STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU PROFESIONAL DI INDONESIA DAN AUSTRALIA BARAT Mawardi Program Studi PGSD –FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ABSTRAK Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Kualitas keahlian itu tercermin dalam kepemilikan kompetensi yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian. Oleh karena itu seharusnya fokus pengembangan profesionalisme guru hakikatnya adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional merumuskan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Sedangkan di Australia Barat, batasan kompetensi dinyatakan dalam School Education Act Employees’ (Teachers and Administrators) General Agreement 2008. Kompetensi guru hakikatnya kemampuan penerapan pengetahuan profesional dan keterampilan di tempat kerja dan didukung oleh nilai-nilai atau atribut yang melekat padanya. Di Australia Barat pengembangan profesionalisme guru diselenggarakan oleh Institute for Professional Learning. Institut tersebut menerima aplikasi dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru sesuai dengan jalur karier yang dipilihnya sendiri. Ada tiga jalur karier yang disediakan, yaitu : 1) guru senior (senior techer), 2) guru kelas tingkat 3 (level 3 classroom teacher), dan 3) administrator sekolah (school administrator). Ada kemiripan dengan sistem pengembangan karier guru di Indonesia: 1) Institute for Professional Learning mirip dengan PPG di Indonesia. Bedanya, pelaksana diklat pada Institute for Professional Learning adalah departemen pendidikan, sedangkan PPG dilakukan oleh LPTK yang ditunjuk; 2) sistem sertifikasi guru melalui melalui jalur portofolio, hampir sama dengan jalur karier guru kelas tingkat 3 di Australia Barat; 3) sistem diklat dengan menggunakan modul memiliki persamaan dengan pelaksanaan PLPG di Indonesia. Meskipun ada persamaan, ada hal-hal yang positif untuk dikembangkan di Indonesia ke depan. Misalnya penyelenggaraan diklat pengembangan profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan bersifat dadakan. PENDAHULUAN Dewasa ini wacana tentang kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan profesionalisme guru marak dibicarakan, bukan hanya di kalangan guru itu sendiri tetapi juga di kalangan masyarakat luas. Lebih-lebih tuntutan Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan bahwa kualifikasi guru minimal berpendidikan D4/S1, membuat para guru yang belum memenuhi persyaratan mulai berlomba meningkatkan kualifikasi pendidikannya. Harapannya akan segera mendapat kesempatan untuk mengikuti program sertifikasi guru. Bagi sebagian besar 1 guru, keinginan untuk dapat mengikuti sertifikasi menjadi semacam obsesi. Seperti diketahui bahwa sejak program sertifikasi guru digulirkan pada tahun 2008, terdapat sekitar 2,7 juta guru di Indonesia yang harus tersertifikasi. Mereka membayangkan jika lulus dan mendapat sertifikat pendidik, selain menerima tunjangan fungsional, dijanjikan menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Para pemerhati pendidikan mengkhawatirkan bahwa para guru lebih membayangkan konsekuensi finansial daripada idealisme yang ada di balik program sertifikasi itu sendiri. Di samping itu, banyak juga yang mengkhawatirkan bahwa peluang itu akan digunakan oleh LPTK untuk menyelanggarakan program peningkatan kualifikasi dan sertifikasi secara massal dan mengorbankan mutu poendidikan. Jika hal itu terjadi maka peningkaatan kualifikasi dan sertifikasi itu tidak akan memberikan manfaat positif bagi peningkatan profesionalisme guru. Terlepas dari berbagai kekhawatiran seperti tersebut di atas, sebenarnya landasan filosofis di balik program-program pemerintah tersebut adalah keinginan untuk meningkatkan profesionalisme guru, agar lebih bermartabat. Supriadi (2005) dalam bukunya yang berjudul “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” menyatakan bahwa istilah profesionalisme guru menunjuk pada derajat penampilan atau performance seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam mengembangkan profesionalisme guru, ada tiga prinsip utama yang harus perhatikan, yaitu ‘well educated, well trained, well paid’. Dengan kata