ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS BERUK

advertisement
ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS
BERUK (Macaca nemestrina)
WAHID FAKHRI HUSEIN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Anatomi Otot
Daerah Bahu dan Lengan Atas Beruk (Macaca nemestrina) adalah karya saya
dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2012
Wahid Fakhri Husein
ABSTRAK
WAHID FAKHRI HUSEIN. Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas
Beruk (Macaca nemestrina).
Dibimbing oleh SUPRATIKNO dan
NURHIDAYAT.
Tujuan penelitian ini untuk mempelajari anatomi otot daerah bahu dan
lengan atas beruk, serta menduga fungsi dari otot-otot tersebut dikaitkan dengan
tipe lokomosi terestrial kuadrupedal. Selain itu, penelitian ini juga
membandingkan anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas beruk tersebut
dengan anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas monyet ekor panjang
(MEP) dan simpanse yang mempunyai tipe lokomosi berbeda. Penelitian ini
menggunakan dua ekor beruk berjenis kelamin jantan dan betina yang telah
diawetkan dalam formalin 10%. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi luar
daerah bahu dan lengan atas beruk. Pembukaan preparat dilakukan dengan
menyayat kulit dan dibagi menjadi empat penyayatan. Penentuan letak origo dan
insersio masing-masing otot daerah bahu dan lengan atas beruk dilakukan dengan
mempreparir otot-otot daerah tersebut dengan beberapa otot disayat untuk dapat
melihat kelompok otot yang berada pada lapis profundal. Penamaan otot
didasarkan pada Nomina Anatomica Veterinaria 2005. Hasil preparir kemudian
didokumentasikan dengan peralatan fotografi. Otot-otot yang ditemukan pada
daerah bahu dan lengan atas beruk adalah m. panniculus carnosus, m. trapezius,
m. rhomboideus, m. serratus ventralis cervicis, m. serratus ventralis thoracis,
m. pectoralis transversus, m. pectoralis descendens, m. pectoralis ascendens,
m. deltoideus, m. coracobrachialis, m. teres major, m. latissimus dorsi, m. biceps
brachii, m. brachialis, m. triceps brachii, m. teres minor, m. supraspinatus,
m. infraspinatus, dan m. subscapularis. Secara umum otot-otot daerah bahu dan
lengan atas beruk lebih mirip pada MEP dibandingkan dengan simpanse. Hal ini
diduga berhubungan dengan perilaku beruk yang mirip dengan perilaku MEP.
Beruk merupakan jenis Macaca yang hidup secara terestrial semiarboreal,
sedangkan MEP merupakan Macaca dengan sifat arboreal semiterestrial. Hal
yang menjadi perbedaan antara beruk dengan MEP dan simpanse adalah
kecepatan gerak lokomosi yang diduga dipengaruhi oleh fleksibilitas pergerakan
os scapula dan dan kekuatan gerakan lengan atasnya. Fleksibilitas gerak
os scapula beruk diduga dipengaruhi oleh m. trapezius, m. rhomboideus,
m. serratus ventralis cervicis, dan m. serratus ventralis thoracis. Kekuatan beruk
saat memanjat pohon diduga dipengaruhi oleh m. pectoralis transversus,
m. pectoralis descendens, m. pectoralis ascendens, m. deltoideus,
m. coracobrachialis, m. teres major, dan m. latissimus dorsi. Kekuatan beruk saat
berjalan di atas tanah diduga dipengaruhi oleh m. biceps brachii, m. brachialis,
m. triceps brachii, dan m. latissimus dorsi. Kestabilan persendian bahu beruk saat
bergerak diduga dipengaruhi oleh m. teres minor, m. supraspinatus,
m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Kata kunci: otot, bahu, lengan atas, beruk
ABSTRACT
WAHID FAKHRI HUSEIN. Anatomy of Muscles in Shoulder and Arm Region
of Pigtail Macaque (Macaca nemestrina). Under direction of SUPRATIKNO and
NURHIDAYAT.
The aim of this study is to observed the anatomy of muscles in shoulder and
arm region of pigtail macaque, also to described the function of the muscles in
relation with the type of terrestrial quadrupedal locomotion. Furthermore, the
results were compared with the muscles in shoulder and arm region of longtail
macaque and chimpanzee which had different locomotion type. This study used
two pigtail macaques which had been preserved in 10% formaline v/v. The
observation was conducted on the shoulder and arm region morphology of pigtail
macaque. The muscles were dissected by four dissection into the skin. The
location of origin and insertion of the muscles were determined by muscle
dissection, whereas the muscles name were based by Nomina Anatomica
Veterinaria 2005. Then, the results were documented by photography equipment.
The muscles which found in shoulder and arm region were the panniculus
carnosus, trapezius, rhomboideus, serratus ventralis cervicis, serratus ventralis
thoracis, pectoralis transversus, pectoralis descendens, pectoralis ascendens,
deltoideus, coracobrachialis, teres major, latissimus dorsi, biceps brachii,
brachialis, triceps brachii, teres minor, supraspinatus, infraspinatus, and
subscapularis muscles. In general, the muscles which observed in pigtail
macaque were more similar with those of longtail macaque than chimpanzee. The
pigtail macaque is terresterial semiarboreal species, whereas the longtail
macaque is arboreal semiterresterial one. This matter was estimated because the
behavior of pigtail macaque were similar with longtail macaque. The differences
among pigtail macaque, longtail macaque, and chimpanzee were the celerity of
the locomotion movement which estimated because the flexibility of scapula
movement and the strength of arm. The flexibility of scapula movement in pigtail
macaque was influenced by the trapezius, rhomboideus, serratus ventralis
cervicis, and serratus ventralis thoracis muscles. The strength movement of
pigtail macaque when climbed the trees were influenced by the pectoralis
transversus, pectoralis descendens, pectoralis ascendens, deltoideus,
coracobrachialis, teres major, and latissimus dorsi muscles. The strength
movement of pigtail macaque when walked on the ground was influenced by the
biceps brachii, brachialis, triceps brachii, and latissimus dorsi muscles. The
shoulder stability of pigtail macaque was influenced by the teres minor,
supraspinatus, infraspinatus, and subscapularis muscles.
Keywords: muscles, shoulder, arm, pigtail macaque
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS
BERUK (Macaca nemestrina)
WAHID FAKHRI HUSEIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi: : Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Beruk
(Macaca nemestrina)
Nama
: Wahid Fakhri Husein
NIM
: B04070004
Disetujui,
drh. Supratikno, MSi, PAVet
Pembimbing I
Dr. drh. Nurhidayat, MS, PAVet
Pembimbing II
Diketahui,
drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur sebesar-besarnya Penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa
kekuatan lahir batin sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan segala keikhlasan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ayah tercinta Sugeng dan ibu tercinta Supinah, yang senantiasa memberikan
kasih sayang dan dorongan dalam bentuk doa, motivasi, dan materi. Kalian
adalah anugerah terbaik dalam hidup.
2.
Adik-adikku tersayang, Hasan dan Ais yang terus memberikan semangat dan
keceriaan sehingga membuat Penulis dapat selalu tersenyum. Semoga kalian
menjadi manusia yang lebih baik dari Penulis.
3.
Bapak drh. Supratikno, MSi, PAVet dan Bapak Dr. drh. Nurhidayat, MS,
PAVet selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Beliau adalah sumber
motivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Ibu Dr. drh. Eva Harlina, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5.
Ibu Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc dan Alumni FKH IPB
angkatan 16 Gelatin Plus yang telah memberikan motivasi dan materi berupa
beasiswa selama Penulis menempuh pendidikan S1 di IPB.
6.
Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi atas motivasi yang diberikan
kepada Penulis.
7.
Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr. drh. Heru Setijanto, PAVet (K),
Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet, Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet
(K), dan Dr. drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet.
8.
Cut Dara Permata Sari. Terima kasih atas semangatnya.
9.
Sahabat-sahabat seperjuangan Penulis: Aidell Fitri, Albertus Aditya, Andrew
Manik, Danang Dwi Cahyadi, Eddy Sukma Winata, Miko Saputra, Nurida
Dessalma Syahrania, dan Rissar Siringo Ringo yang telah memberi motivasi
Penulis. Semoga persahabatan kita tetap terjaga.
10. Kakak-kakak, serta adik-adik angkatan: Mas Uut, Mas Umar, Mbak Vita, De
Woro, dan De Yana yang memberi semangat Penulis.
11. Mas Bayu, Mas Rudi, dan Pak Holid yang membantu Penulis dalam
mengerjakan penelitian.
12. Teman-teman Gianuzzi FKH 44, yang dalam empat tahun terakhir selalu
bersama baik di dalam suka maupun duka. Semoga Gianuzzi tetap jaya.
13. Keluarga kecil Istana Ceria: Tuan Guntur Pasaribu, Eko Simanjuntak, Loris
Panahatan, Martua “tue” Sihombing, Sauqy Lubis, Rendra, Srio, dan Undu
yang selalu memberikan arti penting persaudaraan.
14. Keluarga besar Himpro Satwa Liar FKH IPB yang banyak memberikan
pengetahuan tentang dunia satwa liar.
15. Keluarga Ikatan Mahasiswa Wonosobo (Ikamanos) IPB yang selalu
mengingatkan Penulis pada kesederhanaan.
16. Keluarga UKM Sepakbola IPB yang selalu berjuang demi kejayaan sepak
bola IPB.
17. Semua pihak yang telah terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi Penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2012
Wahid Fakhri Husein
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 11 April 1990
dari ayah Sugeng dan ibu Supinah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal Penulis dimulai dari MI Ma’arif Sukoharjo, Wonosobo
sampai kelas 2, dan kelas 3 sampai kelas 6 ditempuh di SDN 1 Sukoharjo,
Wonosobo hingga lulus pada tahun 2001. Kemudian dilanjutkan ke SMPN 1
Banjarnegara dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan SMA Penulis selesaikan di
SMAN 2 Wonosobo dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan
pendidikan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Wonosobo
(Ikamanos), UKM Sepakbola IPB, Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Sinergis
2008-2009 FKH IPB, Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Katalis 2009-2010
FKH IPB, dan Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar (Himpro Satli) FKH IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
vi
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Taksonomi Beruk ..............................................................................
4
Morfologi Beruk ...............................................................................
4
Ekologi Beruk ...................................................................................
5
Status Konservasi Beruk ...................................................................
7
Sistem Lokomosi Hewan ..................................................................
7
Tipe Lokomosi Primata .....................................................................
9
Sistem lokomosi Beruk .....................................................................
10
Konstruksi Alat Lokomosi Kaki Depan Hewan ...............................
11
BAHAN DAN METODE .......................................................................
14
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................
14
Alat dan Bahan Penelitian .................................................................
14
Metode Penelitian .............................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
16
Hasil ..................................................................................................
