standar kualifikasi dan kompetensi guru profesional di indonesia

advertisement
STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI
GURU PROFESIONAL DI INDONESIA DAN AUSTRALIA BARAT
Mawardi
Program Studi PGSD –FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharian. Kualitas keahlian itu tercermin dalam kepemilikan kompetensi
yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian.
Oleh karena itu seharusnya fokus pengembangan profesionalisme guru
hakikatnya adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Di Indonesia,
Departemen Pendidikan Nasional merumuskan kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Sedangkan di Australia Barat, batasan
kompetensi dinyatakan dalam School Education Act Employees’ (Teachers
and Administrators) General Agreement 2008. Kompetensi guru hakikatnya
kemampuan penerapan pengetahuan profesional dan keterampilan di tempat
kerja dan didukung oleh nilai-nilai atau atribut yang melekat padanya. Di
Australia Barat pengembangan profesionalisme guru diselenggarakan oleh
Institute for Professional Learning. Institut tersebut menerima aplikasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru sesuai dengan jalur karier
yang dipilihnya sendiri. Ada tiga jalur karier yang disediakan, yaitu : 1) guru
senior (senior techer), 2) guru kelas tingkat 3 (level 3 classroom teacher),
dan 3) administrator sekolah (school administrator). Ada kemiripan dengan
sistem pengembangan karier guru di Indonesia: 1) Institute for Professional
Learning mirip dengan PPG di Indonesia. Bedanya, pelaksana diklat pada
Institute for Professional Learning adalah departemen pendidikan,
sedangkan PPG dilakukan oleh LPTK yang ditunjuk; 2) sistem sertifikasi
guru melalui melalui jalur portofolio, hampir sama dengan jalur karier guru
kelas tingkat 3 di Australia Barat; 3) sistem diklat dengan menggunakan
modul memiliki persamaan dengan pelaksanaan PLPG di Indonesia.
Meskipun ada persamaan, ada hal-hal yang positif untuk dikembangkan di
Indonesia ke depan. Misalnya penyelenggaraan diklat pengembangan
profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan bersifat
dadakan.
PENDAHULUAN
Dewasa ini wacana tentang kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan
profesionalisme guru marak dibicarakan, bukan hanya di kalangan guru itu sendiri
tetapi juga di kalangan masyarakat luas. Lebih-lebih tuntutan Undang-undang No 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan bahwa kualifikasi guru
minimal berpendidikan D4/S1, membuat para guru yang belum memenuhi persyaratan
mulai berlomba meningkatkan kualifikasi pendidikannya. Harapannya akan segera
mendapat kesempatan untuk mengikuti program sertifikasi guru. Bagi sebagian besar
1
guru, keinginan untuk dapat mengikuti sertifikasi menjadi semacam obsesi. Seperti
diketahui bahwa sejak program sertifikasi guru digulirkan pada tahun 2008, terdapat
sekitar 2,7 juta guru di Indonesia yang harus tersertifikasi.
Mereka membayangkan jika lulus dan mendapat sertifikat pendidik, selain
menerima tunjangan fungsional, dijanjikan menerima tunjangan profesi sebesar satu
kali gaji pokok. Para pemerhati pendidikan mengkhawatirkan bahwa para guru lebih
membayangkan konsekuensi finansial daripada idealisme yang ada di balik program
sertifikasi itu sendiri. Di samping itu, banyak juga yang mengkhawatirkan bahwa
peluang itu akan digunakan oleh LPTK untuk menyelanggarakan program
peningkatan kualifikasi dan sertifikasi secara massal dan mengorbankan mutu
poendidikan. Jika hal itu terjadi maka peningkaatan kualifikasi dan sertifikasi itu tidak
akan memberikan manfaat positif bagi peningkatan profesionalisme guru.
Terlepas dari berbagai kekhawatiran seperti tersebut di atas, sebenarnya
landasan filosofis di balik program-program pemerintah tersebut adalah keinginan
untuk meningkatkan profesionalisme guru, agar lebih bermartabat. Supriadi (2005)
dalam bukunya yang berjudul “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” menyatakan
bahwa istilah profesionalisme guru menunjuk pada derajat penampilan atau
performance seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dalam mengembangkan profesionalisme guru, ada tiga prinsip utama yang
harus perhatikan, yaitu ‘well educated, well trained, well paid’. Dengan kata lain
pengembangan
profesionalisme
guru
mensyaratkan
peningkatan
kualifikasi,
kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh imbalan
kerja yang memadai.
