perbedaan pemberian asi eksklusif dan susu formula terhadap

advertisement
PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP
STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12 BULAN DI DESA REKSOSARI
KEC. SURUH KAB. SEMARANG
Naori Atika1), Rini Susanti2) Heni Setyowati3)
Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo
Email:UP2M@AKBIDngudiwaluyo
INTISARI
Atika, Naori T. 2014; Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif Dan Susu Formula Terhadap
Status Gizi Bayi Umur 7-12 Bulan Di Desa Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang. Karya
Tulis Ilmiah. D III Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. Pembimbing I : Rini
Susanti, S.SiT, M.Kes., II : Heni Setyowati, S.SiT, M.Kes.
Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsure penting. Kekurangan gizi,
terutama pada bayi akan menghambat proses tumbuh kembang anak dalam upaya pencapaian
derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa. Pertumbuhan
dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI (Air Susu Ibu) yang
diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah bayi umur 7-12 bulan di
Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang dengan memperhatikan kriteria inklusi dan
eksklusi yaitu sebanyak 34 bayi.
Dari hasil penelitian didapatkan 17 bayi yang diberikan ASI eksklusif, 15 bayi
(88,2%) memiliki gizi baik dan 2 bayi (11,8%) memiliki gizi kurang. Dari 17 bayi yang
diberikan susu formula, 9 bayi (52,9%) memiliki gizi lebih dan 2 bayi (11,8%) memiliki gizi
kurang. Berdasarkan uji Mann Whitney didapatkan nilai Z hitung sebesar -2,694 dengan pvalue 0,020 < α (0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pemberian
ASI eksklusif dan susu formula terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa Reksosari
Suruh Kabupaten Semarang.
Tenaga kesehatan diharapkan mampu mempromosikan kesehatan tentang pemberian
ASI eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan sehingga menekan kejadian status gizi kurang
atau lebih dan mengajarkan pada ibu cara memeras ASI dan cara menyimpan ASI yang benar
(misalnya poster, pamphlet, dan penyuluhan kepada para ibu).
Kata kunci : ASI Eksklusif, Susu Formula, Status Gizi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan gizi yang baik merupakan
salah satu unsur yang sangat penting.
Kekurangan gizi, terutama pada bayi akan
menghambat proses tumbuh kembang
anak dalam upaya pencapaian derajat
kesehatan
yang
optimal
untuk
meningkatkan mutu kehidupan bangsa.
Secara umum terdapat dua faktor utama
yang berpengaruh terhadap faktor tumbuh
kembang anak, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik dapat
disebabkan dari perkembangan janin pada
saat di dalam kandungan yang kurang
sempurna. Faktor lingkungan yang
dimaksud
merupakan
lingkungan
biopsikososial
yang
mempengaruhi
individu setiap hari mulai dari konsepsi
sampai akhir hayatnya (Purwitasari, 2009).
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
1
Pertumbuhan dan perkembangan bayi
sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI
yang diperoleh termasuk energi dan zat
gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI
tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain
dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan
sampai usia sekitar empat bulan. Setelah
itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber
protein, vitamin dan mineral utama untuk
bayi yang mendapat makanan tambahan
yang tertumpu pada beras. Pembangunan
bangsa, peningkatan kualitas manusia
harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak
dini yaitu sejak masih bayi, salah satu
faktor yang memegang peranan penting
dalam peningkatan kualitas manusia
adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Pemberian ASI semaksimal mungkin
merupakan kegiatan penting dalam
pemeliharaan anak dan persiapan generasi
penerus di masa depan. Akhir-akhir ini
sering dibicarakan tentang peningkatan
penggunaan ASI. Selanjutnya bayi perlu
mendapatkan makanan pendamping ASI
kemudian pemberian ASI di teruskan
sampai anak berusia dua tahun (Depkes
RI, 2009).
Hampir semua bayi 96,3% di Indonesia
pernah mendapat Air Susu Ibu(ASI).
Sebanyak 8% bayi lahir mendapat ASI
dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi
mendapat ASI pada hari pertama,rataratanya lamanya pemberian ASI Eksklusif
hanya 1,7 bulan (Soetjiningsih,2002). Hal
ini menunjukkan bahwa minuman selain
ASI dan MP-ASI sudah mulai di berikan
pada usia lebih dini. Peningkatan
persentase bayi di bawah umur 4 bulan
yang mendapat ASI eksklusif meningkat
daripada tahun1997, namun peningkatan
itu masih terlalu kecil, dari 52% menjadi
55% (Roesli,2002). Angka menyusui
eksklusif masih rendah karena umumnya
pengetahuan (informasi) yang belum
sampai tentang manfaat dan cara menyusui
yang benar (SDKI,2007).
