BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otot
2.1.1 Pengertian Otot
Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh yang tugas utamanya
kontraksi. Kontraksi otot digunakan untuk memindahkan bagian-bagian tubuh dan
substansi dalam tubuh. Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot yang fungsinya
menggerakkan organ-organ tubuh. Kemampuan tersebut disebabkan karena jaringan
otot mampu berkontraksi. Kontraksi otot dapat berlangsung karena molekul-molekul
protein yang membangun sel otot dapat memanjang dan memendek. Otot memainkan
peranan penting sebagai mesin penghasil energi. Semakin bertambah massa otot,
energi yang dihabiskan semakin bertambah, yang akan membantu anda mengurangi
kadar lemak tubuh dan menurunkan berat badan dengan cara yang sehat (Santoso,
2009).
Penambahan massa otot diikuti dengan peningkatan kekuatan otot. Kekuatan
otot meningkat terutama pada usia 21 sampai 40 tahun dan secara umum menurun
seiring dengan peningkatan usia. Kekuatan otot pada pria muda hampir sama dengan
wanita muda sampai menjelang usia puber. Setelah itu pria akan mengalami
peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding dengan wanita, dan perbedaan
yang terbesar timbul selama usia 21 sampai 40 tahun. Peningkatan kekuatan ini
6
7
berkaitan dengan peningkatan masa otot setelah puber. Sampai pada 16 tahun rasio
masa tumbuh antara wanita dan pria sama. Setelah masa puber massa otot pria 50
persen lebih besar sehingga rasio masa tubuh secara umum menjadi lebih besar (Irfan,
2007).
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Massa Otot
Massa otot merupakan salah satu indikator keadaan tubuh yang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Selain faktor jenis kelamin yang sangat berpengaruh, faktor usia
dan indeks massa tubuh juga memegang peranan penting dalam menentukan massa
otot total yang dimiliki oleh seseorang.
a. Usia
Usia dan massa otot memiliki hubungan korelasi negatif sehingga semakin tua
usia, massa otot akan semakin menurun. Dalam faktor usia ini dapat dibagi menjadi
dua yaitu usia remaja dan usia dewasa. Usia remaja terhitung saat seseorang berusia
15 sampai 20 tahun sedangkan usia dewasa terhitung saat seseorang berumur 21
sampai 40 tahun. Pada masa remaja, kebutuhan energi dan protein meningkat untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan cepat, meningkatnya massa otot pada usia remaja
mengakibatkan pada usia remaja lebih terlihat berotot. Terpenuhinya kebutuhan
energi dan protein ditandai dengan berat badan dan tinggi badan yang normal. Oleh
karena itu monitoring berat badan dan tinggi badan pada remaja sangat esensial untuk
menentukan kecukupan energi setiap individu (Irfan, 2007) .
8
b. IMT
Indeks Massa Tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat
badan dan tinggi badan seseorang. Rumus menghitung IMT adalah, IMT = Berat
Badan (kg) / [Tinggi Badan (m)]2. IMT normal sebesar 18,5-22,9 kg/m2(Arga, 2008).
Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh Indonesia
IMT
Kategori
< 18,5
Berat badan kurang
18,5 – 22,9
Berat badan normal
23,0 – 24,9
Overweight
25,0 – 29.9
Obes I
≥ 30,0
Obes II
(Sumber: Depkes RI, 1994)
IMT yang biasanya digunakan sebagai indikator obesitas ternyata berpengaruh
terhadap massa otot. Semakin besar nilai IMT, maka semakin banyak massa otot
yang dimiliki. Hubungan ini lebih berpengaruh terutama pada wanita (Nasrulloh,
2009).
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga mempengaruhi perkembangan massa otot dan lemak dimana
remaja putri lebih banyak mendapatkan lemak dan remaja putra lebih berotot.
9
d. Makanan
Seperti pada pola makan sehat, aturlah asupan makanan dengan konsumsi bahanbahan makanan yang memiliki kandungan protein tinggi. Bukan berarti rendah
karbohidrat harus menahan lapar, karena selain membantu memperlancar
metabolisme tubuh, makanan yang mengandung protein tinggi dan rendah
karbohidrat juga bisa memberi rasa kenyang yang cukup lama (Santoso, 2009).
e. Tingkat Aktivitas Sehari-hari
Tingkat aktivitas yang dilakukan dapat mempengaruhi massa otot. Seseorang yang
memiliki aktivitas tinggi cenderung memiliki massa otot yang lebih besar
dibandingkan dengan seseorang yang aktivitasnya rendah (Santoso, 2009).
