1 ANALISIS SISTEM LINGKUNGAN Systems ecology is an interdisciplinary field of ecology, taking a holistic approach to the study of ecological systems, especially ecosystems. Systems ecology can be seen as an application of general systems theory to ecology. Central to the systems ecology approach is the idea that an ecosystem is a complex system exhibiting emergent properties. Systems ecology focuses on interactions and transactions within and between biological and ecological systems, and is especially concerned with the way the functioning of ecosystems can be influenced by human interventions. It uses and extends concepts from thermodynamics and develops other macroscopic descriptions of complex systems. Systems ecology can be defined as the approach to the study of ecology of organisms using the techniques and philosophy of systems analysis: that is, the methods and tools developed, largely in engineering, for studying, characteriszing and making predictions about complex entities, that is, systems.. In any study of an ecological system, an essential early procedure is to draw a diagram of the system of interest ... diagrams indicate the system's boundaries by a solid line. Within these boundaries, series of components are isolated which have been chosen to represent that portion of the world in which the systems analyst is interested ... If there are no connections across the systems' boundaries with the surrounding systems environments, the systems are described as closed. Ecological work, however, deals almost exclusively with open systems. Ecosystem ecology is the integrated study of biotic and abiotic components of ecosystems and their interactions within an ecosystem framework. This science examines how ecosystems work and relates this to their components such as chemicals, bedrock, soil, plants, and animals. Ecosystem ecology examines physical and biological structures and examines how these ecosystem characteristics interact with each other. Ultimately, this helps us understand how to maintain high quality water and economically viable commodity production. A major focus of ecosystem ecology is on functional processes, ecological mechanisms that maintain the structure and services 2 produced by ecosystems. These include primary productivity (production of biomass), decomposition, and trophic interactions. 1. PENDEKATAN SISTEM 1.1. Filosofi Suatu sistem dapat dipandang sebagai gugus elemenelemen yang saling berhubungan dan terorganisir ke arah suatu sasaran atau gugus sasaran. Dalam problem-problem interdisipliner yang kompleks, "pendekatan sistem" dapat menyediakan alat bantu bagi penyelesaian masalah dengan metode dan peralatan logis yang memungkinkannya untuk mengidentifikasikan komponen-komponen (subsistem) yang saling berinteraksi untuk mencapai beberapa sasaran tertentu. Pengetahuan-pengetahuan ini memungkinkan seseorang untuk mengambil pilih-an-pilihan rasional di antara alternatifalternatif yang tersedia dalam problem-problem yang kritis dan trade-off. Tiga macam kondisi yang menjadi prasyarat agar supaya aplikasi pen-dekatan sistem dapat memberikan hasil yang memuaskan adalah: (1). sasaran sistem didefinisikan secara jelas dan dapat dikenali, meskipun ka-dangkala tidak dapat dikuantifikasikan. (2). proses pengambilan keputusan dalam sistem riil dilakukan dengan cara sen-tralisasi yang logis (3). skala perencanaannya jangka panjang. 1.2. Prosedur Pada hakekatnya pengembangan sistem merupakan suatu proses pengam bilan keputusan degan menggunakan fungsi-struktur, outcomes, evaluasi, dan keputusan. Tahaptahap pokok dalam pendekatan sistem ini adalah: (i) evaluasi kelayakan, (ii) pemodelan abstrak, (iii) disain implementasi, (iv) implementasi sistem, dan (v) operasi sistem. Seperti yang lazim dilakukan, prosedur dari proses tersebut diawali dengan gugus "kebutuhan" yang harus dipenuhi, menuju kepada suatu sistem operasional yang 3 mampu memenuhi kebutuhan. Proses-proses tersebut diikuti dengan suatu evaluasi untuk menentukan apakah outcome dari suatu tahapan memuaskan atau tidak. Proses tersebut pada kenyataannya bersifat interaktif. 1.3. Alat Bantu Suatu alat bantu yang sangat penting ialah model abstrak yang perilaku esensialnya mencerminkan perilaku dunia nyata (realita) yang diwakilinya. Model digunakan dalam banyak cara, dalam mendisain dan mengelola sistem sebagai fungsi analisis. Analisis ini didefinisikan sebagai determinasi output model, dengan menggunakan input dan struktur model yang telah diketahui. Suatu model matematik, terutama model komputer, dapat dengan cepat menganalisis dan menghitung output dari berbagai alternatif yang sangat penting dalam proses kreatif pengelolaan sistem dan disain sistem. Pada kenyataannya kebanyakan model abstrak ini mempunyai struktur internal yang terdiri atas simbol-simbol mate-matik yang harus dipahami arti dan maknanya. Suatu model disebut analitik apabila model tersebut mempunyai penyelesaian umum pada berbagai kisaran input sistem dan nilai-nilai parameter sistem. Model simulasi merupakan model yang menghitung alurwaktu dari peubah-peubah model untuk seperangkat tertentu input model dan nilai parameter model. Karena seringkali tidak mungkin untuk menyelesaikan model analitik bagi sistem yang kompleks, maka model-model simulasi (yang lebih mudah diselesaikan) banyak digunakan dalam mengkaji dan menganalisis sistem dinamik yang kompleks. 1.4. Simulasi Sistem 1.4.1. Operasi Bagian yang sangat penting dalam analisis sistem adalah penggunaan komputer. Kemampuan komputasionalnya sangat mempermudah dalam pengo-lahan sejumlah besar peubah dan interaksi- interaksinya. Simulasi komputer 4 lazimnya berarti bahwa kita mem punyai suatu program komputer atau model-sistem lainnya dimana kita dapat mencoba berbagai disain sistem dan strategi pengelolaannya. Dengan menggunakan komputer, aplikasi simulasi menjadi sangat luas terutama oleh para menejer dan pengambil keputusan akhir. Teknik simulasi yang dikenal sebagai penciptaan peubah random Montecarlo, banyak digunakan dalam bidang bisnis dan pertanian. Dalam mengimplementasikan suatu model sistem pada kompu ter maka para pengguna mempunyai pilihan bahasa pemrograman seperti BASICS, Fortran, atau bahasa simulasi khusus. 1.4.2. Metodologi Karena matematika telah dipilih sebagai suatu bahasa dasar, dan karena simulasi seringkali menjadi alat bantu kita, maka akan diperlukan tahap-tahapan proses untuk menjabarkan model grafis menjadi model matematika: (1). Mengisolasikan komponen atau subsistem. Seringkali subsistem-subsistem atau komponen-komponen tersebut secara fisik berbeda dengan jelas. (2). Menetapkan peubah-peubah input U(t) untuk setiap subsistem. Input stimuli ini akan menyebabkan perubahan perilaku subsistem. Termasuk di sini adalah input-input pengelolaan yang dapat digunakan untuk memperbaiki keragaan sistem yang sedang dikaji. (3). Menetapkan peubah-peubah internal atau keubah-peubah keadaan X(t). Pada dasarnya ini merupakan faktor-faktor dalam subsistem yang diperlukan untuk men-cerminkan sejarah masa lalu dari perilaku subsistem. (4). Menetapkan peubah-peubah output Y(t). Kuantitas-kuantitas respon yang menghubungkan subsistem dengan subsistem lain yang merupakan ukuran penting dari keragaan sistem. Output atau respon seperti ini dapat berfungsi sebagai stimuli atau input bagi subsistem lain. (5). Dengan cara observasi, eksperimen atau teori, menentukan hubungan matematika di antara U(t), X(t), dan Y(t). Dalam suatu model statis, hubungan-hubungan ini merupakan fungsi aljabar. Kalau melibatkan feno mena laju, penundaan atau simpanan, maka akan dihasilkan 5 (6). (7). (8). (9). persamaan-persamaan diferensial atau integral, dan subsistem yang dinamik. Menjelaskan peubah-peubah input lingkungan eksogenous dalam bentuk matematika. Ini akan merupakan peubah-peubah stimulus bagi keseluruhan sistem yang sedang dimodel. Memperhitungkan interaksi-interaksi di antara subsistemsubsistem dengan metode agregasi seperti diagram kotak (block diagram), teori jaringan, dan grafik-grafik linear. Verifikasi model dengan serangkaian uji dan inspeksi. Hal ini biasanya melibatkan serangkaian revisi dan perbaikan model. Aplikasi model dalam problematik perencanaan atau pengelolaan dalam dunia nyata. 1.4.3. Pemodelan Sistem Merekayasa struktur model merupakan fase yang paling sulit dalam pendekatan sistem terutama dalam problemproblem yang kompleks. Oleh karena itu disarankan utnuk memulai dengan mengidentifikasikan sub-divisi yang besar dari suatu model dan menggabungkannya bersama dalam suatu pola diagramatik. Hal ini sangat membantu untuk mengetahui arus informasi secara keseluruhan melalui model. 1.4.4. Aplikasi Komputer Kemajuan teknik-teknik penggunaan sistem penyimpanan logik yang diprogram pada "memori" komputer guna mmecahkan masalah secara otomatis, menyebabkan transformasi dari metode kuno pencarian pola (pattern seeking) dan pengujiannya, menjadi potensi analisis sistem yang mempunyai kemampuan jauh lebih besar. Hal ini didorong pula oleh kemampuan pada pengolahan data, serta kemampuannya untuk mengontrol peralatan yang lain seperti pada peralatan komunikasi. Komputer dalam seper-sekian detik mampu mensimulasi berbagai pekerjaan sehingga berdayaguna ganda. Dengan aplikasi berbagai teori serta model matematika, seorang analis dapat menduga serta menguji karakteristik sistem melalui simulasi komputer perhitungan matematis sebelum membentuk yang sebenarnya (actual). 6 Kecenderungan ke arah pandangan sistem secara menyeluruh (total system viewpoints) banyak menimbulkan akibat-akibat besar pada disain dan integrasi dari bermacam operasi di berbagai lapangan, sehingga pengaruh dari para analis sistem juga dilembagakan pada berbagai aplikasi . Reaksi yang cepat dan kemampuan dari suatu komputer untuk mempertimbangkan beberapa interaksi sekaligus menyebabkan seorang analis mampu merancang pabrik yang akan beroperasi dengan kapasitas lebih dari 99% kapasitas teoritis. Komputer-komputer akan selalu membaca informasi dan bereaksi langsung, dan hal ini merupakan sebab mengapa pabrik tersebut dapat mencapai efisiensi tinggi. 1.4.5. Sistem dan Teori Menejemen Permasalahan yang dihadapi oleh para eksekutif dan administrator telah berubah dalam jenis maupun isinya. Akhirakhir ini, pertanyaan untuk para menejer dan supervisor adalah sederhana: "Dapatkah pekerjaan ini dilakukan?". Berbagai cara teknis untuk mencapai tujuan yang sangat bervariasi dengan bermacam derajat efektivitas dan efisiensinya sekarang ini telah tersedia . Namun demikian, situasi yang sebaliknya juga sering dijumpai para menejer. Banyak sekali alternatif-alternatif yang harus dipertimbangkan, terlalu banyak kombinasi yang harus diseleksi, terlalu banyak penyimpangan-penyimpangan yang harus dicegah sehingga membingungkan para pengambil keputusan. Di lain pihak terlalu banyak hal-hal yang dapat menjadi kesalahan dengan adanya operasi yang kompleks serta harus dikelola. Pada saat ini, pertanyaan berubah menjadi "Apakah Pekerjaan ini perlu dilaksanakan?" , "Alternatif mana yang harus dipilih?" dan sebagainya. Cara pengambilan keputusan tidak lagi dapat dilakukan secara intuisi dan tidak lagi hanya mengandalkan pada pengalaman masa lalu saja. Spektrum dari alternatif sangat luas dan pilihan-pilihan menjadi semakin banyak. Oleh karena itu timbullah pemikiran untuk mene-rapkan ilmu sistem pada menejemen, yang secara khas dapat di-deskripsikan sebagai pemikiran alternatif. 7 Lazimnya para analis sistem menelaah permasalahan yang kompleks dan rumit serta mensortir faktor-faktor yang penting. Mereka bertujuan untuk membantu para pengambil keputusan dengan memperlengkapi optimasi kuantitatif dari efektivitas serta biaya dari setiap alternatif yang dapat dipilih. Menghadapi pilihan yang semakin banyak, maka para menejer beralih pada teknik analisis untuk membantu mengambil keputusan. Dengan alasan tersebut di atas, para menejer modern membutuhkan teori-teori jaringan kerja struktural dan filsafat berorganisasi agar dia dapat melaksanakan pekerjaannya, memformulasikan permasalahan yang ada dan memecahkannya dalam menghadapi bertambahnya ragam kondisi, aksi dan pilihan. Kunci persoalan adalah "keragaman" (variety), dalam hal ini tujuan analisis sistem adalah pengelolaan serta kontrol keragaman sebelum keragaman tersebut mengontrol dan mengelola para menejer. Sebagai kesimpulannya, dalam mempelajari ilmu sistem, seseorang harus bersedia menelaah tidak hanya sejumlah karakteristik sistem yang khas, teknik dan metodanya, namun juga meliputi hal-hal yang akan menjadi perhatian utamanya, suatu pertimbangan yang meluas dari kontrol pada tingkat yang lebih tinggi. Cakupan studi beragam dari studi inter-disiplin yang sederhana hingga pada permasalahan yang dihadapi oleh perancang Sistem Total. 