Air susu ibu (ASI) adalah makanan
yang terbaik yang dapat diberikan oleh
seorang ibu kepada bayinya. Komposisi
dalam ASI sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi pada setiap saat, ASI
juga mengandung zat pelindung yang
dapat menghindari bayi dari berbagai
penyakit infeksi. Dipandang dari sudut
ekonomi pemberian ASI juga sangat
menguntungkan baik bagi keluarga
maupun negara (Perinasia, 2004).
Berdasarkan penelitian WHO (2000) di
enam negara berkembang, resiko kematian
bayi antara usia 9-12 bulan meningkat
40% jika bayi tersebut tidak disusui, bayi
berusia dibawah dua bulan angka
kematiannya meningkat menjadi 48%
(Roesli, 2008). Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Cohen dan
kawan-kawan di Amerika pada tahun 1995
diperoleh bahwa 25% ibu-ibu yang
memberikan ASI secara eksklusif pada
bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan
susu formula pada bayi. Bayi yang
mendapatkan ASI secara eksklusif lebih
jarang terserang penyakit dibandingkan
dengan bayi yang memperoleh susu
formula, karena susu formula memerlukan
alat-alat yang bersih dan perhitungan
takaran susu yang tepat sesuai dengan
umur bayi. Hal ini membutuhkan
pengetahuan ibu yang cukup tentang
dampak pemberian susu formula (Roesli,
2000). Pemberian ASI eksklusif pada bayi
sampai usia sebulan setelah kelahirannya
hanya 25-80%, lebih buruk lagi di daerah
kumuh perkotaan (Jakarta, Makassar,
Surabaya dan Semarang) pemberian itu
hanya sampai 40%, bahkan ada bayi yang
baru berumur dua minggu sudah diberikan
makanan lain (Amiruddin, 2006). Hal ini
dapat terjadi karena sosial ekonomi orang
tua yang kurang dan faktor gizi ibu
menyusui yang kurang.
Hampir semua bayi 96,3% di Indonesia
pernah mendapat Air Susu Ibu(ASI).
Sebanyak 8% bayi lahir mendapat ASI
dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi
mendapat ASI pada hari pertama,rataratanya lamanya pemberian ASI Eksklusif
hanya 1,7 bulan (Soetjiningsih,2002). Hal
ini menunjukkan bahwa minuman selain
ASI dan MP-ASI sudah mulai di berikan
pada usia lebih dini. Peningkatan
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
2
persentase bayi di bawah umur 4 bulan
yang mendapat ASI eksklusifmeningkat
daripada tahun1997,namun peningkatan
itu masih terlalu kecil, dari 52% menjadi
55% (Roesli,2002). Angka menyusui
eksklusif masih rendah karena umumnya
pengetahuan (informasi) yang belum
sampai tentang manfaat dan cara menyusui
yang benar (SDKI,2007).
Berdasarkan studi pendahuluan di desa
Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang
didapatkan terdapat data balita yang usia
7-12 bulan sebanyak 65 orang. Hasil
wawancara pada 10 ibu yang telah
menyusui bayinya pada usia 0-6 bulan ada
6 ibu yang mengatakan memberikan susu
formula pada bayinya dan ada 4 ibu yang
mengatakan telah memberikan ASI saja.
Dilihat dari catatan grafik berat badan
pada buku KMS, bayi yang diberi susu
formula
lebih
cepat
mengalami
pertambahan berat badan dibandingan bayi
yang diberi ASI eksklusif. Selain itu, pada
bayi yang diberi susu formula juga lebih
sering mengalami sakit seperti diare,
demam, maupun batuk pilek. Maka dari
itu, pemberian ASI eksklusif maupun susu
formula sangat mempengaruhi status gizi
bayi. Berdasarkan hal tersebut peneliti
tertarik meneliti tentang perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Menganalisis perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di
desa Reksosari Kec. Suruh Kab.
Semarang.
Tujuan Khusus : a).Mendiskripsikan
pemberian ASI eksklusif terhadap status
gizi bayi usia 7-12 bulan di desa Reksosari
Kec.
Suruh
Kab.
Semarang.
b).Mendiskripsikan
pemberian
susu
formula terhadap status gizi bayi usia 7-12
bulan oleh ibu menyusui di desa Reksosari
Kec. Suruh Kab. Semarang. c).Mengetahui
perbedaan pemberian ASI eksklusif dan
susu formula terhadap status gizi bayi usia
7-12 bulan di desa Reksosari Kec. Suruh
Kab. Semarang.
