Buletin AgroBio 3(1):1-7 Bioprospecting: Peluang, Potensi, dan Tantangan mulai dari proses pencarian dan pengembangan sumber-sumber baru senyawa ki-mia, gen, dan organisme yang da-pat menghasilkan produk berkuali-tas tinggi (bioprospecting). Sugiono Moeljopawiro Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor ABSTRACT Bioprospecting: Opportunity, Potential, and Challenges. Sugiono Moeljopawiro. Biological diversity has been accessed for so many uses by foreign researchers, private companies as well as local people with little or no reward to the conservation activities. Indonesia has been known as a country with mega biodiversity. If the biodiversity is not properly managed, it will soon only become a history. The globalization system has removed the economic boundary lines among countries in the world. On the one hand the globalization gives opportunity to a country to sell products not only to local markets, but also to the world market. On the other hand we are forced to follow an international standard for product quality, inexpensive, and quantity assurance when it is needed. In other words, we have to work more effectively and efficiently. Therefore, we have to systematically looking for and developing new sources of chemical compounds, genes, micro and macro organisms, and other economically valuable natural products, which is commonly called biopros-pecting. To meet those requirements, human resource development, scientific and technological capacity, market analysis, sustainable funding, and strategic plan development need to be done simultaneously and accordingly. The opportunity, potential, and challenges in conducting biopros-pecting are discussed in the paper. Key words: Bioprospecting, biodiversity and utilization, world globalization. ndonesia yang terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu sama lain dipisah-kan oleh laut membuahkan empat puluh tujuh ekosistem yang sangat berbeda antara satu dengan lain-nya. Hal ini menjadikan Indonesia negara yang memiliki keanekara-gaman hayati yang tinggi. Dalam memasuki abad XXI, Indonesia telah meratifikasi bebe-rapa kesepakatan internasional se-perti General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Trade Related Intellectual Property Rights (TRIP), dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Dengan demikian berarti Indonesia sudah mem-buka kesempatan seluas-luasnya bagi pemasaran produk asing di dalam negeri. Sebaliknya juga me-rupakan peluang bagi pemasaran produk dalam negeri di pasar dunia. Pasar global selain menghen-daki produksi yang berkesinam-bungan juga menghendaki kualitas produk yang I Hak Cipta © 1999, Balitbio tinggi. Ini merupakan tantangan yang tidak ringan dalam upaya meningkatkan produksi se-kaligus meningkatkan kualitas. Di pasar dunia, berbagai produk per-tanian kita banyak yang ditolak ka-rena mutu di bawah standar pasar dunia yang sudah ditetapkan. Sedangkan produk dari negara-negara industri sudah dirancang dari awal sedemikian rupa sehing-ga hasilnya tidak menyimpang dari standar yang sudah ditetapkan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah “apakah kita hanya akan menjadi negara konsumen produk dari negara industri untuk selama-nya?” Untuk dapat bersaing di pasar dunia, selain kualitas produk juga ada faktor yang sangat menentu-kan, yaitu sumber daya genetik da-ri produk yang diminati pasar du-nia dan memiliki akses terhadap pangkalan data standar mutu ber-bagai komoditas yang menjadi per-mintaan pasar. Sudah siapkah kita untuk bersaing di pasar dunia? Dalam tulisan ini dibahas pelu-ang, tantangan, dan potensi yang kita miliki dalam rangka peman-faatan sumber daya genetik secara