16
Pembahasan .......................................................................................
28
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
34
Simpulan ...........................................................................................
34
Saran .................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
36
LAMPIRAN ............................................................................................
38
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
Halaman
Perbandingan otot daerah bahu dan lengan atas beruk dengan
pada MEP dan simpanse ...............................................................
38
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Beruk dengan posisi lokomosi kuadrupedal .................................
2.
Konstruksi kerangka monyet yang bertipe lokomosi kuadrupedal
11
pada Macaca mullata ....................................................................
12
3.
Struktur eksterior tubuh beruk daerah bahu ..................................
16
4.
Otot-otot beruk daerah bahu bagian superfisial setelah kulit
dikuakkan.......................................................................................
5.
Otot-otot beruk daerah bahu bagian superfisial setelah
m. panniculus carnosus dikuakkan ................................................
6.
Otot-otot
beruk
daerah
bahu
bagian
profundal
Otot-otot
beruk
daerah
bahu
bagian
profundal
21
Otot-otot beruk daerah lengan atas bagian profundal setelah
m. triceps brachii caput laterale dikuakkan ..................................
9.
20
setelah
m. deltoideus dikuakkan ................................................................
8.
19
setelah
m. trapezius dan m. latissimus dorsi dikuakkan ............................
7.
17
24
Otot-otot beruk daerah pektoral bagian superfisial setelah
platysma dikuakkan .......................................................................
26
10. Otot-otot beruk daerah pektoral bagian profundal setelah
m. pectoralis transversus dikuakkan .............................................
27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Primata merupakan satwa yang mempunyai kekerabatan paling dekat
dengan manusia dalam kingdom Animalia (Sajuthi et al. 1993; Cartmill 2010).
Kedekatan satwa primata dengan manusia mencakup aspek anatomis dan
fisiologis karena kedekatan filogenetik dan perbedaan evolusi yang kecil (Bennett
dan Henrickson 1995; Cartmill 2010). Oleh karena itu, primata merupakan hewan
model yang lebih sering digunakan untuk kepentingan penelitian pada manusia
dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi et al. 1993; Rahayu 2001).
Ordo Primata dapat dibagi menjadi dua subordo, yaitu Strepsirrhini dan
Haplorhini. Subordo Haplorhini mempunyai empat superfamili, yaitu superfamili
Tarsioidea, Ceboidea, Hominoidea, dan Cercopithecoidea (Cartmill 2010). Dari
ke empat superfamili tersebut, jenis primata yang sering digunakan sebagai hewan
model penelitian untuk keperluan manusia adalah monyet Asia dari genus Macaca
yang berasal dari superfamili Cercopithecoidea (Smith dan Mangkoewidjojo
1988).
Satwa primata mempunyai banyak keunikan sehingga menarik untuk
diteliti. Keanekaragaman fungsi lokomosi primata merupakan hal yang sangat
menarik untuk dikaji.
Alat lokomosi atau alat gerak primata mempunyai
keanekaragaman fungsi yang lebih banyak dibandingkan dengan alat lokomosi
jenis mamalia lain. Primata menunjukkan pola lokomosi yang berbeda dengan
mamalia lain.
Keanekaragaman dan diferensiasi alat lokomosi primata
merupakan bentuk penyesuaian diri terhadap keadaan habitat di alam, seperti
perubahan struktur dari kaki depan primata (Cartmill 2010).
Sebagai makhluk yang dinamis, selain mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, hewan juga dilengkapi dengan alat gerak. Alat gerak meliputi alat
yang menggerakkan bagian-bagian tubuh secara umum dan alat untuk berpindah
tempat yang sering disebut sebagai alat lokomosi. Alat lokomosi pada umumnya
terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Alat lokomosi
tubuh dibentuk oleh dua unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Bagian
dari alat gerak pasif dibentuk oleh tulang, tulang rawan, ligamentum, dan tendo.
2
Sedangkan bagian tubuh yang menjadi alat gerak aktif adalah otot kerangka (Sigit
2000).
Tipe lokomosi pada hewan merupakan hal yang menarik untuk dipelajari.
Penentuan tipe lokomosi dari seekor hewan sulit untuk dilakukan, khususnya pada
satwa primata, karena hewan ini mempunyai kemampuan untuk menggunakan
beberapa tipe lokomosi. Beberapa tipe lokomosi yang sering dilakukan pada
primata adalah bipedal, kuadrupedal, vertical clinging and leaping, brakhiasi, dan
knuckle walking.
Sebagian besar spesies primata mempunyai tipe lokomosi
kuadrupedal, baik yang murni maupun yang sudah terkombinasikan (Schmitt
2010).
Tipe lokomosi kuadrupedal merupakan tipe lokomosi pada hewan yang
berdiri dengan menggunakan ke empat kaki (Sigit 2000).
Tipe lokomosi
kuadrupedal biasa ditemukan pada primata yang hidup secara arboreal maupun
primata yang bersifat terestrial (Schmitt 2010). Tipe lokomosi kuadrupedal yang
dilakukan oleh primata berkaitan erat dengan habitat hidupnya (Bennett dan
Henrickson 1995).
Menurut Schmitt (2010), tipe lokomosi kuadrupedal
mempunyai implikasi terhadap struktur tubuh primata. Adaptasi primata terhadap
habitat dan tipe lokomosi akan mempengaruhi struktur alat gerak tubuhnya
(Bennett dan Henrickson 1995).
Beruk merupakan salah satu jenis Macaca yang hidup secara terestrial
(Dolhinow dan Fuentes 1999; Rahayu 2001; Schmitt 2010) dan mempunyai tipe
lokomosi kuadrupedal (Fleagle 1988; Schmitt 2010). Aktivitas berpindah pada
beruk lebih dominan dilakukan dengan berjalan di atas tanah dibandingkan
dengan berpindah melalui pohon (Dolhinow dan Fuentes 1999), tetapi beruk juga
merupakan pemanjat pohon yang sangat handal (Rahayu 2001).
Beruk
mempunyai struktur lengan atas yang kokoh dan kuat, yang digunakan untuk
menopang berat tubuhnya ketika berjalan di atas tanah. Tulang lengan atas beruk
lebih kuat dibandingkan dengan tulang lengan atas primata arboreal (AnkelSimons 2007). Dengan kekuatan yang dimiliki kaki depannya, beruk lebih sering
digunakan sebagai pembantu petani dalam memetik buah kelapa di beberapa
daerah di Sumatera, seperti di Pariaman, dibandingkan dengan monyet ekor
panjang (Anonim 2011). Penelitian tentang struktur otot daerah bahu dan lengan
3
atas beruk penting untuk dilakukan untuk menduga pengaruh pola hidup terestrial
dan tipe lokomosi kuadrupedal terhadap struktur alat lokomosi, terutama otot
sebagai alat gerak aktif.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari anatomi otot daerah bahu dan lengan
atas beruk, serta menentukan fungsi dari otot-otot tersebut dikaitkan dengan tipe
lokomosi terestrial kuadrupedal yang dilakukan beruk. Selain itu, penelitian ini
juga membandingkan anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas beruk
tersebut dengan anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas monyet ekor
panjang (MEP) dan simpanse yang mempunyai tipe lokomosi berbeda.
Manfaat
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat berguna untuk melengkapi data dasar
anatomi otot pada beruk.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Beruk
Beruk merupakan spesies primata yang telah banyak dipelajari.
Beruk
sering digunakan sebagai hewan percobaan dalam berbagai penelitian biomedik.
Beruk mempunyai beberapa nama lain, sepertisouthern pig-tailed macaque, pigtailed macaque, sundaland pigtail macaque, dan sunda pig-tailed macaque
(Inggris), macaque À queue de cochon (Perancis), dan macaca cola de cerdo
(Spanyol) (Richardson et al. 2008).
Menurut Jones et al. (2004), beruk termasuk ke dalam genus Macaca,
dengan nama latin Macaca nemestrina. Spesies ini masuk ke dalam subfamili
Cercopithecinae,famili Cercopithecidae. Beruk termasuk ke dalam superfamili
Cercopithecoidea, subordo Haplorhini, dan ordo Primata (Cartmill 2010). Secara
sistematis klasifikasi beruk adalah sebagai berikut:
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Haplorhini
Superfamili
: Cercopithecoidea
Famili
: Cercopithecidae
Subfamili
: Cercopithecinae
Genus
: Macaca
Spesies
: Macaca nemestrina
Morfologi Beruk
Beruk mempunyai ukuran tubuh paling besar di antara spesies Macaca
lainnya.
Beruk mempunyai rambut yang menyebar dari kepala sampai ke
pergelangan kaki dan membentuk penutup tubuh yang rapat. Padabagian dorsal
kepala,
terdapatrambutpendekberwarnacoklattua
yang
berbentuksepertipenutupkepala.Beruk mempunyai garis merah kecoklatan pada
rambut kepaladari sudut luar mata sampai ke belakang telinga. Tetapi, pada beruk
betina pola rambut seperti ini tidak terlihat jelas(Rahayu 2001; Cawthon 2005).
Warna rambut beruk sangat bervariasi, tetapi secara umum warna yang dominan
adalah coklat keabu-abuan sampai kemerahan. Beruk jantan dewasa memiliki
5
rambut yang panjang dan tegak pada bagian punggung atas sampai ke bahu
sehingga terlihat tebal. Beruk yang baru lahir mempunyai rambut berwarna hitam
dan dalam beberapa bulan akan berubah menjadi kecoklatan. Warna rambut pada
masa peralihan dari bayi sampai ke dewasa pada beruk adalah warna kuning tua
yang pucat sampai coklat keemasan (Rahayu 2001). Wajah berukberbentuk agak
oval dan berwarna coklat terang (Cawthon 2005).
Beruk mempunyai batas
septum nasal dan semacam kantong di pipinya yang sering disebut cheek pouch.
Ibu jari berukyang bersifat opposable dapat ditemukan dengan jari yang lain.
Pada bagian atas tuber ischiadicumberuk terbentukkalus untukmengadaptasikan
kemampuanduduk yang dimiliki (Bennett dan Henrickson 1995).
Seperti kebanyakan spesies Macaca yang lain, beruk merupakan primata
yang mempunyai dimorfisme seksual dalam hal ukuran tubuh dan berat tubuh
(Bennett dan Henrickson 1995; Rahayu 2001). Ukuran panjang tubuh beruk
jantan dewasa dan betina dewasa dari kepala sampai ke badan berturut-turut
sekitar 60 cm dan 57 cm (Rahayu 2001; Bauer et al. 2003). Berat badan beruk
jantan adalah 6 kg sampai 15 kg, sedangkan untuk beruk betina mempunyai berat
badan antara 5 kg dan 10 kg (Rahayu 2001; Anggraeni et al. 2009). Beruk
merupakan spesies primata yang mempunyai ekor pendek (Bennett dan
Henrickson 1995). Rahayu (2001) menjelaskan bahwa panjang ekor beruk sekitar
35% sampai45% dari panjang badan ditambah kepala. Secara umum panjang
ekor beruk berkisar antara 13 cm hingga 24 cm (Rahayu 2001; Bauer et al. 2003).