Manfaat Penelitian
Bagi Tenaga Kesehatan: Informasi
mengenai perbedaan pemberian ASI
Eksklusif dan susu formula terhadap status
gizi bayi usia 7-12 bulan dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam usaha
mensukseskan program ASI Eksklusif.
Bagi Masyarakat :Hasil penelitian
mendatang dapat di jadikan masukan bagi
masyarakat umum khususnya ibu-ibu
menyusui untuk menyusui bayinya secara
eksklusif.
Bagi peneliti : Menambah pengetahuan
serta dapat memperoleh pengalaman
dalam melakukan penelitian tentang
kebidanan khususnya tentang perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana
penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga peneliti dapat memperoleh
jawaban
terhadap
pertanyaan
penelitiannya. Pengertian yang lebih
sempit, desain penelitian mengacu pada
jenis atau macam penelitian yang dipilih
untuk mencapai tujuan penelitian. Desain
penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah deskriptif komparatif
yaitu penelitian dengan menggunakan
metode studi perbandingan dilakukan
dengan cara membandingkan persamaan
dan perbedaan sebagai fenomena untuk
mencari factor-faktor apa, atau situasi
bagaimana yang menyebabkan timbulnya
suatu peristiwa tersebut. Berdasarkan
tujuan penelitian desain penelitian
menggunakan pendekatan cross sectional,
yaitu suatu rancangan penelitian dengan
melakukan pengukuran atau pengamatan
pada saat bersamaan (sekali waktu) antara
faktor risiko atau paparan dengan penyakit
(Hidayat,2010).
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
3
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua bayi
yang berumur 7-12 bulan yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi di Desa
Reksosari Suruh Kabupaten Semarang
berjumlah 34 bayi. Sampel dalam
penelitian ini adalah semua bayi yang
berumur 7-12 bulan yang ada di Desa
Reksosari Suruh Kabupaten Semarang .
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi
di Desa Reksosari Suruh
Kabupaten Semarang, 2014
ASI eksklusif
f
%
9
52,9
8
47,1
17
100,0
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Susu Formula
f
%
8
47,1
9
52,9
17
100,0
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui
bahwa dari 17 responden bayi yang diberi
ASI eksklusif lebih banyak berjenis
kelamin laki-laki sejumlah 9 bayi (52,9%),
dari 17 responden bayi yang diberi susu
formula lebih banyak berjenis kelamin
perempuan sejumlah 9 bayi (52,9%).
b. Umur
Tabel 4.2 Statistik
Deskriptif
Berdasarkan Umur Bayi
di Desa Reksosari Suruh
Kabupaten
Semarang,
2014
Kelompok
ASI Eksklusif
Susu Formula
n
17
17
Mean
(bulan)
8,71
8,53
SD
(bulan)
1,359
1,179
Min
(bulan)
7
7
Max
(bulan)
11
11
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui
bahwa dari 17 responden bayi yang diberi
ASI eksklusif, rata-rata umur bayi adalah
8,71 bulan dengan umur paling muda 7
bulan dan paling tua 11 bulan, sedangkan
dari 17 responden bayi yang diberi susu
formula rata-rata umur bayi 8,53 dengan
umur paling muda 7 bulan dan paling tua
11 bulan.
c. Berat Badan
Tabel 4.3 Statistik
Deskriptif
Berdasarkan Berat Badan
Bayi di Desa Reksosari
Suruh
Kabupaten
Semarang, 2014
Kelompok
n
ASI Eksklusif 17
Susu Formula 17
Mean
(kg)
7,124
9,276
SD
(kg)
0,853
1,709
Min
(kg)
6,3
6,3
Max
(kg)
9,8
11,7
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui
bahwa dari 17 responden bayi yang diberi
ASI eksklusif, rata-rata berat badan bayi
adalah 7,124 kg dengan berat badan
minimum 6,3 kg dan berat badan
maksimum 9,8 kg, sedangkan dari 17
responden bayi yang diberi susu formula,
rata-rata berat badan bayi adalah 9,276 kg
dengan berat badan minimum 6,3 kg dan
berat badan maksimum 11,7 kg.
Analisis Univariat
Analisis univariat dalam penelitian
menyajikan hasil analisis gambaran status
gizi pada bayi yang diberikan ASI
eksklusif dan pada bayi yang diberi susu
formula di desa Reksosari Kec. Suruh
Kab. Semarang.