lain pengembangan profesionalisme guru mensyaratkan peningkatan kualifikasi, kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh imbalan kerja yang memadai. Sedangkan Tilaar (2002) berpendapat bahwa Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Dengan demikian guru professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Pendapat senada dikemukakan oleh Ravik Karsidi (2005) yang menyatakan profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru profesional. Dari berbagai pendapat tentang profesionalisme guru seperti telah dikemukakan oleh Supriadi (2005), Tilaar (2005) dan Ravik Karsidi (2005) di atas, 2 dapat disimpulkan bahwa fokus pengembangan profesionalisme guru hakikatnya adalah pengembangan kompetensi guru itu sendiri. Oleh karena itu dalam pembahasan berikut akan dibahas tentang bagaimana standar kompetensi guru di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007. Kemudian untuk memperoleh bahan pembanding agar dapat diinventarisir kesepadanan, kekuatan dan kelemahannya, agar kelak dapat dilakukan pembaharuan sistem pengembangan kompetensi guru di Indoneisa, maka akan dipaparkan juga sistem pengembangan kompetensi guru di Australia Barat ( West Australia). STANDAR KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU DI INDONESIA DAN AUSTRALIA BARAT Menurut Dapartment of Education and Training, Government of West Australia (2008) seperti tertuang dalam School Education Act Employees’ (Teachers and Administrators) General Agreement 2008 kompetensi guru berkaitan dengan kemampuan penerapan pengetahuan profesional dan keterampilan di tempat kerja dan didukung oleh nilai-nilai atau atribut yang melekat padanya. Kualifikasi akademik untuk diangkat menjadi guru ditetapkan diploma untuk guru sekolah dasar dan Bachelor Degree untuk sekolah menengah, khususnya untuk public school. Sedangkan untuk sekolah swasta (private school) bebas mempekerjakan guru-guru terlepas dari tingkat kualifikasinuya, walaupun dalam praktiknya sebagian besar guru swasta di Australia Barat memiliki kualifikasi sarjana. Sedangkan Depdiknas (2005) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) dan Lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetendi Guru menetapkan bahwa kualifikasi akademi guru minimum diploma IV (D-IV) atau sarjana (S1). Tentang isi standar kompetensi guru, Dapartment of Education and Training, WA menetapkan Competency Framework for Teachers seperti tergambar dalam Gambar 1 berikut. 3 Gambar 1 . Competency Framework for Teachers Dari Gambar 1 tentang Competency Framework for Teachers nampak bahwa komponen utama standar kompetensi guru di Australia Barat terdiri dari tiga komponen kompetensi utama, yaitu kompetensi yang melekat pada diri guru profesional (professional attributes), kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge) dan kompetensi praktik profesional (professional practice). Fungsi dari kerangka kompetensi guru dijelaskan berikut: “The Framework is a tool for classroom teachers to: a) reflect on their professional effectiveness b) determine and prioritise areas for professional growth c) identify professional learning opportunities d) assist their personal and career development planning.” 1. Kompetensi yang melekat pada diri guru profesional (professional attributes) Professional attributes merupakan kompetensi guru yang berkaitan dengan karakteristik sikap dan perilaku yang melekat pada diri guru yang profesional. Kompetensi ini penting dalam rangka melaksanakan proses pembelajaran yang humanis, komunikasi yang efektif dengan siswa, kolega dan orang tua siswa. Professional attributes memberikan pondasi nilai-nilai, keyakinan dan keterampilan untuk mengambil keputusan-keputusan dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas 4 pekerjaan mereka sehari-hari. Komponen professional attributes secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Komponen professional attributes PHASE 1 PHASE 2 PHASE 3 COLLABORATIVE Guru menunjukkan kemampuan interpersonal yang baik dengan menciptakan kesempatan untuk berkomunikasi dan berbagi pengetahuan, ide serta pengalaman dengan orang lain. Salah satu cara yang dilakukan adalah