BAB II - Perpustakaan IAIN Kendari

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakter
1. Pengertian Karakter
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, “charassein yang berarti
mengukir”1. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu
permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian berkembang
pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku.
Doni Koesoema memahami bahwa karakter adalah sama dengan
kepribadian2. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat
khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima
dari lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, dan watak” 3. Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat
kaitannya dengan kepribadian. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila
tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik
atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (TME), dirinya, lingkungan, bangsa dan
1
Bambang Soenarko,. http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anak-usiadini/,akses tanggal 5 Desember 2012
2
Doni Koesoema, http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anak-usiadini/,akses tanggal 5 Desember 2012
3
Pusat Bahasa Depdiknas, http://riniraihan.wordpress.com/2012/09/30/pendidikan-karakter-anakusia-dini/,akses tanggal 5 Desember 2012
6
7
negara, serta dunia internasional pada umunya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya). Karakter itu lebih bersifat spontanitas maksudnya dalam
bersikap atau melakukan perbuatan telah menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Menurut
Ginanjar
karakter mengacu
kepada
serangkaian
sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills)4. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional,
logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf,
berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri,
produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan
individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.
4
h. 66
Agustian Ary Ginanjar, Bangkit dengan 7 budi utama. (Jakarta: PT. ARGHA Publishing, 2009),
8
Menurut Syam karakteristik adalah “realisasi perkembangan positif sebagai
individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku)”5.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya (perasaannya).
2. Perkembangan Karakter Usia Dini
Seorang anak mungkin memulai pendidikan formalnya ditingkat Taman
Kanak-kanak pada usia empat atau lima tahun. Pada awal ia memasuki sekolah
mungkin tertunda sampai ia berusia lima atau enam tahun tanpa mempedulikan
beberapa umur seorang anak. Karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan
yang dibawanya ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan
hal itu tampaknya mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilannya di
sekolah dan masa perkembangan hidupnya di masa yang akan datang. Nature
merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristikkarakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Karakter yang berkaitan dengan perkembangan biologis
cenderung bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial
psikologis banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
5
Syam, en.wiktionary.org/wiki/karakteristik, akses tanggal 12 Juni 2013
9
Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak dilahirkan,
apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat
mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia yang berahlak mulia. Menurut
hasil penelitian, “anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral,
bahkan mereka sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau
penderitaan orang lain”6.
Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak
masa pertemuan sel ayah dengan ibu (masa konsepsi) dan berakhir pada saat
kematiannya. Perkembangan individu bersifat dinamis, perubahannya kadangkadang lambat, tetapi bisa juga cepat, berkenaan dengan salah satu aspek atau
beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap individu juga tidak selalu
seragam, satu sama lain berbeda baik dalam tempo maupun kualitasnya. Dalam
perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan yakni;
Setiap individu memiliki irama dan kualitas perkembangan yang berbeda,
Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek,
Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu,
Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur dan sedikit demi
sedikit, Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum
menuju pada yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan
integrasi, Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase,
Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat
atau diperlambat, Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau
berkorelasi dengan aspek lainnya serta, Pada saat-saat tertentu dan dalam
bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita7
6
http://durennangka.wordpress.com/2013/03/21/pembelajaran-anak-usia-dini/ akses tanggal 12
Juni 2013
7
Dr. Ekawati S.Wahyuni, http://www.slideshare.net/afrils/emosi-perkembangan-sosial-dalampembentukan-karakter, akaes tanggal 25 Juni 2013
10
Perkembangan-perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci,
yakni sebagai berikut:
1. Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek.
Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu
tetapi menyangkut semua aspek. perkembangan. Aspek tertentu mungkin lebih
terlihat
dengan
jelas,
sedangkan
aspek
yang
lainnya
tersembunyi.
Perkembangan berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya pada saat
tertentu perkembangannya lambat bahkan sangat lambat, sedangkan pada saat
lain mungkin sangat cepat.
