KEBIJAKAN PENGELOLAAN B3 dan LIMBAH B3 DI INDONESIA SERTA KERJASAMA INTERNATIONAL Ir.Yun Insiani MSc Direktur Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Latar Belakang Pesatnya perdagangan Global bahan kimia, meningkatnya penggunaan B3 pada berbagai kegiatan (Industri, Pertanian, pertambangan, kesehatan, dll) Adanya perubahan pola hidup manusia dari carbohydrate-based economy ke arah petrochemicalbased economy. Dampak negatif: pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, akibat penggunaan dan pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai ketentuan/peraturan Sebagian besar barang konsumtif yang digunakan dalam rumah tangga berpotensi mengandung B3 LANDASAN HUKUM PENGELOAAN B3 (1) 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockohlm 3 Undang-undang Nomor 10 tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam 4 Undang-undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. 6 PP Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan dan Peredaran Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida 7 PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. LANDASAN HUKUM (2) 1 Peraturan MENLH No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun 2 Kepmen Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja. 3 Permen Kesehatan Nomor 472 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan 4 Permen Perdagangan Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. 5 Permen Perindustrian Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya Untuk Industri. Pengelolaan B3, Pasal 58: UU No. 32 /2009 Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. Pasal 59: UU No. 32 /2009 1. ….. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. 5 Tujuan dan Prinsip Pengelolaan B3 PP No 74/2001 Tujuan Mencegah dan/ atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya Prinsip Minimisasi B3 Pengelolaan secara terpadu (produksi; penyimpanan; penggunaan; pengangkutan; pengedaran; dan pembuangannya) Berpegang pada prinsip pembangunan berkelanjutan & peningkatan kualitas hidup manusia 6 ARAH KEBIJAKAN TERKAIT B3 Mendorong penggunaan “green chemicals” dalam proses industri & penggunaan lainnya Melakukan pembatasan & pelarangan penggunaan bahan kimia berbahaya & beracun Mengatur ekspor-impor B3 (notifikasi & registrasi) Melakukan harmonisasi pengaturan dengan sistem global (GHS, globally Harmonized System)) Pengembangan sistem tanggap darurat Instansi terkait dalam Pengelolaan Bahan Bebahaya dan Beracun (B3) Kementerian Perhubungan dll. Bea Cukai Kementerian Perdagangan KLH B3 Kementerian Pertambangan Kementerian Perindusterian Kementerian Kesehatan Kementerian Pertanian PENGATURAN PP B3 (PP 74/2001) Mencakup siklus keberadaan mulai dari Registrasi Import Export Pengangkutan Penggudangan/Penyimpanan Peredaran Penandaan (Simbol dan Label) 9 Pengawasan pengelolaan B3 Pasal 28, PP No. 74 Tahun 2001 Wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab dan instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Dalam hal tertentu, wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan menjadi urusan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota Penyerahan wewenang pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab dan atau instansi yang berwenang di bidang tugasnya masing-masing. INSTRUMEN PENGAWASAN B3 Registrasi INSW Notifikasi Produsen atau Importer Exporter ,importer B3 B3 terbatas digunakan -B3 selain dalam daftar MSDS, Simbol & Label Produksi, Transportasi, Distribusi, dan penyimpanan Monitoring & Evaluasi Produksi, Transportasi, Distribusi, dan penyimpanan Kerjasama Internasional dalam Pengelolaan B3 dan Limbah B3 pada tingkat global Isu Utama • Illegal Traficking (contoh: perdagangan DDT,Merkuri) • Perpindahan lintas batas bahan kimia (PIC) Konvensi Internasional Stratregic Approach to International Chemical Management (SAICM) Konvensi Roterdam (PIC) Konvensi Minamata on Mercury LATAR BELAKANG Konvensi Stockholm ? Merupakan kesepakatan lingkungan global UNEP 23 Mei 2001 Pemerintah Indonesia Telah meratifikasi yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Stockhlom Convention Persisten Organic Pollutants (Konvensi Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten) LATAR BELAKANG Bahan kimia sintetis Sifat POPs: •Beracun; •Persisten (Sulit terurai); POPs Dampak POPs terhadap kesehatan: Kanker, cacat lahir, disfungsi sistem reproduksi dan imun, penurunan kecerdasan Dampak POPs terhadap lingkungan Penurunan populasi, rata-rata reproduksi burung elang, penipisan sel kulit telur burung •Bioakumulasi , berpindah melalui rantai makanan •Berpindah melintasi batas internasional. terangkut melalui udara, air, dan migratory species; TUJUAN KONVENSI Melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan POPs dengan cara melarang/menghapuskan, mengurangi, membatasi produksi, membatasi penggunaan POPs, dan pengelolaan timbunan bahan serta limbah POPs yang berwawasan lingkungan. 