berkelanjutan, KEBUTUHAN DAN PELUANG Bioprospecting dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi koleksi, penelitian, dan pemanfaatan sumber daya genetik dan biologi secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber ba-ru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alamiah lain untuk tujuan ilmiah dan/atau komersial. Bioprospecting merupakan serangkaian proses kegiatan yang harus memperhitungkan hal-hal berikut: ♦ Keuntungan dalam bentuk pengembangan kemampuan dan transfer teknologi, ♦ Keuntungan finansial yang langsung dapat digunakan untuk konservasi, di samping royalti, ♦ Keterlibatan lembaga dan perorangan di tingkat nasional dan daerah, ♦ Pembentukan insentif industri, dan ♦ Merangsang daya tarik kegiatan industri. Selain itu, diperlukan pula dukungan kebijakan makro, peneliti-an biologi yang terpadu, pilihan transfer teknologi, dan pengem-bangan bisnis guna merancang program bioprospecting yang akan memberikan keuntungan jangka panjang untuk konservasi dan pembangunan nasional (Sittenfeld dan Lovejoy, 1996). Jadi biopros-pecting memiliki dua tujuan dasar, yaitu (1) pemanfaatan sumber daya genetik secara berkelanjutan dan konservasinya, dan (2) pemba-ngunan sosio-ekonomi bagi negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konsep modern dari bio-prospecting ini memberikan kepa-da negara berkembang cara mem-perbaiki kemampuan nasional un-tuk memberikan nilai tambah ter-hadap sumber daya alam, memba-ngun keterampilan, infrastruktur, dan BULETIN AGROBIO 2 teknologi guna mengembang-kan produk baru bagi pasar global, dan sekaligus menjamin perlin-dungan dan pemakaian sumber daya alam yang berkelanjutan. Konservasi keanekaragaman hayati sangat penting untuk bio-prospecting dan merupakan tujuan utama dari bioprospecting di sam-ping pemanfaatannya yang berke-lanjutan. Apabila peningkatan ke-mampuan serta berbagai keun-tungan yang diperoleh digunakan untuk konservasi dan pembangun-an yang berkesinambungan, berarti membuka sumber pendapatan ba-ru untuk meningkatkan nilai keane-karagaman hayati yang akan mem-berikan keuntungan bagi seluruh rakyat. Alternatif Kebijaksanaan Nasional dan Peraturan tentang Akses terhadap Sumber Daya Genetik Konvensi keanekaragaman ha-yati tentang akses terhadap sumber daya genetik telah meratakan jalan untuk peraturan nasional yang mengatur akses terhadap sumber daya genetik. Walaupun masing-masing negara memiliki peraturan yang berbeda, tetapi peraturan ten-tang akses terhadap sumber daya genetik di masa depan harus mempertimbangkan masuknya peraturan baru dan kebijakan yang memperjelas lembaga-lembaga mana dari suatu negara yang ber-wenang dan bertanggung jawab untuk memberikan akses terhadap sumber daya genetik yang dimiliki-nya dan atas dasar apa. Hal ini da-pat dijadikan sebagai suatu keten-tuan bagi kegiatan bioprospecting serta perangkat untuk pemantau-annya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain: perkiraan tentang besarnya permintaan akses di masa depan, pengalaman yang telah dimiliki sebagai sumber dari sumber daya genetik, nilai sumber daya genetik yang diketahui, hak milik dan kepemilikan lahan, lem-baga pengatur, pemisahan lahan konservasi, kemampuan untuk memberi nilai tambah terhadap sumber daya genetik, serta ke-mampuan teknik, administrasi, dan finansial untuk menciptakan dan mengantisipasi program peng-aturan (Glowka, 1996). Sebagai tambahan alternatif kebijakan dan peraturan baru yang mencakup sumber daya genetik, harus dipertimbangkan mana yang dapat dicakup oleh suatu peratur-an. Hal ini berkaitan dengan asal sumber daya genetik yang dapat diperoleh dari sumber in situ dan ex situ, baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun ma-syarakat, termasuk juga yang ber-asal dari kawasan lindung maupun bukan. Pemanfaatan dan pertukar-an sumber daya genetik untuk ke-perluan ekonomi, keagamaan, dan kebudayaan dari masyarakat dae-rah dan penduduk asli juga harus dipertimbangkan. Pertimbangan la-in termasuk dukungan dana untuk menjamin dan memastikan pelaksanaan peraturan, serta pengelola-an keuntungan yang diperoleh dari bioprospecting. Menetapkan Pusat Kontak Dalam menetapkan lembaga yang akan memproses aplikasi un-tuk akses terhadap sumber daya genetik, diperlukan pertimbangan pada tingkat pemerintah. Pende-katan yang paling sederhana bagi suatu negara ialah dengan mencip-takan suatu organisasi pemerintah bersifat antardepartemen yang anggotanya merupakan wakil dari departemen sektoral lembaga yang terkait dengan keanekaragaman hayati dan pembagian keuntungan, yang dilengkapi dengan peraturan tentang komisi penasehat yang ber-anggotakan kelompok pakar dan perseorangan. Akan lebih baik ka-lau badan pemberi izin dan badan pelaksana kegiatan bioprospecting adalah independen. Proses penentuan akses mela-lui izin koleksi mensyaratkan peng-guna untuk mendapatkan izin se-belum melakukan akses. Hal ini merupakan manifestasi hak suatu negara terhadap sumber daya genetik yang ada di wilayahnya (Glowka, 1996). Izin dapat berisi persyaratan akses, khususnya me- VOL 3, NO. 1 ngenai konservasi dan pemanfaat-an yang terlanjutkan serta perjanji-an pertukaran bahan dengan me-nyebutkan hak dan kewajiban se-mua pihak, dan pembagian ke-untungan berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. Sistem Perizinan Akses Banyak negara berkembang sekarang ini menghadapi berbagai masalah seperti: siapakah sebenar-nya yang menjadi pendukung suatu proyek penelitian atau siapa-kah kolektor atau pengamat yang akan mempergunakan temuan-temuannya untuk tujuan komersial. Apabila ada jaminan penyediaan bahan, bagaimana mengatur jum-lahnya agar tidak merusak ekosistem. Menurut Ten Kate (1995) beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam perizinan akses, termasuk pentingnya sumber daya terhadap program nasional yang strategis, pembatasan koleksi, dan ekspor khususnya yang berkaitan dengan status konservasi dan spesies lang-ka, partisipasi penelitian, dan publi-kasi, duplikat dari contoh yang di-simpan di musium dan herbarium nasional, transfer teknologi, royalti dan biaya akses, kepemilikan sam-pel dan keturunannya, dan hak atas kepemilikan intelektual, pem-batasan transfer ketiga, persyaratan pelaporan dan pelacakan, dan per-janjian. Apakah semua peraturan terse-but cukup untuk menghadapi tan-tangan? Dalam banyak hal hampir tidak mungkin kita mengatasi per-tukaran bahan genetik secara ile-gal. Mikroba dapat diperoleh dari tanah yang banyaknya jauh lebih sedikit dari segenggam. Gen dapat diklon dari DNA atau RNA dalam jumlah sangat sedikit yang diisolasi dari bahan biologi, yang dengan mudah dimasukkan ke dalam am-plop surat. Gen tidak memiliki la-bel yang menunjukkan negara asalnya, begitu diklon tidak dapat dilacak negara asalnya. Sebagai imbalan akses kepada sumber daya genetik, mitra industri 1999 S. MOELJOPAWIRO: Bioprospecting: Peluang, Potensi, dan Tantangan harus setuju dengan pembagian keuntungan adil dan berimbang, dalam bentuk intelektual dan mo-neter; implementasi metode kolek-si dan produksi yang berpengaruh minimum terhadap keanekara-gaman hayati serta penerapan praktek bioprospecting yang berim-bang guna penelitian lebih lanjut tentang penyakit daerah tropis dan masalah-masalah yang khususnya berkaitan dengan negara berkem-bang. Alternatif Peraturan, Kebijakan, dan Insentif untuk Memberikan Nilai Tambah pada Sumber Daya Genetik serta Meningkatkan Kemampuan