Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia PENGARUH TIONGKOK DAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CHINA SELATAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Kondisi politik global telah mengalami banyak perubahan yang cukup dinamis, dimana Amerika Serikat sebagai satusatunya kekuatan yang paling berpengaruh di dunia. Keadaan tersebut membuat negara Amerika Serikat secara tidak langsung menjadi penguasa tunggal di dunia internasional. Kekuatan besar Amerika yang ditopang beberapa negara sekutunya berupaya mengontrol negara-negara lain untuk mencapai kepentingannya. Kontrol Amerika tersebut sekarang beralih dari Arab Spring ke Laut China Selatan. Kenyataan ini membuktikan bahwa kebijakan Amerika Serikat lebih menitikberatkan ke kawasan Asia Pasific (Pivot to Asia) untuk kepentingan ekonomi Amerika (perdagangan melalui jalur Laut China Selatan). Adanya kebijakan tersebut, telah mendorong Tiongkok untuk mengamankan dan mengembangkan kekuatannya di Laut China Selatan (south china sea). Langkah ini sering disebut sebagai suatu kebangkitan Tiongkok (the Rise of China). Salah satu konsep kebangkitan Tiongkok adalah mewujudkan kekuatan terbesar ke dua di dunia bidang ekonomi maupun militer setelah Amerika Serikat. b. Pada saat ini, perkembangan Tiongkok secara ekonomi dan militer bukan hanya di kawasan regional Asia saja melainkan hampir menandingi kekuatan Amerika sebagai negara super power. Konsentrasi Tiongkok di kawasan ini dilatarbelakangi adanya kebijakan Amerika Serikat yang menempatkan kekuatan Terbaik, Terhormat dan Disegani 1 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia militernya di kawasan Laut China Selatan (Philipina, Taiwan, Jepang, Korea Selatan dan Australia) sehingga hubungan bilateral kedua negara (Tiongkok dan Amerika) tidak stabil. Kawasan Laut China Selatan ditinjau dari aspek ekonomi memiliki nilai strategis terhadap perkembangan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik dan Amerika serikat. Wilayah dan jalur perdagangan Laut China Selatan membentang dari Singapura (Selat Malaka) sampai ke Selat Taiwan. Kawasan ini, telah lama menjadi ajang perebutan beberapa negara sekitar kawasan dengan berbagai alasan, mulai dari politik, ekonomi, pertahanan, hukum internasional dan lain-lain. Selain itu juga, terdapat beberapa Aktor Non Negara (Non State Actor) yang memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingannya. c. Posisi Indonesia dalam upaya dan mengantisipasi konflik Laut China Selatan cukup penting hal ini dipengaruhi oleh kondisi wilayah yang cukup luas dan secara geografis memiliki nilai strategis di dunia Internasional, karena terletak diantara 2 Benua (Asia dan Australia) dan 2 Samudra (Pasifik dan Hindia). Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang menempati urutan keempat di dunia, sehingga membuat Indonesia menjadi Negara yang memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang besar dan cukup diperhitungkan di kancah Internasional. Banyak negara di dunia yang mempengaruhi untuk mengajak Indonesia bekerjasama dalam segala bidang dalam rangka memperbesar pengaruhnya di kawasan Laut China Selatan. Salah satu wilayah teritorial Indonesia yaitu Kepulauan Natuna yang terletak kawasan Laut China Selatan, juga tidak terlepas dari pengaruh konflik Laut China Selatan yang menjadi sumber pertentangan dari beberapa negara seperti Tiongkok, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam dan Taiwan. Walau tidak secara langsung sebagai claimant dalam konflik kawasan tersebut, Indonesia tidak dapat sepenuhnya lepas dari Terbaik, Terhormat dan Disegani 2 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia dampak konflik tersebut, karena berbatasan langsung dengan daerah konflik. d. Mencermati perkembangan situasi yang cukup dinamis di kawasan Laut China Selatan telah membawa dampak terhadap kebijakan diplomasi dan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Dengan demikian diperlukan sikap yang tegas sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara guna menjaga perdamaian dan keamanan kawasan. Berdasarkan kondisi tersebut Seskoad sebagai lembaga pengkajian strategis TNI AD memandang perlu membuat kajian tentang pengaruh Tiongkok dan Amerika di Laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia sebagai kontribusi ilmiah bagi pimpinan TNI AD. Permasalahan Laut China Selatan dalam kajian ini ada beberapa pokok permasalahan yaitu bagaimana bentuk pengaruh Tiongkok dan Amerika di laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia. 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Memberikan gambaran tentang kajian pengaruh Tiongkok dan Amerika atas Konflik di Laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia. b. Tujuan. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada pimpinan TNI AD tentang kajian pengaruh Tiongkok dan Amerika atas Konflik di Laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia. 3. Ruang Lingkup dan tata urut. Kajian ini m embahas tentang pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia yang disusun dengan tata urut sebagai berikut : a. Pendahuluan. b. Latar Belakang Pemikiran. c. Data dan Fakta. Terbaik, Terhormat dan Disegani 3 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia d. Analisa. e. Penutup. 4. Metode dan Pendekatan. a. Metode. Metode yang digunakan dalam penulisan kajian ini adalah deskriptif analisis, yaitu dengan menganalisa data dan fakta yang ada dihadapkan dengan kondisi nyata. b. Pendekatan. Pembahasan pendekatan kepustakaan. kajian ini menggunakan 5. Pengertian. a. Arab Spring adalah istilah untuk kebangkitan dunia Arab atau pemberontakan dimulai di Tunisia pada musim semi Desember 2010. b. ASEAN Defence Ministerial Meeting (ADMM) adalah Forum yang didirikan oleh negara-negara ASEAN untuk mendukung Sosial budaya, politik dan keamanan (tiga Pilar ASEAN) dikawasan ASEAN. c. ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM) adalah Forum komunikasi keamanan laut di negara-negara dikawasan ASEAN. d. ASEAN Politic-Security Community (APSC) adalah Komunitas keamanan dan politik ASEAN untuk mendorong pada sebuah kemajuan proses politik dikawasan ASEAN. e. ASEAN Securrity Community (ASC) adalah Komunitas keamanan ASEAN untuk mendorong pada sebuah kemajuan proses perdamaian dikawasan ASEAN. f. ASEAN Regional Forum (ARF) adalah merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu wahana atau dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan di kawasan serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF Terbaik, Terhormat dan Disegani 4 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. g. Barrel (bbl) adalah satuan ukuran isi (volume) 158,97 liter atau 42 galon. h. Block Natuna D-Alpha adalah ladang gas raksasa dengan kandungan yang diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan gas hingga 70 Tahun yang letaknya berada di perairan Natuna. i. Blue Navy Strategy adalah pangkalan strategi laut. j. Clainment adalah penuntut atau pengaku. k. Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem Nilai, Etika Bisnis, Komitmen serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. l. Customer Satisfaction adalah Kepuasan merasa ketika salah satu telah memenuhi keinginan, butuh, atau harapan. m. Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea (DOC) adalah penyelesaian pembahasan suatu regional code of conduct di Laut China Selatan antara ASEAN dan RRT. n. Dynamic Equilibrium adalah kurangnya perubahan dalam suatu sistem sebagai masukan dan keluaran tetap seimbang. Jika perubahan terjadi, maka masukan akan memungkinkan untuk koreksi. o. Eksodus adalah perbuatan meninggalkan tempat asal (kampung halaman, kota, negeri) oleh penduduk secara besarbesaran. p. Fregat atau pergata adalah suatu nama yang digunakan bagi berbagai jenis kapal perang pada beberapa masa yang berbeda. q. Interdependensi adalah saling ketergantungan. Terbaik, Terhormat dan Disegani 5 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia r. Interregional adalah antar daerah. s. Konfrontasi adalah berhadapan langsung (antara saksi dan terdakwa dsb); permusuhan/pertentangan. t. Pivot to Asia adalah (poros) suatu perubahan kebijakan strategis satu negara. u. Spillover adalah (efek), (politik ekonomi) Pengurangan konsumsi energi di wilayah layanan utilitas disebabkan oleh adanya program DSM, di luar program penghematan diinduksi dari para peserta. v. Simposium adalah pertemuan/kumpulan pendapat tentang sesuatu dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu terutama yang dihimpun dan diterbitkan. w. Sea Lanes of Communication (SLOC) adalah Istilah yang mengambarkan rute maritim utama antara pelabuhan, yang digunakan untuk perdagangan, logistik dan angkatan laut. x. Testimoni adalah konteks/kesaksian/kemasan penyampaian. y. The Rise of China adalah Kebangkitan Tiongkok menjadi kekuatan besar di dunia khususnya Asia baik dibidang ekonomi, sosial, perdagangan, pertahanan maupun militer. z. Treaty of aminity and Cooperation (TAC) adalah norma kunci yang mengatur hubungan antar negara dan instrumen diplomatik dalam penyelesaian masalah di kawasan ASEAN. Terbaik, Terhormat dan Disegani 6 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia BAB II LATAR BELAKANG PEMIKIRAN 6. Umum. Konflik yang terjadi di Laut China Selatan merupakan konflik yang sangat rentan akan timbulnya konfrontasi perang. Hal ini dapat dilihat dari adanya dominasi kekuatan Tiongkok yang diimbangi dengan modernisasi militer di kawasan tersebut sehingga menuai protes dari negara-negara pengklaim lainnya. Atas dasar tersebut negara-negara yang memiliki kepentingan di Laut China Selatan berupaya meningkatkan kemampuan militer dan persenjataannya untuk mengantisipasi semakin besarnya kekuatan Tiongkok di Laut China Selatan tersebut. Jika kita melihat peta geografis Laut China Selatan, konflik yang terjadi tidak hanya pada negara-negara ASEAN dan Asia Timur, tetapi juga mengakibatkan konflik bilateral antara anggota ASEAN itu sendiri. Dimana pulaupulau terluar yang menjadi perbatasan negara ASEAN juga berpeluang menjadi konflik bilateral sehingga dapat mengganggu stabilitas regional, seperti contoh konflik bilateral Vietnam-Filipina, Malaysia-Brunei, Malaysia-Singapura, dan Malaysia-Indonesia. Hal tersebut memberikan dampak yang serius bagi hubungan negaranegara ASEAN yang menginginkan bentuk perdamaian di kawasan Regional melalui optimalisasi pelaksanaan kesepakatan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai bebas serta netral dari pengaruh blok tertentu (Zona Peace, Free And Neutrality/ ZOPFAN) dan juga pengembangan ASEAN Politic-Security Community (APSC) serta ASEAN Economic Community (AEC) yang direncanakan pada tahun 2015. Selain itu, sampai dengan saat ini ASEAN belum mampu mengimplementasikan kapasitasnya sebagai organisasi regional untuk meredakan konflik yang ada sesuai dengan Chapter VIII Piagam PBB. Kondisi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak cukup signifikan terhadap kedaulatan wilayah Indonesia dan khususnya pelaksanaan peran dan tugas pokok TNI dalam menjaga keutuhan NKRI. Terbaik, Terhormat dan Disegani 7 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Pesatnya perkembangan ekonomi dan militer Tiongkok telah membuat Tiongkok berperan tidak saja sebagai kekuatan regional Asia tetapi juga kekuatan global. Terkait masalah di kawasan Laut China Selatan, Tiongkok semakin meningkatkan pengaruhnya di ASEAN khususnya Indonesia, bahkan sudah bisa menandingi pengaruh Amerika Serikat dan Sekutunya di ASEAN. Amerika Serikat yang tidak ingin kehilangan pengaruhnya di ASEAN, akhirnya mengalihkan militer mereka yang semula di fokuskan di Timur Tengah dan Eropa, kemudian lebih difokuskan ke Asia Pasifik. Hal ini telah dikonfirmasi oleh pemerintah AS melalui kebijakan Pivot to Asia dan salah satunya ditandai dengan penempatan sekitar 2500 personel Marinir AS di Darwin, Australia. Kehadiran Amerika Serikat dan Tiongkok di Laut China Selatan, suka atau tidak suka maka Indonesia harus terlibat dalam menjaga kepentingan nasional dan perdamaian di kawasan ASEAN pada khususnya dan dunia internasional pada umumnya. 7. Landasan Hukum. a. Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1983 Bab II tentang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia.1 1) Pasal 2, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. 2) Pasal 3, (a) Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1983 Bab II tentang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia Terbaik, Terhormat dan Disegani 8 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Indonesia, maka batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. (b) Selama persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ada dan tidak terdapat keadaan-keadaan khusus yang perlu dipertimbangkan, maka batas zona ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut adalah garis tengah atau garis sama jarak antara garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia atau titik-titik terluar Indonesia dan garis-garis pangkal laut wilayah atau titiktitik terluar negara tersebut, kecuali jika dengan negara tersebut telah tercapai persetujuan tentang pengaturan sementara yang berkaitan dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. b. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 19672, dengan berlakunya keputusan Presiden ini maka dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dan atau komunitas Tjina/Tiongkok/Cina diubah menjadi orang dan atau komunitas Tionghoa dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok. 8. Landasan Operasional. Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi Nomor Kep/23/IV/2007 tanggal 24 April 2007. a. Persepsi Ancaman diantaranya Konflik antar bangsa (Inter state Conflict) menjelaskan Dunia terbagi dalam beberapa kesatuan regional dan negara-negara independent atau konspirasi beberapa negara lintasan kawasan. Konstelasi pengelompokan 2 Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 1967 Terbaik, Terhormat dan Disegani 9 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia tersebut dilandasi oleh berbagai aspek antara lain kepentingan bersama di bidang politik, ekonomi dan militer. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya persaingan yang dapat memicu timbulnya konflik kepentingan antar negara, kelompok negara atau konspirasi lintas kawasan yang tidak selalu dapat diselesaikan secara damai3. b. Ancaman non militer, adalah bentuk ancaman yang penanganannya oleh lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Ancaman tersebut dapat berbentuk: 1) Konflik perbatasan wilayah daratan. 2) Sengketa teritorial wilayah daratan. 3) Pelanggaran wilayah daratan. 4) Eksploitasi kekayaaan alam ilegal di wilayah daratan 4. 9. Landasan Teori. a. Menurut Rahman Mangkona. Percaturan politik dan ekonomi dunia memang nampaknya akan segera berubah, dan hal ini tentu berpengaruh terhadap banyak negara terutama negara-negara tetangga Tiongkok sendiri5. Positif dan negatif, dimana bila kita mengacu kepada teori neo realisme serta teori pertahanan dan keamanan bahwasanya setiap kemajuan suatu negara pada zona geografis tertentu merupakan sebuah ancaman bagi negara lain, hal ini dikarenakan negara yang lebih maju akan cenderung mempersenjatai dirinya secara lebih dengan tujuan mengamankan negaranya dari segala ancaman, baik yang bersifat eksternal maupun internal. 3 Doktrin KEP Hal. 39 Ibid Hal. 44 5.http://www.academia.edu/4438120/Peranan_China_dan_Keterlibatan_Amerika_Serikat_Dalam_Konfli k_Laut_China_Selatan 4 Terbaik, Terhormat dan Disegani 10 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia b. Menurut Abdul Rivai Ras Konflik Laut China Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik.6 1) Konsep Strategi Pengelolaan Konflik (Pengelolaan kekuatan atau ”the management of power” adalah metode pendekatan yang digunakan untuk mengelola konflik dan potensial konflik) dalam diplomasi internasional. Metode tersebut terbagi empat cara sebagai berikut: a) Keseimbangan kekuatan (Balance of Power). Cara ini sesungguhnya bukanlah cara pendekatan kebijakan luar negeri dari suatu negara, melainkan sebagai sistem bahwa balance of power merupakan ”a certain kind of arrangement for operation of international relations in a world of many states7.“ Jadi bukan semacam konfigurasi tertentu, tetapi merupakan pola keseimbangan kekuatan yang paling mungkin dilaksanakan secara efektif dalam memelihara ketertiban dunia pada era Perang Dingin melalui pengusahaan perimbangan dan pemeliharaan perimbangan. b) Keamanan kolektif (Collective Security). Cara ini adalah wujud dari suatu gagasan untuk membangun kekuatan bersama guna melakukan penangkalan (deterrence) terhadap generasi atau bentuk gangguan dan ancaman keamanan lainnya. c) Keamanan bersama (Common Security), menurut Olaf Palme adalah suatu pendekatan yang ”acceptance” seperti dikutip, ”... common security as the organizing principle for efforts to reduce the risk of war, limit arms, and move towards disarmament means, in principle, that 6 Abdul Rivai Ras, Penerbit Abdi Persada Siporennu Indonesia (APSIDO) Th. 2001, Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik, Hal 13 7 Ibid Hal. 13 Terbaik, Terhormat dan Disegani 11 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia cooperation will replace confrontation in resolving conflict of interest”8. d) Pemerintahan dunia (World Government). Cara ini adalah salah satu usulan pendekatan untuk menata dunia yang stabil dan damai yang dilakukan secara sentralistik. Berbeda halnya dengan pendekatan keamanan bersama yang lebih menekankan adanya suatu pemerintahan dunia dimana mengatur sistem internasional inheren mengenai penanganan masalah-masalah konflik dan perdamaian dunia. 