Sedangkan Tilaar (2002) berpendapat bahwa Profesionalisme guru merupakan
kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi
mata pencaharian. Dengan demikian guru professional adalah guru yang memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Pendapat senada dikemukakan oleh Ravik Karsidi (2005) yang menyatakan
profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus
dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan
kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru
profesional.
Dari
berbagai
pendapat
tentang
profesionalisme
guru
seperti
telah
dikemukakan oleh Supriadi (2005), Tilaar (2005) dan Ravik Karsidi (2005) di atas,
2
dapat disimpulkan bahwa fokus pengembangan profesionalisme guru hakikatnya
adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Oleh karena itu dalam pembahasan
berikut akan dibahas tentang bagaimana standar kompetensi guru di Indonesia
menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007. Kemudian untuk
memperoleh bahan pembanding agar dapat diinventarisir kesepadanan, kekuatan dan
kelemahannya, agar kelak dapat dilakukan pembaharuan sistem pengembangan
kompetensi guru di Indoneisa, maka akan dipaparkan juga sistem pengembangan
kompetensi guru di Australia Barat ( West Australia).
STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU DI INDONESIA DAN
AUSTRALIA BARAT
Menurut Dapartment of Education and Training, Government of West
Australia (2008) seperti tertuang dalam School Education Act Employees’ (Teachers
and Administrators) General Agreement 2008 kompetensi guru berkaitan dengan
kemampuan penerapan pengetahuan profesional dan keterampilan di tempat kerja dan
didukung oleh nilai-nilai atau atribut yang melekat padanya.
Kualifikasi akademik untuk diangkat menjadi guru ditetapkan diploma untuk
guru sekolah dasar dan Bachelor Degree untuk sekolah menengah, khususnya untuk
public school. Sedangkan untuk sekolah swasta (private school) bebas mempekerjakan
guru-guru terlepas dari tingkat kualifikasinuya, walaupun dalam praktiknya sebagian
besar guru swasta di Australia Barat memiliki kualifikasi sarjana.
Sedangkan Depdiknas (2005) merumuskan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak.
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1)
dan Lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetendi Guru menetapkan bahwa kualifikasi akademi guru
minimum diploma IV (D-IV) atau sarjana (S1).
Tentang isi standar kompetensi guru, Dapartment of Education and Training,
WA menetapkan Competency Framework for Teachers seperti tergambar dalam
Gambar 1 berikut.
3
Gambar 1 . Competency Framework for Teachers
Dari Gambar 1 tentang Competency Framework for Teachers nampak bahwa
komponen utama standar kompetensi guru di Australia Barat terdiri dari tiga
komponen kompetensi utama, yaitu kompetensi yang melekat pada diri guru
profesional
(professional
attributes),
kompetensi
pengetahuan
profesional
(professional knowledge) dan kompetensi praktik profesional (professional practice).
Fungsi dari kerangka kompetensi guru dijelaskan berikut:
“The Framework is a tool for classroom teachers to:
a) reflect on their professional effectiveness
b) determine and prioritise areas for professional growth
c) identify professional learning opportunities
d) assist their personal and career development planning.”
1. Kompetensi yang melekat pada diri guru profesional (professional attributes)
Professional attributes merupakan kompetensi guru yang berkaitan dengan
karakteristik sikap dan perilaku yang melekat pada diri guru yang profesional.
Kompetensi ini penting dalam rangka melaksanakan proses pembelajaran yang
humanis, komunikasi yang efektif dengan siswa, kolega dan orang tua siswa.
Professional attributes memberikan pondasi nilai-nilai, keyakinan dan keterampilan
untuk mengambil keputusan-keputusan dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas
4
pekerjaan mereka sehari-hari. Komponen professional attributes secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komponen professional attributes
PHASE 1
PHASE 2
PHASE 3
COLLABORATIVE
Guru menunjukkan kemampuan interpersonal yang baik dengan menciptakan
kesempatan untuk berkomunikasi dan berbagi pengetahuan, ide serta pengalaman
dengan orang lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah mencari bantuan dari
kolega atau guru lain dan bertindak atas saran yang diberikan. Selain itu, para guru
juga mengakui dan mendorong siswa, orang tua sebagai partner dalam belajar.
COMMITTED
Guru mendedikasikan diri untuk mendidik generasi muda dan bertindak demi
kepentingan siswa. Pekerjaan guru dikhususkan untuk pengembangan, pendidikan
pribadi, sosial, moral dan budaya siswa serta bertujuan untuk mengajar mereka
tentang bagaimana menjadi pembelajar seumur hidup dan anggota masyarakat yang
aktif.