dalam Bioprospecting Agar bioprospecting dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, yaitu konservasi keanekaragaman hayati serta memberikan keuntungan so-sial ekonomi dari pemanfaatan produk keanekaragaman hayati harus ada kerangka kerja biopros-pecting yang memadai, serta dime-ngerti dan ditumbuhkembangkan-nya hubungan antara sumber daya genetik dengan empat faktor beri-kut ini: (1) kebijakan makro, (2) in-ventarisasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan informasi, (3) ak-ses teknologi, dan (4) pengem-bangan bisnis dan perencanaan strategis. Sebagai landasan bioprospec-ting untuk dapat menghasilkan ke-untungan ialah kebijakan makro. Kebijakan makro ini berupa satu set peraturan pemerintah dan inter-nasional, hukum dan insentif eko-nomi yang menentukan pola peng-gunaan lahan, akses dan pengatur-an sumber daya genetik, hak atas kekayaan intelektual, promosi tek-nologi, keamanan hayati, dan pe-ngembangan industri. Pada tingkat internasional, Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), dan Trade Related Intellec- tual Property Rights (TRIP). Dalam konvensi tersebut dibangun antara lain hubungan dan prosedur ten-tang pertukaran sumber daya ge-netik antarnegara. Pada tingkat nasional Undangundang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Pertanian antara lain mengatur tentang pemanfaat-an dan pelestarian plasma nutfah. Selain itu, apabila belum ada perlu dibuat peraturan mengenai hak mi-lik dan kepemilikan atas tanah, pe-manfaatan sumber daya, hak atas kekayaan intelektual, dan kemam-puan industri. POTENSI Indonesia merupakan salah sa-tu negara tropis yang dikenal seba-gai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati (mega biodiver-sity) dan juga tingkat endemisme yang tinggi. Berdasarkan penyebar-an tipe ekosistem dan ciri spesies, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tujuh daerah biogeografi (MNLH dan KONPHALINDO, 1995): 1. Sumatera dan pulau-pulau le-pas pantainya, 2. Jawa dan Bali, 3. Kalimantan, termasuk pulau Natuna dan Anambas, 4. Sulawesi dan pulau-pulau lepas pantainya, termasuk pulau Sula, 5. Nusa Tenggara, 6. Maluku, dan 7. Irian Jaya. Dari segi ekosistem, Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 42 ekosistem daratan alami dan lima ekosistem lautan. Ekosistem terse-but terletak mulai dari padang es dan padang rumput pegunungan di Irian Jaya sampai di berbagai hu-tan hujan dataran rendah di Kali-mantan dari terumbu karang sam-pai padang lamun di laut dan rawa bakau atau mangrove (BAPPENAS, 1993). Keanekaragaman ekosistem inilah yang melahirkan 3 keanekara-gaman spesies. Perkiraan jumlah tipe biotik utama yang ada di Indo-nesia disajikan pada Tabel 1. Pemanfaatan keanekaragaman hayati telah dilakukan oleh masya-rakat selama berabad-abad berda-sarkan berbagai sistem pengetahu-an yang telah berkembang. Misal-nya masyarakat Indonesia telah menggunakan lebih dari 6.000 spe-sies tanaman berbunga (liar mau-pun yang dibudidayakan) untuk memenuhi kebutuhan akan san-dang, pangan, papan, dan obat-obatan. Mereka mengetahui pola tanam tumpangsari untuk mengen-dalikan hama. Pengetahuan tradisi-onal tentang keanekaragaman ha-yati tercermin dari pola pemanfa-atan sumber daya hayati, pola per-tanian tradisional serta pelestarian alam yang masih hidup pada ba-nyak kelompok masyarakat di Indonesia. Pada Tabel 2 disajikan banyaknya spesies tanaman yang digunakan untuk memenuhi kebu-tuhan masyarakat Indonesia. Selain tumbuhan, pengetahuan masyarakat juga mencakup sum-ber daya hayati laut dan hewan da-ratan. Masyarakat nelayan meman-faatkan hampir semua produk laut untuk keperluan pangan, peralatan, dan obat tradisional. Selanjutnya masyarakat juga