karakteristik mual dan muntah serta upaya penanggulangan oleh

advertisement
KARAKTERISTIK MUAL DAN MUNTAH SERTA UPAYA
PENANGGULANGAN OLEH PENDERITA KANKER YANG
MENJALANI KEMOTERAPI
Lola Susanti*, Mula Tarigan**
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
**Dosen Departemen Keperawatan Dasar Manusia
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara
Phone : 081397746324
Email : [email protected]
Abstrak
Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel
kanker. Mual dan muntah sering muncul bersama dalam berbagai kondisi, termasuk menjadi efek samping yang
umum terjadi pada penggunaan obat anti neoplastik.. Mual dan muntah yang terjadi setelah dilakukan kemoterapi.
Kata Kunci: Kemoterapi, mual, muntah
PENDAHULUAN
Kemoterapi
merupakan
salah
satu
modalitas pengobatan pada
kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk
mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun
metastatis. Kemoterapi sangat penting dan
dirasakan besar manfaatnya karena bersifat
sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker
dengan cara pemberian melalui infuse, dan
sering menjadi pilihan metode efektif dalam
mengatasi kanker terutama kanker stadium
lanjut local (Desen, 2008). Teknik pemberian
kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan dan
jenis obat yang diperlukan (Adiwijono,2006).
Obat kemoterapi umumnya berupa
kombinasi dari beberapa obat yang diberikan
secara bersamaan dengan jadwal yang telah
ditentukan .Selain membunuh sel kanker, obat
kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat yang
normal, terutama yang cepat membelah atau
cepat tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa
usus dan sumsum tulang. Beberapa efek
samping yang terjadi pada kemoterapi,
gangguan mual dan muntah adalah efek samping
frekuensi terbesar (Yusuf, 2007).
Meskipun sering menjadi alternative
pilihan utama untuk mengatasi kanker,
kemoterapi memiliki efek samping yang cukup
serius. Dari beberapa efek dari kemoterapi, mual
dan muntah adalah yang paling sering
dikeluhkan bagi pasien. King (1997, dalam
McDonal, 2001) menyebutkan bahwa lebih dari
60% pasien yang dikemo mengeluh adanya
keluhan mual muntah. Mual muntah pada pasien
kanker yang dikemoterapi diakibatkan oleh
adanya stimulasi pada pusat muntah oleh
Cemoreseptor Trigger Zone sebagai efek
samping dari obat-obat yang digunakan pada
kemoterapi (Desen, 2008). Disamping itu juga
melalui korteks yang diakibatkan oleh
kecemasan yang kemudian merangsang pusat
muntah. Karekteristik mual dan muntah
mencakup gejala dan tipe.
Keluhan mual dan muntah setelah
kemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu
akut, tertunda (delayed) dan terantisipasi
(antipatory). Muntah akut terjadi pada 24 jam
pertama setelah kemoterapi. Muntah yang terjadi
setelah periode akut ini kemudian digolongkan
dalam muntah tertunda (delayed) yang terjadi
pada
24-96
jam
setelah
kemoterapi
(Abdulmuthalib, 2006). Sedangkan muntah
antisipasi merupakan suatu respon klasik yang
sering dijumpai pada pasien kemoterapi (1040%) dimana muntah terjadi sebelum
diberikannya kemoterapi/tidak ada hubungannya
dengan pemberian kemoterapi (Ritenburg,2005)
Kanker adalah sekelompok penyakit yang
ditandai dengan pertumbuhan tidak terkendali
sel tubuh tertentu yang berakibat merusak sel
dan jaringan tubuh lain, bahkan sering berakhir
dengan kematian. Karena sifatnya demikian
“ganas” (tumbuh tak terkendali dan berakibat
kematian), maka kanker juga disebut sebagai
penyakit keganasan, dan sel kanker disebut juga
sel ganas. Semua sel tubuh dapat terkena kanker,
kecuali rambut,gigi dan kuku. (Hendry,dkk
2007).
Karsinogen secara umum dapat diartikan
sebagai penyebab yang dapat merangsang
pembentukan kanker. Beberapa karsinogen yang
diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya
kanker sebagai berikut.
(a) Senyawa kimia (zat karsinogen), dalam hal
ini adalah zat pewarna, zat pengawet,
bahan
tambahan pada makanan dan
minuman
(b) Faktor fisika, dalam hal ini adalah bom atom
dan radioterapi agresif (radiasi sinar
pengion)
(c) Virus, beberapa jenis virus berhubungan erat
dengan perubahan sel normal menjadi sel
kanker. Jenis virus ini disebut virus
penyebab kanker atau virus onkogenik
(d) Hormon, dalam hal ini adalah zat yang
dihasilkan oleh kelenjar tubuh yang berfungsi
mengatur kegiatan alt-alat tubuh. Pada
beberapa
penelitian
diketahui
bahwa
pemberian
hormone
tertentu
secara
berlebihan dapat menimbulkan kanker pada
organ
tubuh
yang
dipengaruhinya.