Ekor beruk membentuk lengkungan ke arah kranial tubuh dan ditutupi rambut
yang halus (Rahayu 2001).
Ekologi Beruk
Beruk merupakan spesies primata frugivora atau pemakan buah (Fleagle
1988; Rahayu 2001). Proporsi banyaknya buah pada diet pakan beruk berkisar
antara 60% hingga 90%(Dolhinow dan Fuentes 1999).
Beruk lebih suka
memakan buah-buahan yang telah matang. Selain memakan buah-buahan, beruk
juga dapat memakan berbagai jenis pakan, seperti daun, tunas muda, kulit pohon,
bunga, biji, dan serangga (Dolhinow dan Fuentes 1999; Rahayu 2001).
6
Panjang usia beruk dapat mencapai 26 tahun dengan kematangan seksual
terjadi sekitar usia 4 tahun. Usia kawin pertama beruk berkisar antara 4 dan 4,5
tahun dengan siklus birahi beruk terjadi selama 32 hari sampai 40 hari. Lama
kebuntingan beruk sekitar 6 bulan dengan jumlah anak setiap kelahiran 1 ekor.
Beruk mempunyai jarak kelahiran antara 24 bulan hingga 48 bulan dan periode
mengasuh (nursing periods) selama 7 bulan sampai 14 bulan (Rahayu 2001).
Seperti jenis Macaca lainnya, beruk hidup dalam kelompok besar dengan
anggota kelompoknya berkisar antara 15 individu hingga 40 individu (Yanuar et
al. 2009). Satwa ini digolongkan ke dalam kelompok primata multimales group,
yaitu mempunyai lebih dari satu ekor jantan dewasa di dalam kelompok. Beruk
merupakan salah satu jenis primata yang mempunyai sistem hirarki sosial dengan
hirarki tertinggi ditempati oleh individu yang paling dominan dan pada umumnya
diduduki oleh pejantan dewasa (Rahayu 2001).
Beruk merupakan primata diurnal yang melakukan aktivitas pada siang hari
(Rahayu 2001; Richardson et al. 2008). Perilaku harian beruk yang dapat diamati
pada habitatnya di hutan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu perilaku
makan dan minum, perilaku istirahat, perilaku berpindah, dan perilaku sosial.
Perilaku-perilaku tersebut dilakukan sejak beruk keluar dari sarangnya pada pagi
hari dan berakhir ketika beruk kembali ke sarangnya pada sore hari. Pada saat
tidur, beruk akan membentuk subkelompok yang akan menempati satu pohon.
Pada pohon tersebut setiap individu menempati cabang yang terpisah (Rahayu
2001).
Secara umum, habitat beruk berada pada daerah dengan ketinggian 200 m
sampai 1900 m di atas permukaan laut (Yanuar et al. 2009). Beruk banyak
mendiami daerah hutan, seperti hutan pantai, hutan bakau, maupun hutan
pegunungan (Richardson et al. 2008). Beruk mempunyai luas wilayah jelajah
antara 60 ha sampai dengan 70 ha. Satu kelompok beruk dalam setahun dapat
menjelajahi hutan seluas 100 ha sampai dengan 300 ha (Rahayu 2001).
Beruk tersebar pada area yang cukup luas, meliputi Cina, Thailand,
Malaysia, dan Indonesia (Anggraeni et al. 2009).
Di Indonesia beruk dapat
ditemukan di Pulau Sumatera, Bangka, Mentawai, dan Kalimantan. Di Sumatera
7
beruk tersebar di semua provinsi, mulai dari Aceh sampai ke Lampung (Rahayu
2001).
Status Konservasi Beruk
MenurutInternational Union for the Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN),beruk berstatus vulnerableatau rentan. Status inimempunyai
makna bahwa beruk sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu
yang akan datang (Yanuar et al. 2009).Sedangkan menurut Convention on
International Trade in Endangered Species (CITES), beruk dikategorikan ke
dalam satwa dengan status Appendix 2 yang berarti beruk tidak sedang terancam
punah, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut
tanpa adanya pengaturan (Anggraeni et al. 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 26 Tahun 1994 tentang
Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca
nemestrina), dan Ikan Arowana (Sceleropages formasus) untuk Keperluan
Ekspor, beruk merupakan spesies Macaca yang tidak dilindungi pemanfaatannya
pada bidang ilmu pengetahuan dan untuk kepentingan ekspor. Saat ini populasi
beruk di alam berada pada kondisi menurun. Spesies ini sangat rentan terhadap
berbagai jenis kegiatan manusia dan fragmentasi habitat, seperti penebangan legal
dan ilegal, pembukaan lahan pertanian, dan kebakaran hutan. Fragmentasi habitat
tersebut mempunyai tingkat bahaya yang sama dengan perburuan liar terhadap
hidup satwa. Untuk melindungi dan mengelola populasi beruk dan habitatnya,
status populasi beruk pada area yang dilindungi dan tidak dilindungi harus selalu
dievaluasi. Namun di Indonesia sangat sedikit data untuk dilakukan survei atau
sensus pada satwa primata yang berada di dalam atau di luar daerah yang
dilindungi, termasuk beruk (Yanuar et al. 2009).
Sistem Lokomosi Hewan
Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti
berjalan dan berlari, baik gerakan maju atau gerakan mundur. Alat lokomosi
terdiri atas sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Alat gerak umum
8
pada tubuh dibentuk oleh dua unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif
(Sigit 2000).
Bagian dari alat gerak pasif dibentuk oleh tulang, tulang rawan, ligamentum
dan tendo. Tulang dan tulang rawan membentuk kerangka yang berfungsi untuk
memberi bentuk pada tubuh; melindungi organ-organ tubuh lunak seperti otak,
sumsum tulang belakang, dan organ-organ di dalam rongga dada; dan menjadi
tempat bertautnya otot kerangka. Sedangkan tendo merupakan jaringan yang
menghubungkan otot dengan tulang, baik di bagian origo maupun di bagian
insersio (Sigit 2000; Tortora dan Derrickson 2009). Menurut Marieb (1988),
tendo merupakan persatuan yang kuat dari epimisium yang menghubungkan
secara tidak langsung ke tulang atau aponeurosis yang menghubungkan satu otot
dengan otot lainnya.
Bagian alat gerak aktif adalah otot (Sigit 2000). Otot merupakan jaringan
kontraktil yang aktif menggerakkan tubuh dan juga memberikan bentuk pada
beberapa organ dalam seperti jantung. Otot tubuh dibagi menjadi tiga tipe otot,
yaitu otot lurik atau otot kerangka, otot polos, dan otot jantung (Ankel-Simons
2007; Tortora dan Derrickson 2009). Otot kerangka termasuk golongan otot
bergaris melintang yang diinervasi oleh syaraf somatomotoris yang bekerja di
bawah kemauan (Sigit 2000). Selain memberikan bentuk tubuh, otot skelet juga
membantu tubuh dalam menjalankan berbagai jenis gerakan, seperti berjalan dan
berlari, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Otot ini disebut juga
otot skelet karena menempel pada tulang atau skelet. Pada manusia lebih dari 600
buah otot skelet yang menempel pada tulang.
Ketika otot-otot tersebut
berkontraksi, otot akan menarik tulang yang menyebabkan terjadinya gerakan.
Setiap otot skelet mempunyai bagian ujung yang disebut dengan tendo. Setiap
otot selalu menempel pada tulang atau jaringan ikat lainnya pada dua tempat,
yaitu origo dan insersio. Origo menghubungkan otot dengan tulang yang tidak
atau sedikit bergerak. Sedangkan insersio menghubungkan otot dengan tulang
yang bergerak dan ketika otot berkontraksi insersio bergerak mendekat ke origo
(Marieb 1988; Tortora dan Derrickson 2009).
9
Tipe Lokomosi Primata
Menurut Ankel-Simons (2007), tipe lokomosi primata dapat dibagi menjadi
empat kategori, yaitu: vertical clinging and leaping, kuadrupedal, brakhiasi, dan
bipedal. Tipe lokomosi kuadrupedal dapat dibedakan menjadi lima subtipe, yaitu:
slow climbing, branch running and walking, ground running and walking, new
world semibrachiation, dan old world semibrachiation. Tipe brakhiasi dapat
dibagi menjadi dua subtipe, yaitu brakhiasi sejati dan brakhiasi yang telah
termodifikasi.
Tipe lokomosi vertical clinging and leaping dapat ditemukan pada lokomosi
genus Tarsius dan Hapalemur.
Tarsius dan Hapalemur merupakan primata
dengan sifat dominan arboreal. Tarsius mempunyai elemen daerah tarsal yang
panjang, yaitu os calcaneus dan os naviculare. Perpanjangan struktur tersebut
merupakan bentuk adaptasi untuk melompat, sebagai lokomosi primer primata ini.
Hapalemur mempunyai anatomi kaki yang berbeda dengan Tarsius, walaupun
tipe lokomosi kedua primata tersebut sama. Hapalemur tidak mempunyai tarsal
yang panjang, tetapi mempunyai paha dan daerah metatarsal yang panjang untuk
mengadaptasikan tipe lokomosinya (Ankel-Simons 2007).
Tipe lokomosi kuadrupedal merupakan tipe lokomosi yang paling banyak
dijumpai pada primata (Schmitt 2010). Subtipe ground running and walking dari
tipe lokomosi kuadrupedal dapat ditemukan pada genus Macaca.
Beberapa
spesies Macaca bersifat terestrial yang menghabiskan sebagian hidupnya di atas
tanah, di antaranya beruk (Macaca nemestrina). Namun, tidak semua spesies
Macaca bersifat terestrial sejati.
Terdapat spesies Macaca yang mempunyai
kemampuan memanjat yang baik, yaitu monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis).
Monyet ekor panjang bersifat arboreal semiterestrial.
Dengan
adanya perbedaan perilaku tersebut, memungkinkan terdapat perbedaan
strukturdari kedua monyet tersebut (Ankel-Simons 2007).
Tipe lokomosi brakhiasi dapat ditemukan pada kera, seperti pada owa
(Hylobates sp.), siamang (Symphalangus sp.), gorila (Gorilla sp.), dan simpanse
(Pan sp.). Owa dan siamang mempunyai tipe lokomosi brakhiasi sejati. Gorila,
simpanse, dan bonobo mempunyai tipe lokomosi brakhiasi yang sudah
termodifikasi dengan adanya tipe knuckle walking saat berada di atas tanah. Tipe
lokomosi knuckle walking mendukung bagian tubuh depan ketika berjalan secara
10
kuadrupedal.
