J. Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : 175 – 183 ISSN 2302-6340 STRATEGI KELOMPOK BANGSAWAN ERA PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG OLEH RAKYAT DI EKS KESULTANAN BUTON The Strategy of the Group Nobility in Local Elections by the People in the Former Sultanate of Buton La Ode Mz Sakti Qudratullah1, Juanda Nawawi2, A. Syamsu Alam3 1 2 Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin Ilmu Pemerintahan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin (E-mail: [email protected]) ABSTRAK Terbukanya keran demokrasi pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat menumbuhkan kembali penguatan bagi elit lokal dalam struktur sosial masyarakat Buton. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa kelompok bangsawan Kaomu dan Walaka masih mendominasi dan terpilih dalam politik lokal di Eks Kesultanan Buton serta strategi kelompok bangsawan era pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di eks Kesultanan Buton (Kabupaten Buton dan Kota Baubau). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analisis. Teknik penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive untuk itu budayawan, politisi, birokrasi dan akademisi dipilih untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan studi literatur dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil Penelitian menunjukan dominasi kelompok bangsawan dalam partai politik dikarenakan partai politik merupakan wadah atau jembatan untuk menduduki jabatan politik yaitu kepala daerah. Sedangkan dominasi kelompok bangsawan dalam birokrasi dikarenakan adanya memori kolektif masyarakat lokal khususnya para kelompok bangsawan golongan kaomu dan walaka yang masih terekam dan hidup dalam alam bawa sadarnya bahwa mereka adalah pemerintah pada masa kesultanan sehingga setelah berakhirnya masa kesultanan Buton mereka menjadi pegawai negeri sipil hingga saat ini mendominasi dalam jabatan pemerintahan di Kota Baubau dan Kabupaten Buton yang dijadikan sebagai kekuatan politik. Adapun strategi yang dilakukan kelompok bangsawan (golongan kaomu-walaka) yaitu pertama mempertahankan kekuasaan dengan strategi defensif dan ofensif. Kedua, meningkatkan pendidikan yakni pendidikan formal, non-formal dan informal. Ketiga, mobilisasi etnis dengan cara melakukan pendekatan personal kepada tokoh adat ataupun tokoh masyarakat di Eks Kesultanan Buton yang didiami oleh multi etnis dan sub etnis lokal untuk menjadi suatu kekuatan politik dalam infrastruktur politik lokal. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah partai politik dan birokrasi digunakan oleh golongan kaomu-walaka sebagai jembatan untuk meraih kekuasaan yakni kepala daerah dan dibutuhkan strategi politik dalam proses perebutan kekuasaan tersebut. Kata Kunci: Strategi, Kelompok Bangsawan, Kesultanan Buton ABSTRACT The opening tap democratic local elections by the people regrow strengthening the local elite in the social structure of Buton. This study aims to analyze why the nobles group (Kaomu and Walaka) still dominates local politics and was elected in Ex Sultanate of Buton and strategies of aristocratic groups in local elections by the people in the former Sultanate of Buton (Buton and Baubau City). The research method used was qualitative research with this type of descriptive analysis. Determination technique is done by using purposive informant for the humanists, politicians, bureaucracy and academics selected to become informants in this study. The data collection techniques performed by in-depth interviews, observation and study of literature with the qualitative data analysis technique. Results showed dominance of the nobility in the political parties because political parties is a container or a bridge to the political positions of the head area. While the dominance of the nobility in the bureaucracy due to the collective memory of the local community, especially the group of nobles that class kaomu and walaka are still recorded and live within nature take conscious that they are the imperial government in the future so that after the expiration of the sultanate of Buton they become civil servants