23 BAHAN POPS 2001 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Aldrin Chlordane Dieldrin Endrin Heptachlor Hexachlorobenzene Mirex Toxaphene Polychlorinated biphenyl (PCBs) 10. DDT (1,1,1-trichloro-2,2bis (4-chlorophenyl)ethane) 11. Polychlorinated dibenzo-pdioxins and 12. dibenzofurans (PCDD/PCDF) 2009 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Alpha hexachlorocyclohexane Beta hexachlorocylcohexane Chlordecone Hexabromobiphenyl Hexabromodiphenyl ether and heptabromodiphenyl ether (commercial octabromodiphenyl ether) Lindane Pentachlorobenzene Perfluorooctane sulfonic acid, its salt and perfluorooctane sulfonyl fluoride Tetrabromodiphenyl ether and pentabromodiphenyl ether (commercial pentabromodiphenyl ether) 2011 Endosulfan (COP-5) Entry into force 27 October 2012 2013 HBCD (Hexa Bromo Cyclo Dodecane) (COP-6) Entry into force 26 Agustus 2010 PENERAPAN KONVENSI : 2010-2013 UPOPs (dioxin/furan) Demonstration project : penerapan BEP pada sektor fossil fuel utility – pemantauan dioxin/furan Pengembangan kurikulum green boiler Studi boiler dan bahan bakar biomassa Peningkatan kapasitas SDM : pelatihan operator boiler, pelatihan pengembangan kurikulum PCBs Pemantauan residu PCBs di media air, sedimen, biota laut Inventarisasi peralatan yang mengandung PCBs Pestisida Pemantauan residu pestisida POPs di media air, sedimen, biota laut Lokasi Sampling PCBs di Pembangkit Listrik (PLN) Mataram, Nusa Tenggara Barat Soroako, Sulawesi Selatan Medan, North Sumatera Jakarta Semarang, Central Java Surabaya, East Java Timika, Papua • PCBs Inventories Activities • Transformers Inspections and Samplings • PCBs Inventories Activities • Transformers Inspections at Storage Warehouses RENCANA TINDAK DALAM NATIONAL IMPLEMENTATION PLAN 2014 Secara garis besar, rencana tindak dibagi dalam 3 kategori: - Penghapusan pestisida POPs (14 senyawa) - Pengurangan dan penghapusan bahan kimia industri (termasuk didalamnya PCBs) - Pengurangan lepasan UPOPs Pengurangan dan Penghapusan PCBs Memperkuat kapasitas dan kemampuan infrastuktur (a.l. lab terakreditasi) serta SDM untuk dapat melaksanakan kewajiban Konvensi Menyempurnakan peraturan ttg. penghapusan PCB Inventarisasi PCB dan peralatan ber-PCB Pengelolaan PCB, peralatan ber-PCB, dan limbah PCB secara ESM (tersedianya technical guidelines) Pemusnahan PCB & limbah PCB dengan cara ESM dan sesuai dengan BAT/BEP, serta meningkatkan jumlah & sarana pemusnah di dalam negeri Menyelenggarakan pelatihan/penyadaran bagi pengguna & kelompok rentan PCB Monitoring dan evaluasi Rencana Project Penghapusan PCB di Indonesia 2012 - 2019 2012 – 2013 2014 – 2015 • koordinasi • pengumpulan stakeholder (sosialisasi, kick-off meeting) • inventory PCB • Workshop dan pelatihan kebijakan dan peraturan • peningkatan kapasitas (SDM, Laboratorium) • seleksi teknologi penghapusan PCB • Inventory lanjutan PCB 2015 – 2016 2016 – 2019 •penyusunan pedoman pengolahan PCB •Pilot project teknologi penghapusan PCB • Penghapusan PCB KONVENSI ROTTERDAM ttg Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional LATAR BELAKANG Dampak berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan intenational. Amanat Deklarasi Rio tentang lingkungan hidup dan pembangunan dan Bab 19 dari Agenda 21 tentang “pengelolaan yang berwawasan lingkungan dari bahan kimia beracun, yang mencakupi pencegahan lalulintas international yang ilegal dari produk beracun dan berbahaya Terbatasnya kapabilitas dan kapasitas nasional (negara berkembang, ekonomi dalam transisi) dalam pengelolaan bahan kimia, yang meliputi teknologi dan finansial Kebijakan perdagangan dan lingkungan hidup harus saling mendukung dengan maksud untuk mencapai pembangunan berkelanjutan Konvensi Rotterdam Ditandatangani 10 September 1998 Entry into force 24 Februari 2004 Penandatangan : 73 negara (termasuk Indonesia) Para pihak (parties) : 143 negara Ruang lingkup Konvensi Rotterdam berlaku untuk a. Bahan