhasil merebut kepulauan Paracel dari
tangan Vietnam (Vietnam Selatan) pada bulan Januari 1974.
Tetapi sejak saat itu RRT tidak segera menduduki kepulauan
Spratly, meskipun negara itu telah menegaskan kembali klaimnya
atas kepulauan itu segera setelah wilayah Paracel berhasil di
duduki.
b. Pengaruh Potensi Sumber Daya Alam di Laut China
Selatan.
1) Kawasan Laut China Selatan merupakan jalur strategis
karena lebih dari empat puluh ribu kapal melewati jalur
tersebut setiap tahunnya. Disamping itu kawasan ini
merupakan jalur utama kapal-kapal minyak dari Timur
Tengah yang mensuplai kebutuhan minyak Jepang.
Sebaliknya, Jepang juga membutuhkan keamanan kawasan
tersebut karena mensuplai jalur utama bagi kapal-kapalnya
yang menyangkut barang-barang produksi menuju Asia,
Timur Tengah, dan Eropa. Ekonomi Jepang yang tergantung
pada penjualan barang elektronik, mesin dan otomotif jelas
membutuhkan stabilitas kawasan Laut China Selatan.
Demikian pula Amerika yang membutuhkan stabilitas jalur
laut bagi kelancaran kapal-kapal perangnya di kawasan
tersebut. Menganalisis secara keseluruhan kekayaan sumber
Terbaik, Terhormat dan Disegani
40
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
daya alam di Laut China Selatan memberikan alasan yang kuat
mengapa negara seperti Tiongkok, bahkan Amerika Serikat
sering melakukan kebijakan yang dapat menggoyahkan
perdamaian dan ketenangan di kawasan tersebut. Laut China
Selatan yang memiliki kekayaan alam diantaranya terdapat
cadangan minyak 213 milyar barel (10 kali lebih banyak dari
persediaan minyak Amerika Serikat), serta terdapat gas alam
yang jumlah keseluruhan sama dengan cadangan gas alam
yang dimiliki oleh Qatar. Perkiraan kandungan minyak bumi
di kawasan Laut China Selatan cukup beragam. Tiongkok
sangat aktif mengklaim kawasan Laut China Selatan karena
pernah mengeluarkan estimasi kandungan minyak di kawasan
Laut China Selatan sebanyak 213 bbl (billion barrels),
sementara Amerika memperkirakan kandungan minyak di
Laut China Selatan sebanyak 28 bbl.
2) Selain sumber daya alam Laut China Selatan, jalur
pelayaran juga menjadi latar belakang kuat bagi negaranegara maju untuk menjadikan stabilitas kawasan Laut China
Selatan sebagai prioritas dalam aktifitas politik luar negerinya.
Sebut saja Jepang, 80 persen import minyaknya diangkut
melalui jalur kawasan Laut China Selatan. Amerika Serikat
juga sangat membutuhkan kawasan ini untuk mendukung
mobilitas pasukan militernya dalam melancarkan dominasi
globalnya. Selain itu, Amerika Serikat juga mempunyai angka
kerjasama perdagangan yang tinggi dengan negara-negara di
kawasan Laut China Selatan. Dengan latar belakang potensi
yang begitu besar, maka tidak berlebihan jika kawasan ini
menjadi objek perdebatan multilateral. Sengketa di Laut China
Selatan muncul sebagai salah satu konflik regional di kawasan
Asia Tenggara yang sampai saat ini belum menemukan titik
terangnya. Ini dikarenakan masing-masing negara yang
terlibat dalam konflik ini tidak ingin mengalah dan menyerah
begitu saja. Ketegangan di antara negara-negara yang terlibat
Terbaik, Terhormat dan Disegani
41
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
itu dapat mengganggu stabilitas keamanan regional karena
tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perang di
kawasan Asia Tenggara.
3) Secara geografis, kawasan Laut China Selatan merupakan
perairan yang memanjang dari barat daya ke arah timur laut.
Sebelah selatan berbatasan dengan 30 LS antara Pulau
Sumatera dan Pulau Kalimantan, tepatnya Selat Karimata, dan
di sebelah utara berbatasan dengan Selat Taiwan. Kawasan ini
memiliki peran vital sebagai jalur perdagangan yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik, kapal-kapal
yang melewati kawasan ini setidaknya mengangkut
seperempat volume perdagangan laut dunia, kekisruhan dan
gejolak yang terjadi di kawasan akan berpotensi memicu
kerugian ekonomi. Pada kondisi lainnya batas letak geografis
yang tidak menentu inilah yang menyebabkan beberapa
negara merasa ikut memiliki hak atas perairan dan kepulauan
tersebut. Serta ditambah lagi dengan pedoman aturan ZEE
200 mil, dimana semua negara yang berbatasan dengan Laut
China Selatan memiliki batas berdasarkan ZEE yang saling
tumpang tindih sehingga menimbulkan masalah penentuan
batas dan klaim wilayah.
c. Negara yang mengklaim terhadap Laut China
Selatan. Salah satu kemungkinan yang terjadi dalam sengketa
Laut China Selatan adalah terjadinya konfrontasi bersenjata
diantara negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan.
Tiongkok mengecam seluruh negara pengklaim wilayah di Laut
China Selatan yang meminta dukungan pihak ketiga. Tiongkok
pun mengingatkan kembali, segala bentuk konfrontasi di Laut
China Selatan akan menyebabkan malapetaka. Seperti diketahui
pada perkembangan informasi terakhir, militer Filipina sebagai
salah
satu
negara
pengklaim
telah
mengembangkan
pembangunan basis militer angkatan laut dan udara yang baru di
Pantai Subic. Wilayah itu merupakan wilayah yang sempat
Terbaik, Terhormat dan Disegani
42
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
digunakan sebagai pangkalan militer Amerika Serikat (AS). Selain
itu, Filipina juga mendapat dukungan dari Jepang dalam
perseteruan di Laut China Selatan. Dukungan itu muncul karena
Jepang dan Filipina sama-sama merasa terancam dengan sikap
Tiongkok. Saat ini perseteruan terpanas berlangsung antara
Filipina, Vietnam dan Tiongkok. Tiongkok seringkali menuduh
Filipina melibatkan pihak asing dalam sengketa itu.
Konflik senjata pertama kali terjadi di wilayah Laut China
Selatan pada tahun 1974 yaitu antara Tiongkok dan Vietnam.
Kemudian terjadi untuk kedua kalinya pada tahun 1988,
dilatarbelakangi dengan makin intensifnya persaingan TiongkokVietnam di Indocina. Akibat perang yang terbuka antara angkatan
laut Tiongkok dan Vietnam ini, ada 70 korban di pihak militer
Vietnam. Dua aktor negara yang sampai saat ini terus mengalami
konflik di Laut China Selatan adalah Tiongkok dan Vietnam.
Walaupun tidak menghasilkan korban yang banyak seperti
kejadian di tahun 1974, namun bisa dilihat bagaimana kejadian
tersebut selalu membawa kawasan tersebut ke dalam daerah yang
tidak pernah tenang, serta terus menerus mengancam ketenangan
di kawasan tersebut. Seperti insiden “Demonstrasi anti Tiongkok”
yang dilakukan warga Vietnam, dipicu terlukanya sentimen
nasionalisme mereka yang kembali meledak menjadi kerusuhan
yang meluas di negeri itu dan menelan korban jiwa disertai
pembakaran belasan pabrik produksi yang berasal dari Tiongkok,
insiden tersebut berakibat ratusan orang terluka juga
menyebabkan eksodus warga Tiongkok dari Vietnam.17 Saat ini
kecuali Brunei, masing-masing pihak telah menentukan “land
base” di antara gugusan pulau-pulau Spratly sekaligus
menempatkan tentaranya di kawasan itu secara tidak menentu
dan tanpa pola yang jelas. Malaysia merupakan negara terakhir
yang menempatkan pasukannya, pada akhir 1977 dan kini
17
http://print.kompas.com/20140516- kemarahan Vietnam telan korban.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
43
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
menduduki sejumlah sembilan pulau dari kelompok kepulauan
Spratly.
Untuk dapat memahami dan mendalami alasan-alasan
mengapa ke 6 (enam) negara berbatasan mengklaim kepemilikan
atas kepulauan Spratly dan Paracel, maka ada baiknya
mengetahui secara singkat latar belakang masing-masing.
1) Taiwan. Taiwan (Republic of China / ROC) adalah negara
pertama di abad ke-20 yang mengklaim kepemilikan atas
keseluruhan kepulauan Spratly dan argumen utama yang
dipakai
untuk
mendukung
klaimnya
semata-mata
berdasarkan sejarah. Klaim Taiwan, meneruskan semasa
Taiwan masih bergabung dengan Tiongkok, mengakui bahwa
merekalah penemu pertama dan kemudian secara terusmenerus mengunjungi kepulauan itu sejak abad ke 4 M. Pada
tahun 1946 kepulauan tersebut dimasukkan kedalam
administrasi pemerintahan Propinsi Quang Dong dan sejak itu
pula kapal-kapal perangnya banyak dikirim ke sana untuk
melakukan survey hidrografi sambil mendirikan tonggaktonggak tanda pengenal. Sejak perpisahan dengan Tiongkok
(People's Republic Of Tiongkok/PRT) pada tahun 1949, klaim
pun diteruskan secara terpisah oleh kedua negara, dalam arti
kedaulatan dan pemerintahan. Karena itu mudah dimengerti
mengapa kedua negara mengklaim wilayah yang sama serta
menerbitkan peta yang sama pula.
Amerika Serikat melihat Laut China Selatan makin kisruh,
Negara Adidaya ini merasa berkepentingan dengan stabilitas
di kawasan demi menjamin keamanan pelayaran dan aktivitas
penerbangannya. Klaim sebagai negara penstabil dunia
dimanfaatkan dengan menempatkan pasukan di Darwin yang
diprediksi sebetulnya untuk mengimbangi Tiongkok yang
semakin kuat baik dari segi kemiliteran dan ekonomi. Tidak
terkecuali dukungan terhadap negara Taiwan yang sudah
punya hubungan bilateral cukup lama dengan Amerika serikat
Terbaik, Terhormat dan Disegani
44
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
saat negara tersebut memisahkan diri dari Republik Rakyat
Tiongkok. Beberapa kali upaya Tiongkok untuk menyerang
negara Taiwan tidak sepenuhnya berhasil karena dukungan
persenjataan oleh Amerika, secara morilpun pihak Amerika
Serikat menyatakan bahwa Tiongkok telah melanggar HAM
dengan menyerang Taiwan. Amerika Serikat dalam hal ini
sebagi pihak yang paling diuntungkan dari konflik yang terjadi
antara Tiongkok dan Taiwan, dimana produksi senjatanya
dibutuhkan oleh Taiwan dalam menangkal serangan
Tiongkok.