EFFECTIVE COMMUNICATOR
Guru menciptakan pengaruh positif terhadap perilaku siswa. Mengartikulasikan
pikiran-pikiran dan ide-ide serta memodifikasi bahasa agar sesuai dengan konteks
siswa.
ETHICAL
Guru menghormati hak orang lain dengan bertindak konsisten dan imparsial.
Mereka memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip keadilan sosial dan
menunjukkannya melalui pembuatan keputusan yang adil.
INNOVATIVE
Guru memecahkan masalah-masalah secara kreatif dan bersedia mengambil risiko
dalam penemuan baru guna mengembangkan program-program pendidikan.
Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa dan meningkatkan minat
belajarnya.
INCLUSIVE
Guru memperlakukan siswa berdasarkan perbedaan fisik, emosional, sosial dan
kebutuhannya.
POSITIVE
Guru konstruktif dalam interaksi dengan orang lain. Mereka menunjukkan
fleksibilitas terhadap perubahan-perubahan, serta memandang perubahan sebagai hal
yang baik.
REFLECTIVE
Guru menganalisis praktik profesional mereka. Menemukan kekurangankekurangannya dan memutuskan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan
menggunakan pengetahuan profesional mereka miliki. Sebagai guru profesional
harus selalu mengikuti tren pendidikan.
5
2. Kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge)
Kompetensi pengetahuan professional di dasarkan pada pandangan bahwa
pengetahuan guru tentang kurikulum, materi pelajaran, pedagogi, pendidikan terkait
perundang-undangan dan konteks pengajaran khusus adalah dasar dari pengajaran
yang efektif. Tujuan dan isi dari kompetensi pengetahuan profesional adalah:
a) memahami struktur dan fungsi dari Kerangka Kurikulum Australia Barat dan
implikasinya,
b) memahami tujuan, sifat dan penggunaan berbagai strategi penilaian
c) memahami bahwa belajar siswa dipengaruhi oleh perkembangan, pengalaman,
kemampuan, minat, bahasa, keluarga, budaya dan masyarakat
d) mengetahui konsep-konsep kunci, isi dan proses penelitian yang relevan
e) memahami hukum dan peraturan-peraturan nyang berkaitan dengan
persekolahan
f) mendukung kebijakan pemerintah dalam kaitan dengan penyelenggaraan
sekolah
3. Kompetensi praktik profesional (professional practice).
Kompetensi praktik profesional terdiri dari lima dimensi dan tiga phase.
Lima
dimensi menggambarkan tanggung jawab profesional utama dan tindakan guru
melakukan dalam kehidupan profesional mereka. Dimensi-dimensi ini interkoneksi
satu sama lain dan secara kolektif berkontribusi terhadap efektifitas guru. Dimensi dan
phase-phase tersebut menggambarkan kewenangan guru terlepas dari masa kerja
mereka. Profesionalitas guru ditunjukkan oleh aktualisasi lima dimensi. Tetapi tidak
harus berada pada semua phase. Phase 1, 2 dan 3 tidak menggambarkan urutan proses,
melainkan sekedar pemetaan tentang posisi seorang guru berdasarkan karakteristik dan
kebutuhan siswanya. Dimensi 1 dan 2 berkaitan dengan praktik pembelajaran.
Sedangkan dimensi 3, 4 dan 5 berkaitan dengan lingkungan kerja yang mendukung
pembelajaran yang efektif. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru dapat
dicermati dari Tabel 2 berikut.
6
Tabel 2. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru
DIMENSION1
Facilitating
Student Learning
DIMENSION2
Assessing and
Reporting Student
Learning
Outcomes
DIMENSION3
Engaging in
Professional
Learning
DIMENSION4
Participating in
Curriculum Policy
and Other
Program
Initiatives in an
Outcomes-focused
Environment
DIMENSION5
Forming
Partnerships
within the School
Community
PHASE 1
Teachers
operating
within the
first
phase should:
PHASE 2
Teachers
operating
within the
second
phase should:
PHASE 3
Teachers
operating
within the
third
phase should:
Memfasilitasi
belajar Siswa
dan
melibatkannya
dalam
menetapkan
tujuan
pembelajaran
sesuai
pengalaman
Memantau,
menilai,
mencatat dan
melaporkan
hasil belajar
siswa
Melayani
beragam gaya
belajar dan
kebutuhan siswa
dalam
menerapkan
strategi
pembelajarannya
Merefleksikan
secara kritis
pengalaman
profesional
nya dalam
rangka
meningkatkan
profesional
itasnya
Berkontribusi
terhadap
pengembangan
belajar
masyarakat
Berpartisipasi
dalam
berbagai
kebijakan
kurikulum dan
kerjasma tim
Menyediakan
dukungan
terhadap
kebijakan
Kurikulum
ataupun
kerjasama tim
Membangun
kemitraan
dengan siswa,
kolega, orang
tua dan yang
lain
Mendkung siswa
belajar melalui
kemitraan dan
kerja tim dengan
anggota
komunitas
sekolah
Menggunakan
teladan dan
strategi
pembelajaran
yang sesuai
kebutuhan
individu,
kelompok dan
atau kelas
inklusif.