kimia yang dilarang atau sangat dibatasi b. Formulasi pestisida yang sangat berbahaya Konvesi Rotterdam tidak berlaku untuk : a. Narkotika dan psikotropika b. Bahan yang bersifat radioaktif c. Limbah d. Senjata kimia e. Obat-obatan yang mencakupi obat manusia dan hewan. f. Bahan kimia yg digunakan sebagai bahan tambahan pangan. g. Pangan h. Bahan kimia yang karena jumlahnya yg kemungkinan besar tidak mempengaruhi kesehatan manusia atau lingkungan hidup apabila bahan kimia tersebut diimpor : 1. untuk tujuan penelitian atau analisis atau 2. oleh perorangan untuk digunakan sendiri dalam jumlah yang layak untuk penggunaan tersebut Notifikasi Ekspor Apabila suatu bahan kimia yang dilarang atau sangat dibatasi oleh suatu Pihak diekspor dari teritorialnya. Pihak tersebut wajib memberikan notifikasi ekspor kepada pihak Pengimpor. Notifikasi ekspor tersebut wajib mencakupi informasi yang ditentukan dalam Lampiran V. Notifikasi berdasarkan PIC Negara A NATIONAL ACTION (pengekspor) Mengambil tindakan hukum (melarang /membatasi bahan kimia A) Mengambil keputusan impor (sementara atau final) yang didasarkan atas informasi yang dalam Decision Guidance Document (DGD) Apabila negara A mengekspor bahan kimia A, harus mengirimkan notifikasi ekspor ke negara yang mengimpor (negara B) NOTIFIKASI EKSPOR Negara B (negara Pengimpor) Jika suatu bahan kimia A dalam PIC list, dan jika negara B telah mempunyai suatu keputusan impor, kewajiban notifikasi impor dari negara A terhenti DAFTAR BAHAN KIMIA 2,4,5-T and its salts and esters Aldrin Binapacryl Dinitro-ortho-cresol (DNOC) and its salts (such as ammonium salt, potassium salt and sodium salt) Heptachlor Hexachlorobenzene Lindane Ethylene dichloride Mercury compounds, including inorganic mercury compounds, alkyl mercury compounds and alkyloxyalkyl and aryl mercury compounds Chlorobenzilate Ethylene oxide Monocrotophos DDT Fluoroacetamide Parathion Dieldrin HCH Pentachlorophenol and its salts and esters Captafol Chlordane Chlordimeform Dinoseb and its salts and esters 1,2-dibromoethane (EDB) DAFTAR BAHAN KIMIA Toxaphene All tributyltin compounds including: –Tributyltin oxide –Tributyltin fluoride –Tributyltin methacrylate –Tributyltin benzoate –Tributyltin chloride –Tributyltin linoleate –Tributyltin naphthenate Asbestos: – Actinolite – Anthophyllite – Amosite – Crocidolite –Tremolite Polybrominated biphenyls (PBB) 36355-01-8 (hexa-) 27858-07-7 (octa-) 13654-09-6 (deca-) Tetraethyl lead Tetramethyl lead Tris (2,3-dibromopropyl) phosphate Alachlor Aldicarb Endosulfan Polychlorinated biphenyls (PCB) Polychlorinated terphenyls (PCT) CATATAN PENTING!!! Prosedur persetujuan dasar informasi awal (PIC) bukan suatu tanda tentang keinginan untuk melarang pestisida atau bahan kimia secara global, tetapi lebih merupakan suatu mekanisme untuk memperoleh dan menyebarluaskan keputusan negara importir secara formal apakah negara importir bersedia menerima pengiriman yang akan datang bahan kimia sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Konvensi dan menjamin ketaatan terhadap keputusan tersebut oleh negara eksportir. Konvensi Rotterdam di Indonesia Indonesia menandatangani pada tanggal 11 September 1998. Indonesia sedang dalam proses ratifikasi Konvensi Rotterdam, namun demikian persetujuan atas dasar informasi awal sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. PERSANDINGAN BAHAN KIMIA KONVENSI DAN PERATURAN NASIONAL NO NAMA KIMIA KONVENSI ROTTERDAM Asbestos: – Actinolite – Anthophyllite – Amosite – Crocidolite –Tremolite √ Polybrominated biphenyls (PBB) 36355-01-8 (hexa-) 27858-07-7 (octa-) 13654-09-6 (deca-) √ Polychlorinated biphenyls (PCB) √ Polychlorinated terphenyls (PCT) √ KONVENSI STOCKHOLM PP 74/2001 PERMENTAN 45/2009 √ √ √ √ Chrysotile asbestos akan dimasukkan dalam Lampiran III Konvensi Rotterdam, masih dipergunakan di Indonesia pada industri bhn bangunan dan otomotif Dampak Akibat B3 dan Limbah B3 CADMIUM ARSENIC Teratogenic/Cacat Janin Penutup Peningkatan koordinasi dan kapasitas dengan Stakeholder dalam pengelolaan B3 dan penerapan peraturan nasional dan konvensi terkait B3 Peningkatan pengawasan peredaran B3 tertentu Perlu Data Penggunaan dan Peredaran B3 di Indonesia Pembatasan/pengurangan penggunaan B3 tertentu Pengurangan dan penghapusan PCBs Mendorong penggunaan bahan kimia yang ramah lingkungan Proaktif pemerintah daerah dan stakeholder terkait dalam pengawasan peredaran dan penggunaan B3 Terima Kasih