2. Setiap individu memiliki irama dan kualitas perkembangan yang berbeda
Seorang individu mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan
membina hubungan sosial yang sangat tinggi dan irama perkembangannya
dalam segi itu sangat cepat, sedang dalam aspek lain seperti keterampilan atau
estetika cenderung kurang dan perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada
individu lain yang ketrampilan dan estetikanya berkembang pesat sedangkan
kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak lambat
3. Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu.
Perkembangan sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang
lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban
(mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas dan tidak bermakna, seperti : mmmmmm-mmm) sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya
11
4. Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur dan sedikit demi
sedikit.
Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi
dalam situasi-situasi tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya
dapat juga terjadi kemacetan perkembangan aspek tertentu
5. Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju
pada yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi.
Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan
yang bersifat umum, seperti kemampuan memegang dimulai dengan memegang
benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudian memegang dengan satu
tangan tetapi dengan ke lima jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan
dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnya menggunakan
ujung-ujung jarinya. Dalam perkembangan terjadi proses diferensiasi atau
penguraian kepada hal yang lebih kecil dan terjadi pula proses integrasi. Dalam
integrasi ini beberapa kemampuan khusus/kecil bergabung membentuk satu
kecakapan atau keterampilan.
6. Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena
faktor-faktor khusus, fase tertentu dapat dilewati secara cepat, sehingga
nampak seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti
dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang.
7. Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat
atau diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan
12
juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan
dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran
baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan
lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau
lebih lambat.
8. Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan
aspek lainnya.
Perkembangan
kemampuan
sosial
berkembang
sejajar
dengan
kemampuan berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan
pengamatan dan lain sebagainya.
9. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan
pria berbeda dengan wanita. Menurut Mulyono bahwa;
Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial
dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam
kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan
berbahasa dan estetikanya. 8
Anak usia dini memiliki karakter yang khas, baik secara fisik, psikis,
sosial, moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting
untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa
pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman
anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia tersebut maka memahami
8
Mulyono, http://paudbook.blogspot.com/2012/01/prinsip-prinsip-perkembangan-anak-usia.html,
akses tanggal 23 Juni 2013
13
karakteristik anak usia dini menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi
yang mampu mengembangkan diri secara optimal.
Pengalaman yang dialami anak usia dini akan berpengaruh kuat terhadap
kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama. Bahkan tidak
dapat terhapuskan, walaupun bisa hanya tertutupi. Bila suatu saat ada stimulasi
yang memancing pengalaman hidup yang pernah dialami maka efek tersebut
akan muncul kembali walau dalam bentuk yang berbeda. Beberapa hal menjadi
alasan pentingnya memahami karakteristik anak usia dini. Sebagian dari alasan
tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut :
a. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap
perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode
diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
b. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan
dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya,
disamping itu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan.
Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
c. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa,
dibanding dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun mengalami
80% perkembangan otak dibanding sesudahnya. Oleh karena itu perlu
stimulasi fisik dan mental. 9
B. Pendidikan Karakter
1. Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua
pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, lembaga
pendidikan dan lingkungan lembaga pendidikan dan juga masyarakat luas. Oleh
9
M. Sholehuddin,. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah, (IKIP Bandung: 1997), h. 78
14
karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali
kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara
ketiga, stakeholders terdekat dalam lingkungan lembaga pendidikan yaitu guru,
keluarga dan masyarakat. Menurut Muhaimin “Pembentukan dan pendidikan
karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan
tidak ada kesinambungan dan keharmonisan”10. Dengan demikian, rumah
tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter
pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh
lingkungan dan kondisi pembelajaran di lembaga pendidikan yang memperkuat
siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan
di masyarakat.
