hasil dan pembahasan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam
dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum
ayam yang telah ditantang dengan injeksi S. aureus nonprotein A secara
intraperitoneum.
Melalui
pengamatan
mikroskopi
dengan
menggunakan
mikroskop cahaya diperoleh gambaran seperti yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Makrofag peritoneum broiler dengan pewarnaan Giemsa 10%
(perbesaran 1000x). Bar 10 µm
Aktivitas rata-rata fagositosis pada kelompok ayam perlakuan yang diberi
formulasi ekstrak tanaman Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang
diberikan 4 ekstrak tanaman.
Formula
Kontrol
Aktivitas fagositosis (%)
15.2 ± 3.12a
Kapasitas fagositosis
3.90 ± 1.59a
Formula 1
59.2 ± 17.97b
5.85 ± 2.03a
Formula 2
81.8 ± 16.07c
5.86 ± 2.16a
Formula 3
82.8 ± 15.73c
5.66 ± 1.54a
Formula 4
70.4 ± 16.27bc
10.33 ± 4.02b
Keterangan: Huruf superskrip adalah hasil dari uji wilayah berganda Duncan, huruf yang
berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.01).
16
Berdasarkan hasil uji statistika yang dapat dilihat pada lampiran 2, semua
kelompok ayam yang diberikan formula ekstrak tanaman dari Temulawak, Temu
Ireng, Meniran, Sambiloto secara peroral selama 28 hari, menunjukkan terjadinya
peningkatan aktivitas dari fagositosis makrofag yang berbeda secara signifikan
dengan kelompok kontrol. Aktivitas fagositosis makrofag paling tinggi
ditunjukkan oleh kelompok F3, yaitu kelompok ayam yang diberikan ekstrak
Temulawak dan Temu Ireng. Hasil uji statistika yang terlihat pada lampiran 4,
kapasitas makrofag pada kelompok F4 (ayam yang diberikan ekstrak tanaman
Sambiloto dan Meniran) menunjukkan terjadinya peningkatan kapasitas
fagositosis paling besar dan berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol,
sedangkan kapasitas fagositosis makrofag pada kelompok F1, F2, dan F3
menunjukkan peningkatan kapasitas fagositosis makrofag yang tidak signifikan
dengan kelompok kontrol.
Pembahasan
Senyawa aktif dalam tanaman diketahui memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penghambatan secara langsung terjadi melalui mekanisme penghambatan
pertumbuhan bakteri, sedangkan secara tidak langsung dengan peningkatan sistem
kekebalan tubuh. Beberapa kajian ilmiah telah dilakukan untuk melihat
mekanisme yang terjadi secara in vitro maupun in vivo terhadap penghambatan
bakteri.
Kajian yang dilakukan oleh Meilisa (2009) menunjukkan bahwa senyawa
aktif dalam Temulawak mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
thypi, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, dan Bacillus cereus secara in vitro.
Melalui penelitian tersebut juga diketahui bahwa bakteri Gram-negatif lebih
sensitif terhadap senyawa aktif dalam Temulawak. Berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh Sufriyanto dan Indradji (2005) diketahui bahwa senyawa fenol
mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus karena kemampuannya untuk
berpenetrasi pada dinding sel serta merusaknya.
Lebih lanjut lagi Siswandono dan Soekardjo (1995) menjelaskan bahwa
flavonoid merupakan senyawa golongan fenolik berinteraksi dengan sel bakteri
17
melalui mekanisme adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dengan gugus
fenol. Pada kadar rendah, kompleks protein yang terdapat pada dinding sel bakteri
berikatan dengan fenol yang ikatannya lemah dan segera mengalami peruraian
diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein plasma. Pada kadar tinggi fenol mempengaruhi permeabilitas
membran sel sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa
intraseluler. Selain merusak dinding sel, mekanisme lain yang mungkin terjadi
yaitu dengan proses denaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel
(transpor zat antar sel) dan menghambat sintesis asam nukleat (Purwanti 2007).
Senyawa aktif terutama golongan fenol yang diperoleh dari tanaman Temulawak,
Meniran, Sambiloto dan Temu Ireng pada penelitian diduga mempengaruhi
terjadinya kerusakan dinding sel bakteri yang mempermudah terjadinya
fagositosis. Dengan rusaknya dinding sel dari bakteri maka makrofag dapat
bekerja lebih optimal.
Respon imun tubuh nonspesifik terhadap infeksi dari luar seperti
mikroorganisme, dijalankan oleh sel radang seperti makrofag, heterofil, Natural
Killer cell, dan Killer cell. Proses fagositosis diawali dengan kemotaksis yang
dimulai dari pergerakan heterofil yang dipengaruhi oleh rangsangan kimia dari
produk bakteri. Pada dinding bakteri S. aureus terdapat antigen polisakarida,
peptidoglikan (polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang
bergabung membentuk eksoskeleton yang kaku pada dinding sel). Struktur
peptidoglikan dinding sel bakteri ini dapat dirusak oleh lisosim. Infeksi yang
terjadi akan membentuk interleukin-1 dan proses opsonisasi oleh makrofag akan
mengundang reaksi kimia dari sel leukosit polimorfonuklear. Reaksi kimia ini
akan mengaktifasi komplemen dan endotoksin.