Status Gizi pada Bayi yang Diberikan ASI
Eksklusif
Tabel 4.4 Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan Status Gizi
pada Bayi yang Diberikan
ASI eksklusif di Desa
Reksosari Suruh Kabupaten
Semarang, 2014
Status
Gizi
Kurang
Baik
Lebih
Jumlah
Frekuensi
2
15
0
17
Persentase
(%)
11,8
88,2
0,0
100,0
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui
bahwa dari 17 bayi yang diberikan ASI
eksklusif di Desa Reksosari Suruh
Kabupaten Semarang, sebagian besar
memiliki status gizi baik, yaitu sejumlah
15 bayi (88,2%), sedangkan 2 bayi
(11,8%) lainnya memiliki status gizi
kurang.
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
4
d. Status Gizi pada Bayi yang Diberikan
Susu Formula
Tabel 4.5 Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan Status Gizi
pada Bayi yang Diberikan
Susu Formula di Desa
Reksosari
Suruh
Kabupaten
Semarang,
2014
Status Gizi
Kurang
Baik
Lebih
Jumlah
Frekuensi
2
6
9
17
Persentase (%)
11,8
35,3
52,9
100,0
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui
bahwa dari 17 bayi yang diberikan susu
formula di Desa Reksosari Suruh
Kabupaten Semarang, sebagian besar
memiliki status gizi lebih, yaitu sejumlah 9
bayi (52,9%), sedangkan yang memiliki
status gizi kurang sejumlah 2 bayi
(11,8%), dan 6 bayi (35,3%) memiliki
status gizi baik.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada bagian ini
menyajikan hasil analisis perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi usia 7-12 bulan di
desa Reksosari Kec. Suruh Kab.
Semarang, untuk mengetahui perbedaan
ini dilakukan uji Mann Whitney. Hal ini
dikarenakan data yang dipakai berbentuk
ordinal (kategorik), sehingga pengujian
harus menggunakan uji statistik non
parametrik dalam hal ini menggunakan uji
Mann Whitney.
Tabel 4.6 Perbedaan Pemberian ASI
eksklusif dan Susu Formula
terhadap Status Gizi Bayi
Usia 7-12 Bulan di desa
Reksosari Kec. Suruh Kab.
Semarang, 2014
Kelompok
N
ASI
Eksklusif
Susu
Formula
17
17
Mean
Rank
13,53
21,47
Z
-2,694
pvalue
0,020
Berdasarkan uji Mann Whitney
sebagaimana disajikan pada tabel 4.6
diperoleh nilai Z hitung = -2,694 dengan
p-value = 0,020, oleh karena p-value
(0,020) < α (0,05), disimpulkan bahwa ada
perbedaan secara bermakna pemberian
ASI eksklusif dan susu formula terhadap
status gizi bayi usia 7-12 bulan di desa
Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang.
Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis
univariat, dimana bayi dengan status gizi
baik, lebih banyak terjadi pada bayi yang
diberikan ASI eksklusif sejumlah 15 bayi
(88,%) dibandingkan bayi yang diberikan
susu formula sejumlah 6 bayi (35,3%).
PEMBAHASAN
Bagian ini penulis akan memaparkan
tentang pembahasan antara hasil penelitian
dengan teori yang sudah ada dan analisis
dari peneliti. Di dalam pembahasan ini
antara lain hasil peneliti dan teori
dibandingkan untuk mencapai titik temu
ataupun kesenjangan dan kemudian akan
dibahas. Di dalam bab ini hasil penelitian
yang akan dibahas adalah perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan
di Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang.
Status Gizi Pada Bayi yang diberi ASI
Eksklusif
Tabel 4.4 tentang distribusi frekuensi
berdasarkan status gizi pada bayi yang
diberikan ASI eksklusif sebagian besar
memiliki status gizi baik yaitu 15 bayi
(88,2%), dan yang memiliki status gizi
kurang sebanyak 2 bayi (11,8%).
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung
memiliki
status
gizi
lebih
baik
dibandingkan bayi yang diberikan susu
formula. Hal ini menunjukkan banyak ibu
yang masih memperhatikan status gizi
bayinya, dalam hal ini adalah berat badan
bayi, sehingga 88,2% bayi memiliki status
gizi baik.
Menurut Acandra (2009), ASI
merupakan makanan yang paling cocok
untuk bayi karena mempunyai nilai gizi
yang paling tinggi dibandingkan makanan
bayi yang dibuat oleh manusia ataupun
susu yang berasal dari hewan, seperti susu
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
5
sapi, susu kerbau atau susu kambing.