2.1.3 Pengukuran massa otot
Alat ukur yang dipakai untuk mengukur massa otot adalah meteran pita lila,
dimana akan dilakukan pengukuran pada lengan dan dada. Berikut akan dijelaskan
cara mengukur lingkar dada dan lingkar lengan (Rahadian, et al., 2008):
1. Pengukuran Lingkar Dada
Pengukuran lingkar dada membutuhkan pita ukur yang lentur, tetapi tidak
elastik dengan lebar pita tidak lebih dari 0.7 cm. Selama pengukuran, subyek berdiri
tegak, dengan posisi rileks, dan lebar kaki di buka selebar bahu. Ketika pita sudah
dililitkan ke dada, posisi tangan diturunkan secara rileks. Dada harus bebas dari
busana (bra) kecuali subyek a tanpa tali. Pita pengukur ditempatkan pada sendi tulang
rusuk ke empat (costo-sternal-joint). Bila ditarik ke samping maka akan segaris
10
dengan posisi tulang rusuk ke enam. Nilai ukuran dicatat saat akhir fase ekspirasi
dengan posisi pita horizontal.
Untuk menentukan sendi tulang rusuk keempat tersebut, bisa dengan cara
meraba (palpasi) dengan jari tangan, yaitu ujung kedua jari telunjuk ditempatkan pada
bagian atas klavikula, kemudian jempol ditempatkan pada rusuk pertama yang berada
dibawah jari telunjuk tadi. Lalu ganti posisi jempol dengan jari telunjuk dan telunjuk
yang sudah dipindahkan tadi. Demikian seterusnya sampai diketahui tulang rusuk ke
empat.
Pengukur berdiri di depan dan menghadap subyek. Kemudian tempatkan salah
satu ujung pita di sendi tulang rusuk keempat dan menahannya dengan salah satu
tangan, lalu ujung pita LILA yang dililitkan melalui bagian belakang subyek. Bagian
akhir pita LILA yang dililitkan tersebut, ditempatkan diantara ketiak (axilla) dan
sternum. Kemudian pengukur memastikan bahwa posisi pita LILA sudah horizontal
baik pada bagian belakang maupun bagian depan, untuk itu bisa dengan bantuan
cermin atau teman. Nilai ukur yang dicatat berada di atas nilai 0 pada pita LILA. Pita
LILA sedikit ditarik agar menempel pada kulit, dan kulit harus bebas dari keringat
agar tidak mempengaruhi posisi pita LILA.
2. Teknik mengukur lingkar lengan
Untuk pengukuran ini, subyek berdiri tegak dengan tangan menggantung bebas
pada sisi badan dan telapak tangan menempel pada paha. Subyek menggunakan
pakaian tanpa lengan. Jika bagian tengah lengan atas telah diberi tanda untuk
pengukuran ketebalan lipatan kulit, maka tanda tersebut dapat digunakan sebagai
11
acuan untuk menempatkan lilitan pita LILA. Tetapi jika tidak terdapat tanda tersebut,
bisa ditentukan dengan cara menekuk lengan sebesar 90, tetapi telapak tangan
menghadap ke atas. Pengukur berada di belakang subyek, lalu mengukur panjang
antara bagian ujung skapula dengan tulang di siku samping. Kemudian ambil bagian
tengah dari ukuran panjang tersebut dan beri tanda untuk tempat pengukuran keliling
lengan atas.
Untuk pelaksanaan pengukuran, tangan yang sebelumnya ditekuk, sekarang
diluruskan tetapi tetap rileks dan telapak tangan menempel paha. Kemudian lilitkan
pita LILA pada tempat yang sudah ditandai sebelumnya, pastikan bahwa lilitan cukup
menempel kekulit tetapi tidak sampai menekan kulit, serta posisi pita LILA tegak
lurus dengan sumbu lengan.
12
2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologis
2.2.1 Anatomi
a. Pectoralis Mayor
Pectoralis mayor adalah otot dada yang kuat yang bertanggung jawab untuk
gerakan di depan tubuh, seperti mendorong,melempar, dan meninju. Otot ini berorigo
pada medial klavicula, sternum dan costal cartilages dari costa 1-7, dan berinsersio
pada lateral lip dari bicipital groove pada humerus. Otot ini berfungsi pada saat fleksi,
adduksi, internal rotasi dan horizontal adduksi pada sendi bahu (Cael, 2010).