mencari bantuan dari kolega atau guru lain dan bertindak atas saran yang diberikan. Selain itu, para guru juga mengakui dan mendorong siswa, orang tua sebagai partner dalam belajar. COMMITTED Guru mendedikasikan diri untuk mendidik generasi muda dan bertindak demi kepentingan siswa. Pekerjaan guru dikhususkan untuk pengembangan, pendidikan pribadi, sosial, moral dan budaya siswa serta bertujuan untuk mengajar mereka tentang bagaimana menjadi pembelajar seumur hidup dan anggota masyarakat yang aktif. EFFECTIVE COMMUNICATOR Guru menciptakan pengaruh positif terhadap perilaku siswa. Mengartikulasikan pikiran-pikiran dan ide-ide serta memodifikasi bahasa agar sesuai dengan konteks siswa. ETHICAL Guru menghormati hak orang lain dengan bertindak konsisten dan imparsial. Mereka memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip keadilan sosial dan menunjukkannya melalui pembuatan keputusan yang adil. INNOVATIVE Guru memecahkan masalah-masalah secara kreatif dan bersedia mengambil risiko dalam penemuan baru guna mengembangkan program-program pendidikan. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa dan meningkatkan minat belajarnya. INCLUSIVE Guru memperlakukan siswa berdasarkan perbedaan fisik, emosional, sosial dan kebutuhannya. POSITIVE Guru konstruktif dalam interaksi dengan orang lain. Mereka menunjukkan fleksibilitas terhadap perubahan-perubahan, serta memandang perubahan sebagai hal yang baik. REFLECTIVE Guru menganalisis praktik profesional mereka. Menemukan kekurangankekurangannya dan memutuskan untuk melakukan tindakan perbaikan dengan menggunakan pengetahuan profesional mereka miliki. Sebagai guru profesional harus selalu mengikuti tren pendidikan. 5 2. Kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge) Kompetensi pengetahuan professional di dasarkan pada pandangan bahwa pengetahuan guru tentang kurikulum, materi pelajaran, pedagogi, pendidikan terkait perundang-undangan dan konteks pengajaran khusus adalah dasar dari pengajaran yang efektif. Tujuan dan isi dari kompetensi pengetahuan profesional adalah: a) memahami struktur dan fungsi dari Kerangka Kurikulum Australia Barat dan implikasinya, b) memahami tujuan, sifat dan penggunaan berbagai strategi penilaian c) memahami bahwa belajar siswa dipengaruhi oleh perkembangan, pengalaman, kemampuan, minat, bahasa, keluarga, budaya dan masyarakat d) mengetahui konsep-konsep kunci, isi dan proses penelitian yang relevan e) memahami hukum dan peraturan-peraturan nyang berkaitan dengan persekolahan f) mendukung kebijakan pemerintah dalam kaitan dengan penyelenggaraan sekolah 3. Kompetensi praktik profesional (professional practice). Kompetensi praktik profesional terdiri dari lima dimensi dan tiga phase. Lima dimensi menggambarkan tanggung jawab profesional utama dan tindakan guru melakukan dalam kehidupan profesional mereka. Dimensi-dimensi ini interkoneksi satu sama lain dan secara kolektif berkontribusi terhadap efektifitas guru. Dimensi dan phase-phase tersebut menggambarkan kewenangan guru terlepas dari masa kerja mereka. Profesionalitas guru ditunjukkan oleh aktualisasi lima dimensi. Tetapi tidak harus berada pada semua phase. Phase 1, 2 dan 3 tidak menggambarkan urutan proses, melainkan sekedar pemetaan tentang posisi seorang guru berdasarkan karakteristik dan kebutuhan siswanya. Dimensi 1 dan 2 berkaitan dengan praktik pembelajaran. Sedangkan dimensi 3, 4 dan 5 berkaitan dengan lingkungan kerja yang mendukung pembelajaran yang efektif. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru dapat dicermati dari Tabel 2 berikut. 