2) Tiongkok. Klaim kedaulatan secara resmi atas Kepulauan
Spratly oleh Tiongkok dapat ditelusuri sejak tahun 1950 tidak
lama setelah pemerintahan komunis mengambil alih
kekuasaan. Seperti halnya Taiwan, klaim tersebut didasarkan
pada latar belakang sejarah. Tiongkok percaya bahwa pulaupulau tersebut telah lama berada dalam pengendalian
administrasi pemerintahan mereka dan telah digunakan oleh
para nelayan Tiongkok mencari nafkah sejak dinasti Ming di
abad ke-14 sampai ke-17 M. Klaim Tiongkok didukung oleh
banyak catatan-catatan sejarah, arsip-arsip kuno dan petapeta. Pada pertengahan abad ke-20 pemerintahan Tiongkok
telah berulang kali menegaskan kedaulatannya atas
Kepulauan Spratly dan beberapa pulau yang terletak di Laut
China Selatan.
Dalam
perkembangannya
pemerintah
Tiongkok
mengeluarkan peta terbaru wilayah yang di klaim masuk
teritorialnya dengan nine-dashed line karena merupakan
sembilan segmen garis putus-putus. Tiongkok mengajukan
klaim ini berdasarkan pada prinsip “historic waters” atau
perairan yang konon menurut sejarah Tiongkok merupakan
bagian dari wilayah atau yuridiksi Tiongkok. Klaim ini
kemudian ditolak negara-negara di kawasan Laut China
Selatan karena merasa dirugikan. Pihak Amerika Serikat
Terbaik, Terhormat dan Disegani
45
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
melihat peluang dari kondisi tersebut untuk ikut campur
tangan dengan memberi dukungan kepada negara yang
menolak klaim Tiongkok. Disatu sisi Tiongkok merasa
terganggu dengan dukungan Amerika terhadap beberapa
negara yang menolak klaim Tiongkok yang menyebabkan
hubungan kedua negara menjadi rusak.
3) Vietnam. Vietnam adalah negara yang ikut menyatakan
klaim kepemilikan atas gugusan kepulauan di Laut China
Selatan ini berdasarkan argumentasinya sendiri. Jauh sebelum
Vietnam Utara dan Vietnam Selatan bersatu, Pemerintah
Republik Vietnam Selatan telah menyatakan klaimnya atas
Kepulauan Spratly, bahkan juga mencakup kepulauan Paracel
yang terletak dibagian utara Laut China Selatan. Pengamat
maritim menduga bahwa pemerintah Vietnam Selatan pada
waktu itu hanya meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh
pemerintah kolonial Perancis ketika menjajah negeri itu, yaitu
secara rutin mengirimkan kapal-kapal patroli laut ke kawasan
itu sekaligus memproklamirkan bahwa wilayah Kepulauan
Spratly berada dalam administrasi pemerintahannya. Alasan
sejarah juga dipakai oleh Vietnam dengan menyatakan bahwa
perairan di seputar kepulauan tersebut telah didatangi oleh
nelayan-nelayan mereka selama beratus-ratus tahun yang
lampau untuk menangkap ikan.
Vietnam merupakan negara yang paling terbuka
menyatakan ketidak sepahamannya terhadap Tiongkok
berkaitan kawasan Laut China Selatan, hal ini sampai
menimbulkan konfrontasi secara terbuka dari kedua belah
pihak. Seperti insiden terakhir yaitu demo secara besarbesaran oleh negara Vietnam yang menyatakan anti Tiongkok
dimana terjadi pengusiran secara seluruh hal yang berbau
Tiongkok dari negara Vietnam. Dukungan Amerika Serikat
terhadap Vietnam sendiri telah diberikan sejak insiden di
perbatasan pada tahun 1979, saat itu Tiongkok dan Vietnam
Terbaik, Terhormat dan Disegani
46
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
terlibat dalam sengketa perairan dan konflik diplomatik
menyangkut eksplorasi minyak, hak penangkapan ikan, dan
kepulauan-kepulauan Spratly dan Paracel.
4) Filipina. Pemerintah Filipina secara formal hanya
mengklaim dan menyatakan kedaulatannya atas 60 buah
pulau, termasuk di dalamnya pulau-pulau berbatu/gosong
(reef) dan pulau karang bulat (atol). Tetapi dasar klaim tidak
banyak berbeda dengan negara lain yaitu berdasarkan fakta
sejarah disamping alasan ekonomi dan keamanan. Dari segi
sejarah diawali oleh beberapa aktifitas yang dilakukan oleh
perorangan yang menyatakan telah menemukan suatu
gugusan pulau tidak berpenghuni yang terletak di Laut China
Selatan. Thomas A. Cloma, seorang nelayan Filipina pada
tahun 1956 menyerahkan sebuah laporan kepada pemerintah
yang menyatakan bahwa ia sudah menemukan sebuah
kepulauan dengan luas sekitar 64,976 mil laut persegi yang
kemudian diberi nama Freedom Land atau Kalayan. Jadi
klaim Filipina ini didasarkan pada prinsip discovery and
proximity atau karena penemuan serta kedekatan lokasi dan
karena tidak ada yang memiliki.
Dalam perkembangannya Filipina meminta dukungan dari
pihak Amerika dengan cara melaksanakan kerjasama bidang
pertahanan, realisasi dari sebuah bentuk kerjasama tersebut
diantaranya Amerika Serikat diperbolehkan menempatkan
pasukannya di wilayah Filipina. Kondisi tersebut disikapi
secara negatif oleh Tiongkok yang menganggap kembali pihak
Amerika Serikat mencoba ikut campur dalam permasalahan
yang terjadi antara Tiongkok dan Filipina. Di satu sisi pihak
Filipina merasa mendapatkan dukungan moril dari Amerika
Serikat dan kepercayaan diri yang meningkat setelah
sebelumnya merasa tidak mampu mengimbangi alutsista yang
dimiliki oleh negara Tiongkok.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
47
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
5) Malaysia. Malaysia adalah pendatang baru dalam
perebutan klaim di Kepulauan Spratly, karena klaim negara
itu baru muncul pada bulan Desember tahun 1979 ketika
Malaysia menerbitkan sebuah peta laut yang di dalamnya
memasukkan beberapa pulau dalam gugusan Spratly termasuk
dalam landas kontinen Malaysia. Dalam peta yang dibuat,
sangat jelas telah memasukkan beberapa pulau sebagai
wilayah teritorialnya, yang nota bene juga sudah diklaim
bersama oleh Taiwan, Tiongkok, Vietnam dan Filipina. Patut
diduga klaim Malaysia semata-mata didasarkan pada
kenyataan bahwa pulau-pulau tersebut terletak di dalam
landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya dan juga
karena terletak dekat ke daratan utamanya (mainland) Sabah.
Penerapan secara sepihak hukum laut internasional (United
Nations Convention on the Law of the Sea UNCLOS 1982)
yang mengatur tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan
landas kontinen juga menjadi dasar untuk pembuatan peta
laut yang baru.
Tercatat 12 buah pulau klaim Malaysia yang terdapat di
kawasan Laut China Selatan juga di klaim secara bersamaan
masuk wilayah Tiongkok dan 3 (tiga) negara ASEAN lainnya,
hal ini memunculkan jawaban sementara bahwa terdapat
tingkat keseriusan yang tinggi dari pemerintah Malaysia untuk
mengeksplorasi sumber daya alam yang terdapat di kawasan
Laut China Selatan.
6) Brunei Darussalam. Lama sebelum Brunei memperoleh
kemerdekaannya dari Inggris, Pulau Louisa Reef yang terletak
di bagian selatan Kepulauan Spratly telah ditetapkan oleh
Inggris pada tahun 1954 sebagai wilayah teritorialnya. Klaim
tersebut diteruskan oleh Brunei dewasa ini yang dalam
kenyataannya ditentang keras oleh Malaysia. Dasar yang
dipakai oleh Brunei adalah juga UNCLOS 1982, yaitu wilayah
yang merupakan kelanjutan dari landas kontinen sampai pada
Terbaik, Terhormat dan Disegani
48
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
kedalaman 100 fathom. Sudah ada upaya antara Brunei dan
Malaysia untuk mengatasi sengketa kepemilikan atas Louisa
Reef, namun karena masalahnya sangat kompleks maka
tumpang tindih klaim antar kedua negara belum terselesaikan.
Pada tahun 1988 Brunei malah memperluas klaimnya dengan
menunjukkan peta baru yang memuat batas terluar landas
kontinennya melampaui Rifleman Bank sampai sejauh 350
mil. Jadi klaim baru ini adalah merupakan interpretasi dari
UNCLOS 1982 tentang landas kontinen. Hampir sama dengan
Malaysia belum terdapat solusi yang paling tepat dan bisa
diterima semua pihak karena klaim yang dikeluarkan oleh
Brunei juga diklaim oleh lebih dari satu negara di kawasan.
Berdasarkan kondisi beberapa negara yang terlibat konflik
wilayah di kawasan, dikaitkan dengan keputusan Amerika
Serikat untuk menempatkan pasukan di Darwin semakin
memperjelas peta ketegangan di kawasan. Beberapa kalangan
memperkirakan, pengerahan pasukan di sisi selatan itu untuk
mengimbangi Tiongkok di bagian utara yang semakin kuat,
baik dari segi kemiliteran dan ekonomi. Pemilihan Marinir
untuk bersiaga di Australia juga mengisyaratkan bahwa
Obama benar-benar sadar bahwa gesekan di kawasan itu
terjadi di laut. Kawasan yang disinyalir mempunyai lalu lintas
tersibuk di dunia, dimana Amerika Serikat memiliki
kepentingan vital dalam menjamin kebebasan navigasi di Laut
Cina Selatan.
Dilihat dari kecenderungan politik, negara yang saat ini
sedang berkonflik seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Filipina jelas-jelas lebih memilih berkawan dengan Amerika
Serikat. Termasuk dalam hal ini Taiwan dan Vietnam yang
bisa saja merapat ke Amerika Serikat mengingat negeri itu
seringkali terlibat insiden fisik dengan Tiongkok di Laut Cina
Selatan. Meskipun kondisi tersebut coba di dramatisir oleh
pihak Tiongkok dengan menyatakan bahwa aliansi yang
Terbaik, Terhormat dan Disegani
49
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
dilakukan oleh negara-negara yang terlibat konflik malah akan
menambah ketegangan yang terjadi di kawasan Laut China
Selatan.
