tugas ppi - E-Learning MMR - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

advertisement
TUGAS PPI
PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN RESIKO INFEKSI
Disusun Oleh:
FRADITA EKA SUKARDI
20111030038
PROGRAM PASCA SARJANA
MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Ditempat ini pasien mendapatkan terapi
dan perawatan untuk sembuh. Tetapi rumah sakit selain untuk mendapatkan
kesembuhan, juga dapat menyebabkan sakit akibat berbagai macam penyakit yang
berasal dari penderita maupun pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini
dapat hidup dan berkembang dilingkungan rumah sakit seperti udara, air, lantai,
makanan dan benda-benda medis maupun non-medis.
Infeksi adalah adanya suatu organism pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala
selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang
kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum
pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam
pasien berada di rumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55
rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara da pasifik tetap
menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.
Infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya.
Adapun faktor penyebab perkembangan infeksi nosokomial yaitu:
1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dengan berbagai macam
mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya
faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan
terjadinya
infeksi
tergantung
pada
karakteristik
mikroprganisme, resistensi terhadap za-zat antimikroba, tingkat virulensi dan
banyaknya materi infeksius.
Bakteri, jenis bakteri yang paling sering dijumpai sebagai penyebab
infeksi saluran penyakit kemih yaitu Escheria colli. Adapun bakteri pathogen
lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik sporadic maupun endemic
yaitu Anaerobik Gram-positif Clostridium yang menyebabkan gangren,
bakteri Gram Positif Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan
hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, jantung, infeksi pembuluh
darah yang sering resisten terhadap antibiotic. Bakteri gram negative seperti
Enterobacteriacae yaitu E. colli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter
dan
Pseudomonas.
Virus, viru yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
Cytomegalovirus, Ebola, Influenza virus, herpes simplex virus dan varicella.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus dan enterovirus yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute fecal oral.
Parasit dan jamur, beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat
menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur
dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contoh infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
2. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon
tubuh pasien dalam hal ini yaitu umur, status imunitas penderita, penyakit
yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan
immunosupresan dan steroid.
3. Infection by direct or indirect contact
Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju seperti golongan
staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena
dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrument kedokteran.
Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan
yang menyebabkan terjadinya cross infection.
4. Resistensi Antibiotika
Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas
terutama pasa pasien yang immunocompramise. Penggunaan antibiotika
secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama
terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci,
enterococci dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu
klebsiella dan pseudomonas aeroginosa juga telah bersifat multiresisten.
5. Faktor alat
Penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter
urin, infeksi jarum infuse, infeksi asluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka
operasi dan septicemia.
Adapun macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial yaitu:
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, 40% dari infeksi nosokomial,
80% infeksinya dihubungkan dengan penggunakan kateter urin. Organisme
penyabab yaitu E. colli, Klebsiella, proteus, Pseudomonas dan Enterococcus.
Kebanyakan pasien terinfeksi seta;ah 1-2 minggu pemasangan kateter.
Penyebab utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika
pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan bola
kateter, dapat juga karena strelisasi yang gagal dan tehnik septic dan aseptic.
2. Pneumonia nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul tertutama pada pasien yang
menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT
dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi tersering berasal dari gram
negative seperti Klebsiella dan Pseudomonas. Organism ini sering berada di
mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organism ini dapat
menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus
respiratorius bagian bawah. Dari kelompok virus dapat disebabkan oleh
CMV, Influenza virus, Adeno virus, Para influenza virus, Enterovirus dan
Corona virus. Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah perokok berat, tidak
sterilnya alat-alat bantu, kualitas perawatan, penyakit jantung kronis,
pemyakit paru kronis, beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ, tingkat
penggunaan antibiotika, penggunaan ventilator dan intubasi, penurunan
kesadaran pasien dan obesitas.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili 5% dari infeksi nosokomial, tetapi resiko
kematian sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resisten
antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul
ditempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat
melakukan prosedur invasive dan perawatan dari pemasangan kateter atau
infuse.
4. Infeksi nosokomial lainnya
Infeksi nosokomial lainya seperti tuberculosis dimana penyebab utama
adalah starins bakteri multi drug resisten dan kotrol terpenting untuk penyakit
ini adalah identifikasi yang baik, isolasi dan pengobatan serta tekanan
negative dalam ruangan. Penyakit lainnya diarrhea dan gastroenteritis yang
disebabkan oleh bakteri yaitu E. colli, Salmonella, Vibrio cholera dan
Clostridium dan penyebab virus yaitu Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
dan Hepatitis A.
