Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II BANK INDONESIA 2016 Laporan Pelaksanaan 2016 Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 Telp: (62 21) 500131 Fax: (62 21) 3861458 Email: [email protected] www.bi.go.id Triwulan II Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II 2016 Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan II - 2016. HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN Inflasi triwulan II-2016 tetap terkendali dan masih berada dalam kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia sebesar 4±1%. Inflasi IHK mencatat inflasi 0,44% (qtq) atau 3,45% (yoy). Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga. Selama triwulan II-2016, nilai tukar Rupiah, secara point to point (ptp) menguat sebesar 0,36% dan mencapai level Rp13.213. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) dari triwulan sebelumnya pada level normal yang didukung oleh 5,18%, lebih tinggi sebesar 4,91%. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2016 mencatat surplus 2,2 miliar dolar AS, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya Indonesia relatif stabil. Hal itu tercermin dengan Indeks SSK yang tetap berada meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan. Penyelenggaraan sistem pembayaran aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. surplus transaksi modal dan finansial. Defisit transaksi berjalan turun menjadi 4,7 miliar dolar AS Transaksi tunai berjalan lancar, ditopang pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar. (2,0% PDB) dari sebelumnya 4,8 miliar dolar AS (2,2% PDB), ditopang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 iii HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA • Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 bps, Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju kisaran sasaran sebesar 4±1%. • Penurunan BI Rate sebesar 25 bps diikuti dengan penurunan suku bunga standing facilities (SF) dan deposit facility (DF) menjadi masing-masing 4,50% dan 7,00%. • Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada upaya mempercepat reformasi struktural untuk mendukung terjaganya stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif. • Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Penyempurnaan itu antara lain penambahan jenis valuta asing, penggunaan kurs tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi. • Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, antara lain mengatur mekanisme pengajuan transaksi, mekanisme lelang, dan underlying transaksi. • Agar pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berjalan lebih efektif, Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan asosiasi. • Kebijakan pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yakni ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima. • Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis pengawasan penyelenggaraan APMK dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran. • Untuk mengembangkan penggunaan CeBM, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal. Penggunaan CeBM untuk pengiriman dana subscriptions telah memasuki User Acceptance Test (UAT) Tahap I. • Untuk mendorong stabilitas sistem keuangan dan moneter, Bank Indonesia menerbitkan PBI No. 18/9/PBI/2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. • Fitur baru bulk payment mulai diimplementasikan pada layanan SKNBI. Fitur bulk payment terdiri atas Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan Reguler (debit). • Bank Indonesia terus aktif melakukan kegiatan edukasi keuangan inklusif kepada masyarakat. Kegiatan itu melibatkan para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. iv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 • Di berbagai fora internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya koordinasi antarotoritas, komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju. • Komunikasi kebijakan moneter Bank Indonesia difokuskan pada pengenalan BI-7 day (reverse) repo rate yang akan menggantikan suku bunga acuan BI Rate. • Program transformasi Bank Indonesia terus berlanjut dengan 28 Program Strategis (PS) dan 5 (lima) tema yaitu tema Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art Technology. • Sepanjang triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas) peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas 7 (tujuh) PBI dan 11 (sebelas) Surat Edaran Eksternal. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 v Kata Pengantar Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan perkenanNya Bank Indonesia masih berkesempatan untuk dapat menjalankan tugas dan wewenang sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang. Triwulan II-2016 ini menjadi salah satu periode yang bersejarah bagi pelaksanaan tugas Bank Indonesia khususnya dalam penyelenggaraan kebijakan moneter. Setelah melalui kajian yang panjang dan mendalam, Bank Indonesia menetapkan untuk melakukan reformulasi suku bunga kebijakan, dari semula BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Penguatan kerangka operasi moneter ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu (1) memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan ; (2) memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan perbankan ; serta (3) mendorong pendalaman pasar keuangan. Langkah besar berupa reformulasi suku bunga kebijakan tersebut diambil ditengah kondisi perekonomian yang kami yakini kondusif. Berbagai respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah kami cermati telah berhasil meredam tekanan terhadap stabilitas makroekonomi dan secara konsisten mengawal pemulihan pertumbuhan ekonomi nasional. Perekonomian Indonesia pada triwulan II-2016 berhasil tumbuh 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Pemulihan tersebut tentunya tidak terlepas dari stimulus fiskal yang diupayakan Pemerintah, serta pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia sejak awal tahun 2016. Kami bersyukur bahwa sampai dengan triwulan II-2016 inflasi dapat dijaga tetap rendah dan terkendali sebesar 3,45% (yoy), defisit neraca transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat, pasar keuangan domestik mengalami kembalinya arus modal masuk yang mendorong surplus neraca perdagangan, serta pergerakan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil. Sistem keuangan Indonesia pun pada triwulan II-2016 dalam kondisi baik. Selain ditopang oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan, ketahanan industri perbankan juga terjaga dengan dukungan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang terkendali. Kondisi ini tentunya memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian yang terjadi dalam beberapa triwulan sebelumnya. Ditengah upaya mendorong pemulihan ekonomi, kondisi ini juga kemudian melatarbelakangi relaksasi kebijakan makroprudensial pada akhir triwulan II-2016. Tiga kebijakan yaitu (1) Relaksasi ketentuan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) kredit properti ; (2) Relaksasi mekanisme inden kredit properti dengan pencairan bertahap ; dan (3) Penyesuaian batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) diharapkan akan dapat semakin memperkuat upaya untuk mendorong permintaan domestik. Dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang relatif terjaga, aliran modal juga dirasakan kembali masuk dan mendorong kinerja vi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 pasar keuangan domestik. Momentum pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak oleh DPR kemudian turut memberikan sentimen positif pada keseluruhan kinerja pasar keuangan Indonesia di akhir Triwulan II-2016. Dalam menjaga stabilitas dan memastikan efektivitas bauran kebijakan yang ditempuh, kami juga menyadari pentingnya dukungan keandalan, keamanan, dan efisiensi dari penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Menghadapi tingginya aktivitas ekonomi masyarakat pada periode Ramadhan 2016, persediaan uang Rupiah yang dapat ditarik oleh masyarakat tetap terjaga untuk 3,4 bulan kedepan. Selain itu, pada triwulan II-2016 Bank Indonesia juga telah menerbitkan ketentuan yang memayungi aktivitas pengaturan dan pengawasan pada sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, termasuk Kegiatan Layanan Uang. Dalam ketentuan tersebut, telah diatur aspekaspek termasuk objek, metode, dan sanksi dari aktivitas pengawasan Bank Indonesia terhadap pelaku di industri sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Selain untuk memastikan infrastruktur dan kualitas layanan sistem pembayaran yang diberikan kepada masyarakat, diharapkan ketentuan tersebut juga akan mendorong perhatian yang semakin besar pada perlindungan konsumen. Memasuki paruh kedua tahun 2016, terdapat risiko dan tantangan perekonomian yang patut dicermati dengan seksama. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global yang berjalan lambat dan masih dipenuhi ketidakpastian menjadi sebuah risiko yang perlu diwaspadai. Hal tersebut juga dibayangi dengan rencana kenaikan kembali suku bunga kebijakan AS yang tentunya akan berdampak pada pasar keuangan global. Dari sisi domestik, keterbatasan ruang fiskal yang dipengaruhi potensi penurunan penerimaan pajak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi juga perlu menjadi perhatian. Meskipun terdapat banyak tantangan bagi perekonomian nasional kedepan, kami amat bersyukur bahwa bangsa Indonesia mampu menghadapi berbagai tantangan yang mengemuka dengan penuh kebersamaan dan semangat persatuan. Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah telah dan akan terus memperkuat sinergi kebijakan untuk mengawal stabilitas dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejumlah upaya dan capaian yang dirangkum dalam Laporan ini kami harapkan dapat merefleksikan semangat tersebut, dan senantiasa menjadi pendorong bagi kami untuk bekerja lebih baik lagi. Jakarta, 31 Agustus 2016 GUBERNUR BANK INDONESIA Agus D.W. Martowardojo Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 vii Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif 02 04 1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Neraca Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri 2.5. Nilai Tukar Rupiah 2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang viii Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 10 12 16 18 19 20 20 22 23 23 26 27 28 29 30 33 33 34 35 36 37 41 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter 3.1.1. Kebijakan Moneter Boks : Penguatan Kerangka Operasi Moneter 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Boks : Penyempurnaan Ketentuan LTV/FTV untuk Pembiayaan Properti dan Kendaraan Bermotor 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4.1. Implementasi Edukasi Keuangan termasuk Kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), LKD, dan Uang Elektronik 3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) 3.2.4.3. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM 3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Boks : Peran Sistem Pembayaran dalam Pengembangan Smart City 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang 3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20 3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 46 46 48 50 50 52 53 55 56 57 59 59 59 60 61 63 66 69 69 70 73 74 74 75 77 78 80 82 86 88 92 93 95 ix 3.4.3. 3.4.4. 3.4.5. 3.4.6. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) Kerja Sama Asean Kerja Sama Asean + 3 Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) 3.4.7. Kerja Sama dengan Deutsche Bundesbank 3.4.8. Kerja Sama Internasional Lainnya 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia 3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia 3.6.2. Progres Program Strategis Bank Indonesia 95 96 96 97 97 98 99 99 102 102 103 104 104 BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Intern 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia x Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 110 111 113 115 115 116 118 118 120 120 Kapabilitas Intern Bank Indonesia LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan II - 2016 A. Peraturan Perundang-undangan B. Peraturan Internal Bank Indonesia Daftar Istilah Daftar Singkatan 123 124 125 128 133 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 xi Daftar Tabel Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran BAB II Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7. Tabel 2.8. Penyumbang Inflasi/Deflasi Inti Penyumbang Inflasi Volatile Foods Penyumbang Inflasi Administered Prices Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Kepemilikan SBN Perkembangan Indeks Saham Regional Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.9. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.10. Kinerja Korporasi Publik Triwulan I-2015 dan Triwulan I-2016 Tabel 2.11. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.12. Volume Transaksi Pembayaran Tabel 2.13. Transaksi Transfer Dana Triwulan II – 2016 Tabel 2.14. Transaksi UKA-TC Triwulan II - 2016 Tabel 2.15. Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Tabel 2.16. Indikator Pengedaran Uang BAB III 30 34 38 39 40 40 42 42 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Perbedaan Kerangka Operasi Moneter Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah Kredit Properti Dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad Murabahah Dan Istishna Tabel 3.5. Pembiayaan Properti Syariah (Akad MMQ dan IMBT) Tabel 3.6. ................................. Tabel 3.7. Mekanisme Pencairan Tabel 3.8. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Tabel 3.9. Permintaan IDI per Triwulan sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Tabel 3.10. Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek di Pasar Modal Tabel 3.11. Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Saluran Komunikasi Triwulan II-2016 xii 10 11 11 13 16 24 26 30 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 48 55 56 62 62 62 63 79 80 83 99 Daftar Grafik BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 2.4 Grafik 2.5 Grafik 2.6 Grafik 2.7 Grafik 2.8 Grafik 2.9 Grafik 2.10 Grafik 2.11 Grafik 2.12 Grafik 2.13 Grafik 2.14 Grafik 2.15 Grafik 2.16 Grafik 2.17 Grafik 2.18 Grafik 2.19 Grafik 2.20 Grafik 2.21 Grafik 2.22 Grafik 2.23 Grafik 2.24 Grafik 2.25 Grafik 2.26 Grafik 2.27 Grafik 2.28 Grafik 2.29 Grafik 2.30 Grafik 2.31 Grafik 2.32 Grafik 2.33 Grafik 2.34 Grafik 2.35 Grafik 2.36 Grafik 2.37 Perkembangan Inflasi Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Ekspektasi Inflasi Konsumen Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Prices Penjualan Eceran Indeks Keyakinan Konsumen Penjualan Semen Investasi Mesin dan Alat Transportasi Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Transaksi Berjalan Neraca Perdagangan Triwulan II-2016 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Perkembangan Cadangan Devisa Nilai Tukar Rupiah Nilai Tukar Kawasan Triwulanan Net Aliran Dana Nonresiden Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan) Volatilitas Nilai Tukar (YTD 2016) Perkembangan Transaksi PUAB Perkembangan Suku Bunga PUAB Volume Transaksi Repo (rrh) Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan Volume Transaksi Valas Domestik Net Transaksi Valas Domestik dan Asing Komposisi Transaksi Valas Domestik Yield Obligasi Negara Volatilitas Yield 20 hari Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Perkembangan & Volatilitas IHSG Perkembangan Industri Reksadana Rasio Non-Performing Loan Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi 10 10 10 11 11 14 14 14 14 15 15 17 17 17 18 18 19 19 20 20 20 21 21 22 22 22 23 23 24 24 25 25 25 26 27 27 28 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 xiii Grafik 2.38 Grafik 2.39 Grafik 2.40 Grafik 2.41 Grafik 2.42 Grafik 2.43 Grafik 2.44 Grafik 2.45 Grafik 2.46 Grafik 2.47 Grafik 2.48 Grafik 2.49 Grafik 2.50 Grafik 2.51 Grafik 2.52 Grafik 2.53 Grafik 2.54 Grafik 2.55 Grafik 2.56 Grafik 2.57 Grafik 2.58 Grafik 2.59 Grafik 2.60 Grafik 2.61 Pertumbuhan DPK (yoy) Komposisi Alat Likuid Perbankan Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Aset dan Investasi Industri Asuransi Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Rasio Non Performing Financing Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Kegiatan Dunia Usaha Tw II-2016 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen Juni 2016, Bank Indonesia Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy) NPL Kredit UMKM Realisasi KUR 2016 Berdasarkan Sektor Ekonomi Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia Berdasarkan Instrumen Permintaan Informasi Sistem Pembayaran Uang Kartal yang Diedarkan Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD (moving average 12 bulan) dan PDB Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu 28 29 29 29 31 31 31 31 32 32 33 33 34 35 35 36 36 37 40 41 41 41 41 43 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BAB III Grafik 3.1 Grafik 3.2 Grafik 3.3 Grafik 3.4 Grafik 3.5 Grafik 3.6 Grafik 3.7 Kerangka Operasi Moneter Term Structure Outstanding Operasi Moneter-Total Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop) Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Grafik 3.8 Permintaan IDI sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 xiv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 48 49 51 51 52 52 79 80 Daftar Gambar BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2016 12 16 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BAB III Gambar 3.1 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia 91 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 xv xvi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian Pada triwulan II-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,18% (year on year/ yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah maupun konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sedangkan ekonomi di wilayah Kalimantan dan KTI masih melemah. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor beberapa komoditas mulai membaik meskipun masih terkontraksi. Pada triwulan II-2016, ekspor mencatat kontraksi 2,73% (yoy), di bawah kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 3,53% (yoy). Perbaikan ekspor nonmigas ditopang oleh perbaikan ekspor produk pertanian dan produk manufaktur. Secara sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian. Peningkatan kinerja jasa keuangan didorong oleh melebarnya Net Interest Margin (NIM) akibat selisih suku bunga kredit dan suku bunga deposito yang meningkat. Sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, juga menjadi pendorong ekonomi domestik. Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan semakin baik. Hal itu tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang menurun, dan nilai tukar yang menguat. Bank Indonesia memperkirakan inflasi masih sesuai dengan sasaran inflasi 2016 pada kisaran 4+1%. Pada triwulan II-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,44% (qtq) atau 3,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,62% (qtq) atau 4,45% (yoy). Inflasi IHK yang rendah tersebut bersumber dari kelompok volatile foods (VF) dan kelompok inti. Secara triwulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,72% (qtq), di bawah triwulan sebelumnya sebesar 0,80% (qtq). Rendahnya inflasi inti juga diikuti kelompok volatile foods dan kelompok administered prices. Kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 0,98% (qtq), lebih rendah dari triwulan I-2016 sebesar 2,47% (qtq), sedangkan kelompok administered prices mencatat deflasi sebesar 0,73% (qtq). Perbaikan juga terlihat pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada triwulan II-2016, NPI triwulan II-2016 mencatat surplus sebesar 2,2 miliar dolar AS dari sebelumnya defisit sebesar 0,3 miliar dolar AS. Perbaikan NPI itu ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Defisit transaksi berjalan menurun dari 4,8 miliar dolar AS (2,2% PDB) menjadi 4,7 miliar dolar AS (2,0% PDB). Sementara itu, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 323,8 miliar dolar AS atau tumbuh 6,2% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada ULN jangka panjang yang tumbuh 7,7% (yoy), sedangkan ULN jangka pendek turun 3,1% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik meningkat dan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan itu, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 36,8%, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 36,6%. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Perkembangan ini menunjukkan keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin baik dan turut menopang terjaganya stabilitas makroekonomi. Kondisi tersebut juga berdampak pada nilai tukar rupiah. Selama triwulan II-2016, nilai tukar rupiah menguat 2 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif rata-rata sebesar 1,59% dan penguatan secara point to point (ptp) sebesar 0,36% dengan posisi Rp13.213 per dolar AS. Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah faktor eksternal, seperti dinamika prospek kenaikan suku bunga lanjutan di AS dan berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke perekonomian dalam negeri tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar rupiah. Sementara itu, aktivitas transaksi di pasar uang meningkat. Pada triwulan II-2016, volume transaksi rata-rata harian di pasar uang mencapai Rp14,37 triliun per hari, meningkat 11% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal itu seiring dengan peningkatan kebutuhan likuiditas oleh perbankan menjelang hari raya Idul Fitri. Peningkatan itu terutama didorong oleh kenaikan transaksi repo , sejalan dengan semakin banyaknya pelaku yang bertransaksi. Secara umum, kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia relatif stabil. Indeks SSK tetap berada pada level normal, terutama disebabkan oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan. Peningkatan kinerja pasar keuangan maupun korporasi dan rumah tangga juga turut mendukung tercapainya sistem keuangan yang stabil. Peningkatan kinerja juga terlihat di pasar keuangan Indonesia. Peningkatan itu tercermin pada kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia dan arus modal masuk (inflow) dari investor asing ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN). Pengesahan UU tax amnesty ikut mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan SBN domestik. Sejauh ini, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat. Pada akhir triwulan II-2016, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan mencapai sebesar 22,29%, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 21,76%. Tingginya kondisi permodalan tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian. Sejalan dengan kondisi perekonomian, pertumbuhan kredit industri perbankan mulai membaik. Pada triwulan II-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,71% (yoy). Pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) yang masingmasing meningkat dari 6,91% dan 11,63% (yoy) menjadi 7,30% dan 12,03% (yoy). Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan meningkat, namun masih cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Pada triwulan II-2016, rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan tercatat 3,05% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,83%. Untuk memitigasi risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan memperketat pemantauan kredit bermasalah. Namun demikian, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan juga tumbuh melambat. Pada triwulan II-2016, DPK industri perbankan hanya tumbuh sebesar 5,90% (yoy), di bawah pertumbuhan triwulan sebelumnya dan triwulan II-2015 yang masing-masing sebesar 6,44% (yoy) dan 12,65% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi pada komponen deposito dan giro. Secara umum, kondisi likuiditas industri perbankan pada periode laporan menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini karena meningkatnya permintaan dana oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan Lebaran. Setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM), alat likuid perbankan turun menjadi Rp930,85 triliun dari triwulan sebelumnya Rp985,07 triliun. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 3 BAB I Ringkasan Eksekutif Suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menurun cukup signifikan. Pada triwulan II-2016, rata-rata suku bunga kredit turun 11 bps dari 12,71% menjadi 12,39%. Penurunan juga terjadi pada suku bunga dasar kredit (SBDK) yang mencakup seluruh segmen seperti korporasi, ritel, kredit pemilikan rumah (KPR), dan non-KPR. Sementara itu, kinerja sektor korporasi meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan itu sejalan dengan pertumbuhan kredit ke sektor korporasi yang meningkat 6,12% (qtq) atau sebesar Rp2.016,89 triliun. Peningkatan juga terjadi pada sektor rumah tangga Indonesia. Pada triwulan II-2016, konsumsi rumah tangga meningkat seiring dengan menguatnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Pada triwulan II-2016, kredit perbankan ke sektor rumah tangga mencapai Rp944,04 triliun atau tumbuh 2,35% (qtq). Secara keseluruhan, kondisi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga. Hal itu tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran. Sejauh ini, sistem pembayaran berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Kondisi tersebut seiring dengan pembaruan sistem BI-RTGS, BI-SSSS Generasi II, dan SKNBI Generasi II. Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Volume transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pada triwulan II-2016 meningkat sebesar 7,31% menjadi 1.388,40 ribu transaksi. Hal tersebut menunjukkan semakin seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM/debet. Selama periode laporan, Bank Indonesia mampu memenuhi ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup. Pada triwulan II-2016, posisi Uang yang Diedarkan (UYD) mencapai Rp642,0 triliun, naik Rp133 triliun atau 26,2% (qtq) dibandingkan akhir triwulan sebelumnya sebesar Rp508,5 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak meningkatnya kebutuhan uang tunai selama periode Ramadan 2016. 1.2. Kebijakan yang Ditempuh Di tengah tantangan yang meningkat, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu ditempuh demi terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional. Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan laju inflasi menuju sasaran 4+1% dan defisit transaksi berjalan lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan operasi moneter, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah maupun otoritas terkait. Selama triwulan II-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis points (bps) yang diikuti dengan penurunan suku bunga standing facilities (SF) dan suku bunga operasi pasar terbuka. Suku bunga SF untuk deposit facility (DF) dan lending facility (LF) menjadi masing-masing 4,50% dan 7,00%, sedangkan suku bunga OPT menjadi sebesar 5,25% (tenor 1 minggu) hingga sebesar 6,75% (tenor 12 bulan). 4 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Di sisi lain, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempercepat reformasi struktural. Reformasi struktural ini diperlukan untuk mendukung stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID), dan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI). Dalam pengelolaan likuiditas dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan dalam bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF). Selama triwulan II-2016, nilai tukar rupiah cenderung menguat yang sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Dari domestik, penguatan rupiah dipengaruhi oleh rilis data ekonomi yang membaik dibanding triwulan sebelumnya dan pengesahan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan yang diharapkan dapat memitigasi risiko bagi perekonomian domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Pertama, perubahan ketentuan tentang transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Kedua, peraturan tentang transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement. Untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik. Kegiatan itu antara lain mengumpulkan dan mengolah data maupun informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun laporan atau analisis atas data-data tersebut. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Selama triwulan II-2016, penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui bank devisa dalam negeri meningkat dari 93,6% menjadi 94,7%, namun mengalami penurunan nilai dari 30,8 miliar dolar AS menjadi 26,3 miliar dolar AS. Untuk meningkatkan penerimaan DHE, Bank Indonesia terus melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan. Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia pun terus meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik dalam sistem keuangan. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menyusun beberapa ketentuan makroprudensial yang bersifat internal maupun eksternal. Pertama, perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum Loan to Funding Ratio (GWM LFR). Kedua, perubahan ketentuan rasio Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV). Ketiga, perubahan ketentuan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Keempat, perubahan ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Kelima, ketentuan bank sistemik yang berupa SE Internal. Dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia telah berkontribusi aktif dalam berbagai kegiatan internasional yang membahas isu–isu strategis terkini mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Selain itu, Bank Indonesia bersama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menginisiasi penyusunan Zakat Core Principles dalam working group internasional. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 5 BAB I Ringkasan Eksekutif Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, pendalaman pasar keuangan terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia sangat memerlukan pembiayaan untuk pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkesinambungan, dan inklusif. Pada triwulan II-2016, program pendalaman pasar keuangan diwujudkan antara lain melalui pembentukan Forum Komunikasi Lintas Otoritas Pendalaman Pasar, penyusunan road map Central Counterparty (CCP) di Indonesia, dan pengembangan transaksi repo. Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia aktif melakukan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain. Selama triwulan II-2016, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pilot project peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap. Bank Indonesia juga melakukan pilot project pemanfaatan sistem resi gudang bagi komoditas gabah dan kakao. Selain itu, Bank Indonesia terus mengembangkan program pengendalian inflasi dengan pendekatan pengembangan klaster. Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 185 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, 140 klaster di antaranya berupa klaster ketahanan pangan. Pengembangan komoditas dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir. Bersama pemerintah, Bank Indonesia juga mengadakan kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam program pengembangan wirausaha dan kegiatan edukasi yang mendukung peningkatan akses keuangan. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia juga terus menyempurnakan ketentuan untuk meningkatkan kualitas layanan. Secara konsisten, Bank Indonesia terus berupaya untuk memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Pada triwulan ini, Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis pengawasan penyelenggaraan APMK dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran. Selanjutnya, untuk mengembangkan penggunaan CeBM, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal. Di bidang pengelolaan uang rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga, layanan kas yang prima. Dalam kegiatan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Selain di dalam negeri, Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean, kerja sama Asean+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. Bank Indonesia menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU), Bank Indonesia menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor internasional. Sepanjang triwulan II-2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Bentuk kegiatan tersebut antara lain investor briefing, investor conference call, dukungan dalam penerbitan SBN dan penguatan linkage. 6 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Untuk mendukung efektivitas kebijakan, Bank Indonesia secara aktif menggunakan berbagai media komunikasi. Selain media konvensional, Bank Indonesia memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi. Sebagai kelanjutan program 2015, Bank Indonesia melaksanakan 28 program strategis dari 5 tema transformasi. Selama triwulan II-2016, telah dilaksanakan penyelesaian pelaksanaan program strategis. Bank Indonesia juga telah menyelesaikan beberapa tema program strategis seperti policy excellence, outstanding execution, institutional leadership, motivated organization, dan state of the art technology. Di sisi lain, Bank Indonesia terus memperkuat fungsi manajemen risiko melalui penguatan fungsi Internal Control Officer (ICO), penetapan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC), dan asesmen risiko atas materi Rapat Dewan Gubernur. Dalam menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Sementara itu, kebijakan manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024. Selama 2016, pengelolaan SI juga difokuskan pada penyediaan layanan SI yang andal dan berkualitas. Dalam aspek hukum, sepanjang triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas) peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas 7 (tujuh) Peraturan Bank Indonesia dan 11 (sebelas) Surat Edaran Eksternal. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan 34 (tiga puluh empat) peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Dewan Gubernur dan 31 (tiga puluh satu) Surat Edaran Internal. Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank Indonesia terus menjalankan program sosial. Melalui program sosial, Bank Indonesia dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 7 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan II-2016, meskipun belum merata baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta. Inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4+1%. Penguatan rupiah terus berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal. Kondisi sistem keuangan juga relatif stabil yang ditopang oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan serta peningkatan kinerja pasar keuangan maupun korporasi dan rumah tangga. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada periode laporan mencatat surplus, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI, MONETER, SISTEM KEUANGAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN 1. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 5,18%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,91%. 2. Inflasi inti tercatat cukup rendah, sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah, dan terkendalinya ekspektasi inflasi 3. Surplus transaksi modal dan finansial meningkat, didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. 4. Volatilitas nilai tukar rupiah menurun dan relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara peers, sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi secara gradual 5. Pada triwulan II-2016, realisasi pembayaran ULN Pemerintah RI tercatat sebesar 2,7 miliar dolar AS dan terlaksana secara aman, akurat, dan tepat waktu. 6. Perkembangan transaksi pasar uang collateralized (repo) meningkat sangat signifikan. Volume rata-rata harian transaksi repo naik sekitar 570% menjadi Rp725 miliar per hari pada triwulan II-2016. 7. Volume transaksi di pasar valuta asing domestik meningkat seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Pada triwulan II-2016, transaksi valas mencapai 5,1 miliar dolar AS per hari. 8. Pertumbuhan kredit UMKM meningkat pada seluruh klasifikasi usaha, terutama didorong oleh usaha menengah yang diikuti oleh usaha mikro dan usaha kecil. 9. Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun industri berjalan dengan aman dan lancar 10. Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan II-2016 mencapai Rp642,0 triliun, naik Rp133 triliun dibandingkan akhir triwulan sebelumnya sebagai dampak meningkatnya kebutuhan uang tunai selama Ramadan. BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran 2.1. Inflasi Inflasi inti tercatat cukup rendah, sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Pada triwulan II-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,44% (qtq) atau 3,45% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,62% (qtq) atau 4,45% (yoy). Lebih rendahnya inflasi IHK triwulan II-2016 bersumber dari kelompok volatile foods (VF) dan kelompok inti (Grafik 2.1). Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi Inti (%, qtq) 5,00 IHK Inti AP VF No. 4,00 3,00 2,00 1,00 (1,00) I II III IV I 2012 II III IV I 2013 II III IV I 2014 II III IV I 2015 II 2016 Inflasi 1 2 3 4 5 Deflasi 1 2 (%, qtq) Core Kontribusi (%, qtq) GULA PASIR EMAS PERHIASAN CUMI-CUMI KONTRAK RUMAH SEPATU 15,17 3,66 17,48 0,52 9,14 0,07 0,04 0,02 0,02 0,02 SEMEN TELEPON SELULER (1,46) (0,86) (0,01) (0,01) Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Secara triwulanan, inflasi inti pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 0,72% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi inti pada triwulan sebelumnya sebesar 0,80% (qtq). Rendahnya inflasi inti tersebut sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, harga komoditas global cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama CPO dan jagung. Sumber tekanan inflasi inti pada triwulan II-2016 adalah gula pasir dan emas perhiasan (Tabel 2.1) Dalam 3 bulan ke depan, ekspektasi inflasi di tingkat konsumen dan pedagang eceran menunjukkan penurunan seiring dengan melambatnya permintaan paska Idul Fitri. Penurunan juga terjadi pada ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang di tingkat pedagang eceran. Namun demikian, ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang mengalami Indeks %, yoy 200 Inflasi IHK Aktual (skala kanan) Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad 190 20 15 180 170 160 10 150 140 5 130 120 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2013 Grafik 2.2 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran 10 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 2014 2015 Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Konsumen 2016 0 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran peningkatan di tingkat konsumen, seiring dengan faktor musiman seperti natal dan liburan akhir tahun (Grafik 2.2 dan Grafik 2.3). Secara triwulanan, kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 0,98% (qtq) atau 8,12% (yoy), lebih rendah dari inflasi volatile foods pada triwulan sebelumnya sebesar 2,47% (qtq) atau 9,15% (yoy) (Grafik 2.4). Lebih rendahnya inflasi volatile foods pada triwulan II-2016 didorong oleh adanya panen raya beras dan panen hortikultura selama periode laporan. Inflasi kelompok ini terutama bersumber dari peningkatan komoditas daging ayam ras, wortel, telur ayam ras, minyak goreng, bawang putih dan daging sapi. Peningkatan inflasi VF lebih lanjut mampu ditahan oleh deflasi komoditas beras, seiring dengan panen raya dan deflasi komoditas hortikultura (cabai merah, cabai rawit dan bawang merah), seiring dengan panen komoditas tersebut (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi Volatile Foods %, mtm 4,00 No. Inflasi VF 2015 Inflasi VF 2016 Rata-rata 2010-2012 2,00 0,00 -2,00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Inflasi 1 2 3 4 5 6 Deflasi 1 2 3 4 Volatile Food (%, qtq) Kontribusi (%, qtq) DAGING AYAM RAS WORTEL TELUR AYAM RAS MINYAK GORENG BAWANG PUTIH DAGING SAPI 9,73 64,01 6,04 3,48 9,57 1,34 0,11 0,06 0,04 0,03 0,03 0,01 CABAI MERAH BERAS CABAI RAWIT BAWANG MERAH (33,98) (1,41) (25,61) (3,02) (0,23) (0,06) (0,05) (0,02) Grafik 2.4 Inflasi Volatile Foods Secara triwulanan, kelompok administered prices (AP) pada triwulan II-2016 mencatat deflasi yang lebih rendah. Kelompok administered prices pada triwulan II-2016 mencatat deflasi sebesar 0,73% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi triwulan sebelumnya 1,64% (qtq) (Grafik 2.5). Lebih rendahnya deflasi komponen AP terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan tarif angkutan antar kota, seiring dengan tingginya permintaan menjelang Idul Fitri. Inflasi kelompok AP tertahan oleh kecenderungan penurunan harga bensin, tarif listrik, dan angkutan dalam kota (Tabel 2.3). Penurunan harga tersebut Tabel 2.3 Penyumbang Inflasi Administered Prices %, mtm 10 20 8 15 6 10 4 5 2 0 0 -2 -4 -5 Administered Prices (%, mtm) Administered Prices (%, yoy) - rhs 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 2013 2014 2015 2016 -10 No. Inflasi 1 2 3 4 5 Deflasi 1 2 3 4 Administered Prices (%, qtq) Kontribusi (%, qtq) ANGKUTAN UDARA ROKOK KRETEK FILTER ROKOK KRETEK ANGKUTAN ANTAR KOTA ROKOK PUTIH 14,01 1,85 2,32 1,47 1,53 0,13 0,04 0,02 0,01 0,01 BENSIN TARIF LISTRIK ANGKUTAN DALAM KOTA BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA (6,91) (1,35) (1,14) (0,88) (0,25) (0,04) (0,03) (0,02) Grafik 2.5 Inflasi Administered Prices Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 11 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran didorong oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex dan Pertalite pada pertengahan Mei 2016 dengan rata-rata penurunan sebesar Rp200 per liter. Secara spasial, inflasi bulanan (mtm) pada Juni 2016 yang cukup terkendali terjadi di berbagai daerah di wilayah Indonesia. Inflasi tertinggi terjadi di wilayah Kalimantan yang tercatat sebesar 1,09% (mtm), yang kemudian diikuti oleh inflasi di Sumatera, KTI, dan Jawa masing-masing sebesar 0,78% (mtm), 0,67% (mtm) dan 0,58% (mtm) (Gambar 2.1). Tingginya inflasi di wilayah Kalimantan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, daging ayam ras, dan gula pasir. Inflasi beberapa daerah di Sumatera, seperti Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, didorong oleh kenaikan harga ikan segar dan sayur-sayuran. Sementara inflasi di KTI, seperti Papua dan Papua Barat, lebih didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara. Di sisi lain, cukup rendahnya inflasi di wilayah Jawa terutama dipengaruhi penurunan harga komoditas bawang merah, seiring dengan terjaganya pasokan dari beberapa wilayah sentra. Aceh 0,89 SUMUT 0,77 KEP. RIAU 1,3 RIAU 0,43 KALBAR 1,1 KALTIM 1,2 JAMBI 1,04 SUMSEL 0,26 KEP. BABEL 1,9 SUMBAR 0,18 SULBAR 1,2 KALTENG 0,81 DKI JAKARTA 0,52 JATENG 0,41 BENGKULU 1,4 KALSEL 1,05 BANTEN 0,55 Inf > 3,0% JABAR 0,72 2,0% < Inf < 3,0% DIY 0,43 JATIM 0,6 1% < Inf < 2% MALUT 0,3 PAPBAR 1,4 PAPUA 1,6 GORONTALO 1,02 MALUKU 0,36 SULSEL 0,45 BALI 034 LAMPUNG 0,73 SULUT 1,1 SULTENG 0,63 NTT 0,58 SULTRA 0,75 NTB 1,1 0,5% < Inf 1% 0% < Inf < 0,5% Inf < 0% Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan akan berada di kisaran sasaran inflasi 4+1% pada tahun 2016. Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi VF akibat dampak fenomena La Nina. 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II 2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik. 12 Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan II-2016, meskipun belum merata baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sementara pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih melemah. Dari sisi sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta (Tabel 2.4). Tabel 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran %yoy, Tahun Dasar 2010 Komponen Konsumsi Rumah Tangga 2014 2015 I II III IV 2015 2016 I II 5,16 5,01 4,97 4,95 4,92 4,96 4,94 5,04 12,19 -8,07 -7,99 6,56 8,32 -0,63 6,40 6,72 Konsumsi Pemerintah 1,16 2,91 2,61 7,11 7,31 5,38 2,94 6,28 Investasi 4,57 4,63 3,88 4,79 6,90 5,07 5,57 5,06 Investasi Bangunan 5,52 5,47 4,82 6,25 8,21 6,23 7,67 6,14 Investasi NonBangunan 2,03 2,35 1,32 0,73 3,10 1,87 -0,28 2,02 Ekspor Barang dan Jasa 1,00 -0,62 -0,01 -0,60 -6,44 -1,97 -3,53 -2,73 Import Barang dan Jasa 2,19 -2,19 -6,97 -5,90 -8,05 -5,84 -5,08 -3,01 PDB 5,02 4,73 4,66 4,74 5,04 4,79 4,91 5,18 Konsumsi LNPRT Sumber : BPS (diolah) Konsumsi pemerintah naik dari 2,94% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 6,28% (yoy). Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh akselerasi belanja pemerintah, dengan peningkatan belanja pegawai dan belanja barang yang signifikan. Selain karena akselerasi yang terus berlanjut, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah juga terjadi karena base effect akibat kendala perubahan nomenklatur yang baru tertangani menjelang akhir triwulan II-2015. Selain konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016. Hal ini tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang naik dari 4,94% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 5,04% (yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga tersebut terjadi pada kelompok makanan dan nonmakanan. Efek multiplier fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif mulai memberikan daya dorong terhadap konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang masih kuat didukung oleh sejumlah indikator konsumsi yang menunjukkan perkembangan positif. Penjualan eceran mengalami kenaikan yang bersumber dari perbaikan penjualan semua kelompok komoditas (Grafik 2.6). Sejalan dengan positifnya penjualan eceran, meningkatnya penjualan mobil berlanjut pada triwulan II-2016. Hal ini sesuai dengan pola musiman menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II-2016 juga menunjukkan peningkatan (Grafik 2.7). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 13 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran % 125 40 120 Komunikasi 30 Penjualan Eceran Makanan 20 115 110 10 105 0 100 -10 95 Perlengkapan RT -20 Pakaian 90 85 -30 -40 80 I II III IV I II 2014 III IV 2015 I II I II III IV I II 2014 2016 Grafik 2.6 Penjualan Eceran III IV I 2015 II 2016 Grafik 2.7 Indeks Keyakinan Konsumen Investasi tumbuh 5,06% (yoy) pada triwulan II-2016, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,57% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh melambatnya investasi bangunan, akibat masih lemahnya minat investasi swasta. Sementara itu, belanja modal Pemerintah yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur mencatat peningkatan yang cukup signifikan. Perlambatan investasi bangunan tercermin dari penjualan semen yang kembali menurun (Grafik 2.8). Sementara itu, meskipun belum kuat, investasi nonbangunan telah tumbuh positif (2,02%, yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi (-0,28%, yoy). Perbaikan investasi nonbangunan terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan Cultivated Bioligical Resources (CBR) dan perbaikan investasi mesin dan perlengkapan dan kendaraan, meskipun masih belum solid (Grafik 2.9). %, yoy 10 8 (%, yoy) 30 PDB LU Konstruksi 6 20 4 10 2 0 0 -2 -10 Semen -4 -6 Mesin dan Perlengkapan Kendaraan Peralatan -20 Q1 Q2 Q3 2014 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2015 Sumber : United Tractors, Asosiasi Semen Indonesia, BPS Grafik 2.8 Penjualan Semen Q1 Q2 2016 -30 Q1 Q2 Q3 2013 Q4 Q1 Q2 Q3 2014 Q4 Q1 Q2 Q3 2015 Q4 Q1 Q2 2016 Grafik 2.9 Investasi Mesin dan Alat Transportasi Dari sisi eksternal, kinerja ekspor menunjukkan perbaikan, meskipun masih terkontraksi, antara lain didukung oleh ekspor beberapa komoditas yang mulai membaik. Ekspor pada triwulan II-2016 mencatat kontraksi 2,73% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 3,53% (yoy) (Grafik 2.10). Perbaikan ekspor nonmigas ditopang oleh perbaikan ekspor produk pertanian dan produk manufaktur. Ekspor pertanian pada Juni 2016 tumbuh membaik dibandingkan bulan sebelumnya, didukung oleh perbaikan ekspor udang dan ikan, rempah-rempah serta teh. Pada Juni 2016, eksor 14 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran manufaktur juga membaik didorong oleh ekspor TPT, kayu olahan, serta produk kimia. Pebaikan kinerja ekspor manufaktur sejalan dengan positifnya pertumbuhan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada Juni 2016, yang sebagian besar merupakan ekspor produk manufaktur. Sejalan dengan peningkatan permintaan domestik, kontraksi impor membaik pada triwulan II-2016 menjadi 3,01% (yoy) dari 5,08% (yoy) pada triwulan I-2016. Tertahannya kontraksi impor terutama ditopang oleh pertumbuhan impor bahan baku dan barang konsumsi (Grafik 2.11). Pertumbuhan impor bahan baku terus meningkat didorong oleh pertumbuhan bahan baku makanan minuman (mamin) untuk industri. Sementara itu, sejalan dengan masih lemahnya investasi swasta hingga triwulan II-2016, impor barang modal masih melanjutkan kontraksi pada Juni 2016 meski membaik dari bulan sebelumnya. % yoy %, yoy 15 10 5 0 -5 -10 15 -20 -25 -30 -35 60 Manufaktur 40 Pertanian 20 Bahan Baku PDB Impor Konsumsi 0 Total Total -20 Pertambangan Jan Feb Mar Apr Barang Modal -40 Mei 2016 Grafik 2.10 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Jun -60 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2014 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2016 2016 Grafik 2.11 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Dari sisi sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian (Tabel 2.5). Jasa keuangan meningkat didorong melebarnya Net Interest Margin (NIM) akibat spread suku bunga kredit dan suku bunga deposito yang meningkat. Dengan kecenderungan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) yang relatif stabil, peningkatan NIM tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor jasa keuangan. Selain sektor jasa keuangan, sektor pertanian menjadi sektor pendorong ekonomi domestik. Perbaikan sektor pertanian terutama didorong oleh kenaikan pertumbuhan subsektor tanaman pangan akibat bergesernya panen raya ke triwulan II-2016 sejak tahun 2015. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sementara pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan KTI masih melemah (Gambar 2.2). Akselerasi di Sumatera didorong peningkatan kinerja sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor bangunan. Sementara itu, akselerasi pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa bersumber dari meningkatnya kinerja jasa keuangan dan bangunan. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan KTI melambat dengan kontraksi yang cukup dalam terjadi di Kalimantan Timur dan Papua. Perlambatan ekonomi di wilayah KTI dipengaruhi oleh masih terkontraksinya pertambangan, sementara perlambatan ekonomi di wilayah Kalimantan dipengaruhi oleh melambatnya seluruh sektor ekonomi, kecuali jasa keuangan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 15 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.5 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha % Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Komponen 2015 2014 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air bersih, dan Pengadaan Air* Konstruksi Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan**** Jasa-jasa Lainnya***** PDB 4,24 0,72 4,61 5,59 6,97 5,27 8,82 4,68 5,64 5,02 2016 2015 I II III IV 4,01 -1,32 4,01 1,99 6,03 3,98 8,11 8,57 5,78 4,73 6,86 -5,20 4,11 1,25 5,35 2,07 7,94 2,63 7,65 4,66 3,34 -5,66 4,51 1,12 6,82 1,94 9,14 10,36 5,45 4,74 1,57 -7,91 4,35 2,14 8,24 3,32 8,79 12,52 6,24 5,04 4,02 -5,08 4,25 1,62 6,65 2,81 8,50 8,53 6,27 4,79 I II 1,77 -1,29 4,63 7,31 7,87 4,33 8,12 7,48 6,22 4,91 3,23 -0,72 4,74 6,03 6,21 4,23 7,72 9,09 5,79 5,18 Sumber : BPS Proyeksi Bank Indonesia * Penggabungan 2 lap. usaha : (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air ** Penggabungan 2 lap. usaha : (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum *** Penggabungan 3 lap. usaha : (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) informasi dan Komunikasi **** Penggabungan 3 lap. usaha : (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan ***** Penggabungan 4 lap. usaha : (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv ) Jasa Lainnya SUMATERA 3,5 I 4,6 3,0 3,1 II III 2015 IV JAWA 4,5 4,2 I 5,3 I II 2016 5,2 5,5 KALIMANTAN 5,9 2,0 5,7 5,3 1,4 KTI 1,5 1,4 IV I 1,1 6,5 II I 9,4 8,9 8,6 II III 2015 IV II III 2015 IV I I II 2016 II III 2015 2016 Aceh 3,5 SUMUT 5,7 KALBAR 4,2 KALTIM -1,3 JAMBI 3,6 SUMSEL 4,9 KEP. BABEL 3,7 SUMBAR 5,8 DKI JAKARTA 5,9 BENGKULU 5,4 JATENG 5,7 KALSEL 4 PDRB ≥ 7,0% I II 2016 JABAR 5,9 DIY 5,6 6,0% ≤ PDRB < 7,0% JATIM 5,6 5,0% ≤ PDRB < 6,0% MALUT 5,6 PAPBAR 3,4 PAPUA -5,91 GORONTALO 5,4 MALUKU 6,5 SULSEL 8,1 BALI 6,5 SULUT 6,1 SULTENG 15,5 SULBAR 4,6 KALTENG 5,7 LAMPUNG 5,2 BANTEN 5,2 5,9 Nasional : 5,18% TW’I ; 4,91% KEP. RIAU 5,4 RIAU 2,4 6,3 0,4 NTT 5,3 SULTRA 6,8 NTB 9,9 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0% Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2016 Neraca pembayaran mencatat surplus didukung penurunan defisit transaksi berjalan dan peningkatan surplus transaksi modal dan finansial. 16 2.3. Neraca Pembayaran Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2016 mencatat surplus, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus NPI tercatat sebesar 2,2 miliar dolar AS, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,3 miliar dolar AS (Grafik 2.12). Perkembangan ini menunjukkan keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin baik dan turut menopang terjaganya stabilitas makroekonomi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2016 Miliar Dolar AS menurun, didorong oleh kenaikan surplus 15 neraca perdagangan nonmigas. Defisit 10 transaksi berjalan menurun dari 4,8 miliar dolar 5 AS (2,2% PDB) pada triwulan I-2016 menjadi 0 4,7 miliar dolar AS (2,0% PDB) pada triwulan -5 II-2016 (Grafik 2.13). Penurunan tersebut -10 ditopang oleh kenaikan surplus neraca Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan -15 perdagangan nonmigas akibat peningkatan Neraca Keseluruhan -20 ekspor nonmigas yang lebih besar dari Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2** 2011 2012 2013 2014 2015 2016 peningkatan impor nonmigas (Grafik 2.14). * Angka Sementara Kinerja ekspor nonmigas terutama didukung ** Angka Sangat Sementara oleh peningkatan ekspor produk manufaktur, Grafik 2.12 seperti tekstil dan produk tekstil, kendaraan Neraca Pembayaran Indonesia dan bagiannya, serta mesin dan peralatan mekanik. Sementara itu, peningkatan impor nonmigas terutama didukung oleh kenaikan impor bahan baku. Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas melebar, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Selain itu, defisit neraca jasa juga meningkat mengikuti pola musiman surplus neraca jasa perjalanan yang rendah pada triwulan laporan. Miliar Dolar AS 14 10 6 2 -2 -6 -10 -14 -18 -22 -26 Persen Miliar Dolar AS 3 1 -1 -3 -5 Neraca Pendapatan Sekunder Neraca Perdagangan Transaksi Berjalan Neraca Pendapatan Primer Neraca Jasa CA/GDP (%) (rhs) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2** 2011 2012 2013 2014 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Grafik 2.13 Neraca Transaksi Berjalan 2015 2016 11 Neraca Nonmigas Neraca Migas Neraca Perdagangan 9 7 5 3 -7 1 -9 -1 -11 -3 -13 -5 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1** Q2** 2011 2012 2013 2014 2015 2016 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Grafik 2.14 Neraca Perdagangan Triwulan II-2016 Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial meningkat, didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2016 mencapai 7,4 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 4,6 miliar dolar AS, terutama ditopang oleh aliran masuk modal investasi portofolio (Grafik 2.15). Aliran masuk modal investasi portofolio neto meningkat signifikan mencapai 8,4 miliar dolar AS pada triwulan II-2016, sebagian besar didukung oleh penerbitan obligasi global pemerintah dan net inflows dari investor asing yang melakukan pembelian di pasar saham serta pasar SBN rupiah. Selain itu, surplus investasi langsung juga tercatat meningkat menjadi 3,0 miliar dolar AS dari 2,7 miliar dolar AS pada triwulan I-2016, seiring dengan positifnya prospek ekonomi domestik. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 17 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya memperkuat cadangan devisa. Posisi cadangan devisa meningkat dari 107,5 miliar dolar AS pada akhir triwulan I-2016 menjadi 109,8 miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2016 (Grafik 2.16). Peningkatan tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa, antara lain berasal dari penerbitan global bonds pemerintah, hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, penerimaan pajak dan devisa migas serta penarikan pinjaman pemerintah, yang jauh melampaui kebutuhan devisa, antara lain, untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo. Miliar Dolar AS 120 15 10 100 5 80 0 -15 -20 Bulan Impor 9,0 8,0 7,0 60 -5 -10 Miliar Dolar AS 2012 2013 5,0 20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2** 2011 6,0 40 Investasi Portofolio Investasi Langsung Investasi Lainnya Transaksi Modal dan Finansial 2014 2015 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Grafik 2.15 Neraca Transaksi Modal dan Finansial 2016 0 Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun 2014 2015 4,0 2016 Cadangan Devisa (Miliar Dolar AS) Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala Kanan) Grafik 2.16 Perkembangan Cadangan Devisa Posisi cadangan devisa sebesar 109,8 miliar dolar AS pada Juni 2016 tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,0 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. 2.4. Utang Luar Negeri Pertumbuhan utang luar negeri (ULN) jangka pendek pada triwulan II 2016 tercatat mengalami penurunan. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II-2016 tercatat sebesar 323,8 miliar dolar AS atau tumbuh 6,2% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh 7,7% (yoy), sementara ULN jangka pendek turun 3,1% (yoy). Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan II-2016 tercatat sebesar 36,8%, sedikit meningkat dari 36,6% pada akhir triwulan I-2016. Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang. Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan II-2016 mencapai 282,3 miliar dolar AS (87,2% dari total ULN) dan meningkat 7,7% (yoy), lebih lambat dari pertumbuhan triwulan I-2016 sebesar 8,4% (yoy). Di sisi lain, posisi ULN berjangka pendek pada akhir triwulan II-2016 tercatat sebesar 41,5 miliar dolar AS (12,8% dari total ULN) dan menurun 3,1% (yoy), lebih kecil dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan triwulan I-2016 sebesar 9,1% (yoy). Meski secara tahunan menurun, posisi ULN jangka pendek pada akhir triwulan II-2016 tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa tercatat sebesar 37,8% pada triwulan II-2016. 18 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN sektor swasta. Pada akhir triwulan II-2016, posisi ULN sektor publik sebesar 158,7 miliar dolar AS (49,0% dari total ULN), sementara ULN sektor swasta mencapai 165,1 miliar dolar AS (51,0% dari total ULN). ULN sektor publik tumbuh meningkat menjadi 17,9% (yoy) pada triwulan II-2016 dari triwulan sebelumnya sebesar 14,0% (yoy), sementara ULN sektor swasta turun 3,1% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya sebesar 0,5% (yoy). Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan II-2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,9%. Bila dibandingkan dengan triwulan I-2016, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas & air bersih tercatat meningkat sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor industri pengolahan tercatat melambat. Sementara itu, pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan mengalami kontraksi yang lebih dalam. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan II-2016 masih cukup sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. 2.5. Nilai Tukar Rupiah Penguatan rupiah berlanjut. Secara rata-rata, rupiah selama triwulan II-2016 menguat sebesar 1,59% (Grafik 2.17) dan mencapai level Rp13.313 per dolar AS. Secara point to point (ptp), rupiah menguat sebesar 0,36% dan mencapai level Rp13.213 (Grafik 2.18). Tw.ll-2016 vs Tw.l -2016 14200 14000 IDR/USD Monthly Average Quarterly Average 13800 13600 13400 13525 13313 13200 13213 data s.d. 30 Jun 2016 4-Jan 11-Jan 14-Jan 25-Jan 1-Feb 9-Feb 16-Feb 23-Feb 1-Mar 8-Mar 16-Mar 23-Mar 31-Mar 7-Apr 14-Apr 21-Apr 28-Apr 9-Mei 16-Mei 23-Mei 30-Mei 6-Jun 13-Jun 20-Jun 27-Jun 13000 Sumber: Reuters BRL 0,36 IDR 1,59 0,11 THB 1,09 -0,15 ZAR 5,55 -0,73 KRW 3,32 -1,89 INR 0,84 -2,02 TRY 1,74 -2,09 EUR 2,36 -2,53 PHP 1,56 -2,92 CNY 0,04 MYR -3,21 4,61 -5,OO -0,OO 5,OO 11,80 11,51 Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal. point-to-point average % 10,OO 15,OO Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah Grafik 2.17 Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.18 Nilai Tukar Kawasan Triwulanan Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal. Penguatan rupiah pada triwulan II-2016 didorong oleh faktor domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, penguatan rupiah didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sentimen positif atas pengesahan UU Pengampunan Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan rupiah didorong oleh meredanya Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 19 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran USD mn IDR/USD 4000 3000 2000 1000 0 -1000 -2000 -3000 -4000 SUN IDR/USD (Rhs) Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Stock SBI 15.000 14.000 13.000 12.000 11.000 10.000 9.000 2013 2014 2015 Q2-15 Q3-15 Q4-15 2015 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Stock -1.252 -1.201 -325 -2.345 -167 304 175 SUN 2.260 -453 2.598 7.608 1.301 721 1.276 SBI 181 -193 1 -135 0 22 46 Total 1.189 -1.847 2.274 5.127 1.134 1.047 1.498 Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg 2016 risiko di pasar keuangan global terkait dengan terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan penundaan kenaikan FFR oleh the Fed. Faktor domestik dan eksternal yang membaik tersebut mendorong berlanjutnya aliran dana masuk (inflow) ke pasar keuangan domestik, yang selanjutnya mendorong penguatan rupiah (Grafik 2.19). Q1-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Q2-16 313 22 -14 660 669 3.298 1.180 -358 1.848 2.671 68 259 -272 262 250 3.679 1.462 -643 2.771 3.589 Apresiasi rupiah yang berlangsung secara gradual mendorong terjaganya volatilitas nilai tukar. Pada triwulan II-2016, volatilitas nilai tukar rupiah mencatat penurunan dan relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara Grafik 2.19 peers. Hal ini sejalan dengan penguatan nilai Net Aliran Dana Nonresiden tukar rupiah yang terjadi secara gradual sejak April 2016 (Grafik 2.20). Volatilitas rupiah pada triwulan II-2016 tercatat lebih rendah dibandingkan volatilitas sebagian mata uang negara peers seperti Rand (Afrika Selatan), Real (Brazil), Ringgit (Malaysia), Lira (Turki), dan Won (Korea Selatan). Secara year to date (ytd), volatilitas rupiah juga lebih rendah dibandingkan rata-rata volatilitas mata uang negara kawasan (Grafik 2.21). % % 30 30 Q1-16 25 20 15 15 10 10 5 5 20 TRY MYR ZAR KRW BRL IDR PHP INR SGD 2015 YTD 2016 Average YTD-16 25 20 0 Volume transaksi di pasar uang rupiah meningkat terutama akibat peningkatan kebutuhan likuiditas perbankan. Peningkatan juga tercatat pada volume transaksi valuta asing domestik akibat semakin meningkatnya kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Q2-16 THB Grafik 2.20 Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan) 0 DATA s.d. 30 Juni 2016 ZAR BRL MYR TRY KRW IDR SGD PHP THB INR Grafik 2.21 Volatilitas Nilai Tukar (YTD 2016) Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah faktor eksternal, seperti dinamika prospek kenaikan suku bunga lanjutan di AS dan berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke perekonomian dalam negeri tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar rupiah. 2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang Volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan II-2016 secara keseluruhan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan peningkatan kebutuhan likuiditas oleh perbankan menjelang hari raya Idul Fitri. Pada triwulan II-2016, volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang rupiah naik sekitar 11% menjadi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Rp14,37 triliun per hari. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan transaksi repo, seiring dengan semakin banyaknya pelaku yang bertransaksi. Peningkatan volume juga terjadi pada transaksi perdagangan outright instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) sekitar 34%. Rata-rata harian volume transaksi Pasar Uang Antarbank/PUAB (uncollateralized) pada triwulan II-2016 relatif tidak banyak mengalami perubahan dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, volume transaksi PUAB hanya naik tipis sebesar Rp727 miliar per hari atau sekitar 6% menjadi Rp12,75 triliun per hari. Sejalan dengan pergerakan volume tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku juga relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.22). Pada triwulan II-2016, frekuensi transaksi tercatat sebanyak 157 transaksi dibandingkan dengan 154 transaksi pada triwulan sebelumnya. Sedangkan jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada triwulan II-2016 sebanyak 99 bank dibandingkan dengan 98 bank pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, suku bunga PUAB mengalami penurunan di seluruh tenor seiring dengan penurunan lebih lanjut sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia pada periode tersebut. Suku bunga RRH PUAB tenor overnight (O/N), 1 minggu, dan 1 bulan turun masing-masing menjadi 4,88%, 5,49% dan 6,15% (Grafik 2.23). % Rp Triliun 14 180 10 12 160 9 140 8 120 7 100 6 80 5 60 4 10 8 6 4 2 - Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 RRH Volume: ON RRH Volume: 1 mgg Jlh Bank Pelaku (rhs) Tw I Tw II Tw III Tw IV 2015 Tw I Tw II 2016 RRH Volume: 2-4 hr RRH Volume: > 1 mgg RRH Frekuensi (rhs) Grafik 2.22 Perkembangan Transaksi PUAB PUAB ON LF Rate PUAB 1 mgg BI Rate DF Rate PUAB 1 bln 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei 2014 2015 2016 Grafik 2.23 Perkembangan Suku Bunga PUAB Aktivitas transaksi repo pada triwulan II-2016 mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumya. Peningkatan ini seiring dengan semakin banyaknya pelaku pasar yang mulai memanfaatkan transaksi repo untuk pengelolaan likuiditasnya. Volume RRH transaksi repo naik sekitar 570% dari Rp108 miliar per hari pada triwulan I-2016 menjadi Rp725 miliar per hari pada triwulan II-20161 (Grafik 2.24). Sejalan dengan peningkatan volume transaksi, frekuensi transaksi juga meningkat signifikan. Selama triwulan II-2016, frekuensi kumulatif sebesar 174 transaksi, naik dari 26 transaksi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, pelaku transaksi repo meningkat dari 9 bank menjadi 25 bank. 1 Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 21 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Sementara itu, suku bunga repo bergerak searah dengan suku bunga PUAB. Hal ini seiring dengan penurunan stance kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan kecenderungan bergerak di bawah suku bunga PUAB (Grafik 2.25). Rp triliun 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 - 10,00% > 3 bulan 3 bulan 2 bulan 1 bulan 9,50% < 1 bulan 9,00% 8,50% 8,00% 7,50% 7,00% 6,50% 6,00% 5,50% Tw I Tw II Tw III Tw IV 2014 Tw I Tw II Tw III Tw IV 2015 Tw I Tw II Unsecured (PUAB) 2014 2016 Grafik 2.24 Volume Transaksi Repo (rrh) Secured (Repo) 2 3 3 1 2 4 2 6 3 1 29 26 24 26 24 24 22 22 22 23 21 18 20 17 16 18 16 16 14 16 13 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015 2016 Grafik 2.25 Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing Volume transaksi di pasar valuta asing domestik mengalami peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Rata-rata harian transaksi valas pada triwulan II-2016 mencapai 5,1 miliar dolar AS per hari2, meningkat 3% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.26). Peningkatan transaksi tersebut disebabkan oleh modal masuk (capital inflow) yang cukup besar dan meningkatnya kebutuhan transaksi para pelaku pasar akibat adanya kewajiban lindung nilai bagi korporasi non-bank yang memiliki utang luar negeri. Miliar Dolar AS 6,00 4,6 4,9 4,5 5,00 5,1 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015 2016 Peningkatan transaksi valas ini terjadi pada semua instrumen. Transaksi spot meningkat sebesar 2,2%, dari 3,0 miliar dolar AS pada triwulan I-2016 menjadi 3,1 miliar dolar AS pada triwulan II-2016. Transaksi derivatif juga meningkat sebesar 3,6% dari 1,9 miliar dolar AS menjadi 2 miliar dolar AS. Peningkatan transaksi derivatif masih didorong oleh adanya kewajiban lindung nilai bagi korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri. Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi option sebesar 13%, meskipun secara volume relatif kecil. Selanjutnya, peningkatan Grafik 2.26 juga terjadi pada transaksi swap sebesar Volume Transaksi Valas Domestik 5,2% sebagai dampak dari meningkatnya kebutuhan lindung nilai (hedging) nasabah, peningkatan transaksi swap antarbank yang dilakukan dalam rangka menutup lindung nilai, dan pemenuhan kebutuhan likuiditas rupiah bank. CCS 2 22 Option Forward Swap Spot Volume transaksi seluruh mata uang. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Pada triwulan II-2016, pasar valas domestik cenderung mengalami net inflow. Hal itu tercermin dari net jual pelaku asing yang mencapai 4,3 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan 3,9 miliar dolar AS pada triwulan I-2016. Nasabah domestik juga cenderung melakukan net jual. Pada triwulan II-2016, net jual oleh nasabah domestik mencapai 750 juta dolar AS, lebih tinggi dibandingkan 270 juta dolar AS pada triwulan sebelumnya. Secara total, pasar valas domestik pada triwulan II-2016 mengalami net jual (supply) valas sebesar 5,1 miliar dolar AS, meningkat 25% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.27). 5,00 -5,1 (+) Net Beli 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 -1,00 -2,00 Domestik -3,00 Asing (-) Net Jual -4,00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015 2016 Grafik 2.27 Net Transaksi Valas Domestik dan Asing Tingginya supply valas tersebut berasal dari aliran dana masuk oleh investor asing sebagai dampak dari ekspektasi membaiknya kondisi ekonomi domestik, tingginya ekspektasi terhadap kebijakan tax amnesty, dan dari sisi ekonomi global yang diperkirakan akibat belum terjadinya kenaikan Fed Fund Rate. Seiring meningkatnya transaksi derivatif, komposisi transaksi derivatif juga cenderung meningkat. Porsi transaksi derivatif pada triwulan II-2016 mencapai 40%, meningkat dibandingkan 39% pada triwulan sebelumnya dan 35% pada triwulan II-2015 (Grafik 2.28). Kenaikan komposisi transaksi derivatif ini masih disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan lindung nilai bagi korporasi yang memiliki kewajiban utang luar negeri, sekaligus merupakan upaya pelaku pasar dalam memitigasi risiko pasar akibat pergerakan nilai tukar rupiah. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 40% 60% Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2015 Spot 2016 Derivatif Grafik 2.28 Komposisi Transaksi Valas Domestik 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan Selama triwulan II-2016, kondisi sistem keuangan Indonesia relatif stabil ditandai dengan Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang tetap (persistent) berada pada level normal. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan. Selain ketahanan industri perbankan, peningkatan kinerja pasar keuangan maupun korporasi dan rumah tangga juga mendukung tercapainya sistem keuangan yang stabil. 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan II-2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin antara lain dari peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan modal masuk (inflow) investor asing ke pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN). Pengesahan Undang-undang tentang tax amnesty memberi sentimen positif sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan SBN domestik. Kinerja pasar keuangan meningkat tercermin dari peningkatan Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) dan inflow ke pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 23 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Selama triwulan II-2016, imbal hasil (yield) SBN mengalami penurunan pada semua tenor. Hal ini menandakan meningkatnya kepercayaan investor terhadap kinerja pemerintah. Penurunan ini terutama bersumber dari penurunan BI Rate dan didukung dengan semakin tingginya permintaan akan SBN. Peningkatan permintaan SBN juga dipengaruhi oleh implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB), sehingga LJKNB seperti asuransi, dana pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan lembaga penjaminan mulai menambah portofolio investasi di SBN. Dibandingkan dengan triwulan I-2016, yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun sebesar 0,24 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 0,31 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 0,42 bps (Grafik 2.29). Jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya (yoy), yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun sebesar 1,04 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 0,87 bps, dan jangka panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 0,69 bps. Penurunan yield SBN tersebut diiringi dengan penurunan volatilitas pergerakan yield. Volatilitas yield pada SBN jangka pendek, menengah, dan panjang menurun masing-masing sebesar 4,91 bps, 2,16 bps, dan 1,60 bps dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.30). % 9 8,5 8 35 (0,10) 30 7 10 (0,50) 5,5 ∆ qtq (rhs) 6/30/2016 3/31/2016 1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y11Y12Y13Y15Y16Y18Y20Y30Y Jangka Panjang 15 (0,40) 6 Jangka Menengah 20 (0,30) 6,5 Jangka Pendek 25 (0,20) 7,5 5 - 5 (0,60) 0 Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2014 Grafik 2.29 Yield Obligasi Negara 2015 2016 Grafik 2.30 Volatilitas Yield 20 hari Seiring dengan terjaganya kepercayaan investor asing, kepemilikan SBN oleh asing masih mencatat inflow sebesar Rp37,91 triliun pada triwulan II-2016, namun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat inflow sebesar Rp47,56 triliun (Tabel 2.6). Tabel 2.6 Kepemilikan SBN Institusi (Rp T) Bank: Bank Indonesia *) Non-Banks: Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun Individu Lain-lain Total 24 Jun-15 377,76 73,16 904,51 56,34 161,87 535,65 46,32 32,21 71,38 1.355,43 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Mar-16 451,00 52,70 1.071,42 67,57 192,29 606,08 56,15 65,85 83,47 1.575,12 Mei-16 449,71 71,62 1.103,58 73,49 213,22 621,96 59,74 49,05 86,12 1.624,91 Jun-16 361,54 150,13 1.135,18 76,44 214,47 643,99 64,67 48,90 86,72 1.646,85 mtm -19,6% 109,6% 2,9% 4,0% 0,6% 3,5% 8,2% -0,3% 0,7% 1,35% ytd 3,3% 1% 17,9% 24,1% 25,0% 15,3% 29,8% 15,0% 10,5% 12,66% yoy Pangsa -4,3% 105% 25,5% 35,7% 32,5% 20,2% 39,6% 51,8% 21,5% 21,50% 22,0% 9% 68,9% 4,6% 13,0% 39,1% 3,9% 3,0% 5,3% 100,00% BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan IHSG sebesar 3,58% dari 4.845,37 pada akhir triwulan I-2016 menjadi 5.016,65 pada akhir triwulan II-2016. Selama triwulan II-2016, rata-rata perdagangan harian mencapai Rp5,83 triliun atau meningkat sebesar Rp0,05 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp5,78 triliun. Jika dibandingkan triwulan II-2015, rata-rata perdagangan harian triwulan II-2016 menurun sebesar Rp0,21 triliun (Grafik 2.31). Kepercayaan asing juga semakin meningkat di pasar saham tercermin dari modal asing masuk (inflow) sebesar Rp8,81 triliun pada triwulan II-2016 atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2,36 triliun. Posisi asing pada triwulan II-2016 lebih tinggi bila dibandingkan triwulan II-2015 yang tercatat modal keluar bersih (net outflow) sebesar Rp4 triliun (Grafik 2.32). Rp Miliar 9.000 8.000 7.000 6.000 6.000 15 5.000 10 4.000 5.000 Indeks 5.500 Net Asing IHSG (rhs) 5.000 5 3.000 4.000 3.000 2.000 2.000 1.000 0 Rp Triliun Indeks Nilai rata-rata perdagangan saham harian IHSG (rhs) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2013 2014 2015 0 1.000 -5 0 10 4.500 Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun 2016 2015 Grafik 2.31 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG 4.000 2016 Grafik 2.32 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan II-2016 berada pada level 13,73%, meningkat dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 10,63% dan triwulan II-2015 yang mencapai 13,24%. Peningkatan tersebut disebabkan menguatnya harga IHSG yang signifikan akibat sentimen positif, baik domestik maupun regional (Grafik 2.33). Pada triwulan II-2016, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai Rp5.387,05 triliun, meningkat sebesar Rp243,6 triliun (4,74%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan II-2015, terjadi peningkatan sebesar Rp386,73 triliun (7,73%). Di kawasan regional, secara triwulanan (quarter to quarter/qtq) kinerja bursa saham negara-negara ASEAN sebagian besar mengalami peningkatan, termasuk Indonesia. Namun secara tahunan (year on year/yoy), kinerja bursa saham mayoritas negara ASEAN mengalami penurunan, kecuali Indonesia dan Filipina (Tabel 2.7). Indeks % 160 45 140 40 120 35 30 100 25 80 20 60 15 40 10 20 0 5 IHSG (Rebased 1/1/11=100) Volatilitas IHSG (rhs) Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun 2014 2015 0 2016 Grafik 2.33 Perkembangan & Volatilitas IHSG Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 25 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.7 Perkembangan Indeks Saham Regional Regional Market Indices 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Indonesia (IHSG) Jepang (Nikkei) Hong Kong (HSI) China (Shanghai) Korea Selatan (Kospi) Singapore (STI) Malaysia (KLCI) Thailand (SET) Australia (AS30) Philippine (PSEi) India (Sensex) China (Shenzhen) Jun-15 Mar-16 Mei-16 Jun-16 4.910,66 20.235,73 26.250,03 4.277,22 2.074,20 3.317,33 1.706,64 1.504,55 5.451,20 7.564,50 27.780,83 2.464,23 4.845,37 16.758,67 20.776,70 3.003,92 1.995,85 2.840,90 1.717,58 1.407,70 5.151,79 7.262,30 25.341,86 1.912,21 4.796,87 17.234,98 20.815,09 2.916,62 1.983,40 2.791,06 1.626,00 1.424,28 5.447,80 7.401,60 26.667,96 1.872,36 5.016,65 15.575,92 20.794,37 2.929,61 1.970,35 2.840,93 1.654,08 1.444,99 5.310,41 7.796,25 26.999,72 1.974,24 Perubahan mtm (%) Perubahan qtq (%) Perubahan yoy (%) 4,58 (9,63) (0,10) 0,45 (0,66) 1,79 1,73 1,45 (2,52) 5,33 1,24 5,44 3,53 (7,06) 0,09 (2,47) (1,28) 0,00 (3,70) 2,65 3,08 7,35 6,54 3,24 2,16 (23,03) (20,78) (31,51) (5,01) (14,36) (3,08) (3,96) (2,58) 3,06 (2,81) (19,88) Sources: Bloomberg 350 300 250 1400 Jumlah RD (rhs) NAB (Rp T) 1200 UP Beredar (Jt) 1000 200 800 150 600 100 400 50 200 0 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2013 2014 2015 2016 0 Sebagaimana pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana turut mengalami peningkatan. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana meningkat sebesar 3,61% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp303,89 triliun. Jika dibandingkan dengan triwulan II-2015, NAB reksadana triwulan II-2016 tumbuh sebesar 15,79% (yoy) (Grafik 2.34). Peningkatan kinerja reksadana seiring dengan pertumbuhan produk reksadana dan unit penyertaan. Pada triwulan II-2016, peningkatan jumlah produk reksadana sebesar 6,54% (qtq), lebih Grafik 2.34 tinggi dibandingkan peningkatan triwulan Perkembangan Industri Reksadana sebelumnya sebesar 5,04% dan peningkatan triwulan II-2015 (6,14%). Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 5,95% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh mencapai 9,87% (qtq) dan triwulan II-2015 mencapai 7,64% (qtq). 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan Industri perbankan menunjukkan ketahanan yang baik didukung dengan permodalan yang kuat serta risiko kredit, likuiditas, dan pasar yang terjaga. 26 Ketahanan permodalan industri perbankan pada triwulan II-2016 tetap kuat tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 22,29%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan II-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 21,76% dan 20,13%. Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 6,31% (qtq). Kondisi permodalan yang tinggi memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko kredit. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran 2.7.2.1. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan II-2016 sedikit membaik dari triwulan sebelumnya walaupun masih menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 8,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2016 yang mencapai mencapai 8,71% (yoy), namun masih lebih rendah dibanding triwulan II-2015 sebesar 10,37% (yoy). Kenaikan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK dan KI meningkat masing-masing dari 6,91% (yoy) dan 11,63% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 7,30% (yoy) dan 12,03% (yoy). Sementara itu, Kredit Konsumsi (KK) melambat dari 9,13% (yoy) menjadi 8,84% (yoy). Risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan, namun masih cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan pada triwulan II-2016 meningkat dari 2,83% menjadi 3,05% (Grafik 2.35). Rasio tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2015 tahun sebelumnya yang sebesar 2,56%. Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap kredit yang bermasalah. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit (KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK meningkat dari 3,54% menjadi 3,74%. Sementara itu, rasio NPL gross KI naik dari 2,82%menjadi 3,26%, dan rasio NPL gross KK meningkat dari 1,66% menjadi 1,67% (Grafik 2.36). Apabila dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK, masing-masing sebesar 20 bps, 56 bps, dan 1 bps. (%) (%) 4,0 4,0 3,5 3,05 3,0 3,0 2,5 2,5 2,0 1,52 1,5 2,0 1,5 1,0 1,0 0,5 0,0 Tw 1 2015 Tw 2 2015 Tw 2 2016 Tw 2 2016 3,5 NPL Gross 0,5 NPL Net MarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJun 2010 2011 2012 2013 2014 Grafik 2.35 Rasio Non-Performing Loan 2015 2016 KMK KI KK Grafik 2.36 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertambangan, pengangkutan, jasa sosial, dan lain-lain. Peningkatan rasio NPL gross tertinggi terjadi pada sektor pertambangan, industri, dan pengangkutan. (Grafik 2.37). Penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan pengangkutan barang komoditas. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 27 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran (%) 7,0 6,28 TW 1 2015 TW 2 2015 6,0 TW 1 2016 TW 2 2016 5,45 5,0 4,55 3,95 3,85 4,0 2,89 3,0 1,98 2,0 1,85 1,66 1,68 1,0 Pe r Pe tania r ta mb n an ga n Ind ust ri Lis trik Ko nst Pe ruksi rda g Pe anga ng an n g Jas a D kuta n un ia U sah Jas a aS osi a Lai l n-l ain 0,0 Grafik 2.37 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, Bank Indonesia melaksanakan monitoring perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka evaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala. 2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas Risiko Likuiditas Industri Perbankan dan Kondisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan II-2016 masih melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 5,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 dan triwulan II-2015 masing-masing sebesar 6,44% (yoy) dan 12,65% (yoy) (Grafik 2.38). 18% 10,0% 16% 9,5% 9,0% 14% 8,5% 12% 8,0% 10% 6,50% 6,97% 7,0% 7,5% 8% Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy) BI Rate (RHS) 6% 4% 6,5% 5,90% 6,0% Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun 2013 2014 2015 Grafik 2.38 Pertumbuhan DPK (yoy) 2016 5,5% Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi pada komponen deposito. Pertumbuhan deposito melambat menjadi 2,00% (yoy) pada triwulan II-2016 dari 2,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan giro juga melambat menjadi 1,50% (yoy) pada triwulan II-2016 dari 9,43% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan meningkat dari 10,32% (yoy) menjadi 16,30% (yoy) triwulan II-2016. Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa deposito turun dari 47,01% pada triwulan I-2016 menjadi 45,54% pada triwulan II-2016. Berbeda dengan deposito, pangsa giro dan tabungan naik menjadi 23,44% dan 31,02% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 23,31% dan 29,68%. Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan II-2016 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya karena pola Hari Raya Idul Fitri, namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) turun dari Rp985,07 triliun pada triwulan I-2016 menjadi Rp930,85 triliun pada triwulan laporan (Grafik 2.39). Selain itu, penurunan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh turunnya rasio alat likuid (AL)1 terhadap non-core deposit (NCD)2 menjadi sebesar 97,40% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 107,02% (Grafik 2.40). Risiko likuiditas perbankan masih terjaga, tampak dari rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) (50%). 3 4 28 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran AL/NCD Komposisi Alat Likuid Perbankan Rp T (%) Rp T 800 1600 700 1400 600 1200 500 1000 400 800 300 600 200 400 100 200 0 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 2012 2013 Primary Reserve Tertiery Reserve 2014 2015 0 110 105 100 195 90 85 TW IV 2014 2016 Secondary Reserve Alat Likuid (Skala Kanan) TW I TW II TW III 2015 TW IV TW I 2016 TW II Al = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve - GWM NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito Grafik 2.39 Komposisi Alat Likuid Perbankan Grafik 2.40 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) 2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Selama triwulan II-2016, perkembangan suku bunga simpanan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun (Grafik 2.41). Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan laporan turun menjadi 12,39% dari 12,71% pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK dan KI pada triwulan II-2016 masing-masing turun sebesar 44 bps dan 35 bps dari triwulan I-2016 sehingga menjadi 11,84% dan 11,49%. Sementara itu, rata-rata suku bunga KK turun 8 bps dari triwulan sebelumnya sehingga menjadi 13,83%. (%) (%) 9,0 14,0 8,0 6,80 13,5 7,0 6,50 13,0 6,0 12,5 5,0 12,39 4,0 3,0 11,5 2,0 1,0 0,0 12,0 11,0 BI Rate SB Dep 1bln Rp SB Kredit Rp (rhs) Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun 10,5 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan dasar bagi bank dalam penetapan suku bunga kredit cenderung menurun Grafik 2.41 dibandingkan triwulan sebelumnya. Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Penurunan SBDK pada triwulan II-2016 terjadi pada seluruh segmen meliputi korporasi, ritel, kredit pemilikan rumah (KPR), dan non-KPR. Penurunan SBDK terbesar terjadi pada segmen ritel, baik secara triwulanan maupun tahunan. Ke depan, menurunnya SBDK diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit (Tabel 2.8). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 29 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.8 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Segmen kredit 2012 Sep Des Korporasi 9,75 9,69 Ritel 11,03 11,14 KPR 10,45 10,41 Non-KPR 10,67 10,65 Mar 9,53 10,91 10,33 10,62 2013 Jun Sep 9,65 10,08 11,03 11,28 10,37 10,63 10,59 11,06 Des 10,64 11,72 10,83 11,55 Seluruh Sample 2014 Mar Jun Sep Des 10,59 10,68 10,94 10,91 11,89 12,05 12,12 12,19 11,13 11,14 11,19 11,21 11,92 11,98 11,99 12,06 Mar 10,73 12,09 11,07 11,91 2015 Jun Sep 10,75 10,72 12,07 11,92 11,00 11,09 11,87 11,88 Des 10,76 12,08 11,07 11,82 Mar 2016 - Jun 2016 Jun 2016 Jun 2016 2016 (qtq) (yoy) Mar Jun -0,30 10,50 10,46 -0,04 -1,35 11,71 10,72 -0,99 -0,28 10,83 10,73 -0,10 -0,30 -0,49 11,68 11,38 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Selama triwulan II-2016, kinerja Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) secara umum relatif stabil. Namun demikian, pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan mulai menunjukkan peningkatan. Triwulan II-2016, pembiayaan oleh IKNB mulai meningkat ditunjukkan dengan tumbuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar Rp5,5 triliun jika dibandingkan triwulan I-2016. Namun secara yoy, pembiayaan oleh PP relatif stabil. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal pada triwulan II-2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I-2016, terlihat dari jumlah emisi obligasi dan sukuk, IPO saham, dan rights issue (Tabel 2.9). Tabel 2.9 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan 2014 A Kredit Perbankan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) B Pasar Modal* IPO Saham Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Right Issue Jumlah Emiten Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Obligasi & Sukuk Jumlah Emisi Jumlah Fundraise (Rp T) Rata-rata Fundraise (Rp T) Total Fundraise Pasar Modal C Perusahaan Pembiayaan Posisi (Rp T) Pertumbuhan (Rp T) Total Pasar Modal dan IKNB 2015 TW I TW II TW III TW IV 2015 2016 TW I April Mei Juni TW II 3.674,31 3.679,87 3.828,04 3.956,48 4.058,13 4.058,13 4.000,40 4.006,70 4.070,50 4.168,30 4.168,30 381,43 5,56 148,17 128,44 101,64 383,82 (57,73) 6,30 63,80 97,80 167,90 20 8,27 0,41 1 4,45 4,45 4 3,76 0,94 5 0,81 0,16 5 2,25 0,45 15 11,27 0,75 2 0,11 0,06 - 1 0,55 0,55 4 34,77 8,69 5 35,32 7,06 21 39,76 1,89 1 0,20 0,20 9 10,17 1,13 4 4,99 1,25 5 26,89 5,38 19 42,25 2,22 2 0,67 0,33 1 0,44 0,44 5 10,19 2,04 5 17,31 3,46 11 27,94 2,54 51 48,64 0,95 96,67 10 13,30 1,33 17,95 23 32,06 1,39 46,00 4 6,00 1,50 11,80 14 11,65 0,83 40,78 51 63,01 1,24 116,53 7 16,29 2,33 17,07 3 3,54 1,18 3,98 7 14,10 2,01 24,84 16 16,17 1,01 68,25 26 33,80 1,30 97,06 366,20 18,17 114,84 369,80 3,60 21,55 369,90 0,09 46,09 371,50 1,60 13,40 363,27 (8,23) 32,56 363,27 (2,93) 113,60 365,39 2,12 19,19 365,69 0,30 4,28 368,82 3,13 27,97 370,85 2,03 70,27 370,85 5,46 102,52 Asuransi5 Selama triwulan II-2016, kinerja industri asuransi relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Total aset industri asuransi per triwulan II-2016 sebesar Rp852 triliun, meningkat sebesar Rp4 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 0,47% (qtq). Pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja pada produk-produk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp10 triliun atau tumbuh 1,48% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp693 triliun (Grafik 2.42). 5 30 Data asuransi masih per Mei 2016 (Sumber : OJK). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto relatif stabil dari 157,94% pada triwulan I-2016 menjadi 155,26% pada Mei 2016 (Grafik 2.43). (Rp, T) % 900 800 700 600 755 80,76 610 81,94 616 777 80,01 622 766 79,49 609 804 79,79 641 842 852 81,15 684 81,27 693 505 500 90,00 85,00 250 75,00 200 65,00 300 150 200 100 100 55,00 50 - 50,00 Des Des 2014 Aset Jun Sep Des Mar 2015 Investasi Mei - 2016 Rasio (rhs) 165 Premi Bruto Klaim Bruto Rasio (rhs) 214 60,00 2013 % 160,23 80,00 70,00 400 (Rp, T) 300 261 143,74 118 134 180 126 145,14 143,80 88 Des Des 2014 Grafik 2.42 Aset dan Investasi Industri Asuransi 145 81 72 140,17 2013 46 Jun 160 150 131 123 155,26 155 189 170 157,94 Sep Des Mar 2015 140 135 Mei 130 2016 Grafik 2.43 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Perusahaan Pembiayaan Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) relatif stabil. Selama triwulan II-2016, pembiayaan sedikit meningkat sebesar 0,26% (yoy) atau sebesar Rp0,95 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang menurun sebesar 1,07% (Rp3,95 triliun). Meski demikian, pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 2,48% (yoy) atau sebesar Rp8,97 triliun (triwulan II-2015). Secara qtq, pembiayaan pada triwulan II-2016 meningkat 1,77% atau sebesar Rp6,44 triliun dibandingkan posisi triwulan I-2016. Kinerja pembiayaan cenderung stabil terutama disebabkan membaiknya daya beli masyarakat selanjutnya, aset PP tumbuh sebesar 2,07% (qtq) menjadi Rp432 triliun pada posisi akhir triwulan II-2016 (Grafik 2.44). (Rp, T) (Rp, T) 500 450 400 350 300 250 100 150 100 50 - Aset 401 342 302 (Rp, T) 28 300 348 Pembiayaan 425 420 366 370 430 430 370 371 426 363 425 365 246 250 200 246 247 251 223 192 150 100 246 249 105 18 117 13 114 111 115 111 105 103 Des Des 2012 2013 2014 Mar Jun Sep Des 2015 Grafik 2.44 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Mar 2016 8 3 50 Des 23 Des Des Des Mar 2012 2013 2014 Sewa Guna Usaha Jun Sep 2015 Pembiayaan Konsumen Des Mar (2) 2016 Anjak Piutang (rhs) Grafik 2.45 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 31 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Berdasarkan jenisnya, kinerja PP masih didominasi oleh pembiayaan konsumen, diikuti sewa guna usaha dengan pangsa pembiayaan masing-masing sebesar 70,44% dan 26,46% dari total pembiayaan triwulan II-2016. Pangsa pembiayaan konsumen meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 68,55%. Sementara itu, pangsa sewa guna usaha sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 28% dari total pembiayaan (Grafik 2.45). Melambatnya pertumbuhan pembiayaan PP dipengaruhi oleh menurunnya pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 11,51% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan pada triwulan I-2016 (9,73%). Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang komoditas seiring penurunan harga beberapa komoditas. Sementara itu, pembiayaan konsumen tumbuh sebesar 4,82% (yoy) pada triwulan II-2016 yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2016 sebesar 1,48% (yoy). Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan mengalami peningkatan meskipun masih berada di level yang aman (< 5%). Hal itu tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 2,96%, lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2016 (1,56%) (Grafik 2.46). Peningkatan NPF terbesar berada pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek pembiayaan merupakan kapal dan truk untuk mengangkut komoditas tambang. Kualitas pembiayaan pun menurun seiring melemahnya kinerja sektor pertambangan. Selain itu, terdapat penyesuaian pelaporan kategori kualitas pembiayaan oleh PP yang juga berkontribusi terhadap peningkatan NPF. Selama triwulan II-2016, sumber pendanaan PP didominasi oleh pinjaman yang berasal dari dalam negeri (41,37%), pinjaman luar negeri (26,68%), surat berharga (18,82%), dan modal (13,13%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (40,30%), maupun periode yang sama tahun sebelumnya (38,68%). Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (29,05%) dan triwulan II-2015 (34,52%) (Grafik 2.47). (Rp, T) % 160 3,50 2,96 3,00 120 2,50 2,00 13% 41% 19% 100 1,62 1,50 1,41 1,55 1,44 1,54 1,45 0,50 20 Des 2013 2014 Mar Jun Sep Des 2015 Grafik 2.46 Rasio Non Performing Financing Pinjaman DN Pinjaman LN SSB Modal 60 40 Des 27% 80 1,56 1,00 0,50 Share Sumber Pendanaan per Juni 2016 140 Mar Jun 2016 Pinjaman DN Jun-15 Sep-15 Pinjaman LN Des-15 SSB Mar-16 Modal Jun-16 Grafik 2.47 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Pada akhir triwulan II-2016, terdapat 32 PP yang memiliki Utang Luar Negeri (ULN) dengan total outstanding mencapai Rp101,13 triliun. Di antara 32 perusahaan tersebut, terdapat 8 (delapan) perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan dengan porsi kepemilikan lebih dari 20% dengan total outstanding ULN sebesar Rp26,94 triliun. Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging) 32 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp86,02 triliun, sedangkan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp2,42 triliun. Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan II-2016, lebih dari 46% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga relatif lebih tinggi (di atas 12%) (Grafik 2.48). Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan juga relatif stabil. Hal itu tercermin dari Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) yang sedikit menurun menjadi 82,75% pada triwulan II-2016 dari 82,97% di triwulan I-2016, dan 84,87% di triwulan II-2015. Seiring dengan tren pembiayaan yang cenderung stabil, profitabilitas PP (return on assets/ROA) relatif tetap yaitu 3,63% pada triwulan II-2016, sedikit lebih rendah dari triwulan I-2016 sebesar 3,93%, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 3,43%. Sementara itu, return on equity (ROE) juga menurun menjadi sebesar 11,09% pada triwulan II-2016, dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 12,58%, dan triwulan II-2015 sebesar 12,53% (Grafik 2.49). % % 60,00 87,00 14,00 50,00 12,00 40,00 10,00 30,00 8,00 84,00 6,00 20,00 4,00 10,00 - % 16,00 2,00 Jun Sep 2014 Des Mar Jun Sep 2015 Des Mar - Jun 2016 Des 2014 Mar Jun Sep 2015 Des Mar Jun 0% - 10% 28,41 25,27 25,29 26,44 24,42 22,35 22,73 25,58 25,00 ROA 3,83 3,62 3,43 3,45 3,32 3,93 3,63 0% - 10% 32,95 26,37 25,29 22,99 29,07 30,59 31,82 27,91 28,57 ROE 14,43 12,13 12,53 12,18 11,49 12,58 11,09 0% - 10% 38,64 48,35 49,43 50,57 46,51 47,06 45,45 46,51 46,43 BOPO (rhs) 82,62 84,27 84,87 85,08 85,35 82,97 82,75 Grafik 2.48 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan 81,00 2016 Grafik 2.49 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi Kinerja Sektor Korporasi pada triwulan II-2016 meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 18,40%, lebih tinggi dari triwulan I-2016 yaitu sebesar 5,80%6 (Grafik 2.50). 6 Kinerja Sektor Korporasi dan sektor rumah tangga meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 33 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran %, qtq 5,0 %, SBT Pertumbuhan PDB (sb. kiri) Nilai SBT SKDU (sb. kanan) 3,75 4,0 20,0 18,40 3,0 2,0 25,0 17,70 15,0 11,90 1,0 -0,34 0,0 10,0 -1,0 5,0 5,80 -2,0 -3,0 0,0 I II III IV 2013 I II III IV 2014 I II III IV 2015 I II III* 2016 *) Perkiraan Grafik 2.50 Kegiatan Dunia Usaha Tw II-2016 Perkembangan tersebut sejalan dengan pertumbuhan kredit pada sektor korporasi yang mengalami peningkatan. Kredit untuk sektor korporasi pada triwulan II-2016 naik sebesar 6,12% (qtq) dengan posisi nominal sebesar Rp 2.016,89 triliun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan periode triwulan I-2016 yang turun sebesar 1,89% (qtq). Namun peningkatan kredit pada sektor korporasi ini perlu diwaspadai, karena diiringi juga oleh peningkatan rasio NPL. Pada triwulan II-2016, rasio NPL mencapai 3,56% atau meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu sebesar 3,13%. Secara umum, kinerja korporasi publik pada triwulan I-2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya7. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), Inventory Turn Over yang memburuk, namun tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit menurun yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi (Tabel 2.10). Tabel 2.10 Kinerja Korporasi Publik Triwulan I-2015 dan Triwulan I-2016 Sektor No. ROA ROE DER Current Ratio TA/TL Asset TO Inventory TO 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 1 Pertanian 2,77% 0,87% 5,68% 1,88% 1,11 1,20 0,84 0,88 1,90 1,84 0,65 0,58 8,72 8,43 2 Industri Dasar dan Kimia 3,79% 2,80% 7,98% 5,76% 1,11 1,02 1,51 1,38 1,90 1,98 0,80 0,69 5,52 4,95 3 Industri Barang Konsumsi 11,42% 11,38% 21,84% 21,23% 0,94 0,80 1,86 2,11 2,06 2,24 1,32 1,27 4,54 4,64 4 Infrastruktur, utilitas dan transportasi 2,97% 4,62% 7,84% 11,69% 1,64 1,43 0,99 1,03 1,61 1,70 0,53 0,53 70,21 73,34 5 Aneka Industri 5,34% 4,06% 11,68% 8,87% 1,20 1,17 1,27 1,25 1,83 1,85 0,86 0,77 7,95 7,54 6 Pertambangan 1,70% 0,36% 3,30% 0,71% 0,99 0,94 1,54 1,79 2,01 2,07 0,58 0,50 10,97 10,57 7 Properti dan Real Estate 7,11% 4,57% 14,54% 9,40% 1,05 1,06 1,84 1,76 1,95 1,94 0,39 0,36 1,83 1,80 8 Perdagangan, jasa dan investasi 5,89% 2,28% 10,63% 4,30% 0,86 0,91 1,53 1,35 2,16 2,09 0,97 0,87 7,77 7,45 5,06% 3,95% 10,58% 8,24% 1,12 1,06 1,44 1,43 1,90 1,94 0,75 0,69 6,30 6,05 Agregat Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah Posisi data Tw I-2015 & Tw I-2016 (358 korporasi non keuangan) 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan II-2016 menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Sementara itu, peningkatan ekspektasi konsumen terutama dipicu oleh naiknya kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja (Grafik 2.51). 7 34 Data yang tersedia masih berdasarkan triwulan I-2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan II-2016 mencapai Rp944,04 triliun atau tumbuh 2,35% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut meningkat dibandingkan triwulan I-2016 yaitu sebesar 0,67% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit rumah tangga terutama ditujukan untuk keperluan multiguna (42,21%) dan pemilikan rumah (40,22%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (12,45%), kredit rumah tangga lainnya (4,74%), dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,37%) (Grafik 2.52). RT Lainnya (Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota) 140,0 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 130,0 113,7 112,1 Optimis 119,1 110,5 110,8 111,6 Multiguna 40,22% 42,21% 41,91% Pesimis 100,0 90,0 Penurunan Penurunan Harga BBM Harga BBM Penurunan harga BBM, gas, dan tarif listrik 80,0 70,0 Perumahan 4,59% 120,0 110,0 4,74% Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) IKK Triwulan 2015 Grafik 2.51 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen Juni 2016, Bank Indonesia 2016 40,21% 0,33% 12,95% 0,37% 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2014 Mar 2016 Peralatan RT 12,46% Kendaraan Jun 2016 Grafik 2.52 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor rumah tangga. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,72% pada triwulan I-2016 menjadi 1,75% pada triwulan II-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 3,05%. 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada triwulan II-2016 (Mei 2016) baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp806,6 triliun, atau tumbuh 8,0% (yoy) dengan pangsa (share) terhadap total kredit perbankan sebesar 19,7%. Pertumbuhan kredit UMKM itu meningkat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 6,2% (yoy). Peningkatan tersebut diindikasikan karena mulai meningkatnya kebutuhan pembiayaan, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) skema baru, dan tren penurunan suku bunga kredit. Berdasarkan klasifikasi usaha, meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada seluruh klasifikasi usaha terutama didorong oleh usaha menengah yang tumbuh sebesar 2,3% (yoy) setelah sebelumnya mengalami perlambatan signifikan pada triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 0,2% (yoy). Peningkatan ini juga diikuti oleh usaha mikro dan usaha kecil yang masing-masing tumbuh menjadi 15,4% (yoy) dan 12,2% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,3% (yoy) dan 11,0% (yoy) (Grafik 2.53). Pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mulai menunjukkan peningkatan pada pertengahan 2016. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terutama didorong oleh sektor perdagangan besar & eceran yang tumbuh sebesar 12,4% (yoy) pada triwulan II-2016 dibandingkan 10,4% pada triwulan I-2016. Peningkatan pertumbuhan juga terjadi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 35 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran % 50 40 30 20 15,4% 12,2% 8,2% 8,0% 2,3% 10 0 -10 JanMarMei Jul SepNovJanMarMei Jul SepNovJanMarMei Jul SepNovJanMarMei 2013 2014 Growth Kredit UMKM Growth Kredit Usaha Kecil Growth Kredit Perbankan 2015 2016 Growth Kredit Usaha Mikro Growth Kredit Usaha Menengah di antaranya pada sektor konstruksi dan industri pengolahan yang masing-masing tumbuh sebesar 6,5% (yoy) dan 5,3% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 2,4% (yoy) dan 4,9% (yoy). Meskipun secara umum kredit UMKM meningkat, beberapa sektor masih mengalami perlambatan, di antaranya sektor pertanian & kehutanan dan akomodasi yang masing-masing tumbuh menjadi 8,5% (yoy) dan 17,1% (yoy) dibandingkan 11,9% (yoy) dan 19,0% (yoy) pada triwulan I-2016. Sebagian besar kredit UMKM triwulan II-2016 diserap oleh sektor perdagangan besar dan Grafik 2.53 eceran dengan pangsa sekitar 53,1% terhadap Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY) total kredit UMKM. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,7%) yang merupakan pusat aktivitas perekonomian nasional. Sekitar 46,6% dari total kredit UMKM merupakan kredit usaha menengah, diikuti oleh usaha kecil (29,5%) dan usaha mikro (23,9%). Dari sisi penerima kredit, sekitar 86,4% total penerima kredit UMKM adalah usaha mikro. % 8,00 8,00 Kredit Usaha Mikro Kredit Usaha Menengah Kredit Perbankan Kredit Usaha Kecil Kredit UMKM 5,65% 5,34% 4,91% 8,00 3,18% 3,09% 8,00 8,00 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr 2013 2014 2015 Grafik 2.54 NPL Kredit UMKM 2016 Pada triwulan II-2016 rasio kredit bermasalah (NPL) kredit UMKM sebesar 4,91% meningkat dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 4,63%. Masih menurunnya kondisi UMKM diindikasikan menjadi penyebab memburuknya NPL kredit UMKM. Oleh karena itu, sebagian bank saat ini fokus untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM. Menurut klasifikasi usaha, peningkatan NPL kredit UMKM terjadi di seluruh segmen usaha, terutama didorong oleh NPL usaha menengah yang meningkat menjadi 5,34% pada triwulan II-2016, dari 4,95% triwulan sebelumnya. Usaha mikro dan dan usaha kecil juga memburuk dengan NPL sebesar 3,18% dan 5,65%, dibandingkan triwulan I-2016 (2,96% dan 5,46%) (Grafik 2.54). 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Penyaluran kredit usaha rakyat hingga triwulan II-2016 telah mencapai 48,5% dari target penyaluran KUR 2016. 36 Target penyaluran KUR pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN 2016. Penyaluran KUR hingga triwulan II-2016 telah mencapai Rp48,5 triliun atau 48,5% dari target penyaluran KUR 2016 sebesar Rp100 triliun, dengan jumlah debitur sebesar 2,2 juta. Mayoritas kredit disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa (Grafik 2.55). Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR tertinggi adalah Jawa Tengah (Rp8,4 triliun), Jawa Timur (Rp6,3 triliun), dan Jawa Barat (Rp5,7 triliun), sedangkan untuk luar Jawa, penyaluran KUR tertinggi adalah di Sulawesi Selatan (Rp2,7 triliun) dan Sumatera Utara (Rp2,2 triliun). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Berkenaan dengan upaya peningkatan dan perluasan penyaluran KUR, Bank Indonesia telah menyampaikan beberapa pertimbangan JASA-JASA* 10,77% PERTANIAN, kepada pemerintah agar implementasi PERDUBURUAN, DAN KEHUTANAN program KUR melalui perbankan dapat tetap 14,53% dilaksanakan dengan skema KUR Mikro, Ritel, PERIKANAN dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). 1,10% Disamping itu terkait dengan penyaluran PERDAGANGAN 68,93% INDUSTRI PENGOLAHAN melalui skema KUR Menengah, Bank Indonesia 4,67% menyampaikan masukan kepada pemerintah Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengenai potensi terjadinya perpindahan (switching) debitur kredit segmen menengah dari bank kecil. Sedangkan terkait dengan tingkat suku bunga KUR, Bank Indonesia Grafik 2.55 Realisasi KUR 2016 Berdasarkan Sektor Ekonomi mengharapkan hal itu dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pula konsekuensi terhadap bank kecil non-penyalur KUR dan lembaga keuangan non-bank yang memiliki segmen pasar yang sama dengan KUR. 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran Penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan II-2016, secara umum berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun oleh industri merupakan komitmen Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran. Keandalan sistem pembayaran tersebut pada akhirnya akan berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian. Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia pada triwulan II-2016 berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut seiring dengan pembaruan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II. Selama triwulan II-2016, transaksi sistem pembayaran berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin pada tingkat keandalan dan ketersediaan (availability), serta pelaksanaan contingency plan. Dengan demikian, layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu memproses seluruh transaksi peserta. Pada triwulan II–2016, nilai transaksi mencapai Rp40.094,25 triliun atau menurun 1,84% dari periode sebelumnya sebesar Rp40.844,77 triliun. Penurunan nilai transaksi itu dipicu oleh menurunnya transaksi BI-SSSS sebesar 9,37% (Tabel 2.11). Sementara dari sisi volume transaksi pada triwulan II-2016 terjadi peningkatan menjadi 33.875,40 ribu transaksi atau naik 9,71% dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 30.877,25 ribu transaksi. Peningkatan volume transaksi terjadi pada Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI yang masing-masing meningkat sebesar 6,10%, 16,76%, dan 9,87% (Tabel 2.12). Perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Sistem BI-RTGS Selama triwulan II-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan, baik dari sisi volume maupun nilai transaksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 37 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Volume transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS tercatat meningkat sebesar 6,10% menjadi 1.523,86 ribu transaksi. Peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan nilai transaksi sebesar 1,41% menjadi Rp27.117,76 triliun. 2. BI-SSSS Pada triwulan II-2016, volume transaksi BI-SSSS tercatat sebesar 80,46 ribu transaksi atau meningkat 16,76% dibandingkan triwulan sebelumnya atau meningkat 73,54% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi pada triwulan II-2016 mencapai Rp11.777,14 triliun atau menurun sebesar 9,37% dibandingkan triwulan sebelumnya, namun bila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 53%. 3. SKNBI Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume transaksi melalui SKNBI tercatat meningkat sebesar 9,87% menjadi 32.271,09 ribu transaksi pada triwulan II-2016. Nilai transaksi melalui SKNBI pun mengalami peningkatan sebesar 8,02% dibandingkan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 61,42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan volume dan nilai transaksi SKNBI masih didorong oleh meningkatnya volume dan nilai transaksi kliring kredit/transfer dana sebagai dampak implementasi kebijakan batas atas nominal transfer dana SKNBI dan batas bawah nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS. Adapun rata-rata nominal per transaksi kliring kredit pada periode laporan mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar Rp32,15 juta dari periode sebelumnya sebesar Rp35,70 juta. Namun terjadi peningkatan bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp19,55 juta per transaksi. Tabel 2.11 Nilai Transaksi Pembayaran 38 ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.12 Volume Transaksi Pembayaran ­ ­­ ­ ­ ­­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­­­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan dengan aman dan lancar pada triwulan II-2016. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Volume transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pada triwulan II-2016 mencatat pertumbuhan positif, menunjukkan semakin meningkatnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM/debet. Volume transaksi APMK tercatat mencapai 1.388.411,40 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,31% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara dari sisi nilai transaksi juga mengalami peningkatan sebesar 10,21% menjadi Rp1.508,24 triliun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kartu ATM/ debet masih mendominasi volume dan nilai transaksi APMK dibandingkan kartu kredit, dengan proporsi 95,37% untuk kartu ATM/debet dan 4.63% untuk kartu kredit. Pada triwulan II-2016, nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp1,78 triliun atau meningkat sebesar 26,91% dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, dari sisi volume transaksi juga mengalami peningkatan sebesar 22,32% menjadi 169.514,85 ribu transaksi. Peningkatan volume transaksi berasal dari adanya peningkatan instrumen uang elektronik. Penyelenggaraan transaksi transfer dana pada triwulan II-2016 mencatat peningkatan volume dan nilai transaksi masing-masing sebesar 10,72% dan 15,73% menjadi 6,02 juta transaksi dan Rp18,87 triliun, dibandingkan triwulan I-2016 yang mencapai 5,44 juta transaksi dan Rp16,31 triliun. Peningkatan volume disebabkan meningkatnya transaksi pengiriman uang dalam negeri. Transaksi pengiriman dalam negeri memiliki pangsa volume sebesar 51,01% dari total volume transaksi transfer dana. Sementara peningkatan nilai transaksi disebabkan meningkatnya transaksi pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia (incoming). Transaksi pengiriman uang incoming memiliki pangsa nilai sebesar 58,47% dari total nilai transaksi transfer dana (Tabel 2.13). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 39 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Tabel 2.13 Transaksi Transfer Dana Triwulan II – 2016* 2015 Transaksi Transfer Dana Q-1 Q-2 Q-3 2016 Q-4 Total 2015 Q-1 naik/(turun) % naik/(turun) Q-2 QtQ YoY QtQ YoY * Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer Operator Di sisi lain, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s cheque (TC) pada triwulan II-2016 meningkat sebesar Rp4 triliun atau 7,1% dibandingkan dengan triwulan I-2016. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan nilai transaksi jual/beli mata uang dolar Amerika Serikat sebesar 20,5% bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Adapun nilai transaksi mata uang dolar AS memiliki pangsa nilai 47,5 % dari total nilai transaksi UKA (Tabel 2.14). Tabel 2.14 Transaksi UKA-TC Triwulan II - 2016 Transaksi UKA-TC 2015 Q-1 Q-2 Q-3 Q-4 Total 2015 2016 Q-1 naik/(turun) % naik/(turun) Q-2 QtQ YoY QtQ YoY Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berperan aktif dalam penerapan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran Bank Indonesia mendorong industri sistem pembayaran dalam menindaklanjuti pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia juga menindaklanjuti pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat elektronik ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia. Dalam rangka memberikan edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai jasa sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 (tiga) kegiatan yang menunjang fungsi Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran. Kegiatan tersebut antara lain Sosialisasi Gerakan Nasional NonTunai (GNNT) sebagai rangkaian kegiatan Launching Program Ekonomi Kerakyatan di Brebes, peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkornas), dan Edukasi Sistem Pembayaran. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menerima pengaduan dan permintaan informasi sistem pembayaran sebanyak 3.210 yang terdiri atas pengaduan sebanyak 490 (15%) dan permintaan informasi 2.720 (85%). Pengaduan konsumen mengalami penurunan sejumlah 11% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.56). Grafik 2.56 Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran 40 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Pengaduan konsumen SP ke Bank Indonesia didominasi oleh instrumen kartu kredit sebanyak 83% diikuti kartu ATM/debet sebanyak 7% dan transfer dana sebanyak 6% (Grafik 2.57). Sementara itu, permintaan informasi terkait sistem pembayaran ke Bank Indonesia didominasi kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah NKRI sebanyak 56%, penyediaan dan/atau penyetoran uang 26%, dan transfer dana sebanyak 4% (Grafik 2.58). Kartu Kredit (83%) Kartu ATM/Debet (7%) Transfer Dana (6%) Lainnya (3%) Daftar Hitam Nasional (DNH) (1%) Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (0,4%) KUPVA (0,2%) Uang Elektronik (0%) BI-RTGS (0%) BI-SSSS (0%) SKNBI (0%) Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI (56%) Penyediaan dan/atau Penyetoran Uang (26%) Transfer Dana (4%) Lainnya (4%) Uang Elektronik (3%) Kartu Kredit (2%) KUPVA (1%) Daftar Hitam Nasional (DHN) (1%) SKNBI (1%) Kartu ATM/Debet (1%) Grafik 2.58 Permintaan Informasi Sistem Pembayaran Grafik 2.57 Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia Berdasarkan Instrumen 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang Pada akhir triwulan II-2016, posisi Uang yang Diedarkan (UYD) mencapai Rp642,0 triliun, naik Rp133 triliun atau 26,2% (qtq) dibandingkan akhir triwulan I-2016 yang tercatat sebesar Rp508,5 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak meningkatnya kebutuhan uang tunai yang puncaknya terjadi selama periode Ramadan 2016 pada akhir triwulan II-2016 (Grafik 2.59). Dilihat dari pola siklikal uang kartal sebagai indikator pertumbuhan ekonomi, UYD terlihat mengalami pertumbuhan sejak bottoming-out dari titik terendahnya pada pertengahan 2015 dan terus meningkat sampai dengan periode triwulan II-2016. Perkembangan ini sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 sebesar 5,18% yang lebih kuat dari proyeksi semula, terutama ditopang oleh menguatnya pertumbuhan Konsumsi Pemerintah (6,28%) dan Konsumsi Rumah Tangga (5,07%) (Grafik 2.60). Rp. triliun 600 UPK UK 100000 UK 20000 % UYD, qtq UK 50000 % UYD, yoy 500 400 300 200 100 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2011 % UYD % UYD 700 2012 2013 2014 2015 Grafik 2.59 Uang Kartal yang Diedarkan 2016 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% Posisi uang yang diedarkan meningkat dikarenakan peningkatan kebutuhan uang tunai terutama pada periode Ramadan 2016. % PDB 20 6,5 % UYD yoy 18 PDB riil (rhs) 6,0 16 14 5,5 12 5,0 10 8 4,5 6 4 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 2012 2013 2014 2015 4,0 2016 Grafik 2.60 Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD (moving average 12 bulan) dan PDB Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 41 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB) tercatat sebesar Rp511,4 triliun dengan pangsa 79,7%, sedangkan persediaan kas di perbankan (cash in vault / CiV) sebesar Rp130,6 triliun dengan pangsa 20,3% dari total UYD (Tabel 2.15). Pangsa CiV tersebut lebih tinggi dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya sebesar 17,4%. Hal ini mengkonfirmasi meningkatnya kebutuhan penyediaan uang kartal oleh perbankan untuk melayani transaksi uang pada periode laporan, terutama selama periode Ramadan 2016. Tabel 2.15 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan Nominal (Triliun Rp) Periode Pangsa Pertumbuhan qtq Masyarakat Bank Jumlah Masyarakat Bank Masyarakat Bank Naiknya posisi UYD selama triwulan II-2016 dicerminkan dari aliran keluar bersih uang rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan (net outflow) sebesar Rp133 triliun. Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp240,3 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar Rp84,1 triliun. Dari inflow tersebut, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang rupiah tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp49,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel 2.16). Jumlah pemusnahan UTLE tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat sebesar Rp57,2 triliun. Hal ini terjadi karena jumlah inflow ke Bank Indonesia pada periode laporan lebih rendah dibandingkan inflow periode sebelumnya. Tabel 2.16 Indikator Pengedaran Uang 42 ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia pada akhir triwulan II-2016 tetap terjaga, meskipun terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai oleh masyarakat selama periode Ramadan 2016. Hal ini tercermin dari kemampuan Bank Indonesia menyediakan uang tunai untuk menjaga kebutuhan penarikan uang rupiah oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 3,4 bulan ke depan. Lembar Rasio 180.000 160.000 140.000 120.000 25 Laporan Bank Penyidikan Polri Rasio Upal per 1 juta lembar UYD 21 20 15 100.000 80.000 60.000 40.000 10 11 9 10 8 5 20.000 Selama triwulan II-2016, jumlah temuan uang 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2013 2014 2015 2016 rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan Kepolisian RI tercatat sebesar Grafik 2.61 61.121 lembar, lebih tinggi dibandingkan Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu triwulan I-2016 sebesar 55.401 lembar. Komposisi pecahan uang rupiah palsu tertinggi adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 masing-masing sebesar 39.721 lembar (pangsa 65%) dan 18.886 lembar (pangsa 30,9%). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang rupiah palsu selama 2016 (sampai dengan akhir triwulan II) adalah 8 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang diedarkan (Grafik 2.61) Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 43 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia terus berkomitmen melakukan penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran. Terjaganya stabilitas makroekonomi membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial selama triwulan II-2016. Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah, memperkuat ketahanan sistem keuangan, serta menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar. RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA TRIWULAN II-2016 1. Bank Indonesia melakukan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. 2. Nilai tukar rupiah cenderung mengalami tren penguatan yang sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. 3. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan devisa hasil ekspor, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan asosiasi terkait. 4. Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan dengan menyusun ketentuan makroprudensial. 5. Terkait pemberlakuan UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait pinjaman likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. 6. Bank Indonesia terus berupaya untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah melalui berbagai kegiatan. 7. Pendalaman pasar keuangan difokuskan pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur, kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi. 8. Kontribusi Bank Indonesia terhadap pengembangan sektor riil dan UMKM diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan, dan pengaturan untuk meningkatkan akses kredit atau pembiayaan UMKM. 9. Berbagai upaya dan langkah kebijakan Bank Indonesia terbukti mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah guna menopang transaksi perekonomian. 10. Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis pengawasan penyelenggaraan APMK dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran. 11. Kegiatan edukasi keuangan inklusif terus dilakukan Bank Indonesia secara masif dan berkelanjutan, termasuk kampanye Gerakan Nasional Nontunai (GNNT), layanan keuangan digital dan uang elektronik. 12. Bank Indonesia senantiasa aktif menghadiri berbagai forum kerja sama internasional dan regional seperti Forum G20, Forum IMF, Forum BIS, Forum ASEAN, Forum EMEAP, dan lain-lain. 13. Bank Indonesia berupaya untuk menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi yang dimilikinya dan tujuan komunikasi dapat lebih efektif mencapai tujuan 14. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia terus dilanjutkan dengan tetap mengusung 5 tema transformasi dan 28 Program Strategis (PS). BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia melihat bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga. Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan pada triwulan ini melalui penurunan BI Rate diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Pada triwulan ini, Bank Indonesia juga mengumumkan rencana reformulasi kebijakan melalui penerapan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebagai suku bunga kebijakan baru menggantikan BI Rate yang akan berlaku efektif pada 22 Agustus 2016. Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat serta terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berbagai langkah strategis hingga triwulan II-2016 berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1. Realisasi inflasi (IHK) (monitoring) Target 4,0 ± 1% Pencapaian Triwulan II-2016 3,45% Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan II (Juni) 2016 mencapai 0,66% (mtm) atau 3,45% (yoy), sedikit meningkat dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,24% (mtm) atau 3,33% (yoy). Realisasi inflasi IHK Juni yang bersamaan bulan Ramadan ini cukup terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis periode Ramadan (2012, 2014, 2015). Inflasi inti (IKU 1) Juni mencapai 0,33% (mtm) atau 3,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis periode Ramadan sejalan dengan rendahnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi volatile food mencapai 1,71% (mtm) atau 8,12% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang terutama bersumber dari peningkatan harga daging ayam ras, ikan segar, telur ayam ras, kentang, wortel, beras, dan daging sapi. Inflasi administered prices mencapai 0,72% (mtm) atau deflasi sebesar 0,50% (yoy) terutama bersumber dari komoditas angkutan udara, angkutan antar kota, tarif listrik dan rokok kretek filter. 2. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD Sejalan dengan stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneter dan makroprudensial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 46 Angka Tertentu Sesuai target Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah (IKU 2) pada triwulan II-2016 masih dapat terjaga di bawah target maksimal. Penguatan rupiah sebesar 445 poin (3,26%) sejalan dengan sentimen positif dari eksternal yaitu meredanya ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed dan kekhawatiran terkait Brexit. Di sisi domestik, perkembangan kebijakan tax amnesty juga turut mendorong penguatan Rupiah. 3.1.1. Kebijakan Moneter Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI Rate sebesar 25 basis point (bps) yang dilakukan pada Juni 2016. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25% sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada 15 April 2016. Bersamaan dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial, pelonggaran kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Pada April 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar 7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan. Sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada tanggal 15 April 2016, Bank Indonesia juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap sebesar 5,5%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar 4+1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia akan melanjutkan upaya penguatan kerangka operasi moneter melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter secara konsisten. Pada Mei 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar 7,25%, berlaku efektif sejak 20 Mei 2016. Sejalan dengan tetapnya BI rate, Bank Indonesia juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap dipertahankan sebesar 5,5%. Bank Indonesia memandang bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga, tercermin dari inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran 4+1%, defisit transaksi berjalan yang membaik, dan nilai tukar yang relatif stabil. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga, berjalan semakin baik, demikian pula persiapan implementasi reformulasi suku bunga acuan. Ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter yang selama ini terbuka akan dapat dimanfaatkan lebih awal apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Pada Juni 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%, berlaku efektif sejak 17 Juni 2016. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25% sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada 15 April 2016. Selain pelonggaran kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Bauran kebijakan tersebut sejalan dengan asesmen bahwa stabilitas makroekonomi terus berlanjut, yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Bauran kebijakan tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan memperkuat kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi reformasi struktural. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 47 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS Penguatan Kerangka Operasi Moneter I. Fitur Kerangka Operasi Moneter Baru (BI 7-Day Reverse Repo Rate dan Koridor Suku Bunga) BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai pengganti BI Rate berlaku efektif pada 22 Agustus 2016. Implementasi BI 7-day RR Rate ini diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga. Lending Facility (LF) dan Deposit Facility (DF) tetap berperan sebagai koridor atas dan bawah suku bunga. LF dan DF berjarak simetris dari BI 7-day RR Rate, masingmasing sebesar 75 bps (Grafik 3.1). Pada kerangka operasi moneter sebelumnya, LF berjarak lebih dekat dari suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan DF sehingga membentuk koridor yang tidak simetris (Tabel 3.1). 8,25 19 Agustus 2016 7,75 7,25 LF Rate 7,25% 6,75 BI Rate 6,50% 6,25 KERANGKA OPERASIONAL KEBIJAKAN MONETER BARU LF Rate 6,00% 5,75 BI 7DRR 5,25% 5,25 4,75 DF Rate 4,50% DF Rate 4,50% 75 bps 75 bps 4,25 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Ags-16 Grafik 3.1 Kerangka Operasi Moneter Tabel 3.1 Perbedaan Kerangka Operasi Moneter ­ ­ Pemilihan 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru didasari oleh sejumlah pertimbangan, yaitu: 1. 7-day RR mengacu pada instrumen Operasi Moneter yang aktif ditransaksikan antara BI dan perbankan (transaksional). 2. Instrumen Operasi Moneter 7-day Reverse Repo memiliki pasar yang relatif dalam. 3. 7-day RR Rate memiliki hubungan yang kuat dengan suku bunga sasaran operasional kebijakan moneter, yaitu suku bunga PUAB O/N. Sementara itu, pilihan koridor suku bunga yang simetris memberikan sinyal bahwa bank sentral memiliki preferensi yang netral terhadap likuiditas 48 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia perbankan dan mendorong perbankan melakukan manajemen likuiditas yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan. Disamping itu, pembentukan koridor yang simetris melalui penurunan LF dapat memperkuat posisi instrumen LF sebagai liquidity support bagi bank yang membutuhkan likuiditas jangka pendek. Penurunan cost of being illiquid diharapkan dapat memberi ruang bagi bank untuk melakukan penempatan pada tenor yang lebih panjang di pasar keuangan, sehingga mendukung pendalaman pasar uang. II. Tujuan Penguatan Kerangka Operasi Moneter Penguatan kerangka Operasi Moneter memiliki tiga tujuan utama, yaitu: 1. Memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama di pasar keuangan. Dengan demikian, pelaku pasar dapat menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama dalam menentukan suku bunga lainnya di pasar keuangan. 2. Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. 3. Mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan Operasi Moneter akan disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar uang. III. Struktur Suku Bunga (Term Structure) Operasi Moneter dan Stance Kebijakan Moneter Perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate dilakukan sebagai upaya penguatan operasi moneter. Penguatan ini tidak mengubah stance kebijakan moneter yang tengah diterapkan mengingat peralihan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate terjadi masih dalam struktur suku bunga atau term structure Operasi Moneter yang sama. Suku bunga kebijakan hanya berganti dari BI Rate, ekuivalen dengan suku bunga Operasi Moneter bertenor 12 bulan, menjadi BI 7-day RR Rate yang bertenor 7 hari. Term structure baru akan bergeser apabila Bank Indonesia mengubah stance kebijakan moneter, contohnya pada bulan Januari, Februari, Maret dan Juni 2016. Sebaliknya, pada bulan-bulan lain saat tidak terjadi perubahan stance kebijakan moneter, term structure akan tetap (Grafik 3.2). 6,30% 6,40% 6,50% 6,10% 5,70% 5,45% TS Jan’16 TS Feb’16 TS Mar’16 TS Jun’16 1 Tahun 9 Bulan 6 Bulan 3 Bulan 1 Bulan 1 Minggu 2 Minggu 5,25% Grafik 3.2 Term Structure Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 49 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sejalan dengan mulai digunakannya BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2016, term structure Operasi Moneter akan tetap dipublikasikan di laman BI. Untuk sementara waktu, guna terus memperkuat guidance suku bunga ke pasar, pelaksanaan operasi moneter akan dilakukan dengan menerapkan metode Fixed Rate Tender (FRT) dalam lelang semua tenor instrumen moneter. Secara bertahap, penggunaan FRT akan semakin dikurangi dan digantikan dengan Variable Rate Tender (VRT). IV. Operasi Moneter Pasca Implementasi BI 7-day RR Rate Untuk mengendalikan pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tenor overnight (ON) di tengah kondisi surplus likuiditas harian di sistem perbankan, Bank Indonesia, salah satunya, akan melakukan lelang Reverse Repo dengan underlying SBN pada tenor 1 minggu yang merupakan bagian dari instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Melalui transaksi tersebut, Bank Indonesia dapat menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N bergerak di sekitar BI 7-day RR Rate tanpa memengaruhi harga surat berharga secara signifikan. Hal ini merupakan salah satu kelebihan penggunaan instrumen OPT yang bersifat repurchase agreement (repo) dibandingkan dengan penggunaan transaksi pembelian atau penjualan surat berharga secara outright. Bank Indonesia akan secara rutin melakukan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu untuk memperkuat stance kebijakan moneter. Oleh karena itu, metode lelang terutama akan menggunakan Fixed Rate Tender (FRT). Pelaksanaan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu membuat suku bunga kebijakan (BI 7-day RR Rate) langsung ditransaksikan dengan peserta OPT, dalam hal ini perbankan domestik, dan diharapkan ditransmisikan ke suku bunga pada tenor yang lebih panjang. Suku bunga kebijakan yang bersifat transaksional tersebut diharapkan dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter. 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Dengan adanya penurunan likuiditas di sistem perbankan selama triwulan II-2016 karena faktor lebaran, penyerapan operasi moneter lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. 50 Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter dan nilai tukar. 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengelola moneter untuk mengendalikan pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter, yaitu suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (ON). Dalam pelaksanaannya, pengelolaan moneter dilakukan melalui operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Lelang instrumen operasi pasar terbuka dilakukan untuk memengaruhi keseimbangan likuiditas yang tersedia di pasar uang sehingga suku bunga PUAB overnight sebagai sasaran operasional dapat bergerak pada kisaran yang diinginkan. Sementara itu, instrumen standing facilities yang terdiri atas deposit facility dan lending facility berperan sebagai instrumen penyesuai kondisi likuiditas yang tersedia bagi bank, baik ketika bank mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas harian pada akhir hari. Rate kedua instrumen standing facilities tersebut membentuk koridor suku bunga yang berperan menjaga volatilitas suku bunga sasaran operasional. Selama triwulan II-2016, likuiditas bersih (giro bank di Bank Indonesia/bank reserves) pada sistem perbankan turun sebesar Rp103 triliun dari posisi akhir triwulan I-20161. Penurunan likuiditas bersih tersebut terutama berasal dari mutasi uang kartal sejalan dengan meningkatnya kebutuhan uang kartal menjelang lebaran. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kondisi likuiditas bersih di sistem perbankan adalah transaksi keuangan Pemerintah dan jatuh waktu instrumen operasi moneter. Sejalan dengan penurunan likuiditas bersih di sistem perbankan selama triwulan II2016, operasi moneter dilakukan dengan penyerapan yang lebih rendah sehingga posisi (outstanding) operasi moneter bersih pada akhir triwulan II-2016 turun sebesar Rp103 triliun dibandingkan periode sebelumnya menjadi Rp229 triliun (Grafik 3.3). Operasi moneter (OM) bersih tersebut terdiri atas OM absorpsi (penyerapan) sebesar Rp320 triliun dan OM injeksi sebesar Rp91 triliun. Penyerapan likuiditas bersih di sistem perbankan terutama dilakukan melalui instrumen Deposit Facility (42%), SDBI (23%) dan SBI (25%) dengan porsi ketiga instrumen tersebut sebesar 90% dari posisi OM absorpsi (Grafik 3.4). Sementara itu, porsi RR SBN dan SBIS masing-masing sebesar 3% dan 2% dari posisi OM absorpsi2. Komposisi OM absorpsi pada akhir triwulan II-2016 sedikit berbeda dibandingkan periode sebelumnya, yakni porsi DF cenderung meningkat (42% dari posisi OM absorpsi). Hal tersebut berkaitan dengan antisipasi kebutuhan likuiditas perbankan yang meningkat sejalan dengan kebutuhan penarikan uang kartal menjelang hari raya Idul Fitri. Rp Triliun % 500 400 300 200 100 0 (100) (200) DF SBIS Tw I Tw II FASBIS LF Tw III Tw IV Tw I RR SBN FF SDBI Repo 2014 Tw II Tw III Tw IV 2015 SBI FX Swap Grafik 3.3 Outstanding Operasi Moneter-Total 1 2 Tw I Tw II 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2016 Tw II Tw III Tw IV Tw I 2014 DF FASBIS Tw II Tw III Tw IV 2015 RR SBN SDBI SBI Tw I Tw II 2016 SBIS Grafik 3.4 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi Selama triwulan I-2016, net likuiditas di sistem perbankan naik Rp240 triliun. Deposit facility termasuk FASBIS untuk bank syariah, SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia, RR SBN adalah Reverse Repo dengan underlying Surat Berharga Negara, SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia dan SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 51 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia % bps 8,0 ∆ (absolut, rhs) 7,5 31-Mar-16 7,0 6,5 6,20 6,0 5,50 5,5 5,0 4,75 5,25 5,60 5,45 5,80 6,20 30 30-Jun-16 6,45 6,45 6,60 6,60 6,75 6,75 5,70 10 5 4,50 DF 20 15 4,5 4,0 25 1 mgg 2 mgg 1 bln 3 bln 6 bln 9 bln 12 bln Grafik 3.5 Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop) Selama triwulan II-2016, suku bunga instrumen OPT dan SF menurun sejalan dengan penurunan BI Rate selama periode laporan. Penurunan BI Rate sebesar 25 bps diikuti dengan penurunan suku bunga standing facilities (SF) dan penurunan suku bunga OPT (Grafik 3.5). Suku bunga deposit facility (DF) dan lending facility (LF) menjadi masing-masing 4,50% dan 7,00%. Sedangkan sukubunga OPT untuk masing-masing tenor menjadi sebagai berikut: 1 minggu sebesar 5,25%, 2 minggu sebesar 5,45%, 1 bulan sebesar 5,70%, 3 bulan sebesar 6,20%, 6 bulan sebesar 6,45%, 9 bulan sebesar 6,60%, dan 12 bulan sebesar 6,75%. 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar Dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada BI. Bank Indonesia melakukan pengelolaan nilai tukar di pasar domestik secara terukur sesuai dengan nilai fundamentalnya, guna mendukung terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan intervensi melalui penjualan atau pembelian dolar Amerika Serikat di pasar valuta asing domestik. Pada triwulan II-2016, nilai tukar rupiah cenderung mengalami tren penguatan yang sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Sentimen positif dari domestik dipengaruhi oleh rilis data ekonomi, seperti inflasi, neraca perdagangan dan cadangan devisa yang membaik dibanding triwulan sebelumnya. Selain itu, penguatan rupiah didorong oleh pengesahan kebijakan Tax Amnesty pemerintah. Di sisi lain, adanya isu ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mendorong penguatan dolar AS terhadap seluruh mata uang, termasuk rupiah. Meningkatnya permintaan valas oleh residen juga sempat menekan pelemahan rupiah pada pertengahan Mei. Selanjutnya, rupiah kembali mengalami penguatan paska keluarnya pernyataan dovish the Fed yang mengisyaratkan kenaikan FFR lanjutan akan terjadi secara gradual dan adanya hasil pertemuan pemimpin Uni Eropa terkait komitmen regulator yang akan melakukan pelonggaran (easing) untuk meredam dampak negatif Brexit. Sentimen domestik dan global yang cenderung positif tersebut berpengaruh terhadap membaiknya persepsi risiko investor terhadap pasar keuangan domestik. Membaiknya persepsi itu menyebabkan masuknya arus dana asing ke Indonesia dan mendorong nilai tukar rupiah menguat 0,34% secara point-to-point dari level Series1, 1-Apr-20, Series1, 1-Jul-20, 13.255 Rp13.255 pada triwulan I-2016 menuju level 13.210 Rp13.210 pada triwulan II-2016 (Grafik 3.6). Grafik 3.6 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 52 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Dari sisi regulasi, sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS dan tindak lanjut kerja sama antarbank sentral, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan antara lain: BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia • Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia3. Beberapa hal yang mengalami perubahan meliputi antara lain; - Penambahan jenis valuta asing selain dolar AS kedalam jenis valuta asing yang dapat digunakan dalam transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. - Penggunaan kurs tengah transaksi Bank Indonesia sebagai kurs spot untuk transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia yang dilakukan dalam valuta asing selain dolar AS. - Pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia yang dilakukan dalam valuta asing selain dolar AS, ditetapkan berdasarkan referensi official rate di negara valuta asing yang bersangkutan. • Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement4. Pokok-pokok yang diatur meliputi: - Mekanisme pengajuan transaksi bank kepada Bank Indonesia yang dapat dilakukan dengan mekanisme lelang atau non-lelang. - Mekanisme lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender) dan jangka waktu yang terdiri atas 1 bulan, 3 bulan, dan/atau 6 bulan. - Pengaturan terkait underlying transaksi yang mencakup milik bank umum dan/atau nasabah - Persyaratan bagi bank dalam pengajuan transaksi, kriteria dan jenis surat berharga yang dapat digunakan dalam transaksi, serta pengenaan sanksi. Penerbitan ketentuan tersebut diharapkan dapat memitigasi risiko bagi perekonomian domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah Koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Pemerintah di tingkat pusat maupun daerah tetap difokuskan pada upaya mempercepat reformasi struktural untuk mendukung terjaganya stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif. Pada aspek koordinasi pengendalian harga, Bank Indonesia secara konsisten terus memperkuat koordinasi dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID), dan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI). Pada aspek mendorong pembangunan ekonomi daerah yang inklusif, Bank Indonesia secara periodik menyelenggarakan Rapat Koordinasi BI, Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor). Pada periode laporan diselenggarakan Rapat Koordinasi antara Dewan Gubernur Bank Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menkominfo, Menteri Perdagangan, Gubernur Provinsi DKI Jakarta serta Walikota Makassar. Rakor difokuskan pada sinergi kebijakan untuk meningkatkan daya saing kawasan perkotaan. Inisiatif-inisiatif yang 3 4 Pada triwulan II-2016, Rapat Koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Daerah difokuskan pada sinergi kebijakan untuk meningkatkan daya saing kawasan perkotaan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.15/17/PBI/2013 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas SEBI No.16/2/DPM tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. PBI No.18/7/PBI/2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement dan SEBI No.18/ 12 /DPM tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 53 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dilakukan dalam mendorong daya saing perkotaan sebagai sumber pertumbuhan baru, terutama melalui pengembangan kota cerdas (smart city). Dalam pengembangan kota cerdas ini, dukungan BI dilakukan terutama dengan mendorong implementasi program elektronifikasi. Penerapan elektronifikasi transaksi keuangan diyakini akan dapat meningkatkan efisiensi hubungan antara masyarakat-bisnis-pemerintahan (P-B-G). Saat ini, Bank Indonesia telah menjalin kerjasama dengan sejumlah Pemerintah Daerah untuk menggalang potensi transaksi keuangan yang bisa dielektronifikasikan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan efisien. Ke depan, langkah penguatan koordinasi dan sinergi kebijakan akan terus dilakukan dalam mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Rapat koordinasi telah menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga sebagai berikut: 1. Perlu adanya peta pandu pengembangan kota cerdas secara lengkap, terperinci, komprehensif dan terintegrasi yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. 2. Pengembangan kota difokuskan pada penyelesaian di lima sektor pelayanan perkotaan yakni (i) sistem transportasi perkotaan; (ii) ketersediaan air bersih dan sanitasi; (iii) drainase, pengelolaan banjir di perkotaan dan manajemen risiko bencana; (iv) perumahan dan penanganan permukiman kumuh; (v) pengelolaan limbah dan sampah. 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur akan lebih difokuskan pada air bersih, sanitasi, dan drainase di daerah. Selain itu optimalisasi DAK diarahkan untuk mengatasi persoalan air bersih dan sanitasi terkait otonomi daerah, serta mendukung revitalisasi daerah aliran sungai (DAS). 4. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana teknologi informasi untuk perbaikan proses pengumpulan data antara lain melalui pengembangan berbagai aplikasi smart phones untuk pengumpulan data di tingkat produsen dan konsumen, serta untuk diseminasi informasi bagi masyarakat. 5. Mengembangkan infrastruktur pendukung IT melalui proyek Palapa Ring dan akses broadband di seluruh daerah dengan target tahun 2019 terealisasi di seluruh ibu kota kabupaten/kota. Adapun pola pembangunan infrastruktur menggunakan pola pembiayaan PPP. 6. Pengembangan teknologi informasi seperti smartcard di Jakarta, Makasar dan daerah lainnya diperlukan untuk mendukung pengolaaan kota yang baik bagi masyarakat, antara lain pengelolaan perumahan bagi masyarakat. 7. Mendukung pengembangan e-commerce melalui percepatan penerbitan Rencana Peraturan Pemerintah mengenai Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang berpedoman pada aspek regulasi yang mendukung. 8. Pengembangan kota perlu disertai langkah-langkah yang intensif untuk pengendalian inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat serta didukung adanya kebijakan pengupahan yang sejalan dengan kebutuhan hidup layak. 54 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Sesuai amanat UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 tahun 2009, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah Indonesia terhadap pihak luar negeri. Sejalan dengan fungsi tersebut, Bank Indonesia menatausahakan penarikan ULN Pemerintah baik untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun pengelolaan portofolio utang, dan melakukan pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh waktu. ULN Pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, surat berharga negara (SBN) internasional, dan SBN domestik. Bank Indonesia memantau perkembangan ULN untuk mendukung perumusan kebijakan dan menatausahakan ULN pemerintah secara aman, akurat, dan tepat waktu. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan Letter of Credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan. Tabel 3.2 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah (Juta USD) Total 2015* Tw 1 ­ ­ 3.897,1 Tw 2 ­ ­ 2.181,8 Tw 3 ­ ­­ 4.225,8 2016* Tw 4 ­ ­ 5.536,2 Total ­ ­ ­­ 15.840,9 Tw 1 3.028,0 Tw 2 ­­ ­ ­ 4.514,6 Pada triwulan II-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai 4,5 miliar dolar AS (Tabel 3.2). Jumlah tersebut terutama didominasi penerbitan perdana (new issuance) SBN berdenominasi Euro senilai EUR3,0 miliar pada 14 Juni 2016, yang terdiri atas seri RIEUR0623 sebesar EUR1,5 miliar dan seri RIEUR0628 sebesar Eur1,5 miliar. Dari jumlah tersebut, porsi kepemilikan bukan penduduk yang dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah EUR1,3 miliar (seri RIEUR0623) dan EUR1,5 miliar (seri RIEUR0628). Pemerintah juga menerbitkan Samurai Bonds senilai JPY100 miliar, pada 21 Juni 2016 yang terdiri atas seri RIJPY0619 sebesar JPY62,0 miliar dan seri RIJPY0621 sebesar JPY38,0 miliar. Kepemilikan Samurai Bonds tersebut seluruhnya dimiliki oleh bukan penduduk sehingga dicatat sebagai ULN Pemerintah dengan total sebesar 4,1 miliar dolar AS. Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 2,7 miliar dolar AS (Tabel 3.3). Pembayaran ULN Pemerintah dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data ULN Pemerintah melalui Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 55 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.3 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah (Juta USD) Total 2015* Tw 1 ­ ­ 1.438,7 Tw 2 ­ 3.087,1 Tw 3 ­ 1.600,5 2016* Tw 4 2.503,5 Total ­ 8.629,7 Tw 1 ­ 2.480,6 Tw 2 ­ ­­ 2.679,0 Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah RI adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat, dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan. Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat, dan tepat waktu serta menjaga akurasi data realisasi pembayaran ULN Pemerintah, setiap bulan dilakukan rapat koordinasi dimana salah satu agendanya adalah rekonsiliasi data realisasi pembayaran antara Bank Indonesia dan Kemenkeu. 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Pangsa nilai DHE di bank devisa dalam negeri terus meningkat, meskipun secara nominal nilai DHE sedikit menurun. Secara akumulatif, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dari April sampai dengan Juni 2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan pangsa penerimaan DHE melalui bank devisa dalam negeri dari 93,6% menjadi 94,7% meskipun secara nominal penerimaan DHE menurun dari 30,8 miliar dolar AS menjadi 26,3 miliar dolar AS. Sejalan dengan penurunan nominal di bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga menurun dari 2,1 miliar dolar AS menjadi 1,5 miliar dolar AS dengan pangsa menurun dari 6,4% menjadi 5,3%. Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar masih sama dengan periode sebelumnya, yaitu batubara (coal), tekstil dan produk tesktil (textile dan textile product), minyak sawit (palm oils), mesin dan mekanik (machinary and mechanic) dan peralatan listrik (electrical appliances). Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi adminsitratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan II-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 210 eksportir atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 169 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 20 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22 eksportir. Selama periode laporan terdapat 5 eksportir yang dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 8 eksportir. 56 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan asosiasi. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank. 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan serta menyusun laporan/analisisnya. Selain itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta Pasar Uang dan Pasar Modal dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui website BI. Bank Indonesia juga merilis analisis Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhinya secara bulanan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada publik, Bank Indonesia menambahkan data/indikator yang lebih komprehensif pada publikasi Sistem Keuangan Indonesia. Di sektor eksternal, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2016 (Mei 2016) dan statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia triwulan I 2016 (Juni 2016). Rilis kedua jenis statistik tersebut disertai dengan laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan sektor eksternal Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga memublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Februari–April 2016, serta data posisi cadangan devisa periode Maret–Mei 2016. Guna memenuhi kebutuhan stakeholder dalam negeri maupun luar negeri, publikasi statistik sektor eksternal tersebut disajikan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk sistem keuangan, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah mendiseminasikan Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) periode April - Juni 2016 melalui website Bank Indonesia dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Inggris. Jika dibandingkan dengan publikasi periode Januari - Maret 2016, terdapat penambahan data/indikator yang lebih komprehensif pada publikasi terkini SSKI edisi April - Juni 2016 dimaksud, di antaranya pada indikator kinerja Institusi Keuangan Non-Bank. Penyusunan SSKI ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi lain, di antaranya Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, Kustodian Efek Indonesia, maupun Kementerian Keuangan. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholders terhadap data SSK/makroprudensial, Bank Indonesia secara rutin juga melakukan koordinasi dengan stakeholders, termasuk instansi tersebut di atas, guna memperoleh masukan terhadap SSKI, baik dari sisi penyajian dan metodologi statistiknya maupun penambahan data/ indikator yang akan dipublikasikan. Untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antarsektor institusi, Bank Indonesia pada triwulan II-2016 melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi dan transaksi keuangan masing-masing sektor institusi untuk menggambarkan kondisi keuangan dan keterkaitan antarsektor institusi, baik secara nasional maupun regional. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain Kementerian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 57 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Keuangan RI (Kemenkeu) dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan sektor rumah tangga. Dalam rangka mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai survei baik rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui Kegiatan Liason kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Selain melakukan survei yang bersifat rutin dan liason, Bank Indonesia juga melakukan survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan II-2016, topik survei yang dilakukan melalui SKSR adalah Survei Dampak Perlambatan Ekonomi Terhadap Pola Konsumsi Masyarakat. Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives (DGI), beberapa hal yang telah dilakukan Bank Indonesia selama triwulan II-2016 adalah: a. Melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka memenuhi Recommendation II.8 DGISectoral Account. b. Bersama Kemenkeu melakukan penyusunan statistik Public Sector Debt (PSD). Dalam penyusunan statistik PSD, Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap kompilasi data utang bank sentral dan badan usaha yang dimiliki sektor publik (Public Nonfinancial Corporation dan Public Financial Corporation) serta menyampaikannya kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk kemudian digabungkan dengan data sektor publik lainnya dan selanjutnya disampaikan kepada World Bank secara triwulanan. Selain itu, statistik tersebut juga dapat diakses pada website Kemenkeu dan Bank Indonesia. Publikasi statistik PSD pada triwulan II-2016 adalah untuk periode data triwulan I-2016. Penyusunan data PSD tersebut merupakan komitmen Indonesia dalam pemenuhan G-20 DGI Recommendation II.16. Dalam konteks edukasi kepada stakeholders, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai produk statistik yang dihasilkannya, seperti melakukan edukasi kepada wartawan mengenai perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I-2016 melalui media BI Bareng Media serta melakukan sosialisasi publikasi Bank Indonesia kepada mahasiswa. Sementara itu, terkait dengan regulasi, sepanjang triwulan II 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa5 dan penerimaan devisa utang luar negeri6. 5 6 58 Peraturan Bank Indonesia No.18/10/PBI/2016 tanggal 29 Juni 2016 perihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah. Surat Edaran Eksternal No.18/5/DSta tanggal 6 April 2016 perihal Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Selama periode pelaporan kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) masih relatif kuat, tercermin dari terjaganya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) 3. IKU 3. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Target <2 Pencapaian Triwulan II-2016 0,87 Terjaganya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan yang masih berada jauh di bawah threshold sebesar 2,00 pada triwulan II-2016 mencerminkan upaya Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) termasuk indeks pembentuknya meliputi Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) selama triwulan II-2016 adalah sebesar 0,87 (ISSK), 0,61 (ISIK) dan 1,03 (ISPK). 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan. 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Dalam rangka mendorong pertumbuhan kondisi perekonomian nasional, Bank Indonesia mengarahkan bauran kebijakan untuk meningkatkan permintaan domestik melalui pertumbuhan kredit. Hal tersebut dilakukan melalui rencana penyesuaian kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR) dengan menaikkan batas bawah LFR dari yang sebelumnya sebesar 78% menjadi 80% dengan tidak mengubah batas atas sebesar 92%. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam perubahan ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional7 yang akan diikuti pula dengan perubahan ketentuan pelaksanaannya. Pada 2016, Bank Indonesia kembali melakukan relaksasi atas ketentuan LTV/FTV dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Perubahan tersebut direncanakan mulai berlaku pada Agustus 2016. Adapun rencana pelonggaran dimaksud sebagai berikut: Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kredit, Bank Indonesia kembali melakukan relaksasi atas ketentuan loan to value/financing to value yang akan berlaku efektif pada Agustus 2016. 1. Penambahan rasio dan tiering LTV/FTV bagi kredit/pembiayaan properti untuk fasilitas ke-1, ke-2, ke-3 dan seterusnya sebesar 5% sampai dengan 15%. Pelonggaran rasio dan tiering LTV/FTV tersebut hanya berlaku bagi bank yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Funding (NPF) dari total kredit/ pembiayaan secara net <5% dan NPL/NPF dari KP/KP Syariah secara gross<5%. 2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme inden diperkenankan sampai dengan fasilitas kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap. 3. Kredit/pembiayaan top-up diperlakukan sebagai kredit/pembiayaan dengan fasilitas yang sama sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas lancar. Dalam hal kredit/ 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 59 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pembiayaan tidak memenuhi persyaratan tersebut maka top-up diperlakukan sebagai fasilitas kredit/pembiayaan baru. Pengaturan tersebut juga berlaku untuk kredit/ pembiayaan take over. Selanjutnya, terkait dengan berlakunya UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan ( UU PPKSK) pada 15 April 2016, terdapat beberapa ketentuan pelaksanaan dari UU tersebut yang diamanahkan untuk disusun oleh beberapa institusi, termasuk Bank Indonesia. Terdapat tiga ketentuan pelaksanaan yang menjadi ranah Bank Indonesia. Pertama, ketentuan terkait Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan PLJP/S yang disesuaikan dengan UU PPKSK. Penyesuaian itu antara lain terkait persyaratan tingkat kesehatan bank (TKB), solvabilitas, ketersediaan agunan yang nilainya (setelah haircut) minimal sebesar jumlah PLJP/S yang diterima, dan perkiraan kemampuan bank untuk mengembalikan PLJP/S (repayment capacity). Kedua, ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Ketentuan internal ini akan menjadi acuan bagi satuan kerja di Bank Indonesia dalam menjalankan protokol manajemen krisis. Dalam hal ini, pengaturan mengenai protokol manajemen krisis disesuaikan dengan dinamika perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia, penyempurnaan decision making process, dan harmonisasi dengan pengaturan dalam UU PPKSK, termasuk dalam hal apabila terdapat kaitannya dengan ketentuan internal Bank Indonesia lainnya. Ketiga, ketentuan internal terkait bank sistemik. Tujuan disusunnya ketentuan internal dimaksud adalah untuk penentuan posisi (stance) Bank Indonesia sebagai dasar koordinasi untuk penetapan bank sistemik oleh OJK dan mendukung pencapaian sasaran kebijakan makroprudensial melalui kegiatan asesmen, surveilans, dan pemeriksaan sebagai bagian dari kegiatan pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Penyusunan ketiga ketentuan tersebut dilakukan secara intensif berkoordinasi dengan institusi terkait, antara lain Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, dalam penyusunan ketentuan makroprudensial, dilakukan pula diskusi dengan stakeholders Bank Indonesia, diantaranya akademisi. 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Untuk memperkuat pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan internal pelaksanaan pengawasan makroprudensial. Pengawasan makroprudensial merupakan salah satu kegiatan Bank Indonesia di bidang makroprudensial. Pelaksanaan fungsi pengawasan makroprudensial berpedoman pada ketentuan internal Pengawasan Makroprudensial8. Ketentuan internal Pengawasan Makroprudensial mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan makroprudensial dan tindak lanjut pengawasan; dan pengenaan sanksi. Ketentuan internal tersebut juga dilengkapi dengan lampiran “Pedoman Pengawasan Makroprudensial” yang memuat rincian teknis terkait pengawasan makroprudensial. Dalam rangka diseminasi ketentuan, pelaksanaan sosialisasi menjadi kesatuan proses dari penyusunan dan penerbitan ketentuan. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi beberapa ketentuan untuk menyamakan persepsi mengenai maksud ketentuan sehingga implementasinya dapat berjalan lancar Menindaklanjuti penerbitan Peraturan Bank Indonesia tentang Countercyclical Capital Buffer (CCB)9, Bank Indonesia telah memberikan penjelasan tertulis kepada seluruh bank antara lain terkait pengaturan dan besaran CCB yang ditetapkan. 8 9 60 Surat Edaran Nomor 18/12/INTERN perihal Pedoman Pengawasan Makroprudensial. Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/22/PBI/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BOKS BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Penyempurnaan Ketentuan LTV/FTV untuk Pembiayaan Properti dan Kendaraan Bermotor Salah satu kebijakan Bank Indonesia di bidang makroprudensial adalah ketentuan mengenai rasio Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor (ketentuan LTV/FTV). Ketentuan ini dimulai sejak 2012 yang kemudian disempurnakan pada 2013 dan 2015. Ketentuan LTV/FTV diterbitkan dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi potensi risiko sistemik di sistem keuangan akibat pertumbuhan kredit yang berlebihan di sektor properti maupun otomotif. Selain itu, adanya ketentuan LTV akan mendorong manajemen risiko yang lebih baik dalam praktik pemberian kredit/ pembiayaan untuk properti maupun otomotif. Ketentuan LTV/FTV juga bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen yang seringkali berada dalam posisi tidak menguntungkan dengan pengembang, khususnya dalam pembelian properti dengan mekanisme inden. Di sisi lain, ketentuan LTV/FTV tetap memperhatikan kebutuhan rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan keinginan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Terkait hal ini, terdapat sejumlah kelonggaran dari ketentuan LTV/FTV antara lain berupa tidak ditetapkannya rasio LTV/FTV bagi properti tertentu dan dikecualikannya program perumahan pemerintah pusat/ daerah dari ketentuan LTV/FTV. Sejak awal penerbitan ketentuan LTV/FTV sampai dengan saat ini, nuansa pengaturan LTV/FTV pada 2012 dan 2013 lebih bersifat pengetatan. Penyempurnaan pada 2015 bersifat melonggarkan meskipun dengan tetap memperhatkan prinsip kehatihatian. Berdasarkan analisis Bank Indonesia, penyempurnaan ketentuan LTV/FTV pada 2015 mampu menahan penurunan lebih dalam kredit pemilikan rumah (KPR), namun belum cukup kuat untuk meningkatkan pertumbuhan KPR. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan kredit, maka diperlukan pelonggaran lebih lanjut terkait ketentuan LTV/FTV. Pelonggaran ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti, mengingat sektor tersebut memiliki efek berganda yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Mempertimbangkan analisis tersebut, Bank Indonesia akan kembali melakukan relaksasi atas ketentuan LTV/FTV pada 2016 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Pokok-pokok penyempurnaan ketentuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Perubahan rasio dan tiering LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan properti untuk fasilitas ke-1, ke-2, ke-3 dan seterusnya sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut : Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 61 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.4 Kredit Properti Dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad Murabahah Dan Istishna’ Tabel 3.5 Pembiayaan Properti Syariah (Akad MMQ dan IMBT) Namun demikian, pelonggaran rasio dan tiering LTV/FTV ini hanya berlaku bagi bank yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itu adalah Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Funding (NPF) dari total kredit/pembiayaan secara net <5% dan NPL/NPF dari KP/KP Syariah secara gross <5%. Dalam hal bank tidak memenuhi persyaratan NPL/NPF tersebut, maka rasio LTV/FTV yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Tabel 3.6 ................................................................... 62 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme inden diperkenankan sampai dengan fasilitas kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap yang besarannya sebagai berikut: Tabel 3.7 Mekanisme Pencairan ­ ­ 3. Kredit/pembiayaan top-up diperlakukan sebagai kredit/pembiayaan dengan fasilitas yang sama sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas lancar. Dalam hal kredit/pembiayaan tidak memenuhi persyaratan tersebut maka topup diperlakukan sebagai fasilitas kredit/pembiayaan baru. Pengaturan tersebut juga berlaku untuk kredit/pembiayaan take over. 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah Dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia telah berkontribusi aktif dalam berbagai kegiatan internasional yang diselenggarakan oleh lembaga internasional, terutama dalam rangka pelaksanaan dan meningkatkan kerja sama dan aliansi strategis dengan lembaga/instansi terkait. Selama triwulan II-2016, keterlibatan Bank Indonesia dalam kegiatan tersebut sebagai berikut : 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia Bekerja sama dengan Islamic Research and Training Institute, Bank Pembangunan Islam (IDB) Bank Indonesia menyelenggarakan seminar mengenai Human Capital Development dengan tema “Producing Competitive Human Capital for Economic Empowerment”. Kegiatan ini menjadi satu rangkaian dengan the 41st Islamic Development Bank Group Annual Meeting 2016 yang diselenggarakan di Jakarta. Bank Indonesia berkontribusi aktif dalam kegiatan internasional antara lain terkait pengembangan SDM, framework ketentuan zakat, dan kontribusi terhadap sustainable development goals. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendiskusikan tantangan terkini di bidang sumber daya manusia (SDM) yang dihadapi oleh negara berkembang yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi. Tujuan lainnya adalah mendapatkan solusi aplikatif untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) di negara berkembang yang kompetitif pada tingkat nasional dan global. Isu-isu yang dibahas di antaranya mengenai pemberdayaan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan tinggi, pengembangan keterampilan, etika/ moral, industri keuangan syariah, dan strategi untuk mengembangkan SDI di negara berkembang. Secara lebih khusus, forum ini juga membahas perlunya penyusunan peta jalan (roadmap) untuk menghasilkan SDM yang kompetitif dan strategi untuk menyelaraskan pengembangan SDM guna memenuhi kebutuhan industri keuangan syariah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 63 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kegiatan lain dalam pengembangan SDM bidang ekonomi dan keuangan syariah adalah penyelenggaraan workshop. Sukuk Master Class. Materi yang dibahas pada kegiatan tersebut antara lain filosofi pembiayaan syariah melalui sukuk dan aspek teknis untuk sukuk structuring. Untuk meningkatkan kualitas kerja sama nasional, Bank Indonesia juga telah melakukan kerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga, dan Universitas Islam Indonesia dalam menyusun modul ekonomi syariah. Sesuai peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai regulator, inisiator, dan katalisator, Bank Indonesia membangun komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan lembaga lain seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dewan Syariah Nasional (DSN), Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan AKuntan Indonesia (DSAS-IAI). 2. Pemberdayaan Masyarakat melalui Penguatan Kerangka Kerja Sama Global Forum Islamic Finance merupakan agenda tahunan dan bagian dari rangkaian acara Sidang Tahunan Islamic Development Bank (IDB) yang membahas isu–isu strategis terkini mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Tahun ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan IDB melaksanakan forum internasional tersebut dengan tema “Role of Islamic Finance in Achieving Sustainable Development Goals”. Harapannya, industri keuangan syariah dapat berkontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkesinambungan, penurunan pengangguran, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Pertemuan itu membahas sejumlah isu seperti stabilitas keuangan global, keuangan inklusif, dan kesejahteraan dengan adanya kontribusi keuangan syariah terhadap pencapaian SDGs. Selain itu, forum ini membahas tantangan yang dihadapi sektor keuangan syariah di beberapa negara anggota IDB, termasuk Indonesia, untuk mencapai target SDGs sehingga keuangan syariah dapat inklusif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam forum ini, Bank Indonesia memberikan pandangan mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mencapai SDGs dan peran Bank Indonesia dalam mendukung sektor sosial yaitu zakat dan wakaf untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan inklusif. 3. Penguatan Kerangka Pengaturan dan Pengawasan Area pengembangan ekonomi syariah harus dilakukan secara utuh dalam segi sektor keuangan yang mencakup sektor Islamic Social Finance maupun kelengkapan kerangka kerja (framework) regulasinya. Pembangunan kerangka kerja regulasi zakat adalah untuk meningkatkan tingkat efektivitas operasional zakat yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keandalannya. Keberadaan sistem zakat yang andal, selain membantu masyarakat untuk dapat melaksanakan kegiatan keagamaannya, memiliki dimensi ekonomi yang sangat penting. Sistem zakat akan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan memperkecil tingkat perbedaan yang muncul di masyarakat seperti yang tergambar dalam indeks Gini (yang mencakup disparitas dalam pendapatan, kesehatan, dan pendidikan). Selain itu, keberadaan sistem zakat yang semakin kuat akan berpotensi untuk meluaskan dan manumbuhkan basis produksi di dalam sistem ekonomi nasional. 64 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam pembangunan kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector di Indonesia, Bank Indonesia bersama dengan BAZNAS melakukan inisiasi penyusunan Zakat Core Principles dalam working group internasional. Terdapat 9 peserta dari 9 negara termasuk Malaysia, Singapura, Pakistan, India, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Sudan, Turki dan Bosnia. Working Group ini juga didukung dan dihadiri oleh IDB maupun wakil Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Zakat Core Principles diluncurkan dalam acara World Humanitarian Summit, PBB, 23 Mei 2016. Peluncuran Zakat Core Principles di forum PBB itu menunjukkan pengakuan beberapa pihak yang melihat adanya potensi kekuatan sektor zakat untuk dapat berkontribusi dalam penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi melalui jalur yang belum pernah dilakukan. Dengan demikian, sistem zakat secara internasional, termasuk sistem zakat di Indonesia, telah memiliki suatu standar operasional yang baik sebagai acuan, terutama dalam penyusunan program pengembangan sistem zakat nasional sebagai salah satu pilar pembangunan sistem perekonomian nasional. Peluncuran Zakat Core Principles ini akan dilanjutkan dengan penyusunan standarstandar operasional pengaturan zakat. Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa membantu BAZNAS untuk menyusun standar regulasi zakat yang semakin efektif. Dalam jangka panjang, sistem zakat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjadi mitra bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tekanan inflasi di daerah-daerah yang secara sistem cukup jauh untuk dijangkau oleh mekanisme yang ada saat ini. 4. Penguatan Kelembagaan Dalam Sidang Tahunan IDB, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan beberapa pandangan. Pertama, pentingnya peningkatan investasi infrastruktur oleh IDB di negara anggota. Kedua, apresiasi atas kemajuan yang telah dicapai IDB selama 41 tahun dalam mengembangkan dimensi ekonomi dan sosial negara anggota. Ketiga, mengharapkan IDB bisa memperkuat kapasitasnya dalam meningkatkan dukungan kepada negara anggota yang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan International Organizations (IOs) dan lembaga filantropi, termasukmengoptimalkan neraca (balance sheet) IDB. Dalam pertemuan tersebut, isu-isu yang mengemuka meliputi agenda reformasi struktural, minimnya investasi di negara anggota, dan krisis kemanusiaan termasuk pemindahan paksa (forced displacement). Terkait hal ini, negara-negara anggota meminta IDB Group dapat lebih responsif atas situasi global, terlebih di tengah ketidakpastian perekonomian dalam upaya mencapai target pemberantasan kemiskinan dan pembangunan ekonomi yang inklusif melalui efektivitas pendanaan pembangunan. Pada Sidang Tahunan IDB ke-41 ini juga penandatanganan kerja sama antara Indonesia dan IDB yang diwakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, dan Presiden IDB Ahmed Mohamad Ali. Penandatanganan tersebut memfokuskan tiga tema. Pertama, mengurangi kesenjangan antardaerah melalui pengembangan sektor energi, transportasi, pengembangan perdesaan, pengembangan pendidikan dan keterampilan, serta pengembangan sektor swasta. Kedua, pendalaman industri keuangan syariah dengan mendorong keuangan inklusif dan keuangan syariah. Ketiga, penguatan Reverse Linkage. Adapun nilai komitmen pembiayaan dari IDB untuk Indonesia periode 2016-2020 adalah sebesar 5,2 miliar dolar AS. Selain itu, telah dilaksanakan pula 16th IILM (International Islamic Liquidity Management) Governing Board Meeting di Jakarta pada 16-20 Mei 2016. Dalam kegiatan ini, Bank Indonesia menjadi IILM Chairperson dan bertindak sebagai host. Pertemuan 16th IILM Governing Board dihadiri oleh anggota IILM selaku Head of Delegations (HOD) antara Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 65 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia lain Central Bank of Nigeria selaku Deputy Chairperson, Bank Negara Malaysia, Central Bank of Kuwait, Central Bank of United Arab Emirates (UAE), IDB, Bank of Mauritius, dan Qatar Central Bank. Pertemuan ini membahas bisnis model yang optimal bagi IILM untuk penerbitan sukuk jangka pendek cross border dan peningkatan governance IILM sebagai lembaga internasional. 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing) Guna menciptakan pasar keuangan yang dalam, Bank Indonesia membentuk forum komunikasi lintas otoritas pendalaman pasar dan menyusun roadmap Central Counterparty di Indonesia. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, berkesinambungan, dan inklusif diperlukan dukungan pembiayaan pembangunan yang memadai, salah satunya berkembangnya pasar keuangan. Upaya pengembangan pasar keuangan domestik terus dilakukan melalui inovasi instrumen baru dan edukasi. Tidak kalah penting adalah upaya koordinasi lintas lembaga yang dapat membuka simpul-simpul hambatan perkembangan instrumen dan transaksi di pasar keuangan domestik. Saat ini, Indonesia sangat memerlukan pembiayaan untuk pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkesinambungan, dan inklusif. Oleh karena itu, pasar keuangan yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien adalah prasyarat untuk meningkatkan ketersediaan dana bagi pembangunan. Hal ini bisa dicapai melalui mekanisme pasar keuangan, meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan fiskal dan moneter, serta menyediakan sarana manajemen risiko dan likuiditas bagi pelaku usaha. Dengan pembentukan pasar yang dalam, pelaku pasar bisa menopang kebutuhan likuiditas tersebut ehingga pengaturan likuiditas (managing liquidity) tidak akan menjadi persoalan. Bank Indonesia akan terus melakukan program pengembangan pasar keuangan dengan mengacu pada upaya mendukung pembiayaan pembangunan. Sejalan dengan blueprint pendalaman pasar keuangan yang telah disusun, program pengembangan akan difokuskan pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur, kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa program pendalaman pasar, antara lain: a. Pembentukan Forum Komunikasi Lintas Otoritas Pendalaman Pasar Bank Indonesia beserta kementerian keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan menandatangani nota kesepahaman mengenai pembentukan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK). Penandatanganan nota kesepahaman ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan 1) pembiayaan pembangunan yang memadai, 2) pendalaman pasar keuangan, dan 3) koordinasi yang baik antarlembaga terkait. Nota kesepahaman ini meliputi beberapa ruang lingkup. Pertama, pembentukan Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) yang terdiri atas Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Kedua, kerja sama perencanaan dan percepatan implementasi kebijakan yang terkait dengan semua unsur pasar keuangan. Ketiga, pertukaran data dan informasi. Dengan adanya nota kesepahaman, FK-PPPK diharapkan dapat bersinergi dalam menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk pengembangan dan pendalaman pasar keuangan guna mendukung pembiayaan pembangunan nasional Indonesia. b. Penyusunan Road Map Central Counterparty (CCP) di Indonesia Krisis keuangan global memberikan pelajaran mengenai perlunya pengelolaan counterparty credit risk dan transparansi di Pasar Over The Counter (OTC Derivatif ) untuk mengurangi dampak sistemik akibat kegagalan counterparty. Krisis juga mendorong 66 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia perlunya analisis untuk mencari lembaga/institusi yang dapat mengurangi dampak negatif dari krisis di masa datang. Pada Juli 2010, terdapat beberapa proposal untuk memitigasi risiko krisis di masa datang digabung dalam legislasi di AS terkait The DoddFrank Act, khususnya yang mewajibkan transaksi OTC Derivatif dilakukan melalui suatu lembaga kliring yang disebut Central Counterparty Clearing (CCP), dan sebagai legal basis yang menjadi acuan terbentuknya lembaga ini. Dalam asesmen pembentukan CCP, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melihat kesiapan dan potensi pembentukan. Dalam hal ini, koordinasi dilakukan dalam 5 (lima) aspek, yaitu: ­ Road map pengembangan CCP di Indonesia akan dibagi menjadi tiga tahapan dan ditargetkan dapat diimplementasikan secara penuh pada 2019 dengan rincian kegiatan dan prakiraan waktu sebagai berikut: 1. Tahap Inisiasi: Penyiapan perangkat legal dan kelembagaan 2. Tahap Penyiapan Infrastruktur dan Mekanisme CCP 3. Tahap Pengujian dan Implementasi dan Pilot project CCP utk OTC Derivatif dan/atau transaksi Repo c. Pengembangan Transaksi Repo Selain dari transaksi pasar uang antarbank (PUAB) yang bersifat unsecured, beberapa bank telah menggunakan transaksi repurchases agreement (Repo) untuk mengakses likuiditas berjangka lebih panjang. Transaksi repo menjadi alternatif yang lebih baik dalam pemenuhan likuiditas jangka pendek-menengah, karena sifatnya yang collateralized sehingga lebih tahan (resilien), terutama pada kondisi pasar yang tertekan. Kebijakan moneter Bank Indonesia juga menggunakan transaksi repo sebagai acuan, sebagaimana telah diumumkan pada 15 April 2016. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, terhitung mulai 19 Agustus 2016, Bank Indonesia menggunakan BI 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI Rate. Bank Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan transaksi repo, tentunya bekerja sama dengan otoritas terkait, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan pelaku pasar. Hal ini telah memberikan dampak positif di pasar repo, yaitu: Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 67 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Kenaikan volume (rata-rata harian) transaksi repo antar bank, bergerak dari nihil di bulan Januari 2016 meningkat menjadi Rp1,8 triliun per hari pada minggu terakhir triwulan II-2016 . b. Dari sisi pelaku transaksi repo juga mengalami perkembangan. Jumlah bank yang telah menandatangani GMRA Indonesia meningkat dari 4 bank pada awal tahun menjadi 63 bank. Dari 63 bank yang telah menandatangani perjanjian dimaksud, 24 bank telah aktif menggunakan transaksi repo dalam memenuhi manajemen likuiditas hariannya. c. Selanjutnya Bank Indonesia akan melanjutkan capacity building (edukasi) dan FGD secara berkesinambungan kepada perbankan, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan instansi pemerintah lainnya dalam rangka perluasan pelaku pasar keuangan, termasuk basis investor dan supplier. d. Asesmen Pelaksanaan Transaksi Repo melalui Bursa dan Kliring melalui Central Counterparty Dalam rangka mengembangkan pasar uang, khususnya pelaksanaan transaksi repo, Bank Indonesia juga melakukan asesmen mengenai kemungkinan pelaksanaan transaksi repo melalui bursa dan dikliringkan melalui Central Counterparty. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban administrasi pelaku pasar repo yang teridentifikasi sebagai salah satu hambatan untuk bertransaksi. Transaksi repo yang berdasarkan kolateral surat-surat berharga (collateralized), menjadi alternatife penyediaan likuiditas jangka pendek hingga menengah bagi bank, sehingga dapat menjadi alternatife instrumen tenor lending borrowing diatas 7 hari. Selama ini, pasar uang yang didominasi oleh PUAB (uncollateralized transaction) merupakan salah satu penyebab terjadinya segmentasi di pasar uang akibat terbatasnya fasilitas kredit (credit line). Peningkatan transaksi repo diharapkan menjadi alternatif solusi bagi permasalahan segmentasi dan keterbatasan fasilitas kredit maupun tenor transaksi di pasar uang. Transaksi repo yang likuid juga dapat digunakan sebagai acuan pembentukan struktur tingkat suku bunga (term structure of interest rates) sehingga dapat mendukung transmisi kebijakan moneter. Hal itu memerlukan upaya khusus untuk mendorong peningkatan transaksi repo, antara lain implementasi transaksi repo melalui bursa. Transaksi repo dengan CCP dan bursa merupakan jenis transaksi repo yang memposisikan CCP bertindak sebagai counterparty utama dari anggota (member) CCP. CCP menjadi penjamin terlaksananya transaksi dan pemenuhan kewajiban atas transaksi yang dilakukan oleh non-defaulting member, terlepas dari terpenuhi atau tidaknya kewajiban anggota lain kepada CCP. Praktik transaksi repo melalui bursa ini banyak dilakukan di beberapa negara seperti India, Turki, Rusia, dan China. Dalam kasus Turki, bank sentral Turki aktif melakukan transaksi operasi moneter repo/reverse repo, yang diharapkan akan mendukung perkembangan transaksi repo antar pelaku pasar. Pasca pengembangan transaksi repo melalui bursa, terbukti menambah likuiditas di pasar repo terutama dengan terbukanya credit line dengan lembaga jasa keuangan non-bank. Standardisasi perjanjian, operasional, perhitungan premi dan juga manajemen risiko serta proses penjaminan, memberi keyakinan pada pelaku pasar untuk mengoptimalkan pengelolaan likuiditasnya melalui repo/reverse-repo. 68 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Road Map dan feasibility study diperlukan untuk menganalisis cost benefit pengembangan CCP dan repo melalui bursa, yang diidentifikasi dapat memberikan manfaat antara lain mengurangi risiko counterparty melalui proses margining, multilateral netting, meningkatkan dan standardisasi manajemen risiko, mendorong efisiensi operasional, meningkatkan transparansi, memudahkan pengaturan dan pengawasan. Berbagai manfaat tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan stabilitas sistem keuangan di pasar keuangan sekaligus berpotensi mengurangi segmentasi di pasar keuangan sehingga dapat mendorong pendalaman pasar keuangan. Pada akhirnya, hal ini akan mendorong tersedianya likuiditas pasar yang cukup untuk memperlancar pembiayaan pembangunan. 3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4.1. Implementasi edukasi keuangan inklusif termasuk kampanye Gerakan Nasional Nontunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD) dan uang elektronik yang bersifat masif dan kontinyu Selama triwulan-II 2016, Bank Indonesia secara masif dan kontinyu melakukan kegiatan edukasi keuangan inklusif kepada masyarakat sebagai kelanjutan dari kegiatan serupa pada 2015. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola keuangannya. Kegiatan ini juga berupaya untuk mendorong masyarakat agar melakukan transaksi nontunai dan memanfaatkan lembaga keuangan formal untuk meningkatkan kesejahteraan. Beberapa kegiatan edukasi keuangan inklusif yang dilakukan pada triwulan II-2016, antara lain meliputi: Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia terus mendorong perluasan akses keuangan yang inklusif baik melalui penyempurnaan model bisnis layanan keuangan digital, model bisnis P to G, hingga edukasi dan sosialisasi 1. Bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka edukasi keuangan inklusif dengan fokus utama pada penerima bantuan pemerintah (G to P), pelaku pembayaran kepada pemerintah (P to G), dan tenaga kerja Indonesia (TKI). Untuk penerima G to P, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial, Bappenas, dan perbankan. Sementara untuk pelaku P to G, Bank Indonesia koordinasi dengan seluruh pemerintah daerah di 45 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Dalam Negeri (KPwBI DN). Sedangkan untuk TKI, Bank Indonesia berkoordinasi dengan BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, dan OJK. Hasil koordinasi ini berupa penetapan target segmen dan wilayah pelaksanaan edukasi keuangan inklusif dan cakupan modul yang akan digunakan. 2. Pelaksanaan edukasi keuangan inklusif di Kantor Pusat (KP BI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI). Bank Indonesia telah melakukan edukasi keuangan inklusif kepada kelompok petani bawang dalam rangkaian Sinergi Aksi Keuangan Inklusif di Brebes dan edukasi dana desa di Cirebon. Selain itu, edukasi keuangan syariah kepada kelompok wanita dalam rangkaian IDB Annual Meeting. Selain itu, Bank Indonesia melakukan kampanye GNNT dalam rangkaian acara Rapat Koordinasi Ekonomi dan Keuangan Daerah (Rekda) triwulan II-2016 di Jakarta yang mengangkat tema Smart City. Kampanye GNNT juga dilakukan dalam rangkaian kegiatan Penukaran Uang, Peduli Koin Nasional, dan Bank Indonesia Peduli Mudik 2016. Selama triwulan II-2016, selain kegiatan edukasi keuangan inklusif oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, telah dilaksanakan pula sekitar 90 kegiatan edukasi keuangan inklusif di KPw BI. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 69 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3. Implementasi kampanye GNNT di media massa. Penempatan materi kampanye GNNT telah dilakukan di commuter line dan tengah dilakukan pelaksanaan post survey untuk mengetahui efektivitas dari penempatan materi kampanye tersebut. 4. Koordinasi dalam rangka pengembangan keuangan inklusif di lingkungan domestik dan internasional. Di lingkungan domestik, Bank Indonesia telah menyusun dokumen sebagai dasar pelaksanaan koordinasi keuangan inklusif antara lain berupa Nota Kesepahaman (NK) antara Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) beserta 4 kementerian dalam koordinasi Kemenko PMK (Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi/ Kemendes PDTT). Selain itu, Bank Indonesia telah menyusun nota kesepahaman (NK) dengan Jamkrindo. Terkait dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), Bank Indonesia beserta K/L terkait yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian, tengah menyusun penyempurnaan SNKI, Rancangan Peraturan Presiden terkait SNKI, dan pembentukan Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Di forum internasional, Bank Indonesia aktif sebagai anggota penuh International Network on Financial Education (INFE)/OECD. Informasi ini dipergunakan sebagai referensi dalam pengembangan dan pelaksanaan edukasi keuangan inklusif Indonesia. Kegiatan tersebut dalam rangka memperkaya informasi international practices terkait edukasi keuangan yang dilakukan berbagai negara. 3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) Sampai dengan Juni 2016, jumlah agen LKD sebanyak 101.689 agen, tumbuh sebesar 46,2% (ytd) dari 2015 sebanyak 69.548 agen. Dalam periode yang sama, jumlah uang elektronik sebanyak 1.226.126 rekening, tumbuh sebesar 6,91% (ytd) dari 2015 sebanyak 1.146.832 rekening. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya peluasan LKD untuk meningkatkan jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik dalam rangka keuangan inklusif. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada 2015. a. Penyusunan model bisnis bantuan sosial (G to P) secara non tunai Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan model bisnis bantuan sosial (bansos) secara nontunai dan telah disampaikan kepada Presiden RI dalam rapat kabinet terbatas pada 26 Maret 2016. Usulan model bisnis ini menuangkan tahapan proses penyaluran bansos secara nontunai yang lebih efisien, efektif, nyaman, dan aman untuk memenuhi 6 T (Tepat Sasaran, Tepat Administrasi, Tepat Jumlah, Tepat Kualitas, Tepat Waktu, dan Tepat Harga). Dalam model bisnis diusulkan 4 tahap penyaluran bansos secara nontunai, yaitu (i) proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses pengambilan uang. Penyempurnaan model bisnis tersebut untuk merespons keinginan pemangkukepentingan dan masyarakat terkait manfaat penyaluran bansos melalui LKD yang telah dilaksanakan selama 2014-2015. b. Progress penyusunan usulan model bisnis G to P dan implementasinya Bank Indonesia telah menyempurnakan model bisnis bansos secara nontunai. Model bisnis ini telah disampaikan kepada Presiden RI dan 4 kementerian/lembaga (K/L) 70 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Staf Kepresidenan. Dalam usulan model bisnis ini, Bank Indonesia mengusulkan penyempurnaan dalam 4 tahap besar penyaluran bansos secara nontunai, yaitu (i) proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses pengambilan uang. Selama triwulan II-2016, perkembangan terhadap bantuan sosial (bansos) adalah sebagai berikut.: a. Persiapan penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) melalui LKD (612 ribu penerima, 18 provinsi) 1) Proses edukasi keuangan kepada penerima bansos 2) Penyaluran PKH rencananya dilakukan pada Minggu V Juli atau Minggu I September 2016. 3) Bank Indonesia bersama Bappenas tengah mempersiapkan monitoring dan evaluasi atas implementasi penyaluran PKH melalui LKD tersebut. b. Penyusunan Peraturan Presiden mengenai Bantuan Sosial Non Tunai 1) Telah dilakukan pembahasan intensif draft Perpres Bansos Non Tunai dengan Kemenko PMK sebagai koordinator. 2) Direncanakan finalisasi Perpres Bansos bersamaan dengan Perpres Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). c. Penyiapan pilot project penyaluran Beras Sejahtera (Rastra) oleh Himbara 1) Bank Indonesia bersama 3 bank anggota Himpunan Bank-bank Negara/ Himbara), Kementerian BUMN, dan Kemensos tengah mempersiapkan pilot project penyaluran Rastra 2) Pilot project di lokasi sangat terbatas di Jakarta. c. Kajian Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah Bank Indonesia mempersiapkan pembentukan Working Group (WG) Elektronifikasi Transaksi Penerimaan Negara yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu, Kominfo, K/L, perbankan, operator, dan penyedia layanan pembayaran. Pembentukan WG Elektronifikasi merupakan tindak lanjut implementasi hasil Kajian Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah di 5 kementerian pada 2015. d. Penyusunan pedoman penyelenggaraan terkait interkoneksi uang elektronik server based Bank Indonesia telah menyusun konsep pedoman interkoneksi uang elektronik server based yang terdiri atas aspek teknis dan bisnis. Penyusunan pedoman itu disusun bersama dengan penerbit uang elektronik server based yang merupakan working group interkoneksi yang terdiri atas 11 lembaga (bank dan perusahaan telekomunikasi). Penyusunan pedoman itu mempertimbangkan keterbatasan aktivitas transfer antaruang elektronik (P2P) antarpenerbit, aktivitas tarik/setor tunai, percepatan adopsi uang elektronik dan LKD, serta peningkatan keuangan inklusif. Bank Indonesia bersama dengan pelaku industri ingin mewujudkan interkoneksi uang elektronik untuk LKD. Hal ini bertujuan untuk menyediakan ekosistem yang mendukung peningkatan pembayaran nontunai dengan menggunakan uang elektronik dan perluasan cakupan LKD. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 71 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia e. Penyusunan model bisnis adopsi LKD secara sektoral dan implementasinya Dalam rangka implementasi model bisnis adopsi LKD secara sektoral, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Pelaksanaan pilot project Desa Digital Bank Indonesia mengusulkan pilot project Desa Digital bekerja sama dengan 4 bank penyelenggara LKD. Usulan itu untuk mendukung penyaluran dan pemanfaatan dana desa sekaligus sebagai implementasi elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT). Adapun tujuan dari pilot project ini antara lain: Pertama, melakukan elektronifikasi terhadap 30% transaksi penyaluran dana desa dan elektronifikasi terhadap transaksi pemanfaatan dana desa yang saat ini masih dilakukan secara tunai. Kedua, mensinergikan program elektronifikasi dan keuangan inklusif Bank Indonesia dengan program pengembangan Desa Mandiri oleh Kemendes-PDTT. Ketiga, memperluas target dan/atau sasaran masyarakat yang menerapkan transaksi nontunai sekaligus menghubungkan dengan layanan keuangan. Keempat, memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang model Desa Digital yang sesuai dengan karakteristik dan budaya masyarakat setempat. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyusun kembali model bisnis menggunakan framework 4 kuadran sebagai berikut: 1) Kuadran 1: Registrasi Registrasi rekening (uang elektronik/tabungan) oleh bank kepada tim pengelola kegiatan terbagi atas 2 jenis, yaitu i) registrasi untuk “pembangunan desa” (pembangunan fisik, sarana dan prasarana, dll), serta ii) registrasi untuk “pemberdayaan masyarakat desa” (penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses sumber daya manusia). 2) Kuadran 2: Edukasi Edukasi dilakukan secara berulang kepada masyarakat dan aparatur desa, serta bersama-sama antara bank penyelenggara LKD, Telco, Bank Indonesia, Kemendes-PDTT, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 3) Kuadran 3: Penyaluran Terdapat 2 mekanisme penyaluran, yaitu i) transfer APBN: melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN) di Bank Indonesia, dana desa disalurkan ke RKUD di bank pembangunan daerah (BPD), dan ii) transfer APDB: melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di BPD, dana desa disalurkan ke rekening desa. 4) Kuadran 4: Penarikan Penarikan dilakukan dalam 2 mekanisme. Pertama, pengambilan dana dengan uang elektronik pada agen LKD menggunakan media kartu atau HP. Kedua, penggunaan dana desa untuk pendanaan proyek desa melalui proses transfer ke rekening pemasok, badan usaha milik desa (Bumdes), atau konsultan. 72 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pilot project penyaluran dana desa melalui LKD saat ini tengah dilakukan di kota Cirebon, Jawa Barat. Pemantauan terhadap pemanfaatan dana desa untuk Penyaluran II telah dilakukan oleh KPwBI Cirebon. Selain di Cirebon, pilot project serupa akan diperluas di 2 kota lainnya, yaitu Yogyakarta dan Lombok. 2) Penyusunan model bisnis remitansi berbasis non-tunai dan implementasi pilot project Untuk mendukung perluasan akses keuangan melalui remitansi secara nontunai bagi TKI, Bank Indonesia telah menyusun kajian “Pengembangan Remitansi Berbasis Nontunai: Tinjauan Aspek Struktur Biaya”. Kajian tersebut berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di 3 (tiga) negara dengan jumlah TKI cukup besar yaitu Malaysia, Singapura, dan Hong Kong dengan fokus survei pada struktur biaya dan perlindungan konsumen. 3.2.4.3. Pilot project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren Melihat potensi besar pondok pesantren (Ponpes), sejak 2015, Bank Indonesia memfasilitasi kegiatan pilot project LKD di ponpes. Terkait hal ini, Bank Indonesia menggandeng perusahaan telekomunikasi sebagai penerbit uang elektronik untuk melakukan cobranding atau bermitra usaha dengan unit usaha ponpes. Pilot project ini berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan bertransaksi di ponpes. Dengan jaringan pesantren yang luas, pengenalan LKD dan produk uang elektronik dapat merambah secara luas di masyarakat, terutama masyarakat di lingkungan sekitar pesantren. Uji coba ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan telekomunikasi (telco) sebagai penyelenggara LKD agen individu, terutama pada aspek infrastruktur dan risk management. Bank Indonesia telah menyusun model bisnis adopsi penggunaan LKD pada komunitas ponpes. Model bisnis tersebut pada dasarnya sama dengan model bisnis LKD secara umum yaitu melalui kerja sama keagenan dan memanfaatkan teknologi berbasis web atau mobile, namun dengan beberapa penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan komunitas ponpes, antara lain terkait pembayaran uang sekolah. Saat ini, model tersebut diujicobakan di 2 (dua) ponpes, yaitu Ponpes Daarut Tauhid di Bandung, Jawa Barat dan Ponpes Al Mawadah di Ponorogo, Jawa Timur, Mendorong keuangan inklusif berbasis kartu untuk mendukung program pemerintah. Pengembangan smart data merupakan salah satu alat yang dapat menjadi solusi permasalahan perkotaan dan sudah menjadi tren di berbagai kota di dunia. Data yang tersedia, baik data kualitatif maupun kuantitatif, dikumpulkan dalam big data. Selanjutnya, data tersebut diolah menjadi smart data yang bisa dianalisis dengan menggunakan metode tertentu, sehingga bisa memberikan input bagi kebijakan/program pengelolaan kota. Salah satu input dari data kuantitatif adalah perilaku transaksi pembayaran penduduk. Dalam hal ini, proses tangkapan (capture) akan lebih mudah bila media yang digunakan adalah uang elektronik sebagai media transaksi pembayaran pengganti uang tunai. Meskipun sifat datanya kecil, uang elektronik dapat digunakan dalam frekuensi yang tinggi. Saat ini, smart data yang sudah dikembangkan adalah kartu Jakarta One. Kartu ini memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media identitas dan sebagai media transaksi keuangan. Sebagai media identitas, Jakarta One berisikan data demografi seperti KTP, SIM, NPWP, Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 73 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dan paspor. Jakarta One juga diharapkan dapat terintegrasi dengan data-data lain yang diperlukan, seperti data penerima bantuan sosial (KJP, KJS, dan Raskin), BPJS, dan data biometrik. Selama triwulan II-2016, penerapan smart city khususnya di Provinsi DKI Jakarta melalui elektronifikasi informasi dan transaksi sistem pembayaran diwujudkan melalui kegiatan peluncuran aplikasi Informasi Pangan Jakarta (IPJ) dan softlaunching Kartu Jakarta One. Bank Indonesia juga telah menyusun pedoman Layanan Transaksi Pemda Secara Elektronik dalam rangka Mendukung Smart City. Pedoman ini akan digunakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) sebagai pedoman dalam melakukan replikasi model bisnis layanan transaksi pemerintah daerah secara elektronik. 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM. 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan Kredit atau Pembiayaan UMKM Bank Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan UMKM untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan . untuk Peningkatan Akses Dalam rangka meningkatkan akses keuangan dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan UMKM. Selama triwulan II-2016, kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Sebagai tindak lanjut dari penelitian pada 2015, Bank Indonesia melakukan pilot project “Peningkatan Akses Jasa Keuangan pada Kelompok Masyarakat Pesisir Sektor Perikanan Tangkap”. Pilot project bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi, menetapkan, dan membangun komitmen kelompok usaha potensial masyarakat pesisir, lembaga keuangan bank atau non-bank, dan stakeholders lainnya untuk meningkatkan akses jasa keuangan kelompok usaha potensial masyarakat pesisir. Pilot project juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan (key success factor) dan memberikan rekomendasi dalam rangka perumusan dan implementasi kebijakan peningkatan akses jasa keuangan bagi kelompok masyarakat pesisir, untuk diterapkan pada cakupan lebih luas. b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food dalam rangka pengendalian inflasi. Langkah ini untuk memperkuat kajian strategi penguatan klaster guna mendukung pasokan komoditas volatile food yang telah dilaksanakan pada 2015. Kajian ini antara lain bertujuan untuk memperoleh arah pengembangan dan penguatan klaster komoditas volatile foods Bank Indonesia, sekaligus menetapkan roadmap pengembangan klaster, termasuk mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan Bank Indonesia dan stakeholders terkait. Bank Indonesia mengharapkan adanya masukanuntuk integrasi klaster secara nasional melalui peningkatan produksi, peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik dalam rangka pengendalian inflasi. Kajian dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, yaitu Kulon Progo, DI Yogyakarta (komoditas cabai), Nganjuk, Jawa Timur (komoditas bawang merah), dan Soppeng, Sulawesi Selatan (komoditas padi). 74 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia c. Untuk meningkatkan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu instrumen pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan akses pembiayaan, Bank Indonesia melakukan pilot project di 2 (dua) lokasi yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan (komoditas kakao). Pilot project ini untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan dan kendala penerapan SRG sehingga dapat menghasilkan rekomendasi bagi stakeholders terkait dan masukan dalam penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) fasilitasi peningkatan pemanfaatan SRG di daerah bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Sampai triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) di 2 lokasi pilot project tersebut, dan telah diterbitkan Resi Gudang di lokasi pilot project Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Sementara itu, di lokasi pilot project Kabupaten Konawe Selatan telah dilaksanakan kegiatan pasar lelang untuk komoditas kakao. Selanjutnya, Bank Indonesia akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pilot project tersebut, yang hasilnya akan disebarluaskan kepada stakeholders terkait. 