(Delimartha,2003)
DEFENISI KEMOTERAPI
Kemoterapi adalah cara pengobatan tumor
dengan memberikan obat pembasmi sel kanker
(disebut sitostatika) yang diminum ataupun yang
diinfuskan ke pembuluh darah. Jadi, obat
kemoterapi menyebar ke seluruh jaringan tubuh,
dapat membasmi sel-sel kanker yang sudah
menyebar luas di seluruh tubuh. Karena
penyebaran obat kemoterapi luas, maka daya
bunuhnya luas, efek sampingnya biasanya lebih
berat dibandingkan dua modalitas pengobatan
terdahulu.
Obat kemoterapi secara umum disebut
sitostatika, berefek menghambat atau membunuh
semua sel yang sedang aktif membelah diri.Jadi,
sel normal yang aktif membelah atau
berkembang biak juga terkena dampaknya,
seperti sel akar rambut, sel darah, sel selaput
lendir mulut,dll.Sel tubuh tersebut adalah yang
paling parah terkena efek samping kemoterapi,
sehingga dapat timbul kebotakan, kurang darah,
sariawan, dll. Oleh karena itu, pemberian obat
sitostatik (berupa obat medis ataupun obat
herbal) harus dibawah pengawasan dokter yang
berpengalaman untuk mencegah timbulnya efek
samping yang serius, dan bila terjadi efek
samping dapat segera diatasi/diobati.
Agar sel tubuh normal mempunyai
kesempatan untuk memulihkan dirinya, maka
pemberian kemoterapi biasanya harus diberi
jedah (selang waktu) 2-3 minggu sebelum
dimulai lagi pemberian kemoterapi berikutnya
(Hendry,dkk 2007)
PRINSIP KERJA
Prinsip
kerja
pengobatan
dengan
kemoterapi adalah dengan meracuni atau
membunuh
sel-sel
kanker,
mengontrol
pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan
pertumbuhannya agar tidak menyebar, atau
untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan
oleh kanker. Kemoterapi kadang-kadang
merupakan pilihan pertama untuk menangani
kanker. Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda
dengan radiasi atau pembedahan yang bersifat
setempat,
karenanya
kemoterapi
dapat
menjangkau sel-sel kanker yang mungkin
suddah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh
yang lain.
Penggunaan kemoterapi berbeda-beda
untuk setiap pasien, kadang-kadang sebagai
pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan
sebelum atau setelah operasi atau radiasi.
Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbedabeda tergantung jenis kankernya.(Iskandar,2007)
Dua atau lebih obat sering digunakan
sebagai suatu kombinasi. Alasan dilakukannya
terapi kombinasi adalah untuk menggunakan
obat yang bekerja pada bagian yang berbeda dari
proses metabolisme sel, sehingga akan
meningkatkan kemungkinan dihancurkannya
jumlah sel-sel kanker. Selain itu, efek samping
yang berbahaya dari kemoterapi dapat dikurangi
jika obat dengan efek beracun yang berbeda
digabungkan, masing-masing dalam dosis yang
lebih rendah dari pada dosis yang diperlukan
jika obat itu digunakan tersendiri.
Obat-obat dengan sifat yang berbeda
digabungkan, misalnya obat yang membunuh
sel-sel tumor dikombinasikan dengan obat yang
merangsang system kekebalan
terhadap
kanker.(Iskandar, 2007). Antikanker merupakan
obat yang indeks terapinya sempit. Pada
umumnya anti kanker menekan pertumbuhan
atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas,
karena menghambat pembelahan sel normal
yang proliferasinya cepat misalnya sumsum
tulang, epitel germinativum, mukosa saluran
cerna, folikel rambut dan jaringan limfosit
(Nafrialdi dan Sulistia, 2007).
Kerusakan
pada
membran
mukosa
menyebabkan nyeri pada mulut, diare dan
stimulasi zona pemicu kemotaksis yang
menimbulkan mual dan muntah. Semua
kemoterapi bersifat teratogenik. Beberapa obat
menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap
organ, seperti ginjal (cisplatin) dan saraf
(vinkristin). Perawatan 13 suportif dengan
antagonis
5-HT3,
5
Hidroksitriptamin
(serotonin) dan steroid lebih mengatasi rasa
mual (Davey, 2006).
Penyakit sistemik banyak yang disertai
mual dan muntah. Pada penderita kanker, mual
dan muntah merupakan keluhan yang sering
dijumpai, baik itu disebabkan oleh pemberian
kemoterapi, radioterapi,
maupun akibat
perluasan dari kankernya.