Infeksi pembuluh darah merupakan infeksi yang sangat berkaitan erat
dengan penggunaan infuse, kateter jantung dan suntikan. Virus yang menulari
yaitu hepatitis B virus, hepatitis C virus dan HIV, dan masih banyak penyakit
infeksi nosokomial lainnya.
Adapun pencegahan terjadinya Infeksi nosokomial diperlukan suatu rencana
yang terintegrasi, monitoring dan program. Pencegahan yang dimaksud meliputi
membatasi transmisi organism dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan apetik dan septic, sterilisasi ruang, disinfektan
media air bersih, mengontrol resiko penularan dari lingkungan, melindungi pasien
dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup dan vaksinasi,
membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive,
pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
1. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan
menjaga hand hygiene. Masalah yang dihadapi hand hygiene yaitu
ketidakpatuhan hand hygiene, dokter dan tenaga medis lainnya terlalu sibuk,
tempat peletakan alat tidak strategis, kurang pengetahuan SDM tentang hand
hygiene, antispetik atau aseptic habis dan belum membudaya patient safety di
rumah sakit. Tujuan dilakukan hand hygiene untuk menurunkan angka infeksi
nosokomial di rumah sakit. Indikator keberhasilan hand hygiene
Input
• kebijakan hand hygiene
• SOP hand hygiene
• diadakannya training tentang hand hygiene
• pelatan hand hygiene tersedia disetiap nurse station
Proses • semua petugas kesehatan telah melaksanakan hand hygiene
• seluruh program hand hygiene terlaksana
Output • seluruh tenaga medis patuh terhadap hand hygiene
•
•
Outco •
me
•
menurunnya angka infeksi nosokomial
kepatuhan terhadap SOP hand hygiene
meningkatnya jumlah fasilitas untuk program hand hygiene
meningkatnya penggunaan hand wash
Tahap perencanaan Plan of action hand hygiene
General
a. Manajemen support sebagai pekerjaan awal yang dapat dilakukan adalah
menginformasikan kepada pimpinan tentang Guidelines on Hand Hygiene
in health care on the WHO patient safety and Hand Hygiene SelfAssessment
Framework
2010
serta
meminta
persetujuan
untuk
mengembangkan rencana tersebut.
b. Guidelinesand tool membuat atau mengadopsi pedoman WHO tentang
hand hygiene dan mempersiapkan alat apa aja yang dibutuhkan sesuai
plan of action serta beradaptasi sesuai dengan kebutuhan local.
c. Coordination memberikan nama coordinator dan jika memungkinkan
segera membentuk tim (idealnya multidisiplin) yang membawahi program
hand hygiene ini.
d. Integration and alignment mengidentifikasi kebijakan, protocol dan SOP
tentang control infeksi dan hand hygiene yang telah berlaku kemudian
disesuaikan dengan Plan of Action yang akan dikembangkan.
System Change
a. Restrukturisasi TIM PPI
Ketua Komite PPI
Wakil Ketua
Komite PPI
Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
Pendidikan dan
peltihan
surveilans
Penggunaan
Antibiotik secara
Rasional
b. Penilaian dasar, memetakan sumber daya yang dibutuhkan untuk hand
hygiene pada titik perawatan ditempat-tempat mana saja yang belum
tersedia, mencatat dan menjelaskan produk tambahan yang diperlukan.
c. Produk hand hygiene, menyediakan produk dan instruksi terkait dititik
perawatan secara progresif diseluruh fasilitas dengan jangka waktu
pelaksaan yang jelas.
d. Dukungan dari pihak manajemen, membuat proposal tentang penambahan
fasilitas yang mendukung program termasuk dana, untuk pengadaaan
produk terus-menerus.