to date dominate in government positions in the city Baubau Buton used as a political force. The strategy undertaken nobles group (kaomu-walaka) is the first to retain power with defensive and offensive strategies. Second, improve the education of formal education, non-formal and informal. Third, ethnic mobilization by way of a personalized approach to traditional leaders and community leaders in the Sultanate of Buton Ex inhabited by 175 La Ode Mz Sakti Qudratullah ISSN 2302-6340 multi-ethnic and sub-ethnic local to become a political force in the local political infrastructure. The conclusion of this study is the political parties and the bureaucracy used by groups kaomu-walaka as abridge to reach the head of the local authority and the political strategy is needed in the process of the struggle for power. Keywords: Strategy, Nobles Group, Sultanate of Buton sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagara kertagama karya prapanca pada tahun 1365 masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai negeri (desa) keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan dirikan lingga serta saluran air. Rajanya yang bergelar yang Mulia Mahaguru. Nama pulau Buton juga telah dikenal pada zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dan Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton (Schrool, 2008). Sistem pembagian kekuasaan antar kelompok sosial pada masyarakat Buton yang berlaku masa kesultanan khususnya pada pemerintahan pusat (Wolio) terbagi hanya pada kelompok kaomu dan kelompok walaka (Rudyansjah, 2009). Berakhirnya masa Kesultanan dan Kerajaan dan bergabungnya dalam negara republik Indonesia mengakhiri pula sistem pemerintahan kesultanan atau kerajaan di sebagian besar wilayah Indonesia yang artinya sistem pemilihan kepala daerah juga mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan dinamika politik di Indonesia.Saat ini sistem pemilihan kepala daerah yang berlaku adalah pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pemerintahan no 32 tahun 2004 tentang pemertintahan daerah. Hal ini memberikan signal yang kuat bagi elit lokal pada daerah Eks Kesultanan dan Kerajaan dalam hal ini kelompok bangsawan untuk mempertahankan eksistensinya untuk kembali berkuasa sebagai pemimpin tertinggi pada pemerintahan daerah. Untuk mempertahankan kekuasaan dalam politik lokal tentu saja kelompok bangsawan memerlukan strategi untuk meraih kemenangan dalam pemilihan kepala daerah. Adapun strategi politik yang dilakukan oleh golongan bangsawan ini yaitu strategi defensif (bertahan) dan strategi ofensif (menyerang), strategi politik ini dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita politik tersebut. Selain mempertahankan kekuasaan dengan melakukan startegi defensif dan ofensif serta mobilisasi etnis. Di era reformasi dimana PENDAHULUAN Berdasarkan penelitian yang serupa yang berjudul Institusi Penengah Sebagai Alternatif Mengatasi Kompetisi Etnik dan Perawatan Pemekaran Daerah (Suaib, 2007). Sehingga penulis juga tertatik untuk meneliti kondisi dinamika politik di eks kesultanan Buton (Kabuaten Buton dan Kota Baubau). Sejarah peradaban suatu negeri tidak mungkin akan terulang karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah baik oleh alam (nature), manusia (antropogenic) dan politik. Adapun perkembangan teknologi adalah perkembangan dari peradaban. Tidaklah mungkin seluruh kejadian tersebut muncul dan terulang lagi dalam kondisi dan bentuk yang sama. Namun demikian ilmu pengetahuan yang telah dimiliki oleh manusia disuatu negeri mengenai suatu kejadian di masa lampau dapat diterapkan meskipun secara tidak sempurna untuk memperbaiki kejadian di masa sekarang dan yang akan datang, itulah yang dimaksud dengan perkembangan peradaban (Baja, 2012). Negara Indonesia adalah penyatuan dari kerajaan dan kesultanan yang terbentang luas dalam nusantara dari sabang sampai merauke yang terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga terbentuk suatu pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hirarki kekuasaan sistem pemerintahan Indonesia. Pada Masa Kerajaan dan Kesultanan sistem pemerintahan diatur oleh