Sedangkan menurut Judiastuty (2009), ASI
eksklusif merupakan pemberian Air Susu
Ibu (ASI) saja pada bayi yang diberikan
pada bayi baru lahir hingga usianya
mencapai 6 bulan. Pemberian ASI
eksklusif hanya diberikan untuk bayi yang
berumur 0-6 bulan, apabila bayi yang
berumur < 6 bulan tapi sudah diberikan
makanan selain ASI seperti susu formula,
bubur, roti dan berbagai macam makanan,
berarti bayi tidak bisa dikatakan
menggunakan ASI eksklusif lagi.
Keunggulan
ASI
adalah
ASI
mengandung zat gizi berkualitas tinggi
berguna
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan bayi dan mengandung
komposisi
sesuai
kebutuhan
yang
diperlukan bayi. Maka bayi yang diberi
ASI eksklusif cenderung memiliki status
gizi yang baik karena disebabkan gizi yang
cukup yang diperoleh bayi dalam ASI.
Adapun bayi yang sudah diberi ASI
eksklusif, namun masih memiliki status
gizi kurang, ini disebabkan karena faktor
ibu, seperti faktor psikologis ibu maupun
makanan
yang
dikonsumsi
ibu
(Prasetyono,2009).
Terdapat 2 bayi (11,8%) yang
diberikan ASI eksklusif namun memiliki
gizi kurang. Hal ini disebabkan karena
pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu.
Ibu kurang memperhatikan asupan
nutrisinya sehingga berpengaruh terhadap
ASI yang diberikan kepada bayinya. Hal
ini sesuai dengan teori menurut Prasetyono
(2009), yang menyatakan bahwa bayi yang
sudah diberi ASI eksklusif namun masih
memiliki status gizi kurang, disebabkan
karena faktor ibu, seperti faktor psikologis
ibu maupun makanan yang dikonsumsi
ibu.
Status Gizi Pada Bayi yang diberi Susu
Formula
Tabel 4.5 tentang distribusi frekuensi
berdasarkan status gizi pada bayi yang
diberikan susu formula diketahui bahwa
sebagian besar memiliki status gizi lebih
yaitu 9 bayi (52,9%), sedangkan bayi yang
memiliki status gizi kurang sejumlah 2
bayi (11,8%).
Berdasarkan hasil penelitian, ada 17
bayi yang diberikan susu formula dimana
9 bayi (52,9%) dengan status lebih. Bayi
yang memiliki status gizi lebih ini
disebabkan karena bayi banyak mendapat
asupan susu formula. Bayi tersebut
cenderung memiliki status gizi lebih
karena kandungan susu formula yang
tersedia jelas berbeda dengan kandungan
gizi yang terdapat dalam ASI. Kandungan
dalam susu formula lebih banyak
mengandung pemanis buatansehingga
dapat sangat cepat menaikkan berat badan
bayi. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa Berat badan bayi yang
mendapat ASI eksklusif meningkat lebih
lambat dibanding bayi yang mendapat susu
formula (MPASI). Hal ini tidak berarti
bahwa berat badan yang lebih besar pada
bayi yang mendapat susu formula lebih
baik dibanding bayi yang mendapat ASI.
Berat badan berlebih pada bayi yang
mendapat susu formula justru menandakan
terjadinya kegemukan (obesitas). Karena
dengan pemberian ASI eksklusif status
gizi bayi akan baik dan mencapai
pertumbuhan yang sesuai dengan usianya
(Hariyani, 2011). Sedangkan 2 bayi
(11,8%) dengan status gizi kurang karena
bayi tidak mendapat asupan susu formula
yang mencukupi. Diketahui bahwa bayi
yang diberikan susu formula, tidak
diberikan ASI eksklusif karena kurangnya
kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif.
Selain itu, banyak ibu yang beranggapan
bahwa bayi yang hanya diberikan ASI saja
tidak bisa mencukupi kebutuhan nutrisi
bayi dan ada yang beranggapan bahwa
menyusui dapat menjadikan bentuk tubuh
ibu tidak menarik lagi. Sehingga ibu
memberikan susu formula sebagai
pengganti ASI.