Menurut Soenarto “Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi
terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat
mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika
untuk pembentukan karakter”11.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, pendidikan karakter
dimaknai sebagai berikut:
“Character education is the deliberate effort to help people understand,
care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind
of character we want for our children, it is clear that we want them to be
able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure from without and
temptation from within”. Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja
10
Muhaimin,
http://lembar200.blogspot.com/2013/08/pendahuluan-pendidikan-karakteranak.html, akses tanggal 23 Juni 2013
11
Soenarto, http://lembar200.blogspot.com/2013/08/pendahuluan-pendidikan-karakter-anak.html,
akses 23 Juni 2013
15
untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilainilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan
untuk anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang
benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa
yang mereka yakini benar, bahkan di menghadapi tekanan dari luar dan
godaan dari dalam.12
Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak 13. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik,
warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat
atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat
dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari
agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat
memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut.
12
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita. Dikutip
dari www.tempointeraktif.com/hg/kolom/…/kol,20110201-315,id.html
13
Ratna Megawangi,. Pengembangan Program Pendidikan Karakter di Sekolah: Pengalaman
Sekolah Karakter, (Bogor: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 21
16
Menurut para ahli psikolog David Elkind dan Freddy Sweet Ph.D, beberapa
nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya
(alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta
damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli,
jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin,
visioner, adil, dan punya integritas. 14
Pendidikan karakter harus bersifat membebaskan karena hanya dalam
kebebasannya individu “dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat
bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan
perkembangan orang lain dalam hidup mereka”. Kebebasan dalam hal ini berarti
tidak mengekang kreativitas dan potensi anak dengan belenggu sekolah atau
keotoriteran orang tua.
Konsep pendidikan karakter, sama halnya dengan membahas manusia
sebagai pribadi serta perilakunya dalam masyarakat. Tentu saja hal itu
menyangkut permasalahan kebudayaan, etika, moral dan akhlak. Dengan
demikian akan dapat dipahami urgensi pendidikan karakter bagi kehidupan
manusia dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa.
Pendidikan Karakter harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar,
yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Pendidikan karakter adalah suatu
14
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan Kita. Dikutip
dari www.tempointeraktif.com/hg/kolom/…/kol,20110201-315,id.html
17
program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan
menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan
pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan. Tujuan pendidikan
karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang
diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung
jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai perilaku moral.
a. Pendidikan Karakter di Sekolah
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all
dimensions of school life to foster optimal character development”15. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan
harus berkarakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
15
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangs,. (Yogyakarta: PP
Muhammadiyah, 2009), h. 55
18
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter
di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala
sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta
didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup
keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan
tersebut
didasarkan
pada
fenomena
sosial
yang
berkembang,
yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal
dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu,
gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena
itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian
peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
19
Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang
pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanak-kanak atau raudhatul athfāl).
Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum di Indonesia
masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah ada
materi pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Padahal jika Indonesia ingin
memperbaiki
mutu
sumber
daya
manusia
dan
segera
bangkit
dari
ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada,
antara lain memperkuat pendidikan karakter.
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan
gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum
dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang
harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta
didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang
untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi
dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata. Komponen-komponen
kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang
menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi
pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi 16. Kurikulum berfungsi sebagai
pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan.
Di era kurikulum 2004-2008 yang menggunakan kurikulum KBK dan KTSP,
pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada kewenangan guru untuk
menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian belajar yang bisa
16
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenda Media Group, 2010), h. 16
20
mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi yang
sudah dibuat oleh pemerintah pusat.17
Bahkan
untuk
pendidikan
agama
(PAI)
dan
pendidikan
kewarganegaraan sudah mendapatkan pembobotan yang jelas, yakni PAI
dengan akhlak mulia atau budi pekerti dan PPKN terkonsentrasi pada
kepribadian. Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan dalam pembelajaran
nyata di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan yang jelas pada
akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya sudah bisa memberi
harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak siswa dibanding
dengan harapan pada kurikulum sebelumnya. Namun untuk melakukan
penguatan bagi perubahan perilaku peserta didik yang semakin berahlak yang
mengarah pada perolehan nilai-nilai hidup, bukan semata-mata nilai angka yang
hanya menggambarkan prestasi akademik, bukan belajar untuk berprestasi
dalam kehidupan.
Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar
yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan
perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun
diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral
pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan
merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian
pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan.
17
Muzhoffar Akhwan, http://www.scribd.com/doc/157169182/Pendidikan-Agama-Islam-2011Akhwan-Pendidikan-Karakter
21
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan
dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
yang menjadi jati dirinya.
Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu
pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu
proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan
peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan
masyarakat, maupun lingkungan media massa.
Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan lebih
banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran moral
loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di antara siswa.
Sedangkan pembelajaran moral doing akan lebih banyak menggunakan
pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan potensi dan peluang
yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga strategi pembelajaran
tersebut sebaiknya dirancang secara sistematis agar para siswa dan guru dapat
memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang sesuai dengan potensi dan
peluang yang tersedia di lingkungannya.
Dengan demikian, hasil pembelajarannya ialah terbentuknya kebiasaan
berpikir
dalam arti peserta didik memiliki pengetahuan, kemauan dan
keterampilan dalam berbuat kebaikan. Melalui pemahaman yang komprehensif
ini diharapkan dapat menyiapkan pola-pola manajemen pembelajaran yang
dapat menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang kuat dalam arti
22
memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan perilaku shaleh, baik
secara pribadi maupun sosial.
b. Pendidikan Karakter dalam Islam
Pembahasan mengenai karakter dalam Islam sesungguhnya telah selesai
begitu disepakati Islam sebagai agama. Dalam ajaran Islam, khususnya yang
termuat dalam al-Qur’an dan Sunnah, terdapat nilai-nilai asasi karakter yang
memiliki ciri universal yang mampu menaungi berbagai ragam perbedaan,
termasuk perbedaan ras, bangsa, dan bahasa. Karenanya, secara substansial,
nilai-nilai asasi dalam Islam tidak akan berubah, sebab jika berubah maka esensi
Islam sebagai agama menjadi hilang. Namun secara instrumental, terlebih lagi
menyangkut masalah teknik operasionalnya, nilai-nilai itu berkembang dan akan
beradaptasi
dengan
kondisi
ruang
dan
waktu
dimana
nilai
itu
diimplementasikan. Proses seperti ini tidak berarti mereduksi posisi ajaran
Islam sebagai agama, justru hal itu semakin memperkuat posisinya, karena
nilai-nilai esensinya dapat membumi dan dapat direalisasikan oleh pemeluknya
untuk misi rahmatan lil ‘alamin.
Semua ketentuan syariah Islam bermuara pada terwujudnya akhlak atau
karakter mulia. Seorang yang melaksanakan shalat yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Misalnya, pasti dia akan terhindar dan tidak akan melakukan
perbuatan yang keji dan munkar serta ia akan selalu melakukan perbuatan yang
baik dan terpuji. Seperti dalam firman Allah SWT dalam QS al-Ankabut: 45:
23
    
   







    
   
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatanperbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Ankabut: 45).18
Ketentuan syariat seperti shalat tersebut bukan saja hanya pada shalat tetapi
juga pada syariat-syariat lain seperti zakat, puasa dan lain sebagainya.Dalam
pendidikan karakter yang terpenting bukan hanya sebatas mengkaji
dan
mendalami konsep akhlak, tetapi sarana dan proses untuk mencapainya juga sangat
penting sehingga seseorang dapat bersikap dan berperilaku mulia seperti yang
dipesankan oleh Nabi SAW. Dengan konsep akhlak dan proses tersebut akan
mengarahkan pada tingkah laku sehari-hari, sehingga sesorang dapat memahami
yang dilakukannya baik dan benar ataupun buruk dan salah, termasuk karakter
mulia (akhlaq mahmudah) atau karakter tercela (akhlaq madzmumah).
Persoalan kita bukan menemukan konsep karakter Islam, tetapi lebih
bagaimana mendesain rumusan karakter yang mudah diimplementasikan dan
diukur penerapannya, sehingga nantinya kita memiliki norma baku yang dapat
dijadikan sebagai standar dalam menentukan baik-buruknya karakter individu.
