mspep-analisis sistem lingkungan

advertisement
1
ANALISIS SISTEM LINGKUNGAN
Systems ecology is an interdisciplinary field of ecology,
taking a holistic approach to the study of ecological systems,
especially ecosystems. Systems ecology can be seen as an
application of general systems theory to ecology. Central to
the systems ecology approach is the idea that an ecosystem
is a complex system exhibiting emergent properties. Systems
ecology focuses on interactions and transactions within and
between biological and ecological systems, and is especially
concerned with the way the functioning of ecosystems can
be influenced by human interventions. It uses and extends
concepts from thermodynamics and develops other
macroscopic descriptions of complex systems.
Systems ecology can be defined as the approach to the study
of ecology of organisms using the techniques and
philosophy of systems analysis: that is, the methods and
tools developed, largely in engineering, for studying,
characteriszing and making predictions about complex
entities, that is, systems.. In any study of an ecological
system, an essential early procedure is to draw a diagram of
the system of interest ... diagrams indicate the system's
boundaries by a solid line. Within these boundaries, series
of components are isolated which have been chosen to
represent that portion of the world in which the systems
analyst is interested ... If there are no connections across the
systems' boundaries with the surrounding systems
environments, the systems are described as closed.
Ecological work, however, deals almost exclusively with
open systems.
Ecosystem ecology is the integrated study of biotic and
abiotic components of ecosystems and their interactions
within an ecosystem framework. This science examines how
ecosystems work and relates this to their components such
as chemicals, bedrock, soil, plants, and animals.
Ecosystem ecology examines physical and biological structures and
examines how these ecosystem characteristics interact with each
other. Ultimately, this helps us understand how to maintain high
quality water and economically viable commodity production. A
major focus of ecosystem ecology is on functional processes,
ecological mechanisms that maintain the structure and services
2
produced by ecosystems. These include primary productivity
(production of biomass), decomposition, and trophic interactions.
1. PENDEKATAN SISTEM
1.1. Filosofi
Suatu sistem dapat dipandang sebagai gugus elemenelemen yang saling berhubungan dan terorganisir ke arah
suatu sasaran atau gugus sasaran. Dalam problem-problem
interdisipliner yang kompleks, "pendekatan sistem" dapat
menyediakan alat bantu bagi penyelesaian masalah dengan
metode dan peralatan logis yang memungkinkannya untuk
mengidentifikasikan komponen-komponen (subsistem) yang
saling berinteraksi untuk mencapai beberapa sasaran tertentu.
Pengetahuan-pengetahuan ini memungkinkan seseorang
untuk mengambil pilih-an-pilihan rasional di antara alternatifalternatif yang tersedia dalam problem-problem yang kritis dan
trade-off.
Tiga macam kondisi yang menjadi prasyarat agar
supaya aplikasi pen-dekatan sistem dapat memberikan hasil
yang memuaskan adalah:
(1). sasaran sistem didefinisikan secara jelas dan dapat
dikenali,
meskipun
ka-dangkala
tidak
dapat
dikuantifikasikan.
(2). proses pengambilan keputusan dalam sistem riil dilakukan
dengan cara sen-tralisasi yang logis
(3). skala perencanaannya jangka panjang.
1.2. Prosedur
Pada hakekatnya pengembangan sistem merupakan
suatu proses pengam bilan keputusan degan menggunakan
fungsi-struktur, outcomes, evaluasi, dan keputusan. Tahaptahap pokok dalam pendekatan sistem ini adalah: (i) evaluasi
kelayakan, (ii) pemodelan abstrak, (iii) disain implementasi, (iv)
implementasi sistem, dan (v) operasi sistem.
Seperti yang lazim dilakukan, prosedur dari proses
tersebut diawali dengan gugus "kebutuhan" yang harus
dipenuhi, menuju kepada suatu sistem operasional yang
3
mampu memenuhi kebutuhan. Proses-proses tersebut diikuti
dengan suatu evaluasi untuk menentukan apakah outcome
dari suatu tahapan memuaskan atau tidak. Proses tersebut
pada kenyataannya bersifat interaktif.
1.3. Alat Bantu
Suatu alat bantu yang sangat penting ialah model
abstrak yang perilaku esensialnya mencerminkan perilaku
dunia nyata (realita) yang diwakilinya. Model digunakan dalam
banyak cara, dalam mendisain dan mengelola sistem sebagai
fungsi analisis. Analisis ini didefinisikan sebagai determinasi
output model, dengan menggunakan input dan struktur model
yang telah diketahui.
Suatu model matematik, terutama model komputer,
dapat dengan cepat menganalisis dan menghitung output dari
berbagai alternatif yang sangat penting dalam proses kreatif
pengelolaan sistem dan disain sistem. Pada kenyataannya
kebanyakan model abstrak ini mempunyai struktur internal
yang terdiri atas simbol-simbol mate-matik yang harus
dipahami arti dan maknanya. Suatu model disebut analitik
apabila model tersebut mempunyai penyelesaian umum pada
berbagai kisaran input sistem dan nilai-nilai parameter sistem.
Model simulasi merupakan model yang menghitung alurwaktu dari peubah-peubah model untuk seperangkat tertentu
input model dan nilai parameter model. Karena seringkali
tidak mungkin untuk menyelesaikan model analitik bagi sistem
yang kompleks, maka model-model simulasi (yang lebih
mudah diselesaikan) banyak digunakan dalam mengkaji dan
menganalisis sistem dinamik yang kompleks.
1.4. Simulasi Sistem
1.4.1. Operasi
Bagian yang sangat penting dalam analisis sistem
adalah penggunaan komputer. Kemampuan komputasionalnya
sangat mempermudah dalam pengo-lahan sejumlah besar
peubah dan interaksi- interaksinya.
Simulasi komputer
4
lazimnya berarti bahwa kita mem punyai suatu program
komputer atau model-sistem lainnya dimana kita dapat
mencoba berbagai disain sistem dan strategi pengelolaannya.
Dengan menggunakan komputer, aplikasi simulasi menjadi
sangat luas terutama oleh para menejer dan pengambil
keputusan akhir.
Teknik simulasi yang dikenal sebagai
penciptaan peubah random Montecarlo, banyak digunakan
dalam bidang bisnis dan pertanian.
Dalam mengimplementasikan suatu model sistem
pada kompu ter maka para pengguna mempunyai pilihan
bahasa pemrograman seperti BASICS, Fortran, atau bahasa
simulasi khusus.
1.4.2. Metodologi
Karena matematika telah dipilih sebagai suatu bahasa
dasar, dan karena simulasi seringkali menjadi alat bantu kita,
maka akan diperlukan tahap-tahapan
proses untuk
menjabarkan model grafis menjadi model matematika:
(1). Mengisolasikan komponen atau subsistem. Seringkali
subsistem-subsistem atau komponen-komponen tersebut
secara fisik berbeda dengan jelas.
(2). Menetapkan peubah-peubah input U(t) untuk setiap subsistem. Input stimuli ini akan menyebabkan perubahan
perilaku subsistem. Termasuk di sini adalah input-input
pengelolaan yang dapat digunakan untuk memperbaiki
keragaan sistem yang sedang dikaji.
(3). Menetapkan peubah-peubah internal atau keubah-peubah
keadaan X(t). Pada dasarnya ini merupakan faktor-faktor
dalam subsistem yang diperlukan untuk men-cerminkan
sejarah masa lalu dari perilaku subsistem.
(4). Menetapkan peubah-peubah output Y(t). Kuantitas-kuantitas respon yang menghubungkan subsistem dengan
subsistem lain yang merupakan ukuran penting dari
keragaan sistem. Output atau respon seperti ini dapat
berfungsi sebagai stimuli atau input bagi subsistem lain.
(5). Dengan cara observasi, eksperimen atau teori,
menentukan hubungan matematika di antara U(t), X(t),
dan Y(t). Dalam suatu model statis, hubungan-hubungan
ini merupakan fungsi aljabar. Kalau melibatkan feno mena
laju, penundaan atau simpanan, maka akan dihasilkan
5
(6).
(7).
(8).
(9).
persamaan-persamaan diferensial atau integral, dan
subsistem yang dinamik.
Menjelaskan
peubah-peubah
input
lingkungan
eksogenous dalam bentuk matematika.
Ini akan
merupakan peubah-peubah stimulus bagi keseluruhan
sistem yang sedang dimodel.
Memperhitungkan interaksi-interaksi di antara subsistemsubsistem dengan metode agregasi seperti diagram kotak
(block diagram), teori jaringan, dan grafik-grafik linear.
Verifikasi model dengan serangkaian uji dan inspeksi. Hal
ini biasanya melibatkan
serangkaian
revisi dan
perbaikan model.
Aplikasi model dalam problematik perencanaan atau
pengelolaan dalam dunia nyata.
1.4.3. Pemodelan Sistem
Merekayasa struktur model merupakan fase yang
paling sulit dalam pendekatan sistem terutama dalam problemproblem yang kompleks. Oleh karena itu disarankan utnuk
memulai dengan mengidentifikasikan sub-divisi yang besar
dari suatu model dan menggabungkannya bersama dalam
suatu pola diagramatik. Hal ini sangat membantu untuk
mengetahui arus informasi secara keseluruhan melalui model.
1.4.4. Aplikasi Komputer
Kemajuan
teknik-teknik
penggunaan
sistem
penyimpanan logik yang diprogram pada "memori" komputer
guna mmecahkan masalah secara otomatis, menyebabkan
transformasi dari metode kuno pencarian pola (pattern
seeking) dan pengujiannya, menjadi potensi analisis sistem
yang mempunyai kemampuan jauh lebih besar. Hal ini
didorong pula oleh kemampuan pada pengolahan data, serta
kemampuannya untuk mengontrol peralatan yang lain seperti
pada peralatan komunikasi. Komputer dalam seper-sekian
detik mampu mensimulasi berbagai pekerjaan sehingga
berdayaguna ganda. Dengan aplikasi berbagai teori serta
model matematika, seorang analis dapat menduga serta
menguji karakteristik sistem melalui simulasi komputer
perhitungan matematis sebelum membentuk yang sebenarnya
(actual).
6
Kecenderungan ke arah pandangan sistem secara
menyeluruh (total system viewpoints) banyak menimbulkan
akibat-akibat besar pada disain dan integrasi dari bermacam
operasi di berbagai lapangan, sehingga pengaruh dari para
analis sistem juga dilembagakan pada berbagai aplikasi .
Reaksi yang cepat dan kemampuan dari suatu komputer
untuk mempertimbangkan
beberapa interaksi sekaligus
menyebabkan
seorang analis mampu merancang pabrik
yang akan beroperasi dengan kapasitas lebih dari 99%
kapasitas teoritis. Komputer-komputer akan selalu membaca
informasi dan bereaksi langsung, dan hal ini merupakan sebab
mengapa pabrik tersebut dapat mencapai efisiensi tinggi.
1.4.5. Sistem dan Teori Menejemen
Permasalahan yang dihadapi oleh para eksekutif dan
administrator telah berubah dalam jenis maupun isinya. Akhirakhir ini, pertanyaan untuk para menejer dan supervisor
adalah sederhana: "Dapatkah pekerjaan ini dilakukan?".
Berbagai cara teknis untuk mencapai tujuan yang sangat
bervariasi dengan bermacam derajat efektivitas dan
efisiensinya sekarang ini telah tersedia . Namun demikian,
situasi yang sebaliknya juga sering dijumpai para menejer.
Banyak sekali alternatif-alternatif yang harus dipertimbangkan,
terlalu banyak kombinasi yang harus diseleksi, terlalu banyak
penyimpangan-penyimpangan yang harus dicegah sehingga
membingungkan para pengambil keputusan. Di lain pihak
terlalu banyak hal-hal yang dapat menjadi kesalahan dengan
adanya operasi yang kompleks serta harus dikelola. Pada
saat ini, pertanyaan berubah menjadi "Apakah Pekerjaan ini
perlu dilaksanakan?" , "Alternatif mana yang harus
dipilih?" dan sebagainya.
Cara pengambilan keputusan tidak lagi dapat dilakukan
secara intuisi dan tidak lagi hanya mengandalkan pada
pengalaman masa lalu saja. Spektrum dari alternatif sangat
luas dan pilihan-pilihan menjadi semakin banyak. Oleh karena
itu timbullah pemikiran untuk mene-rapkan ilmu sistem pada
menejemen, yang secara khas dapat di-deskripsikan sebagai
pemikiran alternatif.
7
Lazimnya para analis sistem menelaah permasalahan
yang kompleks dan rumit serta mensortir faktor-faktor yang
penting. Mereka bertujuan untuk membantu para pengambil
keputusan dengan memperlengkapi optimasi kuantitatif dari
efektivitas serta biaya dari setiap alternatif yang dapat dipilih.
Menghadapi pilihan yang semakin banyak, maka para menejer
beralih pada teknik analisis untuk membantu mengambil
keputusan.