1.5. PEMODELAN SISTEM 1.5.1. Ruang Lingkup Konsep dan teknik analisis sistem semula dikembangkan oleh para ahli militer untuk keperluan mengeksplorasi dan mengkaji keseluruhan implikasi yang diakibatkan oleh alternatif-alternatif strategi militer. Pendekatan ini merupakan suatu strategi penelitian yang luas dan sistematik untuk menyelesaikan suatu problem penelitian yang kom-pleks. Obyek penelitian biasanya merupakan suatu sistem dengan kerumitan-kerumitan yang sangat kompleks sehingga memerlukan pengabstraksian. Dalam hubungan inilah dikenal istilah "model dan pemodelan". 8 Istilah pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah "modelling". Untuk menghindari berbagai pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda, maka istilah "pemodel-an" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pem-buatan model. Sebagai landasan untuk lebih memahami pengertian pemodelan maka diperlukan suatu penelaahan tentang "model" secara spesifik ditinjau dari pendekatan sistem. Dalam konteks terminologi penelitian operasional (operation research), secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu obyek atau situasi aktual. Model melukiskan hubungan-hubungan langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam terminologi sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realita, maka pada wujudnya lebih sederhana dibandingkan dengan realita yang diwakilinya . Model dapat disebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realita yang sedang dikaji. Salah satu syarat pokok untuk mengembangkan model adalah menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah-peubah ini sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat di antara peubah-peubah. Teknik kuantitatif seperti persamaan re-gresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari keterkaitan antar peubah dalam sebuah model. Memang dimungkinkan untuk dapat merancangbangun dengan baik berbagai model sistem tanpa matematik, dan /atau mengetahui matematika tanpa analisis sistem. Namun demikian, perumusan mate-matika yang terpilih dapat mempermudah pengkajian sistem, yang pada umumnya merupakan suatu kompleksitas. Sifat universalitas dari matematik dan notasi-notasinya akan memperlancar komunikasi dan transfer metode yang dikembangkan di suatu negara atau bidang ilmu tertentu ke bidang lainnya. Kebanyakan para pengguna analisis sistem menjumpai kesukaran untuk mengimplementasikan notasinotasi matematika ke dalam format konsepsi disiplin ilmunya . Mereka kemudian memilih alternatif pembuatan model konsepsi (conceptual model) yang sifatnya informal karena terasa lebih mudah. Bagaimanapun juga, para ahli sistem berpendapat bahwa keuntungan lebih besar dibandingkan 9 dengan biaya yang diperlukan dalam megkaji permasalahan penelitian secara matematis. Hal ini disebabkan adanya daya guna yang berlipat ganda pada proses rancang bangun dan analisis dalam bentuk bahasa matematika yang sangat penting dalam teori ekonomi, keteknikan, ilmu alam hingga ilmu-ilmu sosial. Meskipun teknik-tekniknya sangat beragam dan filosofinya masih dipandang kontraversi namun ide dasarnya adalah sederhana yaitu menjabarkan keterkaitanketerkaitan yang ada dalam dunia nyata menjadi operasioperasi matematis. 1.5.2. Jenis-Jenis Model Pengelompokkan model akan mempermudah upaya pemahaman akan makna dan kepentingannya. Model dapat dikatagorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan, pokok kajian, atau derajat keabstrakannya. Kategori umum yang sangat praktis adalah jenis model yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi (i) ikonik, (ii) analog, dan (iii) simbolik. a. Model Ikonik (Model Fisik) Model ikonik pada hakekatnya merupakan perwakilan fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal maupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik ini mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakilinya, dan terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak-biru) atau tiga dimensi (prototipe mesin, alat, dan lainnya). Apabila model berdimensi lebih dari tiga tidak mungkin lagi dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model simbolik. b. Model Analok (Model Diagramatik) Model analog dapat digunakan untuk mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan yang berubah menurut waktu. Model ini lebih sering digunakan daripada model ikonik karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Model analog sangat sesuai dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dari berbagai komponen. Dengan melalui transformasi sifat menjadi analognya, maka kemampuan untuk membuat perubahan 10 dapat ditingkatkan. Contoh dari model analog ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir. Model analog digunakan karena kesederhanaannya namun efektif pada situasi yang khas, seperti pada proses pengendalian mutu dalam industri (operating characteristic curve). c. Model Simbolik (Model Matematik) Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian pada model simbolik sebagai perwakilan dari realita yang dikaji. Format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan (equation). Bentuk persamaan adalah tepat, singkat dan mudah dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi didbandingkan dengan kata-kata, namun juga lebih cepat dapat ditanggap maksudnya. Suatu persamaan adalah bahasa yang universal pada penelitian operasional dan ilmu sistem, dimana di dalamnya digunakan suatu logika simbolis. Dalam mempelajari ilmu sistem diperlukan suatu pengertian yang mendasar tentang simbol-simbol matematika; karena kalau tidak demikian akan menambah kompleksitas dari konsep pengkajian itu sendiri. Bagaimanapun juga sebagaimana mempelajari suatu hal maka kunci dari kelancaran dan pemahamannya adalah frekuensi latihan aplikasinya. Dengan demikian diharapkan para pengguna dapat secara efisien menangkap arti dari setiap notasi matematis yang disajikan. 1.5.3. Karakteristik Model Matematika Proses pemodelan mencakup pemilihan karakteristik dari perwakilan abstrak yang paling tepat bagi situasi yang sedang dikaji . Pada umumnya model matematika dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu model statik dan model dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu. Sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun mempunyai kekuatan yang lebih hebat untuk analisis dunia nyata. 11 Klasifikasi lain tergantung apakah model abstrak tersebut meng-gunakan pandangan mikro atau makro. Model mikro bertujuan untuk mempernyatakan suatu unit individu yang ada pada dunia nyata, sebagai contoh sebuah mobil pada aliran transportasi atau seorang pembeli pada antrian pasar. Pada model makro, unit individu kehilangan identitasnya karena peubah model secara khas dikaitkan dengan agregat dari unit sistem. Contoh dari pandangan makro adalah peubah pada aliran listrik, kecepatan aliran mobil pada jalan raya dan aliran bahan dan pelayanan pada struktur ekonomi. Ditinjau dari cara klasifikasinya maka model abstrak dapat dikelompokkan menjadi: (i) mikro-statik, (ii) makro-statik, (iii) mikro-dinamis, dan (iv) makro-dinamis. Penggunaan model- model ini tergantung pada tujuan pengkajian sistem dan terlihat jelas pada formulasi permasalahan pada tahap evaluasi kelayakan. Sifat model juga tergantung pada teknik pemodelan yang digunakan. Model yang mendasarkan pada teknik peluang dan memperhitungkan adanya ketidak pastian (uncertainty) disebut model probabilistik atau model stokastik. Pada ilmu sistem model ini sering digunakan karena masalah yang dikaji pada umumnya megandung keputusan yang mengandung ketidak-menentuan. Lawan dari model ini adalah model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian, dikenal sebagai model deterministik. Contohnya adalah model pada "program linear". Model ini memusatkan penelaahannya pada faktorfaktor kritis yang diasumsikan mempunyai nilai yang eksak dan tertentu pada waktu yang spesifik. Sedangkan model probabilistik biasanya mengkaji ulang data atau informasi yang terdahulu untuk menduga peluang kejadian tersebut pada keadaan sekarang atau yang akan datang dengan asumsi terdapat relevansi pada jalur waktu. Dalam hal-hal tertentu, sebuah model dibuat hanya untuk semacam deskripsi matematik dari kondisi dunia nyata. Model ini disebut model deskriptif dan banyak dipakai untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan. Model ini dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input. Apabila model 12 digunakan untuk memperbandingkan antar alternatif, maka model disebut model optimalisasi. Solusi dari model ini merupakan nilai optimum yang tergantung pada kriteria input yang digunakan. Sebagai teladan adalah "Program Dinamik dan Goal Programming"; sedangkan model deskriptif yang hanya memper-nyatakan pilihan peubah adalah persamaan regresi multi-variate. Apabila sistem telah diekspresikan dalam bentuk notasi matematika dan format persamaan, maka timbullah keuntungan yang berasal dari kapasitas manipulatif dari matematik. Seorang analis dapat memasukkan nilai-nilai yang berbeda-beda ke dalam model matematika dan kemudian mempelajari perilaku sistem tersebut. Pada pengkajian masalah-masalah tertentu, uji sensitifitas dari sistem di-lakukan dengan pengubahan peubah-peubah sistem itu sen-diri. Bahasa simbolik ini juga membantu dalam komunikasi karena pernyataan yang singkat dan jelas dibandingkan dengan deskripsi lisan. Penggunaan format matematika membuat penjelasan lebih komprehensif dan seringkali mampu mengungkapkan hubungan-hubungan yang tidak dapattercermin pada deskripsi lisan dari suatu sistem. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemodelan sistem (System Modelling) adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem tersebut dalam format matematis. Oleh karena itu, proses ini sering disebut juga pemodelan abstrak (abstract modelling) karena hasilnya adalah gugus persamaan-persamaan yang saling berkaitan secara fungsional. Pada beberapa jenis sistem, proses pemodelan abstrak ini lebih mudah pengerjaannya, seperti model biofisik dan keteknikan. 1.5.4. Tahapan Dalam Pemodelan Para ahli penelitian operasional dan ilmu sistem te-lah mem-berikan konsepsi dan teknik pemodelan sistem. Para ahli ini menya rankan untuk mengawali pemodelan dengan penguraian seluruh komponen yang akan mempengaruhi efektivitas dari operasi sistem. Setelah daftar komponen tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan komponen mana yang akan dipakai dalam pengkajian tersebut. Hal ini umumnya sulit karena adanya interaksi antar peubah 13 yang seringkali menyulitkan isolasi suatu peubah. Peubah yang di-pandang tidak penting ternyata bisa saja mempengaruhi hasil studi setelah proses pengkajian selesai. Untuk menghindarkan hal ini, diper lukan percobaan pengujian data guna memilih komponen-komponen yang kritis. Setelah itu dibentuk gugus persamaan yang dapat dievaluasi dengan merubah-rubah komponen tertentu dalam batas-batas yang diperkenankan. Salah satu contoh pemodelan seperti ini adalah Program Linear (Linear Programming) dan Program Dinamik (Dynamic Programming). Dalam konteks pendekatan sistem, tahap-tahap pemodel-annya lebih kompleks namun relatif terlalu beragam, baik ditinjau dari jenis sistem ataupun tingkat kecanggihan model. Manetsch dan Park (1984) mengembangkan tahap pemodelan abstrak ini sebagai bagian dari pendekatan sistem. Pemodelan abstrak menerima input berupa alternatif sistem yang layak. Proses ini membentuk dan mengimplementasikan model-model matematika yang dimanfaatkan untuk merancang program terpilih yang akan dipraktekkan di dunia nyata pada tahap berikutnya. Output utama dari tahap ini adalah deskripsi terinci dari keputusan yang diambil berupa perencanaan, pengendalian atau kebijakan lainnya. 