Berbeda dengan tipe kuadrupedal pada Macaca, tipe knuckle
walking pada kera besar ini menggunakan bagian dorsal dari os phalanx II dan os
phalanx III dari jari ke dua sampai jari ke lima (Ankel-Simons 2007).
Walaupun kera-kera besar tersebut berjalan secara knuckle walking, namun
pada waktu muda kera-kera besar tersebut juga bergerak secara brakhiasi. Tipe
lokomosi brakhiasi pada kera besar berbeda dengan tipe brakhiasi pada owa dan
siamang.
Gorila tidak pernah bergerak dengan cara mengayun karena berat
tubuhnya yang besar. Simpanse bergerak secara kuadrupedal dengan dorsal jari
kaki depannya pada tanah, sedangkan pada saat berjalan di atas pohon,simpanse
bergerak menggunakan telapaknya seperti hewan plantigradi.
Sama seperti
simpanse, bonobo bergerak secara kuadrupedal dengan dorsal jarinya jika berada
di tanah. Sedangkan jika berada di pohon, bonobo bergerak secara bipedal yang
bersamaan dengan gerakan brakhiasi. Pada orangutan, lokomosi kuadrupedalnya
menggunakan kepalan tangan untuk berjalan. Orangutan merupakan kera besar
dengan sifat arboreal yang paling dominan di antara kera besar lainnya. Gerakan
brakhiasi orangutan dikombinasikan dengan gerakan memanjat yang pelan
mengingat berat badannya yang besar (Ankel-Simons 2007).
Tipe lokomosi bipedal sejati dapat ditemukan pada manusia. Tipe gerakan
ini mempunyai efisiensi penggunaan energi yang paling tinggi dibandingkan tipe
lokomosi lainnya pada mamalia dengan berat badan yang sama. Tipe lokomosi
ini kadang-kadang juga dapat ditemukan pada spesies simpanse.
Namun,
simpanse hanya berjalan secara bipedal pada interval waktu singkat dengan jarak
tempuh yang pendek (Ankel-Simons 2007).
Sistem Lokomosi Beruk
Beruk mempunyai tipe lokomosi kuadrupedal, yaitu bergerak dengan
menggunakan keempat kakinya (Fleagle 1988), seperti yang terlihat pada Gambar
1. Tidak seperti spesies Macaca lain yang bersifat arboreal, beruk digolongkan ke
dalam kelompok primata terestrial karena melakukan sebagian besar aktivitasnya
di atas tanah (Dolhinow dan Fuentes 1999; Rahayu 2001). Ketika beruk berjalan
di atas tanah, beruk tidak berjalan dengan telapak kaki depannya, tetapi dengan
posisi jari dorsifleksi pada jari dua sampai lima. Pada posisi jari dorsifleksi akan
terbentuk sudut antara sisi dorsal os phalanx I, II, dan III dengan ossa
metacarpale(Ankel-Simons 2007).
11
Gambar 1
Beruk pada posisi lokomosi kuadrupedal (Anonim 2010).
Dalam pergerakannya beruk berorientasi pada lokasi makan dan tempat
istirahat, kemudian kembali kepada lokasi tidur pada malam hari.
Aktivitas
berpindah pada beruk dilakukan dengan melompat dari satu pohon ke pohon lain
atau dengan berjalan di atas tanah(Rahayu 2001), namun lebih dominan dilakukan
dengan berjalan di atas tanah (Dolhinow dan Fuentes 1999). Walaupun beruk
merupakan satwa terestrial, tetapi pada malam hari beruk akan memanjat dan
mencari tempat tidur di atas pohon (Rahayu 2001; Ankel-Simons 2007).
Konstruksi Alat Lokomosi Kaki Depan Hewan
Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang-tulang apendikular, yaitu
tulang-tulang anggota gerak tubuh. Tulang-tulang apendikular terdiri atas tulangtulang pembentuk kaki depan dan tulang-tulang pembentuk kaki belakang,seperti
pada Gambar 2 (Carola et al. 1990). Kaki depan tidak hanya mempunyai fungsi
sebagai alat lokomosi saja, tetapi juga untuk menahan berat tubuh. Hubungan
12
Gambar 2
Konstruksi kerangka monyet yang bertipe lokomosi kuadrupedal pada
Macaca mullata (Ankel-Simons 2007).
kaki depan dan tubuh tidak melalui persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot
yang terdapat pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena
kelompok otot ini bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu
hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).
Susunan tulang-tulang kaki depan hewan homolog dengan susunan tulangtulang tangan manusia, yaitu terdiri dari os scapula, os humerus, os radius, os
ulna, ossa carpi, ossa metacarpi, phalanges proximalis(os compedale),media(os
coronale),distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os
sesamoideum distale. Selain os scapula dan os humerus, tulang-tulang yang lain
banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan
spesies hewannya (Sigit 2000).
Satwa primata mempunyai os clavicula yang tidak ditemukan pada mamalia
lain, seperti kucing, anjing, dan kuda. Bahu dan badan primata dihubungkan oleh
os clavicula dan otot. Pada mamalia lain yang tidak mempunyai os clavicula,
hubungan antara bahu dan tubuh hanya diperantai oleh otot(Ankel-Simons 2007).
Os clavicula berbentuk seperti huruf S dengan sisi anterior berbentuk konveks dan
bagian posterior yang berbentuk konkaf (Tortora dan Derrickson 2009).
Os
clavicula melekat pada medioventrad manubrium sterni dan lateral acromion os
13
scapula. Dengan demikian os clavicula berperan sebagai penghubung bahu dan
sumbu tubuh.
Os clavicula berfungsi untuk menjaga os scapula, membuat
persendian bahu berada di dorsal tubuh, dan membuat ruang dada menjadi lebar.
Posisi tersebut membuat pergerakan yang bebas pada sendi lengan depan pada
primata sangat penting untuk kelangsungan hidupnya pada habitatnya (AnkelSimons 2007).
Os scapulamerupakan tulang yang berukuran besar, berbentuk segitiga,
danpipihyang berada di belakang rongga toraks di antara os costale II dan os
costale VII. Os scapulamempunyai peninggian yang panjang yang disebut spina
scapulae yang membatasi fossa supraspinatus dengan fossa infraspinatus. Spina
scapulae dan kedua fossa tersebut merupakan tempat melekatnya beberapa otot
yang dapat menggerakkan lengan atas. Ujung spina scapulae yang membesar
disebut dengan acromion. Acromion merupakan tempat artikulasi os scapula
dengan os clavicula dan tempat melekatnya beberapa otot lengan atas dan otot
daerah dada.
Di bawah acromion terdapat fossa supraglenoidale, yang
merupakan tempat melekatnya caput os humerus (Carola et al. 1990; Tortora dan
Derrickson 2009).
Os humerus pada primata mempunyai bentuk silindris pada setengah bagian
proximal dan berbentuk pipih pada setengah bagian distal.
Caput humeri
berbentuk bulat dan berhubungan dengan fossa supraglenoidale os scapula.
Tuberculum majus dan tuberculum minus os humerus merupakan tempat insersio
otot yang berorigo di os scapula. Di antara kedua tuberculum tersebut terdapat
sulcus intertubercularis.
brachii.
Sulcus ini merupakan tempat tendo dari m. biceps
Tuberositas deltoidea terletak di latero-proximal corpus humeri.
Tuberositas deltoidea merupakan tempat insersio dari m. deltoideus. Epicondylus
lateral dan epicondylus medial terdapat di distal os humerus. Kedua epicondylus
tersebut merupakan tempat origo beberapa otot lengan bawah dan otot jari (Carola
et al. 1990; Tortora dan Derrickson 2009).
14
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 sampai bulan Juli
2011 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi,
Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat diseksi
yang terdiri atas pinset, skalpel, gunting; alat ukur; alat tulis; dan alat fotografi
(Canon EOS 400D).
Bahan yang digunakan adalah dua ekor preparat beruk (Macaca nemestrina)
berjenis kelamin jantan dan betina yang telah diawetkan dalam formalin 10%.
Metode
Pada penelitian ini digunakan dua ekor beruk berjenis kelamin jantan dan
betina yang diperoleh dari Laboratortium Anatomi dalam keadaan telah terfiksasi
dalam formalin 10%. Pengamatan morfologi luar dilakukan pada daerah bahu dan
lengan atas beruk. Pembukaan preparat dilakukan dengan menyayat kulit dengan
merujuk dari metode yang dilakukan oleh Kurniawan (2000) dan dilakukan
beberapa modifikasi. Penyayatan pertama dilakukan pada kulit bagian medial
punggung beruk di sepanjang ossa vertebrae lumbales terakhir sampai ke
os vertebrae cervicalis I. Penyayatan ke dua dilakukan pada kulit bagian medial
perut sejajar os pubis sampai ke medial dagu. Penyayatan ketiga dilakukan pada
ujung sayatan pertama sampai ujung sayatan ke dua di bagian ventral tubuh.
Penyayatan ke empat dilakukan pada distal lengan bawah dan dilanjutkan dengan
sayatan kulit daerah palmar dari distal lengan bawah sampai daerah ketiak.
Kulit sekitar daerah bahu dan lengan atas beruk dipreparir secara hati-hati.
Jaringan lemak dan jaringan ikat yang berada di antara kulit dibersihkan dari
permukaan otot. Penentuan letak origo dan insersio masing-masing otot daerah
bahu dan lengan atas beruk dilakukan dengan mempreparir otot-otot daerah bahu
15
dan lengan atas beruk. Beberapa otot disayat pada pertengahan antara origo dan
insersionya untuk dapat melihat kelompok otot yang berada lebih profundal.
Otot-otot yang disayat tersebut adalah m. latissimus dorsi, m. trapezius,
m. rhomboideus, m. deltoideus, m. triceps brachii, dan mm. pectorales
superficialis.
Penamaan otot didasarkan pada Nomina Anatomica Veterinaria (WAVA
2005).
Selanjutnya, permukaan otot yang terlihat didokumentasikan dengan
peralatan fotografi.
Hasil dokumentasi selanjutnya dibuat sketsa dan diolah
dengan program Adobe Photoshop. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas beruk
kemudian dibandingkan dengan literatur mengenai otot-otot pada daerah bahu dan
lengan atas monyet ekor panjang (MEP) dan simpanse pada literatur.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kulit di daerah bahu beruk ditutupi oleh rambut yang relatif panjang dan
berwarna abu-abu kekuningan dengan bagian medial berwarna gelap. Morfologi
tubuh beruk daerah bahu ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur eksterior tubuh beruk daerah bahu.
Setelah kulit bagian bahu dan lengan atas dikuakkan, akan terlihat otot kulit
yang menutupi otot-otot superfisial daerah tersebut, yaitu m. panniculus carnosus.