Tentu saja proses itu tidak mudah, karena perumusan dan pengukuran karakter
Departemen Agama RI, AL- QUR’AN dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Pertejemah AlQur’an, 2004), h. 386
18
24
Islam memiliki ciri khas, prinsip dan pola tersendiri yang sebagian berbeda
dengan pola pengukuran pada umumnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa
komponen Islam yang terdiri atas akidah (keimanan),syariah (ibadah dan
mu’amalah) dan akhlak (etika). Pola ini tidak melibatkan akidah dan syariah
sebagai konstruks dalam karakter, namun hanya akhlak saja. Melalui pola ini,
bentuk-bentuk karakter Islam dibagi dua bagian, yaitu:
1. Karakter terpuji (akhlaq mahmudah).
Bentuk karakter ini seperti sabar, syukur, ikhlas, qana’ah, rendah hati
(tawadhu’), jujur (sidq), dermawan(jud), amanah, pemaaf, lapang dada,
dansebagainya.
2. Karakter tercela (akhlaq madzmumah).
Bentuk karakter ini seperti gampang marah (ghadhab), kufur nikmat,
riya’,rakus (thama’),sombong (takabur), dusta (kidb), pelit (syukh),
khianat, dendam, dengki, dan sebagainya. 19
Dua karakter tersebut merupakan kebalikan atau lawan yang jelas, baik
dilihat dari perilaku eksoteris maupun esoterisnya, seperti sabar versus marah,
syukur versus kufur, ikhlash versus riya’, qana’ah versus thama’, tawadhu’
versus takabur, jujur versur dusta dan seterusnya. Karena perbedaan itu jelas
maka model karakter ini mudah diukur.
2. Strategi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
a. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Keluarga
Dalam proses pendidikan karakter, sebelum mengenal masyarakat yang
lebih luas dan sebelum mendapat bimbingan dari sekolah, seorang anak lebih
dulu memperoleh bimbingan dari keluarganya. Dari kedua orang tua, untuk
19
Suyanto dan Hisyam, Djihad. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III: Refleksi dan
Reformasi, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 56
25
pertama kali seorang anak mengalami pembentukan karakter dan mendapatkan
pengarahan moral. Dalam keseluruhannya, kehidupan anak juga lebih banyak
dihabiskan dalam pergaulan keluarga. Itulah sebabnya, pendidikan keluarga
disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak
pondasi dari karakter dan pendidikan setelahnya. Dalam hal ini, orang tua
bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai peserta didik.
Menurut pendapat al-Ghazali, anak-anak adalah suatu hal yang sangat
penting sekali, karena anak sebagai amanat bagi orang tuanya. 20 Hati anak suci
bagaikan mutiara cemerlang, bersih dari segala ukiran serta gambaran, ia dapat
mampu menerima segala yang diukirkan atasnya dan condong kepada segala
yang dicondongkan kepadanya. Maka bila ia dibiasakan ke arah kebaikan dan
diajar kebaikan jadilah ia baik dan berbahagia dunia akhirat, sedang ayah serta
para pendidik-pendidiknya turut mendapat bagian pahalanya. Tetapi bila
dibiasakan berperilaku jelek atau dibiarkan dalam kejelekan, maka celaka dan
rusaklah ia, sedang wali serta pemeliharanya mendapat beban dosanya. Untuk
itu wajiblah wali menjaga anak dari perbuatan dosa dengan mendidik dan
mengajarnya berakhlak bagus, menjaganya dari pengaruh buruk lingkungan dan
teman-temannya.