MUAL DAN MUNTAH
Muntah atau vomite atau emesis adalah
keadaan akibat kontraksi otot perut yang kuat
sehingga menyebabkan isi perut menjadi
terdorong untuk keluar melalui mulut baik
dengan maupun tanpa disertai mual terlebih
dahulu. Mual dan muntah sering muncul
bersama dalam berbagai kondisi, termasuk
menjadi efek samping yang umum terjadi pada
penggunaan obat anti neoplastik.. Mual dan
muntah yang terjadi setelah dilakukan
kemoterapi dikenal sebagai Chemotherapy
Induced Nausea and Vomiting
(CINV).
(Pazdur,2003)
Nausea dan vomiting yang tidak terkontrol
dapat mempengaruhi terapi pada pasien secara
keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi
serta menurunkan tingkat kesembuhan pasien
kanker. Selain itu mual muntah yang tidak
terkontrol juga dapat menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, penurunan berat
badan, dan malnutrsisi. Muntah yang
bekepanjangan dapat menyebabkan esophageal,
kerusakan gastric dan pendarahan.(Pazdur,2003)
Demikian pula pada penderita kanker dapat
disertai mual dan muntah yang pada umumnya
disebabkan efek samping dari pengobatan yang
diberikan, seperti pemberian sitostatika,
analgetika opiate dan radiasi.Mual dan muntah
yang terjadi pada penderita yang mendapt
sitostatika umumnya terjadi 1-2 jam setelah
pemberian sitostatika dan akan berlangsung
selama 24 jam.
Keadaan ini disebut reaksi akut, namun
demikian dapat juga terjadi reaksi lambat, yaitu
mual dan muntah terjadi beberapa hari setelah
pemberian sitostatika dan akan berlangsung
beberapa hari.
Penderita yang mual tidak selalu disertai dengan
muntah.
Mual dan muntah adalah efek samping
yang seringkali dialami oleh banyak orang yang
menerima kemoterapi. Beberapa jenis obat juga
seringkali menimbulkan efek samping seperti
ini. Ada beberapa obat antimual (antiemetik)
yang sudah tersedia untuk membantu
mengurangi gejala ini, namun demikian efek
samping semacam ini adalah masalah yang
harus dicarikan solusinya agar proses
kemoterapi dapat dijalani dengan lebih lancar
bagi para pasien. Orang yang mengalami gejala
ini tentu saja harus berusaha untuk tetap makan
dan sebaiknya pasien mendapatkan semua
dukungan dan pertolongan yang bisa diberikan
sebisa mungkin untuk meningkatkan nafsu
makannya. Pada kemoterapi yang dilakukan
dalam siklus 21 hari, muntah dan mual akan
terjadi selama beberapa hari setelah menerima
obat, tapi biasanya gejala itu akan hilang dalam
waktu
seminggu
setelah
menerima
obat.(Indrawati,2009)
Mual dan muntah adalah manifestasi dini
yang sering ditemukan dari toksisitas obat
kemoterapi. Etiologi mual dan muntah dari
banyak masalah yang berbeda, oleh karena itu
pengatasannya juga berbeda, bisa sederhana atau
bisa juga kompleks (DiPiro and Thomas, 2005).
Pengontrolan mual dan muntah dibutuhkan
sebagai salah satu pertimbangan penting pada
pengobatan kanker dan terapi suportif (Pazdur,
2001).
Mual berhubungan dengan pergerakan
lambung, yaitu pergerakan yang sulit pada
rongga perut dan otot-otot di rongga dada.
Muntah adalah pengeluaran paksa isi dalam
perut dengan kekuatan penuh, disebabkan oleh
gerakan peristaltik kembali Gastro Intestinal,
gerakan ini memerlukan koordinasi kontraksi
dari otot perut, pylorus dan antrum, kenaikan
cardiagastric, menurunkan tekanan dan dilatasi
esophageal (DiPiro dan Taylor, 2005). Selain
disebabkan oleh kemoterapi kanker, mual dan
muntah dapat disebabkan oleh obstruksi usus,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, uremia,
obat (digitalis, opium) dan metastase otak
(Anonim, 2007).
Refleks yang menyebabkan muntah
disebabkan oleh stimulasi dari reseptor pada
CNS dan atau gastrointestinal. Area reseptor ini
mengirim pesan 14 pada pusat muntah pada
medulla, yang kemudian berkoordinasi dengan
aksi muntah (Pazdur, 2001). Muntah yang
diinduksi oleh berbagai zat kimia, obat sitostatik
dan radiasi diperantai melalui CTZ (Schein,
1997). Chemoreceptors trigger zone (CTZ) juga
berlokasi di medulla, berperan sebagai
chemosensor dan diarahkan pada darah dan
CSF. Area ini kaya akan berbagai reseptor
neurotransmitter (Pazdur, 2001). Contoh dari
reseptor-reseptor tersebut antara lain reseptor
kolinergik dan histamin, dopaminergik, opiate,
serotonin, neurokinin dan benzodiazepine. Agen
kemoterapi, metabolitnya, atau komponen
emetik lain menyebabkan proses muntah melalui
salah satu atau lebih dari reseptor tersebut.