ASEAN yang dimotori oleh Indonesia sebagai negara
terbesar di Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya
dalam hal penyelesaian konflik secara damai. Pada KTT
ASEAN di Bali dimana hampir semua negara yang terlibat
konflik di Laut China Selatan duduk bersama untuk
menyelaraskan kondisi yang telah terjadi, meskipun hasilnya
belum optimal. Kondisi tersebut mengundang PBB turun
tangan dalam penanganannya seperti insiden terakhir antara
Vietnam dengan Tiongkok, dimana kembali Amerika Serikat
ditunjuk mediator dalam penyelesaian sengketa yang terjadi.
d. Pengaruh Eksistensi Tiongkok di kawasan Laut China
Selatan. Beberapa alasan dibalik kenyataan ini dapat dilihat
dengan berbagai sumber daya alam yang berada di lautan
tersebut, sehingga banyak aktor-aktor negara berusaha
menjadikan lautan tersebut bagian legal dari wilayah mereka, dan
adapula yang menentang aktor lain untuk menyatakan
kepemilikan atas lautan tersebut. Adapun pulau yang sering
menghasilkan konflik di Laut China Selatan adalah pulau Paracel
dan pulau Spratly. Negara-negara seperti Tiongkok, Filipina dan
Vietnam merupakan beberapa negara yang terus secara konstan
mengalami konflik di daerah tersebut. Kegiatan dan aktifitas yang
dilakukan Tiongkok sejauh ini yang dapat dipantau, seperti
bantuan yang dilakukan ke Pasifik Selatan semata-mata untuk
mendorong dan mempengaruhi negara-negara di kawasan
tersebut, sekalipun belum nampak adanya upaya Tiongkok
meningkatkan pengaruh militernya. Laporan Lowy Institute pada
April 2011 menyebutkan bahwa Chequebook Diplomacy China
yang telah merubah pemberian bantuan hibah ke pinjaman
lunak, akan menempatkan negara-negara peminjam pada posisi
yang rentan terhadap tekanan politik Beijing, karena negaraTerbaik, Terhormat dan Disegani
50
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
negara tersebut akan berjuang keras membayar pinjamannya
dalam satu jangka waktu tertentu yang pada gilirannya akan
terikat dengan Beijing.
Klaim teritorial Tiongkok di laut China Selatan termasuk
gugusan kepulauan di daerah itu telah menimbulkan pertanyaan
mendasar akan sistim teritori negara yang dianut Tiongkok.
Umumnya negara-negara menganut sistim teritori negara sesuai
dengan perjanjian Westphalia pada tahun 1648 yaitu batas
wilayah dan kedaulatan negara yang tegas dan jelas, serta tidak
adanya campur tangan negara lain dalam masalah internal negara
tertentu. Seperti kita ketahui terdapat friksi antara Beijing dan
Washington terkait dengan sengketa Tiongkok dengan 5 negara
Asia Tenggara atas kepemilikan gugusan kepulauan Spratly dan
Paracel di Laut China Selatan. Meskipun AS bukan negara
claimant, tetapi secara terbuka AS menyatakan bahwa sengketa
tersebut berada dalam kepentingan nasional AS sehubungan
dengan jalur laut vital yang melewati daerah tersebut. Karena itu
AS mendorong penyelesaian konflik oleh semua pihak secara
damai.
Tentang hubungan Tiongkok dengan Amerika Serikat (AS),
sering kali lebih menarik jika diukur dari kemampuan militernya.
Harus diakui untuk kondisi saat ini, kekuatan dan kemampuan
militer China terus dikembangkan dalam militernya dengan ratarata
10%
pertahun
untuk
memodernisasi
kekuatan
pertahanannya. Sebagai contoh, China sekarang memiliki kapal
selam tenaga diesel modern sebanyak 50 buah, dan sedang
membangun sebuah kapal selam bertenaga nuklir. China juga
memiliki peluru kendali (rudal) balistik jarak pendek, sedang dan
jauh baik konvensional maupun nuklir, di mana rudal jarak
menengahnya saja dapat menjangkau Jepang dan beberapa
pangkalan udara AS di Asia.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
51
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
17. Pengaruh Kebijakan dan Kepentingan Amerika di Laut
China Selatan.
a. Perspektif Amerika terhadap Laut China Selatan.
Sikap Amerika dalam memandang Tiongkok sebagaimana
disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri William Burns,
mengatakan: “The two countries have a deep, wide-ranging and
complex relationship. A healthy China-US relationship is central
to the future of the Asia Pacific region and the global economy,
and mutual trust and understanding are essential to the security
and prosperity of both countries” Walaupun pejabat pemerintah
Amerika Serikat berulang kali mengatakan bahwa mereka
menyambut baik Tiongkok yang kuat dan sejahtera. Namun
pengamat dan politikus AS punya pendapat yang berbeda.
Misalnya Robert Art, Prof dari Brandeis University berpendapat,
ketika kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok terus meningkat,
maka gap antara kekuatan Tiongkok dan AS semakin menyempit
sehingga diperlukan strategi baru untuk menghadapinya. Strategi
tersebut terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu;
1) “Menerima dengan biasa saja” dengan asumsi bahwa
Tiongkok tidak berniat membangun tata dunia internasional,
karena itu AS harus membangun hubungan baik dengan
Tiongkok, membawanya kedalam sistem internasional dan
menjadi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab.
2) “Konflik yang tak terelakkan” berpendapat, kebangkitan
satu kekuatan baru biasanya tidak pernah berniat damai,
sehingga konflik antara kedua negara merupakan keniscayaan.
Kebangkitan Tiongkok akan menggoyang sistem internasional
yang sudah ada, karena itu AS harus membendung Tiongkok,
terutama mencegahnya menjadi kekuatan dominan di Asia.
3) “Optimistis-realistis”, percaya bahwa perdamaian tidak
dapat dicapai secara otomatis, tetapi juga konflik bukan tidak
mungkin dicegah. Sebab itu AS harus menjalankan diplomasi
Terbaik, Terhormat dan Disegani
52
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
dan kebijakan yang arif untuk menangani hubungan kedua
negara.
Sekarang dunia sedang menyaksikan perubahan kebijakan
keamanan global Amerika setelah lebih dari satu dekade terlibat
dalam perang di Timur Tengah dan Asia Selatan. “A policy shift
towards Asia Pacific” sebenarnya hanyalah penegasan kembali
akan komitmen AS sejalan dengan Strategi Keamanan
Nasionalnya di kawasan ini seperti yang sudah diuraikan di atas,
hanya saat ini lebih banyak ditujukan kepada Tiongkok. Presiden
Barack Obama awal Januari 2012 mengumumkan pergeseran
strategi pertahanan AS yang akan berfokus ke kawasan Asia
Pasifik, tidak berarti akan menarik semua pasukannya dari Eropa
maupun dari bagian dunia yang lain.
Duta besar AS untuk Indonesia mengatakan bahwa AS sudah
sejak lama selalu terlibat aktif dalam kerjasama di kawasan ini,
karenanya perubahan ini bukanlah sesuatu yang baru, karena
memang AS adalah bagian dari kawasan Pasifik. Selain dari itu AS
berupaya menggalang hubungan yang lebih erat lagi dengan
negara-negara Asia, terbukti dengan kunjungan Presiden Barack
Obama ke beberapa Negara Asia Pasifik baru-baru ini seperti
Australia dan Indonesia. Menteri Luar Negeri Hillary Clinton
mengunjungi Filipina, Thailand dan Myanmar. Di Filipina
Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menandatangani deklarasi
penegasan kembali perjanjian pertahanan antara kedua negara.
Sedangkan di Thailand Hillary Clinton berjanji memberikan
bantuan sebesar $10 juta serta pelibatan kapal perang untuk
membantu menanggulangi korban akibat banjir.
Dengan Australia, AS telah menempatkan Pasukan Marinir
sebanyak 2500 personil di Darwin di akhir Maret lalu, sebagai
pemenuhan pernyataan Presiden Obama ketika mengunjungi
Australia beberapa waktu lalu. Amerika Serikat juga
menempatkan pasukan di Taiwan, kapal pengintai di Jepang, dan
Korea Selatan menghibahkan kapal Fregat kepada pemerintah
Terbaik, Terhormat dan Disegani
53
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Filiphina. Rencana AS untuk memasang 'tameng' pertahanan
peluru kendali di Asia yang rencananya akan ditempatkan di
Korea Selatan, Jepang dan Australia, telah mengundang banyak
reaksi terutama dari Tiongkok. Dampak negatif rencana ini antara
lain akan memicu Tiongkok meningkatkan kemampuan misil
balistiknya, baik jarak menengah maupun jarak jauh sebagai
antisipasi. Akibat selanjutnya membawa AS dan Tiongkok ke
dalam situasi Perang Dingin di kawasan Pasifik. Kondisi ini secara
signifikan membawa dampak dalam struktur dan arsitektur
pertahanan nasional kita sekaligus ekonomi bangsa Indonesia.
Mulai dari ancaman terhadap kedaulatan wilayah NKRI sampai
pada investasi nasional dan masa depan hubungan kerjasama
ekonomi bilateral dan unilateral antara Indonesia dengan negaranegara ASEAN.
Terkait dengan Laut China Selatan, sikap ketidaksukaan
disampaikan oleh pemerintah Tiongkok yang menganggap
intervensi Amerika terlalu memihak kepada negara tertentu yang
terlibat konflik, seperti sebuah dukungan moril yang
dilakukannya terhadap pemerintah Filiphina. Pemerintah
Tiongkok menganggap jika campur tangan pemerintah Amerika
terlalu jauh akan lebih meningkatkan ketegangan di kawasan.
Pada sisi lain langkah intervensif Amerika di kawasan sejalan
dengan strateginya untuk memperkuat kehadiran militernya di
wilayah Asia Pasifik dan keinginan mengurangi pengaruh Beijing
di tengah negara-negara ASEAN sekaligus berupaya melegalkan
kebijakan tersebut dengan istilah “strategi menjaga keseimbangan
kekuatan”.
b. Kebangkitan Tiongkok dimata Amerika Serikat.
Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok, secara politik, bisa
dikatakan mengalami pasang surut. Selama paruh pertama abad
ke-20, Amerika Serikat mendekati Tiongkok tapi Tiongkok
menolak.
Amerika
Serikat
membayangkan
adanya
konvergensi kepentingan nilai-nilai Tiongkok dan Amerika
Terbaik, Terhormat dan Disegani
54
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Serikat, akan tetapi tidak memahami kekuatan penuh
nasionalisme Tiongkok. Pada tahun 1970an, hubungan Amerika
Serikat dan Tiongkok membaik karena memiliki kepentingan
geostrategis yang sama untuk melawan Uni Soviet. Namun pada
tahun 1989, selama terjadinya peristiwa penumpasan Tiananmen
di Tiongkok, keduanya berselisih paham kembali. Dengan
serangan terhadap New York dan Washington pada 11 September
2001, yang memunculkan rekonsiliasi.
Pandangan Amerika Serikat terhadap Tiongkok memang tidak
pernah sama, selalu berubah terus menerus. Hal ini dikarenakan,
Tiongkok menantang beberapa keyakinan dasar mengenai
keunggulan Amerika Serikat. Apalagi kelemahan Amerika Serikat
mulai terlihat ketika munculnya krisis finansial global. Apakah
memang kapitalisme otoriter Tiongkok lebih dapat diandalkan
dibandingkan pendekatan berbasis pasar yang tidak memiliki
banyak peraturan milik Amerika Serikat? Amerika Serikat
kemudian mempublikasikan pengungkapan kecemasan tentang
meningkatnya kekuatan Tiongkok.