masing-masing raja atau sultan yang berkuasa dalam sebuah Kerajaan. Raja atau Sultan ini sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dalam Kerajaan tersebut. Sehingga Raja/Sultan sebagai kepala pemerintahan pada saat itu sangatlah dihormati sehingga mereka dikenal dengan istilah golongan bangsawan Kesultanan Buton adalah salah satu dari banyaknya Kesultanan di Nusantara. Pada zaman dahulu Kesultanan Buton adalah sebuah kerajaan kemudian berubah menjadi Kesultanan. Buton sendiri adalah pulau yang terletak disebelah tenggara Pulau Sulawesi. Buton dikenal dalam 176 Strategi, Kelompok Bangsawan, Kesultanan Buton ISSN 2302-6340 masyarakat telah pandai memilih pemimpinnya tentunya gelar kebangsawanan tidaklah cukup untuk membuat golongan bangsawan layak menjadi seorang pemimpin. Namun dibutuhkan pula peningkatan dalam segi akademik, dimana seorang pemimpin haruslah mempunyai pendidikan yang tinggi, Sehingga dengan memiliki pendidikan yang tinggi golongan bangsawan memiliki kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat. Berdasarkan paparan tersebut dimana terjadi dominasi kelompok bangsawan dalam partai politik dan birokrasi serta hasil pemilihan umum di era pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat yang hasilnya semua kepala daerah terpilih di Kabupaten Buton dan Kota Baubau adalah berasal dari golongan Bangsawan, membuat penulis tertarik dan pentingnya untuk mengadakan penelitian ini dengan judul Strategi Kelompok Bangsawan Era Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Oleh Rakyat di Eks Kesultanan Buton (Kabupaten Buton dan Kota Baubau). Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk menggambarkan dan menganalisis penyebab kelompok Kaomu dan Walaka mendominasi dan terpilih dalam politik lokal di Eks Kesultanan Buton dan untuk menggambarkan dan menganalisis strategi politik kelompok bangsawan era pemilihan kepala daerah secara langsung di Eks Kesultanan Buton (Kabupaten Buton dan Baubau). Teknik pengumpulan data Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai penelitian ini yaitu Data Sekunder, adapun data sekunder diperoleh melalui Study kepustakaan (library research), dokumentasi dan data primer yang terdiri dari observasi, interview melalui wawancara, penentuan informan yang terdiri dari orang-orang yang ahli dibidangnya tersebut baik pegawai, tokoh masyarakat, akademisi, sejarawan/budayawan, elit politik. Adapun teknik penentuan informan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan teknik purposive. Analisis data Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dalam penelitian ini maka data yang didapatkan melalui observasi, wawancara dan studi literatur dalam penelitian ini selanjutnya akan dianalisis kualitatif. Menurut Miles & Huberman (1992) bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi HASIL Dominasi kelompok bangsawan dalam politik lokal Berakhirnya pemerintahan Kesultanan Buton saat bergabung dengan NKRI pada tahun 1960 sehingga para elit politik golongan bangsawan (kaomu-walaka) mulai berafiliasi dalam partai politik. Berikut ini penulis memaparkan juga nama-nama para kelompok bangsawan golongan kaomu-walaka yang menduduki jabatan ketua partai politik di Kota Baubau (Tabel 1). Terlihat pada tabel 1 daftar nama-nama ketua partai politik Kota Baubau terlihat hanya 1 Partai dari 12 partai yang berasal bukan dari golongan bangsawan kaomu dan walaka. Ini menandakan bahwa mereka mengikuti hukum positif NKRI yaitu partai politik adalah jembatan atau wadah yang sah untuk suksesi kepemimpinan politik di daerah dan untuk menduduki parlemen sehingga mereka masuk kedalam partai politik dan merebut posisi jabatan sebagai ketua untuk lebih mendekatkan diri kepada jabatan politik yaitu kepala daerah. Kita perlu mengetahui bahwa Kota Baubau merupakan pusat pemerintahan Eks Kesultanan Buton dimana wilayah ini dihuni oleh mayoritas METODE PENELITIAN Lokasi dan rancangan penelitian Lokasi penelitian ini adalah kabupaten Buton dan kota Baubau. Karena kedua daerah ini adalah bekas wilayah pemerintahan eks Kesultanan Buton, dimana Kota Baubau adalah pusat pemerintahan eks Kesultanan Buton. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan menghasilkan data desktirptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati kemudian di analisis.(Moleong, 1998). 177 La Ode Mz Sakti Qudratullah ISSN 2302-6340 keturunan golongan bangsawan kaomu dan walaka yang masih menjadi Kelompok Borjouis, terpandang dan memiliki capital simbolik sehingga tidak heran jika mereka kemudian mendominasi sebagai ketua partai politik. Berbeda dengan kondisi wilayah Kota Baubau (Tabel 2), ketua partai politik di Kabupaten Buton sangat bervariasi dari berbagai latar belakang sub etnis yang mendiami pulau Buton. Ini merupakan cerminan kebangkitan sub etnis Buton untuk terlibat dalam dunia politik langsung yaitu menjadi anggota bahkan ketua partai politik. Di Era reformasi yaitu kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat juga membawa pengaruh besar dalam partisipasi masyarakat pada partai politik dimana yang berpartisipasi tidak hanya berasal dari golongan bangsawan (kaomuwalaka) tetapi bervariasi dari berbagai sub etnis yang mendiami wilayah kabupaten Buton. Komposisi jabatan eselon II didominasi oleh para kelompok bangsawan golongan kaomuwalaka yang menduduki SKPD pada masa kepemimpinan Walikota Drs. MZ Amirul Tamim, M.Si (golongan walaka) dan Wakil Walikota Drs.H. La Ode Muhammad Halaka Manarfa (golongan kaomu) periode 2007-2012 dan masa kepemimpinan Walikota H. As Thamrin, SH, MH (golongan walaka) dan Wakil Walikota Baubau Hj. Wa Ode Maasra Manarfa S.Sos, M.Si (golongan kaomu) periode 2012-2017. Adanya memori kolektif masyarakat lokal khususnya para kelompok bangsawan golongan kaomu dan walaka yang masih terekam dan hidup dalam alam bawa sadarnya bahwa mereka adalah pemimpin/pemerintah sebagai pendiri dari kesultanan Buton sehingga masa kejayaan kesultanan Buton tersebut sudah tidak ada lagi saat bergabung dalam NKRI pada tahun 1949 di Malino oleh sebab itu para kelompok bangsawan menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara pegawai Negara yang berfungsi sebagai pelayan dari masyarakat banyak. incumbent pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Buton periode 2006-2011 dan pasangan MZ. H. Amirul Tamim. M.Si - Drs. H. La Ode Muhammad Halaka Manarfa sebagai incumbent pada pemilihan Walikota Baubau periode 2007-2012 (Tabel 3). Strategi mempertahankan pasar merupakan strategi yang khas untuk mempertahankan pasar atau basis massa. Dalam kasus semacam ini jika dikaitkan dalam sebuah pemilihan, partai atau pasangan calon akan memelihara pemilih yang sudah diperkirakan akan menjadi pemilih tetap mereka atau yang biasa disebut basis massa dan memperkuat para musiman terhadap situasi yang berlangsung. Pasangan La Ode Muhammad Sjafei KaharAli La Opa melakukan segmentasi dalam struktur jabatan pemerintahan sebagai strategi untuk menguasai birokrasi dimana perwakilan dari etnis dan sub etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Buton ini ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis dalam struktur Pemerintahan. Sehingga penempatan sub etnis dalam jabatan pemerintahan semakin menguatkan birokrasi yang telah ia bangun sekaligus untuk mendapatkan kekuatan politik dari sub etnis ketika ia maju sebagai calon kepala daerah untuk periode berikutnya yakni 2006-2011. Untuk mempertahankan basis massa Pasangan La Ode Muhammad Sjafei Kahar-Ali La Opa menjanjikan pemekaran Buton Tengah dan Buton Selatan yang merupakan permintaan masyarakat sehingga diharapkan mereka memiliki basis masa yang besar sebab jika ditilik kembali dari jumlah penduduk pada kecamatan tersebut diatas bila dijumlahkan bisa mencapai 62,9% dari total jumlah penduduk di Kabupaten Buton. Pasangan MZ. H. Amirul Tamim. M.Si Drs. H. La Ode Muhammad Halaka untuk mempertahankan basis massa seperti ciri strategi defensif adalah dengan menekankan kepada masyarakat bahwa sudah banyak hal konkret yang dilakukan oleh Amirul Tamim untuk masyarakat Kota Baubau sehingga layak untuk dipilih kembali menjabat untuk periode selanjutnya. Ia menekankan bahwa dalam masa jabatannya ia telah menjaga dan melestarikan warisan budaya antara lain naskah tua Buton, serta mendaftarkan dan berusaha mendapatkan pengakuan