2) Profil dan Sejarah Konflik Laut China Selatan9. Kawasan Laut China Selatan dikelilingi sepuluh negara pantai (RRT, Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam dan Filipina), serta negara tak berpantai yaitu Laos dan Makau. Luas perairan Laut China Selatan mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Taiwan, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin yang dibatasi Vietnam dan RRT. Kawasan Laut China Selatan, bila dilihat dalam tata lautan internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis. Kawasan ini menjadi sangat penting karena kondisi potensi geografisnya maupun potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu, kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional (lintas laut perdagangan internasional). Sehingga menjadikan kawasan itu selain mengandung potensi ekonomi dan kerja sama juga berpotensi terjadinya konflik. Secara geografis kawasan Laut China Selatan merupakan bagian Pasifik Barat yang terletak di jantung Asia Tenggara. Kawasan ini adalah kawasan yang didefinisikan sebagai laut "setengah tertutup." Secara rinci letaknya berbatasan dengan Tiongkok dan Taiwan di sebelah Utara, di sebelah Barat ke 8 9 Ibid Hal. 15 Ibid Hal 43. Terbaik, Terhormat dan Disegani 12 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia arah Selatan berbatasan dengan Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia. 3) Perspektif Geopolitik dan Geostrategi Indonesia terhadap Laut China Selatan10. Kawasan ini merupakan komoditas politik internasional dalam kerangka politik bagi negara yang berusaha meningkatkan posisi kekuatannya (power position), sehingga negara yang berkaitan berusaha mempertahankan hegemoninya di kawasan agar dapat memanfaatkan potensi di sepanjang "tepian Pasifik." Sebagai salah satu negara yang berada di daerah pesisir Laut China Selatan, Indonesia berkepentingan terhadap kawasan tersebut, serta memiliki idealisme mengenai kondisi yang seharusnya terwujud di dalamnya. Sikap Indonesia menghadapi kondisi ini sebenarnya merupakan refleksi dari tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Rumusan tujuan nasional tersebut menjadi landasan bagi persepsi bangsa Indonesia mengenai kondisi Laut Cina Selatan yang diinginkan, karena potensi konflik di kawasan ini berpeluang menjelma menjadi pemantik yang tidak hanya melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ataupun kawasan Asia Pasifik, tetapi juga negara-negara di luar kawasan. 10. Dasar pemikiran. Dengan berakhirnya perang dingin, perubahan sistem internasional menjadi multipolar, menciptakan kesulitan-kesulitan baru dalam menghadapi kekuatan dan ancaman luar yang semakin sulit ditebak. ASEAN sebagai organisasi kawasan Asia Tenggara tidak dapat lagi melihat persoalan dan ancaman terbatas satu kawasan saja. Namun aspek ancaman harus dilihat dari segala arah, termasuk dari kawasan yang lebih luas, seperti kawasan Asia Pasifik. Perubahan sistem internasional yang menciptakan 10 Ibid Hal 87 Terbaik, Terhormat dan Disegani 13 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia konsep-konsep keamanan baru mendorong Indonesia untuk mengambil bagian dalam penyelesaian konflik di Laut China Selatan. Konflik Laut China Selatan akan melibatkan kekuatan besar dengan kepentingan yang berbeda. Perbedaan tersebut lebih dominan pada bentuk kompetisi dari pada kerjasama, khususnya menyangkut aspek pertahanan berpotensi mengancam stabilitas keamanan kawasan apabila tidak dikelola dengan baik akan merugikan negara ASEAN baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila negara-negara ASEAN tidak mampu menyelesaikan sengketa Laut China Selatan secara damai akan berpengaruh negatif terhadap masalah keamanan Asean sesuai kepentingan masing masing. Besarnya potensi konflik yang timbul di kawasan Laut China Selatan sangat berpengaruh terhadap stabilitas kawasan Asia Tenggara, serta memaksa ASEAN yang dimotori oleh Indonesia sebagai pihak netral untuk berfikir lebih serius dalam menjaga segala kemungkinan gangguan keamanan yang datang. Konflik yang timbul di Laut China Selatan juga merupakan momen bagi Indonesia untuk mendapatkan posisi strategis dan posisi netralnya demi mendukung kepentingan nasional Indonesia dan mengeliminir dampak terjadinya konflik di kawasan Laut China Selatan. Disamping itu apabila konflik di kawasan Laut China Selatan meluas, akan mempengaruhi kondisi ekonomi, politik dan keamanan Indonesia. Terbaik, Terhormat dan Disegani 14 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia BAB III DATA DAN FAKTA 11. Umum. Perkembangan situasi dan kondisi di Laut China Selatan sangat cepat dan dinamis. Tiongkok secara tegas menyatakan klaim atas seluruh wilayah perairan Laut China Selatan, negara-negara lain juga tidak mau kalah dalam menegaskan kepentingannya di wilayah sengketa tersebut. Negara-negara yang berstatus pengklaim maupun negara yang bukan pengklaim Laut China Selatan sebagai wilayah rebutan kepentingan menimbulkan ketegangan hubungan antar negara, baik secara Diplomatik maupun Operasional di lapangan. Dalam beberapa tahun terakhir Amerika telah melibatkan diri dalam konflik di Laut China Selatan. Kondisi ini dapat terlihat adanya latihan gabungan antara Amerika dan Vietnam di Laut China Selatan sebagai salah satu unjuk kekuatan militer guna menghadapi Tiongkok dalam konflik di Laut China Selatan. Sementara Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi kedua terbesar setelah Amerika, tidak dapat dipandang sebelah mata dimana telah memperkuat militernya sebagai upaya mempertahankan hegemoninya di Laut China Selatan. Di samping itu, berkembang pula pendapat dan kekhawatiran beberapa negara akan agresivitas ambisi Tiongkok melalui retorikanya “China’s Peaceful Rise11” dalam menyelesaikan konflik perbatasan, termasuk persoalan Laut China Selatan. Indonesia sebagai negara yang tidak terlibat langsung terhadap konflik di kawasan tersebut memandang penting untuk bersikap proaktif, mengingat kawasan Laut China Selatan merupakan jalur penting yang sering dilewati oleh kapal-kapal dagang, maupun pesawatpesawat komersial Indonesia guna menunjang perdagangan Internasional. China’s Peaceful rise to great power status http;//www.foreignaffairs.com/article/61015/zhengbijian/china’s peaceful rise to great power status. Diakses pada tanggal 5 mei 2014. 11 Terbaik, Terhormat dan Disegani 15 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia 12. Kepentingan Tiongkok di Laut China Selatan. a. Sejarah Tiongkok dalam Konflik Laut China Selatan. Laut China Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas sekitar 3.5 juta km12. Berdasarkan ukurannya, Laut China Selatan merupakan wilayah perairan terluas kelima di dunia, dengan berbagai potensi yang sangat besar dimana terkandung minyak bumi dan gas alam. Selain itu juga peranannya sangat penting sebagai jalur distribusi minyak dunia, perdagangan dan pelayaran internasional. Kepulauan Spratly adalah sebuah gugusan pulau kecil dan karang yang jumlahnya sebanyak 600-an, dan 100-an diantaranya kerap tertutup permukaan air laut jika sedang pasang. Kepulauan Spratly, bila dilihat dalam tata lautan internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis, dan strategis. Kawasan kepulauan ini menjadi sangat penting karena kondisi potensi geografisnya maupun sumber daya alam yang dimilikinya, seperti minyak, gas, dan bahan tambang lainnya. Selain itu, kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran, kapal perdagangan internasional, dan komunikasi internasional (jalur lintas laut perdagangan internasional), sehingga menjadikan kawasan itu mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerja sama. Jalur Lintas Laut China Selatan “Laut China Selatan”, 2011, www.anneahira.com/laut-china-selatan.htmdiakses pada tanggal 5 Mei 2014, 12 Terbaik, Terhormat dan Disegani 16 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Jika diteliti, penamaan peta yang dikeluarkan masingmasing negara yang terlibat sengketa kepulauan ini dengan berbeda-beda. Taiwan menamakan Kepulauan Spratly dengan Shinnengunto, Vietnam menyebut dengan Dao Truong Sa (Beting Panjang), Filipina menyebut Kalayaan (kemerdekaan), Malaysia menyebut dengan Itu Aba dan Terumbu Layang, sedangkan Tiongkok menyebut Nansha Quadao (kelompok Pulau Selatan). Perbedaan nama dimaksudkan agar kepulauan tersebut terisyaratkan sebagai milik negara yang memberikan nama. Nama internasional yang lazim diberikan kepada gugusan kepulauan itu ialah Spratly. Kenyataannya terjadi perang klaim dan upaya-upaya penguasaan atas wilayahwilayah di Kepulauan Spratly itu. Persoalannya menjadi lebih berat karena klaim-klaim tersebut saling tumpang tindih, masing-masing negara mendasarkan klaimnya pada “kebenaran” versinya sendiri, baik historis maupun legal formal. Kemudian menarik untuk disoroti adalah, proses penguasaan dan dasar argumentasi yang dikemukakan tiap negara untuk menguasai gugusan pulau yang terdapat di Spratly. Tuntutan Tiongkok didasarkan pada sejumlah catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno, peta-peta, dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh nelayannya. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut Tiongkok menyatakan bahwa Kepulauan Spratly secara historis merupakan wilayah kekuasaan Tiongkok sejak masa kekaisaran Dinasti Han, yakni 206-220 SM sampai ke masa Dinasti Ming dan Dinasti Ching yang berkuasa pada tahun 1400-an M. Klaim ini didukung bukti-bukti arkeologis Tiongkok dari Dinasti Han, tetapi Vietnam menentang pendapat Tiongkok dengan menyebutkan bahwa Kaisar Gia Long dari Vietnam pada tahun 1802 telah mencantumkan Spratly sebagai wilayah kekuasaannya. Nelayan Vietnam pun telah lama sebelumnya melakukan pelayaran ke dan di wilayah Kepulauan Spratly itu. Terbaik, Terhormat dan Disegani 17 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia b. Potensi Sumber Daya Alam di Laut China Selatan. Kawasan Laut China Selatan bila dilihat dalam tata lautan internasional, merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomis, politis, dan strategis. Besarnya potensi yang dimiliki oleh kawasan Laut China Selatan menjadikan kawasan ini mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama. Kawasan Laut China Selatan memiliki kandungan minyak bumi dan gas alam serta peranannya yang sangat penting sebagai jalur pelayaran, perdagangan dan distribusi minyak dunia. Potensi lainnya berupa ikan dan sumber daya mineral. Cadangan minyak potensial Laut China Selatan sebanyak 213 milyar barrel dan sumber daya hidro karbon Laut China Selatan yang sering dilupakan adalah gas alam. Bahkan gas alam diperkirakan sebagai sumber daya hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak. Menurut estimasi Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) 60% 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam hal ini menjadikan Laut China Selatan sebagai objek perdebatan regional selama bertahun-tahun.13 Konflik di Laut China Selatan tidak bisa lepas dari persoalan kebutuhan akan sumber daya yang langka seperti minyak bumi, gas alam, ikan, dan transportasi. Minyak menjadi incaran utama karena hingga saat ini perebutan untuk mendapatkan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui ini tidak dapat dilepaskan dari konflik militer bahkan invasi militer. Sejak awal dekade 90an hingga saat ini Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah menjadi salah satu dari importir minyak terbesar di dunia. Hal ini menjadikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) harus selalu berusaha mendapatkan suplai minyak dari luar dalam jumlah cukup agar perekonomiannya dapat tetap berjalan dan Konflik Laut China selatan” http://irjournal.webs.com/apps/blog/show/4113964.html diakses pada tanggal 5 mei 2014 pukul 16.30 13 Terbaik, Terhormat dan Disegani 18 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia berkembang pesat. Kandungan minyak dan gas alam yang berada di kawasan Laut China Selatan membuat keterlibatan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam konflik di kawasan ini menjadi tak terelakkan. Selain itu, kawasan Laut China Selatan juga dikenal kaya dengan ikan yang merupakan sumber gizi penduduk di sekitarnya. Ditinjau dari hasil lautnya yang melimpah kawasan Laut China Selatan diperkirakan mampu menyediakan kebutuhan protein bagi satu milyar penduduk Asia, atau paling tidak 500 juta penduduk kawasan pantai. Mengingat ikan merupakan sumber makanan dari alam yang selalu diproduksi (renewable) maka konflik di kawasan ini pun tidak dapat dilepaskan dari perburuan hasil laut tersebut. Kawasan Laut China Selatan juga dikenal sebagai Laut Kuning, berposisi sangat strategis. Anugerah alami itu sering menjadi sumber konflik kepentingan bagi negara yang berada di sekitar perairan itu, di antaranya mengganggu pengelolaan sumber daya perikanan. Konflik di Laut China Selatan yang tidak berakhir, akan sangat mengganggu potensi sumber daya alam di daerah itu. Dalam kondisi dunia yang semakin rawan terhadap ketersediaan pangan, konflik berkepanjangan yang berujung pada klaim kepemilikan wilayah laut itu, bisa semakin memperberat beban dunia khususnya Asia Tenggara.14 c. Negara yang mengklaim terhadap Tiongkok Selatan. Untuk dapat memahami dan mendalami alasan mengapa ke-6 (enam) negara berbatasan mengklaim kepemilikan atas kepulauan Spratly dan Paracel, maka ada baiknya mengetahui secara singkat latar belakang masing-masing. Tiap negara tidak hanya menyatakan klaim kepemilikan dengan tujuan pengelolaan “Konflik Laut China Selatan Ganggu Sumber Perikanan” http://www.antaranews.com /berita/284379/ konflik-laut-china-selatan-ganggu-sumber-perikanan. Diakses tanggal 16 mei 2014. 14 Terbaik, Terhormat dan Disegani 19 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia sumber daya alam semata, tetapi menyatakan kepemilikan penuh dalam arti memiliki kedaulatan sebagai wilayah negara bersangkutan. Benturan kepentingan antar negara di kawasan Laut China Selatan menyebabkan konflik dan bisa menciptakan instabilitas baik secara global maupun regional. Konflik kepentingan yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik, sosial apabila tidak di manage dengan baik, bisa berujung terjadinya konflik secara langsung yang melibatkan kekuatan militer antar negara-negara tertentu yang merasa nasional interest mereka terusik, demikian halnya dengan perkembangan konflik klaim wilayah teritori di laut China selatan yang melibatkan 6 (enam) negara yang diantaranya 4 (empat) negara anggota ASEAN (Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei) dengan Tiongkok dan Taiwan. d. Eksistensi Tiongkok di kawasan Laut China Selatan. Dalam meningkatkan pengaruhnya di Asia Tenggara, Tiongkok telah menggunakan ekonomi Asia Tenggara yang semakin berkembang dan hubungannya dengan komunitas etnis Tiongkok yang menyebar di kawasan ini. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Tiongkok antara lain klaim atas wilayah darat dan laut di Laut China Selatan disampaikan secara eksplisit dengan mengeluarkan peta pada tahun 1947. Peta tersebut memuat garis putus-putus yang melingkupi hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Dalam perkembangannya garis klaim itu dikenal dengan Terbaik, Terhormat dan Disegani 20 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia nine-dashed line karena merupakan sembilan segmen garis putus-putus. China mengajukan klaim ini berdasarkan pada prinsip “historic waters” atau perairan yang konon menurut sejarah China merupakan bagian dari wilayah atau yurisdiksi Tiongkok. Klaim ini tidak diakui oleh negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia.15 Salah satu pulau yang diberdayakan Tiongkok dikawasan Salah satu kegiatan Tiongkok yang cukup rutin berupa latihan atau patroli Angkatan Laut sebagai kegiatan untuk mengirim pesan kepada kawasan, langkah itu dianggap sebagai unjuk kekuatan militer yang sering dilakukan, yang berdampak signifikan terhadap penentuan kebijakan keamanan dan strategis dalam klaimnya terhadap kawasan Laut China Selatan. Hal ini dilakukan karena hampir tidak pernah ada kesepakatan tentang kepemilikan kawasan Laut China Selatan seperti batas teritorial, kerjasama eksplorasi sumber daya alamnya dan kebijakan lain menyangkut kawasan. Yang paling menyolok adalah penolakan pemerintah Tiongkok berkaitan kebijakan tentang arbitrase internasional. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum didasarkan pada 15 http://puzzleminds.com/ meninjau-ulang-posisi-indonesia-di-laut-china-selatan/ #sthash. hXtsDeNz .dpuf Terbaik, Terhormat dan Disegani 21 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa di kawasan. 13. Kepentingan Amerika Serikat di Laut China Selatan. a. Perspektif Amerika Serikat terhadap Laut China Selatan. Amerika Serikat adalah negara yang kuat dalam bidang ekonomi dan militer. Sebagai negara kuat, Amerika Serikat juga secara otomatis bertanggung jawab sebagai penstabil kondisi di dunia. Meski sekuat apapun itu, Amerika Serikat tetap membutuhkan negara lain untuk mempertahankan stabilitas dunia, terutama dalam penyediaan barang dan jasa. Kondisi produksi domestik yang tidak mampu mengatasi permintaan, sehingga banyak dari komoditas barang dan jasa yang harus diimpor dari negara lain. Asia menjadi salah satu mitra terbesar Amerika Serikat baik dalam ekspor maupun impor, terutama Tiongkok yang merupakan salah satu penyuplai barang impor bagi Amerika Serikat selain Jepang dan Taiwan. Dalam bidang ekspor, Amerika Serikat menyuplai barang terutama ke Hongkong dan Singapura. Sehingga untuk menjaga hubungan baik, Amerika Serikat menjalin hubungan perdagangan dengan mereka sekaligus memberi dukungan kepada mitra dagangnya. Hal ini dikarenakan perdagangan internasional memiliki pengaruh dalam berbagai tingkat, baik tingkat strategis, mikro ekonomi, makro ekonomi dan rumah tangga. Pada sisi lain kebangkitan Tiongkok di kawasan Asia bahkan Dunia terus menguat baik secara ekonomi, politik maupun militer berbanding terbalik dengan kondisi Amerika sendiri. Tingginya tingkat pertumbuhan yang dialami Tiongkok merupakan ancaman bagi Amerika yang tidak bisa lepas akan kebutuhan terhadap kawasan Laut China Selatan, dan berpengaruh terhadap kebebasan pelayaran di kawasan dalam menunjang ekonomi Amerika. Atas dasar inilah Amerika mulai melakukan kerjasama militer dengan negara di kawasan Laut China Selatan untuk membendung kehadiran dan pengaruh Tiongkok menjadi hegemoni tunggal di kawasan Laut China Selatan. Terbaik, Terhormat dan Disegani 22 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia b. Kebangkitan Tiongkok Dimata Amerika Serikat. Kebangkitan pengaruh Tiongkok di kawasan Asia Pasifik terus menguat baik secara ekonomi, politik maupun militer. Setelah perang dingin berakhir kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik terus berkurang. Sebaliknya, kekuatan dan pengaruh Tiongkok semakin menguat. Kehadiran Tiongkok ini, menjadi ancaman bagi Amerika Serikat baik dari segi ekonomi, politik maupun militer. Hal ini dikarenakan oleh tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk menanamkan investasi di negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik dan kawasan-kawasan lainnya. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kekuatan ekonomi Tiongkok, maka secara rasional Tiongkok pun akan berupaya meningkatkan kekuatan dan kapabilitas militernya. Hal inilah yang menjadi momok ancaman bagi Amerika Serikat. Tiongkok terus melakukan modernisasi militer dan merubah fokusnya ke kawasan selatan, di mana secara khusus Tiongkok meningkatkan kekuatan angkatan lautnya yang pada akhirnya terfokus di Laut China Selatan, yang sampai sekarang masih menjadi perebutan beberapa negara. Tiongkok terus berusaha menancapkan pengaruhnya sehingga berdampak terjadinya persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Jika Tiongkok terus mengupayakan hegemoninya di kawasan Asia Pasifik, maka hal ini akan mengancam kebebasan pelayaran di Laut China Selatan, sehingga membuat Amerika Serikat merasa terancam baik secara ekonomi, politik maupun militer. Atas dasar inilah, Amerika Serikat mulai mengambil kebijakan militer dengan melakukan penggelaran pasukan di Darwin, Australia, serta melakukan kerjasama perluasan militer dengan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan mengaktifkan kembali kerjasama keamanan dengan Vietnam dan Filipina. Hal itu dilakukan untuk membendung kehadiran dan pengaruh (encirclement strategy) Tiongkok di kawasan Asia Pasifik, sehingga tidak terjadi hegemoni tunggal di kawasan tersebut. Terkait dengan potensi ekonomi, politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik, Amerika Serikat berupaya membangun Terbaik, Terhormat dan Disegani 23 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia kembali guna mendominasi pengaruhnya di kawasan tersebut. Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik semakin gencar terdengar. Hal tersebut memang benar dilakukan oleh Amerika Serikat. Sebagai contoh, kini Amerika Serikat berencana melakukan perluasan kerjasama keamanan dengan negara-negara Australia, Jepang dan Korea Selatan yang cenderung akan mirip dengan kondisi pada masa perang dingin dan Amerika Serikat pun sedang berupaya menggelar armada di beberapa negara di Asia Tenggara. Ambisi Amerika Serikat baik untuk kepentingan ekonomi, politik maupun militer semakin terlihat dengan turut bergabungnya Amerika Serikat dalam East Asian Summit ke-6 yang diselenggarakan tanggal 19 November 2011 lalu di Bali. Selain itu, Amerika Serikat pun berencana mengaktifkan kembali pangkalan militer dan menyiagakan kapal perang di Filipina, seperti tertuang dalam sebuah kesepakatan pertahanan antara AS dengan Filipina tanggal 28 April 2014 dimana salah satu butir perjanjiannya AS diperbolehkan membangun perangkat keras di daratan Filipina demi menjaga keseimbangan kekuatan militer di Asia. c. Trend Ancaman dan Karakter Konflik Masa Depan. Hasil kajian dari beberapa Negara maju tentang trend ancaman dan karakter konflik di masa yang akan datang menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Pengalaman operasi yang telah dan sedang dilaksanakan, pemanasan global, realita resesi ekonomi global, revolusi informasi dan peran media serta kemampuan sumber daya alam yang semakin menurun dihadapkan dengan peningkatan jumlah populasi dunia merupakan situasi yang mempengaruhi trend ancaman dan karakter konflik masa depan secara signifikan. Persengketaan teritorial di Laut China Selatan serta pengaruh kekuatan global semakin menambah ketidakpastian ancaman dan karakter konflik di masa depan. Secara umum fundamental trend ancaman suatu negara tetap berbasis konflik yang telah ada sejak dulu kala merupakan bentuk pertarungan kekerasan yang merupakan campuran antara kesempatan, resiko dan kebijakan politik. Terbaik, Terhormat dan Disegani 24 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Namun demikian bentuk konflik akan selalu berubah sejalan dengan perubahan sosial sejarah umat manusia dan tantangan dalam kehidupannya. Karakter konflik yang akan datang secara umum juga akan dihadapkan dengan kondisi dan lingkungan sosial, politik dan ekonomi penduduk. Kebebasan ruang gerak suatu operasi dalam suatu konflik akan terpengaruh dalam kondisi demikian. Bercampurnya antara sipil dan militer serta medan pertempuran dalam kawasan tempat tinggal padat penduduk akan semakin kompleks, dihadapkan dengan implementasi hukum perang yang telah disepakati. Pihak lawan atau potensi lawan akan selalu berusaha mempelajari kemampuan dan kapasitas militer serta akan berusaha mencari kelemahan. Revolusi informasi teknologi yang telah mendorong keterbukaan media dan aturan internasional yang telah disepakati terkait transfer senjata dan bahan-bahan berbahaya lainnya telah mengurangi tingkat kerahasiaan kemampuan militer suatu negara, khususnya yang tergantung dengan teknologi asing. 14. Pengaruh Konflik Laut China Selatan Serta Dampaknya Terhadap Indonesia. a. Kebijakan Pemerintah Indonesia di kawasan Asia Pasifik dan polemik Laut China Selatan. 1) Bidang Politik. Indonesia mempunyai kepentingan terhadap penanganan konflik di Laut China Selatan, sebab konflik itu bila tidak dapat ditangani dengan baik akan berdampak terhadap stabilitas keamanan Indonesia dan kawasan. Selain itu, Indonesia berkepentingan pula untuk menegaskan klaimnya terhadap ZEE Indonesia di perairan tersebut yang terletak di utara Kepulauan Natuna. Konflik di Laut China Selatan apabila bereskalasi yang berdampak pada terancamnya stabilitas kawasan akan memberikan implikasi politik yang signifikan terhadap Indonesia. Implikasi tersebut pada satu sisi adalah Indonesia akan terjepit dalam Terbaik, Terhormat dan Disegani 25 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia pertarungan kepentingan kekuatan besar di kawasan, yaitu Amerika Serikat versus Tiongkok. Pada sisi lain, kepentingan nasional Indonesia di Laut China Selatan juga terancam sebab wilayah ZEE Indonesia di perairan itu dipastikan akan terkena spillover yaitu eksternalitas kegiatan ekonomi atau proses yang mempengaruhi mereka yang tidak terlibat langsung. Dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar kawasan, Indonesia nampaknya harus bertumpu pada kekuatan sendiri dan sulit untuk bersandar pada ASEAN untuk mendorong bandul agar berada atau bertahan pada sisi stabilitas kawasan. Sebab ASEAN sebagai organisasi disinyalir sulit untuk bersatu padu dalam sikap mengingat sebagian negara ASEAN justru menjadi pihak yang berebut klaim di Laut China Selatan. Di samping itu, secara politik beberapa negara ASEAN tersebut mempunyai sandaran politik pada kekuatan-kekuatan besar kawasan dan dunia. Upaya ASEAN selama ini untuk mencari solusi damai atas sengketa di Laut China Selatan sesungguhnya merupakan pendekatan informal, sebab Tiongkok menolak penggunaan pendekatan formal berlatar multilateral. Pada waktu yang sama, Indonesia wajib pula mengamankan kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan dari potensi meluasnya (spill over) konflik yang berkembang, sebab hal itu merupakan amanat konstitusi. Untuk bisa menangani spillover tersebut, Indonesia membutuhkan kepiawaian dan modalitas politik yang besar, tentunya melalui kekuatan Angkatan Laut yang memadai. Namun memperhatikan kondisi saat ini, belum jelas apa yang bisa dijadikan sebagai modalitas politik Indonesia untuk mengantisipasi implikasi dinamika di Laut China Selatan. 2) Bidang Ekonomi. Implikasi ekonomi secara langsung terhadap Indonesia dalam konflik Laut China Selatan adalah Terbaik, Terhormat dan Disegani 26 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia terancamnya pendapatan negara dari ladang gas bumi di ZEE Indonesia di perairan tersebut. Selama ini ladang gas bumi di wilayah ZEE Indonesia memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pendapatan negara, karena sebagian besar hasilnya langsung dialirkan lewat pipa bawah laut ke Singapura dan sebagian kecil ke Malaysia. Selain itu, masih ada sumber gas bumi yang hingga kini belum dieksplorasi sama sekali di sekitar Kepulauan Natuna meskipun potensi cadangannya sudah berhasil diketahui, yaitu Blok Natuna DAlpha yang sampai sekarang masih menjadi sengketa antara pemerintah Indonesia dan Exxonmobile sebuah perusahaan minyak AS, adapun implikasi ekonomi secara tidak langsung adalah meningkatnya biaya operasional komoditas ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur. Apabila eskalasi konflik di Laut China Selatan meningkat, dipastikan biaya asuransi kapal niaga yang melintasi perairan itu juga akan meroket. Terbuka pula kemungkinan kapal niaga yang berlayar ke Asia Timur harus mengubah rutenya melalui Selat Makasar dan terus ke pantai timur Filipina untuk kemudian mengarah ke Asia Timur. Padahal nilai perdagangan Indonesia dengan negaranegara di kawasan Asia Timur cukup signifikan dalam menunjang roda perekonomian nasional. 3) Bidang militer. Secara teoritis, kekuatan pertahanan Indonesia harus mampu mengamankan kepentingan nasional apabila pecah konflik di Laut China Selatan, baik meminimalisasi spillover yang muncul maupun mengamankan berbagai ladang gas yang ada di ZEE Indonesia. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan suatu postur kekuatan yang mampu beroperasi secara gabungan di Laut Natuna dan sekitarnya. Titik kritisnya adalah apakah skenario konflik di Laut China Selatan sudah Terbaik, Terhormat dan Disegani 27 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia diwadahi dalam kemampuan yang dibangun dalam minimum essential force (MEF)? Ke depan, sebaiknya Laut China Selatan ditetapkan sebagai salah satu perhatian bagi Indonesia. Berdasarkan kalkulasi politik, ekonomi dan militer, konflik di Laut China Selatan akan memiliki magnitude yang lebih besar dibandingkan konfilk di Laut Sulawesi, sebab kekuatan militer yang terlibat di Laut China Selatan lebih dari satu dan sekaligus berstatus kekuatan kawasan dan dunia. Situasi ini jelas merupakan tantangan tersendiri bagi TNI Angkatan Laut untuk mengembangkan strategi operasi di Laut Natuna dan sekitarnya. Strategi operasi yang dikembangkan pun hanya akan bisa dilaksanakan apabila perencanaan pembangunan kekuatan TNI Angkatan Laut sejak jauh-jauh difokuskan ke skenario tersebut. Pengembangan kekuatan TNI Angkatan Laut sebagai kekuatan inti dalam skenario tersebut (supported force) harus dapat didukung oleh kekuatan TNI Angkatan Udara dan Darat (supporting forces) yang mampu beroperasi secara terintegrasi. 4) Bidang Maritim Sesama Negara ASEAN. Indonesia memiliki kepentingan-kepentingan dan titik berat dalam pelaksanaan kerja sama dalam ASEAN. Kepentingan ini merupakan implementasi dari kepentingan nasional Indonesia yang diproyeksikan di kawasan. Dalam memperjuangkan kepentingan tersebut, Indonesia perlu menggunakan cara-cara yang akomodatif yaitu memperhatikan kepentingan yang lebih besar di tingkat kawasan, diiringi dengan diplomasi regional yang menunjukkan kualitas kepemimpinan Indonesia dan kontribusi konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara. Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa bidang kerja sama di ASEAN yang mana Indonesia dapat memainkan perannya Terbaik, Terhormat dan Disegani 28 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia secara optimal namun tetap bijak dan memperhatikan kepentingan bersama. Selain itu Indonesia harus bisa meningkatkan keamanan maritim senantiasa berada dalam kerangka ASEAN. Upaya ini seiring dengan konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia sejak era Orde Baru yang lebih memfokuskan pada ASEAN. Kemampuan menciptakan stabilitas perairan kawasan Asia Tenggara akan memberikan kontribusi positif terhadap stabilitas keamanan maritim Indonesia. Pada tataran makro, salah satu bentuk institusionalisasi pengelolaan stabilitas keamanan Asia Tenggara melalui ASEAN adalah pembentukan ASEAN Community, yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Politic Security Community (APSC). Gagasan pembentukan Komunitas ASEAN tersebut diusung oleh Indonesia dan ditetapkan dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali pada 7-8 Oktober 2003 yang melahirkan Bali Concorde II. Untuk kerjasama di bidang pertahanan, Indonesia merupakan salah satu leading actor dalam forum ASEAN Defense Minister Meeting (ADMM). ADMM merupakan forum resmi para Menteri Pertahanan ASEAN untuk bertukar gagasan dan sekaligus membentuk kerjasama praktis pada tingkat operasional, termasuk kerjasama maritim, diantaranya; a) Pada level Angkatan Laut, secara reguler para Kepala Staf Angkatan Laut ASEAN bertemu setiap tahun di dalam wadah ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM). ACNM selama ini telah menjadi wadah diplomasi Angkatan Laut ASEAN yang cukup efektif untuk membangun dan memperkuat Confidence Building Measures (CBM) antar Angkatan Laut ASEAN. Wadah ini patut dihargai karena dapat menjadi media beberapa negara ASEAN untuk mencapai kesepakatan batas wilayah maritim dengan Terbaik, Terhormat dan Disegani 29 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia negara ASEAN lainnya. Kerjasama keamanan maritim secara global telah dibahas oleh Admiral Michael Mullen dengan konsep "The 1.000 Ships Navy". Konsep ini kemudian diterjemahkan ke dalam "A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower' yang disusun bersama antara US Navy, US Marine Corps dan US Coast Guard. b) Kerjasama maritim secara global digagas dan diimplementasikan oleh Amerika Serikat dan negaranegara lainnya. Hasilnya dinilai memberikan kontribusi dalam menghadapi berbagai ancaman keamanan maritim. Terbukti pada kasus Somalia, kerjasama keamanan maritim yang erat, berhasil menekan angka pembajakan pada tahun-tahun terakhir. Indonesia sendiri juga telah menjalin kerjasama dengan beberapa negara. Indonesia berperan aktif pada kerangka ASEAN dan juga dengan negara-negara lainnya pada kerangka strategic partnership dan comprehensive partnership. Indonesia sangat berkepentingan pada posisi geografisnya sebagai pivot Asia Tenggara. Posisi strategis tersebut menuntut Indonesia untuk selalu berinovasi di dalam mengamankan kepentingan nasionalnya di atau lewat laut. Sungguh tepat kiranya Indonesia untuk lebih menunjukkan peran pentingnya di kawasan Asia Tenggara. Pada kasus sengketa Laut China Selatan, Indonesia juga telah memposisikan sebagai mediator yang baik antara Tiongkok dan negaranegara anggota ASEAN sebagai negara claimants. Indonesia berinisiatif merumuskan Code of Conduct untuk meredam sekaligus meredakan eskalasi konflik di Laut China Selatan. Kerjasama Angkatan Laut ASEAN dalam konteks multilateral secara resmi tidak berada dalam jalur Terbaik, Terhormat dan Disegani 30 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia formal ASEAN, melainkan berada pada jalur informal. Pilihan pada jalur informal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa ASEAN adalah komunitas keamanan dan bukan fakta pertahanan. Meskipun kerjasama Angkatan Laut ASEAN berada dalam jalur informal, akan tetapi dalam prakteknya sejauh ini kesepakatan yang dicapai oleh para Kepala Staf Angkatan Laut cukup efektif dalam arti "mengikat" semua pihak yang terlibat. 5) Bidang Keamanan Wilayah Kawasan. Berbicara tentang Indonesia tidak akan pernah lepas dari kebijakan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan penjaga otonomi regional Asia Tenggara dengan menerapkan perlindungan dari masuknya kekuatan-kekuatan besar. Perpecahan antara negara-negara yang bersengketa dengan Tiongkok dan negara yang mengandalkan perdagangan dan ekonomi dengan Tiongkok. Meski secara tidak langsung menyebut satu negara, Kamboja diketahui menerima ratusan juta dolar AS dari Tiongkok dalam bentuk pinjaman lunak dan investasi. Perselisihan di antara negara-negara ASEAN mengenai pertemuan untuk mempercepat prospek tercapainya kesepakatan mengenai code of conduct, sebab Tiongkok merasa tidak semua negara ASEAN menentang mereka. Konsep penyelesaian damai yang dibangun melalui mekanisme ASEAN Regional Forum (ARF), Confidence Building Measures, Preventive Diplomacy, dan Conflict Resolution, nyatanya juga belum berhasil mengurangi intensitas ketegangan para pihak yang bersengketa. Dalam perkembangannya, meski para pemimpin ASEAN telah berkomitmen untuk penyelesaian sengketa secara damai melalui Declaration on the Conduct of Parties in the South Terbaik, Terhormat dan Disegani 31 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia China Sea. Namun, potensi konflik tetap terbuka ditengah krisis soliditas para pemimpin ASEAN. Dalam proses penyelesaian konflik antar pihak bersengketa juga timbul perselisihan. Kamboja dan RRT mendukung penyelesaian secara bilateral, terbatas pada pihak-pihak bersengketa. Namun, Filipina dan Vietnam yang didukung oleh Amerika Serikat menghendaki penyelesaian melalui mekanisme multinasional. Selain itu, munculnya intimidasi dari RRT dan tindakan reaktif dari pihak bersengketa lainnya telah menimbulkan prasangka dan mengganggu hubungan kerjasama regional serta stabilitas kawasan. Realitas ini semakin memburuk dengan perilaku para pihak bersengketa yang tidak mematuhi Tata Perilaku di Laut China Selatan. Terutama perilaku intimidasi Pemerintah Beijing, misalnya klaim sepihak Pemerintah Provinsi Hainan (RRT) untuk menjadikan Paracel sebagai destinasi wisata dan tindakan angkatan laut RRT yang menembaki nelayan Vietnam. Semenjak didudukinya Mischief Reef oleh Tiongkok di awal tahun 1995, telah membuat negara-negara ASEAN semakin intensif melakukan koordinasi untuk mengantisipasi perkembangan di Laut China Selatan. Pada bulan April tahun itu juga dilakukan pertemuan antara ASEAN–Tiongkok di Hangshou, di mana Deklarasi Manila tahun 1992 kembali ditegaskan dan dalam forum ini negara-negara ASEAN sepakat dalam satu sikap bahwa penyelesaian sengketa Kepulauan Spratly harus melalui pembicaraan multilateral. Sikap ini kemudian diutarakan lagi di dalam pertemuan ARF di Brunei pada bulan Juli 1995. Negara-negara ASEAN menganggap pertemuan yang dilakukan dengan Tiongkok telah membawa kemajuan Terbaik, Terhormat dan Disegani 32 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia yang berarti, paling tidak telah berhasil meyakinkan Tiongkok bahwa penyelesaian secara damai lewat pendekatan multilateral adalah cara yang terbaik untuk mengatasi sengketa di Laut China Selatan. Namun sikap bersama negara-negara ASEAN menurut para pengamat politik bukan tidak mengandung kelemahan (mixed blessing). Karena ASEAN bersatu dengan tindakan kolektif dapat dipersepsi oleh Tiongkok sebagai kelompok kekuatan yang akan ”memusuhi” dan tidak akan memperlakukan Tiongkok secara adil. Khususnya setelah Vietnam menjadi anggota ASEAN yang kenyataannya pada masa lalu selalu mengambil sikap keras terhadap Tiongkok. Bila penyelesaian sengketa dipertahankan pada tingkat ASEAN–Tiongkok saja, dengan kata lain membangun konsensus dengan menempatkan Tiongkok di pihak yang berhadapan, akan mengarah pada interpretasi membangun aliansi militer. Padahal kenyataannya diantara beberapa negara ASEAN masih mempunyai masalah perbatasan teritorial (laut) yang belum diselesaikan baik secara bilateral maupun multilateral. Sengketa teritorial internal ASEAN perlu diselesaikan dulu dengan mencari suatu mekanisme yang tepat dan efektif baru kemudian mengambil sikap bersama dalam masalah Kepulauan Spratly. Dengan alasan ini pula, maka dalam jangka pendek kerangka pertemuan bersifat non pemerintah seperti lokakarya adalah pendekatan yang dapat diterima oleh seluruh claimants dan sambil mengembangkan upaya-upaya saling percaya (confidence building measures) di antara mereka. Kondisi tersebut terkadang memerlukan campur tangan badan yang lebih tinggi dalam penyelesaian Terbaik, Terhormat dan Disegani 33 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia permasalahan yang terjadi seperti PBB khususnya berkaitan permasalahan yang paling hangat di kawasan Laut China Selatan tentang hubungan bilateral antara Tiongkok dan Vietnam yang sama-sama mengklaim secara keras wilayah teritorialnya, kedua negara saling serang sesuai argumennya dengan cara masing-masing negara mengirimkan berkas yang menguraikan klaim mereka atas Laut China Selatan kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Kin Moon.16 Kapal patroli keamanan Tiongkok di wilayah Laut China Selatan. b. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia khususnya masalah maritim sesama negara ASEAN. Indonesia memiliki kepentingan-kepentingan dan titik berat dalam pelaksanaan kerja sama dalam ASEAN. Kepentingan ini merupakan implementasi dari kepentingan nasional Indonesia yang diproyeksikan di kawasan. Dalam memperjuangkan kepentingan tersebut, Indonesia perlu menggunakan cara-cara yang akomodatif yaitu memperhatikan kepentingan yang lebih besar di tingkat kawasan, diiringi dengan diplomasi regional yang 16 Media indonesia 12 juni 2014. PBB turun tangan dalam penanganan Konflik di kawasan Laut China Selatan. Terbaik, Terhormat dan Disegani 34 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia menunjukkan kualitas kepemimpinan Indonesia dan kontribusi konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, terdapat beberapa bidang kerja sama ASEAN dimana Indonesia dapat memainkan perannya secara optimal namun tetap bijak dan memperhatikan kepentingan bersama. Selain itu Indonesia harus bisa meningkatkan keamanan maritim senantiasa berada dalam kerangka ASEAN. Upaya ini seiring dengan konsistensi kebijakan politik luar negeri Indonesia sejak era Orde Baru yang lebih memfokuskan pada ASEAN. Kemampuan menciptakan stabilitas perairan kawasan Asia Tenggara akan memberikan kontribusi positif terhadap stabilitas keamanan maritim Indonesia. Pada tataran makro, salah satu bentuk institusionalisasi pengelolaan stabilitas keamanan Asia Tenggara melalui ASEAN adalah pembentukan ASEAN Community, yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Politic-Security Community (APSC). Gagasan pembentukan Komunitas ASEAN tersebut diusung oleh Indonesia dan ditetapkan dalam KTT ASEAN ke-9 di Bali pada 7-8 Oktober 2003 yang melahirkan Bali Concorde II. Untuk kerjasama di bidang pertahanan, Indonesia merupakan salah satu leading actor dalam forum ASEAN Defense Minister Meeting (ADMM). ADMM merupakan forum resmi para Menteri Pertahanan ASEAN untuk bertukar gagasan dan sekaligus menginiasi kerjasama praktis pada tingkat operasional, termasuk kerjasama maritim. Pada level Angkatan Laut, secara reguler para Kepala Staf Angkatan Laut ASEAN bertemu setiap tahun di dalam wadah ASEAN Chief of Navy Meeting (ACNM). ACNM selama ini telah menjadi wadah diplomasi Angkatan Laut ASEAN yang cukup efektif untuk membangun dan memperkuat Confidence Building Measures (CBM) antar Angkatan Laut ASEAN. Wadah ini patut dihargai karena dapat menjadi media beberapa negara ASEAN untuk mencapai kesepakatan batas wilayah maritim dengan negara ASEAN lainnya. Kerjasama keamanan maritim secara global telah dibahas oleh Admiral Michael Mullen dengan konsep Terbaik, Terhormat dan Disegani 35 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia "The 1.000 Ships Navy". Konsep ini kemudian diterjemahkan ke dalam "A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower' yang disusun bersama antara US Navy, US Marine Corps dan US Coast Guard. Kerjasama maritim secara global digagas dan diimplementasikan oleh Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Hasilnya dinilai memberikan kontribusi dalam menghadapi berbagai ancaman keamanan maritim. Terbukti pada kasus Somalia, kerjasama keamanan maritim yang erat, berhasil menekan angka pembajakan pada tahun-tahun terakhir. Indonesia sendiri juga telah menjalin kerjasama dengan beberapa negara. Indonesia berperan aktif pada kerangka ASEAN dan juga dengan negara-negara lainnya pada kerangka strategic partnership dan comprehensive partnership. Indonesia sangat berkepentingan pada posisi geografisnya sebagai pivot Asia Tenggara. Posisi strategis tersebut menuntut Indonesia untuk selalu berinovasi didalam mengamankan kepentingan nasionalnya di dan atau lewat laut. Sungguh tepat kiranya Indonesia untuk lebih menunjukkan peran pentingnya di kawasan Asia Tenggara. Pada kasus sengketa Laut China Selatan, Indonesia juga telah memposisikan sebagai mediator yang baik antara Tiongkok dan negara-negara anggota ASEAN sebagai negara claimants. Indonesia berinisiatif merumuskan Code of Conduct untuk meredam sekaligus meredakan eskalasi konflik di Laut China Selatan. Kerjasama Angkatan Laut ASEAN dalam konteks multilateral secara resmi tidak berada dalam jalur formal ASEAN, melainkan berada pada jalur informal. Pilihan pada jalur informal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa ASEAN adalah komunitas keamanan dan bukan fakta pertahanan. Meskipun kerjasama Angkatan Laut ASEAN berada dalam jalur informal, akan tetapi dalam prakteknya sejauh ini kesepakatan yang dicapai oleh para Kepala Staf Angkatan Laut cukup efektif dalam arti "mengikat" semua pihak yang terlibat. Terbaik, Terhormat dan Disegani 36 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia BAB IV ANALISA 15. Umum. Kawasan Laut China Selatan yang disengketakan diperkirakan memiliki cadangan sumber daya alam yang besar, seperti kandungan minyak dan gas. Karena itu, tidak berlebihan bila banyak negara di sekitar Asia Tenggara berkeras mengklaim kawasan Laut China Selatan sebagai bagian wilayah teritorialnya. Di sisi lainnya, negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan tersebut gencar mencari penyelesaian masalah itu sampai pada tingkat regional dan internasional, termasuk dukungan dari negara super power Amerika Serikat (AS), yang juga memiliki kepentingan besar di wilayah tersebut. Kepentingan AS di Laut China Selatan terkait dengan kebebasan pelayaran di Laut China Selatan yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Setiap tahun, tingkat perdagangan yang melintasi perairan tersebut mencapai hampir 50% total perdagangan Amerika. Jika terjadi konflik di Laut China Selatan, tentunya akan menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar terhadap perekonomian AS. Bagi AS sendiri persoalannya bukan sekadar Tiongkok dikhawatirkan akan bisa menguasai wilayah tersebut. Yang lebih dikhawatirkannya adalah pengaruh Tiongkok yang semakin menguat dan secara perlahan akan menggeser dominasi AS sebagai penguasa dunia. Untuk itulah AS mencoba turut campur dalam penyelesaian sengketa yang terjadi di kawasan Laut China Selatan. AS bukan hanya ingin mengirimkan pesan bahwa mereka masih hadir di kawasan itu, tetapi sekaligus menekan Tiongkok agar tidak berbuat macam-macam. Upaya untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok memang menjadi strategi global AS. Langkah itu tidak hanya dilakukan melalui jalur diplomasi, tetapi juga dengan menggunakan kekuatan militer. AS terus memperkuat keberadaan militer mereka di kawasan Asia Pasifik. Terbaik, Terhormat dan Disegani 37 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia 16. Pengaruh dan Kepentingan Tiongkok di Laut China Selatan. a. Sejarah Tiongkok dalam Kepemilikan Laut China Selatan. Tiongkok melalui kebijakan pemerintahnya yang radikal terus melakukan usaha dalam menguasai Laut China Selatan yang mereka anggap secara de facto (pendekatan fakta sejarah) merupakan bagian dari wilayahnya, bahkan tidak jarang Tiongkok melakukan latihan militernya di daerah perairan tersebut meskipun secara de jure (fakta hukum) masih terjadi sengketa. Sengketa ini terus berlanjut hingga saat ini, dimana berbagai negara di Asia terus menerus menyatakan bahwa daerah laut tersebut merupakan milik mereka. Pencarian solusi masih terus berlanjut, Tiongkok sendiri merupakan kekuatan besar di Asia, baik dari segi hak veto yang dimiliki pada Dewan Keamanan PBB, sampai pengaruh yang Tiongkok miliki pada negara-negara ASEAN terutama berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan. Sengketa teritorial di kawasan Laut China Selatan khususnya sengketa atas kepemilikan kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel mempunyai perjalanan yang panjang. Sejarah menunjukkan bahwa, penguasaan kepulauan ini telah melibatkan banyak negara diantaranya Inggris, Perancis, Jepang, RRT, Vietnam, yang kemudian melibatkan pula Malaysia, Brunei, Filipina dan Taiwan. Sengketa teritorial dan penguasaan kepulauan di Laut China Selatan, diawali oleh tuntutan Tiongkok atas seluruh pulau-pulau di kawasan Laut China Selatan yang mengacu pada catatan sejarah, penemuan situs, dokumendokumen kuno, peta-peta, dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh nelayannya. Menurut Tiongkok, sejak 2000 tahun yang lalu, Laut China Selatan telah menjadi jalur pelayaran bagi mereka. Beijing menegaskan, yang pertama menemukan dan menduduki kepulauan Spartly adalah Tiongkok, didukung bukti-bukti arkeologis Tiongkok dari dinasti Han (206-220 SM). Namun Terbaik, Terhormat dan Disegani 38 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Vietnam membantahnya dan menganggap kepulauan Spartly dan Paracel adalah bagian dari wilayah kedaulatannya. Vietnam menyebutkan kepulauan Spartly dan Paracel secara efektif sudah didudukinya sejak tahun 1802 dan tercantum sebagai wilayah kekuasaannya. Pada perkembangannya, Vietnam tidak mengakui wilayah kedaulatan Tiongkok di kawasan tersebut, sehingga pada saat perang dunia II berakhir Vietnam Selatan menduduki kepulauan Paracel, termasuk beberapa gugus pulau di kepulauan Spratly. Selain Vietnam Selatan kepulauan Spratly juga diduduki oleh Taiwan sejak perang dunia II dan Filipina tahun 1971 dengan menduduki kelompok gugus pulau di bagian timur kepulauan Spratly yang disebut sebagai Kelayakan, tahun 1978 Filipina menduduki lagi gugus pulau Panata. Alasan Filipina menduduki kawasan tersebut karena kawasan itu merupakan tanah yang tidak sedang dimiliki oleh negara-negara manapun. Filipina juga menunjuk perjanjian perdamaian San Fransisco 1951, yang antara lain menyatakan, Jepang telah melepas haknya terhadap kepulauan Spartly dan tidak diserahkan kepada negara manapun. Malaysia juga menduduki beberapa gugus pulau kepulauan Spartly yang dinamai Terumbu Layang. Menurut Malaysia, langkah itu diambil berdasarkan peta batas landas kontinen Malaysia tahun 1979, yang mencakup sebagian dari kepulauan Spartly. Dua kelompok gugus pulau lain, juga diklaim Malaysia sebagai wilayahnya yaitu Terumbu Laksmana diduduki oleh Filipina dan Amboyna diduduki Vietnam. Sementara, Brunei Darussalam yang memperoleh kemerdekaan secara penuh dari Inggris 1 Januari 1984 kemudian juga ikut mengklaim wilayah di kepulauan Spartly. Namun, Brunei hanya mengklaim perairan dan bukan gugus pulau. Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan adanya pendudukan terhadap seluruh wilayah kepulauan bagian selatan kawasan Laut China Selatan. Sampai saat ini, negara yang Terbaik, Terhormat dan Disegani 39 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia aktif menduduki di sekitar kawasan ini adalah Taiwan, Vietnam, Filipina dan Malaysia. Dengan kondisi seperti ini, masalah penyelesaian sengketa teritorial di Laut China Selatan tampaknya semakin rumit dan membutuhkan mekanisme pengelolaan yang lebih berhati-hati agar tidak menimbulkan ekses-ekses instabilitas di kawasan. Konflik teritorial di Laut China Selatan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, terutama atas kepulauan Pratas, kepulauan Paracel dan gugus Macclesfield di dekatnya serta kepulauan Spratly. Pendudukan atas beberapa pulau di kepulauan Spratly itu sudah lama diperkirakan terutama sejak Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berhasil merebut kepulauan Paracel dari tangan Vietnam (Vietnam Selatan) pada bulan Januari 1974. Tetapi sejak saat itu RRT tidak segera menduduki kepulauan Spratly, meskipun negara itu telah menegaskan kembali klaimnya atas kepulauan itu segera setelah wilayah Paracel berhasil di duduki. b. Pengaruh Potensi Sumber Daya Alam di Laut China Selatan. 1) Kawasan Laut China Selatan merupakan jalur strategis karena lebih dari empat puluh ribu kapal melewati jalur tersebut setiap tahunnya. Disamping itu kawasan ini merupakan jalur utama kapal-kapal minyak dari Timur Tengah yang mensuplai kebutuhan minyak Jepang. Sebaliknya, Jepang juga membutuhkan keamanan kawasan tersebut karena mensuplai jalur utama bagi kapal-kapalnya yang menyangkut barang-barang produksi menuju Asia, Timur Tengah, dan Eropa. Ekonomi Jepang yang tergantung pada penjualan barang elektronik, mesin dan otomotif jelas membutuhkan stabilitas kawasan Laut China Selatan. Demikian pula Amerika yang membutuhkan stabilitas jalur laut bagi kelancaran kapal-kapal perangnya di kawasan tersebut. Menganalisis secara keseluruhan kekayaan sumber Terbaik, Terhormat dan Disegani 40 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia daya alam di Laut China Selatan memberikan alasan yang kuat mengapa negara seperti Tiongkok, bahkan Amerika Serikat sering melakukan kebijakan yang dapat menggoyahkan perdamaian dan ketenangan di kawasan tersebut. Laut China Selatan yang memiliki kekayaan alam diantaranya terdapat cadangan minyak 213 milyar barel (10 kali lebih banyak dari persediaan minyak Amerika Serikat), serta terdapat gas alam yang jumlah keseluruhan sama dengan cadangan gas alam yang dimiliki oleh Qatar. Perkiraan kandungan minyak bumi di kawasan Laut China Selatan cukup beragam. Tiongkok sangat aktif mengklaim kawasan Laut China Selatan karena pernah mengeluarkan estimasi kandungan minyak di kawasan Laut China Selatan sebanyak 213 bbl (billion barrels), sementara Amerika memperkirakan kandungan minyak di Laut China Selatan sebanyak 28 bbl. 2) Selain sumber daya alam Laut China Selatan, jalur pelayaran juga menjadi latar belakang kuat bagi negaranegara maju untuk menjadikan stabilitas kawasan Laut China Selatan sebagai prioritas dalam aktifitas politik luar negerinya. Sebut saja Jepang, 80 persen import minyaknya diangkut melalui jalur kawasan Laut China Selatan. Amerika Serikat juga sangat membutuhkan kawasan ini untuk mendukung mobilitas pasukan militernya dalam melancarkan dominasi globalnya. Selain itu, Amerika Serikat juga mempunyai angka kerjasama perdagangan yang tinggi dengan negara-negara di kawasan Laut China Selatan. Dengan latar belakang potensi yang begitu besar, maka tidak berlebihan jika kawasan ini menjadi objek perdebatan multilateral. Sengketa di Laut China Selatan muncul sebagai salah satu konflik regional di kawasan Asia Tenggara yang sampai saat ini belum menemukan titik terangnya. Ini dikarenakan masing-masing negara yang terlibat dalam konflik ini tidak ingin mengalah dan menyerah begitu saja. Ketegangan di antara negara-negara yang terlibat Terbaik, Terhormat dan Disegani 41 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia itu dapat mengganggu stabilitas keamanan regional karena tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perang di kawasan Asia Tenggara. 