Selain karena faktor social budaya
sangat berpengaruh, seperti beberapa ibu
yang tinggal di Desa Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang yang bekerja,
maka ibu tidak memberikan ASI eksklusif
dikarenakan waktu yang jarang dirumah
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
6
dan tidak mengetahui cara memberikan
ASI perah. Padahal seperti yang kita
ketahui, pada usia 0-6 bulan organ
pencernaan bayi belum sempurna dan
apabila bayi diberikan makanan selain
ASI, dapat menyebabkan terjadinya alergi
pada bayi sehingga dapat terjadi reaksi
sakit perut atau diare pada bayi. Karena
tidak adanya kandungan immunoglobulin
pada susu formula seperti yang terkandung
dalam ASI.
Banyaknya kandungan positif dalam
susu
formula
tentunya
sangat
menggiurkan, khususnya bagi orangtua
yang ingin anaknya menjadi pintar.
Namun, tidak ada satupun susu formula
yang bisa seperti ASI, ASI tetap
merupakan makanan yang paling baik
untuk bayi karena semua zat gizi yang
dibutuhkan terkandung di dalam ASI
(Baskoro, 2008). Menurut Indiarti dan
Sukaca (2009), masalah yang sering
muncul pada bayi yang diberikan susu
formula adalah alergi pada bayi yang
biasanya terjadi pada organ pencernaan
dengan gejala muntah dan diare kronik dan
konstipasi. Pada umumnya susu formula
bayi dibuat dari susu sapi yang diubah
komposisinya hingga dapat dipakai
sebagai pengganti ASI.
Perbedaan Pemberian ASI Eksklusif dan
Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Berdasarkan tabel 4.5, terdapat 17
bayi yang diberikan susu formula,
sebanyak 9 bayi (52,9%) memiliki status
gizi lebih, sedangkan 2 bayi (11,8%)
memiliki status gizi kurang. Dengan uji
Mann
Whitney
digunakan
untuk
mengetahui perbedaan dengan status gizi
bayi 7-12 bulan yang diberi ASI eksklusif
dengan yang diberi susu formula di Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang didapatkan nilai Z hitung = 2,694 dengan p-value = 0,020 , oleh
karena p-value (0,020) < α (0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
secara bermakna pemberian ASI eksklusif
dan susu formula terhadap status gizi bayi
usia 7-12 bulan di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang,
karena nilai Z hitung > Z tabel (-1,96).
Perbedaan ini terlihat dari hasil analisis
univariat, dimana bayi dengan status gizi
baik, lebih banyak terjadi pada bayi yang
diberikan ASI eksklusif sejumlah 15 bayi
(88,2%) dibandingkan bayi yang diberikan
susu formula sejumlah 6 bayi (35,3%). Ini
menunjukkan dengan diberikannya ASI
eksklusif pada bayi dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhannya atau status gizi
bayi lebih baik dibandingkan bayi yang
diberikan susu formula. Dikarenakan pada
usia 0-6 bulan ASI eksklusif sangat
dibutuhkan, karena system pencernaan
belum sempurna, maka hanya ASI lah
yang menjadi makanan terbaik baginya.
Berarti, hal ini sesuai dengan teori, bahwa
pemberian makanan selain ASI pada bayi
yang berumur < 6 bulan, dapat
menyebabkan alergi atau bayi mengalami
penyakit seperti diare, itu terjadi karena
pencernaan bayi belum siap untuk
menerima makanan selain ASI.
Terdapat 9 bayi (52,9%) memiliki
status gizi lebih. Ini menunjukkan
pemberian
susu
formula
dapat
mempercepat pertambahan berat badan
bayi pada saat umur 0-6 bulan, karena bayi
mendapatkan nutrisi yang tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan. Hal ini sama
dengan teori bahwa pemberian susu
formula pada bayi akan mempercepat
kenaikan berat badan bayi secara drastis.
Dikarenakan kandungan susu formula
yang tersedia di pasaran jelas berbeda
dengan kandungan gizi yang terdapat
dalam ASI. Kandungan dalam susu
formula lebih banyak mengandung
pemanis buatan sehingga dapat sangat
cepat menaikkan berat badan bayi. Hal ini
dapat menyebabkan berat badan bayi tidak
normal atau tidak sesuai dengan umurnya
dan menyebabkan bayi mengalami gizi
lebih.
Selain itu terdapat 6 bayi (35,3%)
yang diberikan susu formula namun
memiliki status gizi baik. Hal ini bukan
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
7
berarti menjadikan alasan ibu untuk tidak
memberikan ASI eksklusif pada bayi,
karena bayi yang memiliki status gizi baik
walaupun diberi susu formula, tentu saja
bayi mengalami penurunan system imun
dalam tubuh. Sehingga berdasarkan
penelitian, bayi tersebut mudah terjangkit
penyakit dan akhirnya bayi mengalami
gangguan pertumbuhan.