3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam Pengembangan UMKM 1. Program Pengembangan Komoditas Pengendali Inflasi dalam bentuk Klaster Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi, dengan basis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 185 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk klaster ketahanan pangan, telah dikembangkan 140 klaster dengan penambahan klaster baru pada periode 2016 sebanyak 30 klaster dan 2 klaster telah phasing out menjadi klaster mandiri. Sampai triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 185 klaster dengan basis komoditas yang berkontribusi signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional dan daerah. Dalam rangka progam pengendalian inflasi, Bank Indonesia mengembangkan klaster melalui pengembangan komoditas yang berkontribusi pada inflasi atau volatile foods. Pengembangan komoditas dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir, dimulai dari penyediaan benih dan pupuk sampai dengan akses pemasaran hasil panen. Pengembangan ini disertai pengkayaan berupa penyediaan informasi harga, digitalisasi, dan elektronifikasi untuk transaksi pada setiap rantai nilai. Melalui kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri, Bank Indonesia bersinergi dengan pemerintah untuk mengimplementasikan program-program yang telah dikembangkan secara lebih luas yang dimiliki oleh masing-masing instansi. Beberapa kegiatan yang dilakukan di antaranya: a. Mengembangkan klaster bersama untuk komoditas bawang putih, khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selain diharapkan dapat menekan inflasi melalui peningkatan produksi, program tersebut juga dapat berperan untuk mengurangi impor komoditas pangan. b. Bersama pemda membangun training centre dalam rangka pengembangan klaster bawang merah. Program ini bertujuan untuk membuka peluang seluasnya kepada stakeholders dari seluruh penjuru Tanah Air agar dapat mempelajari budidaya bawang merah dengan dukungan teknologi terkini. c. Pengenalan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan Peluncuran Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi), yang merupakan aplikasi berbasis android untuk memantau pergerakan harga dan produksi komoditas. PIHPS telah Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 75 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mengintegrasikan data dari 32 provinsi, 127 kabupaten/kota, dan 312 pasar dari seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut pengembangan PIHPS, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan SiHaTi (Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi), yang menyajikan data makroekonomi dan perkembangan harga komoditas dari 35 kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Saat ini, SiHaTi sedang dikembangkan menjadi SiHaTi Generasi ke-II yang memiliki fitur Early Warning Indicator perkembangan harga dan makroekonomi, serta Virtual Meeting untuk memudahkan koordinasi. d. Perluasan akses keuangan melalui Layanan Keuangan Digital (LKD), yakni pengenalan transaksi elektronik kepada petani. Bank Indonesia mendorong penggunaan LKD untuk memfasilitasi petani bertransaksi secara non-tunai untuk aktivitas usaha komoditas strategis di antaranya bawang merah. Dengan LKD, transaksi pembelian bibit, pupuk, dan pembayaran tenaga pekerja penanaman bawang dapat dilakukan secara non-tunai. e. Diskusi dengan stakeholders terkait program-program pengembangan model bisnis klaster ketahanan pangan yang difokuskan pada pengembangan aspek hilirisasi untuk klaster bawang merah berupa pengolahan bawang merah dan alternatif pemasarannya. Sebagai salah satu tindak lanjut dari kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri, Bank Indonesia bersama pemerintah sedang melakukan pilot project hilirisasi untuk komoditas bawang merah yang diawali dengan pemetaan/identifikasi dalam rangka membangun sistem hulu ke hilir suatu klaster. Pemetaan tersebut akan menentukan intervensi kegiatan/program yang dapat diimplementasikan secara optimal untuk mendorong pengembangan klaster pascaproduksi, termasuk aspek pembiayaan, pengolahan, dan pemasaran. Bank Indonesia juga memberikan penghargaan Apresiasi Kinerja Program Pengendalian Inflasi kepada 13 klaster yang dinilai sukses dalam mengembangkan klaster yang mendukung program pengendalian inflasi. Pemberian penghargaan ini untuk mendorong, menginspirasi, dan mempercepat replikasi program pengembangan komoditas penyumbang inflasi dengan pendekatan klaster. Penghargaan tersebut diberikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti modal sosial yang kuat, kelembagaan, kepemimpinan dan visi, kemitraan dan networking, pemberdayaan ekonomi daerah/ masyarakat, akses pasar, infrastruktur yang mendukung, inovasi, kompetensi dan keahlian, ramah lingkungan dan dukungan stakeholder. 2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mendukung pengembangan wirausaha, di antaranya pelaksanaan Training of Trainers (ToT) Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebanyak 8 (delapan) kali di 6 (enam) daerah di Indonesia, yaitu Sumatera Barat Kalimantan Timur D.I. Yogyakarta Jawa Timur Papua dan Jawa Barat. Pelaksanaan ToT diikuti oleh konsultan UMKM BI, wirausaha dan UMKM binaan BI, konsultan keuangan mitra bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah (perdagangan, industri, dan pertanian), perbankan, serta wirausaha penerima beasiswa Bank Indonesia (GenBI). Kegiatan tersebut bertujuan untuk menyebarluaskan pentingnya pencatatan transaksi keuangan bagi para wirausaha binaan dalam setiap aktivitas usaha. Kegiatan ini sekaligus menjadi panduan para wirausaha dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, sistematis, dan terstandar melalui sebuah aplikasi pencatatan transaksi 76 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia keuangan berbasis smartphone (android) yang bernama SI-APIK (Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan). Untuk meningkatkan motivasi wirausaha, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan seminar pengembangan wirausaha di 2 (dua) daerah yaitu Cirebon dan Ternate, dengan mendatangkan narasumber ahli di bidang kewirausahaan. Peserta pada kegiatan tersebut adalah wirausaha dan UMKM binaan BI, perwakilan manajemen klaster, serta mahasiswa penerima beasiswa BI (GenBI). 3.2.5.3. Kerja sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan bagi UMKM. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia berperan aktif dalam pertemuan Aliance for Financial Inclusion (AFI) SME Finance Working Group di Mongolia. Sebagai Ketua AFI-SME Finance Working Group, Bank Indonesia mendorong kesepakatan untuk menghasilkan dua knowledge product yang dapat dijadikan referensi bagi negara anggota AFI maupun mitra AFI dalam perumusan kebijakan. Adapun dua knowledge product tersebut adalah : 1) SME Finance Policy Catalogue yang akan berisi kompilasi dari kebijakan untuk meningkatkan akses keuangan UKM; Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia aktif dalam fora internasional antara lain dalam Aliance for Financial Inclusion SME Finance Working Group di Mongolia. 2) MSMEs Definition Glossary yang akan menggali kriteria yang digunakan berbagai negara dalam mendefinisikan UMKM. Bank Indonesia juga menghadiri beberapa fora lain untuk memperoleh dan memperbarui isu terkait UMKM antara lain ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small and Medium Enterprises (ACCMSME) di Singapura yang mendiskusikan perkembangan pencapaian Strategic Action Plan Small and Medium Enterprises Development. Selain itu adalah AsiaPacific Regional Conference on Rural Finance and Community Development (APRACA) di Iran yang mendiskusikan perkembangan program pembiayaan di sektor pertanian, sertaThe 5th meeting INFE and OECD di Belanda yang mendiskusikan berbagai upaya edukasi keuangan untuk UMKM. 3.2.5.4. Pelaksanaan Pemberian Insentif guna Mendorong Penyaluran Kredit UMKM Di tengah perlambatan ekonomi global maupun domestik, UMKM yang identik dan dekat dengan usaha rakyat diharapkan tetap dapat memiliki kapasitas untuk berkembang agar dapat menopang perekonomian rakyat dan menggerakkan perekonomian nasional. Salah satu upaya untuk mendukung pengembangan UMKM adalah dengan peningkatan akses permodalan dari perbankan. Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan tentang pemberian kredit10 dalam rangka memperluas akses keuangan UMKM dan lebih mendorong bank untuk menyalurkan kredit UMKM Berdasarkan ketentuan itu, Bank Indonesia memberikan insentif bagi bank yang mencapai rasio kredit UMKM lebih cepat dari target yang ditetapkan. Insentif itu berupa pelonggaran batas atas Loan to Funding Ratio (LFR) menjadi 94% dan penghargaan (award) kepada bank umum pendukung UMKM. 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 77 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bank Indonesia telah memberikan penghargaan (award) bagi bank umum terbaik yang telah memenuhi kriteria penilaian yaitu mencapai target kredit UMKM dengan kualitas terjaga dan memenuhi tema yang ditetapkan. Penghargaan kepada bank pendukung UMKM diharapkan dapat memberikan inspirasi dan dorongan kepada bank-bank lain agar meningkatkan pangsa penyaluran kredit UMKM. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk dukungan nyata Bank Indonesia terhadap program-program pembangunan perekonomian Indonesia, khususnya pengembangan ekonomi rakyat melalui UMKM. 3.2.6 Pengelolaan Informasi Perkreditan Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan mengenai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, sehingga ke depannya pengelolaan data perkreditan dapat dilakukan oleh lembaga swasta. Pengelolaan data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi lembaga keuangan, di antaranya peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit. Dengan ragam informasi perkreditan yang ada, lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan berbeda antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dan memiliki risiko rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Dengan menganalisis data perkreditan, lembaga keuangan akan lebih mudah mengontrol dan mengantisipasi potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur, Dengan demikian, hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan. Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintah, antara lain Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung data perkreditan antara lain mencakup penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, dan pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Untuk pengelolaan data perkreditan, Bank Indonesia telah membangun Sistem Informasi Debitur (SID), yang merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “kredit” yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya pinjaman, bank garansi, dan letter of credit (LC). Fungsi pengelolaan data perkreditan dalam SID adalah untuk menyediakan informasi rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kredit yang dimilikinya. Selanjutnya, informasi track record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisis tersebut, lembaga keuangan akan menentukan apakah calon debitur layak untuk diberikan fasilitas kredit atau tidak, berdasarkan profil risiko dan faktor pertimbangan lainnya. Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan mengenai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP)11. Ke depan, pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry 11 78 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) (yang selanjutnya disebut sebagai LPIP). Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah, yang didukung cakupan dan jenis data yang komprehensif. Harapannya, informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI) Jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID sampai dengan Juni 2016 adalah 118 bank umum, 1.438 bank perkreditan rakyat (BPR), dan 32 lembaga keuangan non bank (LKNB). Pada triwulan II-2016, data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan oleh lembaga keuangan mencapai 92,34 juta data debitur dan 213,36 juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut meningkat sebesar 2,35% (qtq) atau 9,15% (yoy) untuk data debitur dan meningkat sebesar 3,14% (qtq) atau11,26% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas. Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel 3.8. dan Grafik 3.7. Tabel 3.8 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Jumlah Debitur Jumlah Rekening Fasilitas 82,77 183,67 84,6 189,34 86,38 194,99 88,22 200,86 90,22 206,87 92,34 213,36 Pertumbuhan Sejalan dengan semakin bertambahnya data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (yang dikenal sebagai Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan. Pada triwulan II-2016, jumlah permintaan IDI mencapai 12,26 juta permintaan atau TW I ke TW II TW II ke TW III TW III ke TW IV TW IV ke TW I TW I ke TW II meningkat sebesar 14,5% (qtq), dan sebesar 2015 2016 5,31% (yoy). Peningkatan jumlah permintaan Pertumbuhan Debitur 2,21% 2,10% 2,13% 2,27% 2,35% Pertumbuhan Fasilitas 3,09% 2,98% 3,01% 2,99% 3,14% IDI secara qtq memiliki korelasi positif terhadap peningkatan jumlah debitur dan peningkatan jumlah fasilitas kredit. Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan juga Grafik 3.7 Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak mencerminkan tingkat pentingnya informasi TW I-2015 s.d TW II-2016 perkreditan bagi lembaga keuangan dalam pengelolaan manajemen risiko perkreditan guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat. Statistik permintaan IDI dalam 1 (satu) tahun terakhir digambarkan dalam tabel 3.9. dan grafik 3.8. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 79 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.9 Permintaan IDI per Triwulan sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Jumlah IDI (Juta) Perkembangan Implementasi Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun TW IV TW I TW II TW III TW I TW II 2015 2016 Permintaan IDI 2,84 2,69 3,23 5,10 3,16 3,39 2,45 2,96 3,32 3,34 3,48 3,05 3,27 3,53 3,9 4,04 4,07 4,15 Grafik 3.8 Permintaan IDI sejak TW I-2015 s.d TW II-2016 Dalam rangka pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam beberapa aspek pengembangan mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh kedua lembaga. Bank Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan memerlukan data untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial. Dalam rangka pengembangan aspek sistem informasi, koordinasi diperlukan untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas baik. Tahap pengembangan sistem informasi ini telah dimulai ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2017. Selanjutnya, Bank Indonesia akan mendukung dari sisi penyediaan data historis yang selama proses pengembangan sistem informasi di OJK Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati Kerja sama dan Koordinasi dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID)12. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia telah melakukan tahapan persiapan perolehan data kredit kepada LPIP yang telah diberikan izin usaha. 3.3 Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Dalam upaya menjaga dan meningkatkan keamanan, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran, terutama sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran. Dalam periode tersebut, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), transfer dana bukan bank (TD BB), dan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB). Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. 12 80 Keputusan Bersama BI dan OJK No.17/NK/GBI/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerja sama dan Koordinasi dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan langkah kebijakan yang mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran dan peningkatan peran sistem pembayaran terhadap perekonomian berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) Target 4. IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI (High Value Payment System, Securities Settlement, Retail Value Payment System, Banking Services) 99,97% Pencapaian s.d. Triwulan II-2016 99,6% Penjelasan: Selama Triwulan II-2016, tingkat kehandalan sistem pembayaran Bank Indonesia (IKU 4) yang tercermin dari % ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI (High Value Payment System, Securities Settlement, Retail Value Payment System, Banking Services) menunjukkan pencapaian sebesar 99,98%. Sementara secara semesteran, selama semester I-2016 tingkat kehandalan adalah 99,6%, disebabkan adanya permasalahan sistem aplikasi pada tanggal 9 Februari 2016 dan permasalahan listrik pada tanggal 16 Februari 2016 sehingga menyebabkan sedikit terganggunya layanan jasa sistem pembayaran BI. Namun demikian, seluruh transaksi Sistem Pembayaran dapat berjalan dengan lancar dan aman untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian serupa, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah perbaikan untuk mencegah adanya permasalahan/gangguan yang dapat mengganggu layanan jasa sistem pembayaran BI. 5. IKU 5. Rasio Transaksi SP Ritel (tanpa SKNBI) terhadap GDP Min. 2,05 x GDP (target setahun) 1,8 x GDP (realisasi s.d Juni) Penjelasan: Peningkatan penggunakan sistem pembayaran ritel sampai triwulan II-2016 mencapai 1,80 kali Produk Domestik Bruto (PDB) dari target 2,05 kali PDB untuk keseluruhan tahun 2016. Angka capaian ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian sepanjang tahun 2015 yang sebesar 1,65 kali PDB. Peningkatan ini menunjukkan kinerja baik Bank Indonesia dalam meningkatkan gairah masyarakat untuk memanfaatkan instrumen pembayaran non tunai. 6. IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang Akhir 2016: Penambahan 9,9% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Penambahan 4,66% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Penjelasan: Bank Indonesia senantiasa meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan uang yang ditunjukkan dengan komitmen untuk meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang serta soil level Uang Layak Edar (ULE) Nasional. Sampai dengan triwulan II-2016, BI telah meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang antara lain melalui pembukaan 8 unit kas titipan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan upaya peningkatan coverage dan layanan distribusi uang. 7. IKU 7: Soil Level ULE Nasional Minimum Soil Level 8 (UPB) dan Soil Level 6 (UPK) (Semesteran) UPB: 8,5 UPK: 7 Penjelasan: Bank Indonesia terus berkomitmen untuk menciptakan clean money policy, hal tersebut tercermin melalui tingkat kelusuhan uang beredar (soil level). Sampling tingkat kelusuhan uang beredar (soil level) secara nasional menunjukkan hasil yang baik yaitu soil level 8,5 untuk uang pecahan besar (Rp 20.000 atau lebih besar) dan soil level 7 untuk uang pecahan kecil (Rp10.000 atau lebih kecil). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 81 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia terus menempuh kebijakan dan menyempurnakan ketentuan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan, sebagai bagian upaya memperkuat dan mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran. Bank Indonesia juga memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap mendorong penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Kebijakan sistem pembayaran yang ditempuh selama triwulan II-2016 meliputi: 1. Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat Berharga di Pasar Modal Saat ini, pengembangan CeBM telah memasuki tahapan Full CeBM, yaitu penggunaan CeBM untuk setelmen dana dari seluruh transaksi efek berdenominasi rupiah di pasar modal. Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal, yaitu PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), dan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Koordinasi Bank Indonesia dengan SRO bertujuan untuk memperoleh solusi optimal dalam penyelesaian isu-isu implementasi Full CeBM, seperti kebutuhan intraday facility untuk perusahaan efek dan window time Sistem BI-RTGS agar dapat mendukung pelaksanaan corporate actions (seperti pembayaran dividen saham) secara aman dan efisien. Koordinasi juga diperlukan untuk memperoleh solusi mengenai isu biaya transaksi yang timbul dari perubahan proses bisnis yaitu transaksi pemindahbukuan Commercial Bank Money (CoBM) pada bank pembayaran yang sama diubah dengan menggunakan CeBM menjadi transfer antar-bank melalui Sistem BI-RTGS, serta isu terkait lainnya. Berkenaan dengan pengembangan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu (S-INVEST) oleh KSEI untuk transaksi reksadana di pasar modal dan untuk meningkatkan penggunaan CeBM, Bank Indonesia dan KSEI sedang mengembangkan CeBM agar bisa digunakan untuk setelmen dana dari salah satu proses bisnis transaksi reksadana yang dilakukan melalui S-INVEST. Proses bisnis transaksi reksadana ini adalah pengiriman dana subscriptions yang merupakan pengiriman dana yang dikumpulkan oleh Selling Agents dari investor reksadana, untuk dikirimkan ke bank kustodian guna keperluan setelmen pembelian reksadana. Penggunaan CeBM untuk pengiriman dana subscriptions telah memasuki tahapan User Acceptance Test (UAT) Tahap I. Implementasi penggunaan CeBM untuk pengiriman dana transaksi reksadana tersebut direncanakan dapat diimplementasikan, bersamaan dengan implementasi S-INVEST (Tabel 3.10). 82 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.10 Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek di Pasar Modal ­ ­ 2. Penerbitan ketentuan Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet13 Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagai tindak lanjut dari penerbitan ketentuan implementasi Standar nasional Teknologi Chip14 yang diterbitkan di Indonesia. Ketentuan Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet mengatur kepemilikan dan penetapan standar nasional, persetujuan sebagai pengelola standar nasional, tugas, wewenang, dan kewajiban pengelola standar nasional; serta pengawasan, laporan, dan evaluasi pengelolaan standar nasional. 3. Penerbitan ketentuan15 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Tujuan penerbitan peraturan tersebut adalah untuk mendorong stabilitas sistem keuangan dan moneter melalui: a. Sistem Pembayaran (SP) yang lancar, aman, efisien, dan andal yang berkontribusi terhadap perekonomian, dengan memperhatikan perluasan akses, perlindungan konsumen, dan kepentingan nasional; b. Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) yang mampu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dalam kondisi yang layak edar, dan aman dari upaya pemalsuan di seluruh wilayah NKRI dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan kepentingan nasional; dan c. Kegiatan Layanan Uang (KLU) yang sehat dengan tata kelola yang baik dan memenuhi peraturan perundang-undangan. 13 14 15 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/15/DKSP Tanggal 20 Juni 2016 perihal Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/52/DKSP tanggal 30 Desember 2015 perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/9/PBI/2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 83 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Ketentuan tersebutmencakup beberapa hal-hal. Pertama, tujuan pengaturan SP, PUR, dan KLU. Kedua, cakupan pengaturan SP dan PUR. Ketiga, tujuan pengawasan penyelenggaraan SP, PUR, dan KLU. Keempat, objek pengawasan di bidang SP, PUR, dan KLU. Kelima, objek pengawasan dalam rangka penerapan kewajiban penggunaan Rupiah. Keenam, bentuk/metode pengawasan. Ketujuh, kewajiban penyampaian dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan dalam rangka pengawasan. Kedelapan, kewenangan menugaskan pihak lain untuk melakukan pengawasan. Kesembilan, tindak lanjut atas hasil pengawasan dan sanksi. 4. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II Tahap II Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal, Bank Indonesia mengimplementasikan fitur baru pada layanan SKNBI, yaitu bulk payment. Fitur bulk payment terdiri atas Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan Reguler (debit). Fitur bulk payment dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran yang dilakukan secara berkala dengan lebih mudah dan efisien. Fitur baru ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, hal ini tercermin dari rata-rata harian transaksi Pembayaran Reguler periode Mei - Juni 2016 tercatat sejumlah 2.836 transaksi. Kalangan perbankan pun telah melakukan berbagai persiapan untuk melayani kebutuhan transaksi Penagihan Reguler. Untuk Layanan Penagihan Reguler, masyarakat diperkirakan mulai aktif memanfaatkannya pada triwulan III-2016. Secara proses bisnis, Bank Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah menyepakati beberapa hal yang harus dilakukan oleh Peserta Penagih dan Peserta Tertagih guna mendukung kelancaran operasional Layanan Penagihan Reguler. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan baru untuk memperkuat penyelenggaraan SKNBI16, serta penyempurnaan ketentuan tentang Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui SKNBI17. Adapun pokok-pokok perubahan yang diatur dalam ketentuan dimaksud antara lain: a. Perubahan status peserta karena pengunduran diri, self-liquidation, penggabungan, dan peleburan diatur secara lebih detail. b. Perubahan kebijakan dan tata cara perubahan waktu operasional. c. Penyesuaian jam layanan transfer dana menjadi pukul 06.30 – 16.30 WIB. d. Penyesuaian batas nominal penggunaan instrumen nota debit. e. Penyesuaian biaya layanan dalam SKNBI. 5. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai Bank Indonesia senantiasa mendukung perluasan penggunaan instrumen pembayaran nontunai di masyarakat. Hal tersebut tercermin dari berbagai upaya dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen pembayaran non-tunai. 16 17 84 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/9/DPSP perihal Perubahan atas SE Bank Indonesia No. 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui SKNBI. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Bank Indonesia berperan aktif mempercepat elektronifikasi transaksi keuangan melalui 5 (lima) kegiatan. Kelima kegiatan itu adalah penyusunan masterplan elektronifikasi, koordinasi dengan kementerian/lembaga dan instansi terkait, fasilitasi elektronifikasi transaksi pemerintah, insentif penggunaan transaksi non tunai, dan kajian elektronifikasi pemerintah daerah. Sebagai rangkaian kegiatan Festival Smart Money Smart City, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan seminar terkait sistem pembayaran dan elektronifikasi. 6. Pengaturan Transfer Dana Nasabah Antar Bank melalui Sistem BI-RTGS untuk Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah memerangi dan mencegah tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank Indonesia telah melengkapi peraturan transfer dana nasabah melalui Sistem BI-RTGS, dengan penyempurnaan ketentuan tentang Penyelenggaran Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika18. Penyempurnaan ketentuan tersebut mengatur pembatasan terhadap nasabah yang dapat menerima transfer dana melalui Sistem BI-RTGS, yaitu hanya nasabah yang mempunyai rekening di bank penerima transfer dana. 7. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang antara lain untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Objek pengawasan meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri yaitu penyelenggara APMK, uang elektronik, Transfer Dana (TD), dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Agar dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh, pengawasan terhadap TD dan KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh masing-masing Kantor Perwakilan Bank Indonesia berdasarkan wilayah kerja. Pengawasan dapat dilakukan melalui pemeriksaan tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyelenggara dan/atau pemeriksaan langsung (onsite). Secara umum, ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk penerapan Anti Pencucian Uang) APU dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), serta pengendalian internal. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemeriksaan onsite terhadap penyelenggara APMK,TD BB dan KUPVA BB. Selain itu, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bersama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sesuai dengan Nota Kesepahaman. Objek pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang memiliki eksposur transaksi tinggi. 18 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 tentang Perubahan atas PBI No. 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaran Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 85 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BOKS Peran Sistem Pembayaran dalam Pengembangan Smart City Konsep Smart City bercirikan beberapa kriteria, yaitu konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Konsep ini akan membuat hidup lebih mudah dan sehat dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Penerapan Smart City bertujuan untuk menunjang kota di dalam dimensi sosial (keamanan), ekonomi (daya saing), teknologi, dan lingkungan (kenyamanan). Secara umum, tujuan Smart City adalah untuk membentuk kota dengan pembangunan yang berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Smart City juga dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan teknologi komputer yang cerdas dalam pembuatan komponen infrastruktur kota yang kritikal dan pengembangan jasa layanan kota seperti administrasi, pendidikan, kesehatan, keamanan masyarakat, perumahan, transportasi, dan sarana umum. Semua jasa layanan umum yang tersedia menjadi lebih pintar, saling terhubung, dan efisien. Peran sistem pembayaran nontunai dalam mendukung pengembangan Smart City sangat dibutuhkan. Mekanisme sistem pembayaran nontunai yang pintar, saling terhubung, dan efisien (Smart Payment) merupakan solusi pengembangan Smart City. Dibandingkan dengan sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran nontunai akan lebih memberikan efisiensi dan penerimaan yang lebih luas dalam mendukung solusi Smart City. Sistem pembayaran tunai memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak efisien, tidak praktis, tidak tercatat, dan berpotensi disalahgunakan untuk kejahatan. Di sisi lain, sistem pembayaran nontunai memiliki banyak kelebihan yaitu efisien, praktis, penerimaan luas, transparan, dan perencanaan ekonomi yang lebih akurat. Saat ini, instrumen sistem pembayaran nontunai yang dapat digunakan untuk bertransaksi sangat bervariasi. Instrumen pembayaran nontunai berbasis kertas, berbasis kartu (APMK), uang elekronik, dan transfer elektronik merupakan instrumen sistem pembayaran nontunai yang memiliki karakteristik tersendiri dan dapat digunakan di berbagai segmen. Namun demikian, APMK dan uang elektronik merupakan instrumen yang paling tepat sebagai solusi Smart City. Banyak potensi area dalam Smart City yang dapat dikembangkan untuk penggunaan instrumen sistem pembayaran nontunai seperti transaksi Government to Government (G to G), Government to Business (G to B), Government to Person (G to P), Person to Government (P to G). 86 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia B G P • APBN/D Distribution • Goods & services payment, Subsidy/ incentive • Social assistance, subsidy, Salary (Civil Servant), B • Tax and Non-Tax Revenue (Retribution, • Business partner supplier – retailer, Goods & services • Salary, Incentive/Bonus, Goods & services payment P • Tax and Non-Tax Revenue (Retribution, • Payment to company/BUMN/ BUMD • Goods & services payment, Salary/Bonus, G Smart Payment dalam Smart City sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang diinisiasi oleh Bank Indonesia. Smart Payment diharapkan dapat menjadi katalis penggunaan intrumen sistem pembayaran nontunai secara masif. Berbagai program GNNT yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah sebagai berikut: • Launching Kartu Jakarta One, 2016 • FestivalSmart Money Smart City, 2016 • FestivalGNNT(“CintaNonTunai,CintaRupiah”),2015 • PencananganGNNT,MoU&DeklarasiGNNT,2014 • E-ticketing KCJ 2013, 2014 • KawasanNon-TunaiKampusUI,2013 • InterkoneksiTransferAntarPrinsipalATM,2013 • E-ticketingKeretaBandaraKualaNamuStasiunMedan,2013 • PilotProjectBranchlessBanking,2013 • InterkoneksiP2PTransferantar3Telco,2013 • E-ticketing TransJakarta, 2013 • E-ticketing TransJogja dan Solo, 2012 • E-payment Tol (e-Toll), 2009 Berbagai tantangan akan dihadapi dalam implementasi Smart Payment, seperti tantangan dari sisi infrastruktur, service level, harmonisasi kebijakan, serta interoperabilitas dan interkoneksi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan komitmen dari seluruh stakeholder terkait seperti pemerintah, masyarakat, dan Kementerian/Lembaga. Dalam mewujudkan Smart Payment di Smart City, Bank Indonesia bertindak sebagai regulator, pemberi izin, pengawas, fasilitator, edukator, dan penjamin perlindungan konsumen. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 87 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang Rupiah melalui penyediaan uang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke wilayah terpencil. Untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dilakukan melalui kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah yang ditempuh melalui tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, layanan kas yang prima. Pelaksanaan dari ketiga pilar tersebut bertujuan sebagai berikut: Ketersediaan Uang Rupiah Dalam mencapai, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, selama triwulan II-2016 Bank Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang merupakan amanat Undang-Undang tentang Mata Uang. Dalam kegiatan perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun 2016 dan 2017. Jumlah rencana cetak uang pada tahun 2016 adalah sebesar Rp181,83 triliun terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sedangkan rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun, terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Kesepakatan rencana cetak tersebut dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate). Rencana itu juga berdasarkan asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia melakukan review secara periodik terhadap estimasi kebutuhan uang dengan mempertimbangkan perkembangan asumsi makroekonomi dan kebutuhan khusus menjelang periode Ramadan/Idul Fitri tahun 2016. Dari sisi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah memusnahkan sebesar Rp49,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas. Nilai pemusnahan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang. Selama triwulan laporan, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, dan Sekretariat Kabinet terkait dengan penggunaan gambar Pahlawan Nasional pada uang Rupiah yang akan dikeluarkan, termasuk penyusunan Keputusan Presiden mengenai gambar Pahlawan Nasional. Terkait rencana penggunaan gambar kesenian nusantara pada uang Rupiah yang baru, Bank Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama beberapa instansi terkait yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi, akademisi dari Institut Kesenian Jakarta dan Institut Seni Indonesia Surakarta, serta pakar/ahli seni nusantara. b. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Pada triwulan II-2016, realisasi cetak uang mencapai Rp52,56 triliun atau 28,9% dari rencana cetak selama tahun 2016. Realisasi cetak uang tersebut terdiri atas uang kertas 88 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia sebesar Rp52,18 triliun atau 2,29 miliar lembar uang kertas dan uang logam Rp379,02 miliar atau 585,90 juta keping uang logam. c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah 1) Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) Pada triwulan II-2016, seluruh unsur Botasupal telah menyelenggarakan rapat koordinasi19 yang menyepakati perlunya optimalisasi dalam beberapa aspek koordinasi. Pertama, tukar menukar informasi, termasuk terkait dengan peningkatan unsur pengaman uang Rupiah kertas. Kedua, regulasi pengadaan bahan baku dan mesin cetak uang . Ketiga, perlu adanya daftar pelaku kejahatan uang palsu secara nasional. Di samping itu, upaya koordinasi Bank Indonesia dan Kepolisian RI dapat lebih ditingkatkan dalam rangka mempercepat proses penanganan kasus kejahatan peredaran uang Rupiah palsu. 2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada pemegang uang tunai (cash handlers), seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR)20, penegak hukum, dan masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk menekan jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang di Bank Indonesia yang berasal dari setoran perbankan. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan 15 kali kegiatan sosialisasi dengan peserta berasal dari 11 bank nasional, Badan Musyarawah Perbankan Daerah, dan anggota Asosiasi Perusahaan Jasa Angkutan Uang dan Barang Berharga Indonesia (Apjatin). Di samping itu, pada periode laporan Bank Indonesia juga telah melakukan 15 kali kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di Indonesia yaitu Jakarta, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Sumedang, Solo, Cirebon, dan Brebes. Sosialisasi dilakukan dalam bentuk tatap muka, pameran, dan pagelaran kesenian tradisional dengan peserta dari masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa, guru, dosen, dan aparat penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan. 3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah. Data dan analisis dari BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. 19 20 Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012,yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, KementerianKeuangan, dan Bank Indonesia. Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahanuang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan (penghitungan,penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan TunaiMandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauankecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 89 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 18 kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 18 kali pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Barang bukti uang Rupiah yang diduga palsu berdasarkan pemeriksaan Kepolisian berjumlah 21.112 lembar pecahan Rp100.000, 1.999 lembar pecahan Rp50.000 dan 18 lembar pecahan Rp20.000. Distribusi dan Pengolahan Uang Dalam rangka mencapai yaitudistribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, Bank Indonesia melakukan kegiatan yang meliputi antara lain: a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Peningkatan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah terus dilakukan untuk meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Pada triwulan II-2016, khususnya dalam rangka menghadapi periode Ramadan, Bank Indonesia telah merealisasikan distribusi uang sebesar Rp135,75 triliun dalam berbagai pecahan. Dari jumlah distribusi uang tersebut, sebesar Rp88,86 triliun (65,5%) untuk memenuhi kecukupan persediaan kas KPwBI DN dan Rp46,89 triliun (34,5%) untuk unit kerja kas di KPBI. Pangsa terbesar distribusi uang ke KPwBI DN ditujukan kepada KPwBI DN Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan, dengan jumlah masing-masing sebesar Rp18,76 triliun, Rp17,67 triliun dan Rp8,92 triliun. b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan Dalam rangka melakukan distribusi uang rupiah ke seluruh wilayah NKRI, Bank Indonesia kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Kerja sama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal yang menjadi alternatif bagi Bank Indonesia. Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal penumpang menjadi alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan (seluruh jalur distribusi dalam gambar 3.1). 90 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.1 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia Layanan Kas Prima Kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai pilar ketiga, yaitu layanan kas prima pada triwulan II-2016 antara lain adalah: a. Layanan Kas Periode Ramadan/Idul Fitri 2016 Selama periode Ramadan/Idul Fitri 2016, jumlah penarikan uang Rupiah oleh perbankan dan masyarakat (outflow) tercatat sebesar Rp146,1 triliun atau 91,1% dari proyeksi outflow sebesar Rp160,4 triliun. Sementara itu, uang Rupiah yang masuk ke Bank Indonesia dari perbankan dan masyarakat (inflow) sebesar Rp28,9 triliun atau mencapai 96,8% dari proyeksi inflow sebesar Rp29,9 triliun. Namun demikian, realisasi outflow tersebut meningkat 4,3% dibandingkan outlfow periode Ramadan tahun sebelumnya sebesar Rp140,0 triliun. Faktor utama meningkatnya jumlah kebutuhan uang Rupiah oleh perbankan dan masyarakat adalah: (i) pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/ TNI/Polri, (ii) jumlah hari libur yang lebih banyak dibandingkan 2015 yaitu dari 5 hari menjadi 6 hari, dan (iii) bertepatan dengan periode liburan sekolah. b. Layanan kas keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia atau tidak memiliki akses/belum terlayani oleh perbankan, maka Bank Indonesia terus mengoptimalkan layanan kas keliling. Bentuk layanan tersebut berupa penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar, yang dilakukan secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat umum). Selama triwulan II-2016, jumlah penukaran uang dalam rangka kas keliling mencapai Rp937,82 miliar atau meningkat 102,0% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, dan meningkat 93,0% (yoy) bila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah penukaran uang melalui kas keliling juga dipengaruhi oleh kerja sama Bank Indonesia dengan instansi pemerintah dan pihak lainnya, yaitu: Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 91 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia • Kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut (TNI-AL) dengan rute Kepulauan Morotai – Pulau Lirung – Pulau Marore – Pulau Sangihe. Kegiatan yang dilakukan adalah Kas Keliling, sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah, edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah, dan pemberian bantuan sosial melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). • Kerja sama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dengan rute Pulau Bajo – Pulau Weda – Pulau Saumlaki – Pulau Karimun. Selain layanan penukaran, Bank Indonesia juga menyosialisasikan ciri keaslian uang Rupiah, edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah, dan pemberian bantuan sosial melalui PSBI. • Kerja sama dengan Polisi Perairan (Polair) di Kepulauan Seribu, dengan rute Pulau Tidung – Pulau Harapan – Pulau Kelapa – Pulau Panggang. • Kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia untuk memperluas kerja sama penukaran uang kecil di beberapa Stasiun Kereta Api. c. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menambah tiga Kas Titipan yaitu di Balige (Provinsi Sumatera Utara), Tanjung Balai Karimun (Provinsi Kepulauan Riau), dan Singaraja (Provinsi Bali). Bank pengelola Kas Titipan di Balige dan Tanjung Balai Karimun adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI) dengan jumlah bank peserta masing-masing sebanyak 4 (empat) dan 9 (sembilan) bank. Sedangkan untuk Singaraja, PT Bank Mandiri ditunjuk sebagai bank pengelola Kas Titipan yang beranggotakan 9 (sembilan) bank peserta. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir Juni 2016 terdapat 43 (empat puluh tiga) Kas Titipan dengan jumlah peserta 384 kantor bank. Jumlah penarikan uang Rupiah oleh bank peserta Kas Titipan sebesar Rp21,7 triliun, naik 207,5% (qtq) dibandingkan triwulan I-2016 sebesar Rp7,1 triliun. Secara tahunan, jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi 91,7% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp11,3 triliun. Hal ini sebagai dampak penambahan jumlah Kas Titipan untuk mendukung kelancaran transaksi pembayaran dalam kegiatan ekonomi masyarakat serta bersamaan dengan periode Ramadan dan Idul Fitri 2016. Penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera (Rp9,0 triliun), kemudian diikuti oleh Kalimantan (Rp6,0 triliun) serta wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara (Rp5,8 triliun). 3.4. Kerja Sama Internasional Bank Indonesia berperan aktif dalam berbagai fora internasional. Perkembangan ekonomi global saat ini masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Hal ini sejalan dengan perkembangan pemulihan ekonomi di beberapa negara maju yang tidak sesuai harapan dan keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit). Situasi ini masih menjadi topik utama di berbagai fora internasional dan regional yang diikuti oleh Bank Indonesia. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia ikut menghadiri berbagai fora internasional seperti Kelompok 20 Negara (G20), ASEAN, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank for International Settlements (BIS). Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya koordinasi antar otoritas, komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju/sistemik, serta sharing policy mix yang dilakukan oleh otoritas. 92 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Hal ini penting dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, memperkuat sistem keuangan global dan jaring pengaman keuangan internasional, serta mendukung peningkatan investasi dan pembangunan infrastruktur. 3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20 Pada triwulan II-2016, kelanjutan agenda Jalur Keuangan G20 (Finance Track) dilakukan melalui Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, dimana pokokpokok hasil pertemuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Perekonomian Global dan Growth Framework. Komitmen untuk terus menggunakan seluruh perangkat kebijakan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kepercayaan pasar. Terkait dengan reformasi struktural, G20 sepakat untuk menyusun 9 (sembilan) area prioritas reformasi struktural G2021, guiding principles, dan sistem indikator yang menjadi referensi bagi negara G20 dalam menentukan agenda reformasi struktural. b. Arsitektur Keuangan Internasional. Komitmen untuk melanjutkan agenda reformasi sistem moneter internasional melalui 5 (lima) area yaitu: (i) penguatan monitoring dan Capital flows Measures (ii) penguatan Global Financial Safety Net (GFSN), (iii) reformasi IMF, (iv) penguatan proses sovereign debt restructuring dan debt sustainability dan (v) peningkatan peran SDR (Special Drawing Rights) pada sistem moneter internasional. c. Investasi dan Infrastruktur. Komitmen untuk mendorong Multilateral Development Banks (MDBs) untuk melaksanakan action plan dan mendukung peluncuran Global Infrastructure Connectivity Alliance guna meningkatkan sinergi dan kerjasama program infrastruktur, termasuk di tingkat regional. d. Reformasi Sektor Keuangan. Komitmen untuk terus mengimplementasikan agenda reformasi sektor keuangan secara konsisten dan tepat waktu, termasuk implementasi Basel III dan total loss absorbing capacity (TLAC) standard dan Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs). e. Isu-Isu Lainnya. Komitmen untuk mendorong implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI) tidak hanya untuk negara G20. Semua negara dan jurisdiksi diharuskan untuk menandatangani Multilateral Convention dan meng-upgrade status implementasi AEOI pada level yang lebih baik paling lambat pada KTT G20 2017. G20 akan memberikan sanksi (defensive measures) bagi non-cooperative jurisdictions. G20 menegaskan kembali komitmen untuk memerangi dan mengatasi semua sumber, teknik, dan saluran pendanaan teroris. Sebagai tindak lanjut dari Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 telah dilakukan beberapa pertemuan pada level working group. Pertemuan itu dilakukan melalui Framework Working Group (FWG), International Financial Architecture Working Group (IFA WG), dan Investment and Infrastructure Working Group (IIWG). Dalam pertemuan-pertemuan G20 di atas, delegasi Bank Indonesia hadir bersama dengan delegasi Kementerian Keuangan. Delegasi Indonesia menyampaikan masukan dalam bentuk intervensi dan usulan pada beberapa isu berkaitan bagi kepentingan Indonesia, yakni sebagai berikut: 21 9 Area Prioritas Reformasi Struktural G20: (1) Promoting Trade and Investment Openness, (2) Advancing Labour Market Reform, Educational Attainment and Skills, (3) Encouraging Innovation, (4) Improving Infrastructure, (5) Promoting Fiscal Reform, (6) Promoting Competition and an Enabling Environment, (7) Improving and Strengthening the Financial System, (8) Enhancing Environmental Sustainability, (9) Promoting Inclusive Growth. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 93 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a. Indonesia mendukung koordinasi dan komunikasi kebijakan global. Terkait isu perekonomian global, Indonesia menyampaikan pentingnya koordinasi dan komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju/sistemik, serta melakukan sharing bauran kebijakan (policy mix) yang dilakukan otoritas. Indonesia juga menyampaikan pentingnya ruang kebijakan fiskal (fiscal policy space) untuk mendukung program dan agenda pembangunan (investasi infrastruktur) melalui optimalisasi pajak (tax optimization) dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). b. Indonesia meminta negara-negara G20 fokus pada implementasi komitmen strategi pertumbuhan ekonomi di Brisbane.Terkait isu Reformasi Struktural dalam Growth Strategy, Indonesia menyampaikan fokus perhatian pada implementasi komitmen di Brisbane, Antalya, dan komitmen lainnya dalam Growth Strategy. c. Indonesia mendukung Global Infrastructure Connectivity Alliance. Terkait isu investasi dan infratstuktur, sebagai co-chair, Indonesia mendukung Global Infrastructure Connectivity Alliance. Indonesia menyampaikan bahwa konektivitas infrastruktur dapat memiliki 3 (tiga) dimensi, yaitu konektivitas fisik (jalan, bandara, pelabuhan), konektivitas virtual (broadband, internet), dan konektivitas data dan informasi (hub). Indonesia mendorong optimalisasi peran Multilateral Development Banks (MDBs) dalam pembiayaan infrastruktur, terutama di negara-negara berkembang. d. Indonesia mendukung penyusunan best practices dari Capital Flows Measures (CFM).Terkait reformasi arsitektur keuangan internasional, Indonesia menyampaikan dukungan agar IMF menyusun best practices dari Capital Flows Measures (CFM), terutama untuk capital outflow measures serta perlunya IMF mengeksplorasifasilitas baru yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. e. Indonesia meminta Financial Stability Board (FSB) untuk memonitor reformasi keuangan.Terkait dengan reformasi sektor keuangan, Indonesia meminta FSB untuk memonitor langkah yang telah dilakukan guna membantu negara-negara dan pasar sedang berkembang (EMDCs) mengatasi tantangan dalam mengimplementasi reformasi. Indonesia juga menyampaikan perlu dilakukannya asesmen kemungkinan terjadinya procyclicality atau suatu fenomena yang memperbesar umpan balik antarsistem keuangan maupun sistem keuangan dengan makroekonomi. Procyclicality terjadi akibat regulasi internasional yang terlalu ketat di tengah kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia juga meminta IMF, FSB dan BIS agar dalam melakukan verifikasi (stock take) pengalaman negara terkait kerangka kebijakan makroprudensial dapat mengungkapkan prinsip-prinsip dari kelaziman praktik internasional (recognized international practices) dalam kebijakan makroprudensial (macroprudential policy). f. Indonesia mendukung implementasi Base Erosion and Profit Shifting dan Automatic Exchange of Taxi Information in Financial Sector (BEPS AEOI). Terkait isu perpajakan, Indonesia mendukung implementasi BEPS Action Plan dan AEOI secara tepat waktu dan inklusif. Indonesia mengharapkan adanya kerjasama dan kesepahaman di tingkat bilateral, regional, dan global dalam implementasi AEOI. Indonesia mengusulkan adanya sanksi kepada negara/yurisdiksi yang tidak turut serta dalam implementasi AEOI. Indonesia juga mendukung implementasi Beneficial Ownerships Principles sebagai bentuk transparansi informasi keuangan lintas negara. g. Indonesia mendukung implementasi Beneficial Ownership Financial Action Task Force (FATF). Terkait isu anti terorisme, Indonesia mendukung implementasi prinsipprinsip Beneficial Ownership dan FATF. Berdasarkan hasil penilaian FATF pada Februari 2015, Indonesia dinilai telah memiliki landasan hukum yang kuat dalam implementasi rekomendasi FATF. 94 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.4.2. Kerja sama dalam forum IMF Implementasi SKNBI Generasi II serta Sistem BI-RTGS Pada triwulan II-2016, Bankdan Indonesia melaksanakan beberapa kegiatan terkait BI-SSSStelah Generasi II keanggotaan Indonesia dalam IMF. Kegiatan itu antara lain menghadiri rangkaian pertemuan IMF Spring Meetings (13-17 April 2016) yang diselenggarakan di Washington D.C., Amerika Serikat dan menanggapi paper IMF mengenai “ASEAN-5 Cluster Report – Evolution of Monetary Policy Frameworks.” Bank Indonesia juga menyelenggarakan seminar mengenai “Review Of Fund-Supported Programs During Global Financial Crisis” pada 2 Mei 2016. 1. Rangkaian pertemuan IMF Spring Meetings antara lain membahas asesmen pertumbuhan ekonomi global, penguatan International Monetary System, dan diagnosis tren capital flows. Terkait dengan diagnosis capital flow, Indonesia mendukung rencana IMF untuk melakukan diagnosis mengenai tren capital flows untuk menjadi pembelajaran ke depan. Indonesia juga melihat adanya ruang untuk memperbaiki Global Finance Safety Nett (GFSN), khususnya terkait dengan peningkatan prediktibilitas dan aksesibilitas terhadap fasilitas IMF. 2. Tanggapan Indonesia terkait paper IMF tentang ASEAN-5 Cluster Report – Evolution of Monetary Policy Frameworks Secara garis besar, laporan menyajikan perubahan kerangka kebijakan moneter ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura) pada periode setelah Asian Financial Crisis (AFC), setelah Global Financial Crisis (GFC), periode unconventional monetary policy (UMP) yang dilakukan oleh Advanced Economies (AEs) dan pada saat terjadi taper tantrum. Terkait paper ini, Bank Indonesia menyambut baik ASEAN-5 Cluster Report IMF dan memberikan masukan terkait proses pengusulan dan penetapan target inflasi Indonesia. 3. Penyelenggaran seminar mengenai “Review Of Fund-Supported Programs During Global Financial Crisis” pada 2 Mei 2016 merupakan kerjasama IMF dengan Bank Indonesia. Pembicara dalam seminar tersebut berasal dari IMF yakni Mr. Papa N’Diaye dan Mr. Peter Allum (IMF), Sdr. Raden Pardede (mantan Ketua KSSK Indonesia), dan Sdr. Harmanta (Direktur Departemen Internasional, BI). Seminar ini dimaksudkan untuk mendiskusikan temuan dan hasil review IMF atas program IMF selama global financial crisis kepada stakeholder IMF di Asia termasuk Indonesia. 3.4.3. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) Pada periode ini, Bank Indonesia telah menghadiri dua pertemuan tingkat Gubernur Bank Sentral pada Mei dan Juni 2016. Pokok pembahasan dalam kedua pertemuan dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan ekonomi dan keuangan global setelah Brexit Terkait dengan dampak Brexit terhadap perekonomian dunia, BIS berpendapat perlunya kerja sama antar negara dalam mengatasi dampak Brexit terhadap fungsi pasar keuangan. Kerja sama dilakukan melalui penyediaan likuiditas dalam rangka meredam gejolak di pasar keuangan (financial market) dan melakukan monitoring secara seksama untuk memastikan keberlangsungan fungsi dan stabilitas pasar uang. 2. Foreign Exchange Market Intervention Pasca krisis keuangan global, bank-bank sentral di dunia menjadi lebih aktif melakukan intervensi di pasar valas. Terdapat dua pendapat yg berbeda mengenai peran intervensi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 95 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia valas di masa depan. Pertama, meyakini bank sentral akan semakin mengandalkan intervensi valas dalam jangka panjang untuk meredam volatilitas nilai tukar dan menjaga stabilitas keuangan secara umum. Kedua, peningkatan intervensi valas hanya bersifat sementara sebagai respons terhadap kebijakan moneter yang ekstra akomodatif di negara-negara maju dan akibat ruang penurunan kebijakan suku bunga yang semakin sempit. Pada kesempatan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan pandangan bahwa intervensi valas merupakan instrumen yang diperlukan sebagai first line of defense terhadap gejolak nilai tukar. Namun demikian, bank sentral juga perlu memberikan fleksibilitas bagi nilai tukar agar dapat berperan sebagai shock absorber seiring dengan berjalannya pasar keuangan dan pasar valas yang lebih efisien dan dalam. Intervensi valas juga perlu dilengkapi dengan kebijakan dan instrumen lain, seperti prudential measures dan capital flows management. 3.4.4. Kerja Sama ASEAN Terdapat rencana penguatan fungsi Senior Level Committee di bawah keketuaan Bank Indonesia dan Bangko Sentral ng Pilipinas dalam mengawal implementasi Strategic Action Plan agar manfaat dan kelangsungan integrasi ekonomi ASEAN selalu terjaga. Peningkatan peran tersebut dilakukan guna menyesuaikan perkembangan di kawasan, antara lain AEC Blueprint 2025, pendekatan holistik integrasi keuangan ASEAN melalui tiga pilar yaitu financial integration, financial inclusion, dan financial stability, pembentukan working committee baru di jalur keuangan, dan kondisi ekonomi global. SLC co-chairs telah melakukan pertemuan bilateral pada 15 Juli 2016 di Manila. Selaku SLC co-chairs, Bank Indonesia akan melakukan koordinasi dengan ASEAN Secretariat dalam pelaksanaan overall assessment untuk working committee secara menyeluruh dalam rangka implementasi integrasi keuangan di ASEAN. Selanjutnya, SLC co-chairs juga akan bekerja sama dengan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam melakukan asesmen surveillance makroekonomi dan stabilitas keuangan kawasan. 3.4.5. Kerja Sama ASEAN+3 Kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi) kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya penguatan resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangement terus dilakukan melalui peningkatan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM), maupun peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Penguatan CMIM hingga triwulan II-2016 masih difokuskan pada upaya peningkatan fasilitas CMIM, penguatan koordinasi CMIM dengan Global Financial Safety Net (GFSN), dan upaya peningkatan operasionalisasi CMIM. Upaya peningkatan fasilitas CMIM terutama dilakukan untuk fasilitas yang tidak terkait dengan fasilitas IMF (IMF de-linked portion), yang rencananya akan dinaikkan dari 30% menjadi 40%. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas CMIM, khususnya fasilitas CMIM yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF linked portion). Peningkatan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui penyempurnaan Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan. 96 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Untuk mendukung peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam implementasi CMIM, upaya peningkatan kualitas surveillance dan kapasitas organisasi AMRO sebagai International Organization (IO) terus dilakukan. 3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP April 2016 dilakukan pembahasan mengenai perkembangan ekonomi global dan regional. Menyikapi kondisi perekonomian saat ini, para deputi gubernur sepakat mengenai pentingnya kebijakan yang bersifat struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan dan secara fundamental mengatasi tekanan capital outflows. Dalam hal ini, para deputi gubernur menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan reformasi struktural yang bermakna, serta perlunya mengurangi over reliance terhadap kebijakan moneter dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Para deputi gubernur juga mendiskusikan tindak lanjut atas rencana penutupan Asian Bond Fund (ABF) 1 sebagaimana kesepakatan pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP Oktober 2015. Dana hasil penutupan Asian Bond Fund (ABF) 1 selanjutnya akan dialihkan ke ABF 2 sebagai upaya mendorong pengembangan pasar obligasi dalam local currency kawasan. Proses pengalihan disepakati mulai dilakukan pada Mei dengan target penyelesaian pada Juli 2016. Isu lain yang dibahas pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP April 2016 yaitu terkait dampak penerapan reformasi over the counter derivative market (OTC DM) oleh negara maju terhadap pasar keuangan kawasan. Dalam hal ini, para deputi gubenur sepakat bahwa dampak penerapan reformasi OTC DM terhadap terjadinya fragmentasi pasar keuangan kawasan relatif terbatas dan tidak mengganggu fungsionalitas pasar secara keseluruhan. Terkait Financial Market Infrastructure (FMI), saat ini berbagai negara di kawasan telah mulai melakukan pengembangan FMI dalam rangka memenuhi persyaratan OTC DM. Di samping itu, dalam diskusi juga diangkat isu mengenai penerapan ketentuan T+1 margin settlement requirement oleh otoritas Amerika Serikat dan Uni Eropa. Terkait hal ini, para deputi meminta agar dilakukan kajian lebih lanjut, termasuk asesmen apakah perlu dilakukan collective action. 3.4.7. Kerja Sama dengan Deutsche Bundesbank Di sela-sela pelaksanaan Pertemuan Tahunan Gubernur Bank Sentral negara anggota Bank for International Settlement (BIS) di Basel pada 25-26 Juni 2016, Bank Indonesia menandatangani kesepakatan bersama dengan Deutsche Bundesbank pada 26 Juni 2016 untuk meningkatkan kerja sama bilateral antar kedua bank sentral. Disepakatinya kerja sama di Basel ini menandai komitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dalam kerangka yang lebih komprehensif, terstruktur, dan sistematis (Structured Bilateral Cooperation). Kerja sama Bank Indonesia dan Bundesbank telah terjalin dengan baik, khususnya dalam bentuk peningkatan kapasitas (capacity building program) sejak 2008. Dengan mempertimbangkan adanya potensi penguatan dan perluasan kerja sama ke depan, kedua bank sentral sepakat untuk memperluas kerja sama di bidang tugas utama kebanksentralan (core function), yaitu kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial dan stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan setelmen. Peningkatan kerja sama akan mencakup policy dialogue, joint research dan joint seminar. Kedua bank sentral sepakat bahwa pembahasan dalam Policy dialogue lebih ditekankan dalam membahas pandangan terkait perkembangan ekonomi dan isu kebanksentralan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 97 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia lainnya, baik di tingkat tinggi maupun tingkat teknis. Sementara itu, dalam Joint research akan diutamakan pada topik-topik yang sesuai dengan kepentingan kedua bank sentral. Joint seminar mencakup peningkatan public awareness terhadap isu kebanksentralan di kedua bank sentral, termasuk kemanfaatannya bagi hubungan ekonomi kedua negara. Dengan adanya peningkatan kerja sama, pemahaman mengenai isu kebanksentralan diharapkan dapat meningkat. Kerja sama juga diharapkan dapat saling menguntungkan bagi peningkatan kapasitas kedua bank sentral sekaligus memperkuat hubungan ekonomi Indonesia dengan Jerman secara umum. 3.4.8. Kerja Sama Internasional Lainnya Menghadapi tekanan eksternal yang masih tinggi, penting bagi Indonesia untuk memiliki Jaring Pengaman Keuangan Internasional (JPKI) yang memadai sebagai salah satu upaya untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia, khususnya dalam kerangka penguatan kecukupan cadangan devisa. Salah satu upaya penguatan JPKI yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk kerja sama keuangan bilateral, seperti kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) antara Indonesia dan Jepang. Kerja sama BSA Indonesia-Jepang merupakan kerja sama yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dengan Bank of Japan (BoJ) sebagai agen dari Japan Ministry of Finance (JMoF). Dalam kerja sama tersebut disepakati penyediaan fasilitas bilateral swap USD dengan Rupiah yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek yang terjadi di Indonesia. Kerja sama BSA bersifat satu arah, yaitu hanya Bank Indonesia yang dapat berperan sebagai pemohon fasilitas dan BoJ/JMoF sebagai pemberi fasilitas. Dalam hal ini, BSA merupakan bagian dari second line of defense dalam kerangka JPKI Indonesia. BSA tersebut terdiri atas dua fasilitas, yaitu: (i) BSA Precautionary Line (BSA-PL) yang merupakan fasilitas pencegahan krisis/crisis prevention; dan (ii) BSA Stability Fund (BSA-SF) yang merupakan fasilitas penangan krisis/crisis revolution. Perjanjian kerja sama BSA Indonesia-Jepang pertama kali ditandatangani pada 17 Februari 2003 dan telah beberapa kali diamandemen dan diperpanjang. Perjanjian yang saat ini berlaku adalah Perjanjian BSA yang ditandatangani pada 12 Desember 2013 yang akan berakhir pada 12 Desember 2016. Mempertimbangkan pentingnya kerja sama BSA, pada 24 Mei 2016 Bank Indonesia telah melakukan pertemuan awal level teknis dengan JMoF dan BoJ untuk menyampaikan intensi Bank Indonesia melakukan perpanjangan Perjanjian BSA. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk memulai diskusi terkait perpanjangan BSA dengan melibatkan tiga pihak, yaitu Bank Indonesia, JMoF dan BoJ. Selain itu, dalam pertemuan Joint Working Group (JWG) pada 2 Juni 2016 di Bali, masing-masing pihak sepakat bahwa kerja sama BSA tersebut merupakan inisiatif kerja sama keuangan Indonesia-Jepang yang sangat penting. Oleh karena itu, diskusi mengenai perpanjangan BSA akan terus dilanjutkan. Bagi Bank Indonesia, pentingnya negosiasi perpanjangan BSA Indonesia-Jepang dilanjutkan bukan hanya karena kerja sama BSA tersebut dapat dimanfaatkan di tengah kondisi pasar keuangan global yang cenderung volatile dan adanya risiko spillover kebijakan moneter negara maju, tetapi juga yang paling penting adalah untuk memelihara keyakinan pelaku pasar dan investor. 98 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Fungsi komunikasi menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung visi dan misi Bank Indonesia 2024, yakni menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Hal ini dikarenakan dalam perumusan kebijakan utama Bank Indonesia, yakni: moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, komunikasi menjadi salah satu instrumen dan indikator kesuksesan kebijakan itu sendiri. Tahapan public awareness, understanding, acceptance dan advocacy menjadi tujuan/sasaran komunikasi kebijakan Bank Indonesia. Menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia untuk merumuskan berbagai rencana dan aktivitas komunikasi strategis yang tepat dan secara efektif menyasar kepada stakeholders, terutamanya komunikasi kebijakan yang memiliki magnitude tinggi, seperti misalnya komunikasi kebijakan reformulasi kebijakan suku bunga acuan atau dikenal BI-7 Day (Reverse) Repo Rate yang diberlakukan efektif pada 19 Agustus 2016. Bank Indonesia senantiasa menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi dengan tujuan komunikasi melalui bauran channel konvensional, elektronik, dan modern. Bank Indonesia berupaya menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi yang dimilikinya dengan tujuan komunikasi dapat lebih efektif mencapai tujuan. Harmonisasi instrumen komunikasi tersebut antara lain melibatkan perpaduan antara saluran (channel) konvensional, elektronik, dan modern multichannels communication (Tabel 3.11). Perkembangan teknologi yang sangat dinamis serta fenomena too much information syndrome mengharuskan Bank Indonesia untuk dapat menjawab tantangan berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Penggunaan youtube live streaming, digital ads, digital magazine dan mobile apps Bank Indonesia adalah beberapa inisiasi yang telah dan akan berjalan. Penyusunan key messages yang kuat, penggunaan teknologi komunikasi terkini, kustomisasi channel dan informasi yang tepat sangat mendukung pemahaman stakeholders dalam mendiseminasi tugas dan fungsi Bank Indonesia yang saat ini dirasakan semakin komplek. Tabel 3.11 Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Saluran Komunikasi Triwulan II-2016 No. SALURAN KOMUNIKASI Moneter ­ Stabilitas Sistem Pembayaran dan Kelembagaan Sistem Pengelolaan Uang Rupiah Keuangan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen tidak dapat merealisasikan tujuannya secara mandiri. Namun perlu keterlibatan, kerjasama, dan koordinasi yang matang dengan stakeholders penting, seperti misalnya media, pengamat, dan lembaga publik. Berkaitan dengan hal tersebut, sinergitas komunikasi antar stakeholders terus dan akan senantiasa dilakukan oleh Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 99 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada triwulan II-2016, berbagai kegiatan telah dilaksanakan Bank Indonesia dalam rangka membangun engagement dengan stakeholders seperti misalnya komunikasi rapat kerja RUU dan pendampingan kunjungan kerja Komisi XI DPR RI ke beberapa daerah terkait perekonomian daerah. Secara terjadwal dan konsisten menjalin komunikasi dan informasi kebijakan terkini dengan media, baik itu berbentuk press conference, media briefing, maupun training. Focus Group Discussion mengenai kondisi perekonomian dan kebijakan terkini juga secara rutin diagendakan (terjadwal setiap bulan setelah pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bulanan) dengan pengamat analis, pelaku pasar, dan ekonom, kementerian koordinator, serta Kementerian teknis. Selain itu, Bank Indonesia juga memanfaatkan grup sosial media sebagai salah satu saluran komunikasi yang cukup efektif untuk membangun hubungan, komunikasi serta berdiskusi seputar perkembangan ekonomi dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia Keberadaan Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) semakin dirasakan oleh publik. Selama triwulan II-2016, tercatat sebanyak 20.729 pemohon informasi yang masuk, baik melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media lainnya. Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum. Sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi kepada publik, BICARA 131 dituntut untuk memberikan pelayanan prima dan service excellence. Pada triwulan II-2016, Customer Satisfaction Index (CSI) BICARA 131 sebesar 95.76%. BICARA 131 juga telah memenuhi standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact center pertama di dunia yang tersertifikasi ISO 9001:2015. Dari sisi komunikasi online, website Bank Indonesia terus dikembangkan dari segi konten, desain, dan tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Selain itu, penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif menanggapi pertanyaan dan keluhan netizen adalah facebook dan twitter. Pada triwulan II-2016, Facebook Page Bank Indonesia mendapatkan Like sebanyak 23.456 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa liputan mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman, dan infografis. Followers Twitter @bank_indonesia meningkat hingga mencapai 322.042. Informasi yang disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Perkembangan video Bank Indonesia di youtube channel juga menunjukkan peningkatan. Jumlah video pada triwulan II-2016 sebanyak 190 video meningkat dari triwulan sebelumnya sebanyak 167 video. Pada triwulan ini, youtube channel Bank Indonesia memiliki penambahan subscriber sebanyak 2.134. Lebih lanjut, setelah diumumkan akan diadakan live streaming Rapat Dewan Gubernur pada 19 Mei 2016, viewers youtube BI melonjak menjadi 819 orang yang menyaksikan, meningkat lebih dari 100% dibanding hari sebelumnya. Instagram juga merupakan salah satu media sosial BI yang peningkatan followers-nya tinggi dan mendapat tanggapan baik dari netizen. Dalam rangka mengedukasi publik mengenai kebijakan Bank Indonesia terkini, Bank Indonesia secara rutin menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan secara gratis dan juga tersedia dalam bentuk apps. Majalah Gerai Info versi e-magazine memperoleh 100 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia penghargaan bronze dalam kompetisi tahunan sampul muka (cover) media internal korporasi dan lembaga (Indonesia inhouse Magazine Awards/InMA) Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers. Pada triwulan II-2016, contact center Bank Indonesia (BICARA 131) memperoleh prestasi dalam ajang Contact Center World 2016 di Kinabalu Malaysia dengan memperoleh 6 medali yakni: (i) Gold – Best Community Spirit, (ii) Silver – Best Direct Response Campaign, (iii) Silver – Best Use of Social Media in Contact Center, (iv) Bronze – Best Small Inhouse Center, (v) Runner Up – Best Quality Auditor, dan (vi) Runner Up – Best IT Innovation. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia Dalam bidang moneter, komunikasi kebijakan moneter pada triwulan II-2016 difokuskan pada: 1)komunikasi pengenalan dan persiapan implementasi suku bunga acuan yang baru untuk menggantikan BI Rate, atau dikenal sebagai BI-7 day (reverse) repo rate. Pengenalan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tersebut dilakukan pada 15 April 2016 dan berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016; 2) komunikasi penanganan inflasi, BI melakukan sosialisasi penghargaan kluster terbaik dalam pengendalian inflasi, komunikasi pengendalian inflasi ‘Program Sinergi Hulu Hilir Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital’ di Brebes – Jawa Tengah, komunikasi Rapat Koordinasi Ekonomi dan Keuangan Daerah, sampai dengan komunikasi menghadapi inflasi jelang Ramadan dan Idul Fitri 2016; 3) komunikasi kebijakan internasional, Bank Indonesia melakukan komunikasi pertemuan tahunan Bank for International Settlement (BIS) di Basel – Switzerland dan komunikasi peningkatan kerja sama bilateral Bank Indonesia dengan Bundesbank untuk pemberian predikat dari rating agency internasional juga turut dikomunikasikan diantaranya afirmasi peringkat level layak investasi (investment grade) oleh Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) dan bertahannya peringkat pada level BB+/positive outlookdariLembagapemeringkatStandardandPoor’s(S&P). Dalam bidang stabilitas sistem keuangan, pengaturan makroprudensial yakni transaksi lindung nilai (hedging), baik konvensional maupun syariah, serta pengaturan Counter Cyclical Buffer (CCB) menjadi topik besar komunikasi Bank Indonesia bidang stabilitas sistem keuangan periode triwulan II-2016. Bank Indonesia senantiasa mendorong penerapan hedging melalui komunikasi, edukasi, serta menjadi inisiator kerjasama delapan korporasi BUMN dengan tiga bank BUMN dalam melakukan lindung nilai atau FX line pada akhir Mei lalu. Masih dalam pengaturan makroprudensial, Bank Indonesia kembali melakukan komunikasi penetapan besaran tambahan modal bank berupa Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0% (nol persen) serta dilaksanakannya sosialisasi peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 26. Bank Indonesia juga turut mempromosikan ekonomi syariah melalui komunikasi joint seminar antara BI dengan Islamic Development Bank (IDB) dengan mengangkat tema ‘Peran Ekonomi Syariah untuk Mencapai Pertumbuhan Berkesinambungan’. Komunikasi Bank Indonesia dalam keterlibatan Indonesia dalam penyusunan dokumen Zakat Core Principles pada World Humanitarian Summit of United Nations di Istanbul – Turki juga menempati topik komunikasi bidang stabilitas sistem keuangan. Dalam bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dan Layanan Keuangan Digital (LKD) menjadi tema besaran komunikasi bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah periode triwulan II-2016. Berbagai komunikasi berbasis event yang dilakukan Bank Indonesia diantaranya komunikasi pilot project desa digital GNNT dan LKD di lima kabupaten, komunikasi Festival Smart Money Smart City, serta komunikasi kerja sama Bank Indonesia dengan beberapa kementerian mengenai penyaluran bantuan sosial secara elektronik (LKD). Menjelang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 101 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Ramadan dan Idul Fitri 2016 bulan Juli lalu, Bank Indonesia secara aktif mengomunikasikan pelayanan sistem pembayaran tunai dan non tunai melalui layanan kas keliling, Gerakan Peduli Koin, serta acara Bank Indonesia Peduli Mudik 2016 di rest area km.57 Cikampek. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Edukasi kebanksentralan dilakukan melalui pengajaran, diskusi, dan seminar. Selain itu, Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi dan pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional, baik domestik maupun internasional. Bank Indonesia secara aktif melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan Bank Indonesia. Salah satu kegiatan edukasi kebijakan adalah dengan melakukan kuliah umum Kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia aktif menyelenggarakan kuliah umum di beberapa universitas. Tema dan topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam. Seluruhnya terkait dengan fungsi dan tugas Bank Indonesia, antara lain kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah. Pada periode laporan juga diselenggarakan seminar nasional Forum Kepemimpinan Ekonomi Bangsa serta workshop Financial Programming Policies. Sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. Selama triwulan II-2016, tercatat 2 bank sentral telah mengunjungi Bank Indonesia, yaitu Bangladesh Bank dan Bank of Papua New Guinea 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Pemaparan kondisi terkini ekonomi dan respons kebijakan BI dan pemerintah senantiasa dikomunikasikan kepada investor dan lembaga rating untuk meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Sepanjang triwulan II-2016, Investor Relation Unit (IRU) Bank Indonesia telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Bentuk kegiatan tersebut antara lain persiapan asesmen S&P, investor briefing, investor conference call, dukungan dalam penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Indonesia, dan penguatan linkage IRU-Regional IRU-Global IRU. IRU juga secara rutin melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam upaya diseminasi informasi kepada stakeholders IRU (lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker). Persiapan asesmen S&P. Dalam rangka pelaksanaan asesmen tahunan lembaga pemeringkatS&P,IRUtelahberkoordinasisecaraintensifdenganberbagaikementerian/ lembaga, baik sebelum hingga setelah pelaksanaan asesmen tersebut. Dalam hal ini, IRU telah melaksanakan pertemuan Dedicated Team Meeting (DTM) tingkat teknis yang diikuti olehsepuluh10Kementerian/Lembaga(K/L)yangakanditemuiolehS&P. Conference call bersama kementerian. IRU juga telah melaksanakan investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q1-2016”. Conference call sebagai media peningkatan market confidence. Conference call yang diikuti oleh investor Asia dan Eropa merupakan salah satu media IRU untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi serta klarifikasi dari investor. Dengan demikian, langkah ini 102 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia diharapkan mampu meningkatkan market confidence pelaku pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia. IRU BI mendukung diseminasi kebijakan Operasi Moneter. IRU Bank Indonesia juga melakukan fasilitasi pelaksanaan sosialisasi “Penguatan Kerangka Operasi Moneter” kepada investor terkemuka dan lembaga pemeringkat. Hal tersebut sebagai upaya komunikasi awal atas penerapan 7-days repo rate oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia. Peran IRU Bank Indonesia dalam kegiatan penerbitan obligasi pemerintah. Dalam penerbitan obligasi Pemerintah RI pada triwulan II-2016, IRU Bank Indonesia juga terlibat aktif dalam tahap persiapan berupa pelaksanaan due diligence, penyusunan offering memorandum, dan proof reading. Dukungan Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN) terhadap peningkatan persepsi posisitif Indonesia. Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga turut didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN), baik di Singapura, Tokyo, London, maupun New York. Di bawah kerangka Global Investor Relations Unit (GIRU), KPwBI LN telah melakukan pertemuan secara berkala dengan mitra strategis di masing-masing wilayah kerja KPwBI LN, khususnya KBRI, KJRI, dan Indonesia Investment Promotion Centre (IIPC) untuk berkoordinasi dalam rangka mengelola persepsi positif ekonomi Indonesia. Pada triwulan laporan, masing-masing KPwBI LN juga mulai melakukan pemetaan potensi investor di wilayah kerjanya. Pemetaan itu bertujuan untuk mendukung upaya penguatan linkage IRU-RIRU-GIRU dan tercapainya kesesuaian antara supply dan demand investasi. Pertemuan KPwBI LN dengan Investor. KPwBI LN juga melakukan sejumlah pertemuan, baik dengan investor maupun memfasilitasi pertemuan dengan lembaga pemeringkat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan persepsi positif juga dilakukan melalui kerjasama dengan K/L terkait dalam penyelenggaraan sejumlah kegiatan seperti Business Forum di Singapura, Indonesian Festival 2016 di Kanada, Indonesia Infrastructure Forum 2016 di Los Angeles, Indonesia Minnesota Business Forum 2016 di Saint Paul. 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia Dengan ditetapkan Visi Bank Indonesia 2024 pada tahun 2014 yaitu menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil, sejak tahun 2014 Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. Untuk mewujudkan AFSBI dilakukan melalui Program Transformasi Bank Indonesia. Pada tahun 2016, Program transformasi Bank Indonesia terus berlanjut dengan 5 tema transformasi dan 28 Program Strategis (PS). Tema transformasi terdiri atas Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art Technology. Sementara itu, PS 1 sampai dengan 25 merupakan kelanjutan berbagai kegiatan yang telah dilakukan pada 2015 dengan tetap berfokus kepada pengembangan kerangka kebijakan dan operasionalisasi, penguatan mekanisme pengambilan keputusan, serta penyempurnaan infrastruktur. Bank Indonesia senantiasa mengukur efektivitas komunikasi program strategis BI agar dapat mengetahui dan meningkatkan pemahaman pegawai terhadap program transformasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 103 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada 2016, terdapat 4 (empat) Program Strategis yakni (1) PS 26 yang merupakan pengembangan dari PS 1, PS 2 dan PS 13 yang akan fokus kepada penguatan dasar kerangka operasional kebijakan moneter yang dilanjutkan dengan pelaksanaan inisiatif penguatan operasi moneter dan pengembangan pasar keuangan; (2) PS 27 merupakan pemisahan dari PS 2 pada 2015 untuk area makroprudensial; (3) PS 28, PS baru untuk memfokuskan pada penguatan posisi Bank Indonesia dalam pembahasan RUU terkait Bank Indonesia; (4) PS 29 merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan Financial Technology. 3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia Komunikasi program transformasi menyasar target perilaku pegawai perorangan maupun keseluruhan pegawai Bank Indonesia (microbehaviour dan macrobehaviour). Selain memberikan pemahaman mengenai Program Transformasi, kegiatan komunikasi akan mengukur hasil implementasi program strategis yang telah dijalankan. Atas implementasi 2015, Bank Indonesia mengukur efektivitas komunikasi melalui survei pada beberapa kegiatan yang diselenggarakan satuan kerja, dengan responden pegawai Bank Indonesia dari level menengah ke atas. Survei menghasilkan gambaran bahwa pemahaman beberapa penyampaian program strategis masih terbatas pada level Pimpinan, sedangkan level menengah masih perlu upaya peningkatan. Untuk mendorong pemahaman pegawai terhadap program transformasi, Bank Indonesia telah menyiapkan buku saku transformasi yang didistribusikan mulai April 2016 kepada seluruh pegawai Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia melaporkan secara periodik pencapaian dan informasi perkembangan pasar kepada Dewan Gubernur dan pegawai melalui berbagai forum dan media komunikasi internal. Pada 2016, fokus kegiatan komunikasi program transformasi akan lebih banyak pada pengukuran transformasi di satuan kerja Bank Indonesia. 