bahwa benteng keraton adalah benteng terluas di dunia serta mempromosikan budaya tersebut ke media sehingga Kota Baubau lebih dikenal di mata masyarakat Indonesia bahkan masyarakat Strategi kelompok bangsawan dalam politik lokal Adapun strategi kelompok bangsawan era pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dengan Mempertahankan kekuasaannya melalui strategi defensif diterapkan oleh pasangan La Ode Muhammad Sjafei Kahar-Ali La Opa 178 Strategi, Kelompok Bangsawan, Kesultanan Buton ISSN 2302-6340 internasional. Pidato ini disampaikan dalam peresmian baruga seni Kara dan mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat wolio yang hadir pada saat itu yang merupakan penduduk mayoritas di Kota Baubau dan kebanyakan berasal dari golongan kaomu dan Walaka. Sedangkan Strategi ofensif diterapkan oleh pasangan Samsu Umar Abdul Samiun, SH dan Drs. La Bakry pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Buton periode 2012-2017 dan pasangan AS.H. Tamrin, SH, MH dan Dra. Wa Ode Maasra Manarfa,M.Si pada pemilihan Walikota Baubau periode 2012-2017. Strategi ofensif dibutuhkan apabila partai atau pasangan calon yang maju ada bursa pemilihan ingin memperoleh atau meningkatkan jumlah pemilihnya. Perlu diketahui sebelumnya Pasangan Syamsu Umar Abdul Samiun, SH dan Drs. La Bakri, M.Si menang pada pemilihan ulang yang berlangsung di Kabupaten Buton dikarenakan pemilihan awal dinyatakan cacat hukum. Periode awal dimenangkan oleh pasangan La Ode Agus Feisal Syafei Kahar yang merupakan putra Bupati Buton periode 2001-2011 La Ode Muhammad Sjafei Kahar dan Yaudu Salam Adjo, S.Pi. Dengan adanya sengketa cacat hukum membawa banyak perubahan dalam segi birokrasi yakni perombakan kabinet/posisi jabatan karena jabatan Bupati Buton periode 2006-2011 telah berakhir dan untuk mengisi kekosongan jabatan sampai diadakannya pemungutan suara ulang tahun 2012 maka diutuslah pelaksana tugas Bupati Buton sementara oleh Gubernur Sulawesi tenggara yaitu Ketua DPW Partai Amanat Nasional Sulawesi Tenggara. Pelaksana Bupati Sementara yang ditunjuk pada saat itu adalah Nasruan dari lingkup pemerintahan provinsi yang dianggap bisa bersifat netral dan tidak memihak kepada salah satu kandidat sehingga roda pemerintahan birokrasi menjadi netral. Adapun strategi ofensif yang diterapkan oleh pasangan ini yaitu pertama, Sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Adapun proses sosialisasi yang dilakukan oleh pasangan Syamsu Umar Abdul Samiun, SH- Drs. La Bakri, M.Si melalui pembentukan tim pemenangan yang direkrut dari lingkungan keluarga, kerabat dan kelompok masyarakat yang mendukung pasangan ini secara sukarela. Tim pemenangan pasangan ini disebut dengan LASKAR UMAR BAKRI. Laskar ini diharapkan dapat menjadi jembatan sosialisasi visi dan misi pasangan tersebut mengingat begitu luasnya wilayah Kabupaten Buton sehingga visi dan misi tersebut dapat tersampaikan secara menyeluruh kesemua lapisan masyarakat. Langkah selanjutnya adalah sosialisasi kepada masyarakat beserta tim pemenangan. Bentuk sosialisasi yang digunakan adalah terjun langsung ke lapangan, komunikasi langsung kepada masyarakat dan menawarkan programprogram yang ditekankan lebih baik dari periode sebelumnya. Program yang dimaksud antara lain peningkatan pemberdayaan masyarakat, Pemberian Dana tambahan 3 juta rupiah kepada setiap kepala desa mengingat kepala desa bukan merupakan pegawai negeri sipil tetapi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar untuk mengola desa sehingga patut diberikan apresiasi, mengalokasikan APBD senilai 50 juta rupiah kepada masing-masing parabela (pemangku adat) di 45 kadie (kampung), dimana dana ini akan digunakan untuk kepentingan acara-acara adat pada setiap kadie. Strategi ofensif yang diterapkan pasangan AS.H. Tamrin, SH, MH dan Dra. Wa Ode Maasra Manarfa, M.Si pada pemilihan Walikota Baubau periode 2012-2017 antara lain dengan men-sosialisasikan jargon mereka yakni “Tampil Mesra” yang berarti seorang kepala daerah dengan wakilnya terjalin suatu hubungan psikologik yang baik. Jargon ini merupakan salah satu senjata perlawanan untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa selama beberapa periode terakhir kepala daerah dan wakilnya tidak pernah mesra. Kandidat dalam pemilihan walikota ini adalah menarik melihat kompetitornya adalah pasangan Amril Tamim bersama La Ode Agus Feisal Syafei Kahar dimana Amril Tamim adalah adik dari Amirul Tamim (walikota Baubau dua periode sebelumnya) dan La Ode Agus Feisal Hidayaat Syafei Kahar adalah putra La Ode Syafei Kahar (Bupati Buton dua periode sebelumnya) dimana selama ini kenyataan yang ada Amirul Tamim dan dan La Ode Syafei Kahar tidak pernah mesra. Isu pasangan ini dipaksakan untuk mesra demi kepentingan politik praktis merebak dari kubu lawan. 179 La Ode Mz Sakti Qudratullah ISSN 2302-6340 Tabel 1. Daftar Nama-Nama Ketua Partai Politik di Kota Baubau Peserta Pemilu 2014 1 Partai NasDem Makruf Madi Ketua Golongan Bangsawan/ Etnis Walaka 2 PKB Abdul Hakim, S.Sos Ketua Walaka 3 PKS La Ode Ahmar SP Ketua Kaomu 4 PDI-Perjuangan La ode Munianse Ketua Kaomu 5 Partai Golkar La Ode Hamuri Ketua Kaomu 6 Partai Gerindra Ikhsan Ismail Ketua Makassar 7 Partai Demokrat Aris Marwan Saputra Ketua Kaomu 8 PAN H. AS Tamrin Ketua Walaka 9 PPP H.Yusran Ketua Walaka 10 Hanura H.Mayor Polisi Faudu Ketua Walaka 11 PBB Wa Ode Maasra Manarfa Ketua Kaomu 12 PKPI Samsul Bahri Ketua Walaka No Partai Politik Nama Jabatan Sumber: KPUD Kota Baubau. Tabel 2. Daftar Nama-Nama Ketua Partai Politik di Kabupaten Buton Peserta Pemilu 2014 No Partai Politik Nama Jabatan Golongan Bangsawan/Etnis 1 Partai NasDem H.Alkalin Ketua 2 PKB Mutahalib Ketua Walaka 3 PKS Zainuddin Musaini S.Pd Ketua Cia-Cia 4 PDI-Perjuangan Ketua Kaomu 5 Partai Golkar Ketua Kaomu 6 Partai Gerindra La Ode Amsri Ir. H. La Ode Muhammad Sjafei Kahar Aslan SE Ketua Cia-cia 7 Partai Demokrat Ketua Pancana 8 PAN Ketua Walaka 9 PPP Safaruddinn SH Samsu Umar Abdul Samiun SH Mursalim, S.Ag Ketua Pancana 10 Hanura Aliadin S.Pd Ketua Cia-cia 11 PBB Saleh Ganiru, S.Ag Ketua Lolibu 12 PKPI La Ode Asis Ketua Kaomu Sumber: KPUD Kabupaten Buton. 180 Strategi, Kelompok Bangsawan, Kesultanan Buton Tabel 3. ISSN 2302-6340 Nama-Nama Kelompok Bangsawan yang di teliti, Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung oleh Rakyat di Kabupaten Buton Kota Baubau No Nama 1 Ir. H. La Ode Muhammad Sjafei Kahar, M.Si 2 Ali La Opa, SH 3 Samsu Umar Abdul Samiun, SH 4 Drs. La Bakry 5 Dr. MZ. H. Amirul Tamim. M.Si 6 Drs. H. La Ode Muhammad Halaka Manarfa 7 AS.H. Tamrin, SH, MH 8 Dra. Wa Ode Maasra Manarfa,M.Si Jabatan Bupati Buton (Periode 2006-2011) Wakil Bupati Buton (Periode 2006-2011) Bupati Buton (Periode 2012-2017) Wakil Bupati Buton (Periode 2012-2017) Walikota Baubau (Periode 2007-2012) Wakil Walikota Baubau (Periode 2007-2012) Walikota Baubau (Periode 2012-2017) Wakil Walikota Baubau (Periode 2012-2017) Golongan Bangsasawan/Sub Etnis Kaomu Walaka Walaka Sub Etnis Cia-Cia Walaka Kaomu Walaka Kaomu Sumber: KPUD Buton dan Kota Baubau Dengan modal simbolik golongan bangsawan dalam era modern dimana kepala derah dipilih secara langsung oleh rakyat kuranglah cukup sehingga golongan bangsawan ini meningkatkan pendidikan sebagai modal akademisi. Berdasarkan hasil wawancara narasumber ditemukan, kelompok bangsawan kaomu dan walaka selalu meningkatkan pendidikan, para keturunan kelompok bangsawan golongan kaomu dan walaka disekolahkan ke jenjang pendidikan formal yaitu pendidikan yang sistematis, terstruktur pada tingkatan SD hingga perguruan tinggi, masuk dalam sekolah tinggi pemerintahan untuk menjadi pamong, pendidikan non-formal ialah mengikuti berbagai seminar-seminar karya ilmiah untuk meningkatkan wawasan pola pikir dan para keturunan golongan bangsawan tersebut sehingga tertanam suatu pendidikan mengenai kepemimpinan, adat istiadat, kearifan lokal dalam pendidikan informal yang didapatkan dalam lingkungan keluarga. Modal simbolik dan peningkatan pendidikan golongan bangsawan adalah sumbersumber kekuatan yang dimilikinya dalam pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Melihat kabupaten Buton dan kota Baubau komposisi penduduknya adalah heterogon sehingga golongan ini melakukan strategi mobilisasi etnis sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini yaitu merangkul