Otot ini merupakan otot kulit yang terbentang dari daerah toraks sampai ke daerah
gluteal (Gambar 4), berorigo pada fascia glutea sampai ke fascia lumbodorsalis.
Sedangkan insersio otot ini berada pada crista tuberculi majoris dari os humerus
bersama-sama dengan insersio m. pectoralis transversus. Setelah m. panniculus
carnosus dikuakkan, maka akan ditemukan otot-otot superfisial daerah bahu, yaitu
m. trapezius, m. latissimus dorsi, m. teres major, dan m. deltoideus (Gambar 5).
17
Gambar 4
Otot-otot beruk daerah bahu bagian superfisial setelah kulit dikuakkan.
1. m. platysma, 2. m. trapezius (a. pars cervicalis, b. pars thoracica),
3. m. deltoideus (a. pars scapularis, b. pars acromialis), 4. m. triceps brachii
(a. caput laterale, b. caput longum, c. caput accessorium), 5. m. infraspinatus,
6. m. teres major, 7. m. latissimus dorsi, 8. m. pectoralis transversus,
9. m. brachialis, 10. m. brachioradialis, 11. m. extensor carpi radialis longus,
12. m. extensor digitorum, 13. m. extensor carpi radialis brevis, 14. m. extensor
digiti minimi, 15. m. pectoralis descendens, 16. m. obliquus externus abdominis,
17. m. panniculus carnosus.
18
Musculus trapezius pada beruk berbentuk segitiga dan hampir menutupi
seluruh bagian os scapula. Otot ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu m. trapezius
pars cervicalis dan pars thoracica. Musculus trapezius pars cervicalis relatif
lebih tebal dibandingkan dengan bagian m. trapezius pars thoracica. Musculus
trapezius pars cervicalis pada beruk berorigo pada protuberantia occipitalis
externa, ligamentum nuchae, processus spinosus ossa vertebrae cervicales I-VII,
serta berinsersio pada ujung lateral os clavicula, acromion, dan spina scapulae
sisi kranial. Sedangkan m. trapezius pars thoracica berorigo pada processus
spinosus ossa vertebrae thoracicae I-VIII dan fascia lumbodorsalis, serta
berinsersio pada 4/5 bagian proximal spina scapulae sisi kaudal.
Musculus latissimus dorsi pada beruk berbentuk seperti kipas yang
terbentang dari kaudal os scapula sampai ke fascia lumbodorsalis. Musculus
latissimus dorsi ini berorigo pada processus spinosus vertebrae thoracicae VI-X,
dan bertaut pada fascia lumbodorsalis. Sedangkan insersio m. latissimus dorsi
di dorsal bergabung dengan m. teres major dan di ventral bersama m. pectoralis
transversus berinsersio pada crista humeri dari os humerus.
Musculus teres major pada beruk berada di kaudal m. infraspinatus.
Musculus teres major ini berorigo pada angulus caudalis os scapula. Sedangkan
insersio m. teres major pada tuberositas teres major os humerus.
Musculus
deltoideus pada beruk dapat dibedakan menjadi tiga bagian menurut letak
origonya, yaitu m. deltoideus pars clavicularis, pars acromialis, dan pars
scapularis. Origo musculus deltoideus pars clavicularis berada pada 2/3 distal
os clavicula, pars acromialis pada acromion, dan pars scapularis pada 1/2 distal
spina scapulae.
Sedangkan insersio m. deltoideus berada pada tuberositas
deltoidea os humerus.
Setelah m. trapezius dan m. latissimus dorsi dikuakkan, maka akan terlihat
otot-otot profundal daerah bahu, yaitu m. serratus ventralis cervicis,
m. rhomboideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. serratus ventralis
thoracis (Gambar 6). Selain itu, otot profundal daerah bahu lain dapat ditemukan
dengan menguakkan m. deltoideus pars scapularis, yaitu m. teres minor (Gambar
7).
19
Gambar 5
Otot-otot beruk daerah bahu bagian superfisial setelah m. panniculus
carnosus dikuakkan.
1. m. trapezius (a. pars cervicalis, b. pars thoracica), 2. m. deltoideus (a. pars
scapularis, b. pars acromialis), 3. m. infraspinatus, 4. m. teres major,
5. m. latissimus dorsi, 6. m. triceps brachii (a. caput longum, b. caput laterale,
c. caput accessorium), 7.
m. pectoralis transversus, 8. m. brachialis,
9. m. brachioradialis, 10. m. extensor carpi radialis longus, 11. m. extensor
digitorum, 12. m. extensor carpi radialis brevis, 13. m. extensor digiti minimi,
14. m. pectoralis descendens, 15. m. obliquus externus abdominis, 16. fascia
lumbodorsalis
20
Gambar 6
Otot-otot beruk daerah bahu bagian profundal setelah m. trapezius dan
m. latissimus dorsi dikuakkan.
1. m. platysma, 2. m. trapezius (a. pars cervicalis, b. pars thoracica),
3. m. atlantoscapularis (a. pars cranialis, b. pars caudalis), 4. m. rhomboideus
(a. pars capitis, b. pars cervicis, c. pars thoracis), 5. m. supraspinatus,
6. m. infraspinatus, 7. m. teres major, 8. m. deltoideus (a. pars scapularis, b. pars
acromialis), 9. m. triceps brachii (a. caput longum, b. caput laterale, c. caput
accessorium), 10. m. latissimus dorsi, 11. m. serratus ventralis thoracis,
12. m. longissimus thoracis, 13. m. spinalis thoracis, 14. m. multifidus,
15. m. serratus dorsalis cranialis,
16. m. obliquus externus abdominis,
17. m. pectoralis descendens.
21
Gambar 7
Otot-otot beruk daerah bahu bagian profundal setelah m. deltoideus
dikuakkan.
1. m. trapezius (a. pars cervicalis, b. pars thoracica), 2. m. deltoideus (a. pars
scapularis, b. pars acromialis), 3.
m. infraspinatus, 4. m. teres minor,
5. os humerus, 6. m. triceps brachii (a. caput longum, b. caput laterale, c. caput
accessorium), 7. m. pectoralis transversus, 8. m. brachialis, 9. m. brachioradialis,
10. m. extensor carpi radialis longus, 11. m. teres major, 12. m. latissimus dorsi,
13. m. obliquus externus abdominis.
22
Musculus serratus ventralis cervicis pada beruk dibedakan menjadi pars
cranialis dan pars caudalis berdasarkan pada letak insersio otot ini. Musculus
serratus ventralis cervicis berorigo pada os vertebrae cervicalis I.
Insersio
m. serratus ventralis cervicis pars cranialis berada pada distal spina scapulae
sampai ke acromion, sedangkan pars caudalis berinsersio pada angulus cranialis
os scapula.
Musculus rhomboideus pada beruk dapat dibedakan menjadi pars capitis
yang berorigo pada protuberantia occipitalis externa, pars cervicis yang berorigo
pada ligamentum nuchae dan processus spinosus os vertebrae cervicales I-VII,
dan pars thoracis yang berorigo pada processus spinosus os vertebrae thoracicae
I-VI. Sedangkan insersio m. rhomboideus berada pada margo dorsalis os scapula.
Musculus supraspinatus pada beruk berorigo pada fossa supraspinata,
margo cranialis os scapula, dan spina scapulae.
Sedangkan insersio
m. supraspinatus berada pada tuberculum majus os humerus.
Musculus
infraspinatus pada beruk berorigo pada fossa infraspinata, margo caudalis
os scapula, dan spina scapulae. Letak insersio m. infraspinatus ini berlokasi
sama seperti insersio m. supraspinatus, yaitu pada tuberculum majus os humerus.
Musculus serratus ventralis thoracis pada beruk terletak di profundal
m. latissimus dorsi. Musculus serratus dorsalis berorigo pada os costale III-X.
Insersio m. serratus dorsalis ini berada pada margo dorsalis os scapula.
Musculus teres minor pada beruk berorigo pada 1/3 distal margo caudalis
os scapula. Sedangkan insersio m. teres minor berada pada tuberculum majus
os humerus. Musculus subscapularis pada beruk berada di ventral os scapula.
Otot ini berorigo pada fossa subscapularis os scapula.
Sedangkan insersio
m. subscapularis berada pada tuberculum minus os humerus.
Kelompok otot superfisial daerah lengan atas yang ditemukan pada beruk
yaitu m. biceps brachii, m. brachialis, dan m. triceps brachii. Setelah m. triceps
brachii caput lateral dikuakkan, akan terlihat letak otot profundal daerah lengan
atas, yaitu m. coracobrachialis (Gambar 8).
Musculus biceps brachii pada beruk dibagi menjadi dua menurut letak
origonya, yaitu m. biceps brachii caput brevis dan caput longum. Musculus
biceps brachii caput brevis berorigo pada processus coracoideus os scapula,
23
sedangkan untuk caput longum berorigo pada tuberculum supraglenoidale
os scapula.
Letak insersio m. biceps brachii berada pada tuberositas radii
os radius.
Musculus brachialis pada beruk berorigo pada sepertiga proximal corpus
humeri. Sedangkan insersio m. brachialis berada pada tuberositas radii os radius
dan processus coronoideus os ulna.
Musculus coracobrachialis pada beruk
berorigo pada processus coracoideus. Sedangkan insersio m. coracobrachialis
berada pada 1/3 distal corpus humeri.
Musculus triceps brachii pada beruk dibagi menjadi tiga menurut letak
origonya, yaitu m. biceps brachii caput laterale, caput mediale, dan caput
longum. Musculus triceps brachii caput laterale berorigo pada 1/3 proximal
facies caudalis os humerus, caput mediale berorigo pada 1/2 distal facies caudalis
os humerus, sedangkan untuk caput longum berorigo pada tuberculum
infraglenoidale dan sepertiga margo caudalis os scapula. Sedangkan insersio
m. triceps brachii berada pada olecranon os ulna. Selain ketiga otot tersebut,
pada beruk juga terdapat m. triceps brachii caput accessorium yang terletak
di kaudal ketiga otot lainnya.
Musculus triceps brachii caput accessorium
mempunyai origo yang bersatu dengan insersio m. latissimus dorsi. Sedangkan
insersio m. triceps brachii caput accessorium berada pada olecranon dan
epicondylus humeri.
Daerah leher ventral dan sebagian dada beruk ditutupi oleh m. platysma.
Otot-otot superfisial daerah dada adalah mm. pectorales superficialis yang terdiri
atas m. pectoralis transversus dan m. pectoralis descendens (Gambar 9).
Musculus pectoralis transversus pada beruk berbentuk segitiga dan menutupi
daerah toraks bagian ventral.
Otot ini berorigo pada sepertiga proximal
os clavicula, os sternum, dan membentuk aponeurosis dengan m. rectus
abdominis.