Apalagi media Amerika
Serikat sering menggambarkan Tiongkok sebagai raksasa telah
melahap sumber daya yang gagal memberikan hak kekayaan
intelektual, memproduksi mainan dengan timbal, suka
mengganggu pesaingnya, mengabaikan hak asasi manusia, dan
memanipulasi mata uangnya. Sehingga perang dagang dan
perjuangan untuk sumber daya mineral di masa depan
tampaknya tidak terelakkan.
Pada saat yang sama, Amerika Serikat kagum melihat
pertumbuhan
Tiongkok.
Presiden
Barack
Obama
mengartikulasikan perspektif ini dalam pidatonya kepada
mahasiswa Tiongkok di Shanghai pada tahun 2009. Pidato
Barack Obama ini menjelaskan bahwa Amerika Serikat perlu
untuk melupakan sejarah emosional dengan Tiongkok. Sejarah
memang tidak bisa diubah dan mungkin terbukti mustahil untuk
mendamaikan pandangan yang kontras untuk melihat dunia.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
55
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Namun kesamaan, suatu saat dapat diidentifikasi, bahkan jika
konvergensi bukan merupakan pilihan yang realistis. Amerika
Serikat tidak lagi memiliki pilihan menerima atau menolak
terlibat dengan Tiongkok. Pada akhirnya Amerika Serikat saat ini
berusaha untuk berdamai dan melihat Tiongkok sebagai teman
yang potensial lebih dari sekedar musuh yang mengancam.
Pada masa lalu, Amerika Serikat melihat Tiongkok sebagai
bangsa yang berseberangan dengan mereka. Banyak citra negatif
yang muncul untuk menggambarkan Tiongkok dalam pandangan
Amerika Serikat. Sehingga, pada saat itu Amerika Serikat
menganggap Tiongkok sebagai ancaman yang akan mengganggu
stabilitas nilai-nilai dan gaya hidup Amerika Serikat yang mereka
terapkan di luar Amerika Serikat. Apalagi, Tiongkok juga tidak
menerima adanya nilai-nilai yang diterapkan Amerika Serikat.
Sehingga, hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok mengalami
pasang surut. Hubungan membaik ketika ada kepentingan yang
sama dan akhirnya memutuskan untuk bekerja sama. Ketika
kepentingan berseberangan, maka mereka akan berselisih
kembali seperti pada sengketa Laut China Selatan. Ketika masa
pemerintahan pertama Obama, Amerika Serikat memutuskan
untuk ikut campur dalam penyelesaian sengketa, Tiongkok
merasa ini serangan untuk meruntuhkannya. Akan tetapi,
Pemerintahan Obama menekankan bahwa Amerika Serikat hanya
ingin membantu dan menganggap negara-negara pengklaim
adalah mitra yang butuh penengah agar tidak terjadi salah
paham. Sehingga, pemerintahan Obama juga menganggap bahwa
Tiongkok adalah mitra, bukanlah musuh, dan meminta untuk
saling melupakan sejarah masa lalu yang kelam dalam hubungan
Amerika Serikat dan Tiongkok.18
Persepsi ini mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh
Amerika Serikat dalam upaya penyelesaian sengketa Laut China
Selatan menjadi lunak. Meskipun dalam konflik tersebut
18
Ibid.,
Terbaik, Terhormat dan Disegani
56
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Tiongkok melakukan tindakan yang tegas, namun Amerika
Serikat berusaha agar Tiongkok ikut dalam usaha perdamaian
dengan cara mengikuti pertemuan-pertemuan dengan negaranegara pengklaim yang lain.
c. Trend Ancaman dan Karakter Konflik Masa Depan.
Walaupun secara umum terjadi perubahan trend ancaman dan
karakter konflik masa depan, namun secara umum fundamental
trend ancaman suatu negara tetap berbasis konflik yang telah ada
sejak dulu kala. Konflik tetap merupakan bentuk pertarungan
kekerasan yang merupakan campuran antara kesempatan, resiko
dan kebijakan politik. Namun demikian bentuk konflik akan
selalu berubah sejalan dengan perubahan sosial dan sejarah umat
manusia dan tantangan dalam kehidupannya. Dengan demikian
pelaksanaan modernisasi militer negara–negara di kawasan Asia
Tenggara, Tiongkok sebagai potensi ancaman terbesar terkait
masalah di Laut China Selatan merupakan jawaban dari
kecenderungan eksistensi fundamental ancaman dan potensi
konflik ke depan. Keberadaan sengketa teritorial di Laut China
Selatan serta pengaruh kekuatan global di kawasan tersebut
merupakan gambaran eksistensi trend ancaman dan potensi
karakter konflik yang masih berlanjut sejak dahulu kala. Dengan
semakin kompleksnya permasalahan yang ada, baik di tingkat
global dan regional, akan juga berpengaruh terhadap kondisi
negara Indonesia secara umum dan pertahanan nasional
khususnya. Keterbatasan sumber daya dan ekonomi nasional
yang diperlukan untuk mendukung kepentingan pertahanan
negara harus disikapi dengan inovasi secara berkelanjutan.
Kemanunggalan antara TNI dan Rakyat harus terus dipelihara
dan ditingkatkan. Segenap komponen bangsa harus dapat merasa
memiliki dan menjalankan fungsi pertahanan nasional dalam arti
yang luas, sesuai dengan bidang masing–masing, termasuk upaya
secara sinergi dan terintegrasi dalam peningkatan kemampuan
teknologi pertahanan. Seiring dengan aplikasi hukum
Terbaik, Terhormat dan Disegani
57
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
internasional dalam suatu konflik domestik dan internasional,
maka setiap negara harus mampu mengimplementasikan serta
menjabarkannya ke dalam hukum nasional sesuai dengan
kepentingan nasionalnya.
18. Pengaruh Konflik Laut China Selatan serta dampaknya
terhadap Indonesia.
a. Kebijakan Pemerintah Indonesia di kawasan Asia
Pasifik dan polemik Laut China Selatan.
1) Bidang Politik. Posisi Indonesia sangat jelas, tidak
memiliki konflik di kawasan Laut Tiongkok Selatan tetapi
kawasan ini bersinggungan dengan halaman depan rumah kita
dan sekaligus menjadi jalan raya transportasi strategis dari
dan ke Asia Timur. Klaim Tiongkok atas seluruh pulau dan
perairan Laut China Selatan membenturkan dirinya pada
sejumlah negara ASEAN yang sama-sama mengaku menjadi
pemiliknya. Amerika menjadi sibuk dan ikut masuk pada
wilayah konflik, padahal tidak ada kaitannya dengan
teritorinya tersebut. Sibuknya Amerika Serikat mengurus
Tiongkok di Laut China Selatan tidak sekedar berkaitan
dengan konflik teritori. Amerika serikat pada dasarnya haus
dengan sumber daya energi yang bernama minyak bumi dan
gas walaupun testimoninya selalu mengaku hendak
membendung pengaruh Tiongkok. Bersamaan dengan itu sifat
imperialisnya muncul manakala Tiongkok menargetkan
bahwa pada tahun 2020 nanti militernya mulai berada dalam
kriteria kekuatan regional yang disegani. Amerika serikat
tentu tidak ingin kehilangan hegemoninya sebagai pemimpin
kekuatan militer di Asia Pasifik.
Jika ditinjau dari kepentingan Indonesia sendiri maka
sengketa Laut China Selatan apabila bereskalasi tinggi akan
berdampak pada terancamnya perdamaian dan stabilitas
kawasan. Eskalasi sengketa Laut China Selatan akan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
58
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
memberikan dampak politik yang signifikan terhadap
Indonesia. Dampak tersebut pada satu sisi adalah Indonesia
akan terjepit dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar
di kawasan, yaitu Amerika Serikat versus Tiongkok. Pada sisi
lain, kepentingan nasional Indonesia di Laut China Selatan
juga terancam sebab wilayah ZEE Indonesia di perairan
tersebut tidak menutup kemungkinan pada suatu saat nanti
akan diklaim Tiongkok. Pada tahun 1993 Tiongkok telah
menerbitkan peta berbentuk huruf U atau nine dash line yang
mengklaim zona ekonomi eksklusif Indonesia, sehingga
Indonesia harus berperan aktif dalam mencari solusi sengketa
di Laut China Selatan. Untuk mengamankan kepentingan
nasional di Laut China Selatan dari sengketa yang
berkembang, Indonesia membutuhkan modalitas politik yang
besar, serta kekuatan pertahanan yang memadai. Sikap politik
Indonesia terhadap kekuatan-kekuatan besar di kawasan Asia
Pasifik adalah “ingin merangkul semua” dan sekaligus pada
saat yang sama berusaha mencegah timbulnya kesan sebagai
“sekutu” kekuatan tertentu. Kondisi demikian berbeda dengan
di era Perang Dingin, dimana Indonesia pernah “condong”
pada kekuatan besar tertentu, meskipun secara resmi
menyatakan sebagai negara Non Blok. Terkait dengan
kebangkitan Tiongkok yang menuju kekuatan global saat ini,
kini Amerika Serikat sangat menyadari arti pentingnya
kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia di dalamnya.
Meskipun embargo senjata Amerika Serikat terhadap
Indonesia “dicabut” pada November 2005, namun sejak
beberapa tahun sebelumnya negeri itu berupaya merangkul
kembali Indonesia melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti
US-Indonesia Bilateral Defense Dialogue (US IBDD). Akan
tetapi, beberapa ahli strategi Amerika Serikat menilai
pendekatan terhadap negara-negara Asia Tenggara, termasuk
Indonesia, harus diikuti dengan perubahan sikap dan gaya
negeri itu. Antara lain Amerika Serikat hendaknya less
Terbaik, Terhormat dan Disegani
59
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
lecturing, less dictating, more listening, more consulting, and
more respect.
Sementara itu, hubungan Indonesia-Tiongkok kian erat
karena kedua negara kini diikat oleh Kemitraan Strategis.
Diantara bidang kerjasama dalam kemitraan strategis adalah
pertahanan dalam berbagai bentuk. Sejauh ini, arah kerjasama
dalam bidang tersebut sepertinya bukan sebatas pengadaan
alutsista dan kemungkinan alih teknologi pertahanan, tetapi
juga mencakup kerjasama militer yang melibatkan Angkatan
Bersenjata kedua negara. Dengan tidak mengurangi nilai
penting kerjasama militer dengan Tiongkok, ada baiknya bila
tidak mengabaikan atmosfir politik yang melingkupi
kerjasama itu. Atmosfir politik yang dimaksud antara lain
ambisi global Tiongkok dan respon negara-negara lain di
kawasan Asia Pasifik. Di kawasan ini tengah menjadi ajang
perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Tiongkok
untuk kepentingannya masing-masing. Kondisi demikian
cepat atau lambat akan menempatkan Indonesia pada posisi
yang sulit. Pada satu sisi, sangat sulit bagi Indonesia untuk
secara terbuka menyatakan berpihak kepada Amerika Serikat
ataukah Tiongkok karena berbagai alasan. Namun disisi lain,
Indonesia sepertinya akan dipaksa untuk secara diam-diam
berpihak pada salah satu kekuatan tersebut, karena kekuatan
itu mempunyai posisi tawar yang lebih kuat terhadap
Indonesia di segala aspek.