3) Secara geografis, kawasan Laut China Selatan merupakan perairan yang memanjang dari barat daya ke arah timur laut. Sebelah selatan berbatasan dengan 30 LS antara Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, tepatnya Selat Karimata, dan di sebelah utara berbatasan dengan Selat Taiwan. Kawasan ini memiliki peran vital sebagai jalur perdagangan yang menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik, kapal-kapal yang melewati kawasan ini setidaknya mengangkut seperempat volume perdagangan laut dunia, kekisruhan dan gejolak yang terjadi di kawasan akan berpotensi memicu kerugian ekonomi. Pada kondisi lainnya batas letak geografis yang tidak menentu inilah yang menyebabkan beberapa negara merasa ikut memiliki hak atas perairan dan kepulauan tersebut. Serta ditambah lagi dengan pedoman aturan ZEE 200 mil, dimana semua negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan memiliki batas berdasarkan ZEE yang saling tumpang tindih sehingga menimbulkan masalah penentuan batas dan klaim wilayah. c. Negara yang mengklaim terhadap Laut China Selatan. Salah satu kemungkinan yang terjadi dalam sengketa Laut China Selatan adalah terjadinya konfrontasi bersenjata diantara negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan. Tiongkok mengecam seluruh negara pengklaim wilayah di Laut China Selatan yang meminta dukungan pihak ketiga. Tiongkok pun mengingatkan kembali, segala bentuk konfrontasi di Laut China Selatan akan menyebabkan malapetaka. Seperti diketahui pada perkembangan informasi terakhir, militer Filipina sebagai salah satu negara pengklaim telah mengembangkan pembangunan basis militer angkatan laut dan udara yang baru di Pantai Subic. Wilayah itu merupakan wilayah yang sempat Terbaik, Terhormat dan Disegani 42 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia digunakan sebagai pangkalan militer Amerika Serikat (AS). Selain itu, Filipina juga mendapat dukungan dari Jepang dalam perseteruan di Laut China Selatan. Dukungan itu muncul karena Jepang dan Filipina sama-sama merasa terancam dengan sikap Tiongkok. Saat ini perseteruan terpanas berlangsung antara Filipina, Vietnam dan Tiongkok. Tiongkok seringkali menuduh Filipina melibatkan pihak asing dalam sengketa itu. Konflik senjata pertama kali terjadi di wilayah Laut China Selatan pada tahun 1974 yaitu antara Tiongkok dan Vietnam. Kemudian terjadi untuk kedua kalinya pada tahun 1988, dilatarbelakangi dengan makin intensifnya persaingan TiongkokVietnam di Indocina. Akibat perang yang terbuka antara angkatan laut Tiongkok dan Vietnam ini, ada 70 korban di pihak militer Vietnam. Dua aktor negara yang sampai saat ini terus mengalami konflik di Laut China Selatan adalah Tiongkok dan Vietnam. Walaupun tidak menghasilkan korban yang banyak seperti kejadian di tahun 1974, namun bisa dilihat bagaimana kejadian tersebut selalu membawa kawasan tersebut ke dalam daerah yang tidak pernah tenang, serta terus menerus mengancam ketenangan di kawasan tersebut. Seperti insiden “Demonstrasi anti Tiongkok” yang dilakukan warga Vietnam, dipicu terlukanya sentimen nasionalisme mereka yang kembali meledak menjadi kerusuhan yang meluas di negeri itu dan menelan korban jiwa disertai pembakaran belasan pabrik produksi yang berasal dari Tiongkok, insiden tersebut berakibat ratusan orang terluka juga menyebabkan eksodus warga Tiongkok dari Vietnam.17 Saat ini kecuali Brunei, masing-masing pihak telah menentukan “land base” di antara gugusan pulau-pulau Spratly sekaligus menempatkan tentaranya di kawasan itu secara tidak menentu dan tanpa pola yang jelas. Malaysia merupakan negara terakhir yang menempatkan pasukannya, pada akhir 1977 dan kini 17 http://print.kompas.com/20140516- kemarahan Vietnam telan korban. Terbaik, Terhormat dan Disegani 43 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia menduduki sejumlah sembilan pulau dari kelompok kepulauan Spratly. Untuk dapat memahami dan mendalami alasan-alasan mengapa ke 6 (enam) negara berbatasan mengklaim kepemilikan atas kepulauan Spratly dan Paracel, maka ada baiknya mengetahui secara singkat latar belakang masing-masing. 1) Taiwan. Taiwan (Republic of China / ROC) adalah negara pertama di abad ke-20 yang mengklaim kepemilikan atas keseluruhan kepulauan Spratly dan argumen utama yang dipakai untuk mendukung klaimnya semata-mata berdasarkan sejarah. Klaim Taiwan, meneruskan semasa Taiwan masih bergabung dengan Tiongkok, mengakui bahwa merekalah penemu pertama dan kemudian secara terusmenerus mengunjungi kepulauan itu sejak abad ke 4 M. Pada tahun 1946 kepulauan tersebut dimasukkan kedalam administrasi pemerintahan Propinsi Quang Dong dan sejak itu pula kapal-kapal perangnya banyak dikirim ke sana untuk melakukan survey hidrografi sambil mendirikan tonggaktonggak tanda pengenal. Sejak perpisahan dengan Tiongkok (People's Republic Of Tiongkok/PRT) pada tahun 1949, klaim pun diteruskan secara terpisah oleh kedua negara, dalam arti kedaulatan dan pemerintahan. Karena itu mudah dimengerti mengapa kedua negara mengklaim wilayah yang sama serta menerbitkan peta yang sama pula. Amerika Serikat melihat Laut China Selatan makin kisruh, Negara Adidaya ini merasa berkepentingan dengan stabilitas di kawasan demi menjamin keamanan pelayaran dan aktivitas penerbangannya. Klaim sebagai negara penstabil dunia dimanfaatkan dengan menempatkan pasukan di Darwin yang diprediksi sebetulnya untuk mengimbangi Tiongkok yang semakin kuat baik dari segi kemiliteran dan ekonomi. Tidak terkecuali dukungan terhadap negara Taiwan yang sudah punya hubungan bilateral cukup lama dengan Amerika serikat Terbaik, Terhormat dan Disegani 44 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia saat negara tersebut memisahkan diri dari Republik Rakyat Tiongkok. Beberapa kali upaya Tiongkok untuk menyerang negara Taiwan tidak sepenuhnya berhasil karena dukungan persenjataan oleh Amerika, secara morilpun pihak Amerika Serikat menyatakan bahwa Tiongkok telah melanggar HAM dengan menyerang Taiwan. Amerika Serikat dalam hal ini sebagi pihak yang paling diuntungkan dari konflik yang terjadi antara Tiongkok dan Taiwan, dimana produksi senjatanya dibutuhkan oleh Taiwan dalam menangkal serangan Tiongkok. 2) Tiongkok. Klaim kedaulatan secara resmi atas Kepulauan Spratly oleh Tiongkok dapat ditelusuri sejak tahun 1950 tidak lama setelah pemerintahan komunis mengambil alih kekuasaan. Seperti halnya Taiwan, klaim tersebut didasarkan pada latar belakang sejarah. Tiongkok percaya bahwa pulaupulau tersebut telah lama berada dalam pengendalian administrasi pemerintahan mereka dan telah digunakan oleh para nelayan Tiongkok mencari nafkah sejak dinasti Ming di abad ke-14 sampai ke-17 M. Klaim Tiongkok didukung oleh banyak catatan-catatan sejarah, arsip-arsip kuno dan petapeta. Pada pertengahan abad ke-20 pemerintahan Tiongkok telah berulang kali menegaskan kedaulatannya atas Kepulauan Spratly dan beberapa pulau yang terletak di Laut China Selatan. Dalam perkembangannya pemerintah Tiongkok mengeluarkan peta terbaru wilayah yang di klaim masuk teritorialnya dengan nine-dashed line karena merupakan sembilan segmen garis putus-putus. Tiongkok mengajukan klaim ini berdasarkan pada prinsip “historic waters” atau perairan yang konon menurut sejarah Tiongkok merupakan bagian dari wilayah atau yuridiksi Tiongkok. Klaim ini kemudian ditolak negara-negara di kawasan Laut China Selatan karena merasa dirugikan. Pihak Amerika Serikat Terbaik, Terhormat dan Disegani 45 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia melihat peluang dari kondisi tersebut untuk ikut campur tangan dengan memberi dukungan kepada negara yang menolak klaim Tiongkok. Disatu sisi Tiongkok merasa terganggu dengan dukungan Amerika terhadap beberapa negara yang menolak klaim Tiongkok yang menyebabkan hubungan kedua negara menjadi rusak. 3) Vietnam. Vietnam adalah negara yang ikut menyatakan klaim kepemilikan atas gugusan kepulauan di Laut China Selatan ini berdasarkan argumentasinya sendiri. Jauh sebelum Vietnam Utara dan Vietnam Selatan bersatu, Pemerintah Republik Vietnam Selatan telah menyatakan klaimnya atas Kepulauan Spratly, bahkan juga mencakup kepulauan Paracel yang terletak dibagian utara Laut China Selatan. Pengamat maritim menduga bahwa pemerintah Vietnam Selatan pada waktu itu hanya meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kolonial Perancis ketika menjajah negeri itu, yaitu secara rutin mengirimkan kapal-kapal patroli laut ke kawasan itu sekaligus memproklamirkan bahwa wilayah Kepulauan Spratly berada dalam administrasi pemerintahannya. Alasan sejarah juga dipakai oleh Vietnam dengan menyatakan bahwa perairan di seputar kepulauan tersebut telah didatangi oleh nelayan-nelayan mereka selama beratus-ratus tahun yang lampau untuk menangkap ikan. Vietnam merupakan negara yang paling terbuka menyatakan ketidak sepahamannya terhadap Tiongkok berkaitan kawasan Laut China Selatan, hal ini sampai menimbulkan konfrontasi secara terbuka dari kedua belah pihak. Seperti insiden terakhir yaitu demo secara besarbesaran oleh negara Vietnam yang menyatakan anti Tiongkok dimana terjadi pengusiran secara seluruh hal yang berbau Tiongkok dari negara Vietnam. Dukungan Amerika Serikat terhadap Vietnam sendiri telah diberikan sejak insiden di perbatasan pada tahun 1979, saat itu Tiongkok dan Vietnam Terbaik, Terhormat dan Disegani 46 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia terlibat dalam sengketa perairan dan konflik diplomatik menyangkut eksplorasi minyak, hak penangkapan ikan, dan kepulauan-kepulauan Spratly dan Paracel. 4) Filipina. Pemerintah Filipina secara formal hanya mengklaim dan menyatakan kedaulatannya atas 60 buah pulau, termasuk di dalamnya pulau-pulau berbatu/gosong (reef) dan pulau karang bulat (atol). Tetapi dasar klaim tidak banyak berbeda dengan negara lain yaitu berdasarkan fakta sejarah disamping alasan ekonomi dan keamanan. Dari segi sejarah diawali oleh beberapa aktifitas yang dilakukan oleh perorangan yang menyatakan telah menemukan suatu gugusan pulau tidak berpenghuni yang terletak di Laut China Selatan. Thomas A. Cloma, seorang nelayan Filipina pada tahun 1956 menyerahkan sebuah laporan kepada pemerintah yang menyatakan bahwa ia sudah menemukan sebuah kepulauan dengan luas sekitar 64,976 mil laut persegi yang kemudian diberi nama Freedom Land atau Kalayan. Jadi klaim Filipina ini didasarkan pada prinsip discovery and proximity atau karena penemuan serta kedekatan lokasi dan karena tidak ada yang memiliki. Dalam perkembangannya Filipina meminta dukungan dari pihak Amerika dengan cara melaksanakan kerjasama bidang pertahanan, realisasi dari sebuah bentuk kerjasama tersebut diantaranya Amerika Serikat diperbolehkan menempatkan pasukannya di wilayah Filipina. Kondisi tersebut disikapi secara negatif oleh Tiongkok yang menganggap kembali pihak Amerika Serikat mencoba ikut campur dalam permasalahan yang terjadi antara Tiongkok dan Filipina. Di satu sisi pihak Filipina merasa mendapatkan dukungan moril dari Amerika Serikat dan kepercayaan diri yang meningkat setelah sebelumnya merasa tidak mampu mengimbangi alutsista yang dimiliki oleh negara Tiongkok. Terbaik, Terhormat dan Disegani 47 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia 5) Malaysia. Malaysia adalah pendatang baru dalam perebutan klaim di Kepulauan Spratly, karena klaim negara itu baru muncul pada bulan Desember tahun 1979 ketika Malaysia menerbitkan sebuah peta laut yang di dalamnya memasukkan beberapa pulau dalam gugusan Spratly termasuk dalam landas kontinen Malaysia. Dalam peta yang dibuat, sangat jelas telah memasukkan beberapa pulau sebagai wilayah teritorialnya, yang nota bene juga sudah diklaim bersama oleh Taiwan, Tiongkok, Vietnam dan Filipina. Patut diduga klaim Malaysia semata-mata didasarkan pada kenyataan bahwa pulau-pulau tersebut terletak di dalam landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya dan juga karena terletak dekat ke daratan utamanya (mainland) Sabah. Penerapan secara sepihak hukum laut internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea UNCLOS 1982) yang mengatur tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan landas kontinen juga menjadi dasar untuk pembuatan peta laut yang baru. Tercatat 12 buah pulau klaim Malaysia yang terdapat di kawasan Laut China Selatan juga di klaim secara bersamaan masuk wilayah Tiongkok dan 3 (tiga) negara ASEAN lainnya, hal ini memunculkan jawaban sementara bahwa terdapat tingkat keseriusan yang tinggi dari pemerintah Malaysia untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang terdapat di kawasan Laut China Selatan. 6) Brunei Darussalam. Lama sebelum Brunei memperoleh kemerdekaannya dari Inggris, Pulau Louisa Reef yang terletak di bagian selatan Kepulauan Spratly telah ditetapkan oleh Inggris pada tahun 1954 sebagai wilayah teritorialnya. Klaim tersebut diteruskan oleh Brunei dewasa ini yang dalam kenyataannya ditentang keras oleh Malaysia. Dasar yang dipakai oleh Brunei adalah juga UNCLOS 1982, yaitu wilayah yang merupakan kelanjutan dari landas kontinen sampai pada Terbaik, Terhormat dan Disegani 48 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia kedalaman 100 fathom. Sudah ada upaya antara Brunei dan Malaysia untuk mengatasi sengketa kepemilikan atas Louisa Reef, namun karena masalahnya sangat kompleks maka tumpang tindih klaim antar kedua negara belum terselesaikan. Pada tahun 1988 Brunei malah memperluas klaimnya dengan menunjukkan peta baru yang memuat batas terluar landas kontinennya melampaui Rifleman Bank sampai sejauh 350 mil. Jadi klaim baru ini adalah merupakan interpretasi dari UNCLOS 1982 tentang landas kontinen. Hampir sama dengan Malaysia belum terdapat solusi yang paling tepat dan bisa diterima semua pihak karena klaim yang dikeluarkan oleh Brunei juga diklaim oleh lebih dari satu negara di kawasan. Berdasarkan kondisi beberapa negara yang terlibat konflik wilayah di kawasan, dikaitkan dengan keputusan Amerika Serikat untuk menempatkan pasukan di Darwin semakin memperjelas peta ketegangan di kawasan. Beberapa kalangan memperkirakan, pengerahan pasukan di sisi selatan itu untuk mengimbangi Tiongkok di bagian utara yang semakin kuat, baik dari segi kemiliteran dan ekonomi. Pemilihan Marinir untuk bersiaga di Australia juga mengisyaratkan bahwa Obama benar-benar sadar bahwa gesekan di kawasan itu terjadi di laut. Kawasan yang disinyalir mempunyai lalu lintas tersibuk di dunia, dimana Amerika Serikat memiliki kepentingan vital dalam menjamin kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan. Dilihat dari kecenderungan politik, negara yang saat ini sedang berkonflik seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina jelas-jelas lebih memilih berkawan dengan Amerika Serikat. Termasuk dalam hal ini Taiwan dan Vietnam yang bisa saja merapat ke Amerika Serikat mengingat negeri itu seringkali terlibat insiden fisik dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Meskipun kondisi tersebut coba di dramatisir oleh pihak Tiongkok dengan menyatakan bahwa aliansi yang Terbaik, Terhormat dan Disegani 49 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia dilakukan oleh negara-negara yang terlibat konflik malah akan menambah ketegangan yang terjadi di kawasan Laut China Selatan. ASEAN yang dimotori oleh Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya dalam hal penyelesaian konflik secara damai. Pada KTT ASEAN di Bali dimana hampir semua negara yang terlibat konflik di Laut China Selatan duduk bersama untuk menyelaraskan kondisi yang telah terjadi, meskipun hasilnya belum optimal. Kondisi tersebut mengundang PBB turun tangan dalam penanganannya seperti insiden terakhir antara Vietnam dengan Tiongkok, dimana kembali Amerika Serikat ditunjuk mediator dalam penyelesaian sengketa yang terjadi. d. Pengaruh Eksistensi Tiongkok di kawasan Laut China Selatan. Beberapa alasan dibalik kenyataan ini dapat dilihat dengan berbagai sumber daya alam yang berada di lautan tersebut, sehingga banyak aktor-aktor negara berusaha menjadikan lautan tersebut bagian legal dari wilayah mereka, dan adapula yang menentang aktor lain untuk menyatakan kepemilikan atas lautan tersebut. Adapun pulau yang sering menghasilkan konflik di Laut China Selatan adalah pulau Paracel dan pulau Spratly. Negara-negara seperti Tiongkok, Filipina dan Vietnam merupakan beberapa negara yang terus secara konstan mengalami konflik di daerah tersebut. Kegiatan dan aktifitas yang dilakukan Tiongkok sejauh ini yang dapat dipantau, seperti bantuan yang dilakukan ke Pasifik Selatan semata-mata untuk mendorong dan mempengaruhi negara-negara di kawasan tersebut, sekalipun belum nampak adanya upaya Tiongkok meningkatkan pengaruh militernya. Laporan Lowy Institute pada April 2011 menyebutkan bahwa Chequebook Diplomacy China yang telah merubah pemberian bantuan hibah ke pinjaman lunak, akan menempatkan negara-negara peminjam pada posisi yang rentan terhadap tekanan politik Beijing, karena negaraTerbaik, Terhormat dan Disegani 50 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia negara tersebut akan berjuang keras membayar pinjamannya dalam satu jangka waktu tertentu yang pada gilirannya akan terikat dengan Beijing. Klaim teritorial Tiongkok di laut China Selatan termasuk gugusan kepulauan di daerah itu telah menimbulkan pertanyaan mendasar akan sistim teritori negara yang dianut Tiongkok. Umumnya negara-negara menganut sistim teritori negara sesuai dengan perjanjian Westphalia pada tahun 1648 yaitu batas wilayah dan kedaulatan negara yang tegas dan jelas, serta tidak adanya campur tangan negara lain dalam masalah internal negara tertentu. Seperti kita ketahui terdapat friksi antara Beijing dan Washington terkait dengan sengketa Tiongkok dengan 5 negara Asia Tenggara atas kepemilikan gugusan kepulauan Spratly dan Paracel di Laut China Selatan. Meskipun AS bukan negara claimant, tetapi secara terbuka AS menyatakan bahwa sengketa tersebut berada dalam kepentingan nasional AS sehubungan dengan jalur laut vital yang melewati daerah tersebut. Karena itu AS mendorong penyelesaian konflik oleh semua pihak secara damai. Tentang hubungan Tiongkok dengan Amerika Serikat (AS), sering kali lebih menarik jika diukur dari kemampuan militernya. Harus diakui untuk kondisi saat ini, kekuatan dan kemampuan militer China terus dikembangkan dalam militernya dengan ratarata 10% pertahun untuk memodernisasi kekuatan pertahanannya. Sebagai contoh, China sekarang memiliki kapal selam tenaga diesel modern sebanyak 50 buah, dan sedang membangun sebuah kapal selam bertenaga nuklir. China juga memiliki peluru kendali (rudal) balistik jarak pendek, sedang dan jauh baik konvensional maupun nuklir, di mana rudal jarak menengahnya saja dapat menjangkau Jepang dan beberapa pangkalan udara AS di Asia. Terbaik, Terhormat dan Disegani 51 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia 17. Pengaruh Kebijakan dan Kepentingan Amerika di Laut China Selatan. a. Perspektif Amerika terhadap Laut China Selatan. Sikap Amerika dalam memandang Tiongkok sebagaimana disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri William Burns, mengatakan: “The two countries have a deep, wide-ranging and complex relationship. A healthy China-US relationship is central to the future of the Asia Pacific region and the global economy, and mutual trust and understanding are essential to the security and prosperity of both countries” Walaupun pejabat pemerintah Amerika Serikat berulang kali mengatakan bahwa mereka menyambut baik Tiongkok yang kuat dan sejahtera. Namun pengamat dan politikus AS punya pendapat yang berbeda. Misalnya Robert Art, Prof dari Brandeis University berpendapat, ketika kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok terus meningkat, maka gap antara kekuatan Tiongkok dan AS semakin menyempit sehingga diperlukan strategi baru untuk menghadapinya. Strategi tersebut terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu; 1) “Menerima dengan biasa saja” dengan asumsi bahwa Tiongkok tidak berniat membangun tata dunia internasional, karena itu AS harus membangun hubungan baik dengan Tiongkok, membawanya kedalam sistem internasional dan menjadi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab. 2) “Konflik yang tak terelakkan” berpendapat, kebangkitan satu kekuatan baru biasanya tidak pernah berniat damai, sehingga konflik antara kedua negara merupakan keniscayaan. Kebangkitan Tiongkok akan menggoyang sistem internasional yang sudah ada, karena itu AS harus membendung Tiongkok, terutama mencegahnya menjadi kekuatan dominan di Asia. 3) “Optimistis-realistis”, percaya bahwa perdamaian tidak dapat dicapai secara otomatis, tetapi juga konflik bukan tidak mungkin dicegah. Sebab itu AS harus menjalankan diplomasi Terbaik, Terhormat dan Disegani 52 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia dan kebijakan yang arif untuk menangani hubungan kedua negara. Sekarang dunia sedang menyaksikan perubahan kebijakan keamanan global Amerika setelah lebih dari satu dekade terlibat dalam perang di Timur Tengah dan Asia Selatan. “A policy shift towards Asia Pacific” sebenarnya hanyalah penegasan kembali akan komitmen AS sejalan dengan Strategi Keamanan Nasionalnya di kawasan ini seperti yang sudah diuraikan di atas, hanya saat ini lebih banyak ditujukan kepada Tiongkok. Presiden Barack Obama awal Januari 2012 mengumumkan pergeseran strategi pertahanan AS yang akan berfokus ke kawasan Asia Pasifik, tidak berarti akan menarik semua pasukannya dari Eropa maupun dari bagian dunia yang lain. Duta besar AS untuk Indonesia mengatakan bahwa AS sudah sejak lama selalu terlibat aktif dalam kerjasama di kawasan ini, karenanya perubahan ini bukanlah sesuatu yang baru, karena memang AS adalah bagian dari kawasan Pasifik. Selain dari itu AS berupaya menggalang hubungan yang lebih erat lagi dengan negara-negara Asia, terbukti dengan kunjungan Presiden Barack Obama ke beberapa Negara Asia Pasifik baru-baru ini seperti Australia dan Indonesia. Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengunjungi Filipina, Thailand dan Myanmar. Di Filipina Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menandatangani deklarasi penegasan kembali perjanjian pertahanan antara kedua negara. Sedangkan di Thailand Hillary Clinton berjanji memberikan bantuan sebesar $10 juta serta pelibatan kapal perang untuk membantu menanggulangi korban akibat banjir. Dengan Australia, AS telah menempatkan Pasukan Marinir sebanyak 2500 personil di Darwin di akhir Maret lalu, sebagai pemenuhan pernyataan Presiden Obama ketika mengunjungi Australia beberapa waktu lalu. Amerika Serikat juga menempatkan pasukan di Taiwan, kapal pengintai di Jepang, dan Korea Selatan menghibahkan kapal Fregat kepada pemerintah Terbaik, Terhormat dan Disegani 53 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Filiphina. Rencana AS untuk memasang 'tameng' pertahanan peluru kendali di Asia yang rencananya akan ditempatkan di Korea Selatan, Jepang dan Australia, telah mengundang banyak reaksi terutama dari Tiongkok. Dampak negatif rencana ini antara lain akan memicu Tiongkok meningkatkan kemampuan misil balistiknya, baik jarak menengah maupun jarak jauh sebagai antisipasi. Akibat selanjutnya membawa AS dan Tiongkok ke dalam situasi Perang Dingin di kawasan Pasifik. Kondisi ini secara signifikan membawa dampak dalam struktur dan arsitektur pertahanan nasional kita sekaligus ekonomi bangsa Indonesia. Mulai dari ancaman terhadap kedaulatan wilayah NKRI sampai pada investasi nasional dan masa depan hubungan kerjasama ekonomi bilateral dan unilateral antara Indonesia dengan negaranegara ASEAN. Terkait dengan Laut China Selatan, sikap ketidaksukaan disampaikan oleh pemerintah Tiongkok yang menganggap intervensi Amerika terlalu memihak kepada negara tertentu yang terlibat konflik, seperti sebuah dukungan moril yang dilakukannya terhadap pemerintah Filiphina. Pemerintah Tiongkok menganggap jika campur tangan pemerintah Amerika terlalu jauh akan lebih meningkatkan ketegangan di kawasan. Pada sisi lain langkah intervensif Amerika di kawasan sejalan dengan strateginya untuk memperkuat kehadiran militernya di wilayah Asia Pasifik dan keinginan mengurangi pengaruh Beijing di tengah negara-negara ASEAN sekaligus berupaya melegalkan kebijakan tersebut dengan istilah “strategi menjaga keseimbangan kekuatan”. b. Kebangkitan Tiongkok dimata Amerika Serikat. Hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok, secara politik, bisa dikatakan mengalami pasang surut. Selama paruh pertama abad ke-20, Amerika Serikat mendekati Tiongkok tapi Tiongkok menolak. Amerika Serikat membayangkan adanya konvergensi kepentingan nilai-nilai Tiongkok dan Amerika Terbaik, Terhormat dan Disegani 54 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Serikat, akan tetapi tidak memahami kekuatan penuh nasionalisme Tiongkok. Pada tahun 1970an, hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok membaik karena memiliki kepentingan geostrategis yang sama untuk melawan Uni Soviet. Namun pada tahun 1989, selama terjadinya peristiwa penumpasan Tiananmen di Tiongkok, keduanya berselisih paham kembali. Dengan serangan terhadap New York dan Washington pada 11 September 2001, yang memunculkan rekonsiliasi. Pandangan Amerika Serikat terhadap Tiongkok memang tidak pernah sama, selalu berubah terus menerus. Hal ini dikarenakan, Tiongkok menantang beberapa keyakinan dasar mengenai keunggulan Amerika Serikat. Apalagi kelemahan Amerika Serikat mulai terlihat ketika munculnya krisis finansial global. Apakah memang kapitalisme otoriter Tiongkok lebih dapat diandalkan dibandingkan pendekatan berbasis pasar yang tidak memiliki banyak peraturan milik Amerika Serikat? Amerika Serikat kemudian mempublikasikan pengungkapan kecemasan tentang meningkatnya kekuatan Tiongkok. Apalagi media Amerika Serikat sering menggambarkan Tiongkok sebagai raksasa telah melahap sumber daya yang gagal memberikan hak kekayaan intelektual, memproduksi mainan dengan timbal, suka mengganggu pesaingnya, mengabaikan hak asasi manusia, dan memanipulasi mata uangnya. Sehingga perang dagang dan perjuangan untuk sumber daya mineral di masa depan tampaknya tidak terelakkan. Pada saat yang sama, Amerika Serikat kagum melihat pertumbuhan Tiongkok. Presiden Barack Obama mengartikulasikan perspektif ini dalam pidatonya kepada mahasiswa Tiongkok di Shanghai pada tahun 2009. Pidato Barack Obama ini menjelaskan bahwa Amerika Serikat perlu untuk melupakan sejarah emosional dengan Tiongkok. Sejarah memang tidak bisa diubah dan mungkin terbukti mustahil untuk mendamaikan pandangan yang kontras untuk melihat dunia. Terbaik, Terhormat dan Disegani 55 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Namun kesamaan, suatu saat dapat diidentifikasi, bahkan jika konvergensi bukan merupakan pilihan yang realistis. Amerika Serikat tidak lagi memiliki pilihan menerima atau menolak terlibat dengan Tiongkok. Pada akhirnya Amerika Serikat saat ini berusaha untuk berdamai dan melihat Tiongkok sebagai teman yang potensial lebih dari sekedar musuh yang mengancam. Pada masa lalu, Amerika Serikat melihat Tiongkok sebagai bangsa yang berseberangan dengan mereka. Banyak citra negatif yang muncul untuk menggambarkan Tiongkok dalam pandangan Amerika Serikat. Sehingga, pada saat itu Amerika Serikat menganggap Tiongkok sebagai ancaman yang akan mengganggu stabilitas nilai-nilai dan gaya hidup Amerika Serikat yang mereka terapkan di luar Amerika Serikat. Apalagi, Tiongkok juga tidak menerima adanya nilai-nilai yang diterapkan Amerika Serikat. Sehingga, hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok mengalami pasang surut. Hubungan membaik ketika ada kepentingan yang sama dan akhirnya memutuskan untuk bekerja sama. Ketika kepentingan berseberangan, maka mereka akan berselisih kembali seperti pada sengketa Laut China Selatan. Ketika masa pemerintahan pertama Obama, Amerika Serikat memutuskan untuk ikut campur dalam penyelesaian sengketa, Tiongkok merasa ini serangan untuk meruntuhkannya. Akan tetapi, Pemerintahan Obama menekankan bahwa Amerika Serikat hanya ingin membantu dan menganggap negara-negara pengklaim adalah mitra yang butuh penengah agar tidak terjadi salah paham. Sehingga, pemerintahan Obama juga menganggap bahwa Tiongkok adalah mitra, bukanlah musuh, dan meminta untuk saling melupakan sejarah masa lalu yang kelam dalam hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok.18 Persepsi ini mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dalam upaya penyelesaian sengketa Laut China Selatan menjadi lunak. Meskipun dalam konflik tersebut 18 Ibid., Terbaik, Terhormat dan Disegani 56 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Tiongkok melakukan tindakan yang tegas, namun Amerika Serikat berusaha agar Tiongkok ikut dalam usaha perdamaian dengan cara mengikuti pertemuan-pertemuan dengan negaranegara pengklaim yang lain. c. Trend Ancaman dan Karakter Konflik Masa Depan. Walaupun secara umum terjadi perubahan trend ancaman dan karakter konflik masa depan, namun secara umum fundamental trend ancaman suatu negara tetap berbasis konflik yang telah ada sejak dulu kala. Konflik tetap merupakan bentuk pertarungan kekerasan yang merupakan campuran antara kesempatan, resiko dan kebijakan politik. Namun demikian bentuk konflik akan selalu berubah sejalan dengan perubahan sosial dan sejarah umat manusia dan tantangan dalam kehidupannya. Dengan demikian pelaksanaan modernisasi militer negara–negara di kawasan Asia Tenggara, Tiongkok sebagai potensi ancaman terbesar terkait masalah di Laut China Selatan merupakan jawaban dari kecenderungan eksistensi fundamental ancaman dan potensi konflik ke depan. Keberadaan sengketa teritorial di Laut China Selatan serta pengaruh kekuatan global di kawasan tersebut merupakan gambaran eksistensi trend ancaman dan potensi karakter konflik yang masih berlanjut sejak dahulu kala. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang ada, baik di tingkat global dan regional, akan juga berpengaruh terhadap kondisi negara Indonesia secara umum dan pertahanan nasional khususnya. Keterbatasan sumber daya dan ekonomi nasional yang diperlukan untuk mendukung kepentingan pertahanan negara harus disikapi dengan inovasi secara berkelanjutan. Kemanunggalan antara TNI dan Rakyat harus terus dipelihara dan ditingkatkan. Segenap komponen bangsa harus dapat merasa memiliki dan menjalankan fungsi pertahanan nasional dalam arti yang luas, sesuai dengan bidang masing–masing, termasuk upaya secara sinergi dan terintegrasi dalam peningkatan kemampuan teknologi pertahanan. Seiring dengan aplikasi hukum Terbaik, Terhormat dan Disegani 57 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia internasional dalam suatu konflik domestik dan internasional, maka setiap negara harus mampu mengimplementasikan serta menjabarkannya ke dalam hukum nasional sesuai dengan kepentingan nasionalnya. 18. Pengaruh Konflik Laut China Selatan serta dampaknya terhadap Indonesia. a. Kebijakan Pemerintah Indonesia di kawasan Asia Pasifik dan polemik Laut China Selatan. 1) Bidang Politik. Posisi Indonesia sangat jelas, tidak memiliki konflik di kawasan Laut Tiongkok Selatan tetapi kawasan ini bersinggungan dengan halaman depan rumah kita dan sekaligus menjadi jalan raya transportasi strategis dari dan ke Asia Timur. Klaim Tiongkok atas seluruh pulau dan perairan Laut China Selatan membenturkan dirinya pada sejumlah negara ASEAN yang sama-sama mengaku menjadi pemiliknya. Amerika menjadi sibuk dan ikut masuk pada wilayah konflik, padahal tidak ada kaitannya dengan teritorinya tersebut. Sibuknya Amerika Serikat mengurus Tiongkok di Laut China Selatan tidak sekedar berkaitan dengan konflik teritori. Amerika serikat pada dasarnya haus dengan sumber daya energi yang bernama minyak bumi dan gas walaupun testimoninya selalu mengaku hendak membendung pengaruh Tiongkok. Bersamaan dengan itu sifat imperialisnya muncul manakala Tiongkok menargetkan bahwa pada tahun 2020 nanti militernya mulai berada dalam kriteria kekuatan regional yang disegani. Amerika serikat tentu tidak ingin kehilangan hegemoninya sebagai pemimpin kekuatan militer di Asia Pasifik. Jika ditinjau dari kepentingan Indonesia sendiri maka sengketa Laut China Selatan apabila bereskalasi tinggi akan berdampak pada terancamnya perdamaian dan stabilitas kawasan. Eskalasi sengketa Laut China Selatan akan Terbaik, Terhormat dan Disegani 58 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia memberikan dampak politik yang signifikan terhadap Indonesia. Dampak tersebut pada satu sisi adalah Indonesia akan terjepit dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar di kawasan, yaitu Amerika Serikat versus Tiongkok. Pada sisi lain, kepentingan nasional Indonesia di Laut China Selatan juga terancam sebab wilayah ZEE Indonesia di perairan tersebut tidak menutup kemungkinan pada suatu saat nanti akan diklaim Tiongkok. Pada tahun 1993 Tiongkok telah menerbitkan peta berbentuk huruf U atau nine dash line yang mengklaim zona ekonomi eksklusif Indonesia, sehingga Indonesia harus berperan aktif dalam mencari solusi sengketa di Laut China Selatan. Untuk mengamankan kepentingan nasional di Laut China Selatan dari sengketa yang berkembang, Indonesia membutuhkan modalitas politik yang besar, serta kekuatan pertahanan yang memadai. Sikap politik Indonesia terhadap kekuatan-kekuatan besar di kawasan Asia Pasifik adalah “ingin merangkul semua” dan sekaligus pada saat yang sama berusaha mencegah timbulnya kesan sebagai “sekutu” kekuatan tertentu. Kondisi demikian berbeda dengan di era Perang Dingin, dimana Indonesia pernah “condong” pada kekuatan besar tertentu, meskipun secara resmi menyatakan sebagai negara Non Blok. Terkait dengan kebangkitan Tiongkok yang menuju kekuatan global saat ini, kini Amerika Serikat sangat menyadari arti pentingnya kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia di dalamnya. Meskipun embargo senjata Amerika Serikat terhadap Indonesia “dicabut” pada November 2005, namun sejak beberapa tahun sebelumnya negeri itu berupaya merangkul kembali Indonesia melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti US-Indonesia Bilateral Defense Dialogue (US IBDD). Akan tetapi, beberapa ahli strategi Amerika Serikat menilai pendekatan terhadap negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, harus diikuti dengan perubahan sikap dan gaya negeri itu. Antara lain Amerika Serikat hendaknya less Terbaik, Terhormat dan Disegani 59 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia lecturing, less dictating, more listening, more consulting, and more respect. Sementara itu, hubungan Indonesia-Tiongkok kian erat karena kedua negara kini diikat oleh Kemitraan Strategis. Diantara bidang kerjasama dalam kemitraan strategis adalah pertahanan dalam berbagai bentuk. Sejauh ini, arah kerjasama dalam bidang tersebut sepertinya bukan sebatas pengadaan alutsista dan kemungkinan alih teknologi pertahanan, tetapi juga mencakup kerjasama militer yang melibatkan Angkatan Bersenjata kedua negara. Dengan tidak mengurangi nilai penting kerjasama militer dengan Tiongkok, ada baiknya bila tidak mengabaikan atmosfir politik yang melingkupi kerjasama itu. Atmosfir politik yang dimaksud antara lain ambisi global Tiongkok dan respon negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan ini tengah menjadi ajang perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk kepentingannya masing-masing. Kondisi demikian cepat atau lambat akan menempatkan Indonesia pada posisi yang sulit. Pada satu sisi, sangat sulit bagi Indonesia untuk secara terbuka menyatakan berpihak kepada Amerika Serikat ataukah Tiongkok karena berbagai alasan. Namun disisi lain, Indonesia sepertinya akan dipaksa untuk secara diam-diam berpihak pada salah satu kekuatan tersebut, karena kekuatan itu mempunyai posisi tawar yang lebih kuat terhadap Indonesia di segala aspek. Indonesia sudah puluhan tahun bersentuhan langsung dengan kekuatan militer Amerika Serikat, tidak keliru bila Indonesia ”cukup mengenal” perilakunya. Sebaliknya, Indonesia belum sering bersentuhan langsung dengan kekuatan militer Tiongkok, sehingga perilakunya ”belum dikenal” dengan baik. Mengenali perilaku militer Tiongkok, khususnya kekuatan lautnya, nampaknya akan menentukan bagaimana respon Indonesia ke depan dalam keamanan maritim di kawasan. Selama ini, perilaku Angkatan Laut Terbaik, Terhormat dan Disegani 60 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Tiongkok yang dikenali oleh negara-negara lain adalah di Laut China Timur, yang mana Tiongkok mempunyai hubungan yang kurang erat dengan Jepang, khususnya terkait dengan sengketa kepulauan Senkaku/Diaoyu. Perairan Asia Tenggara tentu saja berbeda dengan Laut China Timur, sebab secara politik perairan itu merupakan SLOC bagi banyak pihak. Dibanding dengan perilaku Angkatan Laut Tiongkok di Laut China Timur yang terkadang ”agresif”, sepertinya perilaku demikian kurang tepat jika diterapkan di kawasan ini. 2) Bidang ekonomi. Perkembangan terkini situasi dan kondisi kemajuan ekonomi regional di masing-masing negara tentu tidak bisa dihindarkan. Kemajuan ekonomi Tiongkok merupakan efek kejut dari pola sebuah negara raksasa non demokrasi yang diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi nomor satu di dunia beberapa tahun ke depan. Sejalan dengan itu Tiongkok juga membangun kekuatan militernya secara terpadu menuju militer pre emptive di kawasan Asia Pasifik. Prediksi kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok yang bakalan tak terbendung ini memberikan reaksi paranoid di mata Amerika sehingga ada kesan kepanikan psikologi militer. Lalu memindahkan kekuatan armada Mediteranea dan Marinir ke Asia Pasifik sembari berupaya memperbanyak sekutu. Konflik Laut China Selatan akan berdampak kepada perekonomian Indonesia, berkurangnya pendapatan negara dari gas yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pendapatan negara khususnya di Kabupaten Natuna. Sedangkan dampak ekonomi secara tidak langsung adalah meningkatnya biaya pengapalan komoditas ekspor Indonesia ke kawasan Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang karena harus memutar ke jalur laut yang lain. Pengaruh sengketa Laut China Selatan tidak hanya berdampak kepada masalah ekonomi atas konflik tersebut namun juga atas pengaruh hegemoni kedua negara yang bertikai yaitu masalah daya saing dalam pasar dunia yang Terbaik, Terhormat dan Disegani 61 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia mengglobal, merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Sebagian besar produk yang membanjiri pasar Indonesia berasal dari Tiongkok dan juga Amerika. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang dominan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis corporate. Bagi pelaku bisnis dengan tidak membedakan apakah swasta atau BUMN, peningkatan keunggulan saing dapat dibangun melalui tingkat kesadaran yang tinggi terhadap faktor produktivitas, profesionalisme, kreativitas, perilaku efisiensi, kualitas produk dan layanan yang prima, yang notabene merupakan ujung tombak dalam menghadapi global competition. Faktor produktivitas dan efisiensi menjadi komponen dasar dalam membangun harga produk yang mampu bersaing di pasar global. Tetapi harga murah bukan komponen satu satunya. Kualitas produk dan layanan prima kepada pelanggan merupakan faktor dominan dalam menciptakan customer satisfaction dan memenuhi customer's need. Dalam konteks ini maka profesionalisme dan kreatifitas menjadi penting untuk dapat memenuhi dan mengantisipasi keinginan para pelanggan. 3) Bidang militer. Merapatnya kekuatan militer besar di kawasan Laut China Selatan, dimana teritori Indonesia Terbaik, Terhormat dan Disegani 62 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia sebagai garis pantai terbesar dari arah selatan mengharuskan Amerika melakukan lobi intensif dan sedikit menekan kepada Indonesia. Jika terjadi konflik militer skala besar garis pantai dan teritori udara RI akan menjadi akses militer Amerika untuk memukul Tiongkok dari arah selatan. Sementara dari arah timur diprediksi armada VII Amerika berkonsentrasi menjaga Taiwan, Korsel dan Jepang. Artinya Amerika memang butuh sekutu tambahan sebagai pemilik teritori paling depan. Indonesia adalah pilihan satu-satunya dalam upaya mengurung Tiongkok di Laut China Selatan, sehingga ini akan menutup akses militer dan ekonomi Tiongkok ke Selat Malaka, selat Sunda dan Selat Lombok. Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina jelas berkonflik dengan Tiongkok dan jika Indonesia berhasil masuk aliansi bersama Amerika dan Australia tentu sistem keroyokan yang dikenal sebagai pakemnya Amerika dalam menghajar lawannya menjadi sempurna dari sisi strategi militer. Dari sisi kekuatan militer dan cakupan wilayah tempur, gabungan militer Amerika, Australia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Brunei dan Filiphina diyakini mampu bersaing dengan Tiongkok. Masalahnya adalah kedekatan Indonesia dan Tiongkok yang terus dipupuk lewat kerjasama ekonomi dan pertahanan akan menjadi goncangan tersendiri karena posisi teritori dan pengaruhnya yang kuat di ASEAN dapat mementahkan semua prediksi dan asumsi yang dibangun Amerika. Apabila konflik di Laut China Selatan meningkat status menjadi perang, TNI harus mampu mengamankan kepentingan nasional Indonesia dalam rangka mengamankan klaim batas wilayah dan ladang gas di ZEE Indonesia. Untuk menjawab hal tersebut maka dibutuhkan postur pertahanan yang kuat di perairan Natuna dan sekitarnya. Mengingat sejumlah negara yang berstatus sebagai negara pengklaim berupaya meningkatkan kekuatan pertahanannya. Salah satu Terbaik, Terhormat dan Disegani 63 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia contoh adalah modernisasi Angkatan Laut Vietnam dengan pengadaan enam kapal selam kelas Kilo dari Rusia, sedangkan Angkatan Laut Filipina telah menerima dua fregat eks cutter US Coast Guard kelas Hamilton dari Amerika Serikat. Hal ini dilakukannya sebagai upaya negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan untuk mengamankan kepentingannya di wilayah tersebut. Dengan diterbitkannya buku putih Tiongkok yang dilansir ke publik maka Tiongkok ingin menunjukkan kepada negara yang terlibat di Laut China Selatan bahwa Tiongkok tidak gentar menghadapi kemungkinan yang terburuk di wilayah konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan visi, misi dan strategic deterrence dari pertahanan dan keamanan Tiongkok. Selain itu juga dalam beberapa tahun terakhir, Angkatan Laut Tiongkok (PLA Navy) telah giat melaksanakan serangkaian kegiatan diplomasi Angkatan Lautnya ke kawasan Asia Pasifik, termasuk menyinggahi beberapa negara Asia Tenggara. Dari perspektif ini jelas terlihat, bahwa Tiongkok menyampaikan pesan kepada pihak lain bahwa Angkatan Laut Tiongkok kini mampu beroperasi jauh dari wilayahnya. Hal itu juga terlihat dari beberapa pendapat dari kalangan luar bahwa Tiongkok akan mampu memproyeksikan kekuatan lautnya jauh dari wilayahnya pada 10-20 tahun ke depan melalui blue navy strategy. Selain memamerkan kekuatan, Tiongkok juga melakukan pendekatan lunak kepada beberapa negara pantai Selat Malaka, seperti penawaran bantuan teknis untuk meningkatkan kemampuan mengamankan perairan itu dan pendekatan diplomatik militer khususnya yang dilalui oleh jalur pelayaran lautnya (Sea Line of Communication/ SLOC). Dari sisi lainnya juga terlihat bahwa Tiongkok sangat fokus dengan keamanan SLOC di Asia Tenggara, khususnya di Selat Malaka. Para ahli strategi Tiongkok terus membahas Terbaik, Terhormat dan Disegani 64 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia kerentanan Tiongkok akan akses terhadap perairan yang berada jauh di luar wilayahnya. 4) Bidang Maritim Sesama Negara ASEAN. Indonesia merupakan salah satu negara pencetus kerjasama Angkatan Laut ASEAN melalui forum tahunan ACNM. Sebagai inisiator kerjasama tersebut, sudah merupakan kewajaran apabila Indonesia memainkan peran sebagai pemimpin de facto ACNM sebagaimana kepemimpinan Indonesia secara umum di ASEAN. Indonesia dituntut untuk kaya akan inisiatif pengembangan kerjasama dan sekaligus siap pada tataran operasional. TNI Angkatan Laut selaku wakil Indonesia dalam ACNM mengemban tanggung jawab besar agar jalannya kerjasama dalam ANCM senantiasa berada dalam bingkai kepentingan regional ASEAN, dan tentu saja kepentingan nasional Indonesia. Terkait dengan tuntutan untuk mengembangkan inisiatif kerjasama Angkatan Laut ASEAN, inisiatif yang digagas oleh Indonesia tidak hanya terbatas pada tingkat dialog, tetapi juga pada tingkat praktis. ASEAN sejak lama telah berkutat dengan berbagai kerjasama pada tingkat dialog dan hal itu oleh sebagian pihak tertentu dipandang sebagai rutinitas belaka. Dihadapkan dengan dinamika lingkungan strategis yang begitu kompleks, maka kerjasama Angkatan Laut ASEAN juga menyentuh pada tataran praktis. Kerjasama pada tataran praktis kini mulai menjadi arus utama di ASEAN dan diperkirakan ke depan akan mampu mengimbangi kerjasama yang selama ini lebih banyak pada tataran dialog. Indonesia sebagai negara utama di ASEAN sudah saatnya untuk lebih banyak mendorong ASEAN untuk menggiatkan kerjasama pada tataran praktis, termasuk dalam forum ACNM. Sebagai langkah awal, TNI Angkatan Laut dapat menyelenggarakan beberapa kegiatan yang dapat mempererat kerjasama maritim antar negara anggota ASEAN. TNI Angkatan Laut dapat bertindak sebagai penyelenggara Terbaik, Terhormat dan Disegani 65 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia simposium dan latihan bersama (Multilateral Naval Exercise). Simposium dipandang sebagai forum akademik yang strategis untuk menyamakan berbagai visi antar Angkatan Laut ASEAN di dalam merumuskan berbagai kebijakan kerjasama keamanan maritim. Simposium seperti ini dapat digelar secara rutin setiap dua tahun sekali sebagaimana Western Pacific Naval Symposium (WPNS) oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dan Indian Ocean Naval Symposium (IONS) oleh Angkatan Laut India. Alasan utama dibalik gagasan itu adalah untuk memperkuat kerjasama Angkatan Laut ASEAN hingga pada tataran praktis guna merespon ancaman keamanan maritim yang dihadapi oleh kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana diketahui, ancaman keamanan maritim di kawasan ini antara lain perompakan dan pembajakan di laut, terorisme maritim, penyelundupan manusia, kerusakan lingkungan maritim, keselamatan maritim, keamanan energi, bencana alam, penanganan konflik, misi perdamaian dan lain sebagainya. Bersamaan dengan simposium, TNI Angkatan Laut juga memberikan prioritas terselenggaranya latihan bersama Angkatan Laut ASEAN. Skenario latihan yang akan dimainkan dalam latihan tersebut, untuk tahap awal akan memilih skenario Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR), operasi penjagaan perdamaian, SAR di laut dan lain sebagainya. Pemilihan skenario OMSP didasari pada pertimbangan bahwa latihan bersama Angkatan Laut ASEAN tidak dirancang untuk menghadapi negara tertentu. Sebagai penggagas, Indonesia tentu berkepentingan latihan bersama itu akan terus terlaksana pada tahun-tahun berikutnya dengan TNI Angkatan Laut sebagai tuan rumah tetap. Melalui latihan bersama Angkatan Laut ASEAN, Indonesia memperkuat peran yang telah dimainkan sejak 1967 sehingga ASEAN adalah Terbaik, Terhormat dan Disegani 66 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia wilayah proyeksi kepentingan nasional Indonesia. Gagasan latihan bersama Angkatan Laut ASEAN adalah salah satu bentuk proyeksi kepentingan nasional Indonesia ke dalam ASEAN sehingga pada akhirnya menjadi agenda ASEAN. Beberapa kesepakatan yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh ASEAN untuk menyelesaikan Konflik Laut China Selatan diantaranya: a) ZOPFAN, Zone of Peace, Freedom, and Neutrality. Konsepsi yang mendorong negara anggota ASEAN untuk menciptakan stabilitas kawasan dengan bersikap netral atas campur tangan pihak luar, baik dengan menggalang kekuatan intra kawasan maupun mengatur keterlibatan negara-negara luar kawasan. Dengan begitu, ASEAN seharusnya memiliki 'kepercayaan diri' untuk mendorong negara-negara anggota yang terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan untuk berkomitmen atas implementasi ZOPFAN, dengan menahan diri untuk melakukan tindakan provokatif dan reaksioner. b) Treaty of Amity and Cooperation (TAC). TAC sebagai 'aturan main' dalam hubungan intra ASEAN dan inter ASEAN mendorong negara-negara anggota dan mitra dialog untuk menyelesaikan konflik dan sengketa melalui saluran, negosiasi, dan dengan semangat persahabatan. Dengan posisinya sebagai instrumen legal dalam kerangka kerjasama kawasan regional di Asia Tenggara, dimana negara mitra dialog diharuskan mengakui dan mematuhi TAC. Oleh karenanya, ASEAN harus 'memaksa' para pihak yang terlibat untuk berkomitmen menyelesaikan secara damai dengan tidak menggunakan ancaman atau kekuatan. Meski, jauh dari kenyataan dan kemungkinan, ASEAN juga dapat mendorong mekanisme High Council, sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Momentum ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menampilkan Terbaik, Terhormat dan Disegani 67 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia wajah baru ASEAN paska ASEAN Charter, dimana ASEAN merupakan bagian yang memiliki karakteristik bagi suatu organisasi internasional memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional. c) ASEAN Security Community (ASC), melalui mekanisme Komunitas Keamanan ASEAN dengan enam kerangka Plan of Action, Political Development; Shaping and Sharing Norm; Conflict Prevention; Conflict Resolution; Post Conflict Peace Building; Implementing Mechanisms. Sejatinya, ASEAN dapat mendorong pada sebuah kemajuan proses perdamaian di Laut China Selatan. Kondisi saat ini, dimana RRT sering kali melakukan manuver dan provokasi terhadap Vietnam serta Filipina. Komunitas yang hendak diwujudkan pada tahun 2015 ini, seharusnya disisa waktu yang ada ini sudah menemukan 'bentuknya'. Sehingga potensi-potensi konflik tidak seharusnya terjadi, namun dapat terfokus pada memajukan dan menegakkan keamanan individual/ manusia. Dengan demikian seharusnya ASEAN sudah mampu menyelesaikan permasalahan di Laut China Selatan, tanpa memandang 'kecil' permasalahan sengketa wilayah terlebih setelah diketahui potensi sumber daya alamnya. Namun, nilai-nilai dan konsepsi yang telah 'ditanam' selama 46 tahun, kini saatnya “dituai” untuk membangun komunitas yang damai, makmur dan sejahtera. 5) Bidang Keamanan Wilayah Kawasan. Peran dan keikutsertaan Indonesia dalam menjaga perdamaian di kawasan Laut China Selatan sendiri bersifat elastis, hal ini memungkinkan pihak yang berkepentingan dalam penyelesaian permasalahan di kawasan akan sangat terbantu dengan peran sentral Indonesia di beberapa negara Asia Tenggara. Dengan kondisi tersebut besar kemungkinan dalam Terbaik, Terhormat dan Disegani 68 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia penyelesaian permasalahan yang akan dilaksanakan oleh PBB berkaitan dengan ketegangan yang terjadi antara Tiongkok dan Vietnam juga akan melibatkan Indonesia dalam proses mediasinya. Pemerintah Indonesia, siap melakukan kerja sama dengan negara manapun, termasuk Tiongkok dan Amerika untuk menjaga stabilitas perdamaian, keamanan dan kemakmuran kawasan baik secara bilateral dan multilateral. Kondisi ini diperkuat dengan kunjungan dan kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara tersebut, di tengah dinamika klaim seluruhnya ataupun sebagian wilayah Laut China Selatan, oleh Tiongkok, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Selain itu, Tiongkok juga punya masalah serupa dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan atas Laut China Timur, dipertegas pemberlakuan ADIZ atas Laut China Timur yang persis bertumpang tindih dengan pemberlakuan serupa oleh Jepang. Di tengah itu semua, Indonesia berada di tengahtengah arena dinamika keamanan dan pertahanan kawasan itu. Satu jalur utama perdagangan dan energi dunia juga melalui wilayah kedaulatan Indonesia, di antaranya ketiga ALKI dan Selat Malaka. Indonesia juga merupakan mitra strategis baik untuk Tiongkok maupun Amerika. Kedua negara tersebut melihat dan memperhitungkan Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, yang memiliki pengaruh serta peran besar tidak saja di Asia Tenggara tetapi juga Asia Pasifik. Indonesia, bahkan diibaratkan sebagai "gadis cantik" yang kerap diperebutkan peran dan pengaruhnya terutama oleh Tiongkok dan Amerika, guna menyelesaikan persoalan di kawasan ASEAN, dan Asia Pasifik termasuk kawasan Laut China Selatan. Terbaik, Terhormat dan Disegani 69 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia b. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia khususnya masalah maritim sesama negara ASEAN. Indonesia merupakan salah satu negara pencetus kerjasama Angkatan Laut ASEAN melalui forum tahunan ACNM. Sebagai inisiator kerjasama tersebut, sudah merupakan kewajaran apabila Indonesia memainkan peran sebagai pemimpin de facto ACNM sebagaimana kepemimpinan Indonesia secara umum di ASEAN. Indonesia dituntut untuk kaya akan inisiatif pengembangan kerjasama dan sekaligus siap pada tataran operasional. TNI Angkatan Laut selaku wakil Indonesia dalam ACNM mengemban tanggungjawab besar agar jalannya kerjasama dalam ANCM senantiasa berada dalam bingkai kepentingan regional ASEAN, dan tentu saja kepentingan nasional Indonesia. Terkait dengan tuntutan untuk mengembangkan inisiatif kerjasama Angkatan Laut ASEAN, inisiatif yang digagas oleh Indonesia tidak hanya terbatas pada tingkat dialog, tetapi juga pada tingkat praktis. ASEAN sejak lama telah berkutat dengan berbagai kerjasama pada tingkat dialog dan hal itu oleh sebagian pihak tertentu dipandang sebagai rutinitas belaka. Dihadapkan dengan dinamika lingkungan strategis yang begitu kompleks, maka kerjasama Angkatan Laut ASEAN juga menyentuh pada tataran praktis. Kerjasama pada tataran praktis kini mulai menjadi arus utama di ASEAN dan diperkirakan ke depan akan mampu mengimbangi kerjasama yang selama ini lebih banyak pada tataran dialog. Indonesia sebagai negara utama di ASEAN sudah saatnya untuk lebih banyak mendorong ASEAN untuk menggiatkan kerjasama pada tataran praktis, termasuk dalam forum ACNM. Sebagai langkah awal, TNI Angkatan Laut dapat menyelenggarakan beberapa kegiatan yang dapat mempererat kerjasama maritim antar negara anggota ASEAN. TNI Angkatan Laut dapat bertindak sebagai penyelenggara simposium dan latihan bersama (Multilateral Naval Exercise). Simposium dipandang sebagai forum akademik yang strategis untuk menyamakan berbagai visi Terbaik, Terhormat dan Disegani 70 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia antar Angkatan Laut ASEAN di dalam merumuskan berbagai kebijakan kerjasama keamanan maritim. Simposium seperti ini dapat digelar secara rutin setiap dua tahun sekali sebagaimana Western Pacific Naval Symposium (WPNS) oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dan Indian Ocean Naval Symposium (IONS) oleh Angkatan Laut India. Alasan utama dibalik gagasan itu adalah untuk memperkuat kerjasama Angkatan Laut ASEAN hingga pada tataran praktis guna merespon ancaman keamanan maritim yang dihadapi oleh kawasan Asia Tenggara. Sebagaimana diketahui, ancaman keamanan maritim di kawasan ini antara lain perompakan dan pembajakan di laut, terorisme maritim, penyelundupan manusia, kerusakan lingkungan maritim, keselamatan maritim, keamanan energi, bencana alam, penanganan konflik, misi perdamaian dan lain sebagainya. Bersamaan dengan simposium, TNI Angkatan Laut juga memberikan prioritas terselenggaranya latihan bersama Angkatan Laut ASEAN. Skenario latihan yang akan dimainkan dalam latihan