telah memanfaat-kan jasad renik untuk penghasil antibiotik, fermentasi pembuatan tempe, oncom, tape, minuman, kecap, dan terasi. Pemanfaatan sumber daya ha-yati selain melalui pengetahuan tradisional, Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Pertanian, juga telah memanfaat-kannya untuk pembangunan per-tanian melalui perakitan varietas unggul. Berbagai komoditas perta-nian yang telah dikoleksi Badan Litbang Pertanian disajikan pada Tabel 3. TANTANGAN BULETIN AGROBIO 4 Dalam melaksanakan bioprospecting, maka untuk memperoleh hasil akhir dapat dicapai melalui berbagai tahapan seperti pada Gambar 1. Parameter utama yang harus dipertimbangkan adalah ke-butuhan investasi tenaga dan mo-dal terbanyak dalam proses pe-ngembangan teknologi dan pro-duk. Misalnya, dalam pencarian obat, bagian yang paling rumit ada-lah penelitian dasar penyakit dan pengujian klinis obat yang berpotensi. Skrining utama senyawa biasanya murah dan secara teknis mudah dilakukan. Suatu negara yang ingin mendorong peningkatan kemampuan nasional dalam pe-ngembangan obat, dapat meng-ikuti model peningkatan kemam-puan yang diawali dengan skrining utama untuk mendapatkan senya-wa dan akses teknologi dalam skrining, sedangkan pengujian dan uji klinis pada tahap akhir. Tahapan bioprospecting terse-but pada dasarnya dapat dikelom-pokkan ke dalam tiga elemen da-sar, yang dapat dijadikan pemandu pemanfaatan sumber daya genetik secara rasional dalam bioprospec-ting. Ketiga elemen tersebut ada-lah: pengelolaan informasi dan inventarisasi keanekaragaman hayati, pengembangan bisnis, dan ak-ses teknologi. Ketiganya memberi-kan sumbangan bagi penciptaan daya tarik yang lebih besar bagi mitra bisnis serta meningkatkan batas tawar. Pengelolaan informasi dan inventarisasi keanekaragaman hayati merupakan langkah penentu da-lam penciptaan dasar pengetahuan kegiatan bioprospecting melalui pengembangan dan pengelolaan informasi sistematis yang berkaitan dengan biologi, ekologi, dan takso-nomi spesies, dan sistem kehidup-an. Inventarisasi keanekaragaman hayati menghasilkan katalog sum-ber daya yang tersedia serta lokasi-nya. Kerusakan ekosistem, lahan konservasi, spesies, dan populasi dapat dicegah dengan menunjuk-kan sumber daya apa yang terse-dia dan di mana dapat diperoleh dengan tanpa merusak lingkungan (Raven dan Wilson, 1992). Dengan demikian, VOL 3, NO. 1 Tabel 1. Perkiraan jumlah tipe biotik utama Kelompok Bakteri, ganggang hijau-biru Jamur Rumput laut Lumut Paku-pakuan Tanaman berbunga Serangga Moluska Ikan Amfibia Reptilia Burung Mamalia Indonesia (spesies) Dunia (spesies) 300 12.000 1.800 1.500 1.250 25.000 250.000 20.000 8.500 1.000 2.000 1.500 500 4.700 47.000 21.000 16.000 13.000 250.000 750.000 50.000 19.000 4.200 6.300 9.200 4.170 Sumber: KLH, 1989 Tabel 2. Jumlah spesies tanaman dan pemanfaatannya Jumlah spesies Kegunaan 100 spesies tanaman biji-bijian, ubi-ubian, sagu, penghasil tepung, dan gula 100 spesies tanaman kacang-kacangan 450 spesies tanaman buah-buahan 250 spesies tanaman sayur-sayuran 70 spesies tanaman 40 56 150 1.000 940 spesies tanaman spesies bambu dan 100 spesies tanaman berkayu spesies rotan spesies tanaman spesies tanaman Sumber karbohidrat Sumber protein & lemak Sumber vitamin & mineral Sumber vitamin & mineral Bumbu & rempahrempah Bahan minuman Bahan bangunan Perabot rumah tangga Tanaman hias Bahan obat tradisional Sumber: Rifai, 1994 Tabel 3. Jumlah asesi yang ada di Badan Litbang Pertanian Komoditas Terkoleksi Diteliti Tanaman pangan Buah-buahan Sayur-sayuran Tanaman industri Tanaman perkebunan Ayam Ikan Mikroba 5.529 592 4.438 2.168 10.404 309 1.660 2.670 3.337 95 1.846 338 1.273 - Jumlah 27.770 6.889 Sumber: KNPN, 1999 kolaborator