Dengan alasan tersebut di atas, para menejer modern
membutuhkan teori-teori jaringan kerja struktural dan filsafat
berorganisasi agar dia dapat melaksanakan pekerjaannya,
memformulasikan
permasalahan
yang
ada
dan
memecahkannya dalam menghadapi bertambahnya ragam
kondisi, aksi dan pilihan. Kunci persoalan adalah "keragaman"
(variety), dalam hal ini tujuan analisis sistem adalah
pengelolaan serta kontrol keragaman sebelum keragaman
tersebut mengontrol dan mengelola para menejer.
Sebagai kesimpulannya, dalam mempelajari ilmu
sistem, seseorang harus bersedia menelaah tidak hanya
sejumlah
karakteristik sistem yang khas, teknik dan
metodanya, namun juga meliputi hal-hal yang akan menjadi
perhatian utamanya, suatu pertimbangan yang meluas dari
kontrol pada tingkat yang lebih tinggi. Cakupan studi beragam
dari studi inter-disiplin yang sederhana hingga pada
permasalahan yang dihadapi oleh perancang Sistem Total.
1.5. PEMODELAN SISTEM
1.5.1. Ruang Lingkup
Konsep
dan teknik
analisis
sistem
semula
dikembangkan oleh para ahli militer untuk keperluan
mengeksplorasi dan mengkaji keseluruhan implikasi yang
diakibatkan oleh alternatif-alternatif strategi militer. Pendekatan
ini merupakan suatu strategi penelitian yang luas dan
sistematik untuk menyelesaikan suatu problem penelitian yang
kom-pleks. Obyek penelitian biasanya merupakan suatu
sistem dengan kerumitan-kerumitan yang sangat kompleks
sehingga memerlukan pengabstraksian. Dalam hubungan
inilah dikenal istilah "model dan pemodelan".
8
Istilah pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah
"modelling". Untuk menghindari berbagai pengertian atau
penafsiran yang berbeda-beda, maka istilah "pemodel-an"
dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pem-buatan
model. Sebagai landasan untuk lebih memahami pengertian
pemodelan maka diperlukan
suatu penelaahan tentang
"model" secara spesifik ditinjau dari pendekatan sistem.
Dalam konteks terminologi penelitian operasional
(operation research), secara umum model didefinisikan
sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu obyek atau
situasi aktual.
Model melukiskan hubungan-hubungan
langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam
terminologi sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah
abstraksi dari realita, maka pada wujudnya lebih sederhana
dibandingkan dengan realita yang diwakilinya . Model dapat
disebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari
realita yang sedang dikaji.
Salah satu syarat pokok untuk mengembangkan model
adalah menemukan peubah-peubah apa yang penting dan
tepat.
Penemuan peubah-peubah ini sangat erat
hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang
terdapat di antara peubah-peubah. Teknik kuantitatif seperti
persamaan re-gresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari
keterkaitan antar peubah dalam sebuah model.
Memang dimungkinkan untuk dapat merancangbangun dengan baik berbagai model sistem tanpa matematik,
dan /atau mengetahui matematika tanpa analisis sistem.
Namun demikian, perumusan mate-matika yang terpilih dapat
mempermudah pengkajian sistem, yang pada umumnya
merupakan suatu kompleksitas.
Sifat universalitas dari
matematik dan notasi-notasinya akan memperlancar
komunikasi dan transfer metode yang dikembangkan di suatu
negara atau bidang ilmu tertentu ke bidang lainnya.
Kebanyakan
para
pengguna
analisis
sistem
menjumpai kesukaran untuk mengimplementasikan notasinotasi matematika ke dalam format konsepsi disiplin ilmunya .
Mereka kemudian memilih alternatif pembuatan model
konsepsi (conceptual model) yang sifatnya informal karena
terasa lebih mudah. Bagaimanapun juga, para ahli sistem
berpendapat bahwa keuntungan lebih besar dibandingkan
9
dengan biaya yang diperlukan dalam megkaji permasalahan
penelitian secara matematis. Hal ini disebabkan adanya daya
guna yang berlipat ganda pada proses rancang bangun dan
analisis dalam bentuk bahasa matematika yang sangat
penting dalam teori ekonomi, keteknikan, ilmu alam hingga
ilmu-ilmu sosial. Meskipun teknik-tekniknya sangat beragam
dan filosofinya masih dipandang kontraversi namun ide
dasarnya adalah sederhana yaitu menjabarkan keterkaitanketerkaitan yang ada dalam dunia nyata menjadi operasioperasi matematis.
1.5.2. Jenis-Jenis Model
Pengelompokkan model akan mempermudah upaya
pemahaman akan makna dan kepentingannya. Model dapat
dikatagorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan, pokok
kajian, atau derajat keabstrakannya. Kategori umum yang
sangat praktis adalah jenis model yang pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi (i) ikonik, (ii) analog, dan (iii) simbolik.
a. Model Ikonik (Model Fisik)
Model ikonik pada hakekatnya merupakan perwakilan
fisik dari beberapa hal, baik dalam bentuk ideal maupun dalam
skala yang berbeda. Model ikonik ini mempunyai karakteristik
yang sama dengan hal yang diwakilinya, dan terutama amat
sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik.
Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak-biru) atau
tiga dimensi (prototipe mesin, alat, dan lainnya). Apabila
model berdimensi lebih dari tiga tidak mungkin lagi
dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model
simbolik.
b. Model Analok (Model Diagramatik)
Model analog dapat digunakan untuk mewakili situasi
dinamik, yaitu keadaan yang berubah menurut waktu. Model
ini lebih sering digunakan daripada model ikonik karena
kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari
kejadian yang dikaji. Model analog sangat sesuai dengan
penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dari berbagai
komponen.
Dengan melalui transformasi sifat menjadi
analognya, maka kemampuan untuk membuat perubahan
10
dapat ditingkatkan. Contoh dari model analog ini adalah kurva
permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan
diagram
alir.
Model
analog
digunakan
karena
kesederhanaannya namun efektif pada situasi yang khas,
seperti pada proses pengendalian mutu dalam industri
(operating characteristic curve).
c. Model Simbolik (Model Matematik)
Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian
pada model simbolik sebagai perwakilan dari realita yang dikaji.
Format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol dan
rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu
persamaan (equation).
Bentuk persamaan adalah tepat, singkat dan mudah
dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi
didbandingkan dengan kata-kata, namun juga lebih cepat
dapat ditanggap maksudnya.
Suatu persamaan adalah
bahasa yang universal pada penelitian operasional dan ilmu
sistem, dimana di dalamnya digunakan suatu logika simbolis.
Dalam mempelajari ilmu sistem diperlukan suatu
pengertian yang mendasar tentang simbol-simbol matematika;
karena kalau tidak demikian akan menambah kompleksitas
dari konsep pengkajian itu sendiri.
Bagaimanapun juga
sebagaimana
mempelajari suatu hal maka kunci dari
kelancaran dan pemahamannya adalah frekuensi latihan
aplikasinya. Dengan demikian diharapkan para pengguna
dapat secara efisien menangkap arti dari setiap notasi matematis yang disajikan.
1.5.3. Karakteristik Model Matematika
Proses pemodelan mencakup pemilihan karakteristik
dari perwakilan abstrak yang paling tepat bagi situasi yang
sedang dikaji . Pada umumnya model matematika dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu model statik dan
model dinamik. Model statik memberikan informasi tentang
peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu.
Sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari
peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal
pembuatannya, namun mempunyai kekuatan yang lebih hebat
untuk analisis dunia nyata.
11
Klasifikasi lain tergantung apakah model abstrak
tersebut meng-gunakan pandangan mikro atau makro. Model
mikro bertujuan untuk mempernyatakan suatu unit individu
yang ada pada dunia nyata, sebagai contoh sebuah mobil
pada aliran transportasi atau seorang pembeli pada antrian
pasar. Pada model makro, unit individu kehilangan
identitasnya karena peubah model secara khas dikaitkan
dengan agregat dari unit sistem. Contoh dari pandangan
makro adalah peubah pada aliran listrik, kecepatan aliran
mobil pada jalan raya dan aliran bahan dan pelayanan pada
struktur ekonomi.
Ditinjau dari cara klasifikasinya maka model abstrak
dapat dikelompokkan menjadi: (i) mikro-statik, (ii) makro-statik,
(iii) mikro-dinamis, dan (iv) makro-dinamis. Penggunaan
model- model ini tergantung pada tujuan pengkajian sistem
dan terlihat jelas pada formulasi permasalahan pada tahap
evaluasi kelayakan.
Sifat model juga tergantung pada teknik pemodelan
yang digunakan. Model yang mendasarkan pada teknik
peluang dan memperhitungkan adanya ketidak pastian
(uncertainty) disebut model probabilistik atau model
stokastik. Pada ilmu sistem model ini sering digunakan
karena masalah yang dikaji pada umumnya megandung
keputusan yang mengandung ketidak-menentuan. Lawan dari
model ini adalah model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian, dikenal sebagai model
deterministik. Contohnya adalah model pada "program
linear". Model ini memusatkan penelaahannya pada faktorfaktor kritis yang diasumsikan mempunyai nilai yang eksak dan
tertentu pada waktu yang spesifik.
Sedangkan model
probabilistik biasanya mengkaji ulang data atau informasi yang
terdahulu untuk menduga peluang kejadian tersebut pada
keadaan sekarang atau yang akan datang dengan asumsi
terdapat relevansi pada jalur waktu.
Dalam hal-hal tertentu, sebuah model dibuat hanya
untuk semacam deskripsi matematik dari kondisi dunia nyata.
Model ini disebut model deskriptif dan banyak dipakai untuk
mempermudah penelaahan suatu permasalahan. Model ini
dapat diselesaikan secara eksak serta mampu mengevaluasi
hasilnya dari berbagai pilihan data input. Apabila model
12
digunakan untuk memperbandingkan antar alternatif, maka
model disebut model optimalisasi. Solusi dari model ini
merupakan nilai optimum yang tergantung pada kriteria input
yang digunakan. Sebagai teladan adalah "Program Dinamik
dan Goal Programming"; sedangkan model deskriptif yang
hanya memper-nyatakan pilihan peubah adalah persamaan
regresi multi-variate.
Apabila sistem telah diekspresikan dalam bentuk notasi matematika dan format persamaan, maka timbullah
keuntungan yang berasal dari kapasitas manipulatif dari
matematik. Seorang analis dapat memasukkan nilai-nilai yang
berbeda-beda ke dalam model matematika dan kemudian
mempelajari perilaku sistem tersebut. Pada pengkajian masalah-masalah tertentu, uji sensitifitas dari sistem di-lakukan
dengan pengubahan peubah-peubah sistem itu sen-diri.
Bahasa simbolik ini juga membantu dalam komunikasi karena
pernyataan yang singkat dan jelas dibandingkan dengan
deskripsi lisan. Penggunaan format matematika membuat
penjelasan lebih komprehensif dan seringkali mampu
mengungkapkan
hubungan-hubungan
yang
tidak
dapattercermin pada deskripsi lisan dari suatu sistem. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemodelan sistem (System
Modelling) adalah pembentukan rangkaian logika untuk
menggambarkan karakteristik sistem tersebut dalam format
matematis. Oleh karena itu, proses ini sering disebut juga
pemodelan abstrak (abstract modelling) karena hasilnya
adalah gugus persamaan-persamaan yang saling berkaitan
secara fungsional.
Pada beberapa jenis sistem, proses
pemodelan abstrak ini lebih mudah pengerjaannya, seperti
model biofisik dan keteknikan.
1.5.4. Tahapan Dalam Pemodelan
Para ahli penelitian operasional dan ilmu sistem te-lah
mem-berikan konsepsi dan teknik pemodelan sistem. Para
ahli ini menya rankan untuk mengawali pemodelan dengan
penguraian seluruh komponen yang akan mempengaruhi
efektivitas dari operasi sistem. Setelah daftar komponen
tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan
komponen mana yang akan dipakai dalam pengkajian tersebut.
Hal ini umumnya sulit karena adanya interaksi antar peubah
13
yang seringkali menyulitkan isolasi suatu peubah. Peubah
yang di-pandang tidak penting ternyata bisa saja mempengaruhi hasil studi setelah proses pengkajian selesai. Untuk
menghindarkan hal ini, diper lukan percobaan pengujian data
guna memilih komponen-komponen yang kritis. Setelah itu
dibentuk gugus persamaan yang dapat dievaluasi dengan
merubah-rubah komponen tertentu dalam batas-batas yang
diperkenankan. Salah satu contoh pemodelan seperti ini
adalah Program Linear (Linear Programming) dan Program
Dinamik (Dynamic Programming).
Dalam konteks pendekatan sistem, tahap-tahap
pemodel-annya lebih kompleks namun relatif terlalu beragam,
baik ditinjau dari jenis sistem ataupun tingkat kecanggihan
model. Manetsch dan Park (1984) mengembangkan tahap
pemodelan abstrak ini sebagai bagian dari pendekatan sistem.