Gambar 2.1 Otot Pectoralis Mayor
(Cael, 2010)
b. Biceps Brachii
Biceps brachii merupakan salah satu otot yang paling superfisial dilengan atas
dan bekerja pada kedua bahu dan lengan. Biceps brachii dibagi menjadi dua yaitu
long head bicep brachii dan short head bicep brachii. Long head bicep brachii
berorigo pada supraglenoid tubercle dari skapula dan berfungsi ketika fleksi dan
abduksi shoulder. Short head bicep brachii berorigo pada coracoid process dari
13
scapula dan berfungsi ketika adduksi shoulder. Biceps brachii berinsersio pada radial
tuberosity dan bicipital aponeurosis overlying common flexor tendon. Fungsi dari
biceps brachii ini yaitu membantu menstabilkan bahu selama fleksi. Biceps brachii
bekerja sama dengan otot deltoid, coracobrachialis, dan trisep brachii. Short head dari
brachii biceps juga bekerja sama dengan coracobrachialis untuk aduksi lengan dan
ayunan ke depan selama berjalan (Cael, 2010).
Gambar 2.2 Otot Biceps Brachii
(Cael, 2010)
2.2.2 Fisiologi otot rangka
Karakteristik otot rangka secara fisiologis ada 4 aspek yaitu:
1. Kontraktilitas yang merupakan kemampuan otot untuk mengadakan
respon (memendek) bila dirangsang.
14
2. Exstensibility (distensibility) yaitu kemampuan otot untuk memanjang bila
otot ditarik atau ada gaya yang bekerja pada otot tersebut bila otot rangka
diberi beban.
3. Elasticity yaitu kemampuan otot untuk kembali kebentuk dan ukuran
semula setelah mengalami exstensibility atau distensibility (memanjang)
atau contractility (memendek).
4. Exsitability electric
yaitu kemampuan untuk merespon terhadap
rangsangan tertentu dengan memproduksi sinyal-sinyal listrik disebut
tindakan potensi (Tortora dan Derrickson, 2009).
Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah yang besar dalam memberi
respon terhadap berbagai bentuk latihan (Sudarsono, 2009). Beberapa unit organ
tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Latihan daya ledak
akan meningkatkan diameter otot. Dengan latihan yang teratur, akan memberikan
beberapa efek positif terhadap otot, bahkan perubahan adaptif jangka panjang dapat
terjadi pada serat otot, yang memungkinkan untuk respon lebih efisien terhadap
berbagai jenis kebutuhan pada otot (Wiarto, 2013).
2.3 Pelatihan
Pelatihan beban merupakan suatu proses yang sistematis dari pelatihan atau
bekerja
dengan
berulang-ulang
dengan
penambahan
beban
pelatihan
dan
pekerjaannya secara progresif (Harsono, 1993). Pada dasarnya semua pelatihan
merupakan suatu aktivitas atau suatu kinerja dari atlet yang dilakukan secara
15
sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang secara individu
(Bompa, 1994).
Pelatihan adalah kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama serta
sistematis dan progresif sesuai dengan tingkat kemampuan individu, bertujuan untuk
meningkatkan fungsional tubuh sehingga dapat melakukan kegiatan olahraga secara
optimal (Soetopo, 2007).
Secara garis besar ada 4 aspek besar pelatihan yang diperlukan dalam
meningkatkan penampilan seseorang yaitu: pelatihan fisik, pelatihan teknik, pelatihan
taktik, dan pelatihan mental (Soetopo, 2007). Dengan demikian, pelatihan
merupakan suatu gerakan fisik dan atau aktivitas mental yang dilakukan secara
sistematis dan berulang–ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan
pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk
memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu
melakukan aktivitas olah raga dapat mencapai penampilan yang optimal. Dalam
batasan tentang pelatihan ini ada kata kunci yang harus di pahami betul, yakni:
sistematis, repetitif, durasi, progresif dan individual (Nala, 2011).
2.4 Prinsip Pelatihan
Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis, dengan
pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan
dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011).
16
Prinsip–prinsip latihan dasar pelatihan diuraikan oleh Nala (2011), terdiri dari
tujuh prinsip yaitu :
1. Prinsip aktif dan bersungguh–sungguh
Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan
sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan
dengan bersungguh–sungguh tanpa ada paksaan
2. Prinsip pengembangan multilateral
Pelatihan dasar–dasar kebugaran badan dan komponen biomotorik hendaknya
dibekali terlebih dahulu sebelum pelatihan yang mengarah kepada spesifikasi
yang digeluti. Selain itu dikembangkan pula seluruh organ dan sistem yang ada
dalam tubuh.