14 Diagram proses pemodelan 1.1. Tahap Seleksi Konsep Lazimnya langkah awal dari pemodelan abstrak adalah melakukan seleksi alternatif hasil dari tahap evaluasi kelayakan. Seleksi ini dilakukan untuk menetukan alternatifalternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup besar untuk dilakukan pemodelan abstraknya. Hal ini erat kaitannya 15 dengan biaya dan penampakan dari sistem yang dihasilkan. Interaksi dengan para pengambil keputusan serta pihak lain yang amat terlihat pada sistem sangat diperlukan dalam tahap seleksi ini. Relationship of ecosystem models to the conceptual ecological models and the Monitoring and Assessment Plan. Sumber: U.S. Department of the Interior, U.S. Geological Survey. 2008. http://sofia.usgs.gov/projects/workplans07/jem.html Conceptual Site Model The Conceptual Site Model (CSM) describes/diagrams the complete exposure pathways that will be evaluated in the Ecological Risk Assessment and the relationship of the measures of effect to the assessment endpoints. In the CSM, the exposure pathways are normally depicted in a diagram and must reflect the assessment endpoints previously described. The intent of the CSM is not to describe a particular species or site exactly; instead, it is to be a more general description of the possible ways that plants and animals might become exposed to contaminants at the site, especially where specific information is lacking. The following are three different, but equally acceptable, types of conceptual site models. 16 Example of Aquatic Conceptual Site Model (Sumber: US EPA 2008. http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html) Example of Aquatic Conceptual Site Model (Sumber: US EPA 2008. http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html) 17 Joliet Army Ammunition Planet Conceptual Site Model (Sumber: US EPA 2008. http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html) Model Ekosistem Century is a generalized biogeochemical ecosystem model which simulates carbon (i.e., biomass), nitrogen and other nutrient dynamics. The model simulates cropland, grassland, forest and savanna ecosystems and land use changes between these different systems. The Century Model was developed by Colorado State University (CSU) and USDA Agriculture Research Service (ARS). The Century model is widely used in the U.S. and in several other countries around the world for estimating national soil carbon inventories. In previous work, NRCS (Natural Resources Conservation Services) and NREL have collaborated in using the model to estimate impacts of the Conservation Reserve Program (CRP) on soil carbon sequestration and to conduct county level soil carbon estimates for cropland in Iowa, Indiana, and Nebraska. (sumber: http://www.cometvr.colostate.edu/) 18 Model ekosistem (Sumber: USDA – NRCS 2011) 1.2. Tahap Pemodelan Sebagai langkah awal dari pemodelan adalah menetapkan jenis model abstrak yang akan digunakan, sejalan dengan tujuan dan karakteristik sistem. Setelah itu, aktivitas pemodelan terpusat pada pem bentukan model abstrak yang realistik. Dalam hal ini ada dua cara pendekatan untuk membentuk suatu model abstrak, yaitu: a. Pendekatan Kotak Hitam (Black box) Metode ini digunakan untuk melakukan identifikasi model sistem dari data yang menggambarkan perilaku masa lalu dari sistem (past behavior of the existing system). Melalui berbagai teknik statistik dan matematik, maka model yang paling cocok (fit) dengan data operasional dapat diturunkan. Sebagai contoh adalah model ekonometrik pada pengkajian ilmu-ilmu sosial. Metoda ini tidak banyak berguna pada perancangan sistem yang kenyataannya belum ada, dimana tujuan sistem masih berupa konsep. 19 Model Kotak Hitam. The "black box" portion of the system contains formulas and calculations that the user does not see nor need to know to use the system. Black box systems are often used to determine optimal trading practices. These systems generate many different types of data including buy and sell signals. (Sumber: http://www.investopedia.com/investingtopics/Financial_Theory). b. Pendekatan Struktural Metode ini dimulai dengan mempelajari secara teliti struktur sistem untuk menentukan komponen basis sistem serta keterkaitannya. Melalui pemodelan karakteristik dari komponen sistem serta kendala-kendala yang disebabkan oleh adanya keterkaitan antara komponen, maka model sitem keseluruhan dapat disusun secara berantai. 20 Pendekatan struktural ini banyak digunakan dalam rancang-bangun dan pengendalian sistem fisik dan non fisik. 21 Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION. http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html 22 Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION. http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html 23 Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION. http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html 24 Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION. http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html 25 Dalam beberapa kasus tertentu, kedua pendekatan ini dipakai secara bersama-sama, misalnya pembuatan model pengendalian industri dimana karakteristik setiap unit industri dianggap kotak hitam . Dengan demikian penggunaan dua pendekatan tersebut dapat memberikan informasi lebih baik serta menghasilkan model yang lebih efektif dari pada memakai hanya salah satu pendekatan saja. Tahap permodelan ini mencakup juga penelaahan secara teliti tentang : 1. asumsi model 2. konsestensi internal pada struktur model 3. data input untuk pendugaan parameter 4. hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual 5. memperbandingkan model dengan kondisi aktual sejauh mungkin . Hasil dari tahapan ini adalah deskripsi model abstrak yang telah melalui uji permulaan taraf validitasnya. 1.3. Tahap Implementasi Komputer Pemakaian komputer sebagai pengolah data, penyimpan data dan komunikasi informasi tidak dapat diabaikan dalam pendekatan sistem ; model abstrak diwujudkan dalam berbagai bentuk persamaan, diagram alir dan diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk model dari suatu model, yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari dunia nyata. Hal yang penting di sini adalah memilih teknik dan bahasa komputer yang digunakan untuk implementasi model. Masalah ini akan mempengaruhi : 1. Ketelitian dari hasil komputasi 2. Biaya operasi model 3. Kesesuaian dengan komputer yang tersedia 26 4. Efektifitas dari proses pengambilan keputusan yang akan meng-gunakan hasil pemodelan tersebut. Setelah program komputer dibuat dan format input /output telah dirancang secara memadai, maka sampailah pada tahap pembuktian (verifikasi) bahwa model komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji. Pengujian ini mungkin berbeda dengan uji validitas model itu sendiri. 1.4. Tahap Validasi Validasi model pada hakekatnya merupakan usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem tersebut di atas merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model . Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti pengamatan atas: 1. Tanda aljabar (sign) 2. Kepangkatan dari besaran (order of magnitude) 3. Format respon (linear, eksponensial, logaritmik, 4. Arah perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti 5. Nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Setelah uji-uji tersebut, dilakukan pengamatan lanjutan sesuai dengan jenis model. Apabila model mempernyatakan sistem yang sedang berlaku (existing system) maka dipakai uji statistik untuk mengetahui kemampuan model dalam mereproduksi perilaku masa-lalu dari sistem. Uji ini dapat menggunakan koefisien determinasi, pembuktian hipotesis, dan sebagainya. Seringkali dijumpai kesulitan pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya waktu yang tersedia guna melakukan validasi. Pada permasalahan yang kompleks dan mendesak, maka disarankan proses validasi parsial, yaitu tidak dilakukan pengujian keseluruhan model sistem. Hal ini mengakibatkan rekomendasi untuk pemakaian model yang terbatas (limited 27 application) dan apabila perlu menyarankan penyempurnaan model pada pengkajian selanjutnya. Validitas model hanya bergantung pada bermacam teori dan asumsi yang menentukan struktur dari format persamaan pada model serta nilai-nilai yang ditetapkan pada parameter model. Umumnya disarankan untuk melakukan uji sensitivitas dari koefisien model melalui iterasi simulasi pada model komputer. Di sini dipelajari dampak perubahan koefisien model terhadap output sistem. Informasi yang didapat akan digunakan untuk menentukan prioritas pengumpulan informasi lanjutan, koleksi data, perbaikan estimasi dari koefisien penting dan penyempurnaan model itu sendiri. Usaha ini akan berperan banyak dalam menyeimbangkan aktivitas perekayasaan model dan aktivitas pengumpulan informasi, yang prinsipnya mencari efisien waktu, biaya dan tenaga untuk studi sistem tersebut. Model yang digunakan untuk perancangan keputusan dan menentukan kebijakan operasional akan mencakup sejumlah asumsi, misalnya asumsi tentang karakteristik operasional dari komponen serta sifat alamiah dari lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut harus dimengerti betul dan dievaluasi bilamana model digunakan untuk perancangan atau operasi. Manipulasi dari model dapat menuju pada modifikasi model untuk mengurangi kesenjangan antara model dengan dunia nyata. Proses validasi ini mempunyai pola berulang seperti metode ilmiah lainnya. Proses validasi seyogyanya dilakukan kontinyu sampai kesimpulan bahwa model telah didukung dengan pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi. Suatu model mungkin telah mencapai status valid (absah) meskipun masih menghasilkan kekurang-beneran output. Di sini model adalah absah karena konsistensinya, dimana hasilnya tidak bervariasi lagi. Istilah verifikasi dan validasi sering digunakan secara sinonim dalam kaitannya dengan model simulasi, meskipun masing- masing mempunyai aplikasi yang berbeda. Secara literal "to verify" berarti menetapkan kebenaran atau kebaikan atau keabsahan, sehingga verifikasi model berkenaan dengan penetapan apakah model merupakan perwakilan yang benar dari suatu realita. Sementara itu, "validasi" tidak terlalu banyak berhubungan dengan 28 kebenaran suatu model, tetapi lebih berhubungan dengan apakah model efektif atau sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian suatu model divalidasi dalam hubungannya dengan tujuan penyusunannya, sedangkan model diverifikasi dalam hubungannya dengan kebenaran mutlak. 1.5. Analisis Sensitivitas Tujuan pokok analisis ini dalam proses pemodelan adalah untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk dikaji lebih lanjut dalam tahap aplikasi model. Peubah keputusan ini dapat berupa parameter rancang-bangun atau input yang terkendali. Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga studi lebih dapat ditekankan pada peubah kebijakan kunci serta memperbaiki efisiensi proses pengambilan keputusan. Pada beberapa kasus, dengan mengetahui peubah yang kurang mempengaruhi penampakan output sistem, maka akan dapat dikurangi pengaruh kendala sistem. 1.6. Analisis Stabilitas Sistem dinamik sudah sering diketahui mempunyai perilaku tidak stabil yang bersifat destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Analisis untuk identifikasi batas kestabilan dari sistem diper-lukan agar parameter tidak diberi nilai yang bisa megarah pada perilaku tidak stabil apabila terjadi perubahan struktur dan lingkungan sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat berupa fluktuasi random yang tidak dapat mempunyai pola atau berupa nilai output yang eksplosif sehingga besarannya tidak realistik lagi. Analisis stabilitas dapat menggunakan studi analitis berdasar teori stabilisasi, atau menggunakan simulasi secara berulang-kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. 