Pemodelan abstrak menerima input berupa alternatif
sistem yang layak.
Proses ini membentuk dan mengimplementasikan
model-model
matematika
yang
dimanfaatkan untuk merancang program terpilih yang akan
dipraktekkan di dunia nyata pada tahap berikutnya. Output
utama dari tahap ini adalah deskripsi terinci dari keputusan
yang diambil berupa perencanaan, pengendalian atau
kebijakan lainnya.
14
Diagram proses pemodelan
1.1. Tahap Seleksi Konsep
Lazimnya langkah awal dari pemodelan abstrak adalah
melakukan seleksi alternatif hasil dari tahap evaluasi
kelayakan. Seleksi ini dilakukan untuk menetukan alternatifalternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup besar
untuk dilakukan pemodelan abstraknya. Hal ini erat kaitannya
15
dengan biaya dan penampakan dari sistem yang dihasilkan.
Interaksi dengan para pengambil keputusan serta pihak lain
yang amat terlihat pada sistem sangat diperlukan dalam tahap
seleksi ini.
Relationship of ecosystem models to the conceptual ecological models
and the Monitoring and Assessment Plan. Sumber: U.S. Department of
the Interior, U.S. Geological Survey. 2008.
http://sofia.usgs.gov/projects/workplans07/jem.html
Conceptual Site Model
The Conceptual Site Model (CSM) describes/diagrams the
complete exposure pathways that will be evaluated in the
Ecological Risk Assessment and the relationship of the
measures of effect to the assessment endpoints. In the CSM,
the exposure pathways are normally depicted in a diagram and
must reflect the assessment endpoints previously described.
The intent of the CSM is not to describe a particular species or
site exactly; instead, it is to be a more general description of
the possible ways that plants and animals might become
exposed to contaminants at the site, especially where specific
information is lacking. The following are three different, but
equally acceptable, types of conceptual site models.
16
Example of Aquatic Conceptual Site Model
(Sumber: US EPA 2008.
http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html)
Example of Aquatic Conceptual Site Model
(Sumber: US EPA 2008.
http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html)
17
Joliet Army Ammunition Planet Conceptual Site Model
(Sumber: US EPA 2008.
http://www.epa.gov/R5Super/ecology/html/erasteps/erastep3.html)
Model Ekosistem
Century is a generalized biogeochemical ecosystem model which
simulates carbon (i.e., biomass), nitrogen and other nutrient
dynamics. The model simulates cropland, grassland, forest and
savanna ecosystems and land use changes between these different
systems. The Century Model was developed by Colorado State
University (CSU) and USDA Agriculture Research Service (ARS).
The Century model is widely used in the U.S. and in several other
countries around the world for estimating national soil carbon
inventories. In previous work, NRCS (Natural Resources
Conservation Services) and NREL have collaborated in using the
model to estimate impacts of the Conservation Reserve Program
(CRP) on soil carbon sequestration and to conduct county level
soil carbon estimates for cropland in Iowa, Indiana, and Nebraska.
(sumber: http://www.cometvr.colostate.edu/)
18
Model ekosistem (Sumber: USDA – NRCS 2011)
1.2. Tahap Pemodelan
Sebagai langkah awal dari pemodelan adalah
menetapkan jenis model abstrak yang akan digunakan, sejalan
dengan tujuan dan karakteristik sistem. Setelah itu, aktivitas
pemodelan terpusat pada pem bentukan model abstrak yang
realistik. Dalam hal ini ada dua cara pendekatan untuk
membentuk suatu model abstrak, yaitu:
a. Pendekatan Kotak Hitam (Black box)
Metode ini digunakan untuk melakukan identifikasi
model sistem dari data yang menggambarkan perilaku masa
lalu dari sistem (past behavior of the existing system).
Melalui berbagai teknik statistik dan matematik, maka model
yang paling cocok (fit) dengan data operasional dapat
diturunkan. Sebagai contoh adalah model ekonometrik pada
pengkajian ilmu-ilmu sosial.
Metoda ini tidak banyak
berguna pada perancangan sistem yang kenyataannya belum
ada, dimana tujuan sistem masih berupa konsep.
19
Model Kotak Hitam. The "black box" portion of the system contains
formulas and calculations that the user does not see nor need to know to use
the system. Black box systems are often used to determine optimal trading
practices. These systems generate many different types of data including buy
and sell signals. (Sumber: http://www.investopedia.com/investingtopics/Financial_Theory).
b. Pendekatan Struktural
Metode ini dimulai dengan mempelajari secara teliti
struktur sistem untuk menentukan komponen basis sistem
serta keterkaitannya. Melalui pemodelan karakteristik dari
komponen sistem serta kendala-kendala yang disebabkan
oleh adanya keterkaitan antara komponen, maka model sitem
keseluruhan dapat disusun secara berantai.
20
Pendekatan struktural ini banyak digunakan dalam
rancang-bangun dan pengendalian sistem fisik dan non fisik.
21
Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE
UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION.
http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html
22
Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE
UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION.
http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html
23
Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE
UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION.
http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html
24
Sumber: R. E. Wyllys. 2000. SYSTEMS ANALYSIS AND EVALUATION. THE
UNIVERSITY OF TEXAS AT AUSTIN SCHOOL OF INFORMATION.
http://www.ischool.utexas.edu/~wyllys/SAEMaterials/sysdevcycle.html
25
Dalam beberapa kasus tertentu, kedua pendekatan ini
dipakai secara bersama-sama, misalnya pembuatan model
pengendalian industri dimana karakteristik setiap unit industri
dianggap kotak hitam . Dengan demikian penggunaan dua
pendekatan tersebut dapat memberikan informasi lebih baik
serta menghasilkan model yang lebih efektif dari pada
memakai hanya salah satu pendekatan saja.
Tahap
permodelan ini mencakup juga penelaahan secara teliti
tentang :
1. asumsi model
2. konsestensi internal pada struktur model
3. data input untuk pendugaan parameter
4. hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual
5. memperbandingkan model dengan kondisi aktual
sejauh mungkin .
Hasil dari tahapan ini adalah deskripsi model abstrak
yang telah melalui uji permulaan taraf validitasnya.
1.3. Tahap Implementasi Komputer
Pemakaian komputer sebagai pengolah data,
penyimpan data dan komunikasi informasi tidak dapat
diabaikan dalam pendekatan sistem ; model abstrak
diwujudkan dalam berbagai bentuk persamaan, diagram alir
dan diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk model
dari suatu model, yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari
dunia nyata. Hal yang penting di sini adalah memilih teknik
dan bahasa komputer yang digunakan untuk implementasi
model. Masalah ini akan mempengaruhi :
1. Ketelitian dari hasil komputasi
2. Biaya operasi model
3. Kesesuaian dengan komputer yang tersedia
26
4. Efektifitas dari proses pengambilan keputusan yang
akan meng-gunakan hasil pemodelan tersebut.
Setelah program komputer dibuat dan format input
/output telah dirancang secara memadai, maka sampailah
pada tahap pembuktian (verifikasi) bahwa model komputer
tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang
dikaji. Pengujian ini mungkin berbeda dengan uji validitas
model itu sendiri.
1.4. Tahap Validasi
Validasi model pada hakekatnya merupakan usaha
untuk menyimpulkan apakah model sistem tersebut di atas
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji
sehingga dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan.
Validasi merupakan proses iteratif yang berupa pengujian
berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model .
Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti
pengamatan atas:
1. Tanda aljabar (sign)
2. Kepangkatan dari besaran (order of magnitude)
3. Format respon (linear, eksponensial, logaritmik,
4. Arah perubahan peubah apabila input atau
parameter diganti-ganti
5. Nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas
parameter sistem.
Setelah uji-uji tersebut, dilakukan pengamatan lanjutan
sesuai dengan jenis model. Apabila model mempernyatakan
sistem yang sedang berlaku (existing system) maka dipakai
uji statistik untuk mengetahui kemampuan model dalam
mereproduksi perilaku masa-lalu dari sistem. Uji ini dapat
menggunakan koefisien determinasi, pembuktian hipotesis,
dan sebagainya. Seringkali dijumpai kesulitan pada tahap ini
karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya
waktu yang tersedia guna melakukan validasi.
Pada
permasalahan yang kompleks dan mendesak,
maka
disarankan proses validasi parsial, yaitu tidak dilakukan
pengujian keseluruhan model sistem. Hal ini mengakibatkan
rekomendasi untuk pemakaian model yang terbatas (limited
27
application) dan apabila perlu menyarankan penyempurnaan
model pada pengkajian selanjutnya.
Validitas model hanya bergantung pada bermacam
teori dan asumsi yang menentukan struktur dari format
persamaan pada model serta nilai-nilai yang ditetapkan pada
parameter model. Umumnya disarankan untuk melakukan uji
sensitivitas dari koefisien model melalui iterasi simulasi pada
model komputer. Di sini dipelajari dampak perubahan
koefisien model terhadap output sistem. Informasi yang
didapat akan digunakan
untuk menentukan prioritas
pengumpulan informasi lanjutan, koleksi data, perbaikan
estimasi dari koefisien penting dan penyempurnaan model itu
sendiri.
Usaha ini akan berperan banyak dalam
menyeimbangkan aktivitas perekayasaan model dan aktivitas
pengumpulan informasi, yang prinsipnya mencari efisien waktu,
biaya dan tenaga untuk studi sistem tersebut.
Model yang
digunakan untuk perancangan keputusan dan menentukan
kebijakan operasional akan mencakup sejumlah asumsi,
misalnya asumsi tentang karakteristik operasional
dari
komponen serta sifat alamiah dari lingkungan. Asumsi-asumsi
tersebut harus dimengerti betul dan dievaluasi bilamana model
digunakan untuk perancangan atau operasi. Manipulasi dari
model dapat menuju pada modifikasi model untuk mengurangi
kesenjangan antara model dengan dunia nyata. Proses
validasi ini mempunyai pola berulang seperti metode ilmiah
lainnya. Proses validasi seyogyanya dilakukan kontinyu
sampai kesimpulan bahwa model telah didukung dengan
pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi.
Suatu model mungkin telah mencapai status valid (absah)
meskipun masih menghasilkan kekurang-beneran output. Di
sini model adalah absah karena konsistensinya, dimana
hasilnya tidak bervariasi lagi.
Istilah verifikasi dan validasi sering digunakan secara
sinonim dalam kaitannya dengan model simulasi, meskipun
masing- masing mempunyai aplikasi yang berbeda. Secara
literal "to verify"
berarti menetapkan kebenaran atau
kebaikan atau keabsahan, sehingga verifikasi model
berkenaan dengan penetapan apakah model merupakan
perwakilan yang benar dari suatu realita. Sementara itu,
"validasi" tidak terlalu banyak berhubungan dengan
28
kebenaran suatu model, tetapi lebih berhubungan dengan
apakah model efektif atau sesuai untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian suatu model divalidasi
dalam hubungannya dengan tujuan penyusunannya,
sedangkan model diverifikasi dalam hubungannya dengan
kebenaran mutlak.
1.5. Analisis Sensitivitas
Tujuan pokok analisis ini dalam proses pemodelan
adalah untuk menentukan peubah keputusan mana yang
cukup penting untuk dikaji lebih lanjut dalam tahap aplikasi
model.
Peubah keputusan ini dapat berupa parameter
rancang-bangun atau input yang terkendali. Analisis ini
mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga
studi lebih dapat ditekankan pada peubah kebijakan kunci
serta memperbaiki efisiensi proses pengambilan keputusan.
Pada beberapa kasus, dengan mengetahui peubah yang
kurang mempengaruhi penampakan output sistem, maka
akan dapat dikurangi pengaruh kendala sistem.
1.6. Analisis Stabilitas
Sistem dinamik sudah sering diketahui mempunyai perilaku tidak stabil yang bersifat destruktif untuk beberapa nilai
parameter sistem. Analisis untuk identifikasi batas kestabilan
dari sistem diper-lukan agar parameter tidak diberi nilai yang
bisa megarah pada perilaku tidak stabil apabila terjadi perubahan struktur dan lingkungan sistem. Perilaku tidak stabil ini
dapat berupa fluktuasi random yang tidak dapat mempunyai
pola atau berupa nilai output yang eksplosif sehingga
besarannya tidak realistik lagi.
Analisis stabilitas dapat
menggunakan studi analitis berdasar teori stabilisasi, atau
menggunakan
simulasi
secara
berulang-kali
untuk
mempelajari batasan stabilitas sistem.
1.7. Aplikasi Model
Para pengambil keputusan merupakan aktor utama
dalam tahap ini, dimana model dioperasikan untuk
mempelajari secara mendalam kebijakan yang sedang dikaji .
Mereka berlaku sebagai pengarah dalam proses kreatif-
29
interaktif ini, yang juga melibatkan para analis sistem serta
spesialis dari beragam bidang keilmuan.