3. Prinsip spesialisasi dalam pelatihan
Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dilanjutkan dengan
pengembangan khusus atau spesialisasi sesuai dengan cabang olahraga yang
dilatih. Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang
cocok untuk cabang olah raga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan.
4. Prinsip pelatihan individualisasi
Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi
dalam olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, sehingga cara pelatihannya
akan berbeda.
5. Prinsip variasi
17
Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus-menerus akan cukup
membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan
pelatihan perlu dibuatkan variasi pelatihan. Tentunya mempunyai tujuan yang
sama yaitu tetap mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program
pelatihan yang ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam
berlatih.
6. Prinsip mempergunakan model proses latihan
Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitasi, suatu stimulasi dari
kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang
diamati yang mendekati keadaan sebenarnya.
7. Prinsip beban berlebih
Prinsip beban berlebih sering disarankan oleh para ahli dan merupakan prinsip
dasar dalam pelatihan. Prinsip ini menjelaskan bahwa kemajuan prestasi
seseorang merupakan akibat langsung dari jumlah dan kualitas kerja yang
dicapainya dalam pelatihan (Soetopo, 2007).
2.5 Latihan Beban
Selain aktivitas latihan di atas, latihan olahraga juga dapat dilakukan dengan
menggunakan latihan beban (weight training). Menurut Suharjana, 2007 latihan
beban (weight training) adalah latihan yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan beban sebagai alat untuk menambah kekuatan fungsi otot guna
memperbaiki kondisi fisik atlet, mencegah terjadinya cedera atau untuk tujuan
18
kesehatan. Latihan beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban dari berat
badan sendiri (beban dalam) atau menggunakan beban luar yaitu beban bebas (free
weight) seperti dumbell, barbell, atau mesin beban (gym machine). Bentuk latihan
yang menggunakan beban dalam yang paling banyak digunakan seperti chin-up,
push-up, sit-up, ataupun back-up, sedangkan menggunakan beban luar sangatlah
banyak dan bervariasi sesuai dengan tujuan latihan.
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1990), latihan beban adalah suatu cara
pemeliharaan kondisi badan dengan jalan gerakan yang berulang-ulang, misalnya
mengerutkan bisep, mengangkat bahu dengan beban yang submaksimal, dan lain-lain.
Menurut Thomas R (1999), latihan beban banyak digunakan oleh para penggemar
kebugaran, bahkan menjadi daya tarik bagi orang yang pernah mengalami kelelahan,
orang yang tidak berenergi, dan orang yang tidak bugar.
Latihan beban merupakan suatu bentuk latihan yang menggunakan media alat
beban untuk menunjang proses latihan dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran,
kekuatan otot, kecepatan, pengencangan otot, hypertrophy otot, rehabilitasi, maupun
penambahan dan pengurangan berat badan (Djoko, 2009).
Latihan beban (weight training) disebut juga resistance training adalah salah
satu jenis latihan olahraga yang menggunakan beban sebagai sarana untuk
memberikan rangsang gerak. Terutama untuk meningatkan kekuatan dan daya tahan
serta hipertrofi otot. Dalam perkembanganya weight training dapat dirancang untuk
meningkatkan daya tahan paru jantung dan memperbaiki komposisi tubuh.
19
Beban yang dipergunakan dapat berupa bobot badan sendiri, dambel, barbel
ataupun mesin beban (gym machine). (Menurut Thomas R, 1999), peralatan latihan
beban terdiri atas dua macam yaitu mesin (gym) dan beban bebas (free weight). Yang
dimaksud dengan mesin dan beban bebas adalah sebagai berikut:
a. Mesin (gym)
Mesin (gym) terdiri atas dua jenis mesin latihan yaitu mesin pivot dan mesin cam.
Mesin pivot merupakan peralatan latihan beban yang memiliki satu atau lebih
tumpukkan beban, yang dilakukan dengan menarik atau mendorong sebuah tuas
beban yang berhubungan dengan sebuah titik putar atau menggunakan katrol. Mesin
cam merupakan mesin dengan beban variabel yang memiliki roda berbentuk elips,
bentuknya membuat cam berfungsi sebagai tumpukkan beban yang bergerak.
b. Beban bebas (free weight)
Peralatan beban bebas adalah barbell dan dumbell, harganya lebih murah dari
mesin, menawarkan lebih banyak variasi latihan dan membuat latihan benar-benar
bebas.