tersebut, untuk tahap awal akan memilih skenario Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR), operasi penjagaan perdamaian, SAR di laut dan lain sebagainya. Pemilihan skenario OMSP didasari pada pertimbangan bahwa latihan bersama Angkatan Laut ASEAN tidak dirancang untuk menghadapi negara tertentu. Sebagai penggagas, Indonesia tentu berkepentingan latihan bersama itu akan terus terlaksana pada tahun-tahun berikutnya dengan TNI Angkatan Laut sebagai tuan rumah tetap. Melalui latihan bersama Angkatan Laut ASEAN, Indonesia memperkuat peran yang telah dimainkan sejak 1967 sehingga ASEAN adalah wilayah proyeksi kepentingan nasional Indonesia. Gagasan latihan bersama Angkatan Laut ASEAN adalah salah satu bentuk proyeksi kepentingan nasional Indonesia ke dalam ASEAN sehingga pada akhirnya menjadi agenda ASEAN. Terbaik, Terhormat dan Disegani 71 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia c. Langkah Antisipasi Pemerintah Indonesia terhadap Konflik Laut China Selatan. Indonesia sejak meraih kemerdekaannya sudah menyadari permasalahan berkaitan dengan landas kontinen atau wilayah teritorialnya di kawasan Laut China Selatan. Semuanya hampir tidak pernah terangkat karena adanya hubungan bilateral yang baik dari kedua negara baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Tiongkok. Berkaitan dengan kondisi Laut China selatan, indikasi yang menunjukkan Tiongkok bersikeras terhadap kedaulatan di kawasan semakin menguatkan kemungkinan terjadinya Konflik, tidak terkecuali dengan Indonesia. Meskipun kondisi tersebut beberapa kali pernah dibantah oleh Pemerintah Indonesia melalui Kepala Negara saat pertemuan multilateral atau melalui Menteri Luar Negerinya yang disampaikan melalui media. Dari yurisprudensi sengketa perebutan pulau di seluruh dunia, tak ada kasus dimana pihak yang bersengketa lebih dari dua dan tidak ada yang obyek sengketanya berjumlah ratusan dengan bentuk sangat beragam. Ini adalah inti permasalahannya, sengketa kedaulatan antar lima negara memperebutkan 175 bentukan alamiah dari pulau hingga beting. Angka 175 pun masih dipersengketakan karena ada yang berpandangan jumlah obyeknya mencapai 650. Dari ratusan obyek sengketa kedaulatan tersebut, tidak ada satu pun yang terkait dengan Sebetul, Sekatung dan Senua, pulau-pulau terluar Indonesia di Natuna yang memiliki titik-titik dasar dan garis pangkal negara kepulauan yang telah didaftarkan ke sekjen PBB dan tak pernah diprotes satu negara mana pun. Bahkan, jarak antara Pulau Sekatung dan Pulau Spratley yang sekarang diduduki Vietnam dan berlokasi di titik paling bawah gugusan Spratley Islands lebih dari 400 mil laut (720 km), dua kali lipat jarak ZEE suatu negara. Jarak antara Pulau Sekatung dan Pulau Woody di Paracel bahkan lebih jauh lagi, yaitu 1.500 mil laut (2.700 km). Sengketa kedaulatan dan klaim tumpang tindih ini sama sekali tak menyentuh status kepemilikan pulau atau wilayah kedaulatan Indonesia19. 19 Arif Havas Oegroseno, Kompas Tgl 5 Jul 2014, Hal 7, Teka-Teki Laut Tiongkok Selatan, Terbaik, Terhormat dan Disegani 72 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Belajar dari sejarah dimana konflik berkaitan dengan wilayah teritorial pun pernah dialami pemerintah Indonesia dan menghasilkan keputusan yang pahit seperti lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, yang merupakan sebuah pukulan telak sekaligus membukakan mata telinga seluruh rakyat Indonesia tentang rapuhnya kondisi pertahanan Indonesia. Menyikapi pemerintah Tiongkok sejak tahun 1947 telah mengeluarkan Peta Geografisnya berupa sembilan garis putus-putus (Nine dotted line) diantaranya termasuk kepulauan Natuna yang masuk wilayah kedaulatan Tiongkok walaupun berjarak hampir 1000-an mil arah selatan Tiongkok. Pertikaian Vietnam-Tiongkok Ket: Zona Ekonomi Eksklusif Tiongkok Negara yg bersengketa Garis klaim Tiongkok Garis klaim Filipina Terbaik, Terhormat dan Disegani Garis klaim Vietnam Garis klaim Malaysia Garis klaim Brunei UNCLOS 200 mil laut (360 km) Zona Eksklusif 73 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia Pemerintah Indonesia dalam hal ini harus mempertimbangkan beberapa alternatif solusi, seandainya Tiongkok mengklaim wilayah kepulauan Natuna, karena dianggap masuk dalam wilayah teritorialnya. Bila seandainya Tiongkok mengerahkan kekuatan militernya ke wilayah kepulauan Natuna, maka kekuatan militer Indonesia tidak akan sebanding dengan kekuatan militer Tiongkok tersebut. Alternatif yang mungkin dilakukan sebagai langkah antisipasi memburuknya kondisi bagi pemerintah Indonesia melalui kementerian Pertahanan dan TNI berkaitan dengan konflik Laut China Selatan ini diantaranya adalah, sbb; 1) Menyiapkan Pangkalan Aju sebagai salah satu bentuk penyiapan penangkalan tersebut. Pangkalan Aju merupakan pangkalan yang dijadikan sebagai tempat singgah pesawat TNI AU yang sedang melaksanakan kegiatan operasi militer di wilayah yang paling dekat dengan kepulauan Natuna. Beberapa kegiatan lain yang mendukung dan perlu dilakukan antara lain; a) Menyiapkan pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) untuk pertahanan wilayah Natuna dan sekitarnya. Perwujudan pembagian wilayah dan penempatan Makogabwilhan akan lebih menjamin Pertama Efektifitas dan sinergitas kekuatan TNI yang ada di wilayah, dengan pengintegrasian kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan dalam kesatuan komando dan kendali yang utuh. Kedua Mampu mensinergikan ketiga matra dalam kerangka Tri Matra terpadu TNI dengan mobilitas tinggi dalam merespon berbagai bentuk ancaman di wilayahnya. Ketiga Efektifitas pelaksanaan fungsi pertahanan ditinjau dari berbagai aspek; keterpaduan kekuatan TNI dalam kerangka Tri Matra Terpadu TNI dan sumber daya yang ada di Terbaik, Terhormat dan Disegani 74 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia wilayahnya. Kegiatan ini dilakukan dengan tanpa mengecilkan arti Kotama Ops yang sudah ada. b) Gelar Intelijen radar monitor untuk menghadapi penyusupan. Pada era teknologi komputerisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam setiap sistem yang dimiliki. Demikian juga dalam mendeteksi kemampuan yang dimiliki oleh pihak luar sehingga dapat dilakukan tindakan preventif dalam penanggulangan permasalahannya. Apalagi saat ini merupakan era "perang teknologi". Bangsa yang unggul dalam teknologi, termasuk teknologi penyadapan, bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan dengan negara lain. 2) Optimalisasi peran Diplomasi dalam penanganan pemasalahan teritorial wilayah yang berkaitan dengan kepentingan bangsa Indonesia. Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus (menjelang akhir jabatannya) melibatkan diri secara langsung dalam pembangkitan kesatuan sikap untuk menghadapi situasi LCS. Indonesia harus bertindak untuk melanggengkan suatu Asia Tenggara yang “integrated” dalam bentuk Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN. Kedua upaya Indonesia itu adalah inisiatif untuk melawan balkanisasi Asia Tenggara ASEAN. Indonesia harus mulai dengan merangkul Filipina dalam rangka merumuskan sikap terhadap RRT di LCS. Indonesia harus pula mempertimbangkan penggunaan istilah Laut China Selatan menjadi Laut Tingkok Selatan, atas dasar pertimbangan Keppres Nomor 12/2014, yang berlaku melalui 14 Maret 201420. Diplomasi ini merupakan media atau suatu alat yang digunakan untuk melaksanakan kepentingan politik luar negeri suatu negara. Pemerintah Indonesia sendiri relatif 20 CPF, Luhulima, Komapas Tgl 28 April 2014 Hal 7, ASEAN dan Laut China Selatan. Terbaik, Terhormat dan Disegani 75 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia memilih jalan Diplomasi dalam penyelesaian sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Beberapa langkah yang terkait antara lain; a) Bangun Motivasi dan Nasionalisasi. Sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia, dimana hampir seluruh permasalahan sosial pada daerah perbatasan bermuara kepada tingkatan pemerintah pusat dalam memberikan perhatiannya. Menjadi sebuah peran yang penting bagi Pemerintah Daerah wilayah perbatasan, dalam menggantikan fungsi dan tanggungjawab pemerintah pusat, memberikan kesejahteraan dalam rangka menjaga motivasi dan meningkatkan nasionalisme. b) Optimalisasi Bapulket. Pengolahan sebuah informasi akan dapat optimal apabila informasi dasar yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan tingkat kepercayaannya. Untuk memperoleh kondisi tersebut kemampuan dari pengumpulan keterangan harus ditingkatkan mulai dari berbagai tingkatan, dan tidak terpaku hanya kepada aparat militer saja. Sebuah keterangan akan dapat dijadikan modal sebagai fakta dalam menjalankan proses diplomasi. c) Modernisasi Alutsista. Pemerintah Indonesia menilai pentingnya modernisasi Alutsista bukan disiapkan untuk berperang. Namun, Alutsista diperlukan untuk tetap menjaga posisi Indonesia di dunia internasional agar tidak dilecehkan dan dapat memberikan posisi tawar dalam sebuah diplomasi. Pemerintah Indonesia tetap mengutamakan kekuatan Soft Power dalam diplomasi dibandingkan Hard Power dengan mengerahkan angkatan bersenjata. Dengan demikian pemerintah Indonesia akan menghindari peperangan tetapi mana kala ada ancaman yang Terbaik, Terhormat dan Disegani 76 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia berkaitan dengan kedaulatan, Indonesia akan siap untuk berperang. 3) Siagakan “standbye Force” dari kekuatan antar angkatan di pulau Natuna yang bertujuan untuk lebih memudahkan operasional pengerahan Pasukan di banding harus mendatangkan dari luar wilayah pulau Natuna. Beberapa langkah berkaitan dengan kegiattan tersebut diantaranya; a) Menjadi Sasaran Prioritas Latihan Gabungan. Pelaksanaan kegiatan suatu latihan gabungan baik yang dilakukan oleh antar angkatan maupun latihan bersama dengan negara sahabat relatif lebih dominan ke tujuan strategis. Kondisi ini diharapkan dapat memacu meningkatkan kemampuan secara teknis bagi personel juga memberikan sebuah persepsi “show of force” kepada negara di sekitar wilayah pulau Natuna. b) Sempurnakan Rencana Operasi Natuna (PPRC TNI). Dari pengadaan Pangkalan Aju sampai kepada tingkat pembentukan Kogabwilhan akan lebih sempurna dengan seringnya merealisasikan kegiatan latihan yang bersifat aplikatif di sekitar wilayah Natuna. Kegiatan yang dilakukan akan berdampak signifikan terhadap proses rencana operasi mempertahankan negara kedaulatan Republik Indonesia. c) Gelar kekuatan untuk hadapi kekuatan kekuatan AL dan AU. Wilayah kepulauan Natuna yang dominan perairan sangat memungkinkan menghadapi kekuatan AL dan AU lawan, dengan tanpa mengecilkan kekuatan AD. Untuk itu penangkalan kegiatan pengerahan invasi dari pihak luar merupakan hal yang mutlak. Terbaik, Terhormat dan Disegani 77 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia BAB V PENUTUP 19. Kesimpulan. a. Konflik Laut China Selatan merupakan konflik yang rumit. Hal ini didasari pada teori kompleksitas keamanan regional, yang meletakkan konflik Laut China Selatan pada level interregional. Karena terjadi pada level interregional, konflik ini menjadi sulit untuk diselesaikan secara regional. Walaupun Indonesia tidak terlibat pada konflik ini, namun potensi ancaman dari konflik ini tetap harus dihadapi Indonesia. Dengan demikian konflik yang terjadi di suatu kawasan dapat menimbulkan suatu instabilitas keamanan pada wilayah lain karena adanya suatu interdependensi antara satu kawasan dengan kawasan lainnya. b. Konflik Laut China Selatan yang juga melibatkan langsung beberapa negara anggota ASEAN, menjadi prioritas perhatian ASEAN dalam bidang politik-keamanan terutama pasca perang dingin. Dilihat dari sudut pandang geopolitik, Kawasan Laut China Selatan merupakan kawasan dengan potensi konflik yang tinggi dimana banyak negara berlomba dan mengklaim wilayah tersebut. Kerawanan kawasan ini menciptakan dilema keamanan yang pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan ASEAN. c. Persoalannya adalah ASEAN terbentur pada keharusannya untuk terlibat dalam pengelolaan konflik Laut China Selatan, dimana beberapa negara anggotanya terlibat disana. Sementara ASEAN juga memiliki prinsip-prinsip kemandirian yang menekankan pada tidak berpihak terhadap hal/kelompok tertentu serta tidak ikut campur dalam persolaan wilayah/ kelompok lain. ASEAN harus menjaga keharmonisan hubungan diantara negaranegara anggotanya, disamping harus menjaga setiap potensi konflik dari lingkungan atau kawasan yang dapat mengancam keamanan regionalnya. Terbaik, Terhormat dan Disegani 78 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia d. Persoalan di wilayah Laut China Selatan sangat membutuhkan suatu paradigma baru dalam perumusan langkah-langkah yang dianggap sesuai untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Perspektif baru Kebijakan Luar Negeri yang dynamic equilibrium menjadi preferensi Indonesia untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul sehubungan dengan konflik di Laut China Selatan. Tidak hanya melalui politik luar negeri yang bebas aktif dan perspektif dynamic equilibrium yang dapat dipromosikan oleh Indonesia. e. Selama ASEAN dapat konsisten dalam menjaga komitmennya untuk ikut serta menjaga, menciptakan stabilitas keamanan regional dan global, serta mengedepankan strategi keamanan yang kooperatif dengan upaya-upaya damai dalam mengelola pesoalanpersoalan khususnya dalam kasus Laut China Selatan, maka eksistensi ASEAN sebagai organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara dapat terus dirasakan bahkan menjadi sebuah institusi yang efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik. f. Pemerintah Indonesia dalam menghadapi konflik Laut China Selatan harus mempersiapkan kemungkinan risiko terburuk. Meskipun sampai saat ini pemerintah Indonesia bukan merupakan negara pengklaim wilayah Laut China Selatan, tetapi tidak menutup kemungkinan pemerintah Tiongkok melakukan manuver ke pemerintah Indonesia berkaitan wilayah Laut China Selatan. 20. Rekomendasi. a. Bagi pemerintah Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN, sebaiknya memperhatikan konflik yang terjadi di Laut China Selatan menanggapi dengan serius masalah klaim teritorial yang terjadi di Laut China Selatan. Indonesia dapat mengambil tindakan dan melakukan penanganan secara cepat bagi konflik yang dapat membahayakan dan mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan. Kondisi tersebut juga akan berpengaruh terhadap keamanan negara-negara ASEAN, dan negara-negara Terbaik, Terhormat dan Disegani 79 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia yang ada disekitar Laut China Selatan. Selain itu juga apabila konflik ini tidak ditanggapi dengan serius dan dibiarkan begitu saja maka segala bentuk kerjasama di kawasan Laut China Selatan bisa kehilangan daya dukung dan tidak berkelanjutan. b. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, Mabes TNI dan Mabes Polri mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan baik bilateral maupun multilateral tentang keselamatan navigasi dan komunikasi, SAR, kejahatan transnasional termasuk perdagangan obat terlarang, pembajakan, perompakan dan lalulintas ilegal di kawasan Laut China Selatan. c. Indonesia mendorong negara yang tergabung dalam ASEAN dapat konsisten dalam menjaga komitmennya untuk ikut serta menjaga, menciptakan stabilitas keamanan regional dan global, serta mengedepankan strategi keamanan yang kooperatif. Upayaupaya damai dalam mengelola kasus Laut China Selatan, maka eksistensi ASEAN dapat terus dirasakan bahkan menjadi sebuah institusi yang efektif dan diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik. Pada akhirnya Indonesia dapat mengamankan kebijakan tentang kawasan sesuai kepentingan nasionalnya terdiri bidang politik, ekonomi, militer, maritim dan keamanan wilayah kawasan teritorialnya. d. ASEAN, sebagai organisasi kerjasama regional sejatinya memiliki modalitas untuk mengelola dan menyelesaikan konflik Laut China Selatan. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN harus mendorong sentralitas ASEAN dalam upaya penyelesaian damai Laut China Selatan. Ruang legalitas sesuai dengan Chapter VIII pada piagam PBB hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai payung hukum penyelesaian konflik di kawasan serta meningkatkan semangat regionalisme kawasan Asia Tenggara. Dengan segala pengalaman dan pemikiran-pemikiran visioner yang lahir dalam setiap putaran pertemuan, sejatinya ASEAN telah memiliki sebuah mekanisme penyelesaian damai antar negara anggota maupun negara anggota dengan counterpart Terbaik, Terhormat dan Disegani 80 Kajian Triwulan I I TA 2014, Pengaruh Tiongkok dan Amerika Serikat di Laut Cina Selatan serta Dampaknya terhadap Indonesia country. Peluang dan semangat regionalisme tersebut seharusnya dapat dioptimalkan, termasuk kemungkinan kerja sama pertahanan melalui forum ADMM untuk intern ASEAN serta ARF dan PBB dengan cakupan kerja sama yang lebih luas. e. Konsep operasi gabungan dengan TNI AL sebagai supported force dan TNI AD beserta TNI AU sebagai supporting forces harus diprioritaskan dalam perencanaan operasi guna mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat terjadi di daerah seputaran kepulauan Natuna. Konsep tersebut akan lebih memiliki efek penangkal jika dapat dilatihkan secara rutin di wilayah kepulauan Natuna dan di dekat daerah lain yang berpotensi terjadinya konflik. Pada lingkup perencanaan operasi yang dilaksanakan TNI AD, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersebut dapat diberdayakan dari Batalyon Raiders, Linud Kostrad atau satuan lain yang dilatihkan sebagai adaptable forces ataupun rapid reaction forces. Satuan-satuan tersebut harus terlatih untuk dapat secara fleksibel memiliki kemampuan dalam menghadapi segala potensi ancaman yang ada serta dapat ditugaskan secara cepat. Hal ini harus dapat menyesuaikan dengan trend ancaman dan karakter konflik sekarang dan yang akan datang. Pemahaman akan peran pentingnya media dan hukum-hukum militer serta optimalisasi penggunaannya untuk kepentingan kita, dalam segala bentuk operasi militer dapat lebih ditingkatkan. Bandung, Juni 2014 Komandan Seskoad, Agung Risdhianto, M.D.A Mayor Jenderal TNI Terbaik, Terhormat dan Disegani 81