para tokoh adat maupun tokoh masyarakat yang ada dalam etnis atau sub etnis tersebut dengan melakukan pendekatan personal serta penawaran produk yang baru dan menjanjikan. Masyarakat multi etnis tersebut juga kerap kali dimobilisasi oleh elit politik dengan cara mendudukkannya ke dalam struktur pemerintahan untuk menduduki sebuah jabatan sehingga sekaligus dapat menjadi kekuatan politik dalam birokrasi pemerintahan. PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan adanya dominasi kelompok bangsawan dalam partai politik dan birokrasi sebab dengan dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat memberikan kekuatan kembali kepada elit-elit lokal dalam hal ini kelompok bangsawan kaomu dan walaka sebagai pemerintah pada masa 181 La Ode Mz Sakti Qudratullah ISSN 2302-6340 kesultanan buton untuk kembali memegang kekuasaan sebagai pemimpin tertinggi dalam menjalankan pemerintahan daerah, sebagaimana dalam pandangan antrolpologi politik lokal bahwa negri ini ada pemiliknya. Untuk meraih kembali kekuasaan ini mereka bergabung dan mendominasi partai politik serta birokrasi. Mereka meyakini bahwa dengan masuk ke dalam birokrasi dan partai politiklah yang akan kembali mengantarkan kelompok bangsawan untuk kembali memegang puncuk pemerintahan lokal. Sebagaimana peran partai politik menurut Budiarjo (1982) yaitu merupakan sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu Negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang politial development sebagai suprastruktur politik. Sedangkan birokrasi menurut Sutherland (1990) adalah salah satu instrument kekuasaan yang dimainkan oleh para elit politik lokal sebagai strategi dalam ajang pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat untuk meraih dukungan, sehingga penempatan jabatan khususnya eselon II adalah bukan lagi jabatan karir atau sesuai dengan kepangkatan dan kelayakan namun sudah menjadi jabatan politik oleh para kepala daerah yang terpilih menjadi Bupati maupun Walikota untuk menempatkan para kelompoknya pada jabatan-jabatan strategis untuk melanggengkan kekuasaan dan kelompoknya. Dalam penelitian ini pula ditemukan strategi yang diterapkan oleh kelompok bangsawan dalam politik lokal di eks kesultanan Buton era pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Pertama adalah mempertahankan kekuasaan melalui strategi defensif dan ofensif. Menurut Schroder (2003) strategi defensif akan muncul ke permukaan, misalnya apabila partai pemerintah atau sebuah koalisi, yang terdiri dari beberapa partai ingin mempertahankan mayoritasnya. Selain itu, strategi defensif juga akan muncul apabila sebuah pasar ini diharapkan akan membawa keuntungan sebanyak mungkin. Strategi ofensif bagi Schroder selalu dibutuhkan, misalnya apabila partai atau pasangan calon yang maju ada bursa pemilihan ingin memperoleh atau meningkatkan jumlah pemilihnya. Dalam hal ini, harus ada lebih banyak orang yang memiliki pandangan positif terhadap partai atau pasangan calon tersebut, sehingga kampanyenya berhasil. Strategi ofensif terbagi atas strategi menembus pasar dan memperluas pasar. Kedua strategi ofensif ini jika akan diterapkan dalam kampanye pemilu/pemilu kada harus menampilkan perbedaan yang jelas antara kita dengan pasangan calon beserta partai-partai pengusung calon lain yang ingin kita ambil pemilihnya. Kedua adalah meningkatkan pendidikan. Pendidikan adalah salah satu metode untuk meningkatkan pengetahuan manusia dari sesuatu yang tidak tau menjadi tau, sebagaimana yang dikemukan oleh Widiatrirahayu (2008) bahwa untuk meningkatkan pendidikan melalui tiga jalur yaitu pendidikan formal,non-formal dan informa. Dengan bermodalkan garis keturunan darah biru di era modern ini tidaklah cukup sehingga harus ditunjang dengan suatu pendidikan formal agar ahli di bidang eksakta maupun non-eksakta (pemerintahan) agar hari ini esok dan lusa nanti mereka tetap yang memegang pucuk pemerintahan daerah dan menguasai pemerintahan dan segala aspek yang berada Kabupaten Buton dan Kota Baubau. Ketiga adalah mobilisasi etnis. Pulau Buton didiami oleh multi etnis dan sub etnis lokal sehingga dipandang sebagai kekuatan politik dalam