1) Barbell, digunakan untuk latihan dengan menggunakan dua lengan. Barbell
memberikan variasi latihan yang tidak mungkin diberikan pada mesin. Barbell
dilengkapi dengan lempengan beban dengan berat yang bervariasi.
2) Dumbell, digunakan untuk latihan dengan menggunakan satu atau dua lengan.
Alat ini lebih pendek dari barbell dan juga menawarkan banyak variasi latihan.
20
2.5.1 Latihan Beban Pada Otot Dada
Latihan beban pada otot dada terdiri dari tiga latihan yaitu barbell Bench Press,
Incline Bench Flyes, dan Standing Cable Flyes
1. Barbell Bench Press
Gambar 2.3 Latihan Barbell Bench Press
(Santoso, 2011)
Teknik Pelaksanaan
a) Berbaring telentang pada bench
b) genggam barbell dengan posisi medium grip
c) Angkat barbell ke atas secara eksplosif
d) Turunkan secara perlahan
2. Incline Bench Flyes
Gambar 2.3 Latihan Barbell Bench Press
(Santoso, 2011)
21
Tahap Pelaksanaan
a) Berbaring pada incline bench
b) Genggam dumbbell di kedua tangan
c) Buka tangan Anda ke samping
d) Kemudian tutup ke atas
3. Standing Cable Flyes
Gambar 2.5 Latihan Cable Flyes
(Santoso 2011)
Gambar 2.5 Latihan standing Cable Flyes
(Santoso 2011)
Tahap Pelaksaanaan
a) Genggam kedua handle cable dengan kedua tangan
b) Tarik handle bersamaan ke depan dada
c) Kembali ke posisi awal dengan perlahan
22
2.5.2Latihan Beban Pada Otot Biceps
Latihan beban pada otot biceps dapat di bagi menjadi dua latihan yaitu latihan
Squat Concentration Curl, dan Kneling Single Arm.
1. Squat Concentration Curl
Gambar 2.6 Latihan Squat Concentration Curl
(Santoso, 2011)
Tahap Pelaksanaan
a) Genggam sepasang dumbbell
b) Berdiri dengan kaki selebar bahu
c) Dorong pinggul kebelakang dan lakukan squat hingga paha sejajar dengan
lutut
d) Posisikan tangan menyentuh pada paha dalam
e) Angkat dumbell lalu turunkan secara bergantian selama 30-60 detik
23
2. Kneeling Single Arm
Gambar 2.7 Latihan Kneeling Single Arm
( Santoso, 2011 )
Tahap Pelaksanaan
a) Posisikan tubuh Anda berlutut
b) Pilih dumbell yang bisa anda angkat selama 15 detik
c) Pegang dumbell pada kedua tangan
d) Angkat dumbell setinggi dada Anda
e) Putar pergelangan menghadap bahu
f) Lakukan pada kedua tangan secara bergantian
g) Lakukan 3 repetisi pada masing-masing tangan sebanyak mungkin selama 5
menit
h) Jika Anda sudah bisa melakukan secara berturut-turut sebanyak 10 kali (30
repetisi), tambah beban dumbbell
24
2.6 Takaran Pelatihan
Latihan yang dilakukan harus terus meningkat secara bertahap, terus-menerus
dan berkelanjutan. Latihan disesuaikan prosedur latihan yang dimulai dari
pemanasan, latihan inti dan penenangan. Hindari cara yang salah dan merugikan.
Hipertrofi/pembesaran secara bertahap dan seimbang, antara anggota badan atas dan
anggota badan bawah. Sasaran latihan ini untuk pembesaran massa dan pembentukan
otot.
Metode latihan beban dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Program Latihan Beban
Jenis Latihan
Takaran Latihan
Keterangan
Latihan Utama:
Frekuensi:
Tingkatkan latihan
Latihan beban/weight
3-5 kali/ minggu
secara bertahap
training
Intensitas: 75-85 % RM
Jumlah pos: 10-12
Set: 3-6 Set
Irama: lancar
Rep: 8-12 kali
Metode: Set block/Set
Recov: 30-90 dtk antar
system
set
Latihan Pelengkap:
Frekuensi:
Latihan meningkat
- Aerobik intens.
3-4 kali/ minggu
secara bertahap.
Sedang
Intensitas: 70-80 %
- Memperbaiki
- Anaerobik
MHR
metabolisme tubuh
Durasi: > 20 menit
- Memacu nafsu makan
Intensitas: > 85 % MHR
Durasi: 20-60 menit
Dikutip dari: Nasrulloh, (2009)
Download