Apabila tidak
terdapat kriteria keputusan yang khas seperti maksimisasi atau
minimisasi, proses interaktif tersebut dapat menuju kepada
suatu pengkajian normatif yang bertalian dengan trade-off
antar peubah-peubah sistem. Lebih jauh, dapat ditetapkan
pula kebijakan untuk secara efisien menilai kombinasi antar
beberapa output sistem.
2. Ekologi
Pada prinsipnya ditinjau dari biologi, makhluk hidup
dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu, hewan dan
tumbuhan. Kedua kelompok ini sangat tergantung kepada
faktor-faktor yang ada diluar dirinya baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Dengan kata lain tidak ada satu
makhluk hidup pun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung dengan faktor lainnya. Faktor luar yang
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ini disebut dengan
lingkungan. Manusia sebagai makhluk hidup telah terlibat dan
tertarik dengan masalah- masalah lingkungan sejak dahulu
kala walaupun mereka tidak mengerti perkataan ekologi itu
sendiri. Dalam masyarakat primitif setiap individu untuk dapat
bertahan hidup memerlukan pengetahuan terhadap alam
lingkungannya. Alam lingkungan (environment) ialah alam
diluar organisma yang efektif mempengaruhi kehidupan
organisma tersebut. Setiap tanaman menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Penyesuaian ini berguna untuk
mempertahankan hidupnya.
30
Sumber: leml.asu.edu/jingle/Landscape_Ecology/
Ekologi merupakan gabungan dari dua kata dalam
Bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu
atau pelajaran. Secara etimologis ekologi berarti ilmu tentang
makhluk hidup dan rumah tangganya. Dengan kata lain
defenisi dari ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Berdasarkan defenisi di atas maka yang dimaksud dengan
Ekologi Tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan)
dengan lingkungannya. Lingkungan hidup tanaman dibagi atas
dua kelompok yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Dari
lingkungan inilah tanaman memperoleh sumberdaya cahaya,
hara mineral, dan sebagainya. Kekurangan, kelebihan atau
ketidakcocokkan akan menyebabkan terjadinya cekaman
(stress) pada tanaman.
31
Berdasarkan makna ekologi di atas maka jelaslah
bahwa ekologi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ilmu biologi. Oleh karenanya Ilmu Biologi sering disebut
dengan biologi lingkungan. Ekologi merupakan bagian kecil
dari Biologi. Yang termasuk dalam ruang lingkup biologi ialah
organisma, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfir. Jika
kita perhatikan bahasan-bahasan dalam mempelajari ekologi
ternyata masing-masing ilmu yang membahas suatu
individu/grup tidak terlepas dari membahas masalah ekologi.
Dari penjelasan ini dapat dilihat ternyata ekologi merupakan
ilmu yang cakupannya amat luas.
Sumber: www.clarion.edu/18490/
Bagaimana reaksi dari organisme atau individu atau
kelompok individu terhadap lingkungan atau sebaliknya juga
dipelajari dalam ekologi. Organisma dalam pengertian biologi
ialah makhluk secara individu atau sesuatu kesatuan organ
yang mempunyai tanda-tanda dan aktifitas kehidupan.
Organisma dalam biologi sering disebut sebagai individu.
Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma
sejenis yang dapat berbiak silang sedangkan komunitas ialah
kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu areal
32
tertentu. Sebagai contoh ialah, komunitas kolam, padang
pasir, dan sebagainya.
3. Sistem Ekologi : Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk
oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan
kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ilmu yang
mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos
artinya rumah atau tempat tinggal, dan logos artinya ilmu.
Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel
(1834 - 1914).
Sumber: urbanee.wordpress.com/tag/community-gardens/
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru,
yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya.
Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat
mempertahankan
kehidupannya
dengan
mengadakan
33
hubungan atarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di
dalam tempat hidupnya atau lingkungannya.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut:
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup
yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam
lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang
berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies)
makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya.
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
Komponen hidup (biotik)
Komponen tak hidup (abiotik)
Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan
berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya,
pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan,
tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai
komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik
adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut
dalam air.
Ekosistem atau sistem ekologi ialah satu unit tunggal
dari komuniti tumbuhan dan hewan bersama-sama dengan
semua interaksi faktor-faktor fisik dari lingkungan yang ada di
dalamnya. Secara sederhana ekosistem adalah suatu sistem
yang di dalamnya terdapat interaksi antara faktorfaktor biotik
dan abiotik.
Biosfir ialah satu bagian di alam dimana suatu
ekosistem beroperasi. Dengan kata lain planet dalam bumi kita
ini adalah biosfir. Biosfir merupakan organisasi hayati yang
paling kompleks.
4.
Ekosistem DAS
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas
komponenkomponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat
tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang
34
menyusunnya. Besar-kecilnya ukuran ekosistem tergantung
pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem
tersebut. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai
suatu ekosistem.
Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis
yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang
teratur. Dengan demikian, dalam suatu ekosistem tidak ada
satu komponenpun yang berdiri sendiri, melainkan ia
mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau
tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen
ekosistem selalu memberi pengaruh pada komponen
ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen
yang penting. Sebagai komponen yang dinamis, manusia
dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan
dampak pada salah satu komponen lingkungan, dan dengan
demikian, mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan.
Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem
dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada
dalam kondisi stabil. Sebaliknya, bila hubungan timbal-balik
antar komponenkomponen lingkungan mengalami gangguan,
maka terjadilah gangguan ekologis. Gangguan ini pada
dasarnya adalah gangguan pada arus materi, energi dan
informasi antar komponen ekosistem yang tidak seimbang
(Odum, 1972).
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa ekosistem harus
dilihat secara holistik, yaitu dengan cara mengidentifikasi
komponen-komponen kunci penyusun ekosistem serta
menelaah interaksi antar komponen-komponen tersebut.
Pendekatan holistik dilakukan agar pemanfaatan dan
konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan secara efisien
dan efektif, syarat yang diperlukan bagi terwujutnya
pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
35
Sumber: www.circleinc.com/projects.asp
4.1. Komponen-komponen
Ekosistem DAS
dan
Keterkaitan
Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dapat
dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan (Soemarwoto,
1982). Ekosistem ini terdiri atas empat komponen utama, yaitu
desa, sawah/ladang, sungai, dan hutan.
Interaksi timbal-balik terjadi di antara komponenkomponen lingkungan DAS. Komponen-komponen yang
menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah
setempat. Misalnya, di DAS tengah ada komponen lain seperti
perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya
komponen lingkungan hutan bakau.
Adanya hubungan timbal-balik antar komponen
ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah
satu komponen lingkungan, ia akan mempengaruhi
komponen-komponen yang lain. Perubahan komponenkomponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi
keseluruhan sistem ekologi di daerah tersebut. Untuk
memberikan ilustrasi adanya interaksi timbal-balik antar
komponen dalam sistem ekologi, berikut ini adalah uraian yang
diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang interaksi yang terjadi di lingkungan DAS. Masalah
36
degradasi lingkungan yang sering terjadi akhir-akhir ini
berpangkal pada komponen desa. Pertumbuhan manusia yang
cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk
dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini telah
menyebabkan pemilikan lahan pertanian menjadi semakin
sempit. Keterbatasan lapangan kerja dan kendala ketrampilan
yang terbatas telah menyebabkan kecilnya pendapatan petani.
Keadaan tersebut di atas seringkali mendorong sebagian
petani untuk merambah hutan dan lahan tidak produktif lainnya
sebagai lahan pertanian. Lahan yang kebanyakan marjinal
apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan
kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan
tanah longsor. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di
daerah tangkapan air pada gilirannya akan meningkatkan
muatan sedimen di sungai bagian hilir.
Demikian juga, perambahan hutan untuk kegiatan
pertanian telah meningkatkan koefisien air larian, yaitu
meningkatkan jumlah air hujan yang menjadi air larian, dan
dengan demikian, meningkatkan debit sungai. Perambahan
hutan juga menyebabkan hilangnya seresah dan humus yang
dapat menyerap air hujan. Dalam skala besar, dampak
kejadian tersebut di atas adalah terjadi gangguan perilaku
aliran sungai, pada musim hujan debit air sungai meningkat
tajam sementara pada musim kemarau debit air sangat rendah.
Dengan demikian, risiko banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau meningkat.
37
Gambar 4.1. Komponen Ekosistem DAS Hulu
4.2. Dampak Interaksi Antar Komponen DAS (Hulu,
Hilir)
Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting
karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh
bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata
air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus
perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu
DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik
melalui daur hidrologi. Keterkaitan biofisik antara daerah hulu
dan hilir suatu DAS dapat ditunjukkan seperti tersebut pada
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa aktivitas perubahan
lanskap termasuk perubahan tataguna lahan dan/atau
pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah
hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak di daerah
dimana kegiatan tersebut berlangsung (hulu DAS), tetapi juga
38
akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material
terlarut dalam sistem aliran air lainnya.
Sebagai contoh, erosi yang terjadi di daerah hulu
akibat praktek bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi tanah dan air atau akibat pembuatan jalan
yang tidak direncanakan dengan baik, tidak hanya
memberikan dampak di daerah dimana erosi tersebut
berlangsung (a.l. penurunan produktivitas lahan), tetapi juga
akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
penurunan kapasitas tampung waduk dan/atau pendangkalan
sungai dan saluran-saluran irigasi yang pada gilirannya dapat
meningkatkan risiko banjir, menurunkan luas lahan irigasi atau
bahkan mengganggu jalannya operasi listrik tenaga air.
Gambar 4.2. Hubungan biofisik antara daerah hulu dan hilir
suatu DAS
Contoh keterkaitan biogeofisik antara daerah hulu-hilir
suatu DAS juga dapat ditunjukkan dengan mengacu pada
Gambar 2. Kegiatan reboisasi (penanaman pohon) dalam
luasan tertentu misalnya, dapat menurunkan hasil air (water
yield), akan tetapi kegiatan tersebut dapat meningkatkan
39
kualitas air permukaan, dan terutama air tanah. Sedangkan
aktivitas pembalakan hutan (logging) atau deforestasi
(pengurangan areal tegakan hutan) yang dilakukan di daerah
hulu DAS, dalam luasan tertentu, juga dapat memberi dampak
dalam bentuk meningkatnya hasil air. Kegiatan pembalakan
hutan juga meningkatkan terjadinya erosi karena terjadinya
pembukaan permukaan tanah, dan terutama oleh aktivitasaktivitas pendukungnya seperti pembuatan jalan sarad (skidtrail) dan jalan-jalan angkutan lainnya.
Cara bercocok tanam yang mengabaikan kaidahkaidah konservasi di daerah hulu akan meningkatkan erosi
yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas lahan
pertanian. Demikian juga aktivitas pembuatan jalan hutan yang
dilakukan tanpa mengenali tempat-tempat yang rentan
terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor seringkali menjadi
sumber utama transpor sedimen yang berasal dari kegiatan
pembalakan
hutan.
Kegiatan-kegiatan
pemanfaatan
sumberdaya alam yang dilakukan di daerah hulu tersebut akan
menimbulkan dampak terhadap DAS bagian tengah dalam
bentuk penurunan kapasitas simpan waduk yang pada
gilirannya dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air irigasi.
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa secara biofisik
daerah hulu dan hilir DAS mempunyai keterkaitan. Oleh
adanya keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS
inilah yang kemudian dijadikan landasan untuk memanfaatkan
DAS sebagai satuan perencanaan dan evaluasi yang logis
terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS.
Dengan argumentasi yang sama, adanya keterkaitan biofisik
antara daerah hulu-hilir suatu DAS dapat dijadikan landasan
perlunya satu perencanaan DAS terpadu (terpadu dalam hal
program, kelembagaan, dan daerah kajian, yaitu daerah huluhilir DAS yang bersangkutan). Kerangka berfikir untuk selalu
menelaah permasalahan yang berlangsung di daerah aliran
sungai dalam konteks interaksi daerah hulu dan hilir suatu
DAS akan selalu diupayakan dalam buku ini. Dengan kata lain,
pendekatan ekosistem DAS akan dijadikan sebagai alternatif
dalam
memahami
dan
mengusahakan
terwujutnya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam yang
terlanjutkan.
40
5. Ekologi Manusia
Tahun 1866, Ernst Haeckel – seorang ahli ilmu biologi
dari Jerman – untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah
oekologi yang kemudian dikenal sebagai ekologi. Istilah ini
berasal dari bahasa Yunani, oekos berarti rumah dan logi atau
logos berarti ilmu. Sehingga secara harfiah ekologi dapat
diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya
atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumahtangga
makhluk hidup. Dari pengertian generik ini selanjutnya
berkembang berbagai disiplin yang mempelajari dinamika dan
karakter kehidupan berbagai rumahtangga spesies, populasi,
komunitas hingga ekosistem alam termasuk ekosistem buatan
manusia (man-made ecosystem).