Sedangkan insersio m. pectoralis transversus berada pada crista
tuberculi majoris os humerus.
Musculus pectoralis descendens pada beruk
terletak di kaudal m. pectoralis transversus. Otot ini berorigo pada aponeurosis
yang terbentuk dengan m. rectus abdominis. Sedangkan insersio m. pectoralis
descendens berada pada sepertiga proximal corpus humeri.
24
Gambar 8
Otot-otot beruk daerah lengan atas bagian profundal setelah m. triceps
brachii caput laterale dikuakkan.
1. m. trapezius pars cervicalis, 2. m. deltoideus (a. pars acromialis, b. pars
scapularis), 3. m. infraspinatus, 4. m. teres major, 5. m. latissimus dorsi,
6. m. triceps brachii (a. caput longum, b. caput laterale, c. caput mediale, d. caput
accessorium), 7. m. obliquus externus abdominis, 8. m. pectoralis transversus,
9. m. brachialis, 10. m. biceps brachii caput longum, 11. m. brachioradialis,
12. m. extensor carpi radialis longus, 13. m. extensor digitorum, 14. m. extensor
carpi radialis brevis, 15. m. extensor digiti minimi, 16. m. extensor carpi ulnaris.
25
Setelah m. pectoralis transversus dikuakkan, maka akan terlihat otot-otot
profundal daerah dada.
Kelompok otot profundal daerah dada terdiri atas
m. subclavius dan m. pectoralis ascendens atau m. pectoralis profundus (Gambar
10).
Musculus subclavius berada di profundal os clavicula. Pada beruk otot ini
berorigo pada sambungan costochondro os costae I.
Sedangkan insersio
m. subclavius berada pada 1/3 bagian lateral margo inferior os clavicula.
Musculus pectoralis ascendens pada beruk terletak di profundal m. pectoralis
major. Musculus pectoralis ascendens berorigo pada os sternum dari os costale
I-IV. Sedangkan insersio m. pectoralis ascendens berada pada aponeurosis otot
yang membungkus tulang persendian bahu.
Selain otot-otot daerah bahu dan lengan atas tersebut, ditemukan juga otot
daerah lengan bawah yang berorigo pada os humerus beruk. Pada os humerus
bagian lateral terdapat origo dari m. brachioradialis, m. extensor carpi radialis
longus, m. extensor digitorum lateralis, m. extensor carpi radialis brevis,
m. extensor digiti, dan m. extensor carpi ulnaris. Sedangkan pada bagian medial
os humerus terdapat origo dari m. pronator teres dan m. flexor carpi ulnaris.
26
Gambar 9
Otot-otot beruk daerah pektoral bagian superfisial setelah platysma
dikuakkan.
1. m. platysma, 2. m. sternothyrohyoideus, 3. m. sternocleidomastoideus,
4. m. trapezius pars cervicalis, 5. m. deltoideus (a. pars clavicularis, b. pars
acromialis), 6. m. pectoralis transversus, 7. m. pectoralis descendens, 8. m. rectus
abdominis, 9. linea alba, 10. m. obliquus externus abdominis, 11. m. latissimus
dorsi, 12. m. triceps brachii (a. caput accessorium, b. caput medial), 13. m. biceps
brachii (a. caput longum, b. caput brevis), 14. m. brachioradialis, 15. m. pronator
teres, 16. m. flexor carpi ulnaris.
27
Gambar 10 Otot-otot beruk daerah pektoral bagian profundal setelah m. pectoralis major
dikuakkan.
1.
m. platysma, 2.
m. sternothyrohyoideus, 3.
m. sternomastoideus,
4. m. cleidomastoideus,5. m. trapezius pars cervicalis, 6. m. deltoideus pars
clavicularis, 7. m. pectoralis transversus, 8. m. subclavicularis, 9. m. pectoralis
ascendens, 10. m. pectoralis descendens, 11. m. serratus ventralis thoracis,
12. m. obliquus externus abdominis, 13. m. rectus abdominis, 14. m. latissimus
dorsi, 15. m. triceps brachii (a. caput accessorium, b. caput mediale),
16. m. biceps brachii (a. caput brevis, b. caput longum), 17. m. brachioradialis,
18. m. pronator teres, 19. m. flexor carpi ulnaris.
28
Pembahasan
Secara umum, anatomi otot daerah bahu dan lengan atas beruk lebih mirip
pada MEP dibandingkan dengan simpanse (Lampiran 1 Tabel 1). Hal ini diduga
berhubungan dengan perilaku beruk yang mirip dengan perilaku MEP. Beruk
merupakan jenis Macaca yang hidup secara terestrial semi-arboreal, sedangkan
MEP merupakan Macaca dengan sifat arboreal semi-terestrial.
Namun pada
ketiga jenis primata ini terdapat beberapa perbedaan, yaitu kecepatan gerak
lokomosi yang diduga dipengaruhi oleh fleksibilitas pergerakan os scapula dan
dan kekuatan gerakan lengan atasnya (Ankel-Simons 2007; Schmidt dan Krause
2011). Fleksibilitas pergerakan os scapula pada beruk diduga dipengaruhi oleh
m. trapezius, m. rhomboideus, m. serratus ventralis cervicis, dan m. serratus
ventralis thoracis. Kekuatan gerakan lengan atas beruk diduga dipengaruhi oleh
m. pectoralis transversus, m. pectoralis descendens, m. pectoralis ascendens,
m. deltoideus,
m. biceps brachii, m. brachialis,
m. triceps brachii,
m. coracobrachialis, m. teres major, dan m. latissimus dorsi.
Stabilitas
persendian bahu diduga dipengaruhi oleh m. teres minor, m. supraspinatus,
m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Pada beruk, otot kulit yang dominan di daerah bahu dan punggung beruk
adalah m. panniculus carnosus. Otot ini berorigo pada fascia glutea dan fascia
lumbodorsalis.
Sedangkan insersio otot ini pada beruk bersama dengan
m. pectoralis transversus berada pada crista tuberculi majoris os humerus. Otot
ini pada beruk mirip seperti pada MEP (Kurniawan 2000), tetapi tidak ditemukan
pada simpanse (Champneys 2011). Otot ini berfungsi sebagai penggerak kulit
daerah punggung saat menyingkirkan kotoran dan serangga yang menggigit.
Struktur musculus trapezius pada beruk mirip seperti pada MEP dan
simpanse, kecuali origo yang berada di os vertebrae thoracicae (pars thoracica).
Otot ini berorigo di protuberantia occipitalis externa, ligamentum nuchae, dan
processus spinosus os vertebrae cervicales (pars cervicis). Origo otot ini pada
beruk sampai ke os vertebrae thoracicae VIII, pada MEP sampai ke os vertebrae
thoracicae X, sedangkan pada simpanse sampai ke os vertebrae thoracicae
terakhir. Sedangkan insersionya berada pada ujung lateral os clavicula, acromion,
29
dan spina scapulae (Kurniawan 2000; Champneys 2011). Otot ini berfungsi
sebagai protraktor, retraktor, dan aduktor os scapula (Stone dan Stone 2008).
Musculus rhomboideus pada beruk mirip pada MEP, namun berbeda pada
simpanse. Pada beruk dan MEP, otot ini berorigo di protuberatia occipitalis
externa dan ligamentum nuchae (pars capitis), processus spinosus os vertebrae
cervicales (pars cervicis), dan processus spinosus os vertebrae thoracicae I-VI
(pars thoracis), serta berinsersio di margo dorsalis os scapula (Kurniawan 2000).
Pada simpanse, otot ini berorigo di ligamentum nuchae (minor) dan processus
spinosus os vertebrae thoracicae II-V (major), sedangkan insersionya berada pada
angulus caudalis os scapula (Champneys 2011).
Otot ini berfungsi sebagai
elevator margo dorsalis os scapula (Stone dan Stone 2008).
Musculus serratus ventralis cervicis pada beruk mirip seperti pada MEP,
namun berbeda pada simpanse.
Pada beruk dan MEP, otot ini berorigo di
os vertebrae cervicalis I, serta berinsersio pada angulus cranialis os scapula (pars
caudalis) dan pada distal spina scapulae sampai di acromion (pars cranialis)
(Kurniawan 2000). Pada simpanse, otot ini hanya terdiri atas satu otot yang
berorigo di os vertebrae cervicalis I-IV dan berinsersio pada angulus cranialis
os scapula (Champneys 2011). Otot ini berfungsi sebagai elevator os scapula
(Stone dan Stone 2008).
Musculus serratus ventralis thoracis pada beruk mirip seperti pada MEP,
yaitu berorigo di ossa costales III-X dan berinsersio di margo dorsalis os scapula
(Kurniawan 2000). Sedangkan pada simpanse, otot ini berorigo di ossa costales
I-X dan berinsersio di angulus caudalis os scapula dan bersatu dengan m. serratus
ventralis cervicis (Champneys 2011).
Otot ini berfungsi sebagai stabilitator
pergerakan os scapula (Stone dan Stone 2008).
Perbedaan struktur m. trapezius, m. rhomboideus, m. serratus ventralis
cervicis, dan m. serratus ventralis thoracis pada beruk dan simpanse diduga
membuat stabilitas os scapula pada dinding toraks beruk menjadi lebih kecil,
tetapi mempunyai fleksibilitas gerak os scapula yang besar dibandingkan dengan
simpanse. Selain itu, perbedaan struktur m. trapezius pada beruk dan MEP diduga
menyebabkan fleksibilitas gerak os scapula beruk lebih besar dibandingkan pada
MEP. Fleksibilitas gerak os scapula beruk yang lebih besar diduga menjadi
30
penyebab pergerakan lokomosi beruk yang lebih cepat pada saat berjalan di atas
tanah maupun saat memanjat pohon dibandingkan dengan MEP dan simpanse.
Musculus pectoralis
transversus memengaruhi
fungsi
lengan saat
melakukan aduksi dan menekan pada saat memanjat pohon (Aversi-Ferreira et al.
2007; Stone dan Stone 2008). Pada beruk, otot ini berorigo di sepertiga proksimal
os clavicula, sepanjang os sternum, dan membentuk aponeurosis dengan m. rectus
abdominis, serta berinsersio di crista tuberculi majoris os humerus. Otot ini pada
MEP hanya berorigo di seperempat os clavicula dan setengah os sternum serta
berinsersio pada crista tuberculi majoris os humerus (Kurniawan 2000).
Sedangkan pada simpanse, otot ini berorigo di setengah os clavicula dan
os sternum serta berinsersio pada aponeurosis dengan otot lengan atas
(Champneys 2011).
Musculus pectoralis descendens pada beruk mirip seperti pada MEP, yaitu
mempunyai origo yang bersatu dengan aponeurosis dari m. rectus abdominis dan
berinsersio di sepertiga proksimal corpus humeri (Kurniawan 2000).
simpanse, otot ini tidak ditemukan (Champneys 2011).