infrastruktur politik lokal dengan aspek geostrategis dan geopolitik. Menurut Ibrahim (2013) dalam politik lokal terdapat dua subsistem yakni suprastruktur politik lokal dan infrastruktur politik lokal. Suprastruktur merupakan mesin resmi pemerintahan yaitu birokrasi sedangkan infrastruktur politik lokal adalah elemen-elemen yang berada diluar suprastruktur tetapi dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi dinamika politik lokal yang berperan dengan baik sebagai mediator yang terpercaya dan handal dalam rangka menyalurkan mengaktualisasikan dan mendesak aspirasi masyarakat kepada supra struktur politk lokal agar dapat dijadikan kebijakan publik, kepentingan politik yang mengabdi bagi kepentingan rakyat. KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Golongan bangsawan kaomu dan walaka mendominasi dalam partai politik sebab partai politik merupakan wadah atau jembatan untuk 182 Strategi, Kelompok Bangsawan, Kesultanan Buton ISSN 2302-6340 menduduki jabatan politik yaitu kepala daerah. Golongan bangsawan kaomu dan walaka mendominasi dalam birokrasi sebab pada saat berakhirnya kesultanan Buton pada tahun 1960 keturunan ini masuk ke dalam pegawai negri sipil. Adapun strategi kelompok bangsawan kaomu dan walaka dalam politik lokal era pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat terdiri atas mempertahankan kekuasaan yang diraih dengan menggunakan strategi defensif dan ofensif yang pada penerapannya mempunyai program-program tersendiri antara pasangan yang satu dengan yang lainnya. Meningkatkan pendidikan dimana golongan bangsawan senantiasa meningkatkan pendidikan baik pendidikan formal maupun informal sehingga menghasilkan pemimpin yang memiliki wawasan dan pola pikir yang luas serta memahami nilai-nilai adat istiadat, budaya dan kearifan lokal. Mobilisasi etnis dapat menjadi kekuatan politik sehingga suatu daerah yang komposisi penduduknya multi etnis harus dirangkul karena memiliki kekuatan politik sebagai infrastruktur politik lokal. Partai politik merupakan lembaga transfer kekuasaan dari masyarakat kepada para pemimpin. Sehingga sebaiknya partai politik mengusung calon pemimpin yang berkualitas baik dari segi intelektual, spritual dan kematangan emosional tanpa terpengaruh oleh status sosial dan latar belakang etnis. Birokrasi yang dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja tidak sepatutnya menggunakan jabatannya untuk menekan hak masyarakat memilih kepala daerah yang mereka anggap layak untuk dipilih sesuai dengan kriteria yang mereka inginkan sebab seorang birokrat mempunyai fungsi administratif untuk melayani masyarakat bukan sebagai instrumen kekuasaan sehingga perlunya dibuat aturan undang-undang yang mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil harus bersikap netral dan tidak memiliki hak politik, hanya fokus untuk melayani masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Baja S. (2012). The Sleeping Giant Buton Raya, Pemerintah Kota Baubau & Puslitbang Wilayah, Tata Ruang dan Informasi Spasial Unhas. Makassar Budiarjo Miriam. (1982). Dasar-dasar Ilmu politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Ibrahim Amin. (2013). Dinamika Politik Lokal, Konsep Dasar dan Implementasinya. Bandung: Mandar Maju Moleong, L.J. (1998). Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Miles, Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press Rudyansyah. (2009). Kekuasaan, Sejarah & Tindakan. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Schoorl, J.W. (2008). Kekuasaan, perubahan dan ideology di Negara Buton muda. Dalam Darmawan, Y. (Ed). Menyibak Kabut di Keraton Buton, Baubau: Past, Present, and Future. Respect_pemkot Baubau, Baubau. Schroder, Peter. (2003). Strategi Politik (eds.Terjemahan). Jakarta : FriedrichNaumann_Sitifung Suaib Eka. (2007). Institusi Penengah Sebagai Alternatif Mengatasi Kompetisi Etnik dan Perawatan Pemekaran Daerah. Bombana. Sutherland, Heather. (1990). The Making Of Bureaucratic Elite: The Colonial Transformation of The Javanese Priyayi. (Australia, Asian Studies Association of Australi). Widiatirahayu Setyari. (2008). Pendidikan Non Formal Masih Termarjinalkan. Jakarta. 183