Dalam ekologi dipelajari bagaimana makhluk hidup
berinteraksi timbal balik dengan lingkungan hidupnya – baik
yang bersifat hidup (biotik) maupun tak hidup (abiotik) –
sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu jaring-jaring sistem
kehidupan pada berbagai tingkatan organisasi. Di dalam
ekosistem, tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme saling
berinteraksi – melakukan transaksi materi dan energi –
membentuk satu kesatuan sistem kehidupan.
Ekologi manusia secara umum dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia
– berikut dengan kebudayaannya – dengan lingkungan hidup
di sekitarnya. Selanjutnya, beranjak dari pengertian generik
tersebut, paling tidak kini telah berkembang tiga arus utama
(mainstream) kajian ekologi manusia, yaitu:
Pertama, ekologi manusia sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana transaksi materi dan energi
berlangsung di dalam “rumah tangga” manusia sehingga para
anggota rumah tangga tersebut dapat bertahan, tumbuh dan
berkembang.
Ke dua, ekologi manusia sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana kebudayaan, sistem sosial dan
lansekap ekologi terbentuk sebagai hasil adaptasi panjang
manusia dan lingkungan hidup di sekitarnya.
Ke tiga, ekologi manusia sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana peradaban dan tatanan sosial
ekonomi dan budaya masyarakat melakukan reposisi dan
41
restrukturisasi terhadap kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Ekologi manusia juga dapat dipahami secara
sederhana sebagai “ilmu tentang hubungan timbal balik
mahluk hidup (dalam hal ini manusia) dengan lingkungan
hidupnya”. Ekologi manusia dimaknai juga sebagai: “ilmu yang
memberikan landasan analisis yang berguna untuk memahami
konsekuensi aktivitas-aktivitas manusia pada sistem sosial dan
sistem ekologi” secara sekaligus. Ekologi manusia sebagai
bidang ilmu yang mempelajari: “the relationship between
humanity and their non-living environment”. Sementara itu,
ekologi manusia secara lebih provokatif dimaknai dengan
membedakannya dengan bio-ekologi secara umum, sebagai:
“human ecology is a field of study grounded in the four
referential construct population, technology, organization, and
environment”.
6. EKOLOGI INDUSTRI
Pengembangan ekologi industri merupakan suatu
usaha untuk membuat konsep baru dalam mempelajari
dampak sistem industri pada lingkungan. Ekologi industri
adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran
energi atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi
dan menghasilkan sedikit polusi. Tujuan utamanya adalah
untuk mengorganisasi sistem industri sehingga diperoleh suatu
jenis operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.
Strategi untuk mengimplementasikan konsep ekologi industri
ada empat elemen utama yaitu : mengoptimasi penggunaan
sumber daya yang ada, membuat suatu siklus material yang
tertutup dan meminimalkan emisi, proses dematerialisasi dan
pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada sumber
energi yang tidak terbarukan. Pada kajian ini membahas
penerapan ekologi industri di Indonesia. Industri di Indonesia
berupa kawasan industri yang masih belum memiliki simbiosis
satu sama lain sehingga masih menghasilkan polusi ke
lingkungan. Dengan menerapkan konsep ekologi industri,
42
kawasan industri dapat mengembangkan sistem pertukaran
limbah yang dapat bermanfaat bagi industri tersebut.
Indonesia sebagai negara agraris dapat mengembangkan
ekologi industri berbasis agroindustri. Keuntungan yang dapat
diperoleh yaitu penurunan jumlah konsumsi energi fosil,
sumber daya alam, dan mengurangi dampak lingkungan.
Biaya produksi juga dapat dikurangi.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan
adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin
meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat
konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini
ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan
bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal
perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai
suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain
dan lingkungan.
Industrial Ecosystem at Kalundborg, Denmark
Sumber: www.pollutionissues.com/Ho-Li/Industrial-Ecol...
43
Proses industri ini menghasilkan produk, produk
samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan. Adanya
sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi,
mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang
unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum
dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan
dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe)
menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan
permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya
dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam
semakin menipis. Oleh karena itu, orang kemudian mulai
meninggalkan pendekatan end of pipe yang bersifat kuratif
atau remediasi ini dan berganti ke pendekatan bersifat
preventif yang lebih mengarah pada penanganan pada
sumbernya untuk mencegah atau meminimalkan limbah yang
terbentuk (pollution prevention). Strategi pencegahan
pencemaran dengan memfokuskan pada perbaikan sistem
proses ini memberikan kinerja lingkungan yang lebih baik dan
lebih ekonomis.
Hal ini mendorong para peneliti untuk mengembangkan
suatu sistem produksi yang dapat menghemat penggunaan
bahan baku dan energi dari alam. Sistem industri yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi masalah lingkungan adalah
ekologi industri. Pada ekologi industri tidak hanya membahas
tentang masalah polusi dan lingkungan tetapi juga
mempertimbangkan kesinambungan industri serta aspek
ekonomi tetap diutamakan. Ekologi industri merupakan suatu
sistem industri yang terpadu diantara industri-industri yang ada
di dalamnya dan saling bersimbiosis secara mutualisme.
Dalam sistem ini mengacu pada sistem ekologi di alam.
Konsep ekologi industri telah banyak dikembangkan di negaranegara maju seperti ekologi industri Kalundborg Denmark,
Brownville Amerika Serikat dan Calgary Kanada. Di negara
maju ekologi industri telah digunakan sebagai salah satu
instrumen untuk merancang pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
44
Sumber: www.environmentalgraffiti.com/.../6019
Konsep ekologi industri dapat diterapkan juga di
negara-negara berkembang untuk semakin meningkatkan
tingkat pembangunannya. Di negara berkembang yang
menjadi persoalan utama adalah sumber daya alam yang
melimpah namun masih belum dapat mengoptimalkan
penggunaannya. Hal lain yang menghambat adalah kurangnya
dukungan pemerintah secara nyata terhadap pembangunan
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kawasan
industri masih berupa suatu kawasan yang belum terpadu
secara sistematis dan hanya berupa kumpulan industri yang
berdiri sendiri.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
sebenarnya telah mengaplikasikan ekologi industri. Konsep
ekologi industri yang dikembangkan di Indonesia masih sangat
sederhana dan belum sampai tahap sistem ekologi industri
yang menyeluruh. Konsep ekologi industri di Indonesia masih
sangat berprospek untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga
pada akhirnya diperoleh suatu pembangunan industri yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dengan kajian ini
diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan
pembangunan kawasan ekologi industri di Indonesia.
45
Sumber: wiki.envirocasting.net/wiki/Envirocasting_Ess...
6.1. Deskripsi ekologi industri
6.1.1.
Ekologi Industri
Pendukungnya
dan
Berbagai
Sistem
Definisi ekologi industri sampai saat ini masih beragam,
a.l. yaitu suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran
energi atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi
dan menghasilkan sedikit polusi. Definisi yang lain yaitu
ekologi industri merupakan suatu pendekatan manajemen
lingkungan dimana suatu sistem industri tidak dilihat secara
terpisah dengan sistem sekelilingnya tetapi merupakan bagian
utuh yang saling mendukung dalam rangka mengoptimalkan
siklus material ketika suatu bahan baku diproses menjadi
produk. Dasar utama ekologi industri yaitu metabolisme
industri yang merupakan keseluruhan aliran material dan
energi yang ada dalam sistem industri. Tujuan utama ekologi
industri adalah untuk mengorganisasi sistem industri
(termasuk semua aspek kegiatan manusia di dalamnya)
46
sehingga diperoleh suatu jenis operasi yang ramah lingkungan
dan berkesinambungan (sustainable development).
Konsep ekologi industri terkait secara dekat dengan
proses produksi bersih (cleaner production) dan merupakan
komplementer satu dengan lainnya. Kedua konsep melibatkan
pencegahan pencemaran dalam rangka melindungi lingkungan
dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Produksi bersih lebih
memfokuskan pada aspek pengurangan limbah, sementara
ekologi industri lebih menekankan pada pendauran suatu
limbah yang terbentuknya tidak bisa dihindari (unavoidably
produced waste) dengan mensinergikan antara unit satu
dengan lainnya atau antara satu industri dengan industri
lainnya. Selain terjadi pemanfaatan suatu material yang
dihasilkan oleh suatu unit oleh unit lain, juga dimungkinkan
terjadinya integrasi energi dari suatu unit oleh unit lain di
dalam suatu kawasan.
Sistem industri terdapat tiga tipe. Tipe I adalah sistem
proses linier. Pada tipe ini energi dan material masuk pada
sistem kemudian menghasilkan produk, produk samping, dan
limbah. Limbah yang dihasilkan tidak dilakukan proses olah
ulang sehingga membutuhkan pasokan bahan baku dan
energi yang banyak. Sistem industri yang paling banyak
digunakan saat ini adalah tipe II. Pada tipe ini sebagian limbah
telah diolah ulang dalam sistem dan sebagian lagi dibuang ke
lingkungan. Sistem tipe III merupakan sistem produksi
kesetimbangan dinamik yang energi dan limbahnya diolah
ulang secara baik dan digunakan sebagai bahan baku oleh
komponen sistem lain. Pada sistem ini merupakan sistem
industri yang tertutup total dan hanya energi matahari yang
datang dari luar sistem. Hal ini merupakan sistem ideal yang
menjadi tujuan ekologi industri.
Strategi untuk mengimplementasikan konsep ekologi
industri ada empat elemen utama yaitu :
(1) mengoptimasi penggunaan sumber daya yang
ada;
(2) membuat suatu siklus material yang tertutup dan
meminimalkan emisi;
(3) proses dematerialisasi; dan
(4) pengurangan dan penghilangan ketergantungan
pada sumber energi yang tidak terbarukan.
47
Gambar 4.3. Tipe Sistem Industri
6.2. Optimasi penggunaan sumber daya (resource)
Optimasi penggunaan material dan energi dalam
kegiatan industri dimulai dengan menganalisis proses produksi
untuk menghilangkan produk yang terbuang percuma.
Langkah ini bisa dilakukan oleh suatu industri secara sendiri
yang disebut dengan pencegahan polusi atau proses produksi
bersih. Hal ini berkembang menjadi suatu pemikiran
bagaimana menganalogikan sistem industri seperti sistem
yang terjadi di alam. Dengan sistem ekologi industri ini dapat
menghasilkan konsep rantai makanan industri, yaitu
pemanfaatan produk samping dan limbah menjadi bahan baku
bagi komponen sistem industri lain. Konsep ini menghasilkan
suatu konsep kawasan ekologi industri terpadu.
Dalam kawasan ini, industri-industri bekerja sama
untuk mengoptimasi penggunaan sumber daya yang ada
sehingga limbah industri yang dihasilkan bisa diminimalisasi.
48
6.3. Siklus material yang tertutup dan minimalisasi
emisi
Dalam ekosistem alam semua aliran material bersifat
siklus yang tertutup. Sebagai contoh bakteri dan jamur dapat
mendekomposisi limbah tumbuhan menjadi senyawa kimia
sederhana dan digunakan kembali oleh tanaman tersebut.
Dalam ekologi industri, siklus material ini masih jauh dari
optimal namun telah dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Hal ini karena dalam ekologi industri masih membutuhkan
energi dari luar yang sebagian besar dari energi fosil.
Pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama
limbah yang dihasilkan industri.
Ekologi industri secara nyata dapat meningkatkan
efisiensi energi dan emisi. Siklus material yang tertutup dapat
memberikan keuntungan. Sebagai contoh dalam proses
rekoveri alumunium membutuhkan energi yang jauh lebih kecil
dibandingkan energi untuk mengekstraksi dan memurnikan
alumunium dari bauksit. Dampak lingkungan yang dihasilkan
bisa mencapai sepersepuluh dari proses produksi alumunium
dari bauksit.
6.4. Proses dematerialisasi
Tujuan utama ekologi industri tidak hanya untuk
menghasilkan suatu siklus aliran material yang tertutup tetapi
juga meminimalkan jumlah aliran bahan dan energi yang
digunakan untuk proses produksi. Pada saat ini ada dua
proses dematerialisasi yang diperdebatkan yaitu proses
dematerialisasi relatif dan dematerialisasi absolut. Proses
dematerialisasi relatif menjelaskan bahwa suatu proses
produksi dan jasa diusahakan dapat menghasilkan produk dan
jasa yang sebesarbesarnya dari penggunaan bahan baku
yang ada. Proses dematerialisasi absolute menganggap
bahwa dalam proses produksi harus meminimalkan
penggunaan bahan baku.
Pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada
sumber energi tidak terbarukan Energi merupakan faktor yang
sangat penting dalam restrukturisasi sistem industri. Banyak
49
usaha yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi
dengan beberapa inovasi seperti co-generation. Hingga saat
ini bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas
alam merupakan sumber energi utama untuk industri.