Pada
Otot ini berfungsi
membantu kerja dan menambah kekuatan m. pectoralis transversus saat memanjat
pohon (Kurniawan 2000).
Struktur m. pectoralis ascendens pada beruk mirip pada MEP, tetapi
berbeda dengan pada simpanse. Origo otot ini pada beruk dan MEP terletak pada
os sternum dari os costale I-VI, sedangkan insersionya terletak pada aponeurosis
yang membungkus sendi bahu (Kurniawan 2000).
Pada simpanse, otot ini
berorigo di os costale I-IV dan berinsersio di processus coracoideus sampai
sulcus intertubercularis dan bersatu dengan insersio
m. supraspinatus
(Champneys 2011). Otot ini memengaruhi gerakan aduktor lengan atas (AversiFerreira et al. 2007).
Musculus deltoideus pada beruk mirip dengan pada MEP, yaitu berorigo di
2/3 distal os clavicula (pars clavicularis), acromion (pars acromion), dan
setengah distal spina scapulae (pars scapularis), serta berinsersio di tuberositas
deltoidea (Kurniawan 2000). Pada simpanse, otot ini mirip dengan pada beruk,
kecuali m. deltoideus pars clavicula. Otot ini berorigo pada sepertiga distal
os clavicula (Champneys 2011). Stone dan Stone (2008) menjelaskan bahwa
31
m. deltoideus pars clavicularis berfungsi sebagai flexor dan rotator lengan ke arah
medial, m. deltoideus pars acromialis sebagai abduktor lengan, dan m. deltoideus
pars scapularis sebagai ekstensor dan rotator lengan ke arah lateral.
Struktur m. biceps brachii pada beruk mirip pada MEP dan simpanse
(Kurniawan 2000; Champneys 2011). Otot ini pada beruk berorigo di processus
coracoideus (caput brevis) dan tuberculum supraglenoidale (caput longum).
Sedangkan insersio otot ini pada beruk berada pada tuberositas radii os radius.
Otot ini dapat melakukan gerakan fleksi persendian siku dan gerakan supinasi
terhadap lengan secara keseluruhan. Dua gerakan ini tidak berhubungan dengan
kemampuan lokomosi lengan primata, karena kondisinya mirip pada semua
primata (Aversi-Ferreira et al. 2007).
Struktur m. brachialis pada beruk mempunyai origo dan insersio yang
berbeda pada MEP dan simpanse. Otot ini pada beruk berorigo di sepertiga
proksimal corpus humeri dan berinsersio di processus coronoideus dan
tuberositas radii. Pada MEP, origo otot ini berada pada corpus humeri dan
berinsersio di processus coronoideus (Kurniawan 2000). Pada simpanse, otot ini
berorigo di setengah distal corpus humeri dan berinsersio di processus
coronoideus dan tuberositas ulna (Champneys 2011). Otot ini berfungsi sebagai
fleksor persendian siku (Stone dan Stone 2008).
Musculus triceps brachii pada beruk mirip pada MEP, yaitu memiliki empat
caput yang terdiri dari caput longum, laterale, mediale dan caput accessorium.
Pada beruk dan MEP, otot ini berorigo di tuberculum infraglenoidale os scapula
dan sepertiga lateral margo caudalis os scapula (caput longum), sepertiga
proksimal margo caudalis os humerus (caput laterale), 2/3 distal margo caudalis
os humerus (caput mediale), dan bersatu dengan insersio m. latissimus dorsi
(caput accessorium).
Insersio otot ini pada beruk dan MEP berada pada
olecranon, serta satu tempat insersio tambahan untuk caput accessorium yang
berada pada epicondylus medialis humeri (Kurniawan 2000). Struktur origo pada
tiga caput yang ada pada simpanse berbeda pada beruk, tetapi mempunyai insersio
yang sama.
Pada simpanse, otot ini berorigo di tuberculum infraglenoidale
os scapula (caput longum), setengah proksimal margo caudalis os humerus (caput
lateral), dan setengah distal margo caudalis os humerus (caput medial)
32
(Champneys 2011).
Otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian bahu dan
ekstensor persendian siku (Stone dan Stone 2008).
Struktur m. coracobrachialis pada beruk mirip dengan pada MEP, yaitu
berorigo di processus coracoideus dan berinsersio di sepertiga distal dorsomedial
corpus humeri (Kurniawan 2000). Berbeda dengan beruk, otot ini pada simpanse
mempunyai insersio di seperlima distal bidang medial corpus humeri dan bagian
dalam dari sulcus intertubercularis (Champneys 2011). Otot ini berfungsi sebagai
aduktor lengan atas dan fleksor persendian bahu (Stone dan Stone 2008).
Struktur musculus teres major pada beruk berbeda pada MEP dan simpanse.
Pada beruk, otot ini berorigo di angulus caudalis os scapula dan berinsersio
di tuberositas teres major os humerus. Pada MEP, origo otot ini sama seperti
pada beruk, tetapi berinsersio di sulcus intertubercularis os humerus (Kurniawan
2000). Otot ini pada simpanse berorigo di angulus caudalis os scapula dan
tuberculum infraglenoidale, serta berinsersio pada sulcus intertubercularis
(Champneys 2011). Otot ini berfungsi sebagai aduktor dan rotator ke medial dari
lengan atas (Stone dan Stone 2008).
Musculus latissimus dorsi berfungsi sebagai flexor sendi bahu, aduktor
lengan atas (Aversi-Ferreira et al. 2007), dan retraktor lengan atas (Stone dan
Stone 2008). Pada beruk, otot ini memiliki origo yang sama seperti pada MEP,
yaitu di processus spinosus os vertebrae thoracicae VI-X dan fascia glutea. Pada
beruk, otot ini berinsersio pada crista tuberculi majoris os humerus bersatu
dengan insersio m. pectoralis transversus dan bersatu dengan insersio m. teres
major. Sedangkan pada MEP, otot ini berinsersio di tuberositas teres (Kurniawan
2000). Pada simpanse, otot ini berorigo dari processus spinosus os vertebrae
thoracicae IX-lumbales IV, os costale X-XIII, dan bergabung dengan m. obliquus
externus abdominis.
Insersio otot ini pada simpanse berada pada sulcus
intertubercularis os humerus dan bersatu dengan insersio m. teres major
(Champneys 2011).
Perbedaan struktur m. pectoralis transversus, m. pectoralis descendens,
m. pectoralis ascendens, m. deltoideus, m. coracobrachialis, m. teres major, dan
m. latissimus dorsi pada beruk, MEP, dan simpanse diduga menyebabkan beruk
mempunyai kekuatan lengan atas yang lebih besar dibandingkan dengan MEP dan
33
simpanse.
Hal tersebut berpengaruh terhadap kecepatan gerakan beruk saat
memanjat pohon. Sedangkan kekuatan gerakan beruk saat berjalan di atas tanah
yang lebih besar dibandingkan dengan MEP dan simpanse diduga dipengaruhi
oleh perbedaan struktur m. biceps brachii, m. brachialis, m. triceps brachii, dan
m. latissimus dorsi pada ketiga primata tersebut.
Stabilitas persendian bahu selama beruk bergerak dipengaruhi oleh m. teres
minor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Struktur
keempat otot ini pada beruk mirip dengan pada MEP dan simpanse. Musculus
teres minor berorigo pada margo caudalis os scapula, origo m. supraspinatus
berada pada fossa supraspinata, dan origo m. infraspinatus berada pada fossa
infraspinata. Insersio m. teres minor, m. supraspinatus, dan m. infraspinatus
berada pada tuberculum majus os humerus.
Sedangkan m. subscapularis
mempunyai origo pada fossa subscapularis dan berinsersio pada tuberculum
minus os humerus (Kurniawan 2000; Champneys 2011).
34
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Otot-otot yang ditemukan pada daerah bahu dan lengan atas beruk adalah
m. panniculus carnosus, m. trapezius, m. rhomboideus, m. serratus ventralis
cervicis, m. serratus ventralis thoracis, m. pectoralis transversus, m. pectoralis
descendens, m. pectoralis ascendens, m. deltoideus, m. coracobrachialis, m. teres
major, m. latissimus dorsi, m. biceps brachii, m. brachialis, m. triceps brachii,
m. teres minor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Fleksibilitas gerak os scapula pada saat beruk bergerak dipengaruhi oleh
m. trapezius, m. rhomboideus, m. serratus ventralis cervicis, dan m. serratus
ventralis thoracis.
Kekuatan beruk saat memanjat pohon dipengaruhi oleh
m. pectoralis transversus, m. pectoralis descendens, m. pectoralis ascendens,
m. deltoideus, m. coracobrachialis, m. teres major, dan m. latissimus dorsi.
Kekuatan beruk saat berjalan di atas tanah dipengaruhi oleh m. biceps brachii,
m. brachialis, m. triceps brachii, dan m. latissimus dorsi. Kestabilan persendian
bahu beruk saat bergerak dipengaruhi oleh m. teres minor, m. supraspinatus,
m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Secara umum otot-otot daerah bahu dan lengan atas beruk lebih mirip pada
MEP dibandingkan dengan simpanse. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas
beruk yang mirip dengan pada MEP adalah m. panniculus carnosus,
m. rhomboideus, m. serratus ventralis cervicis, m. serratus ventralis thoracis,
m.
pectoralis
descendens,
m.
pectoralis
ascendens,
m.
deltoideus,
m. coracobrachialis, m. biceps brachii, m. brachialis, m. triceps brachii, m. teres
minor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis. Otot-otot daerah
bahu dan lengan atas beruk yang mirip dengan pada simpanse adalah m. biceps
brachii, m. teres minor, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis.
Saran
Perlu dilakukan pengamatan pergerakan beruk secara langsung sehingga
pendugaan-pendugaan mengenai fungsi otot beruk pada daerah bahu dan lengan
atas beruk dapat dibuktikan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni N et al. 2009. Analisis DNA mikrosatelit untuk identifikasi paternitas
pada beruk (Macaca nemestrina) di Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata
IPB. J Prim Ind 6 (2): 70-77.
Ankel-Simons F. 2007. Primate Anatomy an Introduction. Edisi 3. London:
Academic Pr.
[Anonimus]. 2010. Sumatera wildlife: pig-tailed macaque (Macaca nemestrina).
[terhubung berkala]. http://putribirutravel.com/141-sumatra-wildlife-pigtailed-macaque-macaca-nemestrina.html. [24 januari 2012].
[Anonimus].
2011.
Tour de Singkarak 2011.
[terhubung berkala].
http://rangminang.web.id/2011/06/tour-de-singkarak-2011-photo-essay. [21
Juni 2011].
Aversi-Ferreira TA, Pereira-de-Paula J, Prado YCL, Lima-e-Silva MS, Mata JR.