(DiPiro dan Taylor, 2005). Mual dan muntah
terjadi akibat adanya kerusakan pada kantong
kemih dan ginjal sehingga kotoran-kotoran
kimia sel kanker yang mati oleh obat
kemoterapui
atau
radiasi
tidak
dapat
dikeluarkan.maka, penting untuk memastikan
konsumsi air minum atau cairan yang banyak
setelah tindakan kemoterapi dilakukan.
TIPE MUAL DAN MUNTAH
Tipe mual dan muntah: 1) Mual muntah
akut, biasanya terjadi saat pemberian sitostatika
tanpa pengobatan antiemetik. 2) Mual muntah
tertunda menggambarkan keterlambatan mual
muntah akibat penggunaan terapi sitostatika
cisplatin. Terjadi 2-6 hari setelah terapi. 3) Mual
muntah yang berkelanjutan, biasanya untuk obat
sitostatika
emetogenik
sedang,
dapat
menyebabkan mual muntah selama 2-3 hari.
4) Antisipator mual muntah, terjadi pada pasien
yang merasa mual atau rasa tidak enak diperut
dan cemas, padahal obat sitostatika belum
diberikan. (Jeffery dkk., 1998)
KARAKTERISTIK MUAL DAN MUNTAH
Karakteristik pasien dan emesis
a. Riwayat emesis tidak terkontrolEmesis yang
sulit dikontrol sebelum penggunaan
kemoterapi akan menyebabkanpasien lebih
sulit untuk mengontrol emesisnya saat
dilakukan
kemoterapi
walaupunsudah
diberikan antiemesis, terutama untuk emesis
yang bersifat akut..
b. Pernah mengonsumsi alkoholEmesis akan
lebih mudah muncul pada pasien yang biasa
menggunakan alkoholdalam dosis tinggi
(>100 g/ hari). Semakin banyak alkohol
yang dikonsumsi makanrisiko kejadian
emesis akan semakin tinggi.
c. Usia Beberapa penelitian mengemukakan
lebih mudah untuk mengontrol emesis
padapasien dalam usia lanjut. Pada pasien
yang lebih muda biasanya ada kecendrungan
untuk perkembangkan kearah reaksi distonik
akut.
d. Jenis kelaminLebih sulit untuk mengontrol
emesis pada wanita dari pada laki–laki yang
diberikan kemoterapi yang sama termasuk
dalam dosis dan frekuensi pemberiannya.
e. Motion sickness
Pasien yang mengalami motion sickness
biasanya lebih mudah mengalami mual
muntah
akibat
kemoterapi.(Solimando,2003).
REFERENSI
1. Alsagaff, Hood. (1995). Kanker paru dan
terapi paliatif. Surabaya:
Airlangga
University press
2. Baradero, marry dkk. (2007). Seri Asuhan
Keperawatan Klien Kanker. Jakarta:EGC
3. Delimartha, Setiawan. (2003). Ramuan
Tradisonal untuk pengobatan kanker.
Jakarta: PT. Penebar Swadaya
4. Glauss, Agnes dkk. (2004). Jurnal :
Chemotherapy-Induced
Nausea
And
Vomiting In Routine Pravtice a European
Perspective volume 12 : 708-715
5. Indrawati , Maya (2009). Bahaya kanker
Bagi Wanita dan Pria. Jakarta: AV
Publisher
6. Junaidi, Iskandar. (2007). Kanker. Jakarta:
PT. Bhuana Ilmu Popule.
7. Japaries, Willie. (2007). Pencegahan Dan
Terapi ,Kanker dengan kombinasi herbal
Indonesia dan traditional Chinese Medicine.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
8. Liau, Chi-Ting dkk. (2005). Incidence of
chemotherapy-induced nausea and vomiting
in Taiwan: physicians and nurses estimation
vs. patients’ reported outcomes volume
13:277-286
9. Pazdur. (2001). Mual dan Muntah Pada
Pasien dengan Kemoterapi. Diunduh di
http//www.cribd.com/doc/35152956/Evaluas
i-Mual-Muntah-Paien-kemoterapi.html,
pada tanggal 21 Mei 2012
10. WHO. (2003). Mual dan Muntah Pada
Pasien dengan Kemoterapi.
Diunduh di
http//www.google.co.id/search?q=mual+dan
+muntah+pada+pasien+kemoterapi&ie=utf8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-a, pada tanggal
21 Mei 2012
Download