Indonesia sudah puluhan tahun bersentuhan langsung
dengan kekuatan militer Amerika Serikat, tidak keliru bila
Indonesia ”cukup mengenal” perilakunya. Sebaliknya,
Indonesia belum sering bersentuhan langsung dengan
kekuatan militer Tiongkok, sehingga perilakunya ”belum
dikenal” dengan baik. Mengenali perilaku militer Tiongkok,
khususnya kekuatan lautnya, nampaknya akan menentukan
bagaimana respon Indonesia ke depan dalam keamanan
maritim di kawasan. Selama ini, perilaku Angkatan Laut
Terbaik, Terhormat dan Disegani
60
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Tiongkok yang dikenali oleh negara-negara lain adalah di Laut
China Timur, yang mana Tiongkok mempunyai hubungan
yang kurang erat dengan Jepang, khususnya terkait dengan
sengketa kepulauan Senkaku/Diaoyu. Perairan Asia Tenggara
tentu saja berbeda dengan Laut China Timur, sebab secara
politik perairan itu merupakan SLOC bagi banyak pihak.
Dibanding dengan perilaku Angkatan Laut Tiongkok di Laut
China Timur yang terkadang ”agresif”, sepertinya perilaku
demikian kurang tepat jika diterapkan di kawasan ini.
2) Bidang ekonomi. Perkembangan terkini situasi dan kondisi
kemajuan ekonomi regional di masing-masing negara tentu
tidak bisa dihindarkan. Kemajuan ekonomi Tiongkok
merupakan efek kejut dari pola sebuah negara raksasa non
demokrasi yang diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi
nomor satu di dunia beberapa tahun ke depan. Sejalan dengan
itu Tiongkok juga membangun kekuatan militernya secara
terpadu menuju militer pre emptive di kawasan Asia Pasifik.
Prediksi kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok yang bakalan
tak terbendung ini memberikan reaksi paranoid di mata
Amerika sehingga ada kesan kepanikan psikologi militer. Lalu
memindahkan kekuatan armada Mediteranea dan Marinir ke
Asia Pasifik sembari berupaya memperbanyak sekutu.
Konflik Laut China Selatan akan berdampak kepada
perekonomian Indonesia, berkurangnya pendapatan negara
dari gas yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan
terhadap pendapatan negara khususnya di Kabupaten Natuna.
Sedangkan dampak ekonomi secara tidak langsung adalah
meningkatnya biaya pengapalan komoditas ekspor Indonesia
ke kawasan Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang karena
harus memutar ke jalur laut yang lain.
Pengaruh sengketa Laut China Selatan tidak hanya
berdampak kepada masalah ekonomi atas konflik tersebut
namun juga atas pengaruh hegemoni kedua negara yang
bertikai yaitu masalah daya saing dalam pasar dunia yang
Terbaik, Terhormat dan Disegani
61
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
mengglobal, merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak
ringan. Sebagian besar produk yang membanjiri pasar
Indonesia berasal dari Tiongkok dan juga Amerika. Tanpa
dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi
niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia,
tidak mampu menembus pasar internasional. Bahkan
masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar
domestik. Dengan kata lain, keunggulan kompetitif
(competitive advantage) merupakan faktor yang dominan
dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu,
upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan
kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda
lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai
kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi
juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota
masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis
corporate. Bagi pelaku bisnis dengan tidak membedakan
apakah swasta atau BUMN, peningkatan keunggulan saing
dapat dibangun melalui tingkat kesadaran yang tinggi
terhadap faktor produktivitas, profesionalisme, kreativitas,
perilaku efisiensi, kualitas produk dan layanan yang prima,
yang notabene merupakan ujung tombak dalam menghadapi
global competition. Faktor produktivitas dan efisiensi menjadi
komponen dasar dalam membangun harga produk yang
mampu bersaing di pasar global. Tetapi harga murah bukan
komponen satu satunya. Kualitas produk dan layanan prima
kepada pelanggan merupakan faktor dominan dalam
menciptakan customer satisfaction dan memenuhi customer's
need. Dalam konteks ini maka profesionalisme dan kreatifitas
menjadi penting untuk dapat memenuhi dan mengantisipasi
keinginan para pelanggan.
3) Bidang militer.
Merapatnya kekuatan militer besar di
kawasan Laut China Selatan, dimana teritori Indonesia
Terbaik, Terhormat dan Disegani
62
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
sebagai garis pantai terbesar dari arah selatan mengharuskan
Amerika melakukan lobi intensif dan sedikit menekan kepada
Indonesia. Jika terjadi konflik militer skala besar garis pantai
dan teritori udara RI akan menjadi akses militer Amerika
untuk memukul Tiongkok dari arah selatan. Sementara dari
arah timur diprediksi armada VII Amerika berkonsentrasi
menjaga Taiwan, Korsel dan Jepang. Artinya Amerika
memang butuh sekutu tambahan sebagai pemilik teritori
paling depan. Indonesia adalah pilihan satu-satunya dalam
upaya mengurung Tiongkok di Laut China Selatan, sehingga
ini akan menutup akses militer dan ekonomi Tiongkok ke
Selat Malaka, selat Sunda dan Selat Lombok. Vietnam,
Malaysia, Brunei dan Filipina jelas berkonflik dengan
Tiongkok dan jika Indonesia berhasil masuk aliansi bersama
Amerika dan Australia tentu sistem keroyokan yang dikenal
sebagai pakemnya Amerika dalam menghajar lawannya
menjadi sempurna dari sisi strategi militer. Dari sisi kekuatan
militer dan cakupan wilayah tempur, gabungan militer
Amerika, Australia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Brunei dan
Filiphina diyakini mampu bersaing dengan Tiongkok.
Masalahnya adalah kedekatan Indonesia dan Tiongkok yang
terus dipupuk lewat kerjasama ekonomi dan pertahanan akan
menjadi goncangan tersendiri karena posisi teritori dan
pengaruhnya yang kuat di ASEAN dapat mementahkan semua
prediksi dan asumsi yang dibangun Amerika.
Apabila konflik di Laut China Selatan meningkat status
menjadi perang, TNI harus mampu mengamankan
kepentingan nasional Indonesia dalam rangka mengamankan
klaim batas wilayah dan ladang gas di ZEE Indonesia. Untuk
menjawab hal tersebut maka dibutuhkan postur pertahanan
yang kuat di perairan Natuna dan sekitarnya. Mengingat
sejumlah negara yang berstatus sebagai negara pengklaim
berupaya meningkatkan kekuatan pertahanannya. Salah satu
Terbaik, Terhormat dan Disegani
63
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
contoh adalah modernisasi Angkatan Laut Vietnam dengan
pengadaan enam kapal selam kelas Kilo dari Rusia, sedangkan
Angkatan Laut Filipina telah menerima dua fregat eks cutter
US Coast Guard kelas Hamilton dari Amerika Serikat. Hal ini
dilakukannya sebagai upaya negara-negara yang mengklaim
Laut China Selatan untuk mengamankan kepentingannya di
wilayah tersebut. Dengan diterbitkannya buku putih Tiongkok
yang dilansir ke publik maka Tiongkok ingin menunjukkan
kepada negara yang terlibat di Laut China Selatan bahwa
Tiongkok tidak gentar menghadapi kemungkinan yang
terburuk di wilayah konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan
visi, misi dan strategic deterrence dari pertahanan dan
keamanan Tiongkok.
Selain itu juga dalam beberapa tahun terakhir, Angkatan
Laut Tiongkok (PLA Navy) telah giat melaksanakan
serangkaian kegiatan diplomasi Angkatan Lautnya ke kawasan
Asia Pasifik, termasuk menyinggahi beberapa negara Asia
Tenggara. Dari perspektif ini jelas terlihat, bahwa Tiongkok
menyampaikan pesan kepada pihak lain bahwa Angkatan Laut
Tiongkok kini mampu beroperasi jauh dari wilayahnya. Hal itu
juga terlihat dari beberapa pendapat dari kalangan luar bahwa
Tiongkok akan mampu memproyeksikan kekuatan lautnya
jauh dari wilayahnya pada 10-20 tahun ke depan melalui blue
navy strategy. Selain memamerkan kekuatan, Tiongkok juga
melakukan pendekatan lunak kepada beberapa negara pantai
Selat Malaka, seperti penawaran bantuan teknis untuk
meningkatkan kemampuan mengamankan perairan itu dan
pendekatan diplomatik militer khususnya yang dilalui oleh
jalur pelayaran lautnya (Sea Line of Communication/ SLOC).
Dari sisi lainnya juga terlihat bahwa Tiongkok sangat fokus
dengan keamanan SLOC di Asia Tenggara, khususnya di Selat
Malaka. Para ahli strategi Tiongkok terus membahas
Terbaik, Terhormat dan Disegani
64
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
kerentanan Tiongkok akan akses terhadap perairan yang
berada jauh di luar wilayahnya.
4) Bidang Maritim Sesama Negara ASEAN. Indonesia
merupakan salah satu negara pencetus kerjasama Angkatan
Laut ASEAN melalui forum tahunan ACNM. Sebagai inisiator
kerjasama tersebut, sudah merupakan kewajaran apabila
Indonesia memainkan peran sebagai pemimpin de facto
ACNM sebagaimana kepemimpinan Indonesia secara umum
di ASEAN. Indonesia dituntut untuk kaya akan inisiatif
pengembangan kerjasama dan sekaligus siap pada tataran
operasional. TNI Angkatan Laut selaku wakil Indonesia dalam
ACNM mengemban tanggung jawab besar agar jalannya
kerjasama dalam ANCM senantiasa berada dalam bingkai
kepentingan regional ASEAN, dan tentu saja kepentingan
nasional Indonesia. Terkait dengan tuntutan untuk
mengembangkan inisiatif kerjasama Angkatan Laut ASEAN,
inisiatif yang digagas oleh Indonesia tidak hanya terbatas pada
tingkat dialog, tetapi juga pada tingkat praktis. ASEAN sejak
lama telah berkutat dengan berbagai kerjasama pada tingkat
dialog dan hal itu oleh sebagian pihak tertentu dipandang
sebagai rutinitas belaka. Dihadapkan dengan dinamika
lingkungan strategis yang begitu kompleks, maka kerjasama
Angkatan Laut ASEAN juga menyentuh pada tataran praktis.