Bakteri S. aureus mengandung komponen protein A yang dapat
menyebabkan terhambatnya fagositosis, sehingga pada penelitian ini infeksi pada
ayam dilakukan dengan menggunakan suspensi dari biakan bakteri tanpa protein
A 105 cfu/ml yang telah diseleksi sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan
proses fagositosis tidak terhambat dan dapat diamati hasilnya. Proses fagositosis
dimulai dengan opsonisasi, adanya rangsangan kimia dari bakteri dan akan
mengundang heterofil untuk mengikat bakteri tersebut dan adanya komplemen
18
antibodi akan melapisi bakteri tersebut. Proses tersebut akan membuat bakteri
tersebut rentan terhadap fagositosis. Ruangan yang telah berisi bakteri ini akan
berinvaginasi ke dalam sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar
membran sel untuk membentuk fagosom. Penggabungan antara fagosom dengan
lisosim yang akan melepaskan enzim proteolitik, akan membentuk fagolisosom
yang akan menghancurkan struktur bakteri melalui proses endositosis. Pada saat
heterofil mengalami keterbatasan energi dan enzim, heterofil akan membantu
meningkatkan pengumpulan makrofag pada daerah yang terinfeksi tersebut untuk
melanjutkan proses fagositosis terhadap bakteri yang telah dilemahkan oleh
proses sebelumnya (Radji 2010). Pada makrofag unggas terdapat reseptor untuk
Fc dan juga C3b yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk memakan
partikel baik melalui proses opsonisasi ataupun non opsonisasi, sehingga
memungkinkan adanya perpaduan kombinasi proses fagositosis yang lebih cepat
dan efektif terhadap bakteri. Tingkat efektifitas fagositosis dapat dilihat dari
jumlah makrofag yang aktif yang berasal dari suplai monosit dan jumlah bakteri
dalam lumen sitoplasma makrofag aktif tersebut (Radji 2010).
Pada pengamatan preparat ulas cairan peritoneum ayam yang diberi formula
ekstrak tanaman herbal yaitu ekstrak etanol tanaman Temulawak, Temu Ireng,
Sambiloto dan ekstrak Meniran dengan pelarut air menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag. Hal tersebut
membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri yaitu yaitu senyawa kurkuminoid,
artumerone, turmerone, dan curlone dari ekstrak rimpang Temulawak dan
senyawa flavonoid, saponin, dan senyawa kurkuminoid dari Temu Ireng
merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat
patogen seperti S. aureus (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006).
Senyawa metabolit sekunder dari ekstrak Meniran yaitu flavonoid, lignin,
isolignan, dan alkaloid yang telah dibuktikan berpengaruh dalam peningkatan
sistem imun tubuh (Agung dan Sriningsih 2006), memberikan efek positif
terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag terhadap bakteri S. aureus.
Ekstrak etanol Sambiloto yang mengandung flavonoid dan aglycons dari
diterpenoid menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.
Peningkatan aktivitas ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
19
Saxena et al. (2000), bahwa Sambiloto berpengaruh dalam mekanisme pertahanan
tubuh.
Kapasitas fagositosis makrofag ditunjukkan oleh rata-rata jumlah bakteri
yang terdapat dalam lumen makrofag. Hasil analisis statistik yang dapat dilihat
pada lampiran 4 menunjukkan kapasitas fagositosis terbesar terdapat pada
makrofag aktif kelompok F4, yang diberikan formulasi ekstrak etanol Sambiloto
yang dikombinasikan dengan ekstrak Meniran dengan pelarut air. Besarnya
kapasitas fagositosis makrofag diduga karena kandungan lignin, isolignan dan
alkaloid dari Meniran dan senyawa aglycons dari diterpenoid Sambiloto, yang
tidak dikombinasikan dengan ekstrak etanol Temulawak dan Temu Ireng yang
mengandung senyawa kurkuminoid. Perbedaan yang tidak signifikan pada
kelompok F1, F2, dan F3 terhadap kelompok kontrol pada hasil uji statistik
P>0.01 (dapat dilihat pada lampiran 4) mungkin membutuhkan waktu inkubasi
yang lebih lama (> 2 jam) untuk mengetahui kapasitas fagositosis peritoneum
yang lebih maksimal. Peningkatan fagositosis makrofag diduga terjadi karena
adanya pengaruh senyawa ekstrak yang diberikan terhadap tingkat ionisasi dan
akumulasi pada lisosom (Aryanti 2001), fusi fagosom makrofag, kompartemen
lisosom, sekresi reactive oxygen intermediate (ROI) yang merupakan hasil
ledakan respirasi (respiratory burst), produksi reactive nitrogen intermediate
(RNI) melalui jalur sitotoksik NOS2-dependent. ROI dan IFN diinduksi oleh TFN
dan INF. Ledakan respirasi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan O2 dan
menghasilkan anion superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2), kedua hasil
tersebut memiliki aktivitas mikrobisidal (Tjahajati et al. 2004).
Hasil pada penelitian ini diharapkan dapat membantu pencegahan dan
penanggulangan kasus penyakit dalam industri peternakan ayam. Faktor penting
yang mendukung dalam kesuksesan penanganan penyakit yang harus tetap
dijalankan adalah pemberian formula obat yang teratur, kebersihan dan sanitasi
lingkungan dan personal, kepadatan populasi ayam yang seimbang dengan luas
kandang, dan nutrisi yang cukup akan mencegah stres pada ayam.
Download