6 Tabel 2. Dimensi-dimensi dan phase-phase kompetensi guru DIMENSION1 Facilitating Student Learning DIMENSION2 Assessing and Reporting Student Learning Outcomes DIMENSION3 Engaging in Professional Learning DIMENSION4 Participating in Curriculum Policy and Other Program Initiatives in an Outcomes-focused Environment DIMENSION5 Forming Partnerships within the School Community PHASE 1 Teachers operating within the first phase should: PHASE 2 Teachers operating within the second phase should: PHASE 3 Teachers operating within the third phase should: Memfasilitasi belajar Siswa dan melibatkannya dalam menetapkan tujuan pembelajaran sesuai pengalaman Memantau, menilai, mencatat dan melaporkan hasil belajar siswa Melayani beragam gaya belajar dan kebutuhan siswa dalam menerapkan strategi pembelajarannya Merefleksikan secara kritis pengalaman profesional nya dalam rangka meningkatkan profesional itasnya Berkontribusi terhadap pengembangan belajar masyarakat Berpartisipasi dalam berbagai kebijakan kurikulum dan kerjasma tim Menyediakan dukungan terhadap kebijakan Kurikulum ataupun kerjasama tim Membangun kemitraan dengan siswa, kolega, orang tua dan yang lain Mendkung siswa belajar melalui kemitraan dan kerja tim dengan anggota komunitas sekolah Menggunakan teladan dan strategi pembelajaran yang sesuai kebutuhan individu, kelompok dan atau kelas inklusif. Secara konsisten menggunakan teladan penilaian dan pelaporan secara inklusif Terlibat dalam beragam kegiatan belajar scr kritis dan refleksitif dalam pengembangan belajar masyarakat Melakukan kepemimpinan sekolah dalam pengembangan proses pembelajaran termasuk perencanaan kurikulum dan perumusan kebijakan Memfasilitasi kerjasama dalam lingkup komunitas sekolah Menerapkan sitem penilaian komprehensif dan melaporkan hasil belajar nya Sedangkan kompetensi guru menurut Lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan 7 kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Komponen kompetensi dan kompetensi utama guru tergambar dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Komponen Kompetensi dan Kompetensi Utama NO 1 KOMPONEN KOMPETENSI Kompetensi Pedagogik KOMPETENSI UTAMA GURU Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 2 Kompetensi Kepribadian Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 8 3 Kompetensi Sosial Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 4 Kompetensi Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. Dari paparan tentang standar kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru di Indonesia maupun di Australia Barat, dapat diinventarisir sejumlah persamaan dan perbedaan berikut: 1) penetapan standar kualifikasi akademik nampaknya di Indonesia lebih tinggi dibanding di Australia Barat, guru yang berkualifikasi diploma masih diakui, sedangkan di Indonesia guru di semua jenis dan jenjang pendidikan minimal harus S1 atau D-IV; 2) standar kualifikasi pendidikan di Australia Barat membedakan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, sedangkan di Indonesia berlaku untuk kedua jenis sekolah, 3) substansi standar kompetensi guru hakikatnya sama, kalaupun ada perbedaan lebih kepada pengelompokan dan penamaan kategori kompetensi. Misalnya : a) standar kompetensi professional attributes di Australia Barat nampaknya berisi kompetensi kepribadian dan sosial dalam standar kompetensi guru di Indonesia, b) standar kompetensi pengetahuan profesional mirip dengan standar kompetensi professional di Indonesia, c) standar kompetensi praktik professional hakikatnya sama dengan standar kompetensi pedagogik di Indonesia; 4) penamaan standar kompetensi profesional sebagai komponen dari keseluruhan standar kompetensi guru di Indonesia 9 menurut hemat penulis kurang tepat, bandingkan dengan di Australia Barat yang menamai seluruh kompetensi guru dengan nama standar profesioanal ((professional attributes, professional knowledge, dan professional practice). PENGEMBANGAN PROFESIONALISME Pengembangan profesionalisme guru, baik di Indonesia maupun di Australia Barat bermuara pada peningkatan kariernya. Sistem pengembangan profesionalisme di Australia diatur oleh departemen pendidikan di masing-masing Australian Capital Territory. Di Australia Barat pengembangan profesionalisme guru diselenggarakan oleh Institute for Professional Learning. Institut tersebut menerima aplikasi dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan guru sesuai dengan jalur karier yang dipilihnya sendiri. Ada tiga jalur karier yang disediakan, yaitu : 1) guru senior (senior techer), 2) guru kelas tingkat 3 (level 3 classroom teacher), dan 3) administrator sekolah (school administrator). Jalur karier guru senior menyiapkan guru menjadi guru saja, tanpa dituntut keaahlian khusus yang lain. Jalur