Terdapat sifat antibody berupa
laktoferin di dalam ASI yang merupakan
suatu protein yang mengikat zat besi agar
tidak dimanfaatkan oleh bakteri-bakteri
usus yang berbahaya sebagai media
berkembangbiak. Oleh karena pemberian
zat besi atau makanan tambahan kepada
bayi harus segera dihindari, karena dapat
mempengaruhi daya perlindungan yang
diberikan oleh laktoferin yang terdapat
didalam ASI. Maka bayi yang berumur 0-6
bulan sebaiknya hanya diberikan ASI saja,
apabila bayi diberikan makanan atau
minuman tambahan selain ASI, resiko bayi
terkena alergi atau terkena diare karena
usus bayi belum mampu untuk mengolah
makanan yang masuk selain ASI. Bayi
yang tidak diberi ASI eksklusif mudah
terjangkit penyakit. Dari sinilah banyak
angka kejadian bayi mengalami penurunan
berat badan (Judiastuty, 2009).
Kandungan ASI yang berperan dalam
pertumbuhan bayi dilihat dari protein,
lemak, elektrolit, enzim dan hormone
dalam ASI. Protein ASI dibentuk dalam
ribosom pada reticulum endoplasma yang
terdiri dari kasein, alpha laktabumin dan
beta laktoglobulin. Alpha laktabumin
adalah 25-30% dari total protein ASI yang
merupakan penyedia asam amino untuk
pertumbuhan bayi. Lemak adalah bahan
penyusun yang penting bagi system syaraf.
Asam lemak dalam ASI memungkinkan
bayi memperoleh energy cukup dan dapat
membentuk myelin dalam susunan syaraf.
ASI mengandung elektrolit (natrium,
kalium,
klorida)
sangat
rendah
dibandingkan susu sapi sehingga tidak
memberatkan beban ginjal. Enzim dalam
ASI berperan secara tidak langsung
terhadap pertumbuhan dimana bila fungsi
enzim dalam berbagai proses metabolisme
tubuh terganggu maka pertumbuhan juga
akan terganggu. ASI mengandung
beberapa hormon dan factor pertumbuhan.
Hormone dalam ASI terdiri dari kortisol,
somatostatin,
laktogenik,
oksitosin,
prolaktin. Factor pertumbuhan terdiri dari
factor pertumbuhan epidermal, insulin,
laktoferin dan faktor-faktor yang secara
spesifik berasal dari sel putih epitel.
(Arifin, 2009)
Kandungan pemanis buatan yang
terlalu banyak dalam susu formula yang
banyak dijual di pasaran menyebabkan
kenaikan berat badan sangat cepat pada
bayi yang diberikan susu formula. Hal ini
menyebabkan bayi-bayi yang diberi susu
formula mempunyai berat badan yang
tidak normal, karena bayi-bayi tersebut
kebanyakan mengalami kelebihan berat
badan atau yang sering disebut obesitas.
(Prasetyono,2009)
Menurut
WHO
(2002),
ASI
merupakan satu-satunya makanan terbaik
bagi bayi sampai bayi berumur 6 bulan
karena mempunyai komposisi gizi yang
palin ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan
pertama. Rekomendasi pemberian ASI saja
yang dikenal sebagai ASI eksklusif sampai
6 bulan didasarkan pada bukti ilmiah
tercukupinya kebutuhan bayi dan lebih
baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat
ASI eksklusif serta menurunkan angka
morbiditas. Bayi yang diberikan ASI
eksklusif cenderung memiliki status gizi
yang baik. Terbukti di lahan, bayi yang
diberikan ASI eksklusif status gizinya
lebih baik.
Menurut Arifin (2004), factor-faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif antara lain banyaknya ibu-ibu
yang bekerja. Sehingga bayi diberikan
susu formula karena ibu tidak sempat
memberikan ASI saat bekerja. Di lahan
banyak ditemukan ibu-ibu yang bekerja
dan tidak memberikan ASI mereka secara
eksklusif pada bayinya. Budaya modern
dan perilaku masyarakat yang meniru
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
8
negara barat, mendesak para ibu untuk
segera menyapih bayinya dan memberikan
air susu buatan pada bayi mereka saat
umur 0-6 bulan. Di lahan pun banyak
ditemukan ibu yang sudah menyapih
bayinya sebelum umur 6 bulan. Mereka
menganggap bayi yang diberikan ASI saja
kurang kenyang, sehingga perlu disapih
agar bayi kelihatan kenyang.