2007. Anatomy of the shoulder and arm muscles of Cebus libidinosus.
Braz J Morphol Sci 24 (2): 63-74.
Bauer A et al. 2003. Philip’s Nature Encyclopedia. London: Chancellor Pr.
Bennett T, Henrickson R. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical ResearchBiology and Management. San Diego: Academic Pr.
Carola R, Harley JP, Noback CR. 1990. Human Anatomy and Physiology. New
York: McGraw-Hill Pub.
Cartmill M. 2010. Primate classification and diversity. Di dalam Platt ML,
Ghazanfar AA, editor. Primate Neuroethology. Oxford: Oxford Univ Pr.
Cawthon L. 2005. Primate factsheets: pigtail macaque (Macaca nemestrina)
taxonomy, morphology, and ecology.
[terhubung berkala].
http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/entry/pigtail_macaque. [24 Agustus
2010].
Champneys F. 2011. On The Muscles and Nerves of a Chimpanzee (Troglodytes
niger) and a Cynocephalus anubis. Oxford: Brasenose College.
Dolhinow P, Fuentes A. 1999. The Nonhuman Primates. California: Mayfield
Pub.
Fleagle JG. 1988. Primate Adaptation and Evolution. Academic Pr.
Jones DB et al. 2004. Asian primates classification. Int J Prim 25 (1): 97-164.
Kingston B. 1996. Understanding Muscles: A Practical Guide to Muscle
Function. London: Chapman & Hall.
36
Kurniawan W. 2000. Anatomi otot daerah skapula dan humerus monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Marieb E. 1988. Essentials of Human Anatomy and Physiology. Ed ke-2.
California: The Benjamin/Cummings Pub.
Rahayu AS. 2001. Studi perilaku dan habitat beruk (Macaca nemestrina
Linnaeus 1766) di kawasan lindung HPHTI PT Riau Andalan Pulp and
Paper, Riau [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Richardson et al.
2008.
Macaca nemestrina.
http://www.iucnredlist.org. [24 Agustus 2010].
[terhubung berkala].
Sajuthi D et al. 1993. Karakteristik Satwa Primata Sebagai Hewan Model Untuk
Penelitian Biomedis. Di dalam: Seminar Satwa Primata Sebagai Hewan
Model Dalam Bidang Kedokteran dan Farmasi. Bogor.
Schmidt M, Krause C. 2011. Scapula Movement and Their Contribution to
Three-Dimentional Forelimb Excursions in Quadrupedal Primates. Di
dalam D’Août K, Vereecke EE, editor. Primate Locomotion. New York:
Springer.
Schmitt D. 2010. Primate Locomotor Evolution: Biomechanical Studies of
Primate Locomotion and Their Implications for Understanding. Di dalam
Platt ML, Ghazanfar AA, editor. Primate Neuroethology. Oxford: Oxford
Univ Pr.
Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi Sebagai Sarana Kelangsungan Hidup
hewan. Kajian Anatomi Fungsional. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Smith JB, Mangkoewodjojo S.
1988.
Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Indonesia
University Pr.
Stone RJ, Stone JA. 2008. Biology: Atlas of Skeletal Muscles. Edisi 6. New
York: The McGraw-Hill.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi
12. Hoboken: John Wiley and Sons.
[WAVA] World Association of Veterinary Anatomists.
Anatomica Veterinaria. Hannover: ICVGAN.
2005.
Nomina
Yanuar A, Chivers DJ, Sugardjito J, Martyr DJ, Holden JT. 2009. The
population distribution of pig-tailed macaque (macaca nemestrina) and
long-tailed macaque (Macaca fascicularis) in West Central Sumatra,
Indonesia. Asian Prim J 1 (2): 2-11.
37
LAMPIRAN
Tabel 1
No
Perbandingan otot daerah bahu dan lengan atas beruk dengan pada MEP dan simpanse
Nama otot
Beruk
Keadaan pada monyet ekor
panjang (*)
Keadaan pada simpanse (**)
 Bersama m. pectoralis
transversus berinsersio di crista
tuberculi majoris os humerus
Sama
Berbeda: tidak ditemukan
m. panniculus carnosus
 Ujung lateral os clavicula;
acromion; dan spina scapulae
sisi anterior
Sama
Sama
 Spina scapulae sisi posterior
Berbeda:
O: processus spinosus os
vertebrae thoracicae I-X
Berbeda:
O: processus spinosus os
vertebrae thoracicae I-XIII
 m. rhomboideus capitis  Protuberantia occipitalis
 Margo dorsalis os scapula
externa dan ligamentum nuchae
Sama
Berbeda: terdiri atas dua otot
O:
 m. rhomboideus
cervicis
 Processus spinosus ossa
vertebrae cervicales I-VII
 Margo dorsalis os scapula
Sama
 m. rhomboideus
thoracis
 Processus spinosus ossa
vertebrae thoracicae I-VI
 Margo dorsalis os scapula
Sama
 m. rhomboideus major:
processus spinosus os
vertebrae thoracicae II-V
 m. rhomboideus minor:
ligamentum nuchae
I: angulus caudalis os
scapula
 Os vertebrae cervicalis I
 Distal spina scapula sampai
acromion
Sama
Origo (O)
1.
m. panniculus carnosus  Fascia glutea dan fascia
lumbodorsalis
2.
m. trapezius
 m. trapezius pars
cervicalis
 m. trapezius pars
thoracica
3.
4.
 Protuberantia occipitalis
externa; ligamentum nuchae;
dan processus spinosus ossa
vertebrae cervicales I-VII
 Processus spinosus ossa
vertebrae thoracicae I-VIII
Insersio (I)
m. rhomboideus
m. serratus ventralis
cervicis
 m. serratus ventralis
cervicis pars cranialis
Berbeda: Hanya terdiri atas
satu otot
38
No
Nama otot
Beruk
Origo (O)
 m. serratus ventralis
cervicis pars caudalis
Keadaan pada simpanse (**)
 Angulus cranialis os scapula
Sama
O: processus transversus os
vertebrae cervicalis I-II
I: margo dorsalis os scapula
Margo dorsalis os scapula
Sama
Berbeda:
O: os costale I-X
Insersio (I)
 Os vertebrae cervicalis I
 Os costale V-X
Keadaan pada monyet ekor
panjang (*)

5.
m. serratus ventralis
thoracis
6.
m. pectoralis transversus 1/3 os clavicula bagian
 Crista tuberculi majoris os
proximal; os sternum; dan
humerus
membentuk aponeurosis dengan
m. rectus abdominis
Berbeda:
O: 1/4 proximal os
clavicula, 1/2 panjang os
sternum
Berbeda:
O:
1/2
proximal
os
clavicula,
Os
sternum
costale IV-linea alba
I: bersatu dengan otot lengan
atas
7.
m. pectoralis descendens Membentuk aponeurosis dengan 1/3 proximal corpus humeri
m. rectus abdominis
Sama
Berbeda: tidak ditemukan
m. pectoralis descendens
8.
m. pectoralis ascendens  Os sternum dari os costale I-VI  Aponeurosis otot yang
membungkus tulang sendi bahu
Sama
Berbeda:
O: os costale I-IV
I: processus coracoideussulcus intertubercularis
9.
m. deltoideus
 m. deltoideus pars
clavicularis
 2/3 distal os clavicula
 Tuberositas deltoidea os
humerus
Sama
Berbeda:
O: 1/3 distal os clavicula
 m. deltoideus pars
acromialis
 Acromion
 Tuberositas deltoidea os
humerus
Sama
Sama
 m. deltoideus pars
scapularis
 1/2 distal spina scapula
 Tuberositas deltoidea os
humerus
Sama
Sama
39
No
Nama otot
Beruk
Origo (O)
10.
11.
12.
14.
Insersio (I)
Keadaan pada monyet ekor
panjang (*)
Keadaaan pada simpanse
(**)
m. biceps brachii
 m. biceps brachii caput 
brevis

 m. biceps brachii caput 
longum
m. brachialis

processus coracoideus os
scapula
 Tuberositas radii os radius
Sama
Sama
Sama
Sama
Berbeda:
O: corpus humeri
I: processus coronoideus
Berbeda:
O: 1/2 margo anterior os
humerus
I: processus coronoideus,
tuberositas os ulna
 m. triceps brachii caput Tuberculum infraglenoidale os  Olecranon os ulna
longum
scapula dan 1/3 lateral margo
caudalis os scapula
Sama
Berbeda:
O:
tuberculum
infraglenoidale os humerus
 m. triceps brachii caput 1/3 proximal margo posterior os Olecranon os ulna
laterale
humerus
Sama
Berbeda:
O: 1/2 proximal margo
posterior os humerus
 m. triceps brachii caput 2/3 distal margo posterior os
mediale
humerus
 Olecranon os ulna
Sama
Berbeda:
O:
1/2
distal
margo
posterior os humerus
 m. triceps brachii caput Bersatu dengan insersio
accessorium
m. latissimus dorsi
 Olecranon os ulna dan
epicondylus medialis humeri
Sama
Berbeda: tidak ditemukan
caput accessorium
 Tuberositas teres major os
humerus
Berbeda:
I: sulcus intertubercularis
Berbeda:
I: sulcus intertubercularis
Tuberculum supraglenoidale os  Tuberositas radii os radius
scapula
1/3 proximal corpus os humerus Tuberositas radii os radius dan
processus coronoideus os ulna
m. triceps brachii
m. teres major
 Angulus caudalis os scapula
40
No
Nama otot
Beruk
Origo (O)
Insersio (I)
Keadaan pada monyet ekor
panjang (*)
Keadaan pada simpanse (**)
Berbeda:
I: bersatu dengan m. teres
major di tuberositas teres
major os humerus
Berbeda:
I: bersatu dengan tendo
m. teres major dan di sulcus
intertubercularis
Sama
Sama
15.
m. latissimus dorsi
 Processus spinosus ossa
 Bergabung dengan m. teres
vertebrae thoracicae VI-X dan
major dan bersama
fascia glutea
m. pectoralis major berinsersio
pada crista tuberculi majoris os
humerus
16.
m. subclavius
 Sambungan costochondro os
costale I
17.
m. teres minor
Sama
Sama
18.
m. supraspinatus
 1/3 distal margo caudalis os  Tuberculum majus os humerus
scapula
 Fossa supraspinata os scapula  Tuberculum majus os humerus
Sama
Sama
19.
m. infraspinatus
 Fossa infraspinata
 Tuberculum majus os humerus
Sama
Sama
20.
m. subscapularis
 Fossa subscapularis os scapula  Tuberculum minus os humerus
Sama
Sama
Keterangan
 1/3 bagian distal margo inferior
os clavicula
: (*) berdasarkan (Kurniawan 2000); (**) berdasarkan (Champneys 2011)
Download