6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakter 1. Pengertian Karakter Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, “charassein yang berarti mengukir”1. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Doni Koesoema memahami bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian2. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak” 3. Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kepribadian. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (TME), dirinya, lingkungan, bangsa dan 1 Bambang Soenarko,. http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anak-usiadini/,akses tanggal 5 Desember 2012 2 Doni Koesoema, http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anak-usiadini/,akses tanggal 5 Desember 2012 3 Pusat Bahasa Depdiknas, http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anakusia-dini/,akses tanggal 5 Desember 2012 6 7 negara, serta dunia internasional pada umunya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Karakter itu lebih bersifat spontanitas maksudnya dalam bersikap atau melakukan perbuatan telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Menurut Ginanjar karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills)4. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. 4 h. 66 Agustian Ary Ginanjar, Bangkit dengan 7 budi utama. (Jakarta: PT. ARGHA Publishing, 2009), 8 Menurut Syam karakteristik adalah “realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku)”5. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). 2. Perkembangan Karakter Usia Dini Seorang anak mungkin memulai pendidikan formalnya ditingkat Taman Kanak-kanak pada usia empat atau lima tahun. Pada awal ia memasuki sekolah mungkin tertunda sampai ia berusia lima atau enam tahun tanpa mempedulikan beberapa umur seorang anak. Karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal itu tampaknya mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di masa yang akan datang. Nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristikkarakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Karakter yang berkaitan dengan perkembangan biologis cenderung bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 5 Syam, en.wiktionary.org/wiki/karakteristik, akses tanggal 12 Juni 2013 9 Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak dilahirkan, apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia yang berahlak mulia. Menurut hasil penelitian, “anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain”6. Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa pertemuan sel ayah dengan ibu (masa konsepsi) dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan individu bersifat dinamis, perubahannya kadangkadang lambat, tetapi bisa juga cepat, berkenaan dengan salah satu aspek atau beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap individu juga tidak selalu seragam, satu sama lain berbeda baik dalam tempo maupun kualitasnya. Dalam perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan yakni; Setiap individu memiliki irama dan kualitas perkembangan yang berbeda, Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek, Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu, Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit, Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju pada yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi, Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat, Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya serta, Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita7 6 http://durennangka.wordpress.com/2013/03/21/pembelajaran-anak-usia-dini/ akses tanggal 12 Juni 2013 7 Dr. Ekawati S.Wahyuni, http://www.slideshare.net/afrils/emosi-perkembangan-sosial-dalampembentukan-karakter, akaes tanggal 25 Juni 2013 10 Perkembangan-perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci, yakni sebagai berikut: 1. Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua aspek. perkembangan. Aspek tertentu mungkin lebih terlihat dengan jelas, sedangkan aspek yang lainnya tersembunyi. Perkembangan berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya pada saat tertentu perkembangannya lambat bahkan sangat lambat, sedangkan pada saat lain mungkin sangat cepat. 2. Setiap individu memiliki irama dan kualitas perkembangan yang berbeda Seorang individu mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan membina hubungan sosial yang sangat tinggi dan irama perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedang dalam aspek lain seperti keterampilan atau estetika cenderung kurang dan perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada individu lain yang ketrampilan dan estetikanya berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak lambat 3. Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban (mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas dan tidak bermakna, seperti : mmmmmm-mmm) sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya 11 4. Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit. Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi-situasi tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga terjadi kemacetan perkembangan aspek tertentu 5. Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju pada yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudian memegang dengan satu tangan tetapi dengan ke lima jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnya menggunakan ujung-ujung jarinya. Dalam perkembangan terjadi proses diferensiasi atau penguraian kepada hal yang lebih kecil dan terjadi pula proses integrasi. Dalam integrasi ini beberapa kemampuan khusus/kecil bergabung membentuk satu kecakapan atau keterampilan. 6. Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena faktor-faktor khusus, fase tertentu dapat dilewati secara cepat, sehingga nampak seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang. 7. Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan 12 juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau lebih lambat. 8. Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan kemampuan berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain sebagainya. 9. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita. Menurut Mulyono bahwa; Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya. 8 Anak usia dini memiliki karakter yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia tersebut maka memahami 8 Mulyono, http://paudbook.blogspot.com/2012/01/prinsip-prinsip-perkembangan-anak-usia.html, akses tanggal 23 Juni 2013 13 karakteristik anak usia dini menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi yang mampu mengembangkan diri secara optimal. Pengalaman yang dialami anak usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama. Bahkan tidak dapat terhapuskan, walaupun bisa hanya tertutupi. Bila suatu saat ada stimulasi yang memancing pengalaman hidup yang pernah dialami maka efek tersebut akan muncul kembali walau dalam bentuk yang berbeda. Beberapa hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik anak usia dini. Sebagian dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut : a. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan yang tepat. b. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif. c. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa, dibanding dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun mengalami 80% perkembangan otak dibanding sesudahnya. Oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental. 9 B. Pendidikan Karakter 1. Konsep Pendidikan Karakter Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan lembaga pendidikan dan juga masyarakat luas. Oleh 9 M. Sholehuddin,. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah, (IKIP Bandung: 1997), h. 78 14 karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga, stakeholders terdekat dalam lingkungan lembaga pendidikan yaitu guru, keluarga dan masyarakat. Menurut Muhaimin “Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan”10. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di lembaga pendidikan yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Menurut Soenarto “Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter”11. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja 10 Muhaimin, http://lembar200.blogspot.com/2013/08/pendahuluan-pendidikan-karakteranak.html, akses tanggal 23 Juni 2013 11 Soenarto, http://lembar200.blogspot.com/2013/08/pendahuluan-pendidikan-karakter-anak.html, akses 23 Juni 2013 15 untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilainilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan untuk anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan di menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.12 Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak 13. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. 12 David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita. Dikutip dari www.tempointeraktif.com/hg/kolom/…/kol,20110201-315,id.html 13 Ratna Megawangi,. Pengembangan Program Pendidikan Karakter di Sekolah: Pengalaman Sekolah Karakter, (Bogor: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 21 16 Menurut para ahli psikolog David Elkind dan Freddy Sweet Ph.D, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. 14 Pendidikan karakter harus bersifat membebaskan karena hanya dalam kebebasannya individu “dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka”. Kebebasan dalam hal ini berarti tidak mengekang kreativitas dan potensi anak dengan belenggu sekolah atau keotoriteran orang tua. Konsep pendidikan karakter, sama halnya dengan membahas manusia sebagai pribadi serta perilakunya dalam masyarakat. Tentu saja hal itu menyangkut permasalahan kebudayaan, etika, moral dan akhlak. Dengan demikian akan dapat dipahami urgensi pendidikan karakter bagi kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa. Pendidikan Karakter harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Pendidikan karakter adalah suatu 14 David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita. Dikutip dari www.tempointeraktif.com/hg/kolom/…/kol,20110201-315,id.html 17 program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai perilaku moral. a. Pendidikan Karakter di Sekolah Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”15. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap 15 Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangs,. (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2009), h. 55 18 Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. 19 Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanak-kanak atau raudhatul athfāl). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah ada materi pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada, antara lain memperkuat pendidikan karakter. Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata. Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi 16. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan. Di era kurikulum 2004-2008 yang menggunakan kurikulum KBK dan KTSP, pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada kewenangan guru untuk menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian belajar yang bisa 16 Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenda Media Group, 2010), h. 16 20 mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat.17 Bahkan untuk pendidikan agama (PAI) dan pendidikan kewarganegaraan sudah mendapatkan pembobotan yang jelas, yakni PAI dengan akhlak mulia atau budi pekerti dan PPKN terkonsentrasi pada kepribadian. Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan dalam pembelajaran nyata di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya sudah bisa memberi harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak siswa dibanding dengan harapan pada kurikulum sebelumnya. Namun untuk melakukan penguatan bagi perubahan perilaku peserta didik yang semakin berahlak yang mengarah pada perolehan nilai-nilai hidup, bukan semata-mata nilai angka yang hanya menggambarkan prestasi akademik, bukan belajar untuk berprestasi dalam kehidupan. Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan. 17 Muzhoffar Akhwan, http://www.scribd.com/doc/157169182/Pendidikan-Agama-Islam-2011Akhwan-Pendidikan-Karakter 21 Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan media massa. Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan lebih banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran moral loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di antara siswa. Sedangkan pembelajaran moral doing akan lebih banyak menggunakan pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan potensi dan peluang yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dirancang secara sistematis agar para siswa dan guru dapat memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang sesuai dengan potensi dan peluang yang tersedia di lingkungannya. Dengan demikian, hasil pembelajarannya ialah terbentuknya kebiasaan berpikir dalam arti peserta didik memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan dalam berbuat kebaikan. Melalui pemahaman yang komprehensif ini diharapkan dapat menyiapkan pola-pola manajemen pembelajaran yang dapat menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang kuat dalam arti 22 memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial. b. Pendidikan Karakter dalam Islam Pembahasan mengenai karakter dalam Islam sesungguhnya telah selesai begitu disepakati Islam sebagai agama. Dalam ajaran Islam, khususnya yang termuat dalam al-Qur’an dan Sunnah, terdapat nilai-nilai asasi karakter yang memiliki ciri universal yang mampu menaungi berbagai ragam perbedaan, termasuk perbedaan ras, bangsa, dan bahasa. Karenanya, secara substansial, nilai-nilai asasi dalam Islam tidak akan berubah, sebab jika berubah maka esensi Islam sebagai agama menjadi hilang. Namun secara instrumental, terlebih lagi menyangkut masalah teknik operasionalnya, nilai-nilai itu berkembang dan akan beradaptasi dengan kondisi ruang dan waktu dimana nilai itu diimplementasikan. Proses seperti ini tidak berarti mereduksi posisi ajaran Islam sebagai agama, justru hal itu semakin memperkuat posisinya, karena nilai-nilai esensinya dapat membumi dan dapat direalisasikan oleh pemeluknya untuk misi rahmatan lil ‘alamin. Semua ketentuan syariah Islam bermuara pada terwujudnya akhlak atau karakter mulia. Seorang yang melaksanakan shalat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, pasti dia akan terhindar dan tidak akan melakukan perbuatan yang keji dan munkar serta ia akan selalu melakukan perbuatan yang baik dan terpuji. Seperti dalam firman Allah SWT dalam QS al-Ankabut: 45: 23 Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Ankabut: 45).18 Ketentuan syariat seperti shalat tersebut bukan saja hanya pada shalat tetapi juga pada syariat-syariat lain seperti zakat, puasa dan lain sebagainya.Dalam pendidikan karakter yang terpenting bukan hanya sebatas mengkaji