Kerjasama pada tataran praktis kini mulai menjadi arus
utama di ASEAN dan diperkirakan ke depan akan mampu
mengimbangi kerjasama yang selama ini lebih banyak pada
tataran dialog. Indonesia sebagai negara utama di ASEAN
sudah saatnya untuk lebih banyak mendorong ASEAN untuk
menggiatkan kerjasama pada tataran praktis, termasuk dalam
forum ACNM. Sebagai langkah awal, TNI Angkatan Laut dapat
menyelenggarakan beberapa kegiatan yang dapat mempererat
kerjasama maritim antar negara anggota ASEAN. TNI
Angkatan Laut dapat bertindak sebagai penyelenggara
Terbaik, Terhormat dan Disegani
65
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
simposium dan latihan bersama (Multilateral Naval
Exercise). Simposium dipandang sebagai forum akademik
yang strategis untuk menyamakan berbagai visi antar
Angkatan Laut ASEAN di dalam merumuskan berbagai
kebijakan kerjasama keamanan maritim. Simposium seperti
ini dapat digelar secara rutin setiap dua tahun sekali
sebagaimana Western Pacific Naval Symposium (WPNS) oleh
Angkatan Laut Amerika Serikat dan Indian Ocean Naval
Symposium (IONS) oleh Angkatan Laut India.
Alasan utama dibalik gagasan itu adalah untuk
memperkuat kerjasama Angkatan Laut ASEAN hingga pada
tataran praktis guna merespon ancaman keamanan maritim
yang dihadapi oleh kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana
diketahui, ancaman keamanan maritim di kawasan ini antara
lain perompakan dan pembajakan di laut, terorisme maritim,
penyelundupan manusia, kerusakan lingkungan maritim,
keselamatan maritim, keamanan energi, bencana alam,
penanganan konflik, misi perdamaian dan lain sebagainya.
Bersamaan dengan simposium, TNI Angkatan Laut juga
memberikan prioritas terselenggaranya latihan bersama
Angkatan Laut ASEAN. Skenario latihan yang akan dimainkan
dalam latihan tersebut, untuk tahap awal akan memilih
skenario Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti
Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR),
operasi penjagaan perdamaian, SAR di laut dan lain
sebagainya. Pemilihan skenario OMSP didasari pada
pertimbangan bahwa latihan bersama Angkatan Laut ASEAN
tidak dirancang untuk menghadapi negara tertentu. Sebagai
penggagas, Indonesia tentu berkepentingan latihan bersama
itu akan terus terlaksana pada tahun-tahun berikutnya dengan
TNI Angkatan Laut sebagai tuan rumah tetap. Melalui latihan
bersama Angkatan Laut ASEAN, Indonesia memperkuat peran
yang telah dimainkan sejak 1967 sehingga ASEAN adalah
Terbaik, Terhormat dan Disegani
66
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
wilayah proyeksi kepentingan nasional Indonesia. Gagasan
latihan bersama Angkatan Laut ASEAN adalah salah satu
bentuk proyeksi kepentingan nasional Indonesia ke dalam
ASEAN sehingga pada akhirnya menjadi agenda ASEAN.
Beberapa kesepakatan yang seharusnya dapat dimanfaatkan
oleh ASEAN untuk menyelesaikan Konflik Laut China Selatan
diantaranya:
a) ZOPFAN, Zone of Peace, Freedom, and Neutrality.
Konsepsi yang mendorong negara anggota ASEAN untuk
menciptakan stabilitas kawasan dengan bersikap netral
atas campur tangan pihak luar, baik dengan menggalang
kekuatan intra kawasan maupun mengatur keterlibatan
negara-negara luar kawasan. Dengan begitu, ASEAN
seharusnya memiliki 'kepercayaan diri' untuk mendorong
negara-negara anggota yang terlibat dalam sengketa di
Laut China Selatan untuk berkomitmen atas implementasi
ZOPFAN, dengan menahan diri untuk melakukan
tindakan provokatif dan reaksioner.
b) Treaty of Amity and Cooperation (TAC). TAC sebagai
'aturan main' dalam hubungan intra ASEAN dan inter
ASEAN mendorong negara-negara anggota dan mitra
dialog untuk menyelesaikan konflik dan sengketa melalui
saluran, negosiasi, dan dengan semangat persahabatan.
Dengan posisinya sebagai instrumen legal dalam kerangka
kerjasama kawasan regional di Asia Tenggara, dimana
negara mitra dialog diharuskan mengakui dan mematuhi
TAC. Oleh karenanya, ASEAN harus 'memaksa' para pihak
yang terlibat untuk berkomitmen menyelesaikan secara
damai dengan tidak menggunakan ancaman atau
kekuatan. Meski, jauh dari kenyataan dan kemungkinan,
ASEAN juga dapat mendorong mekanisme High Council,
sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Momentum ini
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menampilkan
Terbaik, Terhormat dan Disegani
67
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
wajah baru ASEAN paska ASEAN Charter, dimana
ASEAN merupakan bagian yang memiliki karakteristik
bagi suatu organisasi internasional memiliki hak dan
kewajiban dalam hukum internasional.
c) ASEAN Security Community (ASC), melalui
mekanisme Komunitas Keamanan ASEAN dengan enam
kerangka Plan of Action, Political Development; Shaping
and Sharing Norm; Conflict Prevention; Conflict
Resolution; Post Conflict Peace Building; Implementing
Mechanisms. Sejatinya, ASEAN dapat mendorong pada
sebuah kemajuan proses perdamaian di Laut China
Selatan. Kondisi saat ini, dimana RRT sering kali
melakukan manuver dan provokasi terhadap Vietnam
serta Filipina. Komunitas yang hendak diwujudkan pada
tahun 2015 ini, seharusnya disisa waktu yang ada ini
sudah menemukan 'bentuknya'. Sehingga potensi-potensi
konflik tidak seharusnya terjadi, namun dapat terfokus
pada memajukan dan menegakkan keamanan individual/
manusia. Dengan demikian seharusnya ASEAN sudah
mampu menyelesaikan permasalahan di Laut China
Selatan, tanpa memandang 'kecil' permasalahan sengketa
wilayah terlebih setelah diketahui potensi sumber daya
alamnya. Namun, nilai-nilai dan konsepsi yang telah
'ditanam' selama 46 tahun, kini saatnya “dituai” untuk
membangun komunitas yang damai, makmur dan
sejahtera.
5) Bidang Keamanan Wilayah Kawasan. Peran dan
keikutsertaan Indonesia dalam menjaga perdamaian di
kawasan Laut China Selatan sendiri bersifat elastis, hal ini
memungkinkan
pihak
yang
berkepentingan
dalam
penyelesaian permasalahan di kawasan akan sangat terbantu
dengan peran sentral Indonesia di beberapa negara Asia
Tenggara. Dengan kondisi tersebut besar kemungkinan dalam
Terbaik, Terhormat dan Disegani
68
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
penyelesaian permasalahan yang akan dilaksanakan oleh PBB
berkaitan dengan ketegangan yang terjadi antara Tiongkok
dan Vietnam juga akan melibatkan Indonesia dalam proses
mediasinya.
Pemerintah Indonesia, siap melakukan kerja sama dengan
negara manapun, termasuk Tiongkok dan Amerika untuk
menjaga stabilitas perdamaian, keamanan dan kemakmuran
kawasan baik secara bilateral dan multilateral. Kondisi ini
diperkuat dengan kunjungan dan kerjasama yang dilakukan
pemerintah Indonesia dengan negara tersebut, di tengah
dinamika klaim seluruhnya ataupun sebagian wilayah Laut
China Selatan, oleh Tiongkok, Filipina, Brunei Darussalam,
dan Malaysia. Selain itu, Tiongkok juga punya masalah serupa
dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan atas Laut China
Timur, dipertegas pemberlakuan ADIZ atas Laut China Timur
yang persis bertumpang tindih dengan pemberlakuan serupa
oleh Jepang. Di tengah itu semua, Indonesia berada di tengahtengah arena dinamika keamanan dan pertahanan kawasan
itu. Satu jalur utama perdagangan dan energi dunia juga
melalui wilayah kedaulatan Indonesia, di antaranya ketiga
ALKI dan Selat Malaka.
Indonesia juga merupakan mitra strategis baik untuk
Tiongkok maupun Amerika. Kedua negara tersebut melihat
dan memperhitungkan Indonesia sebagai negara terbesar di
Asia Tenggara, yang memiliki pengaruh serta peran besar
tidak saja di Asia Tenggara tetapi juga Asia Pasifik. Indonesia,
bahkan diibaratkan sebagai "gadis cantik" yang kerap
diperebutkan peran dan pengaruhnya terutama oleh Tiongkok
dan Amerika, guna menyelesaikan persoalan di kawasan
ASEAN, dan Asia Pasifik termasuk kawasan Laut China
Selatan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
69
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
b. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia khususnya
masalah
maritim sesama negara ASEAN. Indonesia
merupakan salah satu negara pencetus kerjasama Angkatan Laut
ASEAN melalui forum tahunan ACNM. Sebagai inisiator
kerjasama tersebut, sudah merupakan kewajaran apabila
Indonesia memainkan peran sebagai pemimpin de facto ACNM
sebagaimana kepemimpinan Indonesia secara umum di ASEAN.
Indonesia dituntut untuk kaya akan inisiatif pengembangan
kerjasama dan sekaligus siap pada tataran operasional. TNI
Angkatan Laut selaku wakil Indonesia dalam ACNM mengemban
tanggungjawab besar agar jalannya kerjasama dalam ANCM
senantiasa berada dalam bingkai kepentingan regional ASEAN,
dan tentu saja kepentingan nasional Indonesia. Terkait dengan
tuntutan untuk mengembangkan inisiatif kerjasama Angkatan
Laut ASEAN, inisiatif yang digagas oleh Indonesia tidak hanya
terbatas pada tingkat dialog, tetapi juga pada tingkat praktis.
ASEAN sejak lama telah berkutat dengan berbagai kerjasama
pada tingkat dialog dan hal itu oleh sebagian pihak tertentu
dipandang sebagai rutinitas belaka. Dihadapkan dengan dinamika
lingkungan strategis yang begitu kompleks, maka kerjasama
Angkatan Laut ASEAN juga menyentuh pada tataran praktis.
Kerjasama pada tataran praktis kini mulai menjadi arus utama
di ASEAN dan diperkirakan ke depan akan mampu mengimbangi
kerjasama yang selama ini lebih banyak pada tataran dialog.
Indonesia sebagai negara utama di ASEAN sudah saatnya untuk
lebih banyak mendorong ASEAN untuk menggiatkan kerjasama
pada tataran praktis, termasuk dalam forum ACNM. Sebagai
langkah awal, TNI Angkatan Laut dapat menyelenggarakan
beberapa kegiatan yang dapat mempererat kerjasama maritim
antar negara anggota ASEAN.