guru kelas tingkat 3 menyiapkan guru kelas dan keahlian nkhusus tertentu (misalnya leadership). Sedangkan jalur guru administrator sekolah menyiapkan guru untuk menjadi kepala sekolah ataupun kepala/wakil kepala dinas pendidikan lokal (become a principal, deputy or head of a learning area). Pelaksanaan pendidikan dan latihan dilaksanakan dengan menggunakan modulmodul diklat, baik online maupun cetak dan portofolio bagi jalur guru kelas tingkat 3, kemudian diakhiri dengan assessment dan sertifikasi bagi yang lulus. Bagi guru negeri diberi biaya diklat sebesar $ 1.600 per tahun. Ada tambahan penghasilan stelah memperoleh sertifat sesuai dengan jalur masing-masing. Misalnya, untuk guru senior mendapat tambahan penghasilan $ 91.647 setiap bulannya. Sistem ini menarik, karena ada kemiripan dengan sistem pengembangan karier guru di Indonesia. Misalnya : 1) Institute for Professional Learning nampaknya mirip dengan PPG di Indonesia. Bedanya hanya terletak pada pelaksananya. Pelaksana diklat pada Institute for Professional Learning adalah departemen pendidikan, sedangkan PPG dilakukan oleh LPTK yang ditunjuk; 2) sistem sertifikasi guru melalui melalui jalur portofolio, hampir sama dengan jalur karier guru kelas tingkat 3 di Australia Barat; 3) sistem diklat dengan menggunakan modul memiliki persamaan dengan pelaksanaan PLPG di Indonesia. 10 Meskipun ada persamaan, nampaknya ada hal-hal yang positif untuk dikembangkan di Indonesia ke depan. Misalnya penyelenggaraan diklat pengembangan profesionalisme guru harus dirancang sejak awal karier guru, bukan bersifat dadakan. Demikian juga dengan jalur karier guru yang akan menjadi pejabat institusi pendidikan (kepala sekolah, pengawas maupun kepala dinas pendidikan) sudah sitetapkan jalurnya sejak awal, sehingga terlepas dari kepentingan politik tertentu. Yang mengejutkan justru tambahan penghasilan bagi guru yang telah bersertifikat nampaknya secara kuantitatif lebih besar di Indonesia. PENUTUP Kebijakan pemerintah tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru yang implementasinya sedang dalam proses merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan guru yang diharapkan dapat berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Guru dituntut untuk selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Sebagai pendidik, sudah seharusnya guru harus belajar seumur hidup (long life education). Oleh karena itu, guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga dia mampu menjadi pencetus ”teori-teori” baru dalam konteks pembelajarannya untuk peningkatan mutu pendidikan. Posisi guru sebagai salah satu profesi seharusnya diakui dalam kehidupan masyarakat. Guru sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya, seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan masih banyak yang lainnya. Untuk mengarah kepada kondisi tersebut, tentunya guru sendirilah yang harus mampu mengaktualisasikan kompetensinya, sehingga diakui oleh para pihak yang berkepentingan. Mengkomparasikan dengan standar kompetensi guru dan sistem pemngembangan karier dengan negara lain dimaksudkan untuk memperluas wawasan dan menangkap sisi positif dari sistem yang dipakai di negara lain. Tanpa bermaksud menjelekjelekkan sistem negeri sendiri. SUMBER BACAAN Ravik Karsidi. (2005). Profesionalisme guru dan peningkatan mutu pendidikan di era otonomi daerah, Makalah Seminar Nasional Pendidikan di Kabupaten Wonogiri, 23 Juli 2005. 11 Dedi Supriadi (Ed). (2003). Guru di Indonesia, pendidikan, pelatihan dan perjuangan sejak zaman kolonial hingga era reformasi. Jakata: Direktorat Tenaga Kependidikan Tilaar,H.A.R.(2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta ----------2005. Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen .Jakarta:Depdiknas. ----------2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta:Depdiknas. ----------2008. Competency Framework for Teachers. Perth: Department of Education and Training. Western Australia.Available on http://www.det.wa.edu.au/: 27/09/2011 Muhaimin. (2004). Paradigma pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muhibbin Syah. 2000. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 12