1.7. Aplikasi Model Para pengambil keputusan merupakan aktor utama dalam tahap ini, dimana model dioperasikan untuk mempelajari secara mendalam kebijakan yang sedang dikaji . Mereka berlaku sebagai pengarah dalam proses kreatif- 29 interaktif ini, yang juga melibatkan para analis sistem serta spesialis dari beragam bidang keilmuan. Apabila tidak terdapat kriteria keputusan yang khas seperti maksimisasi atau minimisasi, proses interaktif tersebut dapat menuju kepada suatu pengkajian normatif yang bertalian dengan trade-off antar peubah-peubah sistem. Lebih jauh, dapat ditetapkan pula kebijakan untuk secara efisien menilai kombinasi antar beberapa output sistem. 2. Ekologi Pada prinsipnya ditinjau dari biologi, makhluk hidup dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu, hewan dan tumbuhan. Kedua kelompok ini sangat tergantung kepada faktor-faktor yang ada diluar dirinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain tidak ada satu makhluk hidup pun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung dengan faktor lainnya. Faktor luar yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ini disebut dengan lingkungan. Manusia sebagai makhluk hidup telah terlibat dan tertarik dengan masalah- masalah lingkungan sejak dahulu kala walaupun mereka tidak mengerti perkataan ekologi itu sendiri. Dalam masyarakat primitif setiap individu untuk dapat bertahan hidup memerlukan pengetahuan terhadap alam lingkungannya. Alam lingkungan (environment) ialah alam diluar organisma yang efektif mempengaruhi kehidupan organisma tersebut. Setiap tanaman menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian ini berguna untuk mempertahankan hidupnya. 30 Sumber: leml.asu.edu/jingle/Landscape_Ecology/ Ekologi merupakan gabungan dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu atau pelajaran. Secara etimologis ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dan rumah tangganya. Dengan kata lain defenisi dari ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Berdasarkan defenisi di atas maka yang dimaksud dengan Ekologi Tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) dengan lingkungannya. Lingkungan hidup tanaman dibagi atas dua kelompok yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Dari lingkungan inilah tanaman memperoleh sumberdaya cahaya, hara mineral, dan sebagainya. Kekurangan, kelebihan atau ketidakcocokkan akan menyebabkan terjadinya cekaman (stress) pada tanaman. 31 Berdasarkan makna ekologi di atas maka jelaslah bahwa ekologi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu biologi. Oleh karenanya Ilmu Biologi sering disebut dengan biologi lingkungan. Ekologi merupakan bagian kecil dari Biologi. Yang termasuk dalam ruang lingkup biologi ialah organisma, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfir. Jika kita perhatikan bahasan-bahasan dalam mempelajari ekologi ternyata masing-masing ilmu yang membahas suatu individu/grup tidak terlepas dari membahas masalah ekologi. Dari penjelasan ini dapat dilihat ternyata ekologi merupakan ilmu yang cakupannya amat luas. Sumber: www.clarion.edu/18490/ Bagaimana reaksi dari organisme atau individu atau kelompok individu terhadap lingkungan atau sebaliknya juga dipelajari dalam ekologi. Organisma dalam pengertian biologi ialah makhluk secara individu atau sesuatu kesatuan organ yang mempunyai tanda-tanda dan aktifitas kehidupan. Organisma dalam biologi sering disebut sebagai individu. Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma sejenis yang dapat berbiak silang sedangkan komunitas ialah kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu areal 32 tertentu. Sebagai contoh ialah, komunitas kolam, padang pasir, dan sebagainya. 3. Sistem Ekologi : Ekosistem Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ilmu yang mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat tinggal, dan logos artinya ilmu. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Sumber: urbanee.wordpress.com/tag/community-gardens/ Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan 33 hubungan atarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya. Para ahli ekologi mempelajari hal berikut: 1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya. 2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya 3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: Komponen hidup (biotik) Komponen tak hidup (abiotik) Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Ekosistem atau sistem ekologi ialah satu unit tunggal dari komuniti tumbuhan dan hewan bersama-sama dengan semua interaksi faktor-faktor fisik dari lingkungan yang ada di dalamnya. Secara sederhana ekosistem adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat interaksi antara faktorfaktor biotik dan abiotik. Biosfir ialah satu bagian di alam dimana suatu ekosistem beroperasi. Dengan kata lain planet dalam bumi kita ini adalah biosfir. Biosfir merupakan organisasi hayati yang paling kompleks. 4. Ekosistem DAS Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang 34 menyusunnya. Besar-kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian, dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri, melainkan ia mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan, dan dengan demikian, mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil. Sebaliknya, bila hubungan timbal-balik antar komponenkomponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadilah gangguan ekologis. Gangguan ini pada dasarnya adalah gangguan pada arus materi, energi dan informasi antar komponen ekosistem yang tidak seimbang (Odum, 1972). Uraian di atas mengisyaratkan bahwa ekosistem harus dilihat secara holistik, yaitu dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen kunci penyusun ekosistem serta menelaah interaksi antar komponen-komponen tersebut. Pendekatan holistik dilakukan agar pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan secara efisien dan efektif, syarat yang diperlukan bagi terwujutnya pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan yang berkelanjutan. 35 Sumber: www.circleinc.com/projects.asp 4.1. Komponen-komponen Ekosistem DAS dan Keterkaitan Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dapat dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan (Soemarwoto, 1982). Ekosistem ini terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai, dan hutan. Interaksi timbal-balik terjadi di antara komponenkomponen lingkungan DAS. Komponen-komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya, di DAS tengah ada komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya komponen lingkungan hutan bakau. Adanya hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen lingkungan, ia akan mempengaruhi komponen-komponen yang lain. Perubahan komponenkomponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi di daerah tersebut. Untuk memberikan ilustrasi adanya interaksi timbal-balik antar komponen dalam sistem ekologi, berikut ini adalah uraian yang diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang interaksi yang terjadi di lingkungan DAS. Masalah 36 degradasi lingkungan yang sering terjadi akhir-akhir ini berpangkal pada komponen desa. Pertumbuhan manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini telah menyebabkan pemilikan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Keterbatasan lapangan kerja dan kendala ketrampilan yang terbatas telah menyebabkan kecilnya pendapatan petani. Keadaan tersebut di atas seringkali mendorong sebagian petani untuk merambah hutan dan lahan tidak produktif lainnya sebagai lahan pertanian. Lahan yang kebanyakan marjinal apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada gilirannya akan meningkatkan muatan sedimen di sungai bagian hilir. Demikian juga, perambahan hutan untuk kegiatan pertanian telah meningkatkan koefisien air larian, yaitu meningkatkan jumlah air hujan yang menjadi air larian, dan dengan demikian, meningkatkan debit sungai. Perambahan hutan juga menyebabkan hilangnya seresah dan humus yang dapat menyerap air hujan. Dalam skala besar, dampak kejadian tersebut di atas adalah terjadi gangguan perilaku aliran sungai, pada musim hujan debit air sungai meningkat tajam sementara pada musim kemarau debit air sangat rendah. Dengan demikian, risiko banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau meningkat. 37 Gambar 4.1. Komponen Ekosistem DAS Hulu 4.2. Dampak Interaksi Antar Komponen DAS (Hulu, Hilir) Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Keterkaitan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS dapat ditunjukkan seperti tersebut pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa aktivitas perubahan lanskap termasuk perubahan tataguna lahan dan/atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga 38 akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya. Sebagai contoh, erosi yang terjadi di daerah hulu akibat praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi tanah dan air atau akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan dampak di daerah dimana erosi tersebut berlangsung (a.l. penurunan produktivitas lahan), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk penurunan kapasitas tampung waduk dan/atau pendangkalan sungai dan saluran-saluran irigasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko banjir, menurunkan luas lahan irigasi atau bahkan mengganggu jalannya operasi listrik tenaga air. Gambar 4.2. Hubungan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS Contoh keterkaitan biogeofisik antara daerah hulu-hilir suatu DAS juga dapat ditunjukkan dengan mengacu pada Gambar 2. Kegiatan reboisasi (penanaman pohon) dalam luasan tertentu misalnya, dapat menurunkan hasil air (water yield), akan tetapi kegiatan tersebut dapat meningkatkan 39 kualitas air permukaan, dan terutama air tanah. Sedangkan aktivitas pembalakan hutan (logging) atau deforestasi (pengurangan areal tegakan hutan) yang dilakukan di daerah hulu DAS, dalam luasan tertentu, juga dapat memberi dampak dalam bentuk meningkatnya hasil air. Kegiatan pembalakan hutan juga meningkatkan terjadinya erosi karena terjadinya pembukaan permukaan tanah, dan terutama oleh aktivitasaktivitas pendukungnya seperti pembuatan jalan sarad (skidtrail) dan jalan-jalan angkutan lainnya. Cara bercocok tanam yang mengabaikan kaidahkaidah konservasi di daerah hulu akan meningkatkan erosi yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas lahan pertanian. Demikian juga aktivitas pembuatan jalan hutan yang dilakukan tanpa mengenali tempat-tempat yang rentan terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor seringkali menjadi sumber utama transpor sedimen yang berasal dari kegiatan pembalakan hutan. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan di daerah hulu tersebut akan menimbulkan dampak terhadap DAS bagian tengah dalam bentuk penurunan kapasitas simpan waduk yang pada gilirannya dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air irigasi. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa secara biofisik daerah hulu dan hilir DAS mempunyai keterkaitan. Oleh adanya keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS inilah yang kemudian dijadikan landasan untuk memanfaatkan DAS sebagai satuan perencanaan dan evaluasi yang logis terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS. Dengan argumentasi yang sama, adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu-hilir suatu DAS dapat dijadikan landasan perlunya satu perencanaan DAS terpadu (terpadu dalam hal program, kelembagaan, dan daerah kajian, yaitu daerah huluhilir DAS yang bersangkutan). Kerangka berfikir untuk selalu menelaah permasalahan yang berlangsung di daerah aliran sungai dalam konteks interaksi daerah hulu dan hilir suatu DAS akan selalu diupayakan dalam buku ini. Dengan kata lain, pendekatan ekosistem DAS akan dijadikan sebagai alternatif dalam memahami dan mengusahakan terwujutnya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam yang terlanjutkan. 40 5. Ekologi Manusia Tahun 1866, Ernst Haeckel – seorang ahli ilmu biologi dari Jerman – untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah oekologi yang kemudian dikenal sebagai ekologi. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, oekos berarti rumah dan logi atau logos berarti ilmu. Sehingga secara harfiah ekologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumahtangga makhluk hidup. Dari pengertian generik ini selanjutnya berkembang berbagai disiplin yang mempelajari dinamika dan karakter kehidupan berbagai rumahtangga spesies, populasi, komunitas hingga ekosistem alam termasuk ekosistem buatan manusia (man-made ecosystem). Dalam ekologi dipelajari bagaimana makhluk hidup berinteraksi timbal balik dengan lingkungan hidupnya – baik yang bersifat hidup (biotik) maupun tak hidup (abiotik) – sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu jaring-jaring sistem kehidupan pada berbagai tingkatan organisasi. Di dalam ekosistem, tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme saling berinteraksi – melakukan transaksi materi dan energi – membentuk satu kesatuan sistem kehidupan. Ekologi manusia secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia – berikut dengan kebudayaannya – dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Selanjutnya, beranjak dari pengertian generik tersebut, paling tidak kini telah berkembang tiga arus utama (mainstream) kajian ekologi manusia, yaitu: Pertama, ekologi manusia sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana transaksi materi dan energi berlangsung di dalam “rumah tangga” manusia sehingga para anggota rumah tangga tersebut dapat bertahan, tumbuh dan berkembang. Ke dua, ekologi manusia sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana kebudayaan, sistem sosial dan lansekap ekologi terbentuk sebagai hasil adaptasi panjang manusia dan lingkungan hidup di sekitarnya. Ke tiga, ekologi manusia sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana peradaban dan tatanan sosial ekonomi dan budaya masyarakat melakukan reposisi dan 41 restrukturisasi terhadap kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ekologi manusia juga dapat dipahami secara sederhana sebagai “ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup (dalam hal ini manusia) dengan lingkungan hidupnya”. Ekologi manusia dimaknai juga sebagai: “ilmu yang memberikan landasan analisis yang berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas-aktivitas manusia pada sistem sosial dan sistem ekologi” secara sekaligus. Ekologi manusia sebagai bidang ilmu yang mempelajari: “the relationship between humanity and their non-living environment”. Sementara itu, ekologi manusia secara lebih provokatif dimaknai dengan membedakannya dengan bio-ekologi secara umum, sebagai: “human ecology is a field of study grounded in the four referential construct population, technology, organization, and environment”. 6. EKOLOGI INDUSTRI Pengembangan ekologi industri merupakan suatu usaha untuk membuat konsep baru dalam mempelajari dampak sistem industri pada lingkungan. Ekologi industri adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran energi atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi dan menghasilkan sedikit polusi. Tujuan utamanya adalah untuk mengorganisasi sistem industri sehingga diperoleh suatu jenis operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan. Strategi untuk mengimplementasikan konsep ekologi industri ada empat elemen utama yaitu : mengoptimasi penggunaan sumber daya yang ada, membuat suatu siklus material yang tertutup dan meminimalkan emisi, proses dematerialisasi dan pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan. Pada kajian ini membahas penerapan ekologi industri di Indonesia. Industri di Indonesia berupa kawasan industri yang masih belum memiliki simbiosis satu sama lain sehingga masih menghasilkan polusi ke lingkungan. Dengan menerapkan konsep ekologi industri, 42 kawasan industri dapat mengembangkan sistem pertukaran limbah yang dapat bermanfaat bagi industri tersebut. Indonesia sebagai negara agraris dapat mengembangkan ekologi industri berbasis agroindustri. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu penurunan jumlah konsumsi energi fosil, sumber daya alam, dan mengurangi dampak lingkungan. Biaya produksi juga dapat dikurangi. Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Industrial Ecosystem at Kalundborg, Denmark Sumber: www.pollutionissues.com/Ho-Li/Industrial-Ecol... 43 Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan. Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis. Oleh karena itu, orang kemudian mulai meninggalkan pendekatan end of pipe yang bersifat kuratif atau remediasi ini dan berganti ke pendekatan bersifat preventif yang lebih mengarah pada penanganan pada sumbernya untuk mencegah atau meminimalkan limbah yang terbentuk (pollution prevention). Strategi pencegahan pencemaran dengan memfokuskan pada perbaikan sistem proses ini memberikan kinerja lingkungan yang lebih baik dan lebih ekonomis. Hal ini mendorong para peneliti untuk mengembangkan suatu sistem produksi yang dapat menghemat penggunaan bahan baku dan energi dari alam. Sistem industri yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah ekologi industri. Pada ekologi industri tidak hanya membahas tentang masalah polusi dan lingkungan tetapi juga mempertimbangkan kesinambungan industri serta aspek ekonomi tetap diutamakan. Ekologi industri merupakan suatu sistem industri yang terpadu diantara industri-industri yang ada di dalamnya dan saling bersimbiosis secara mutualisme. Dalam sistem ini mengacu pada sistem ekologi di alam. Konsep ekologi industri telah banyak dikembangkan di negaranegara maju seperti ekologi industri Kalundborg Denmark, Brownville Amerika Serikat dan Calgary Kanada. Di negara maju ekologi industri telah digunakan sebagai salah satu instrumen untuk merancang pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 44 Sumber: www.environmentalgraffiti.com/.../6019 Konsep ekologi industri dapat diterapkan juga di negara-negara berkembang untuk semakin meningkatkan tingkat pembangunannya. Di negara berkembang yang menjadi persoalan utama adalah sumber daya alam yang melimpah namun masih belum dapat mengoptimalkan penggunaannya. Hal lain yang menghambat adalah kurangnya dukungan pemerintah secara nyata terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kawasan industri masih berupa suatu kawasan yang belum terpadu secara sistematis dan hanya berupa kumpulan industri yang berdiri sendiri. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang sebenarnya telah mengaplikasikan ekologi industri. Konsep ekologi industri yang dikembangkan di Indonesia masih sangat sederhana dan belum sampai tahap sistem ekologi industri yang menyeluruh. Konsep ekologi industri di Indonesia masih sangat berprospek untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga pada akhirnya diperoleh suatu pembangunan industri yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dengan kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan pembangunan kawasan ekologi industri di Indonesia. 45 Sumber: wiki.envirocasting.net/wiki/Envirocasting_Ess... 6.1. Deskripsi ekologi industri 6.1.1. Ekologi Industri Pendukungnya dan Berbagai Sistem Definisi ekologi industri sampai saat ini masih beragam, a.l. yaitu suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran energi atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi dan menghasilkan sedikit polusi. Definisi yang lain yaitu ekologi industri merupakan suatu pendekatan manajemen lingkungan dimana suatu sistem industri tidak dilihat secara terpisah dengan sistem sekelilingnya tetapi merupakan bagian utuh yang saling mendukung dalam rangka mengoptimalkan siklus material ketika suatu bahan baku diproses menjadi produk. Dasar utama ekologi industri yaitu metabolisme industri yang merupakan keseluruhan aliran material dan energi yang ada dalam sistem industri. Tujuan utama ekologi industri adalah untuk mengorganisasi sistem industri (termasuk semua aspek kegiatan manusia di dalamnya) 46 sehingga diperoleh suatu jenis operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan (sustainable development). Konsep ekologi industri terkait secara dekat dengan proses produksi bersih (cleaner production) dan merupakan komplementer satu dengan lainnya. Kedua konsep melibatkan pencegahan pencemaran dalam rangka melindungi lingkungan dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Produksi bersih lebih memfokuskan pada aspek pengurangan limbah, sementara ekologi industri lebih menekankan pada pendauran suatu limbah yang terbentuknya tidak bisa dihindari (unavoidably produced waste) dengan mensinergikan antara unit satu dengan lainnya atau antara satu industri dengan industri lainnya. Selain terjadi pemanfaatan suatu material yang dihasilkan oleh suatu unit oleh unit lain, juga dimungkinkan terjadinya integrasi energi dari suatu unit oleh unit lain di dalam suatu kawasan. Sistem industri terdapat tiga tipe. Tipe I adalah sistem proses linier. Pada tipe ini energi dan material masuk pada sistem kemudian menghasilkan produk, produk samping, dan limbah. Limbah yang dihasilkan tidak dilakukan proses olah ulang sehingga membutuhkan pasokan bahan baku dan energi yang banyak. Sistem industri yang paling banyak digunakan saat ini adalah tipe II. Pada tipe ini sebagian limbah telah diolah ulang dalam sistem dan sebagian lagi dibuang ke lingkungan. Sistem tipe III merupakan sistem produksi kesetimbangan dinamik yang energi dan limbahnya diolah ulang secara baik dan digunakan sebagai bahan baku oleh komponen sistem lain. Pada sistem ini merupakan sistem industri yang tertutup total dan hanya energi matahari yang datang dari luar sistem. Hal ini merupakan sistem ideal yang menjadi tujuan ekologi industri. Strategi untuk mengimplementasikan konsep ekologi industri ada empat elemen utama yaitu : (1) mengoptimasi penggunaan sumber daya yang ada; (2) membuat suatu siklus material yang tertutup dan meminimalkan emisi; (3) proses dematerialisasi; dan (4) pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan. 47 Gambar 4.3. Tipe Sistem Industri 6.2. Optimasi penggunaan sumber daya (resource) Optimasi penggunaan material dan energi dalam kegiatan industri dimulai dengan menganalisis proses produksi untuk menghilangkan produk yang terbuang percuma. Langkah ini bisa dilakukan oleh suatu industri secara sendiri yang disebut dengan pencegahan polusi atau proses produksi bersih. Hal ini berkembang menjadi suatu pemikiran bagaimana menganalogikan sistem industri seperti sistem yang terjadi di alam. Dengan sistem ekologi industri ini dapat menghasilkan konsep rantai makanan industri, yaitu pemanfaatan produk samping dan limbah menjadi bahan baku bagi komponen sistem industri lain. Konsep ini menghasilkan suatu konsep kawasan ekologi industri terpadu. Dalam kawasan ini, industri-industri bekerja sama untuk mengoptimasi penggunaan sumber daya yang ada sehingga limbah industri yang dihasilkan bisa diminimalisasi. 48 6.3. Siklus material yang tertutup dan minimalisasi emisi Dalam ekosistem alam semua aliran material bersifat siklus yang tertutup. Sebagai contoh bakteri dan jamur dapat mendekomposisi limbah tumbuhan menjadi senyawa kimia sederhana dan digunakan kembali oleh tanaman tersebut. Dalam ekologi industri, siklus material ini masih jauh dari optimal namun telah dapat memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini karena dalam ekologi industri masih membutuhkan energi dari luar yang sebagian besar dari energi fosil. Pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama limbah yang dihasilkan industri. Ekologi industri secara nyata dapat meningkatkan efisiensi energi dan emisi. Siklus material yang tertutup dapat memberikan keuntungan. Sebagai contoh dalam proses rekoveri alumunium membutuhkan energi yang jauh lebih kecil dibandingkan energi untuk mengekstraksi dan memurnikan alumunium dari bauksit. Dampak lingkungan yang dihasilkan bisa mencapai sepersepuluh dari proses produksi alumunium dari bauksit. 