TNI Angkatan Laut dapat
bertindak sebagai penyelenggara simposium dan latihan bersama
(Multilateral Naval Exercise). Simposium dipandang sebagai
forum akademik yang strategis untuk menyamakan berbagai visi
Terbaik, Terhormat dan Disegani
70
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
antar Angkatan Laut ASEAN di dalam merumuskan berbagai
kebijakan kerjasama keamanan maritim. Simposium seperti ini
dapat digelar secara rutin setiap dua tahun sekali sebagaimana
Western Pacific Naval Symposium (WPNS) oleh Angkatan Laut
Amerika Serikat dan Indian Ocean Naval Symposium (IONS)
oleh Angkatan Laut India.
Alasan utama dibalik gagasan itu adalah untuk memperkuat
kerjasama Angkatan Laut ASEAN hingga pada tataran praktis
guna merespon ancaman keamanan maritim yang dihadapi oleh
kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana diketahui, ancaman
keamanan maritim di kawasan ini antara lain perompakan dan
pembajakan di laut, terorisme maritim, penyelundupan manusia,
kerusakan lingkungan maritim, keselamatan maritim, keamanan
energi, bencana alam, penanganan konflik, misi perdamaian
dan lain sebagainya. Bersamaan dengan simposium, TNI
Angkatan Laut juga memberikan prioritas terselenggaranya
latihan bersama Angkatan Laut ASEAN. Skenario latihan yang
akan dimainkan dalam latihan tersebut, untuk tahap awal akan
memilih skenario Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti
Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR), operasi
penjagaan perdamaian, SAR di laut dan lain sebagainya.
Pemilihan skenario OMSP didasari pada pertimbangan bahwa
latihan bersama Angkatan Laut ASEAN tidak dirancang untuk
menghadapi negara tertentu. Sebagai penggagas, Indonesia tentu
berkepentingan latihan bersama itu akan terus terlaksana pada
tahun-tahun berikutnya dengan TNI Angkatan Laut sebagai tuan
rumah tetap. Melalui latihan bersama Angkatan Laut ASEAN,
Indonesia memperkuat peran yang telah dimainkan sejak 1967
sehingga ASEAN adalah wilayah proyeksi kepentingan nasional
Indonesia. Gagasan latihan bersama Angkatan Laut ASEAN
adalah salah satu bentuk proyeksi kepentingan nasional
Indonesia ke dalam ASEAN sehingga pada akhirnya menjadi
agenda ASEAN.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
71
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
c. Langkah Antisipasi Pemerintah Indonesia terhadap
Konflik Laut China Selatan. Indonesia sejak meraih
kemerdekaannya sudah menyadari
permasalahan berkaitan
dengan landas kontinen atau wilayah teritorialnya di kawasan
Laut China Selatan. Semuanya hampir tidak pernah terangkat
karena adanya hubungan bilateral yang baik dari kedua negara
baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Tiongkok.
Berkaitan dengan kondisi Laut China selatan, indikasi yang
menunjukkan Tiongkok bersikeras terhadap kedaulatan di
kawasan semakin menguatkan kemungkinan terjadinya Konflik,
tidak terkecuali dengan Indonesia. Meskipun kondisi tersebut
beberapa kali pernah dibantah oleh Pemerintah Indonesia melalui
Kepala Negara saat pertemuan multilateral atau melalui Menteri
Luar Negerinya yang disampaikan melalui media.
Dari yurisprudensi sengketa perebutan pulau di seluruh dunia,
tak ada kasus dimana pihak yang bersengketa lebih dari dua dan
tidak ada yang obyek sengketanya berjumlah ratusan dengan
bentuk sangat beragam.
Ini adalah inti permasalahannya, sengketa kedaulatan antar
lima negara memperebutkan 175 bentukan alamiah dari pulau
hingga beting. Angka 175 pun masih dipersengketakan karena
ada yang berpandangan jumlah obyeknya mencapai 650.
Dari ratusan obyek sengketa kedaulatan tersebut, tidak ada
satu pun yang terkait dengan Sebetul, Sekatung dan Senua,
pulau-pulau terluar Indonesia di Natuna yang memiliki titik-titik
dasar dan garis pangkal negara kepulauan yang telah didaftarkan
ke sekjen PBB dan tak pernah diprotes satu negara mana pun.
Bahkan, jarak antara Pulau Sekatung dan Pulau Spratley yang
sekarang diduduki Vietnam dan berlokasi di titik paling bawah
gugusan Spratley Islands lebih dari 400 mil laut (720 km), dua
kali lipat jarak ZEE suatu negara. Jarak antara Pulau Sekatung
dan Pulau Woody di Paracel bahkan lebih jauh lagi, yaitu 1.500
mil laut (2.700 km). Sengketa kedaulatan dan klaim tumpang
tindih ini sama sekali tak menyentuh status kepemilikan pulau
atau wilayah kedaulatan Indonesia19.
19
Arif Havas Oegroseno, Kompas Tgl 5 Jul 2014, Hal 7, Teka-Teki Laut Tiongkok Selatan,
Terbaik, Terhormat dan Disegani
72
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Belajar dari sejarah dimana konflik berkaitan dengan wilayah
teritorial pun pernah dialami pemerintah Indonesia dan
menghasilkan keputusan yang pahit seperti lepasnya pulau
Sipadan dan Ligitan, yang merupakan sebuah pukulan telak
sekaligus membukakan mata telinga seluruh rakyat Indonesia
tentang rapuhnya kondisi pertahanan Indonesia. Menyikapi
pemerintah Tiongkok sejak tahun 1947 telah mengeluarkan Peta
Geografisnya berupa sembilan garis putus-putus (Nine dotted
line) diantaranya termasuk kepulauan Natuna yang masuk
wilayah kedaulatan Tiongkok walaupun berjarak hampir 1000-an
mil arah selatan Tiongkok.
Pertikaian Vietnam-Tiongkok
Ket:
Zona Ekonomi Eksklusif
Tiongkok
Negara yg bersengketa
Garis klaim Tiongkok
Garis klaim Filipina
Terbaik, Terhormat dan Disegani
Garis klaim Vietnam
Garis klaim Malaysia
Garis klaim Brunei
UNCLOS 200 mil laut
(360 km) Zona Eksklusif
73
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
Pemerintah Indonesia dalam hal ini harus mempertimbangkan beberapa alternatif solusi, seandainya Tiongkok mengklaim
wilayah kepulauan Natuna, karena dianggap masuk dalam
wilayah teritorialnya. Bila seandainya Tiongkok mengerahkan
kekuatan militernya ke wilayah kepulauan Natuna, maka
kekuatan militer Indonesia tidak akan sebanding dengan
kekuatan militer Tiongkok tersebut.
Alternatif yang mungkin dilakukan sebagai langkah antisipasi
memburuknya kondisi bagi pemerintah Indonesia melalui
kementerian Pertahanan dan TNI berkaitan dengan konflik Laut
China Selatan ini diantaranya adalah, sbb;
1)
Menyiapkan Pangkalan Aju sebagai salah satu bentuk
penyiapan penangkalan tersebut. Pangkalan Aju merupakan
pangkalan yang dijadikan sebagai tempat singgah pesawat TNI
AU yang sedang melaksanakan kegiatan operasi militer di
wilayah yang paling dekat dengan kepulauan Natuna.
Beberapa kegiatan lain yang mendukung dan perlu dilakukan
antara lain;
a)
Menyiapkan pembentukan Komando Gabungan
Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) untuk pertahanan
wilayah Natuna dan sekitarnya.
Perwujudan
pembagian wilayah dan penempatan Makogabwilhan
akan lebih menjamin Pertama Efektifitas dan
sinergitas kekuatan TNI yang ada di wilayah, dengan
pengintegrasian
kebijakan
pengelolaan
dan
penyelenggaraan dalam kesatuan komando dan kendali
yang utuh. Kedua
Mampu mensinergikan ketiga
matra dalam kerangka Tri Matra terpadu TNI dengan
mobilitas tinggi dalam merespon berbagai bentuk
ancaman
di
wilayahnya.
Ketiga
Efektifitas
pelaksanaan fungsi pertahanan ditinjau dari berbagai
aspek; keterpaduan kekuatan TNI dalam kerangka Tri
Matra Terpadu TNI dan sumber daya yang ada di
Terbaik, Terhormat dan Disegani
74
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
wilayahnya. Kegiatan ini dilakukan dengan tanpa
mengecilkan arti Kotama Ops yang sudah ada.
b)
Gelar Intelijen radar monitor untuk menghadapi
penyusupan. Pada era teknologi komputerisasi seperti
sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan
merupakan hal yang mutlak harus ada dalam setiap
sistem yang dimiliki. Demikian juga dalam mendeteksi
kemampuan yang dimiliki oleh pihak luar sehingga
dapat
dilakukan
tindakan
preventif
dalam
penanggulangan permasalahannya. Apalagi saat ini
merupakan era "perang teknologi". Bangsa yang unggul
dalam teknologi, termasuk teknologi penyadapan, bisa
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih
banyak dibandingkan dengan negara lain.
2)
Optimalisasi peran Diplomasi dalam penanganan
pemasalahan teritorial wilayah yang berkaitan dengan
kepentingan bangsa Indonesia. Karena itu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono harus (menjelang akhir jabatannya)
melibatkan diri secara langsung dalam pembangkitan
kesatuan sikap untuk menghadapi situasi LCS. Indonesia
harus bertindak untuk melanggengkan suatu Asia Tenggara
yang “integrated” dalam bentuk Komunitas Politik dan
Keamanan ASEAN. Kedua upaya Indonesia itu adalah inisiatif
untuk melawan balkanisasi Asia Tenggara ASEAN. Indonesia
harus mulai dengan merangkul Filipina dalam rangka
merumuskan sikap terhadap RRT di LCS. Indonesia harus
pula mempertimbangkan penggunaan istilah Laut China
Selatan menjadi Laut Tingkok Selatan, atas dasar
pertimbangan Keppres Nomor 12/2014, yang berlaku melalui
14 Maret 201420. Diplomasi ini merupakan media atau suatu
alat yang digunakan untuk melaksanakan kepentingan politik
luar negeri suatu negara. Pemerintah Indonesia sendiri relatif
20
CPF, Luhulima, Komapas Tgl 28 April 2014 Hal 7, ASEAN dan Laut China Selatan.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
75
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
memilih jalan Diplomasi dalam penyelesaian sebuah
permasalahan yang sedang dihadapi. Beberapa langkah yang
terkait antara lain;
a)
Bangun Motivasi dan Nasionalisasi. Sebuah
pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia, dimana
hampir seluruh permasalahan sosial pada daerah
perbatasan bermuara kepada tingkatan pemerintah
pusat dalam memberikan perhatiannya. Menjadi
sebuah peran yang penting bagi Pemerintah Daerah
wilayah perbatasan, dalam menggantikan fungsi dan
tanggungjawab
pemerintah
pusat,
memberikan
kesejahteraan dalam rangka menjaga motivasi dan
meningkatkan nasionalisme.
b)
Optimalisasi Bapulket. Pengolahan sebuah
informasi akan dapat optimal apabila informasi dasar
yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan tingkat
kepercayaannya. Untuk memperoleh kondisi tersebut
kemampuan dari pengumpulan keterangan harus
ditingkatkan mulai dari berbagai tingkatan, dan tidak
terpaku hanya kepada aparat militer saja. Sebuah
keterangan akan dapat dijadikan modal sebagai fakta
dalam menjalankan proses diplomasi.
c)
Modernisasi Alutsista. Pemerintah Indonesia
menilai pentingnya modernisasi Alutsista bukan
disiapkan untuk berperang. Namun, Alutsista
diperlukan untuk tetap menjaga posisi Indonesia di
dunia internasional agar tidak dilecehkan dan dapat
memberikan posisi tawar dalam sebuah diplomasi.