Penggunaan bahan bakar fosil dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan seperti efek gas rumah kaca, pemanasan global,
dan hujan asam. Dalam rangka untuk mensinergikan dengan
tujuan utama ekologi industri maka diperlukan langkah
perbaikan.
Pada tahap awal diperlukan usaha untuk membuat
bahan bakar fosil yang ramah lingkungan seperti dengan
proses dekarbonisasi dan pembersihan gas buang. Solusi di
atas merupakan langkah perbaikan sementara, sehingga
diperlukan usaha diversifikasi energi terutama energi yang
dapat terbarukan seperti biodisel, biogas, bioetanol, dan
pemanfaatan energi matahari.
6.5. Simbiosis Industri
Simbiosis industri merupakan suatu bentuk kerja sama
diantara industri-industri yang berbeda. Bentuk kerja sama ini
dapat meningkatkan keuntungan masing-masing industri dan
pada akhirnya berdampak positif pada lingkungan. Dalam
proses simbiosis ini limbah suatu industri diolah menjadi bahan
baku industri lain. Proses simbiosis ini akan sangat efektif jika
komponen-komponen industri tersebut tertata dalam suatu
kawasan industri terpadu (eco-industrial parks).
Beberapa karakteristik simbiosis industri yang efektif
adalah sebagai berikut :
1. Industri anggota simbiosis ditempatkan dalam satu
kawasan dan memiliki bidang produksi yang
berbeda-beda.
2. Jarak antar industri dibuat dekat sehingga
meningkatkan efisiensi tranportasi bahan.
3. Masing-masing
industri
membuat
suatu
kesepakatan bersama dengan berprinsip ekonomi
yaitu saling menguntungkan.
4. Masing-masing industri harus dapat berkomunikasi
dengan baik.
50
5. Tiap industri bertangung-jawab pada keselamatan
lingkungan dalam kawasan tersebut.
Sumber: www.energyanswers.com/development/sustainable...
Contoh simbiosis kawasan industri yang telah sukses
dan terkenal adalah simbiosis industri di Kalundborg, Denmark.
Simbiosis industri terdiri dari enam industri yaitu Pusat
Pembangkit Listrik, Industri pemurnian minyak, Perusahaan
bioteknologi, Industri kayu lapis, Perusahaan remediasi tanah
Bioteknisk, dan pemukiman warga kota.
Hasil yang telah diperoleh dari simbiosis industri yaitu :
1. Pengurangan konsumsi energi dan sumber daya air.
2. Peningkatan kualitas lingkungan karena emisi CO2
dan SO2 dapat dikurangi.
3. Limbah produksi seperti abu layang, sulfur, lumpur,
dan gipsum dapat diolah menjadi bahan baku
produksi yang mempunyai nilai lebih.
4. Kota Kalundborg sebagai kota industri yang paling
bersih.
5. Efisiensi penggunaan energi bahan bakar dapat
mencapai 90 %.
51
Gambar 4.4. Kawasan Ekologi Industri di Kalundborg, Denmark.
7.
Psikologi Lingkungan
Psikologi lingkungan merupakan bidang kajian
interdisiplin yang berfokus pada interaksi manusia
dengan lingkungan sekitarnya. The field defines the
term environment broadly, encompassing natural
environments, social settings, built environments,
learning environments, and informational environments.
When solving problems involving human-environment
interactions, whether global or local, one must have a
model of human nature that predicts the environmental
conditions under which humans will behave in a decent
and creative manner. With such a model one can
design, manage, protect and/or restore environments
that enhance reasonable behavior, predict what the
likely outcome will be when these conditions are not
met, and diagnose problem situations. The field
develops such a model of human nature while retaining
a broad and inherently multidisciplinary focus. It
explores such dissimilar issues as common property
52
resource management, wayfinding in complex settings,
the effect of environmental stress on human
performance, the characteristics of restorative
environments, human information processing, and the
promotion of durable conservation behavior. Although
"environmental psychology" is arguably the best-known
and most comprehensive description of the field, it is
also known as human factors science, cognitive
ergonomics,
environmental
social
sciences,
architectural psychology, socio-architecture, ecological
psychology, ecopsychology, behavioral geography,
environment-behavior studies, person-environment
studies, environmental sociology, social ecology, and
environmental design research.
8. KOTA EKOLOGIS = ECOCITY
8.1. An ecocity is an ecologically healthy city”
Kota yang secara ekologis dikatakan kota yang sehat.
Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan
perkembangan kota
dengan kelestarian
lingkungan.
Pengertian yang lebih luas ialah adanya hubungan timbal balik
antara kehidupan kota dengan lingkungannya. Secara
mendasar kota bisa dipandang fungsinya seperti suatu
ekosistem. Ekosistem kota memiliki keterkaitan sistem yang
erat dengan ekosistem alami.
Kota Ekologis di beberapa kota diwujudkan dalam
bentuk program-program yang bertujuan untuk mencapai ‘kota
hijau’. Program kota hijau merupakan program yang
menyatakan perlunya kualitas hidup yang lebih baik serta
kehidupan yang harmonis dengan lingkungannya bagi
masyarakat kota. Program-program kota hijau diantaranya
tidak hanya terbatas untuk mengupayakan penghijauan saja
akan tetapi lebih luas untuk mengupayakan konversi energi
yang dapat diperbaharui, membangun transportasi yang
berkelanjutan,
memperluas
proses
daur
ulang,
memberdayakan masyarakat, mendukung usaha kecil dan
kerjasama sebagai tanggung jawab sosial, memugar tempat
53
tinggal liar, memperluas partisipasi dalam perencanaan untuk
keberlanjutan, menciptakan seni dan perayaan yang bersifat
komunal.
8.2. KONSEP KOTA EKOLOGIS
Konsep
kota
yang
berwawasan
lingkungan
mengandung makna dan pengertian yang luas. Pemahaman
yang sinonim dengan konsep kota yang berkelanjutan,
melahirkan istilah kota ekologis serta istilah lain yang dikenal
dengan kota hijau dan kota organik. Kota seharusnya didorong
untuk mendukung kebutuhan manusia secara organik dan
pemenuhan diri secara terus menerus sampai mencapai
tingkatan yang tertinggi, dimana lingkungan yang dibangun
mendukung dan menegaskan secara positif mengenai
pembangunan manusia dan pembangunan yang berwawasan
lingkungan.
Melibatkan alam dalam membangun kota, menjadi
landmark dalam perencanaan kota, kemudian konsep tersebut
dikenal dengan konsep kota taman. Howard dengan
konsepnya tersebut memandang bahwa kota dengan skala
yang besar tidak akan memberikan tempat yang cocok untuk
tinggal, dimana ia mengindikasikan kota yang besar sebagai
bentuk rencana yang tidak ideal, lingkungan yang tidak sehat
sehingga kota tersebut akan mati. Kota taman yang
dimaksudkan Howard, memiliki batasan-batasan dimana ia
menyarankan jumlah penduduk sebanyak 32.000 jiwa dalam
lahan seluas kurang lebih 405 ha (4.050.000 m²) dan lahan
tersebut dilingkupi oleh lingkungan hijau yang luas.
Perencanaan kota seyogyanya didasarkan pada
pengetahuan tentang alam dan sumber daya suatu wilayah.
Misalnya secara khusus ia memandang kawasan lembah
sungai sebagai unit alami untuk menguji berbagai aktivitas
yang berbeda terkait dengan kota. Dan juga Geddes sudah
meramalkan adanya pengaruh yang penting tentang
perkembangan kota yang terdesak oleh teknologi dan mode
transportasi. Ramalan tersebut ada benarnya, seperti halnya
yang terjadi saat ini. Lebih lanjut menurutnya bahwa dengan
adanya perembetan kota tersebut maka menyebabkan
54
penggunaan sumber daya dan enegi menjadi tidak teratur dan
menjauhkan diri manusia dari alam. Dengan demikian hal ini
akan sangat penting untuk membawa kembali alam ke dalam
kota.
Chicago's Urban Forest - Did You Know?
Sumber: egov.cityofchicago.org/chicagotrees/forest.html
Kota besar dapat ditentukan melalui pusat-pusat kota
yang saling berhubungan dan mendukung kota serta
pertumbuhannya berdasarkan perkembangan organik pada
tingkat distrik dalam suatu kota. Ada ahli yang mencoba
menggabungkan konsep tersebut dengan menyertakan
elemen ikatan sosial untuk menciptakan hubungan yang
langsung antara kawasan ekologis dengan wilayah
perkembangan kota. Usulan Mumford melibatkan konsep baru
tentang kota taman, pembangunan kota yang desentralistik,
dan lokasi yang terletak di kawasan lembah sungai. Lebih
detail mengenai konsep kota ekologis, ada tema ‘desain
dengan alam’, ini mendukung adanya pengujian terhadap
kondisi alam suatu kawasan sebelum mengajukan
pembangunan suatu kota.
Implikasi dari pendekatan-pendekatan tersebut, adalah
menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun.
Secara khusus, hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap
rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang
55
memperhatikan kondisi ekologis lokal serta bertujuan untuk
meminimalkan dampak yang merugikan dari pengembangan
kota. Selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang
dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Sinergi dengan pendekatan-pendekatan tersebut
dimana substansinya secara jelas menerangkan konsep kota
alami untuk menuju kota yang berwawasan lingkungan
(ekologis). Konsep-konsep tersebut tercermin dalam
perumusan visi tentang kota ekologis dimana hal tersebut
digambarkan dengan beberapa visi yang mendukung
eksistensi dan tujuan kota ekologis. Visi tentang kota ekologis
yang dimaksud adalah menciptakan kota yang selaras, serasi
dengan alam dan lingkungannya. Dimana pandanganpandangan yang berkembang sesuai dengan visi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Perencanaan perumahan yang diadaptasikan
dengan alam dan mempertimbangkan faktor-faktor
biologis
 Keseimbangan ruang-ruang kota dan desa tanpa
saling bertentangan
 Perencanaan area bangunan dan perumahan yang
selaras dengan iklim
 Upaya desentralisasi terhadap sistem penyediaan
energi yang selaras dengan sistem kehidupan
 Pertanian yang tersebar mengikuti kontur alami dari
lahan
 Pola jalan-jalan yang menyesuaikan dengan kondisi
lahan
 Perlindungan suatu lahan untuk memelihara evolusi
alami
 Sungai penyangga yang menjaga kemampuan
alami untuk recovery dan self-regulation
 Perlindungan permukaan lahan melalui rencana
transportasi yang cocok
 Desain yang menyatu dengan sejarah dan
karakteristik lokal
 Variasi desain yang fleksibel menyatu dengan
pengalaman penghuni
 Komunitas yang koopratif dan hubungan yang baik
 Desain yang memelihara lansekap alami
56







Zoning dan gaya bangunan yang beradaptasi
dengan iklim
Preservasi pusat kota
Desain ruang untuk pedestrian/jalan yang tidak
menutup secara total dari permukaan lahan
Ruang-ruang mix-used untuk tempat tinggal,
bekerja dan kegiatan lainnya
Menciptakan ruang kehidupan untuk manusia,
binatang dan tumbuhan
Kota sebagai ekosistem dari elemen-elemen yang
menyatu
Kota merupakan gambaran kehidupan
Dengan demikian secara praktis kota ekologis
merupakan kota yang mengurangi beban dan tekanan
lingkungan, meningkatkan kondisi tempat tinggal dan
membantu mencapai pembangunan berkelanjutan termasuk
peningkatan kota yang komprehensif. Kota ekologis
melibatkan perencanaan dan manajemen lahan dan
sumberdaya serta implementasi peningkatan lingkungan
secara terukur.
Sumber: stevenmblog.wordpress.com/2009/04/02/29/
57
9.
KOTA EKOLOGIS vs KOTA BERKELANJUTAN
Kota berkelanjutan memiliki makna yang luas, namun
sering kali pemahamannya dilihat dari segi konteks dan
substansi
mengarah
pada
keberadaan
kota
yang
memperhatikan lingkungan. Walaupun konteks dan substansi
ini berada dalam lingkup yang meletakkan lingkungan sebagai
aspek yang penting, akan tetapi juga memerlukan berbagai
pendekatan dengan melibatkan aspek-aspek lain yang
komprehensif. Dengan kata lain, bidang-bidang yang terkait
tidak hanya berhubungan dengan lingkungan saja, namun
secara bersama-sama mengkaitkan pula bidang-bidang yang
lain misalnya: perencanaan dan desain, teknologi, ekonomi,
sosial dan budaya, serta politik.
Florida’s Eco-City of Tomorrow Today!