6.4. Proses dematerialisasi Tujuan utama ekologi industri tidak hanya untuk menghasilkan suatu siklus aliran material yang tertutup tetapi juga meminimalkan jumlah aliran bahan dan energi yang digunakan untuk proses produksi. Pada saat ini ada dua proses dematerialisasi yang diperdebatkan yaitu proses dematerialisasi relatif dan dematerialisasi absolut. Proses dematerialisasi relatif menjelaskan bahwa suatu proses produksi dan jasa diusahakan dapat menghasilkan produk dan jasa yang sebesarbesarnya dari penggunaan bahan baku yang ada. Proses dematerialisasi absolute menganggap bahwa dalam proses produksi harus meminimalkan penggunaan bahan baku. Pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi tidak terbarukan Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam restrukturisasi sistem industri. Banyak 49 usaha yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi dengan beberapa inovasi seperti co-generation. Hingga saat ini bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam merupakan sumber energi utama untuk industri. Penggunaan bahan bakar fosil dapat menyebabkan kerusakan lingkungan seperti efek gas rumah kaca, pemanasan global, dan hujan asam. Dalam rangka untuk mensinergikan dengan tujuan utama ekologi industri maka diperlukan langkah perbaikan. Pada tahap awal diperlukan usaha untuk membuat bahan bakar fosil yang ramah lingkungan seperti dengan proses dekarbonisasi dan pembersihan gas buang. Solusi di atas merupakan langkah perbaikan sementara, sehingga diperlukan usaha diversifikasi energi terutama energi yang dapat terbarukan seperti biodisel, biogas, bioetanol, dan pemanfaatan energi matahari. 6.5. Simbiosis Industri Simbiosis industri merupakan suatu bentuk kerja sama diantara industri-industri yang berbeda. Bentuk kerja sama ini dapat meningkatkan keuntungan masing-masing industri dan pada akhirnya berdampak positif pada lingkungan. Dalam proses simbiosis ini limbah suatu industri diolah menjadi bahan baku industri lain. Proses simbiosis ini akan sangat efektif jika komponen-komponen industri tersebut tertata dalam suatu kawasan industri terpadu (eco-industrial parks). Beberapa karakteristik simbiosis industri yang efektif adalah sebagai berikut : 1. Industri anggota simbiosis ditempatkan dalam satu kawasan dan memiliki bidang produksi yang berbeda-beda. 2. Jarak antar industri dibuat dekat sehingga meningkatkan efisiensi tranportasi bahan. 3. Masing-masing industri membuat suatu kesepakatan bersama dengan berprinsip ekonomi yaitu saling menguntungkan. 4. Masing-masing industri harus dapat berkomunikasi dengan baik. 50 5. Tiap industri bertangung-jawab pada keselamatan lingkungan dalam kawasan tersebut. Sumber: www.energyanswers.com/development/sustainable... Contoh simbiosis kawasan industri yang telah sukses dan terkenal adalah simbiosis industri di Kalundborg, Denmark. Simbiosis industri terdiri dari enam industri yaitu Pusat Pembangkit Listrik, Industri pemurnian minyak, Perusahaan bioteknologi, Industri kayu lapis, Perusahaan remediasi tanah Bioteknisk, dan pemukiman warga kota. Hasil yang telah diperoleh dari simbiosis industri yaitu : 1. Pengurangan konsumsi energi dan sumber daya air. 2. Peningkatan kualitas lingkungan karena emisi CO2 dan SO2 dapat dikurangi. 3. Limbah produksi seperti abu layang, sulfur, lumpur, dan gipsum dapat diolah menjadi bahan baku produksi yang mempunyai nilai lebih. 4. Kota Kalundborg sebagai kota industri yang paling bersih. 5. Efisiensi penggunaan energi bahan bakar dapat mencapai 90 %. 51 Gambar 4.4. Kawasan Ekologi Industri di Kalundborg, Denmark. 7. Psikologi Lingkungan Psikologi lingkungan merupakan bidang kajian interdisiplin yang berfokus pada interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. The field defines the term environment broadly, encompassing natural environments, social settings, built environments, learning environments, and informational environments. When solving problems involving human-environment interactions, whether global or local, one must have a model of human nature that predicts the environmental conditions under which humans will behave in a decent and creative manner. With such a model one can design, manage, protect and/or restore environments that enhance reasonable behavior, predict what the likely outcome will be when these conditions are not met, and diagnose problem situations. The field develops such a model of human nature while retaining a broad and inherently multidisciplinary focus. It explores such dissimilar issues as common property 52 resource management, wayfinding in complex settings, the effect of environmental stress on human performance, the characteristics of restorative environments, human information processing, and the promotion of durable conservation behavior. Although "environmental psychology" is arguably the best-known and most comprehensive description of the field, it is also known as human factors science, cognitive ergonomics, environmental social sciences, architectural psychology, socio-architecture, ecological psychology, ecopsychology, behavioral geography, environment-behavior studies, person-environment studies, environmental sociology, social ecology, and environmental design research. 8. KOTA EKOLOGIS = ECOCITY 8.1. An ecocity is an ecologically healthy city” Kota yang secara ekologis dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Pengertian yang lebih luas ialah adanya hubungan timbal balik antara kehidupan kota dengan lingkungannya. Secara mendasar kota bisa dipandang fungsinya seperti suatu ekosistem. Ekosistem kota memiliki keterkaitan sistem yang erat dengan ekosistem alami. Kota Ekologis di beberapa kota diwujudkan dalam bentuk program-program yang bertujuan untuk mencapai ‘kota hijau’. Program kota hijau merupakan program yang menyatakan perlunya kualitas hidup yang lebih baik serta kehidupan yang harmonis dengan lingkungannya bagi masyarakat kota. Program-program kota hijau diantaranya tidak hanya terbatas untuk mengupayakan penghijauan saja akan tetapi lebih luas untuk mengupayakan konversi energi yang dapat diperbaharui, membangun transportasi yang berkelanjutan, memperluas proses daur ulang, memberdayakan masyarakat, mendukung usaha kecil dan kerjasama sebagai tanggung jawab sosial, memugar tempat 53 tinggal liar, memperluas partisipasi dalam perencanaan untuk keberlanjutan, menciptakan seni dan perayaan yang bersifat komunal. 8.2. KONSEP KOTA EKOLOGIS Konsep kota yang berwawasan lingkungan mengandung makna dan pengertian yang luas. Pemahaman yang sinonim dengan konsep kota yang berkelanjutan, melahirkan istilah kota ekologis serta istilah lain yang dikenal dengan kota hijau dan kota organik. Kota seharusnya didorong untuk mendukung kebutuhan manusia secara organik dan pemenuhan diri secara terus menerus sampai mencapai tingkatan yang tertinggi, dimana lingkungan yang dibangun mendukung dan menegaskan secara positif mengenai pembangunan manusia dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Melibatkan alam dalam membangun kota, menjadi landmark dalam perencanaan kota, kemudian konsep tersebut dikenal dengan konsep kota taman. Howard dengan konsepnya tersebut memandang bahwa kota dengan skala yang besar tidak akan memberikan tempat yang cocok untuk tinggal, dimana ia mengindikasikan kota yang besar sebagai bentuk rencana yang tidak ideal, lingkungan yang tidak sehat sehingga kota tersebut akan mati. Kota taman yang dimaksudkan Howard, memiliki batasan-batasan dimana ia menyarankan jumlah penduduk sebanyak 32.000 jiwa dalam lahan seluas kurang lebih 405 ha (4.050.000 m²) dan lahan tersebut dilingkupi oleh lingkungan hijau yang luas. Perencanaan kota seyogyanya didasarkan pada pengetahuan tentang alam dan sumber daya suatu wilayah. Misalnya secara khusus ia memandang kawasan lembah sungai sebagai unit alami untuk menguji berbagai aktivitas yang berbeda terkait dengan kota. Dan juga Geddes sudah meramalkan adanya pengaruh yang penting tentang perkembangan kota yang terdesak oleh teknologi dan mode transportasi. Ramalan tersebut ada benarnya, seperti halnya yang terjadi saat ini. Lebih lanjut menurutnya bahwa dengan adanya perembetan kota tersebut maka menyebabkan 54 penggunaan sumber daya dan enegi menjadi tidak teratur dan menjauhkan diri manusia dari alam. Dengan demikian hal ini akan sangat penting untuk membawa kembali alam ke dalam kota. Chicago's Urban Forest - Did You Know? Sumber: egov.cityofchicago.org/chicagotrees/forest.html Kota besar dapat ditentukan melalui pusat-pusat kota yang saling berhubungan dan mendukung kota serta pertumbuhannya berdasarkan perkembangan organik pada tingkat distrik dalam suatu kota. Ada ahli yang mencoba menggabungkan konsep tersebut dengan menyertakan elemen ikatan sosial untuk menciptakan hubungan yang langsung antara kawasan ekologis dengan wilayah perkembangan kota. Usulan Mumford melibatkan konsep baru tentang kota taman, pembangunan kota yang desentralistik, dan lokasi yang terletak di kawasan lembah sungai. Lebih detail mengenai konsep kota ekologis, ada tema ‘desain dengan alam’, ini mendukung adanya pengujian terhadap kondisi alam suatu kawasan sebelum mengajukan pembangunan suatu kota. Implikasi dari pendekatan-pendekatan tersebut, adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Secara khusus, hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang 55 memperhatikan kondisi ekologis lokal serta bertujuan untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari pengembangan kota. Selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal. Sinergi dengan pendekatan-pendekatan tersebut dimana substansinya secara jelas menerangkan konsep kota alami untuk menuju kota yang berwawasan lingkungan (ekologis). Konsep-konsep tersebut tercermin dalam perumusan visi tentang kota ekologis dimana hal tersebut digambarkan dengan beberapa visi yang mendukung eksistensi dan tujuan kota ekologis. Visi tentang kota ekologis yang dimaksud adalah menciptakan kota yang selaras, serasi dengan alam dan lingkungannya. Dimana pandanganpandangan yang berkembang sesuai dengan visi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Perencanaan perumahan yang diadaptasikan dengan alam dan mempertimbangkan faktor-faktor biologis Keseimbangan ruang-ruang kota dan desa tanpa saling bertentangan Perencanaan area bangunan dan perumahan yang selaras dengan iklim Upaya desentralisasi terhadap sistem penyediaan energi yang selaras dengan sistem kehidupan Pertanian yang tersebar mengikuti kontur alami dari lahan Pola jalan-jalan yang menyesuaikan dengan kondisi lahan Perlindungan suatu lahan untuk memelihara evolusi alami Sungai penyangga yang menjaga kemampuan alami untuk recovery dan self-regulation Perlindungan permukaan lahan melalui rencana transportasi yang cocok Desain yang menyatu dengan sejarah dan karakteristik lokal Variasi desain yang fleksibel menyatu dengan pengalaman penghuni Komunitas yang koopratif dan hubungan yang baik Desain yang memelihara lansekap alami 56 Zoning dan gaya bangunan yang beradaptasi dengan iklim Preservasi pusat kota Desain ruang untuk pedestrian/jalan yang tidak menutup secara total dari permukaan lahan Ruang-ruang mix-used untuk tempat tinggal, bekerja dan kegiatan lainnya Menciptakan ruang kehidupan untuk manusia, binatang dan tumbuhan Kota sebagai ekosistem dari elemen-elemen yang menyatu Kota merupakan gambaran kehidupan Dengan demikian secara praktis kota ekologis merupakan kota yang mengurangi beban dan tekanan lingkungan, meningkatkan kondisi tempat tinggal dan membantu mencapai pembangunan berkelanjutan termasuk peningkatan kota yang komprehensif. Kota ekologis melibatkan perencanaan dan manajemen lahan dan sumberdaya serta implementasi peningkatan lingkungan secara terukur. Sumber: stevenmblog.wordpress.com/2009/04/02/29/ 57 9. KOTA EKOLOGIS vs KOTA BERKELANJUTAN Kota berkelanjutan memiliki makna yang luas, namun sering kali pemahamannya dilihat dari segi konteks dan substansi mengarah pada keberadaan kota yang memperhatikan lingkungan. Walaupun konteks dan substansi ini berada dalam lingkup yang meletakkan lingkungan sebagai aspek yang penting, akan tetapi juga memerlukan berbagai pendekatan dengan melibatkan aspek-aspek lain yang komprehensif. Dengan kata lain, bidang-bidang yang terkait tidak hanya berhubungan dengan lingkungan saja, namun secara bersama-sama mengkaitkan pula bidang-bidang yang lain misalnya: perencanaan dan desain, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya, serta politik. Florida’s Eco-City of Tomorrow Today! Sumber: thewere42.wordpress.com/.../ Kota berkelanjutan mendekati visi tentang kota yang dicita-citakan, dimana ia dihadapkan pada berbagai permasalahan-permasalahan yang tidak mudah untuk menyelesaikannya. Mengenai permasalahan ekonomi dan lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan, dimana dengan hal tersebut menjadi semakin lebih sulit menggambarkan kota yang memiliki arti yang luas pada kota- 58 kota yang terpencil atau daerah-daerah pedalaman yang kurang meng-kota. Hal ini jauh berbeda dari pemikiran baru tentang kota, dimana karakteristik kota sebagai sistem yang terbuka, yaitu sistem-sistem kota menyatu dengan sistemsistem lingkungan dan ekonomi. Hal ini merupakan pemikiran yang telah lama diterima oleh para ahli geografi dan lainnya. 