Tugas orang tua ini akan lebih jelas lagi bila dihubungkan dengan
firman Allah dalam QS at-Tahrim: 6
20
Futicha Turisqoh,
akhlak-anak.html
http://futicha-turisqoh.blogspot.com/2009/12/peranan-orang-tua-terhadap-
26






  


   
   
  
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Tafsirannya ayat ini; firman
Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya
dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,
dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan
kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara menyelamatkan
diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar,
sebagaimana firman Allah SWT.21
Keluarga sebagai salah satu dari lingkungan pendidikan yang paling
berpengaruh atas jiwa anak, karena keluarga adalah lingkungan pertama di
mana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan manusia lain
selain dirinya. Di lingkungan keluarga pula manusia untuk pertama kalinya
dibentuk; baik sikap maupun kepribadiannya. Maka keluarga mesti menciptakan
suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi
manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan.
Dalam perspektif pendidikan Islam, agar keluarga mampu menjalankan
fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum dibangun keluarga
Departemen Agama RI, AL- QUR’AN dan Terjemahannya, (Jakarta, Yayasan Pertejemah AlQur’an, 2004), h. 142
21
27
perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat
yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai
oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk
memikul tanggung jawab yang di dalam Al-Qur’an disebut baligh. Selain itu,
kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak dibolehkan
menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam, yaitu
syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara
seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan
kesetaraan dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, dan
pendidikan. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan
tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya salah satu di antaranya
“mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar
dari api neraca”22.
Peran keluarga dalam pendidikan sebagai lembaga pendidikan primer,
utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam
lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya.
Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab. Oleh karena
itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan
dengan ibadah, dan akhlak. Dengan begitu, kepribadian anak yang baik dapat
terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam
proses pendidikan karakter selanjutnya yang akan ia jalani.
22
http://eddysetia.wordpress.com/2009/11/07/mendidik-generasi-muda-islam/
28
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat dididik dan
membutuhkan pendidikan. Yang jauh lebih penting lagi adalah peran orangtua
menanamkan
nilai-nilai
keagamaan
dan
keimanan
anak.
Aspek
ini
membutuhkan kasih sayang, asuhan, dan perlakuan yang baik. Model
pendidikan keimanan yang diberikan orangtua kepada anak dituntut agar lebih
dapat merangsang anak dalam mencontoh perilaku orangtuanya (uswatun
hasanah).
b. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Sekolah
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan
dengan
konteks
kehidupan
sehari-hari.
Dengan
demikian
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta
didik sehari-hari di masyarakat.
Para pakar pendidikan T. Ramli, pada umumnya sependapat tentang
pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan
formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara
mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan
pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti:
pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan
pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan
pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu
dalam diri peserta didik. 23
23
T. Ramli. Pendidikan Karakter (Bandung: Angkasa, 2003), h. 31
29
.Penerapan pendidikan karakter pada proses pembelajaran mengacu
pada sembilan pilar karakter. Pilar-pilar tersebut antara lain:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya
2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
3. Kejujuran/amanah dan arif
4. Hormat dan santun
5. Dermawan,.
6. Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras
7. Kepemimpinan dan Keadilan
8. Baik dan Rendah Hati
9. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan. 24
Pendidikan
karakter
bertujuan
untuk
meningkatkan
mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan
karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan
pengetahuannya,
mengkaji
dan
menginternalisasi
serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu,
sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya
Indonesia.
24
Jalal Fasli dan Supriadi, Dedi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
(Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2001), h. 123
30
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan
karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain
meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran,
penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya.
Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif
dalam pendidikan karakter di sekolah. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian
pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang
dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah
Upaya
untuk
mengimplementasikan
pendidikan
karakter
adalah
tersedianya kurikulum berbasis Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan
perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini
ciri-ciri pendekatan holistik.
1. Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan
antara siswa, guru, dan masyarakat
2. Sekolah merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada
ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah
3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik
4. Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama
dibandingkan persaingan
5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian
pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas
6. Siswa-siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku
moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan
pelayanan
31
7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah
dibandingkan hadiah dan hukuman
8. Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan
beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk
membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah 25
Peran lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter mencakup (1) mengumpulkan guru, orangtua dan siswa
bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan unsur-unsur karakter yang
mereka ingin tekankan, (2) memberikan pelatihan bagi guru tentang bagaimana
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan budaya sekolah,
(3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan masyarakat agar siswa dapat
mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di sekolah
dan di kehidupannya, dan (4) memberikan kesempatan kepada kepala sekolah,
guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan moral
(US Department of Education).