Training and Education
a. Penilian terhadap kebutuhan. Pelatihan hand hygiene yang berpusat pada 5
moments WHO, sesuai dengan pengetahuan, persepsi dan pengamatan
pelaksanaan oleh petugas kesehatan.
b. Perencanaan. Program hand hygiene akan diamati oleh observer disetiap
unit.
c. Eksekusi. Setiap tahun akan diadakan pelatihan tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai kebutuhan petugas dan karyawan.
d. Dukungan dari pihak manajemen. Mendapatkan dukungan untuk pelatihan
rutin seperti SDM atau dana.
e. Berkelanjutan/berkesinambungan. Mengembangkan rencana pendidikan
berkelanjutan dan update (termasik pendekatan inovatif seperti system
buddy)
Evaluation and Feedback
a. Evaluasi secara berkala. Observasi kepatuhan pelaksanaan program hand
hygiene secara berkala, paling tidak 1 tahun sekali dan memonitor
indikator lain seperti penggunaan produk, pengetahuan, dan persepsi
petugas kesehatan.
b. Acces to expertise. Mengakses pada petugas yang ahli seperti
epidemiologis, tim surveilans untuk analalisis data seperti angka kejadian
infeksi nosokomial di RS, tingkat kepatuhan petugas kesehatan dan
karyawan dalam melaksakan program hand hygiene.
c. Feedback. Membangun dan memelihara system untuk mencatat dan
melaporkan dengan cepat dari komite PPI ke manager begitupun
sebaliknya tentang hasil yang diharapkan dan yang didapatkan dan secara
terbuka mengkomunikasikan hasil-hasil tersebut.
d. Pengaturan sasaran, mementapkan target tahunan untuk angka kepatuhan.
Reminders in Workplace
a. Kapasitas, mengikutirencana untuk selalu merefresh pengingat secara
berkala seperti poster dan menggantinya jika rusak.
b. Pengiriman Pesan, menyediakan dan menampilkan poster dan selebaran
disemua tempat di RS.
c. Berkelanjutan, rencana untuk memproduksi dan mendistribusikan
pengingat atau tambahan terus-menerus, termasuk ide-ide inovatif selain
poster dan leaflet.
Safety Climate
a. Pendekatan multimodal.
Penilaian terhadap program hand hygiene setidaknya 1 tahun sekali dan
membandingkannya dengan evaluasi sebelumnya.
b. Anggaran
Menyediakan anggran rutin untuk program hand hygiene
c. Kapasitas
Menetapkan fungsi jangka panjang bagi para professional yang
bertanggungjawab atas kegiatan hand hygiene dan menstimulasikan staf
untuk menjadi juara dan atau role model.
d. Komunikasi
Hasil dari program hand hygiene dapat di share dalam bentuk jurnal
internal, web, dan kelembagaan resmi baik local, nasional maupun
internasional.
e. Keterlibatan pasien dan masyarakat
Mengembangkan informasi dasar dan edukasi tentang hand hygiene
kepada pasien, keluarga dan pengunjung.
Lead Person setiap tahap Plan of Action hand hygiene
• Dokter ahli epidemiologi
General
system
change
Training
Education
• Dokter wakil dari setiap SMF
• Perawat PPI/ IPCN
• Dokter Mikrobiologi/Patologi klinik
Feedback
Reminder
in
Workplace
• Laboratorium
• Kesehatan dan Keselamatan kerja
2. Instrument yang sering digunakan rumah sakit
Penelitian menyatakan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di
Negara berkembang tidaklah aman (contoh: jarum, tabung atau keduanya
yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting.
Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
a. Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
b. Pergunakan jarum steril
c. Penggunaan alat suntik yang disposable
d. Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui
udara. Begitupun dengan pasien yang menderika infeksi saluran nafas,
mereka menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
e. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,
cairan tubuh, fese maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk
tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor,
sarung tangan harus selalu diganti.
3. Mencegah penularan dilingkungan rumah sakit
Rumah sakit harus selalu teratur untuk membersihkan dinding, lantai,
tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat medis yang telah
dipakai berkali-kali. Pengaturan udara dengan penyaringan udara terutama
bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Selain itu, rumah sakit harus
membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan
serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri.toilet rumah
sakit juga harus dijaga, terutama unit perawatan pasien diare untuk mencegah
terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan.
4. Ruangan Isolasi
Penyebaran infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien.
Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk
penyakit yang penularannya melalui udara, seperti tuberculosis dan SARS
yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus,
contohnya DHF dan HIV. Pasien yang mempunyai resistensi seperti leukemia
dan pengguna obat imunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari
infeksi. Ruang isolasi harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu
menuju keluar.
Download