Pemerintah Indonesia tetap mengutamakan kekuatan
Soft Power dalam diplomasi dibandingkan Hard Power
dengan mengerahkan angkatan bersenjata. Dengan
demikian pemerintah Indonesia akan menghindari
peperangan tetapi mana kala ada ancaman yang
Terbaik, Terhormat dan Disegani
76
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
berkaitan dengan kedaulatan, Indonesia akan siap
untuk berperang.
3)
Siagakan “standbye Force” dari kekuatan antar
angkatan di pulau Natuna yang bertujuan untuk lebih
memudahkan operasional pengerahan Pasukan di banding
harus mendatangkan dari luar wilayah pulau Natuna.
Beberapa langkah berkaitan dengan kegiattan tersebut
diantaranya;
a)
Menjadi Sasaran Prioritas Latihan Gabungan.
Pelaksanaan kegiatan suatu latihan gabungan baik yang
dilakukan oleh antar angkatan maupun latihan bersama
dengan negara sahabat relatif lebih dominan ke tujuan
strategis. Kondisi ini diharapkan dapat memacu
meningkatkan kemampuan secara teknis bagi personel
juga memberikan sebuah persepsi “show of force”
kepada negara di sekitar wilayah pulau Natuna.
b)
Sempurnakan Rencana Operasi Natuna (PPRC
TNI). Dari pengadaan Pangkalan Aju sampai kepada
tingkat pembentukan Kogabwilhan akan lebih
sempurna dengan seringnya merealisasikan kegiatan
latihan yang bersifat aplikatif di sekitar wilayah Natuna.
Kegiatan yang dilakukan akan berdampak signifikan
terhadap proses rencana operasi mempertahankan
negara kedaulatan Republik Indonesia.
c)
Gelar kekuatan untuk hadapi kekuatan kekuatan
AL dan AU. Wilayah kepulauan Natuna yang dominan
perairan sangat memungkinkan menghadapi kekuatan
AL dan AU lawan, dengan tanpa mengecilkan kekuatan
AD. Untuk itu penangkalan kegiatan pengerahan invasi
dari pihak luar merupakan hal yang mutlak.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
77
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
BAB V
PENUTUP
19. Kesimpulan.
a. Konflik Laut China Selatan merupakan konflik yang rumit. Hal
ini didasari pada teori kompleksitas keamanan regional, yang
meletakkan konflik Laut China Selatan pada level interregional.
Karena terjadi pada level interregional, konflik ini menjadi sulit
untuk diselesaikan secara regional. Walaupun Indonesia tidak
terlibat pada konflik ini, namun potensi ancaman dari konflik ini
tetap harus dihadapi Indonesia. Dengan demikian konflik yang
terjadi di suatu kawasan dapat menimbulkan suatu instabilitas
keamanan pada wilayah lain karena adanya suatu interdependensi
antara satu kawasan dengan kawasan lainnya.
b. Konflik Laut China Selatan yang juga melibatkan langsung
beberapa negara anggota ASEAN, menjadi prioritas perhatian
ASEAN dalam bidang politik-keamanan terutama pasca perang
dingin. Dilihat dari sudut pandang geopolitik, Kawasan Laut China
Selatan merupakan kawasan dengan potensi konflik yang tinggi
dimana banyak negara berlomba dan mengklaim wilayah tersebut.
Kerawanan kawasan ini menciptakan dilema keamanan yang pada
akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan ASEAN.
c. Persoalannya adalah ASEAN terbentur pada keharusannya
untuk terlibat dalam pengelolaan konflik Laut China Selatan,
dimana beberapa negara anggotanya terlibat disana. Sementara
ASEAN juga memiliki prinsip-prinsip kemandirian yang
menekankan pada tidak berpihak terhadap hal/kelompok tertentu
serta tidak ikut campur dalam persolaan wilayah/ kelompok lain.
ASEAN harus menjaga keharmonisan hubungan diantara negaranegara anggotanya, disamping harus menjaga setiap potensi
konflik dari lingkungan atau kawasan yang dapat mengancam
keamanan regionalnya.
Terbaik, Terhormat dan Disegani
78
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
d. Persoalan di wilayah Laut China Selatan sangat membutuhkan
suatu paradigma baru dalam perumusan langkah-langkah yang
dianggap sesuai untuk menyelesaikan konflik di Laut China
Selatan. Perspektif baru Kebijakan Luar Negeri yang dynamic
equilibrium menjadi preferensi Indonesia untuk menjawab
berbagai persoalan yang muncul sehubungan dengan konflik di
Laut China Selatan. Tidak hanya melalui politik luar negeri yang
bebas aktif dan perspektif dynamic equilibrium yang dapat
dipromosikan oleh Indonesia.
e. Selama ASEAN dapat konsisten dalam menjaga komitmennya
untuk ikut serta menjaga, menciptakan stabilitas keamanan
regional dan global, serta mengedepankan strategi keamanan yang
kooperatif dengan upaya-upaya damai dalam mengelola pesoalanpersoalan khususnya dalam kasus Laut China Selatan, maka
eksistensi ASEAN sebagai organisasi internasional di kawasan Asia
Tenggara dapat terus dirasakan bahkan menjadi sebuah institusi
yang efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik.
f. Pemerintah Indonesia dalam menghadapi konflik Laut China
Selatan harus mempersiapkan kemungkinan risiko terburuk.
Meskipun sampai saat ini pemerintah Indonesia bukan merupakan
negara pengklaim wilayah Laut China Selatan, tetapi tidak
menutup kemungkinan pemerintah Tiongkok melakukan manuver
ke pemerintah Indonesia berkaitan wilayah Laut China Selatan.
20. Rekomendasi.
a. Bagi pemerintah Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN,
sebaiknya memperhatikan konflik yang terjadi di Laut China
Selatan menanggapi dengan serius masalah klaim teritorial yang
terjadi di Laut China Selatan. Indonesia dapat mengambil
tindakan dan melakukan penanganan secara cepat bagi konflik
yang dapat membahayakan dan mengakibatkan terganggunya
stabilitas keamanan. Kondisi tersebut juga akan berpengaruh
terhadap keamanan negara-negara ASEAN, dan negara-negara
Terbaik, Terhormat dan Disegani
79
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
yang ada disekitar Laut China Selatan. Selain itu juga apabila
konflik ini tidak ditanggapi dengan serius dan dibiarkan begitu
saja maka segala bentuk kerjasama di kawasan Laut China
Selatan bisa kehilangan daya dukung dan tidak berkelanjutan.
b. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar Negeri,
Mabes TNI dan Mabes Polri mengembangkan kerjasama yang
saling menguntungkan baik bilateral maupun multilateral tentang
keselamatan navigasi dan komunikasi, SAR, kejahatan
transnasional termasuk perdagangan obat terlarang, pembajakan,
perompakan dan lalulintas ilegal di kawasan Laut China Selatan.
c. Indonesia mendorong negara yang tergabung dalam ASEAN
dapat konsisten dalam menjaga komitmennya untuk ikut serta
menjaga, menciptakan stabilitas keamanan regional dan global,
serta mengedepankan strategi keamanan yang kooperatif. Upayaupaya damai dalam mengelola kasus Laut China Selatan, maka
eksistensi ASEAN dapat terus dirasakan bahkan menjadi sebuah
institusi yang efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik.
Pada akhirnya Indonesia dapat mengamankan kebijakan tentang
kawasan sesuai kepentingan nasionalnya terdiri bidang politik,
ekonomi, militer, maritim dan keamanan wilayah kawasan
teritorialnya.
d. ASEAN, sebagai organisasi kerjasama regional sejatinya
memiliki modalitas untuk mengelola dan menyelesaikan konflik
Laut China Selatan. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN
harus mendorong sentralitas ASEAN dalam upaya penyelesaian
damai Laut China Selatan. Ruang legalitas sesuai dengan Chapter
VIII pada piagam PBB hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai
payung hukum penyelesaian konflik di kawasan serta
meningkatkan semangat regionalisme kawasan Asia Tenggara.
Dengan segala pengalaman dan pemikiran-pemikiran visioner
yang lahir dalam setiap putaran pertemuan, sejatinya ASEAN
telah memiliki sebuah mekanisme penyelesaian damai antar
negara anggota maupun negara anggota dengan counterpart
Terbaik, Terhormat dan Disegani
80
Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat
di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia
country. Peluang dan semangat regionalisme tersebut seharusnya
dapat dioptimalkan, termasuk kemungkinan kerja sama
pertahanan melalui forum ADMM untuk intern ASEAN serta ARF
dan PBB dengan cakupan kerja sama yang lebih luas.
e. Konsep operasi gabungan dengan TNI AL sebagai supported
force dan TNI AD beserta TNI AU sebagai supporting forces
harus diprioritaskan dalam perencanaan operasi guna
mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat terjadi di daerah
seputaran kepulauan Natuna. Konsep tersebut akan lebih
memiliki efek penangkal jika dapat dilatihkan secara rutin di
wilayah kepulauan Natuna dan di dekat daerah lain yang
berpotensi terjadinya konflik. Pada lingkup perencanaan operasi
yang dilaksanakan TNI AD, dalam rangka mengantisipasi
kemungkinan tersebut dapat diberdayakan dari Batalyon Raiders,
Linud Kostrad atau satuan lain yang dilatihkan sebagai adaptable
forces ataupun rapid reaction forces. Satuan-satuan tersebut
harus terlatih untuk dapat secara fleksibel memiliki kemampuan
dalam menghadapi segala potensi ancaman yang ada serta dapat
ditugaskan secara cepat. Hal ini harus dapat menyesuaikan
dengan trend ancaman dan karakter konflik sekarang dan yang
akan datang. Pemahaman akan peran pentingnya media dan
hukum-hukum militer serta optimalisasi penggunaannya untuk
kepentingan kita, dalam segala bentuk operasi militer dapat lebih
ditingkatkan.
Bandung, Juni 2014
Komandan Seskoad,
Agung Risdhianto, M.D.A
Mayor Jenderal TNI
Terbaik, Terhormat dan Disegani
81
Download