negara sum-ber menjadi lebih menarik, berpe-ngetahuan luas, dan mitra bisnis yang terpercaya, karena informasi yang dihasilkan dari inventarisasi mengurangi risiko pengumpulan materi yang lebih banyak. Pengembangan bisnis harus mendorong pasar domestik untuk memanfaatkan keanekaragaman secara berkelanjutan dan mendo-rong keberlanjutan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi. Hal ini membutuhkan pengetahuan tentang pasar dalam negeri, kete-rampilan serta tujuan ekonomi yang dapat diselaraskan dengan pembangunan berkelanjutan. Un-tuk itu, pembangunan bisnis harus menetapkan pasar, permintaan pa-sar, pelaku utama, kemampuan il-mu pengetahuan, dan 1999 S. MOELJOPAWIRO: Bioprospecting: Peluang, Potensi, dan Tantangan Tabel 4. Pemanfaatan bioprospecting di berbagai sektor Sektor Subsektor Pertanian Tanaman Hewan Pangan Bioremediasi Target Bioinsektisida, ketahanan terhadap OPT Gen penghasil obat, agensia hayati Aroma, rasa, enzim baru Lingkungan Bakteri pemakan minyak, tumbuhan penyerap logam berat Kesehatan Farmasi AIDS, kanker, dll Terapi genom Mekanisme kelahiran Bedah Pelapis permukaan Kesehatan/nutris Rapuh tulang Tanaman berkalsium i Kegemukan Bahan diet, pemanis berkalori rendah Kanker Tanaman berserat tinggi Alergi/susah makan Makanan tambahan Produk khusus Parfum, sabun, Aroma, pewangi, essen, minyak, pengusir sampo serangga 5 Sumber daya alam Penelitian dasar Penelitian terapan Pengembangan produk Produksi Pemasaran Distribusi Gambar 1. Tahapan dalam bioprospecting Target pasar Strategi Sumber: Sittenfeld, 1997 teknologi na-sional guna memberi nilai tambah serta tujuan dan strategi lembaga. Akses teknologi dapat dilaku-kan melalui pengembangan, alih teknologi, pemrosesan bahan men-tah sumber daya genetik menjadi bahan dan produk industri yang le-bih berharga, serta mendorong pe-ningkatan kemampuan. Kemam-puan apakah yang diperlukan da-lam bioprospecting? Yaitu kemampuan di bidang sumber daya ma-nusia, penelitian dan pengembang-an (rekayasa), peraturan perun-dangan, pasar/modal, dan distribusi/komunikasi. Mengingat luasnya aspek kemampuan ini, agar bioprospecting berhasil dilaksanakan, harus dilakukan dengan sistem pendekatan terpadu, melalui pene-tapan target yang terpusat, alokasi sumber daya, dan perencanaan. Sesungguhnya bioprospecting sudah dilaksanakan sejak dimulai-nya sejarah pertanian. Manusia mulai melakukan pemilihan tum-buhan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan, dan obat-obatan), yang selanjutnya me-lalui proses seleksi dibudidayakan. Tetapi dalam era globalisasi, kita dituntut untuk menghasilkan pro-duk yang berkualitas tinggi, sehing-ga mampu bersaing di pasar be-bas, murah, dalam jumlah besar dan terus-menerus, dan sesuai dengan permintaan pasar yang cepat berubah. Hal ini hanya dapat dila- kukan dengan meningkatkan efisi-ensi. Sedangkan peningkatan efisi-ensi hanya dapat dilakukan apabila memiliki kemampuan yang tinggi. Dalam bioprospecting diperlu-kan kemampuan di bidang biologi molekuler, biokimia, bisnis, dan peraturan perundangan seperti hak atas kekayaan intelektual (HAKI = IPR), rekayasa proses, dan seba-gainya. Apabila bioprospecting di-maksudkan untuk pembangunan ekonomi, agar memiliki tingkat ke-berhasilan yang tinggi, diperlukan akses pendanaan yang berkesi-nambungan untuk program jangka panjang termasuk pelatihan dan peraturan perundangan. Khusus mengenai HAKI yang terkait de-ngan paten, ada strategi yang dapat dipilih berdasarkan target pasar (Gambar 2). Produk yang harus dipatenkan biasanya merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan dapat dipasarkan dalam kurun waktu yang lama. Hal ini erat kait-annya dengan proses permohonan paten yang biasanya