Upaya atau strategi lainnya adalah menciptakan lingkungan yang
nyaman dan menyenangkan. Lingkungan yang nyaman dan menyenangkan
adalah mutlak diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat
kaitannya dengan pembentukan emosi positif anak, dan selanjutnya dapat
mendukung proses pembentukan empati, cinta, dan akhirnya nurani/batin anak.
Meningkatkan guru yang kompeten dan berkarakter adalah strategi lain, namun
25
Azra, Azyumardi, Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa., (Jakarta: Yudhistira
2006), h. 43
32
untuk menjadikan guru yang seperti itu perlu dibekali dengan berbagai
pengetahuan dan keterampilan di antaranya:
1. Teori tentang Pentingnya Pendidikan Karakter,
2. Teori dan Implementasi Pendidikan 9 Pilar Karakter secara eksplisit;
knowing the good, reasoning the good, feeling the good, and acting the
good,
3. Prinsip dan penerapan Brain-based Learning,
4. Penerapan Developmentally Appropriate Practices,
5. Penerapan Multiple Intelligences,
6. Prinsip dan Penerapan Character-based Integrated Learning,
7. Prinsip dan Penerapan Cooperative Learning,
8. Komunikasi Positif dan Efektif,
9. Prinsip dan Penerapan Student Active Learning, Contextual Learning, dan
Project-based Learning,
10. Delapan Prinsip Belajar Membaca Menyenangkan,
11. Prinsip dan Penerapan Inquiry-based Learning,
12. Fun Story Telling,
13. Manajemen Kelas,
14. Penerapan sistem Sentra,
15. Character-based Co-Parenting, dan
16. Training Motivasi.26
Tersedianya Character-based Teaching Aids (Alat Bantu Mengajar
Berbasis
Karakter)
implementasi
merupakan
pendidikan
bagian
karakter.
penting
Selain
lainnya
pemberian
dalam
rangka
pengetahuan
dan
keterampilan pembelajaran karakter, guru juga harus dibekali alat bantu
mengajar seperti modul, kurikulum, lesson plan, permainan edukatif, dan bukubuku cerita. Tanpa alat bantu ini, akan sulit bagi guru untuk menerapkan ilmu
yang telah dipelajarinya.
Orang tua dilibatkan secara aktif didalam usaha pengembangan karakter
anak. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan karakter adalah adanya
26
Sairin, Weinata. Pendidikan yang Mendidik. (Jakarta: Yudhistira, 2001), h. 67
33
konsistensi antara sekolah dan rumah mengenai penerapan pilar-pilar karakter
yang ditanamkan. Sekolah Karakter selalu mengadakan sosialisasi mengenai
visi/misi dan filosofi pendidikan yang diterapkan di Sekolah Karakter. Pada
awal tahun ajaran baru pihak sekolah mewajibkan orangtua untuk mengikuti
seminar yang diadakan pihak sekolah. Selain itu, secara berkala pihak sekolah
mengadakan seminar parenting education. Hal ini dilakukan agar para orangtua
mengerti
mengenai
praktik-praktik
pengasuhan
yang
berbahaya
bagi
pengembangan karakter anak. Para orang tua juga dihimbau untuk membaca
buku-buku tentang Pendidikan Karakter, yang memberikan petunjuk bagaimana
menanamkan karakter pada anak. Dengan adanya kerjasama ini ternyata banyak
orangtua yang mengaku banyak belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik,
dan bahkan merasakan bahwa karakternya juga semakin baik, dan banyak
belajar mengenai akhlak mulia dari anak-anaknya.