dan mendalami konsep akhlak, tetapi sarana dan proses untuk mencapainya juga sangat penting sehingga seseorang dapat bersikap dan berperilaku mulia seperti yang dipesankan oleh Nabi SAW. Dengan konsep akhlak dan proses tersebut akan mengarahkan pada tingkah laku sehari-hari, sehingga sesorang dapat memahami yang dilakukannya baik dan benar ataupun buruk dan salah, termasuk karakter mulia (akhlaq mahmudah) atau karakter tercela (akhlaq madzmumah). Persoalan kita bukan menemukan konsep karakter Islam, tetapi lebih bagaimana mendesain rumusan karakter yang mudah diimplementasikan dan diukur penerapannya, sehingga nantinya kita memiliki norma baku yang dapat dijadikan sebagai standar dalam menentukan baik-buruknya karakter individu. Tentu saja proses itu tidak mudah, karena perumusan dan pengukuran karakter Departemen Agama RI, AL- QUR’AN dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Pertejemah AlQur’an, 2004), h. 386 18 24 Islam memiliki ciri khas, prinsip dan pola tersendiri yang sebagian berbeda dengan pola pengukuran pada umumnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa komponen Islam yang terdiri atas akidah (keimanan),syariah (ibadah dan mu’amalah) dan akhlak (etika). Pola ini tidak melibatkan akidah dan syariah sebagai konstruks dalam karakter, namun hanya akhlak saja. Melalui pola ini, bentuk-bentuk karakter Islam dibagi dua bagian, yaitu: 1. Karakter terpuji (akhlaq mahmudah). Bentuk karakter ini seperti sabar, syukur, ikhlas, qana’ah, rendah hati (tawadhu’), jujur (sidq), dermawan(jud), amanah, pemaaf, lapang dada, dansebagainya. 2. Karakter tercela (akhlaq madzmumah). Bentuk karakter ini seperti gampang marah (ghadhab), kufur nikmat, riya’,rakus (thama’),sombong (takabur), dusta (kidb), pelit (syukh), khianat, dendam, dengki, dan sebagainya. 19 Dua karakter tersebut merupakan kebalikan atau lawan yang jelas, baik dilihat dari perilaku eksoteris maupun esoterisnya, seperti sabar versus marah, syukur versus kufur, ikhlash versus riya’, qana’ah versus thama’, tawadhu’ versus takabur, jujur versur dusta dan seterusnya. Karena perbedaan itu jelas maka model karakter ini mudah diukur. 2. Strategi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini a. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Keluarga Dalam proses pendidikan karakter, sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas dan sebelum mendapat bimbingan dari sekolah, seorang anak lebih dulu memperoleh bimbingan dari keluarganya. Dari kedua orang tua, untuk 19 Suyanto dan Hisyam, Djihad. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III: Refleksi dan Reformasi, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 56 25 pertama kali seorang anak mengalami pembentukan karakter dan mendapatkan pengarahan moral. Dalam keseluruhannya, kehidupan anak juga lebih banyak dihabiskan dalam pergaulan keluarga. Itulah sebabnya, pendidikan keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak pondasi dari karakter dan pendidikan setelahnya. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai peserta didik. Menurut pendapat al-Ghazali, anak-anak adalah suatu hal yang sangat penting sekali, karena anak sebagai amanat bagi orang tuanya. 20 Hati anak suci bagaikan mutiara cemerlang, bersih dari segala ukiran serta gambaran, ia dapat mampu menerima segala yang diukirkan atasnya dan condong kepada segala yang dicondongkan kepadanya. Maka bila ia dibiasakan ke arah kebaikan dan diajar kebaikan jadilah ia baik dan berbahagia dunia akhirat, sedang ayah serta para pendidik-pendidiknya turut mendapat bagian pahalanya. Tetapi bila dibiasakan berperilaku jelek atau dibiarkan dalam kejelekan, maka celaka dan rusaklah ia, sedang wali serta pemeliharanya mendapat beban dosanya. Untuk itu wajiblah wali menjaga anak dari perbuatan dosa dengan mendidik dan mengajarnya berakhlak bagus, menjaganya dari pengaruh buruk lingkungan dan teman-temannya. Tugas orang tua ini akan lebih jelas lagi bila dihubungkan dengan firman Allah dalam QS at-Tahrim: 6 20 Futicha Turisqoh, akhlak-anak.html http://futicha-turisqoh.blogspot.com/2009/12/peranan-orang-tua-terhadap- 26 Artinya; Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Tafsirannya ayat ini; firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.21 Keluarga sebagai salah satu dari lingkungan pendidikan yang paling berpengaruh atas jiwa anak, karena keluarga adalah lingkungan pertama di mana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan manusia lain selain dirinya. Di lingkungan keluarga pula manusia untuk pertama kalinya dibentuk; baik sikap maupun kepribadiannya. Maka keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum dibangun keluarga Departemen Agama RI, AL- QUR’AN dan Terjemahannya, (Jakarta, Yayasan Pertejemah AlQur’an, 2004), h. 142 21 27 perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam Al-Qur’an disebut baligh. Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam, yaitu syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, dan pendidikan. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya salah satu di antaranya “mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar dari api neraca”22. Peran keluarga dalam pendidikan sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab. Oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, dan akhlak. Dengan begitu, kepribadian anak yang baik dapat terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam proses pendidikan karakter selanjutnya yang akan ia jalani. 22 http://eddysetia.wordpress.com/2009/11/07/mendidik-generasi-muda-islam/ 28 Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat dididik dan membutuhkan pendidikan. Yang jauh lebih penting lagi adalah peran orangtua menanamkan nilai-nilai keagamaan dan keimanan anak. Aspek ini membutuhkan kasih sayang, asuhan, dan perlakuan yang baik. Model pendidikan keimanan yang diberikan orangtua kepada anak dituntut agar lebih dapat merangsang anak dalam mencontoh perilaku orangtuanya (uswatun hasanah). b. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Sekolah Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Para pakar pendidikan T. Ramli, pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. 23 23 T. Ramli. Pendidikan Karakter (Bandung: Angkasa, 2003), h. 31 29 .Penerapan pendidikan karakter pada proses pembelajaran mengacu pada sembilan pilar karakter. Pilar-pilar tersebut antara lain: 1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya 2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian 3. Kejujuran/amanah dan arif 4. Hormat dan santun 5. Dermawan,. 6. Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras 7. Kepemimpinan dan Keadilan 8. Baik dan Rendah Hati 9. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan. 24 Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. 24 Jalal Fasli dan Supriadi, Dedi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. (Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2001), h. 123 30 Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah tersedianya kurikulum berbasis Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik. 1. Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru, dan masyarakat 2. Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah 3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik 4. Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan persaingan 5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas 6. Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan 31 7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan hukuman 8. Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah 25 Peran lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter mencakup (1) mengumpulkan guru, orangtua dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan, (2) memberikan pelatihan bagi guru tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan budaya sekolah, (3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan masyarakat agar siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di sekolah dan di kehidupannya, dan (4) memberikan kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan moral (US Department of Education). Upaya atau strategi lainnya adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan. Lingkungan yang nyaman dan menyenangkan adalah mutlak diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat kaitannya dengan pembentukan emosi positif anak, dan selanjutnya dapat mendukung proses pembentukan empati, cinta, dan akhirnya nurani/batin anak. Meningkatkan guru yang kompeten dan berkarakter adalah strategi lain, namun 25 Azra, Azyumardi, Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa., (Jakarta: Yudhistira 2006), h. 43 32 untuk menjadikan guru yang seperti itu perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan di antaranya: 1. Teori tentang Pentingnya Pendidikan Karakter, 2. Teori dan Implementasi Pendidikan 9 Pilar Karakter secara eksplisit; knowing the good, reasoning the good, feeling the good, and acting the good, 3. Prinsip dan penerapan Brain-based Learning, 4. Penerapan Developmentally Appropriate Practices, 5. Penerapan Multiple Intelligences, 6. Prinsip dan Penerapan Character-based Integrated Learning, 7. Prinsip dan Penerapan Cooperative Learning, 8. Komunikasi Positif dan Efektif, 9. Prinsip dan Penerapan Student Active Learning, Contextual Learning, dan Project-based Learning, 10. Delapan Prinsip Belajar Membaca Menyenangkan, 11. Prinsip dan Penerapan Inquiry-based Learning, 12. Fun Story Telling, 13. Manajemen Kelas, 14. Penerapan sistem Sentra, 15. Character-based Co-Parenting, dan 16. Training Motivasi.26 Tersedianya Character-based Teaching Aids (Alat Bantu Mengajar Berbasis Karakter) implementasi merupakan pendidikan bagian karakter. penting Selain lainnya pemberian dalam rangka pengetahuan dan keterampilan pembelajaran karakter, guru juga harus dibekali alat bantu mengajar seperti modul, kurikulum, lesson plan, permainan edukatif, dan bukubuku cerita. Tanpa alat bantu ini, akan sulit bagi guru untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajarinya. Orang tua dilibatkan secara aktif didalam usaha pengembangan karakter anak. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan karakter adalah adanya 26 Sairin, Weinata. Pendidikan yang Mendidik. (Jakarta: Yudhistira, 2001), h. 67 33 konsistensi antara sekolah dan rumah mengenai penerapan pilar-pilar karakter yang ditanamkan. Sekolah Karakter selalu mengadakan sosialisasi mengenai visi/misi dan filosofi pendidikan yang diterapkan di Sekolah Karakter. Pada awal tahun ajaran baru pihak sekolah mewajibkan orangtua untuk mengikuti seminar yang diadakan pihak sekolah. Selain itu, secara berkala pihak sekolah mengadakan seminar parenting education. Hal ini dilakukan agar para orangtua mengerti mengenai praktik-praktik pengasuhan yang berbahaya bagi pengembangan karakter anak. Para orang tua juga dihimbau untuk membaca buku-buku tentang Pendidikan Karakter, yang memberikan petunjuk bagaimana menanamkan karakter pada anak. Dengan adanya kerjasama ini ternyata banyak orangtua yang mengaku banyak belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik, dan bahkan merasakan bahwa karakternya juga semakin baik, dan banyak belajar mengenai akhlak mulia dari anak-anaknya. Dari strategi yang disebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga strategi utama dalam pendidikan karakter, di antaranya: (1) membekali siswa dengan alat dan media untuk memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan; (2) membekali siswa pemahaman tentang berbagai kompetensi tentang nilai dan moral; (3) membiasakan siswa untuk selalu melakukan keterampilan-keterampilan berperilaku baik. c. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Masyarakat Tidak hanya keluarga dan sekolah dalam hal ini, masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses 34 pendidikan karakter, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter, masyarakat memiliki juga mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik. Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan karakter. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan karakter anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian atau karakter anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut. Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti “masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman 35 dan pembinaan rohani”27. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. Mengingat pendidikan, maka pentingnya setiap peran individu masyarakat sebagai sebagai anggota lingkungan masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di suatu lembaga pendidikan formal. C. Penelitian yang Relevan Penulis menggunakan beberapa sumber yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam pembuatan penelitian ini. Hasil penelitian yang terdahulu yang terdapat kesamaan dengan penelitian ini antara lain karya: 1. Peranan Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Dan Tumbuh Kembang Anak yang di teliti oleh Mardiya pada tahun 2009. Hasil penelitian ditemukan 27 bahwa tingkat tercapainya pembentukan karakter anak http://hanifkimia.wordpress.com/2012/04/18/materi-taman-pendidikan-al-quran/ akses tanggal 30 Juni 2013 36 dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan bio-psiki-sosial dan perilaku. Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Proses yang unik dengan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap anak. Untuk itu orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak secara optimal.. 2. Peranan Guru Agama Islam dan Orang Tua Terhadap Pembentukan kepribadian anak di SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kab. Buton. yang di teliti oleh La Ali Jama’u pada tahun 2009. Hasil penelitian ditemukan bahwa Bentuk Peranan guru agama Islam dan orang tua di SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton yakni melalui pendidikan baca tulis Al-qur’an, pendidikan tentang shalat, dan pendidikan akhlakul karimah. Sedangkan bentuk pembentukan kepribadian anak pada SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton adalah dengan cara mendidik, mengajar dan membimbing. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam upaya pembentukan kepribadian anak di SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton adalah kurangnya pengetahuan agama orang tua, kondisi lingkungan yang kurang menduk ung dan kurangnya fasilitas keagamaan baik di lingkungan sekolah ataupun di keluarga. Upaya-upaya dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan 37 agama Islam dalam pembentukan kepribadian anak di SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton yakni dengan meningkatkan pemahaman atau pengetahuan agama orang tua, menciptakan lingkungan yang kondusif serta pemenuhan fasilitas keagamaan baik di sekolah maupun di rumah Penelitian ini akan menekankan kepada strategi orang tua di Desa Lakologou Kec. Tongkuno Kab. Muna dalam pembentukan karakter anak usia dini