tidak murah. Oleh karena itu, produk biopros-pecting yang sekarang banyak di-minati oleh industri besar adalah molekul baru (enzim, dll.), agroki-mia baru (biopestisida), dan obat baru. Indonesia merupakan salah sa-tu negara tropis yang mendapat ka-runia Tuhan yang melimpah ruah dalam bentuk kekayaan keaneka-ragaman hayati. Mampukah kita Tanpa paten • untuk pasar lokal • tidak dilindungi Dengan paten • untuk semua pasar • termasuk yang terbesar Gambar 2. Strategi dalam pematenan produk memanfaatkannya untuk kemak-muran rakyat? Apalagi kalau dilihat peluang pasarnya seperti yang di-sajikan pada Tabel 4. Selanjutnya kalau dilihat nilai uangnya, maka pemasaran sumber daya genetik dunia yang terbesar digunakan untuk keperluan kesehatan (US$ 259,5 milyar), diikuti oleh pertanian (pestisida dan benih), dan produk khusus (kosmetik, parfum, enzim, dan mikroba) masing-masing se-besar US$ 54 milyar dan US$ 22,3 milyar (Sittenfeld, 1997). Selanjutnya tergantung dari bagaimana komitmen pemerintah bersama dengan swasta, dalam menyusun strategi nasional dalam bioprospecting serta melaksana-kannya. Dalam menyusun rencana strategis nasional, harus dibedakan antara faktor yang harus dikaji di dalam negeri maupun di luar negeri. Faktor dari dalam negeri adalah kebutuhan dan kemampu-an pengkajian sedangkan faktor dari luar negeri adalah analisis pa-sar dan syarat pengembangan pro-duk atau standar mutu produk. Dari rencana strategis tersebut lebih lanjut dapat ditentukan tekno-logi apa yang diperlukan untuk melaksanakan bioprospecting secara efisien dan yang menjadi tantang-an 6 adalah bagaimana mendapat-kannya. Dalam bioprospecting un-tuk mendapatkan senyawa-senya-wa kimia baru diperlukan teknolo-gi di bidang biologi, kimia, dan automatisasi. Dalam bidang biologi ada tiga teknologi baru yang dapat dimanfaatkan, yaitu teknologi genom, bioinformatika, dan biologi mole-kuler. Teknologi genom merupa-kan automatisasi dari sekuensing DNA untuk mempelajari dan menginterpretasi gen. Selain itu, dapat juga digunakan untuk me-ngetahui molekul protein apa yang mempengaruhi kesehatan sel dan sekaligus juga protein yang dapat menimbulkan penyakit. Genom mikroba dapat digunakan untuk mengindentifikasi gen-gen virulen maupun target baru dalam pene-muan antimikroba. Dengan demi-kian, akan dapat meningkatkan jumlah target senyawa yang akan diskrining secara eksponensial. Bioinformatika merupakan program komputer yang andal dan inovatif untuk menangani sejumlah besar kode informasi tentang gen dan protein dari program genom. Sekuen gen selanjutnya dilihat apa-kah merupakan gen baru atau me-miliki hubungan dengan gen lain yang sudah diketahui fungsinya. Urutan linier protein yang telah di-identifikasi kemudian dikonversi-kan ke dalam bentuk tiga dimensi sebagaimana bentuk aslinya dalam menjalankan fungsinya. Hal ini penting untuk merancang suatu senyawa baru. Biologi molekuler merupakan kunci untuk menghubungkan anta-ra protein yang diperoleh dari tek-nologi genom dengan fungsi fisio-logisnya, yang memungkinkan pe-ngembangan pengujian berkapasi-tas tinggi untuk mendapatkan se-nyawa baru. Teknologi kimia yang baru, ya-itu combinatorial chemistry me-rupakan automatisasi sintesis seca-ra paralel dari ratusan sampai ribu-an senyawa secara serentak. De-ngan demikian, dalam waktu sing-kat dapat diperoleh BULETIN AGROBIO informasi ten-tang senyawa yang aktif maupun yang tidak. Teknologi baru automatisasi disebut dengan ultra high troughput screening merupakan suatu sistem pengujian senyawa secara besarbesaran dan sepenuhnya otomatis. Dilengkapi dengan kemampuan menghitung yang mutakhir, tekno-logi ini mampu menganalisis se-jumlah besar data. Sumber daya genetik sudah