Dari strategi yang disebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya
ada tiga strategi utama dalam pendidikan karakter, di antaranya: (1) membekali
siswa dengan alat dan media untuk memiliki pengetahuan, kemauan dan
keterampilan; (2) membekali siswa pemahaman tentang berbagai kompetensi
tentang nilai dan moral; (3) membiasakan siswa untuk selalu melakukan
keterampilan-keterampilan berperilaku baik.
c. Strategi Pendidikan Karakter Di lingkungan Masyarakat
Tidak hanya keluarga dan sekolah dalam hal ini, masyarakat sebagai
lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses
34
pendidikan karakter, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan
ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang
beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di
sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter, masyarakat memiliki
juga mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mendidik.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut
berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan karakter. Setiap individu
sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam
menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam
pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang
mendukung pendidikan karakter anak dan menghindari masyarakat yang buruk.
Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang
kurang baik, maka perkembangan kepribadian atau karakter anak tersebut akan
bermasalah.
Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih
lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua
beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga
pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari
masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa
melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti “masjid, surau,
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman
35
dan pembinaan rohani”27. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah
memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat
pendidikan,
maka
pentingnya
setiap
peran
individu
masyarakat
sebagai
sebagai
anggota
lingkungan
masyarakat
harus
menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan
yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep
pendidikan berbasis masyarakat (community based education) sebagai upaya
untuk
memberdayakan
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pendidikan.
Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga
pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa
kepedulian
masyarakat
sangat
dibutuhkan
serta
keberadaannya
sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di suatu lembaga
pendidikan formal.
C. Penelitian yang Relevan
Penulis
menggunakan
beberapa
sumber
yang
relevan
dengan
permasalahan yang dibahas dalam pembuatan penelitian ini. Hasil penelitian
yang terdahulu yang terdapat kesamaan dengan penelitian ini antara lain karya:
1. Peranan Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Dan Tumbuh Kembang
Anak yang di teliti oleh Mardiya pada tahun 2009. Hasil penelitian
ditemukan
27
bahwa
tingkat
tercapainya
pembentukan
karakter
anak
http://hanifkimia.wordpress.com/2012/04/18/materi-taman-pendidikan-al-quran/ akses tanggal
30 Juni 2013
36
dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik,
lingkungan bio-psiki-sosial dan perilaku. Lingkungan merupakan faktor
yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan
yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Proses yang unik
dengan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada
setiap anak. Untuk itu orang tua mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak secara optimal..
2. Peranan Guru Agama Islam dan Orang Tua Terhadap Pembentukan
kepribadian anak di SD Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kab. Buton. yang
di teliti oleh La Ali Jama’u pada tahun 2009. Hasil penelitian ditemukan
bahwa Bentuk Peranan guru agama Islam dan orang tua di SD Negeri 1
Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton yakni melalui pendidikan baca
tulis Al-qur’an, pendidikan tentang shalat, dan pendidikan akhlakul
karimah. Sedangkan bentuk pembentukan kepribadian anak pada SD Negeri
1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton adalah dengan cara mendidik,
mengajar dan membimbing. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan
pendidikan agama Islam dalam upaya pembentukan kepribadian anak di SD
Negeri 1 Wolowa Kec. Wolowa Kabupaten Buton adalah kurangnya
pengetahuan agama orang tua, kondisi lingkungan yang kurang menduk ung
dan kurangnya fasilitas keagamaan baik di lingkungan sekolah ataupun di
keluarga. Upaya-upaya dalam mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan
37
agama Islam dalam pembentukan kepribadian anak di SD Negeri 1 Wolowa
Kec. Wolowa Kabupaten Buton yakni dengan meningkatkan pemahaman
atau pengetahuan agama orang tua, menciptakan lingkungan yang kondusif
serta pemenuhan fasilitas keagamaan baik di sekolah maupun di rumah
Penelitian ini akan menekankan kepada strategi orang tua di Desa
Lakologou Kec. Tongkuno Kab. Muna dalam pembentukan karakter anak usia
dini
Download