Dari
hasil
penelitian,
dapat
menunjukkan bahwa bayi yang diberikan
ASI eksklusif memiliki status gizi yang
lebih baik daripada bayi yang diberi susu
formula. Hal ini dapat menjadi masukan
bagi para ibu untuk selalu memberikan
ASI eksklusif pada bayi mereka terutama
pada umur 0-6 bulan. Oleh karena
terciptalah bayi-bayi Indonesia yang
memiliki status gizi yang baik dengan
memiliki berat badan yang normal sesuai
dengan umur mereka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian tentang perbedaan
pemberian ASI eksklusif dan susu formula
terhadap status gizi bayi umur 7-12 bulan
di Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang dapat disimpulkan
bahwa :
Status gizi dari 17 bayi yang diberikan
ASI eksklusif di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
yaitu 15 bayi (88,2%) memiliki status gizi
baik dan 2 bayi (11,8%) lainnya memiliki
status gizi kurang.
Status gizi dari 17 bayi yang diberikan
susu formula di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
yaitu 9 bayi (52,9%) memiliki status gizi
lebih sedangkan 2 bayi (11,8%) memiliki
status gizi kurang.
Berdasarkan uji Mann Whitney
didapatkan nilai Z hitung = -2,694 dengan
p-value sebesar 0,020. Oleh karena p-value
0,020 < α (0,05) disimpulkan bahwa ada
perbedaan secara bermakna pemberian
ASI eksklusif dan susu formula terhadap
status gizi bayi umur 7-12 bulan di Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
Saran
Bagi peneliti: Diharapkan pada
penelitian selanjutnya dapat meneliti
factor-faktor lain yang mempengaruhi
status gizi bayi tidak hanya pemberian
nutrisi, namun bisa karena factor lain yang
dapat menyebabkan kejadian status gizi
kurang atau lebih. Factor lain yaitu
meliputi genetic, aktivitas, gangguan
hormone, bangsa atau suku serta penyakit
keturunan.
Bagi institusi: Diharapkan dapat
menambah referensi tentang status gizi
bayi guna menunjang proses belajar
mengajar.
Bagi petugas kesehatan: Diharapkan
promosi kesehatan tentang pemberian ASI
eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan
sehingga menekan kejadian status gizi
kurang atau lebih dan mengajarkan pada
ibu cara memeras ASI dan cara
menyimpan ASI yang benar (misalnya
poster, pamphlet, dan penyuluhan kepada
para ibu).
Bagi
masyarakat:
Masyarakat
diharapkan dapat memberikan ASI
eksklusif pada bayi, dan mengurangi
pemberian susu formula sehingga bayi
dapat memiliki status gizi baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, 2010. Waspadai Gizi Balita.
Elex media : Jakarta
Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian
Pendekatan Praktek. Rineka Cipta
: Jakarta
Baskoro, Anton. 2008. ASI Panduan
Praktis Ibu Menyusui. Banyu
Media : Yogyakarta
Hidayat,
2007.
Metode
Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Salemba Medika : Jakarta
Indriarti, dkk, 2009. Faktor-faktor Risiko
yang Berhubungan Terhadap
Kejadian
Kanker
Payudara
Wanita,
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
9
http://www.mep.undip.ac.id
diakses pada tanggal 20 Oktober
2013
Marimbi, 2010. Tumbuh Kembang, Status
Gizi. Numed : Yogyakarta
Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Pada
Masa Nifas. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Notoatmojo,
2010.
Metediologi
PenelitianKesehatan.
Rineka
Cipta : Jakarta
Prasetyono, 2010. ASI Eksklusif. Diva
Press : Jakarta
Purwanti, 2004. Konsep Penerapan ASI
Eksklusif. Bandung : Cendekia
Rosita, Syarifah. 2008. ASI Untuk
Kecerdasan Bayi. Ayyana :
Yogyakarta
Rusmil, 2010. Gizi Pada Bayi. Numed :
Yogyakarta
Supariasa,dkk, 2009. Penilaian Status Gizi.
Jakarta : BIP
Suradi, 2008. Manajemen Laktasi. Jakarta
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
10
PERBEDAAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA TERHADAP
STATUS GIZI BAYI UMUR 7-12
7
BULAN DI DESA REKSOSARI
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
Disusun Oleh :
NAORI TSANI ATIKA
0111457
AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2013/2014
Perbedaan Pemberian Asi Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Status Gizi Bayi
Umur 7-12 Bulan di Desa ReksosariKec.Suruh Kab. Semarang
11
Download