ki-ta miliki, teknologi tersedia, komit-men pemerintah dan swasta cukup besar, meskipun demikian tidak otomatis bioprospecting jalan de-ngan sendirinya. Sebagai contoh meskipun teknologi tersedia, tetapi bagaimana mendapatkannya ada aturannya. Dalam hal ini ada per-aturan HAKI yang terkait, yang ha-rus dirundingkan dari awal bagai-mana pemanfaatan teknologi ter-sebut. Kalau teknologi dipakai un-tuk menghasilkan suatu produk yang sangat laku di pasaran bagai-mana pembagian keuntungannya. Beberapa contoh kerja sama bioprospecting antara lain kerja sama Merck dengan INBio di Costa Rica, perusahaan farmasi Shaman dan Andes. Sebagai gambaran kerja sama antara Merck dengan INBio di Costa Rica (Sittenfeld dan Gamez, 1993). Kerja sama ini memungkin-kan perusahaan obat internasional Merck melakukan akses bahan yang akan diekstrak senyawanya untuk diketahui apakah bahan ter-sebut memiliki senyawa yang ber-manfaat. Senyawa yang berpotensi untuk menjadi produk yang meng-untungkan, akan melalui proses pengujian yang panjang sebelum sampai di pasaran. INBio melaku-kan koordinasi koleksi bahan dan ekstraksi senyawa tahap awal. Merck membantu mempercepat INBio mendapatkan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan bio-prospecting dan memberikan se-bagian keuntungan dari produk yang diperolehnya dalam bentuk royalti, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membiayai konservasi. Sebanyak US$ 300.000 diberikan kepada Costa Rica, yang VOL 3, NO. 1 sebagian besar digunakan membiayai Taman Nasional Cocos. untuk Pulau KESIMPULAN 1. Bioprospecting harus didasarkan pada pemanfaatan keanekara-gaman hayati yang berkelanjut-an. 2. Akses terhadap sumber daya genetik harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembagian keuntungan yang adil dari pro-duk yang dihasilkan. 3. Untuk dapat menjadikan sumber daya genetik sebagai penopang pembangunan sosial ekonomi, harus dilakukan pengembangan sumber daya manusia, kemam-puan ilmu pengetahuan dan tek-nologi, analisis pasar, permodal-an yang berkelanjutan, dan pe-nyusunan rencana strategis. 1999 S. MOELJOPAWIRO: Bioprospecting: Peluang, Potensi, dan Tantangan DAFTAR PUSTAKA BAPPENAS. 1993. Biodiversity action plan for Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. Glowka, L. 1996. Determining access to genetic resources and ensuring benefit-sharing: Legal and institutional considerations. IUCN Environmental Policy and Law Paper. Kantor Lingkungan Hidup (KLH). 1989. Keanekaragaman hayati untuk kelangsungan hidup bangsa. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Komisi Nasional Plasma (KNPN). 1999. Laporan Plasma Nutfah 1998-1999. Nutfah Proyek MNLH and KONPHALINDO. 1995. An atlas of biodiversity in Indonesia. Raven, P. and E.O. Wilson. 1992. A fifty-year plan for biodiversity surveys. Science 258:1099-1100. Rifai, M. 1994. A discourse on biodiversity utilization in Indonesia. In Tropical Biodiversity. IFABS, Jakarta. Sittenfeld, A. 1997. Biodiversity prospecting frameworks. Paper presented at the Management Course supported by the Government of Japan, ISNAR, and IBS. Sittenfeld, A. and R. Gamez. 1993. Biodiversity prospecting by INBio. In Reid et al. (Eds.). Biodiversity Prospecting: Using Genetic Resources for Sustainable Development. World Resources Institute, Washington DC. Sittenfeld, A. and A. Lovejoy. 1996. Biodiversity prospecting frameworks: The INBio experience in Costa Rica. In McNeely and Guruswamy (Eds.). Their Seed Preserve: Strategies for Protecting Global Biodiversity. Duke University Press. Ten Kate, K. 1995. Biopiracy or green petroleum? Expectations and best practice in bioprospecting. Overseas Development and Administrati-on (ODA). London. 7