Secara
konsisten
menggunakan
teladan
penilaian dan
pelaporan
secara inklusif
Terlibat dalam
beragam
kegiatan
belajar
scr kritis dan
refleksitif
dalam
pengembangan
belajar
masyarakat
Melakukan
kepemimpinan
sekolah dalam
pengembangan
proses
pembelajaran
termasuk
perencanaan
kurikulum dan
perumusan
kebijakan
Memfasilitasi
kerjasama
dalam lingkup
komunitas
sekolah
Menerapkan
sitem penilaian
komprehensif
dan melaporkan
hasil belajar nya
Sedangkan kompetensi guru menurut Lampiran Permendiknas No 16 Tahun
2007 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
7
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi
tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Komponen kompetensi dan kompetensi utama
guru tergambar dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Komponen Kompetensi dan Kompetensi Utama
NO
1
KOMPONEN
KOMPETENSI
Kompetensi
Pedagogik
KOMPETENSI UTAMA GURU
Menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional,
dan intelektual
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik.
Mengembangkan kurikulum yang terkait
dengan mata pelajaran/bidang pengembangan
yang diampu.
Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik.
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan peserta didik.
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar.
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
untuk kepentingan pembelajaran.
Melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
2
Kompetensi
Kepribadian
Bertindak sesuai dengan norma agama,
hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,
berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab
yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
8
3
Kompetensi
Sosial
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta
tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis
kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh
wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.
4
Kompetensi
Profesional
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola
pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu.
Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif.
Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mengembangkan diri.
Dari paparan tentang standar kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru di
Indonesia maupun di Australia Barat, dapat diinventarisir sejumlah persamaan dan
perbedaan berikut: 1) penetapan standar kualifikasi akademik nampaknya di Indonesia
lebih tinggi dibanding di Australia Barat, guru yang berkualifikasi diploma masih
diakui, sedangkan di Indonesia guru di semua jenis dan jenjang pendidikan minimal
harus S1 atau D-IV; 2) standar kualifikasi pendidikan di Australia Barat membedakan
antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, sedangkan di Indonesia berlaku untuk
kedua jenis sekolah, 3) substansi standar kompetensi guru hakikatnya sama, kalaupun
ada perbedaan lebih kepada pengelompokan dan penamaan kategori kompetensi.
Misalnya : a) standar kompetensi professional attributes di Australia Barat nampaknya
berisi kompetensi kepribadian dan sosial dalam standar kompetensi guru di Indonesia,
b) standar kompetensi pengetahuan profesional mirip dengan standar kompetensi
professional di Indonesia, c) standar kompetensi praktik professional hakikatnya sama
dengan standar kompetensi pedagogik di Indonesia; 4) penamaan standar kompetensi
profesional sebagai komponen dari keseluruhan standar kompetensi guru di Indonesia
9
menurut hemat penulis kurang tepat, bandingkan dengan di Australia Barat yang
menamai seluruh kompetensi guru dengan nama standar profesioanal ((professional
attributes, professional knowledge, dan professional practice).
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME
Pengembangan profesionalisme guru, baik di Indonesia maupun di Australia
Barat bermuara pada peningkatan kariernya. Sistem pengembangan profesionalisme di
Australia diatur oleh departemen pendidikan di masing-masing Australian Capital
Territory. Di Australia Barat pengembangan profesionalisme guru diselenggarakan
oleh Institute for Professional Learning. Institut tersebut menerima aplikasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru sesuai dengan jalur karier yang
dipilihnya sendiri. Ada tiga jalur karier yang disediakan, yaitu : 1) guru senior (senior
techer), 2) guru kelas tingkat 3 (level 3 classroom teacher), dan 3) administrator
sekolah (school administrator). Jalur karier guru senior menyiapkan guru menjadi
guru saja, tanpa dituntut keaahlian khusus yang lain. Jalur guru kelas tingkat 3
menyiapkan guru kelas dan keahlian nkhusus tertentu (misalnya leadership).