10. Pendekatan Sistem Sumberdaya Alam Dalam Pengelolaan 10.1. Pengelolaan Sumberdaya Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup meru pakan hal yang mengandung banyak tantangan. Hal ini mencakup sumberdaya lahan, air, udara, vegetasi, dan enerji yang sangat berpe ngaruh terhadap aktivitas dan sikap manusia. Suatu masalah pokok adalah bahwa setiap komponen dari lingkungan saling berkaitan dan dapat menghasilkan kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Misalnya pencemran perairan sungai berhubungan dengan keluaran limbah cair yang berkaitan dengan berbagai faktor, seperti sumber limbah, karakteristik limbah, akumulasi limbah, proses penanganan limbah, cara dan lokasi pembuangannya, trans-portyasi limbah pada aliran sungai, serta pengaruh limbah terhadap bioa akuatik, dan penggunaan air oleh manusia. Pada umumnya setiap komponen tersebut dapat dianalisis secara terpisah, namun permasalahan pencemaran perairan sungai sebenarnya merupakan hasil interaksi dan pengaruh kolektif dari suatu sistem pencemaran limbah cair. Permasalahan lingkungan apabila dikaji secra sistem akan banyak memberikan kegunaan. Problematik dapat diperhitungkan secara totalitas dimana kerja pengendalian yang paling efektif dapat diketemukan. Dalam teladan pence-maran perairan sungai, pende-katan sistem akan mampu menghasilkan kombinasi dari pengu-rangan sumber limbah, metode penanganan, dan lokasi buangan yang lebih efektif serta memungkinkan biaya lebih rendah melalui perbaikan penanganan saja. Suatu konsekwensi dari perspektif sistem pada mutu lingkungan adalah memperlebar kemungkinan 59 alternatif pengendalian serta kesempatan penerapan strategi menejerial yang efisien dan terpadu. 10.2. Elemen analisis Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan membutuh- kan tujuan atau kriteria untuk mengukur keberhasilan atau manfaat dari alternatif-alternatif solusi permasalahan. Salah satu tujuan yang lazim adalah maksimisasi dari manfaat tersebut dalam terminologi moneter, seperti misalnya dalam analisis rasio manfaat dan biaya. Analisis ini mempunyai dua komponen utama, yaitu (i) alokasi sumberdaya dimana komponen lingkungan (lahan, air, udara, dan enerji) dipandang sebagai sumberdaya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan (ii) perhitungan sosial yang mencakup manfaat da biaya dari seluruh pengguna dari sumberdaya yang dipengaruhi oleh permasalahan lingkungan. Sebagai ilustrasi maka suatu peristiwa pencemaran perairan sungai diskemakan seperti Gambar 10.1. Satu aktivitas industri mengeluarkan limbah yang mencemari perairan sungai dimana airnya digunakan untuk usaha perikanan. Limbah dengan dampaknya adalah suatu teladan dari eksternalitas ekonomi, yang didefinisikan sebagai manfaat atau beban biaya yang dihasilkan oleh satu unit ekonomi yang mempengaruhi unit ekonomi lainnya. Dalam hal ini, limbah industri mempunyai beban biaya dimana biaya tersebut ditanggung oleh usaha perikanan dan bukan oleh industri itu sendiri. Biaya tersebut adalah "eksternal" untuk anggaran dan pendapatan industri. 60 limbah Ikan mabuk Gambar 10.1. Skematik Pencemaran Perairan Sungai. Implisit dari konsep eksternalitas adalah ide adanya ketidak-adilan (unfairness). Adalah tidak adil bahwa usaha perikanan harus dibebani biaya penanganan limbah dari industri. Namun demikian mencari titik keadilan merupakan kebijakan yang amat rumit. Penyederhanaan kebijakan bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alter-natif pertama adalah membiarkan pencemaran buangan industri sebagaimana adanya; dengan anggapan bahwa buangan industri adalah suatu hal yang tidak dapat dicegah sebagai konsek wensi aktivitas manusia. Secara logis maka limbah industri tersebut disalurkan ke dalam aliran sungai dimana telah menjadi pengetahuan umum bahwa lingkungan mempunyai kemampuan yang impresif untuk mengasimilasi limbah buangan. Kapasitas 61 asimilasi ini menjadi per-timbangan penting dalam upaya pendaya-gunaan lingkungan. Kesulitan pada alternatif ini adalah kapasitas asimilasi dari sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah terbatas. Limbah yang berlebihan tidak mungkin dapat diasimilasi sehingga apabila oksigen yang larut dalam air sungai habis, maka perairan akan menjadi kotor dan berbau busuk. Dampak lanjutannya adalah pemus-nahan ikan serta membahayakan pemakaian air untuk konsumsi domestik rumah tangga, seperti untuk mandi, masak, air minum, mencuci, dan lainnya. Alternatif sebaliknya adalah larangan untuk pembuangan limbah dengan asumsi tertentu. Hal ini akan mengambalikan status sungai menjadi kondisi alamiah tidak tercemar. Alternatif ini sangat logis ditinjau dari preferensi dan citarasa masyarakat yang selalu mengingin-kan air bersih, kebersihan alamiah, perlindungan marga-satwa, dan lainnya. Namun demikian alternatif ini mencegah pendayagunaan sungai untuk maksud lainnya seperti tempat buangan limbah industri. Kedua macam eksremitas alternatif tersebut di atas dapat diakomodasikan melalui analisis manfaat/biaya. Pendekatan ini berdasarkan pada konsep bahwa sungai merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan melalui tatacara yang menguntungkan. Hal ini membutuhkan penelitian tentang konsekwensi moneter dari pembuangan limbah pada kedua belah pihak pengguna sungai. Oleh karena masing-masing pengguna mempunyai tatacara yang spesifik dalam perhitungan manfaat/biaya, maka diperlukan suatu ukuran , yaitu Indeks Mutu Lingkungan, environmental quality index. Indeks ini merupakan pembakuan dari peraturan tentang baku mutu lingkungan minimum yang diperbolehkan dalam bentuk parameter yang terukur dari sumberdaya alam dan lingkungan. Indeks ini juga dapat merupakan mekanisme untuk menangani preferensi sosial untuk distribusi manfaat dan biaya. Misalnya, kalau pemerintah menganggap bahwa usaha perikanan harus berjalan maka diperlukan baku mutu air minimum agar ikan tidak mati. Setelah baku mutu ditetapkan maka alternatif solusi yang terbaik baru dapat diselesaikan secara sistematis. 62 10.3. Teladan Model Pengelolaan Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka pe-ngaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam, dan juga manusia sebagai penghuninya harus dapat diperkirakan. Analisis pendugaan dan evaluasi pengaruh yang mungkin terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu model-model yang sederhana atau model yang sangat kompleks. Pada umumnya, berbagai faktor lingkungan akan menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang digunakan. Oleh karena itu penentuan analisis terhadap sistem lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertim bangan yang menyangkut proses analisis dan perencanaan ling-kungan, termasuk analisis aktivitas. Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari perihal yang dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan secara terinci tingkat kompleksitas yang dibutuhkan untuk membangkitkan informasi yang diperlukan mengenai setiap elemen sistem lingkungan yang diana lisis, termasuk komponen sumberdaya alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis dan ruang lingkup sistem. Langkah berikutnya adalah menentukan apakah analisis pada tingkat kom-pleksitas tertentu layak dilakukan berdasarkan pertimbangan : (i) ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii) ketersediaan waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v) ketersediaan perangkat lunak. Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan adalah sebagai berikut: (1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML) Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan sebagai early warning system dan alternatif penanganan dengan biaya yang optimal oleh para pengambil keputusan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989). Sebagai suatu indeks, model ini harus memberikan indikator yang dapat menyatakan mutu dan kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau lingkungan. Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada 63 nilai indeks 100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya alam dan/atau kondisi lingkungan yang diharapkan. Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan kegunaan dari pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada dasarnya adalah ukuran kuantitatif untuk pembandingan menurut skala. Mengingat indeks mutu lingkungan merupakan bagian dari sistem pemantauan dan evaluasi lingkungan, maka model IML ini dapat dibedakan menurut fungsinya sbb: (2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index) Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis lingkungan dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas sumberdaya alam dan mutu lingkungan. UK = A. ( Wj. ( Zi. Iij)B )C dimana: Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i dalam kelompok indikator lingkungan yang ke-j Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator lingkungan yang ke-j, dimana W j = 0 Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi meng gunakan konversi secara fisik atau moneter, W j menggunakan metode Delphi atau Bayes dengan hitungan peluang, sedangkan A,B, dan C adalah koefisien penormalan matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya bilangan integer non-negatif. (3). Indeks Pengendalian Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk tujuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan program-program tertentu. Karena aplikasinya yang erat dengan kerangka menejerial, maka IP bukan merupakan formula baku, namun lebih merupakan model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan 64 pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. Model yang berupa diagram blok dapat dilukiskan seperti berikut. U(t) I(T) + + galat Ge Gp O(T) H I(t): input sistem berupa kondisi lingkungan yang diinginkan sesuai dengan peruntukan seperti: air minum, pertanian dan per ikanan, nilai ambang batas sungai. O(t):output sistem berupa kondisi aktual Gp :fungsi alih (transfer function) dari input-output Ge :fungsi pengendali yang menguasai faktor teknologi dan biaya U(t):input buangan/polutan H : informasi umpan balik Dalam proses perhitungann dan kuantifikasinya, maka: UP = O(t) dan O(t) adalah indeks mutu lingkungan yang diinginkan. Metodologi yang disarankan untuk membentuk model simu lasi adalah Descrete Time Model dengan Feed-back Control System. Estimasi peubah acak dapat dilakukan dengan simulasi Montecarlo dengan pembangkit bilangan acak sesuai dengan sebaran peluangnya. 65 (4). Model Optimasi Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program berke-sinambungan jangka panjang yang mempunyai karakteristik sasaran ganda (multiple goals) dan tujuan ganda (multiple objectives). Program tersebut dapat dilaksanakan semenjak inventarisasi dan evaluasi sumberdaya hingga arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk melihat dan mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML. Sedangkan untuk mengoptimumkan proses konversi tersebut yang mempunyai sasaran dan tujuan ganda, maka dapat digunakan "Model Optimasi Multi-kriteria". Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat digunakan adalah Pemrograman Sasaran ("Goal Programming"). Program sasaran ini merupakan salah satu program mate-matika dalam penelitian operasioanl yang diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk menganalisis persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan sasaran ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi bertentangan (tidak saling menenggang) serta mempunyai susunan prioritas. Dalam proses pengelolaan sumberdaya dan lingkungan maka kedua model tersebut dapat digunakan untuk melihat berbagai kondisi seperti, (i) penampilan/keragaan sistem lingkungan, (ii) pengendalian sistem lingkungan, dan (iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan. Dalam banyak perihal dan kasus, para pengambil ke-putusan seringkali dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak-salingmenenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan. Program sasaran dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan cara menyusun sasaransasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan prioritas tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan. Model umum dari program sasaran adalah: Meminimumkan: a= W i (di- + di+) 66 (terhadap/dengan pembatas) aij Xj + di- - di+ = bi Xj, di-, di+ >= 0 dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; W i = Faktor pembobot fungsi sasaran ke-i (ditentukan berdasarkan urutan prioritas); di- : peubah simpangan negatif fungsi sasaran ke-i; di+ : peubah simpangan positif fungsi sasaran ke-i; aij : parameter (koef. teknologi) dari fungsi sasaran ke-i dan peubah keputusan ke-j; bi : nilai target sasaran ke-i. Teladan aplikasi model program sasaran ganda tersebut dalam program pengendalian erosi adalah sbb. : (a). Sasaran : tingkat erosi minimum, kesuburan tanah maksimum, dan teknik pengairan memadai. (b). Peubah keputusan : tingkat kemiringan tanah, struktur tanah, intensitas hujan, dan usahatani. Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak dicapai, suatu model optimasi multi-kriteria dapat disusun. Dengan demikian para pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal berdasarkan ketersediaan sumberdaya dan pendanaan. 11. PEMODELAN SISTEM DAERAH ALIRAN SUNGAI 11.1. Pendahuluan Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografis yang menyalurkan air hujan melalui suatu sistem sungai. DAS ini merupakan unit hidrologis yang telah digunakan sebagai unit biofisik dan sebagai unit sosial-ekonomi serta sebagai unit sosial politik dalam perencanaan dan implementasi aktivitas-aktivitas pengelolaan sumberdaya (Easter dan Hufschmidt, 1985). Selanjutnya dikemukakan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu proses memformulasikan dan megimplementasikan aktivitas-aktivitas yang melibatkan sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS, dengan 67 mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi dan institusional yang ada, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan . 11.2. Identifikasi Sistem DAS Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi sistem DAS yang kompleks. Beberapa macam diagram dapat dikemukakan berikut ini: (1). Diagram Lingkar Sebab-Akibat (causal-loop) Pengabstraksian beberapa fenomena pokok yang terjadi dalam sistem DAS dapat dilukiskan seperti Gambar 11.1. 68 Pemanfaatan Sumberdaya: Lahan, + Air + + + Dayadukung Lahan Pendapatan + Penduduk + Hasil : Air, sedimen, Limbah, dll + - + Kelestarian Sumberdaya: Kesejahteraan penduduk Lahan, air Hutan setempat + + Teknologi Industri Pertanian SDA Air SDA Tanah SDA Vegetasi + + + SDA Fauna Investasi: Privat, Publik: Subsidi Bantuan Gambar 11.1. Diagram lingkar sebab-akibat sistem DAS. 69 (2). Diagram kotak-hitam I/O Sistem DAS Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diagram lingkar dapat disusun diagram input/output sistem DAS (Gambar 11.2). Input Lingkungan Input tidak terkendali Output yg diinginkan SISTEM DAS Input yang terkendali parameter Output yg diinginkan Umpan balik Gambar 11.2. Diagram kotak-hitam I/O sistem DAS Keterangan: (1). Output yang diinginkan: Tersedianya air sepanjang tahun; Swa-sembada pangan; Tersedianya kesempatan kerja; Terkendalinya degradasi lingkungan (2). Output yang tidak diinginkan : Kerusakan hutan, Banjir dan kekeringan; Erosi dan sedimentasi berlebihan; Kemiskinan/pe-ngangguran (3). Input terkendali: Investasi, alokasi lahan, teknologi (4). Input tak terkendali: harga komoditi,informasi pasar (5). Input lingkungan : fisik, perundangan, sistem budaya (6). Umpan balik: Bappeda, Pemda (7). Parameter DAS: luas, ukuran, lokasi DAS. (3). Diagram Umpan Balik Pengendalian Secara umum diagram umpan balik pengendalian dapat dilukiskan seperti Gambar 11.3. Diagram ini menggambarkan suatu sistem yang tertutup dimana 70 mekanisme umpan balik dapat bekerja dengan lancar. Gangguan atau disturbansi (D(t)) dalam beberapa subsistem cukup besar sehingga kalau ini terjadi maka fungsi pengendali tidak dapat bekerja secara efektif. 11.3. Pemodelan Sistem DAS Lima tahapan yang lazim ditempuh dalam pemodelan sistem adalah: (i) mengisolasi komponen-komponen atau subsistem-subsistem yang pokok, (ii) definisi peubah-peubah input ("causal variable"), (iii) definisi peubah-peubah respons atau status ("response variables"), (iv) definisi peubahpeubah output ("output variables"), lazimnya ini berkaitan langsung dengan peubah status, dan (v) menentukan struktur sistem, bagaimana peubah-peubah berinteraksi menghasilkan proses. U(t) I(t) O(t) FP FT D(t) MI Information lag Gambar 11.3. Diagram Umpan Balik Pengendalian Sistem DAS (Soemarno, 1991). I(t): Control-index, merupakan input sistem berupa kondisi yang menjadi sasaran pengelolaan DAS:misalnya laju erosi tanah dan kandungan sedimen air sungai. 71 FP: Fungsi pengendali, mengendalikan bekerjanya fungsi transfer (FT). Fungsi pengendali ini menguasai teknologi, dana, dan otorita: misalnya petani. FT: Fungsi transfer, tugasnya mengubah input sistem menjadi output sistem. Fungsi ini mempunyai struktur dan mekanisme spesifik yang bisa mendukung fungsinya, misalnya lahan tegalan dengan tanaman jagung. U(t):Input sistem DAS: material, kapital, teknologi; misalnya hujan, pupuk, benih, tenakerja. D(t):Gangguan terhadap sistem, biasanya tidak dapat dikendalikan oleh FP dan FT: misalnya gunung meletus O(t):Output sistem aktual: hasil sedimen MI : Menejemen informasi: Dinas Pengairan, Pengelola Waduk, BRLKT. Sebagian dari informasi tentang komponen sistem, peubah-peubah sistem dan dtruktur sistem telah diuraikan dalam bagian identifikasi sistem. Oleh karena itu tahap pemodelan ini biasanya diawali dengan menyusun diagram alir yang menya takan rangkaian antara input sistem, komponen sistem dan output. Berdasarkan diagram alir tersebut kemudian dilakukan penjabaran masing-masing komponen secara lebih mendetail. Misalnya model usahatani yang dikhususkan untuk menentukan alternatif pola pergiliran tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi. Diagram alir deskriptif model ini dapat dilukiskan seperti Gambar 11.4. Untuk mencapai tujuan seperti yang dilukiskan dalam Gambar 6, maka dapat disusun strategi bertahap sbb: (1). Penetapan batas toleransi erosi, (2). Evaluasi jenis-jenis tanaman yang sesuai, (3). Analisis usahatani tanaman yang sesuai, (4). Pendugaan kehilangan tanah potensial dan aktual , (5). Evaluasi alternatif pola pergiliran tanaman (B/C-ratio dan faktor C), (6). Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang aman, (7). Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang layak. 11.4. Implementasi Komputer Untuk menjabarkan model-model matematik tersebut di atas menjadi model komputer maka diperlukan dua macam 72 alat bantu, yaitu block-diagram untuk mengarahkan algoritme perhitungan dan bahasa pemrograman yang bersifat umum, seperti BASIC, FORTRAN, atau PASCAL. Sebagai teladan ilustratif adalah perhitungan dugaan kehilangan tanah di suatu lokasi lahan tertentu dengan menggunakan model Wischmeier dan Smith (1978). Block diagramnya dapat disajikan dalam Gambar 11.7. Mulai Persiapan dan input data: Biofisik, sosek, sosbud, demografis, dan lainnya Komponen Bio-ekonomi: Model-model usahatani Model-model usahata-ternak Model Alokasi/Optimasi Sumberdaya air : Model-model hidrologi Model-model hujan Output sistem DAS Sumberdaya lahan: Model-model kualitas lahan Model-model produktivitas Model-model degradasi Sumberdaya Manusia: Model-model demografi Model-model kependudukan Model-model dinamika sosial Gambar 11.4. Diagram alir deskriptif sistem DAS Selesai 73 Tujuan: Pola tanam aman erosi dan layak ekonomi Jenis tanaman yang sesuai secara agroekologi dan sosial-budaya Pola pergiliran tanaman di lahan tegalan B/C ratio Evaluasi kelayakan ekonomi Pola pergiliran tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi Faktor Pengelolaan tanaman (Faktor C) Evaluasi keamanan erosi Toleransi erosi Gambar 11.5. Diagram alir deskriptif penentuan pola pergiliran tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi . 74 Data hujan, tanah, topo grafi, tanaman, landuse Evaluasi Erosivitas Faktor R Faktor K Evaluasi erodibilitas Kesesuaian lahan Faktor LS Pemetaan dan evaluasi satuan lereng Tanaman yg sesuai Pendugaan erosi Indeks bahaya erosi RKLS, IBE Evaluasi neraca lengas lahan setahun Evaluasi pola pergiliran tanaman Faktor P EVALUASI AGROTEKNOLOGI Saran agroteknologi yg sesuai Gambar 11.6. Diagram alir formulatif untuk menemukan agro teknologi yang aman erosi dan layak ekonomi (Soemarno, 1991). 75 C P R K RKLSCP LS Gambar 11.7. Diagram kotak perhitungan dugaan kehilangan tanah di suatu bidang lahan (Soemarno, 1991). 76 DAFTAR PUSTAKA Barford, C. C. 2001. Factors controlling long and short term sequestration of atmospheric CO2 in a mid-latitude forest. In: Science 294: 1688-1691 Carpenter, S.A. 1981. Decay of heterogeneous detritus: a general model. In: Journal of theoretical biology 89:539-547. Chapin F.S. III, P.A.Matson and H.A.Mooney. 2003. Principles of terrestrial ecosystem ecology. Springer-Verlag, New York, N.Y. Chapin, F.S. III, B.H., Walker, R.J., Hobbs, D.U.,Hooper, J.H., Lawton, O.E., Sala, and D., Tilman. (1997). "Biotic control over the functioning of ecosystems". in: Science 277:500-504. Chrispeels, M.J. and D.Sadava. 1977. Plants, food, and people. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Defries, R.S., J.A. Foley, and G.P. Asner. (2004). "Land-use choices: balancing human needs and ecosystem function". in: Frontiers in ecology and environmental science. 2:249-257. Efraim Halfon. 1979. Theoretical Systems Ecology: Advances and Case Studies. Ehrenfeld, J.G. and L.A.Toth. 1997. Restoration ecology and the ecosystem perspective. in: Restoration Ecology 5:307-317. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid I. IPB Press. Bogor. 147 hal. Ferguson, K.E. 1966. Systems Analysis in Ecology, WATT, 1966, 276 pp. Goulden, M. L., J. W. Munger, S.-M. Fan, B. C. Daube, and S. C. Wofsy, (1996). "Effects of interannual climate variability on the carbon dioxide exchange of a temperate deciduous forest". In: Science 271:15761578 Haefner,J.W. 1996. Modeling Biological Systems: Principles and Applications, London., UK, Chapman and Hall, 473 pp. 77 Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB. 112 hal. Kitching, R.L. 1983. Systems ecology, University of Queensland Press. Odum, E.P 1969. "The strategy of ecosystem development". in: Science 164:262-270. Odum, H.T. 1971. Environment, Power, and Society. WileyInterscience New York, N.Y. Odum, H.T. 1983. Systems Ecology: An Introduction, WileyInterscience. Odum, H.T. 1994. Ecological and General Systems: An Introduction to Systems Ecology. University Press of Colorado, Niwot, CO. Olson, J.S. 1963. Energy storage and the balance of producers and decomposers in ecological systems. In: Ecology 44:322-331. Recknagel, F. 1989. Applied Systems Ecology: Approach and Case Studies in Aquatic Ecology. Richard F. J., P. W Frank, C. D. Michener. 1976. Annual Review of Ecology and Systematics, 307 pp. Sanderson, J. dan L. D. Harris. 2000. Landscape Ecology: A Top-down Approach. 246 pp. Sheldon S. 1989. Human Systems Ecology: Studies in the Integration of Political Economy, 1989. Van Noordwijk, M. And B. Lusiana. 1999. WaNulCAS, a model of water, nutrient, and light capture in agroforestry systems. ICRAF-Southeast Asia.