Sumber: thewere42.wordpress.com/.../
Kota berkelanjutan mendekati visi tentang kota yang
dicita-citakan, dimana ia dihadapkan pada berbagai
permasalahan-permasalahan yang tidak mudah untuk
menyelesaikannya. Mengenai permasalahan ekonomi dan
lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan, dimana
dengan hal tersebut menjadi semakin lebih sulit
menggambarkan kota yang memiliki arti yang luas pada kota-
58
kota yang terpencil atau daerah-daerah pedalaman yang
kurang meng-kota. Hal ini jauh berbeda dari pemikiran baru
tentang kota, dimana karakteristik kota sebagai sistem yang
terbuka, yaitu sistem-sistem kota menyatu dengan sistemsistem lingkungan dan ekonomi. Hal ini merupakan pemikiran
yang telah lama diterima oleh para ahli geografi dan lainnya.
10.
Pendekatan Sistem
Sumberdaya Alam
Dalam
Pengelolaan
10.1. Pengelolaan Sumberdaya
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
meru pakan hal yang mengandung banyak tantangan. Hal ini
mencakup sumberdaya lahan, air, udara, vegetasi, dan enerji
yang sangat berpe ngaruh terhadap aktivitas dan sikap
manusia.
Suatu masalah pokok adalah bahwa setiap
komponen dari lingkungan saling berkaitan dan dapat
menghasilkan kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki.
Misalnya pencemran perairan sungai berhubungan dengan
keluaran limbah cair yang berkaitan dengan berbagai faktor,
seperti sumber limbah, karakteristik limbah, akumulasi limbah,
proses penanganan limbah, cara dan lokasi pembuangannya,
trans-portyasi limbah pada aliran sungai, serta pengaruh
limbah terhadap bioa akuatik, dan penggunaan air oleh
manusia. Pada umumnya setiap komponen tersebut dapat
dianalisis secara terpisah, namun permasalahan pencemaran
perairan sungai sebenarnya merupakan hasil interaksi dan
pengaruh kolektif dari suatu sistem pencemaran limbah cair.
Permasalahan lingkungan apabila dikaji secra sistem
akan banyak memberikan kegunaan. Problematik dapat diperhitungkan secara totalitas dimana kerja pengendalian yang
paling efektif dapat diketemukan. Dalam teladan pence-maran
perairan sungai, pende-katan sistem
akan mampu
menghasilkan kombinasi dari pengu-rangan sumber limbah,
metode penanganan, dan lokasi buangan yang lebih efektif
serta memungkinkan biaya lebih rendah melalui perbaikan
penanganan saja. Suatu konsekwensi dari perspektif sistem
pada mutu lingkungan adalah memperlebar kemungkinan
59
alternatif pengendalian serta kesempatan penerapan strategi
menejerial yang efisien dan terpadu.
10.2. Elemen analisis
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
membutuh- kan tujuan atau kriteria untuk mengukur
keberhasilan atau manfaat dari alternatif-alternatif solusi
permasalahan.
Salah satu tujuan yang lazim adalah
maksimisasi dari manfaat tersebut dalam terminologi moneter,
seperti misalnya dalam analisis rasio manfaat dan biaya.
Analisis ini mempunyai dua komponen utama, yaitu (i) alokasi
sumberdaya dimana komponen lingkungan (lahan, air, udara,
dan enerji) dipandang sebagai sumberdaya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan (ii) perhitungan
sosial yang mencakup manfaat da biaya dari seluruh
pengguna dari sumberdaya yang dipengaruhi oleh permasalahan lingkungan.
Sebagai ilustrasi maka suatu peristiwa pencemaran
perairan sungai diskemakan seperti Gambar 10.1. Satu
aktivitas industri mengeluarkan limbah yang mencemari
perairan sungai dimana airnya digunakan untuk usaha
perikanan. Limbah dengan dampaknya adalah suatu
teladan dari eksternalitas ekonomi, yang didefinisikan
sebagai manfaat atau beban biaya yang dihasilkan
oleh satu unit ekonomi yang mempengaruhi unit
ekonomi lainnya.
Dalam hal ini, limbah industri
mempunyai beban biaya dimana biaya tersebut
ditanggung oleh usaha perikanan dan bukan oleh
industri itu sendiri. Biaya tersebut adalah "eksternal"
untuk anggaran dan pendapatan industri.
60
limbah
Ikan
mabuk
Gambar 10.1. Skematik Pencemaran Perairan Sungai.
Implisit dari konsep eksternalitas adalah ide adanya
ketidak-adilan (unfairness). Adalah tidak adil bahwa usaha
perikanan harus dibebani biaya penanganan limbah dari
industri. Namun demikian mencari titik keadilan merupakan
kebijakan yang amat rumit. Penyederhanaan kebijakan bisa
dilakukan dengan dua alternatif. Alter-natif pertama adalah
membiarkan pencemaran buangan industri sebagaimana
adanya; dengan anggapan bahwa buangan industri adalah
suatu hal yang tidak dapat dicegah sebagai konsek wensi
aktivitas manusia.
Secara logis maka limbah industri tersebut disalurkan
ke dalam aliran sungai dimana telah menjadi pengetahuan
umum bahwa lingkungan mempunyai kemampuan yang
impresif untuk mengasimilasi limbah buangan. Kapasitas
61
asimilasi ini menjadi per-timbangan penting dalam upaya
pendaya-gunaan lingkungan. Kesulitan pada alternatif ini
adalah kapasitas asimilasi dari sumberdaya alam dan
lingkungan hidup adalah terbatas. Limbah yang berlebihan
tidak mungkin dapat diasimilasi sehingga apabila oksigen yang
larut dalam air sungai habis, maka perairan akan menjadi kotor
dan berbau busuk. Dampak lanjutannya adalah pemus-nahan
ikan serta membahayakan pemakaian air untuk konsumsi
domestik rumah tangga, seperti untuk mandi, masak, air
minum, mencuci, dan lainnya. Alternatif sebaliknya adalah
larangan untuk pembuangan limbah dengan asumsi tertentu.
Hal ini akan mengambalikan status sungai menjadi kondisi
alamiah tidak tercemar. Alternatif ini sangat logis ditinjau dari
preferensi dan citarasa masyarakat yang selalu mengingin-kan
air bersih, kebersihan alamiah, perlindungan marga-satwa,
dan lainnya.
Namun demikian alternatif ini mencegah
pendayagunaan sungai untuk maksud lainnya seperti tempat
buangan limbah industri.
Kedua macam eksremitas alternatif tersebut di atas
dapat diakomodasikan melalui analisis manfaat/biaya.
Pendekatan ini berdasarkan pada konsep bahwa sungai
merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan melalui
tatacara yang menguntungkan.
Hal ini membutuhkan
penelitian tentang konsekwensi moneter dari pembuangan
limbah pada kedua belah pihak pengguna sungai. Oleh
karena masing-masing pengguna mempunyai tatacara yang
spesifik dalam perhitungan manfaat/biaya, maka diperlukan
suatu ukuran , yaitu Indeks Mutu Lingkungan,
environmental quality index.
Indeks ini merupakan
pembakuan dari peraturan tentang baku mutu lingkungan
minimum yang diperbolehkan dalam bentuk parameter yang
terukur dari sumberdaya alam dan lingkungan. Indeks ini juga
dapat merupakan mekanisme untuk menangani preferensi
sosial untuk distribusi manfaat dan biaya. Misalnya, kalau
pemerintah menganggap bahwa usaha perikanan harus
berjalan maka diperlukan baku mutu air minimum agar ikan
tidak mati. Setelah baku mutu ditetapkan maka alternatif
solusi yang terbaik baru dapat diselesaikan secara sistematis.
62
10.3. Teladan Model Pengelolaan
Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka
pe-ngaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam,
dan juga manusia sebagai penghuninya harus dapat
diperkirakan. Analisis pendugaan dan evaluasi pengaruh yang
mungkin terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan alat
bantu model-model yang sederhana atau model yang sangat
kompleks. Pada umumnya, berbagai faktor lingkungan akan
menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang digunakan.
Oleh karena itu penentuan analisis terhadap
sistem
lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertim
bangan yang menyangkut proses analisis dan perencanaan
ling-kungan, termasuk analisis aktivitas.
Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari
perihal yang dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan,
maka langkah berikutnya adalah menentukan secara terinci
tingkat kompleksitas yang dibutuhkan untuk membangkitkan
informasi yang diperlukan mengenai setiap elemen sistem
lingkungan yang diana lisis, termasuk komponen sumberdaya
alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat
kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis
dan ruang lingkup sistem. Langkah berikutnya adalah
menentukan apakah analisis pada tingkat kom-pleksitas
tertentu layak dilakukan berdasarkan pertimbangan : (i)
ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii) ketersediaan
waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v)
ketersediaan perangkat lunak.
Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan adalah sebagai berikut:
(1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML)
Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan
sebagai early warning system dan alternatif penanganan
dengan biaya yang optimal oleh para pengambil keputusan
(Eriyatno dan Ma'arif, 1989). Sebagai suatu indeks, model ini
harus memberikan indikator yang dapat menyatakan mutu dan
kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau lingkungan.
Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat
dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada
63
nilai indeks 100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya
alam dan/atau kondisi lingkungan yang diharapkan.
Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan
kegunaan dari pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada
dasarnya adalah ukuran kuantitatif untuk pembandingan
menurut skala.
Mengingat indeks mutu lingkungan
merupakan bagian dari sistem pemantauan dan evaluasi
lingkungan, maka model IML ini dapat dibedakan menurut
fungsinya sbb:
(2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index)
Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis
lingkungan dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan
karakteristik dan kualitas sumberdaya alam dan mutu
lingkungan.
UK = A. (  Wj. (  Zi. Iij)B )C
dimana:
Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i
dalam kelompok indikator lingkungan yang ke-j
Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator
lingkungan yang ke-j, dimana W j = 0
Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi
meng gunakan konversi secara fisik atau moneter, W j
menggunakan metode Delphi atau Bayes dengan hitungan
peluang, sedangkan A,B, dan C adalah koefisien penormalan
matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya bilangan integer
non-negatif.
(3). Indeks Pengendalian
Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk
tujuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang
dikaitkan dengan program-program tertentu.
Karena
aplikasinya yang erat dengan kerangka menejerial, maka IP
bukan merupakan formula baku, namun lebih merupakan
model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan
64
pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. Model yang berupa
diagram blok dapat dilukiskan seperti berikut.
U(t)
I(T)
+ +
galat
Ge
Gp
O(T)
H
I(t): input sistem berupa kondisi lingkungan yang diinginkan
sesuai dengan peruntukan seperti: air minum, pertanian
dan per ikanan, nilai ambang batas sungai.
O(t):output sistem berupa kondisi aktual
Gp :fungsi alih (transfer function) dari input-output
Ge :fungsi pengendali yang menguasai faktor teknologi dan
biaya
U(t):input buangan/polutan
H : informasi umpan balik
Dalam proses perhitungann dan kuantifikasinya, maka:
UP = O(t) dan
O(t) adalah indeks mutu lingkungan yang diinginkan.
Metodologi yang disarankan untuk membentuk model
simu lasi adalah Descrete Time Model dengan Feed-back
Control System. Estimasi peubah acak dapat dilakukan
dengan simulasi Montecarlo dengan pembangkit bilangan
acak sesuai dengan sebaran peluangnya.
65
(4). Model Optimasi
Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program
berke-sinambungan jangka panjang yang mempunyai
karakteristik sasaran ganda (multiple goals) dan tujuan ganda
(multiple objectives). Program tersebut dapat dilaksanakan
semenjak inventarisasi dan evaluasi sumberdaya hingga
arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk melihat dan
mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses
konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML.
Sedangkan untuk mengoptimumkan proses konversi tersebut
yang mempunyai sasaran dan tujuan ganda, maka dapat
digunakan "Model Optimasi Multi-kriteria".
Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat
digunakan
adalah
Pemrograman
Sasaran
("Goal
Programming"). Program sasaran ini merupakan salah satu
program mate-matika dalam penelitian operasioanl yang
diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk menganalisis
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan
sasaran ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi
bertentangan (tidak saling menenggang) serta mempunyai
susunan prioritas.
Dalam
proses
pengelolaan
sumberdaya
dan
lingkungan maka kedua model tersebut dapat digunakan untuk
melihat berbagai kondisi seperti, (i) penampilan/keragaan
sistem lingkungan, (ii) pengendalian sistem lingkungan, dan
(iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan. Dalam banyak
perihal dan kasus, para pengambil ke-putusan seringkali
dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak-salingmenenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan.
Program
sasaran
dapat
membantu
memecahkan
permasalahan tersebut, yaitu dengan cara menyusun sasaransasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan prioritas
tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan
sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan.
Model umum dari program sasaran adalah:
Meminimumkan:
a=
W i (di- + di+)
66
(terhadap/dengan
pembatas)
aij Xj + di- - di+ = bi
Xj, di-, di+ >= 0
dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; W i = Faktor
pembobot fungsi sasaran ke-i (ditentukan berdasarkan urutan
prioritas); di- : peubah simpangan negatif fungsi sasaran ke-i;
di+ : peubah simpangan positif fungsi sasaran ke-i; aij :
parameter (koef. teknologi) dari fungsi sasaran ke-i dan
peubah keputusan ke-j; bi : nilai target sasaran ke-i.