Sedangkan jalur guru administrator sekolah menyiapkan guru untuk menjadi kepala
sekolah ataupun kepala/wakil kepala dinas pendidikan lokal (become a principal,
deputy or head of a learning area).
Pelaksanaan pendidikan dan latihan dilaksanakan dengan menggunakan modulmodul diklat, baik online maupun cetak dan portofolio bagi jalur guru kelas tingkat 3,
kemudian diakhiri dengan assessment dan sertifikasi bagi yang lulus. Bagi guru negeri
diberi biaya diklat sebesar $ 1.600 per tahun. Ada tambahan penghasilan stelah
memperoleh sertifat sesuai dengan jalur masing-masing. Misalnya, untuk guru senior
mendapat tambahan penghasilan $ 91.647 setiap bulannya.
Sistem ini menarik, karena ada kemiripan dengan sistem pengembangan karier
guru di Indonesia. Misalnya : 1) Institute for Professional Learning nampaknya mirip
dengan PPG di Indonesia. Bedanya hanya terletak pada pelaksananya. Pelaksana diklat
pada Institute for Professional Learning adalah departemen pendidikan, sedangkan
PPG dilakukan oleh LPTK yang ditunjuk; 2) sistem sertifikasi guru melalui melalui
jalur portofolio, hampir sama dengan jalur karier guru kelas tingkat 3 di Australia
Barat; 3) sistem diklat dengan menggunakan modul memiliki persamaan dengan
pelaksanaan PLPG di Indonesia.
10
Meskipun ada persamaan, nampaknya ada hal-hal yang positif untuk
dikembangkan
di
Indonesia
ke
depan.
Misalnya
penyelenggaraan
diklat
pengembangan profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan
bersifat dadakan. Demikian juga dengan jalur karier guru yang akan menjadi pejabat
institusi pendidikan (kepala sekolah, pengawas maupun kepala dinas pendidikan)
sudah sitetapkan jalurnya sejak awal, sehingga terlepas dari kepentingan politik
tertentu. Yang mengejutkan justru tambahan penghasilan bagi guru yang telah
bersertifikat nampaknya secara kuantitatif lebih besar di Indonesia.
PENUTUP
Kebijakan pemerintah tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru
yang implementasinya sedang dalam proses merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan guru yang diharapkan dapat berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Guru dituntut untuk selalu dinamis
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Sebagai
pendidik, sudah seharusnya guru harus belajar seumur hidup (long life education).
Oleh karena itu, guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga dia
mampu menjadi pencetus ”teori-teori” baru dalam konteks pembelajarannya untuk
peningkatan mutu pendidikan.
Posisi guru sebagai salah satu profesi seharusnya diakui dalam kehidupan
masyarakat. Guru sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti
dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan masih banyak yang
lainnya. Untuk mengarah kepada kondisi tersebut, tentunya guru sendirilah yang harus
mampu mengaktualisasikan kompetensinya, sehingga diakui oleh para pihak yang
berkepentingan.
Mengkomparasikan dengan standar kompetensi guru dan sistem pemngembangan
karier dengan negara lain dimaksudkan untuk memperluas wawasan dan menangkap
sisi positif dari sistem yang dipakai di negara lain. Tanpa bermaksud menjelekjelekkan sistem negeri sendiri.
SUMBER BACAAN
Ravik Karsidi. (2005). Profesionalisme guru dan peningkatan mutu pendidikan di era
otonomi daerah, Makalah Seminar Nasional Pendidikan di Kabupaten
Wonogiri, 23 Juli 2005.
11
Dedi Supriadi (Ed). (2003). Guru di Indonesia, pendidikan, pelatihan dan perjuangan
sejak zaman kolonial hingga era reformasi. Jakata: Direktorat Tenaga
Kependidikan
Tilaar,H.A.R.(2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta
----------2005. Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen
.Jakarta:Depdiknas.
----------2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:Depdiknas.
----------2008. Competency Framework for Teachers. Perth: Department of Education
and Training. Western Australia.Available on http://www.det.wa.edu.au/:
27/09/2011
Muhaimin. (2004). Paradigma pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah. 2000. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
12
Download