Teladan aplikasi model program sasaran ganda
tersebut dalam program pengendalian erosi adalah sbb. :
(a). Sasaran : tingkat erosi minimum, kesuburan tanah
maksimum, dan teknik pengairan memadai.
(b). Peubah keputusan : tingkat kemiringan tanah, struktur
tanah, intensitas hujan, dan usahatani.
Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak
dicapai, suatu model optimasi multi-kriteria dapat disusun.
Dengan demikian para pengambil keputusan dapat melakukan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal
berdasarkan ketersediaan sumberdaya dan pendanaan.
11. PEMODELAN SISTEM DAERAH ALIRAN SUNGAI
11.1. Pendahuluan
Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas-batas topografis yang menyalurkan air
hujan melalui suatu sistem sungai. DAS ini merupakan unit
hidrologis yang telah digunakan sebagai unit biofisik dan
sebagai unit sosial-ekonomi serta sebagai unit sosial politik
dalam perencanaan dan implementasi aktivitas-aktivitas
pengelolaan sumberdaya (Easter dan Hufschmidt, 1985).
Selanjutnya
dikemukakan
bahwa
pengelolaan
DAS
merupakan
suatu
proses
memformulasikan
dan
megimplementasikan aktivitas-aktivitas yang melibatkan
sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS, dengan
67
mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi dan
institusional yang ada, dengan maksud untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditentukan .
11.2. Identifikasi Sistem DAS
Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi
sistem DAS yang kompleks. Beberapa macam diagram dapat
dikemukakan berikut ini:
(1). Diagram Lingkar Sebab-Akibat (causal-loop)
Pengabstraksian beberapa fenomena pokok yang
terjadi dalam sistem DAS dapat dilukiskan seperti Gambar
11.1.
68
Pemanfaatan
Sumberdaya:
Lahan,
+
Air
+
+
+
Dayadukung
Lahan
Pendapatan
+
Penduduk
+
Hasil :
Air, sedimen,
Limbah, dll
+
-
+
Kelestarian
Sumberdaya:
Kesejahteraan penduduk
Lahan, air
Hutan
setempat
+
+
Teknologi
Industri
Pertanian
SDA Air
SDA Tanah
SDA Vegetasi
+
+
+
SDA Fauna
Investasi:
Privat, Publik:
Subsidi
Bantuan
Gambar 11.1. Diagram lingkar sebab-akibat sistem DAS.
69
(2). Diagram kotak-hitam I/O Sistem DAS
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diagram
lingkar dapat disusun diagram input/output sistem DAS
(Gambar 11.2).
Input Lingkungan
Input tidak
terkendali
Output yg
diinginkan
SISTEM DAS
Input yang
terkendali
parameter
Output yg
diinginkan
Umpan
balik
Gambar 11.2. Diagram kotak-hitam I/O sistem DAS
Keterangan:
(1). Output yang diinginkan: Tersedianya air sepanjang tahun;
Swa-sembada pangan; Tersedianya kesempatan kerja;
Terkendalinya degradasi lingkungan
(2). Output yang tidak diinginkan : Kerusakan hutan, Banjir
dan kekeringan; Erosi dan sedimentasi berlebihan;
Kemiskinan/pe-ngangguran
(3). Input terkendali: Investasi, alokasi lahan, teknologi
(4). Input tak terkendali: harga komoditi,informasi pasar
(5). Input lingkungan : fisik, perundangan, sistem budaya
(6). Umpan balik: Bappeda, Pemda
(7). Parameter DAS: luas, ukuran, lokasi DAS.
(3). Diagram Umpan Balik Pengendalian
Secara umum diagram umpan balik pengendalian
dapat dilukiskan seperti Gambar 11.3. Diagram ini
menggambarkan suatu sistem yang tertutup dimana
70
mekanisme umpan balik dapat bekerja dengan lancar.
Gangguan atau disturbansi (D(t)) dalam beberapa subsistem
cukup besar sehingga kalau ini terjadi maka fungsi pengendali
tidak dapat bekerja secara efektif.
11.3. Pemodelan Sistem DAS
Lima tahapan yang lazim ditempuh dalam pemodelan
sistem adalah: (i) mengisolasi komponen-komponen atau
subsistem-subsistem yang pokok, (ii) definisi peubah-peubah
input ("causal variable"), (iii) definisi peubah-peubah respons
atau status ("response variables"), (iv) definisi peubahpeubah output ("output variables"), lazimnya ini berkaitan
langsung dengan peubah status, dan (v) menentukan struktur
sistem, bagaimana peubah-peubah berinteraksi menghasilkan
proses.
U(t)
I(t)
O(t)
FP
FT
D(t)
MI
Information lag
Gambar 11.3. Diagram Umpan Balik Pengendalian Sistem
DAS (Soemarno, 1991).
I(t): Control-index, merupakan input sistem berupa kondisi
yang menjadi sasaran pengelolaan DAS:misalnya laju
erosi tanah dan kandungan sedimen air sungai.
71
FP: Fungsi pengendali, mengendalikan bekerjanya fungsi
transfer (FT). Fungsi pengendali ini menguasai teknologi,
dana, dan otorita: misalnya petani.
FT: Fungsi transfer, tugasnya mengubah input sistem menjadi
output sistem.
Fungsi ini mempunyai struktur dan
mekanisme spesifik yang bisa mendukung fungsinya,
misalnya lahan tegalan dengan tanaman jagung.
U(t):Input sistem DAS: material, kapital, teknologi; misalnya
hujan, pupuk, benih, tenakerja.
D(t):Gangguan terhadap sistem, biasanya tidak dapat
dikendalikan oleh FP dan FT: misalnya gunung meletus
O(t):Output sistem aktual: hasil sedimen
MI : Menejemen informasi: Dinas Pengairan, Pengelola
Waduk, BRLKT.
Sebagian dari informasi tentang komponen sistem,
peubah-peubah sistem dan dtruktur sistem telah diuraikan
dalam bagian identifikasi sistem. Oleh karena itu tahap
pemodelan ini biasanya diawali dengan menyusun diagram alir
yang menya takan rangkaian antara input sistem, komponen
sistem dan output.
Berdasarkan diagram alir tersebut kemudian dilakukan
penjabaran masing-masing komponen secara lebih mendetail.
Misalnya model usahatani yang dikhususkan untuk
menentukan alternatif pola pergiliran tanaman yang aman
erosi dan layak ekonomi. Diagram alir deskriptif model ini
dapat dilukiskan seperti Gambar 11.4. Untuk mencapai tujuan
seperti yang dilukiskan dalam Gambar 6, maka dapat disusun
strategi bertahap sbb: (1). Penetapan batas toleransi erosi, (2).
Evaluasi jenis-jenis tanaman yang sesuai, (3). Analisis
usahatani tanaman yang sesuai, (4). Pendugaan kehilangan
tanah potensial dan aktual , (5). Evaluasi alternatif pola
pergiliran tanaman (B/C-ratio dan faktor C), (6). Menemukan
alternatif pola pergiliran tanaman yang aman, (7). Menemukan
alternatif pola pergiliran tanaman yang layak.
11.4. Implementasi Komputer
Untuk menjabarkan model-model matematik tersebut di
atas menjadi model komputer maka diperlukan dua macam
72
alat bantu, yaitu block-diagram untuk mengarahkan algoritme
perhitungan dan bahasa pemrograman yang bersifat umum,
seperti BASIC, FORTRAN, atau PASCAL. Sebagai teladan
ilustratif adalah perhitungan dugaan kehilangan tanah di suatu
lokasi lahan tertentu dengan menggunakan model Wischmeier
dan Smith (1978). Block diagramnya dapat disajikan dalam
Gambar 11.7.
Mulai
Persiapan dan input data:
Biofisik, sosek, sosbud,
demografis, dan lainnya
Komponen Bio-ekonomi:
Model-model usahatani
Model-model usahata-ternak
Model Alokasi/Optimasi
Sumberdaya air :
Model-model hidrologi
Model-model hujan
Output sistem DAS
Sumberdaya lahan:
Model-model kualitas lahan
Model-model produktivitas
Model-model degradasi
Sumberdaya Manusia:
Model-model demografi
Model-model kependudukan
Model-model dinamika sosial
Gambar 11.4. Diagram alir deskriptif sistem DAS
Selesai
73
Tujuan: Pola tanam aman erosi
dan layak ekonomi
Jenis tanaman yang sesuai
secara agroekologi dan
sosial-budaya
Pola pergiliran tanaman di
lahan tegalan
B/C ratio
Evaluasi kelayakan
ekonomi
Pola pergiliran tanaman
yang aman erosi dan layak
ekonomi
Faktor Pengelolaan tanaman
(Faktor C)
Evaluasi keamanan
erosi
Toleransi erosi
Gambar 11.5. Diagram alir deskriptif penentuan pola pergiliran
tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi .
74
Data hujan, tanah, topo
grafi, tanaman, landuse
Evaluasi Erosivitas
Faktor R
Faktor K
Evaluasi erodibilitas
Kesesuaian lahan
Faktor LS
Pemetaan dan evaluasi satuan lereng
Tanaman yg
sesuai
Pendugaan erosi
Indeks bahaya erosi
RKLS,
IBE
Evaluasi neraca lengas lahan setahun
Evaluasi pola pergiliran tanaman
Faktor P
EVALUASI AGROTEKNOLOGI
Saran agroteknologi yg sesuai
Gambar 11.6. Diagram alir formulatif untuk menemukan agro
teknologi yang aman erosi dan layak ekonomi
(Soemarno, 1991).
75
C
P
R
K
RKLSCP
LS
Gambar 11.7. Diagram kotak perhitungan dugaan kehilangan
tanah di suatu bidang lahan (Soemarno, 1991).
76
DAFTAR PUSTAKA
Barford, C. C. 2001. Factors controlling long and short term
sequestration of atmospheric CO2 in a mid-latitude
forest. In: Science 294: 1688-1691
Carpenter, S.A. 1981. Decay of heterogeneous detritus: a
general model. In: Journal of theoretical biology
89:539-547.
Chapin F.S. III, P.A.Matson and H.A.Mooney. 2003. Principles
of terrestrial ecosystem ecology. Springer-Verlag, New
York, N.Y.
Chapin, F.S. III, B.H., Walker, R.J., Hobbs, D.U.,Hooper, J.H.,
Lawton, O.E., Sala, and D., Tilman. (1997). "Biotic
control over the functioning of ecosystems". in: Science
277:500-504.
Chrispeels, M.J. and D.Sadava. 1977. Plants, food, and people.
W. H. Freeman and Company, San Francisco.
Defries, R.S., J.A. Foley, and G.P. Asner. (2004). "Land-use
choices: balancing human needs and ecosystem
function". in: Frontiers in ecology and environmental
science. 2:249-257.
Efraim Halfon. 1979. Theoretical Systems Ecology: Advances
and Case Studies.
Ehrenfeld, J.G. and L.A.Toth. 1997. Restoration ecology and
the ecosystem perspective. in: Restoration Ecology
5:307-317.
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan
Efektivitas Manajemen. Jilid I. IPB Press. Bogor. 147
hal.
Ferguson, K.E. 1966. Systems Analysis in Ecology, WATT,
1966, 276 pp.
Goulden, M. L., J. W. Munger, S.-M. Fan, B. C. Daube, and S.
C. Wofsy, (1996). "Effects of interannual climate
variability on the carbon dioxide exchange of a
temperate deciduous forest". In: Science 271:15761578
Haefner,J.W. 1996. Modeling Biological Systems: Principles
and Applications, London., UK, Chapman and Hall, 473
pp.
77
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model
Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika
dan Meteorologi, FMIPA, IPB. 112 hal.
Kitching, R.L. 1983. Systems ecology, University of
Queensland Press.
Odum, E.P 1969. "The strategy of ecosystem development".
in: Science 164:262-270.
Odum, H.T. 1971. Environment, Power, and Society. WileyInterscience New York, N.Y.
Odum, H.T. 1983. Systems Ecology: An Introduction, WileyInterscience.
Odum, H.T. 1994. Ecological and General Systems: An
Introduction to Systems Ecology. University Press of
Colorado, Niwot, CO.
Olson, J.S. 1963. Energy storage and the balance of
producers and decomposers in ecological systems. In:
Ecology 44:322-331.
Recknagel, F. 1989. Applied Systems Ecology: Approach and
Case Studies in Aquatic Ecology.
Richard F. J., P. W Frank, C. D. Michener. 1976. Annual
Review of Ecology and Systematics, 307 pp.
Sanderson, J. dan L. D. Harris. 2000. Landscape Ecology: A
Top-down Approach. 246 pp.
Sheldon S. 1989. Human Systems Ecology: Studies in the
Integration of Political Economy, 1989.
Van Noordwijk, M. And B. Lusiana. 1999. WaNulCAS, a model
of water, nutrient, and light capture in agroforestry
systems. ICRAF-Southeast Asia.
Download