3.6.2 Progres Program Strategis Bank Indonesia Selama triwulan II-2016, pelaksanaan Program Strategis (PS) untuk menyelesaikan target awal tahun. Beberapa hal yang telah diselesaikan pada setiap tema antara lain sebagai berikut: I. Policy Excellence Tema yang mengusung program peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan Bank Indonesia ini dijalankan melalui 7 (PS) pada 2016. Dalam tema ini, fokus utama program masing-masing adalah merumuskan dan memperkuat framework/kerangka kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (PS 1, 26 dan 27). Bank Indonesia juga mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan moneter (PS 2), pengembangan riset dan input pengambilan kebijakan, dan memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan (PS 3). Selain itu, Bank Indonesia menyusun metodologi monitoring Stabilitas Sektor Keuangan yang efisien dan efektif melalui regional dan national balance sheet serta Financial Imbalances (PS 4). Fokus program lainnya adalah memperkuat posisi Bank Indonesia untuk pembahasan RUU terkait Bank Indonesia (fokus utama PS 28). Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan rupiah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, Bank Indonesia mengkinikan ketentuan tentang kerangka kerja kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar. Kedua 104 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia kebijakan itu terintegrasi dengan kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran dan pengelolaan rupiah, termasuk di dalamnya kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, serta kebijakan internasional. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada bank indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA)22. Tujuan dari transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka BCSA adalah untuk memenuhi kebutuhan valuta asing bank yang digunakan antara lain untuk pembayaran perdagangan internasional dan/atau investasi langsung. Untuk memberikan pedoman pelaksanaan, Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan pelaksanaan mengenai transaksi repurchase agreement surat berharga dalam rupiah bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese yuan23. Ketentuan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Chinese yuan bank umum dalam pembayaran perdagangan internasional dan investasi langsung. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas akibat semakin terintegrasinya pasar keuangan global, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan tentang transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia24. PBI ini merupakan perubahan kedua, dengan poin penyempurnaannya adalah memperluas jenis valuta asing yang dapat ditransaksikan. Hal tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai rupiah dan sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan. II. Outstanding Execution Tema ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di Bank Indonesia yang dilaksanakan melalui 6 program strategis. Pertama, memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (fokus utama PS 6). Kedua pengelolaan manajemen risiko (fokus utama PS 9) untuk memastikan proses bisnis terus berjalan meski kondisi darurat. Ketiga, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan center of excellence di bidang surveillance tugas Bank Indonesia (fokus utama PS 5). Keempat, sentralisasi jaringan distribusi uang untuk mempercepat ketersediaan, ketepatan waktu, dan kualitas pengiriman uang sehingga uang yang beredar di masyarakat kuantitasnya memenuhi kebutuhan dan kualitas uang semakin baik (fokus utama PS 8). Kelima, upaya optimalisasi kapasitas percetakan uang untuk memenuhi kebutuhan uang yang meningkat (fokus utama PS 7). Sejalan dengan hal tersebut, program keenam adalah KPwBI DN dan Departemen Regional bekerja sama mengoptimalkan peran Bank Indonesia di daerah (fokus utama PS 10). Tujuannya agar KPwBI DN dapat berperan maksimal dalam memahami perekonomian daerah. Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyusun dua modul handbook statistik daerah dan pengembangan UMKM daerah. Modul ini sebagai acuan bagi KPwBI DN untuk mendukung peran advisory yang memberikan masukan bidang ekonomi kepada pemerintah daerah. Selain itu, Bank Indonesia membuka kas titipan di 9 lokasi yaitu: Blangpidie, Balige, Sungai Penuh, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Redeb, Tual, Tobelo, Singaraja, dan Kotabumi. Pembukaan kas titipan tersebut juga didukung dengan penerapan Sistem Informasi Layanan Kas Bank Indonesia (BISILK). BISILK diharapkan dapat mengoptimalkan transaksi proses pelaporan dan rekapitulasi atau pengolahan data transaksi uang kartal 22 23 24 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/7/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/ 12 /DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan. Peraturan Bank Indonesia No.18/8/PBI/2016 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 105 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia antarbank (TUKAB) yang sebelumnya dikelola secara manual dan mengakibatkan TUKAB tersegmentasi pada beberapa kelompok bank. III. Institutional Leadership Tema III mengusung penguatan peran Bank Indonesia sebagai inisiator/pelopor program terdepan dan diakui secara nasional maupun internasional. Tema ini dilaksanakan melalui 6 program strategis. Pertama, program penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung Kepentingan BI/Nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan (fokus utama PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan koordinasi dengan OJK, Kemenkeu, LPS, dan instansi terkait (fokus utama PS 12). Ketiga, pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 13). Melalui program keempat, Bank Indonesia juga mengembangkan ekonomi syariah melalui koordinasi lintas institusi, inisiatif pendirian International Islamic Financial Services Board (IFSB), pengembangan kurikulum pesantren, modul ekonomi dan keuangan syariah serta penyusunan ketentuan dan kerangka pengawasan Zakat dan Wakaf (fokus utama PS 14). Kelima, Bank Indonesia mendorong program elektronifikasi dan keuangan inklusif, serta instrumen pembayaran antara lain uang elektronik, pengadopsian Electronic Data Capture (EDC), dan layanan keuangan digital (fokus utama PS 15). Keenam, mengembangkan National Payment Gateway (NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP) sehingga nantinya terwujud interkoneksi dan interoperabilitas antar penyelenggara (fokus utama PS 16). Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian “Integrasi Sektor Keuangan ASEAN” yang menitikberatkan pembahasan pada proses integrasi di sektor perbankan, asuransi, dan pasar modal menuju integrasi keuangan ASEAN 2025. Selain itu, Bank Indonesia telah mengukuhkan keketuaan (chairmanship) Bank Indonesia sebagai co-chair di level Working Committee dan Senior Level Committee on Financial Integration (SLC). Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan repo syariah25 sebagai petunjuk teknis atas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah26 yang diterbitkan Februari 2016 lalu. Hedging syariah diharapkan dapat menjadi stimulus perkembangan industri keuangan syariah Indonesia dan mendukung pendalaman pasar keuangan syariah Indonesia sehingga mendorong penerbitan sukuk valas di masa mendatang. Selain itu, Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama 4 (empat) kementerian dalam koordinasi Kemenko PMK, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Pelaksanaan Elektronifikasi Pembayaran Bantuan Sosial. Nota Kesepahaman ini diperlukan sebagai dasar penguatan sinergi dalam implementasi penyaluran berbagai bantuan yang disalurkan oleh kementerian di dalam koordinasi Kemenko PMK, yaitu meliputi Program Simpanan Keluarga Sejahtera dan Program Subsidi Beras Sejahtera dari Kementerian Sosial; Program Indonesia Pintar dari Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan Bantuan Dana Desa dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 25 26 106 Surat Edaran (SE) eksternal BI No.18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 Perihal repo syariah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia IV. Motivated Organization Tema ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan motivasi pegawai. Tema ini dilakukan dengan 6 program strategis yang berkaitan erat dengan area Sumber Daya Manusia. Untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (fokus utama PS 18), career path dan job grading (fokus utama PS 19), pengembangan SDM (talenta) dan kepemimpinan yang mendukung (fokus utama PS 21) hingga manajemen kinerjanya (fokus utama PS 20). Selaras dengan itu, dilakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja sebagai wujud penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) (fokus utama PS 22). Sampai dengan triwulan II-2016, upaya penguatan sistem perencanaan SDM dilakukan dengan menyiapkan pedoman pelaksanaan proses reposisi pegawai, dan penerbitan ketentuan untuk memberikan panduan operasionalisasi manajemen kinerja Bank Indonesia. V. State of The Art Technology Tema ini berpijak pada pemanfaatan teknologi mutakhir untuk mempercepat progres pencapaian visi dan misi Bank Indonesia yang dilaksanakan dengan 3 program strategis. Ketiga program tersebut adalah penguatan sistem informasi di Bank Indonesia dimulai dengan desain arsitektur informasi Bank Indonesia (fokus utama PS 24), perbaikan pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (fokus utama PS 25), dan pemanfaatan Big Data dalam proses pengambilan keputusan di bidang moneter dan stabilitas sistem keuangan/SSK (fokus utama PS 23). Sampai dengan triwulan II-2016, tema ini telah memberikan progres antara lain dengan perbaikan pada Sistem Informasi Kehumasan dan Contact Center. Perkembangan lainnya adalah pelaksanaan Forum Manajemen Sistem Informasi (FMSI) untuk memastikan keselarasan program kerja Sistem Informasi dengan Information System – Enterprise Architecture (IS-EA) Bank Indonesia dan mendukung operasionalisasi Sistem Informasi Layanan Kas Bank Indonesia (BISILK). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 107 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pencapaian tujuan dan kinerja Bank Indonesia untuk mencapai visi Bank Indonesia 2024 tidak dapat dilepaskan dari dukungan kapabilitas internal. Dalam menjalankan kewenangannya, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam penerapan berbagai perangkat manajemen strategi, audit intern, manajemen risiko, pengelolaan keuangan, sistem informasi, aspek hukum, serta organisasi dan manajemen sumber daya. RINGKASAN KAPABILITAS INTERN BANK INDONESIA TRIWULAN II-2016 1. Untuk memastikan penerapan governance dilakukan secara terarah, konsisten, dan terkoordinasi, implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan governance framework Bank Indonesia. 2. Secara umum, pencapaian kinerja Bank Indonesia pada triwulan I-2016 mencapai target yang ditetapkan. 3. Bank Indonesia menyempurnakan perangkat organisasi untuk satuan kerja/unit kerja yang telah terbentuk guna mendukung pelaksanaan tugas satuan kerja. 4. Kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa sepanjang triwulan II-2016 dilakukan terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional. 5. Sebagian besar permasalahan yang menjadi temuan audit telah diselesaikan satuan kerja sesuai dengan komitmen yang disepakati bersama. 6. Kebijakan manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan good governance dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. 7. Dukungan Sistem Informasi (SI) pada 2016 difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information SystemEnterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024. 8. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 18 peraturan perundangundangan, yaitu tujuh Peraturan Bank Indonesia dan 11 Surat Edaran Eksternal. 9. Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.1. Tata Kelola (Governance) Implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan governance framework Bank Indonesia yang memuat lima elemen pokok yakni prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola (governance). Untuk memastikan penerapan governance dilakukan secara terarah, konsisten, dan terkoordinasi, implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan governance framework Bank Indonesia. Governance framework memuat lima elemen pokok yakni prinsip, komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola (governance). Setiap elemen pokok dari governance framework tersebut dijabarkan dalam sekumpulan aturan umum tata kelola yang menetapkan standar praktik terbaik. Pengaturan tersebut memberikan panduan atas penerapan aspek-aspek tata kelola dalam setiap kegiatan pada seluruh jenjang organisasi, agar sejalan dengan prinsip tata kelola. Sesuai prinsip tata kelola, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada 3 (tiga) prinsip yakni independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan dan penegakan governance di Bank Indonesia untuk menghasilkan kredibilitas dilaksanakan dengan mengedepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia. Terkait dengan komitmen tata kelola, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menginisiasi kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, aman, dan mendukung peningkatan kinerja pegawai Bank Indonesia. Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika baik di lingkungan Bank Indonesia maupun lingkungan lembaga yang berada di bawah kewenangan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia. Kerja sama ini sejalan dengan himbauan pemerintah dalam gerakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Terkait dengan struktur tata Kelola dan sebagai bentuk akuntabilitas, Bank Indonesia menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan Pemerintah. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang triwulan I-2016 kepada DPR-RI dan Pemerintah selaku stakeholders utama sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Selain kepada stakeholders tersebut, Bank Indonesia juga menyampaikan laporan kepada pengamat, media massa, akademisi, perguruan tinggi, dan lembaga negara terkait. Melengkapi laporan tersebut, Bank Indonesia telah menyampaikan penjelasan langsung terkait kebijakan dan kewenangannya kepada DPR-RI melalui rapat kerja. Selain itu, bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu oleh Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyusun tanggapan atas telaahan yang disampaikan oleh BSBI dengan posisi terakhir triwulan IV-2015. Telaahan BSBI terdiri dari telaahan atas laporan keuangan Bank Indonesia, anggaran operasional dan investasi serta prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional diluar kebijakan moneter dan pengelolaan aset. Terkait dengan proses tata kelola, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia sedang mempersiapkan penyempurnaan ketentuan mengenai kewenangan di Bank Indonesia. Penyempurnaan ketentuan ini antara lain mengatur mengenai sumber kewenangan, mekanisme pelimpahan dan pelaksanaan kewenangan, termasuk pelaksanaan kewenangan sementara. Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan pelaksanaan tugas di Bank Indonesia dilakukan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pejabat yang sesuai dan patut. Terkait dengan komitmen tata kelola, Bank Indonesia melanjutkan komunikasi dan sosialisasi internal terkait kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia. 110 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Dalam memenuhi aspek transparansi, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia membuat menu khusus untuk informasi terkait governance di halaman depan website Bank Indonesia. Penyampaian informasi ini mengacu kepada governance framework sebagaimana diatur dalam ketentuan tata kelola Bank Indonesia1. Dengan adanya menu governance ini, stakeholders dapat dengan mudah mengakses dan memahami kebijakan terkait governance yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Kebijakan tersebut antara lain rencana strategis Bank Indonesia, kode etik, gratifikasi, whistle blowing system, laporan harta kekayaan penyelenggara negara, proses perumusan dan pengambilan keputusan, dan manajemen risiko. Terhadap hasil tata Kelola, Bank Indonesia secara berkala melakukan evaluasi terhadap penerapan governance melalui survei tingkat keyakinan stakeholders. Dalam hal ini, survei dilakukan oleh pihak eksternal dengan berbagai responden (pemerintah, DPR-RI dan DPRD, pengamat, akademisi, pengusaha, perbankan, jurnalis, dan masyarakat) guna menjaga objektivitas dan memperoleh hasil yang independen dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada triwulan II-2016, telah dilakukan survey dengan tingkat keyakinan stakeholders mencapai 4.92 dari skala 1-6. Total nilai tersebut terdiri dari 4,95 untuk penilaian prinsip akuntabilitas, 4,90 untuk penilaian prinsip independensi, dan 4,88 untuk penilaian prinsip transparansi. Terkait dengan akuntabilitas, responden berpendapat pelaksanaan tugas BI sudah akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu BI juga sudah dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan koridor hukum yang berlaku. Sementara, dari aspek transparansi, responden berpendapat sosialisasi akan informasi yang disediakan BI masih perlu untuk ditingkatkan lagi, terutama terhadap DPRRI dan wartawan. 4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja Dengan ditetapkan Visi Bank Indonesia 2024 pada tahun 2014 yaitu menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil, sejak tahun 2014 Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan, dan perekomonian baik global, regional, dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktekpraktek yang terbaik (Gambar 4.1). 1 Dari 66 deliverables yang ditargetkan selesai pada akhir triwulan II-2016, sebanyak 48 deliverables telah dapat diselesaikan. Peraturan Dewan Gubernur No. 17/13/PDG/2015 tentang Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 111 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Gambar 4.1 Dalam AFSBI dilakukan penguatan terkait pelaksanaan fungsi utama Bank Indonesia di bidang moneter, makroprudensial (SSK), sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah serta strategic enablers menuju bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia merupakan gambaran Bank Indonesia di tahun 2024 yang dicapai melalui strategi: 1. Memperkuat Fungsi Utama Bank Indonesia untuk mencapai (a) kebijakan moneter yang kredibel dan konsisten, (b) kebijakan makroprudensial yang kredibel, proaktif dan surveillance yang kuat dan teruji, serta (c) kebijakan, pengawasan, dan penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang yang kredibel dan proaktif; 2. Proaktif dalam memelopori kerja sama dan kolaborasi di fungsi utama Bank Indonesia dengan stakeholder terkait; 3. Memperkuat strategic enabler yang mencakup aspek legal, Sumber Daya Manusia (SDM), Sistem Informasi (SI), governance, manajemen risiko dan pengendalian intern, perencanaan strategis, anggaran dan manajemen kinerja. Upaya mewujudkan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia melalui Program Transformasi Bank Indonesia diimplementasikan selaras dengan proses manajemen strategis dan manajemen kinerja Bank Indonesia yang dilakukan melalui Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia (SPAMK-BI). SPAMK-BI mencakup kegiatan perumusan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Kegiatan yang dilakukan pada triwulan II-2016 antara lain: a. Siklus Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK) dimulai dengan Board Retreat untuk merumuskan dan/atau melakukan penajaman Arah Strategis dan Strategi berdasarkan analisis lingkungan strategis, hasil identifikasi isu-isu strategis yang mempengaruhi Bank Indonesia, dan hasil evaluasi implementasi untuk tahun 2016. 112 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia b. Perumusan dalam Board Retreat menghasilkan arahan-arahan yang dituangkan dalam Arahan Tahunan Gubernur Bank Indonesia (ATGBI) yang berisi pedoman umum untuk menyusun usulan Program Kerja, Anggaran, dan Rencana Investasi (PKARI), yaitu rencana Program Kerja, rencana penerimaan dan pengeluaran anggaran Bank Indonesia yang dijabarkan untuk periode 1 (satu) tahun anggaran meliputi Anggaran Operasional dan Anggaran Kebijakan oleh masing-masing Satuan Kerja. Guna mengakselerasi implementasi Program Transformasi Bank Indonesia, pada tahun 2016 telah ditetapkan 28 (dua puluh delapan) Program Strategis dibawah 5 (lima) tema transformasi. Pengukuran pencapaian Program Strategis tersebut dilakukan melalui salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia, yaitu penyelesaian deliverables Program Transformasi. Dari 66 deliverables yang ditargetkan selesai pada akhir triwulan II-2016, sebanyak 48 deliverables telah dapat diselesaikan. 4.3. Manajemen Risiko Kerangka kerja manajemen risiko Bank Indonesia merupakan acuan implementasi Enterprise Wide Risk Management (EWRM) Bank Indonesia secara terintegrasi. Manajemen risiko terintegrasi bertujuan untuk menjaga kredibilitas kebijakan, kesinambungan keuangan, serta efisiensi dan efektivitas proses bisnis di Bank Indonesia. Desain kerangka kerja manajemen risiko Bank Indonesia terutama mengacu pada Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Berdasarkan fungsinya, desain tersebut mengelompokkan pengendalian risiko dalam tiga kategori. Pertama, pengendalian risiko secara first line of defense yang dilakukan oleh masingmasing satuan kerja (satker) yang melaksanakan proses bisnis. Kedua, pengendalian risiko secara second line of defense yang dilakukan oleh satuan kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko sebagai organisasi independen dari satker yang melaksanakan proses bisnis. Ketiga, satuan kerja yang menjalankan fungsi audit internal melakukan quality assurance untuk memastikan kegiatan pengendalian risiko dilaksanakan secara efektif. Kategori pengendalian risiko tersebut pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan budaya sadar risiko. Pada triwulan II-2016, penguatan fungsi manajemen risiko di antaranya dilakukan melalui reorganisasi fungsi manajemen risiko dan beberapa program manajemen risiko non-keuangan lembaga. Pada triwulan II-2016, penguatan fungsi manajemen risiko di antaranya dilakukan melalui reorganisasi fungsi manajemen risiko untuk mengotimalkan fungsi manajemen risiko agar lebih efektif guna mendukung kegiatan pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang fokus dan mendalam. Selain itu, telah dilakukan beberapa program di bidang manajemen risiko non-keuangan lembaga. Pertama, penguatan fungsi Internal Control Officer (ICO). Kedua, penetapan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC). Ketiga, asesmen risiko atas materi Rapat Dewan Gubernur. Keempat, pemantauan, review, dan penyampaian rekomendasi atas implementasi mitigasi risiko satuan kerja yang diprioritaskan atau yang memiliki profil risiko sangat tinggi dan/atau tinggi. Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, risiko sepanjang triwulan II-2016 relatif terkendali, didukung nilai tukar rupiah yang cenderung menguat seiring dengan modal masuk (capital inflows) yang meningkat. Pada periode triwulan, kegiatan manajemen risiko pengelolaan moneter mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Pemantauan kepatuhan melalui monitoring kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan operasi moneter dan ketentuan yang berlaku. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa seluruh transaksi moneter, baik dalam rupiah maupun valas, telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 113 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia b. Pemantauan terhadap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang bertujuan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar, rasio likuiditas, dan risiko operasional. Pembelian SBN di pasar sekunder tersebut telah dilakukan berdasarkan batasan sesuai ketentuan yang berlaku. c. Untuk mengantisipasi risiko pasar, pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia dilakukan melalui monitoring Market-to-Market (MTM), Value at Risk (VaR), dan durasi seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia. d. Monitoring terkait kegiatan intervensi spot jual dan beli valuta asing (valas) yang dilakukan dalam rangka menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Transaksi valas juga dilakukan secara lelang seperti Term Deposit valas konvensional dan syariah, dan FX Swap USD/IDR, untuk menjaga keyakinan pasar. Transaksi valas telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Asesmen dan pemantauan terhadap operasi moneter rupiah dan valas dilakukan dalam rangka mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter. Asesmen risiko juga diberikan untuk meminimalkan risiko kebijakan dan risiko reputasi sehubungan dengan rencana implementasi reformulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan devisa, risiko keuangan maupun risiko operasional secara umum terkendali sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa sepanjang triwulan II-2016 dilakukan terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional sebagai berikut: a. Manajemen risiko pasar: Secara umum, volatilitas mata uang dan suku bunga selama triwulan II-2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pergerakan tersebut dipengaruhi oleh spekulasi terkait referendum di Inggris yang berakhir dengan kemenangan kubu Brexit. b. Manajemen risiko kredit: Pada triwulan II-2016, risiko kredit relatif mixed. Beberapa negara maju mengalami penurunan rating atau outlook (a.l. Inggris, Austria, Finlandia, dan Jepang), sedangkan beberapa negara berhasil mempertahankan peringkat rating (a.l. Afrika Selatan, Irlandia, dan Prancis). c. Manajemen risiko likuiditas: Sepanjang triwulan II-2016, profil risiko likuiditas relatif terjaga sebagaimana tercermin dari maturity profile dengan jumlah aset jatuh tempo sebagian besar berjangka pendek dengan kualitas aset dalam kategori High Quality Liquid Asset (HQLA) untuk pemenuhan kewajiban valas. d. Manajemen risiko operasional: Sepanjang triwulan II-2016, profil risiko operasional pengelolaan devisa dapat terkendali relatif rendah. Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, kegiatan yang dilakukan pada triwulan II-2016 mencakup penguatan implementasi Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia (MKTBI) melalui forum MKTBI. Forum MKTBI tersebut antara lain digunakan sebagai sarana perumusan usulan kebijakan prinsipil dan strategis untuk memastikan kesinambungan operasional tugas kritikal Bank Indonesia, di antaranya penetapan kebijakan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC), serta penguatan Data Recovery Center (DRC) Bank Indonesia. Berdasarkan pemantauan terhadap risiko operasional, selama triwulan II-2016 terdapat gangguan terhadap aplikasi operasi moneter dan sistem pembayaran. Namun demikian, contingency plan dan mitigasi risiko telah dijalankan untuk mengatasi gangguan tersebut sehingga kegiatan pelayanan kepada stakeholders dapat berjalan secara normal seperti semula. 114 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Bank Indonesia telah melakukan upaya mitigasi risiko antara lain penambahan monitoring tools pada aplikasi operasi moneter dan sistem pembayaran, perbaikan sistem dan jaringan, serta optimalisasi genset untuk menanggulangi kekurangan pasokan listrik. Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan siklus manajemen Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk menjaga kelancaran pelayanan kepada stakeholders. 4.4. Audit Internal Fungsi audit internal di Bank Indonesia mengacu pada standar International Professional Practices Framework (IPPF) yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA). Kegiatan audit internal meliputi audit dan konsultansi untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi atas efektivitas pelaksanaan proses tata kelola (governance), risiko, dan pengendalian kegiatan Bank Indonesia. Untuk meningkatkan mutu audit, Bank Indonesia menyempurnakan metode audit Risk Based Internal Audit (RBIA) berupa diagnostic study dan penyusunan Rencana Audit Tahunan 2016. Selama triwulan II-2016, kegiatan audit internal mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwLN). Seluruh proses audit direncanakan dengan baik, didasarkan pada berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Fungsi audit internal berperan sangat penting dalam memonitor dan mendorong satuan kerja untuk segera menyelesaikan/memperbaiki kekurangan pada tata kelola dan pengendalian tersebut. Keberadaan audit internal diharapkan dapat menjadi lesson learnt bagi satuan kerja dalam meningkatkan kepedulian (awareness) atas risiko kelemahan pengendalian. Kegiatan audit internal memiliki fungsi untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi atas efektivitas pelaksanaan proses tata kelola (governance), risiko, dan pengendalian kegiatan Bank Indonesia. Sampai dengan akhir triwulan II-2016, sebagian besar tindak lanjut temuan audit internal telah diselesaikan satuan kerja sesuai dengan komitmen yang disepakati bersama. Hal ini semakin memperkuat penerapan tata kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan dengan baik. Fungsi konsultasi secara natural dilaksanakan bersamaan dengan audit yaitu pada saat proses diskusi auditor-auditee. Selain itu juga dilakukan pemberian advis melalui forum rapat dan tanggapan atas materi Rapat Dewan Gubernur. Fungsi audit internal Bank Indonesia juga menjalankan fungsi Liaison Officer untuk pemeriksaan BPK-RI terkait Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Untuk menyempurnakan proses kerja dan penguatan manajemen risiko, serta fungsi audit di Bank Indonesia dilakukan pengembangan aplikasi audit internal dan manajemen risiko yang terintegrasi. Selanjutnya, untuk mendukung implementasi Whistle Blowing System (WBS), dilakukan tindaklanjut atas laporan, evaluasi implementasi WBS dan sosialisasi internal guna meningkatkan efektivitas pengelolaan WBS. Secara terus menerus dan terprogram, Bank Indonesia mengembangkan kompetensi dan keterampilan auditor internal. Program tersebut dilakukan melalui pelatihan/workshop, magang, penugasan lembaga lain, dan sertifikasi. 4.5. Keuangan Internal Pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan diarahkan dalam upaya meningkatkan good governance dan memelihara sustainabilitas keuangan Bank Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran dan pengedaran uang, serta bidang stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai program kerja yang mendukung arah kebijakan Bank Indonesia dan memperkuat akuntabilitas Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 115 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai program kerja yang mendukung arah kebijakan Bank Indonesia dan memperkuat akuntabilitas Bank Indonesia. Pencapaian pada triwulan II-2016 meliputi sebagai berikut: 1. Penerapan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) antara lain melalui penerbitan berbagai aturan pelaksanaan maupun sosialisasi ke berbagai institusi dan kalangan akademisi. 2. Penguatan penerapan capital budgeting, dimana sampai triwulan II-2016 telah dilakukan asesmen atas usulan Rencana Investasi Bank Indonesia 2017. Asesmen dilakukan melalui analisis capital budgeting. 3. Sebagai bagian dari pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI), saat ini tengah dilakukan penyempurnaan Chart of Account (COA) Bank Indonesia. Penyempurnaan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bisnis dan informasi terkini untuk mendukung akuntabilitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia, khususnya di bidang keuangan. Berdasarkan hasil pengelolaan kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia, secara umum kondisi pada triwulan II-2016 adalah sebagai berikut: 1. Total aset/liabilitas per 30 Juni 2016 tercatat sebesar Rp1.902.839 miliar. Jumlah ini tidak jauh berbeda dari posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906.194 miliar, atau turun sebesar 0,18%. Unsur utama pada aset Bank Indonesia adalah surat berharga dan tagihan dalam valuta asing yaitu sebesar 73,34% dari total aset. Sedangkan unsur utama pada sisi liabilitas adalah uang dalam peredaran dan giro bank, masing-masing sebesar 33,74% dan 17,84% dari total liabilitas. 2. Pada periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2016, Bank Indonesia mencatat perolehan surplus sebelum pajak sebesar Rp16,45 triliun atau 19,98% dari surplus 2015. Surplus Bank Indonesia tersebut diperoleh dari penghasilan dan beban masing-masing sebesar Rp34,05 triliun dan Rp17,59 triliun. Penghasilan terbesar berasal dari pelaksanaan kebijakan moneter sebesar 98,75% dari total penghasilan. Sementara itu, beban Bank Indonesia sebagian besar berasal dari beban pelaksanaan kebijakan moneter yang mencakup 62,23% dari total beban. 3. Rasio Modal Bank Indonesia per 30 Juni 2016 tercatat sebesar 10,58%. Apabila rasio modal Bank Indonesia sampai dengan akhir 2016 tetap di atas 10%, maka akan terdapat sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah RI. 4. Untuk pencapaian target anggaran, realisasi Anggaran Pengeluaran Operasional Bank Indonesia per triwulan II-2016 adalah sebesar 44,90% dari total Rencana Anggaran Pengeluaran Operasional Tahun 2016. Pencapaian tersebut meningkat 0,30% dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi penerimaan, realisasi Anggaran Penerimaan Operasional Bank Indonesia pada triwulan II-2016 adalah sebesar 75,06% dari Total Anggaran Penerimaan Operasional Tahun 2016 dan mengalami penurunan 3,16% dibandingkan triwulan II-2015. Bank Indonesia terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan layanan Sistem Informasi. 116 4.6. Sistem Informasi Dukungan Sistem Informasi (SI) pada 2016 difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information System - Enterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024. Program transformasi dalam bidang SI tersebut dilakukan guna mewujudkan SI yang andal dan berkualitas, serta menerapkan teknologi terkini guna Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia mendukung high performance organization. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan layanan SI melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur sistem informasi maupun pengelolaan data center sesuai international best practice. Bank Indonesia juga terus meningkatkan kualitas dan pengamanan SI guna menghasilkan layanan SI yang berkualitas bagi stakeholders. Dengan implementasi strategi tersebut, transformasi SI diwujudkan melalui tema “State of the art technology” yang meliputi 3 Program Strategis (PS). Pertama, penerapan teknologi big data guna mendukung proses pengambilan keputusan. Kedua, penyusunan IS-EA dan implementasi proyek SI strategis. Ketiga, perbaikan tata kelola (governance) SI. Terkait dengan kegiatan perbaikan tata kelola SI, sampai dengan triwulan II-2016 telah diselesaikan target milestone yaitu proses penyusunan Surat Edaran Internal yang mengatur siklus dan proses pengembangan SI di Bank Indonesia. Pada triwulan II-2016 dilaksanakan perancangan Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC) berstandar internasional. Hal ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ketersediaan layanan SI yang telah menyelesaikan proses asesmen Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC). Dalam rangka peningkatan kualitas data yang mendukung proses pengambilan keputusan di sektor Stabilitas Sistem Moneter, pada triwulan II-2016 telah diselesaikan 3 (tiga) pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi terkait pemantauan pasar uang, pelaporan Devisa Utang Luar Negeri, dan pengelolaan informasi pada Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). Di sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), dukungan SI ditujukan untuk mendukung pengawasan SSK dan Makroprudensial melalui pemanfaatan data laporan dan statistik perbankan yang komprehensif. Pada triwulan II-2016, telah diselesaikan 3 (tiga) pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan terkait monitoring sistem keuangan, identifikasi dan asesmen risiko, serta quality assurance data. Pengembangan aplikasi juga untuk memenuhi kebutuhan informasi Keuangan Inklusif terkait Program Wirausaha, Program Klaster Ketahanan Pangan, serta Perkembangan Keuangan Inklusif dan UMKM. Dukungan SI terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) dilakukan melalui pengembangan aplikasi, baik untuk mendukung sistem pembayaran non tunai maupun tunai. Pada triwulan II-2016, telah diselesaikan 3 (tiga) pengembangan aplikasi. Pertama, pengembangan aplikasi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II untuk mengakomodasi pembayaran dan penagihan regular. Kedua, pengembangan kebutuhan layanan transaksi pemerintah terkait dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Ketiga, pengembangan pengelolaan layanan sistem pembayaran tunai terkait pengelolaan kas titipan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN). Di samping itu, Bank Indonesia melakukan peningkatan (enhancement) sistem pembayaran non-tunai untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan Electronic Trading Platform. Peningkatan ini untuk memfasilitasi transaksi keuangan pemerintah dan menjaga keandalan layanan sistem aplikasi tersebut. Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal juga dilakukan melalui pengembangan aplikasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan peningkatan Layanan Intranet Bank Indonesia, pengembangan sistem perpajakan internal, serta pengelolaan layanan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 117 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia kesehatan pegawai yang mendukung penerapan sistem otomasi ke arah paperless. Selain itu, dalam rangka mendukung transformasi Bank Indonesia, saat ini sedang dikembangkan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang meliputi proses talent pegawai, perencanaan karir, pengembangan kompetensi, dan proses rekrutmen. 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bank Indonesia telah menyempurnakan struktur organisasi baru sesuai amanat Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI). 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan dilakukannya penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI), dimana pada triwulan II-2016 Bank Indonesia telah membentuk satuan kerja baru untuk melaksanakan fungsi melaksanakan pengelolaan layanan di bidang logistik, kearsipan, dan pengamanan; dan satuan kerja untuk melaksanakan fungsi pengadaan barang dan jasa. a. Pemenuhan dan Pengembangan SDM Pemenuhan SDM Pada triwulan II-2016 Bank Indonesia melakukan pemenuhan internal pegawai melalui mutasi. Proses pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia Bank Indonesia juga dilakukan melalui rekrutmen eksternal. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah memenuhi kebutuhan pegawai kontrak waktu tertentu (PKWT) yang terdiri dari ahli dalam bidang sistem informasi, pengolahan data, pengamanan, analis, sekretaris, dan staf. Pengembangan SDM Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan SDM yang meliputi 6 area pengembangan. Keenam area itu adalah (1) On Boarding; (2) Leadership Development Program (LDP); (3) Competency Development Program (CDP); (4) Career Transition Program; (5) Program Tugas Belajar (PTB); dan (6) Attachment/Technical Assistance and Assignment Program. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan Program Pengembangan SDM-BI sebagai berikut : a. On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia tidak menyelenggarakan OBP karena belum terdapat perekrutan pegawai baru. b. Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan kepemimpinan (leadership) sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 (tiga) Program Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) Dasar, yaitu program pembekalan bagi pegawai yang promosi dari level asisten manajer ke manajer dan 2 (dua) Program Kepemimpinan Bank Indonesia Menengah (PKBI) Menengah, yaitu program pembekalan bagi pegawai yang promosi dari level manajer ke asisten direktur. c. Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 13 program sertifikasi dan 42 program non-sertifikasi. 118 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia d. Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purnabakti. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 kali program pembekalan masa persiapan pensiun (MPP). Program ini bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki masa purnabakti. e. Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa penuh Bank Indonesia atau pihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4 (empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS). f. Attachment/Technical Assistance and Assignment Program yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai melalui technical assistance (TA) yang diberikan oleh bank sentral negara lain. Pada triwulan II-2016, pegawai Bank Indonesia mendapatkan Technical Assistance dari De Nederlandsche Bank mengenai “Retail Payment and Market Infrastructure”. b. Manajemen SDM Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyetujui perencanaan kebutuhan sumber daya manusia untuk periode 2016-2019. Perencanaan ini mencakup pemenuhan sumber daya manusia di kantor pusat dan kantor perwakilan dengan mempertimbangkan pegawai penugasan di OJK yang akan kembali ke Bank Indonesia. Terkait dengan Kebijakan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK, telah dilakukan hal sebagai berikut: a. Menyusun rencana penempatan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan di OJK dan akan kembali ke Bank Indonesia. b. Rencana penempatan memperhatikan beberapa aspek, antara lain proyeksi kebutuhan SDM, kekosongan jabatan, keseimbangan KP dan KPwDN, mempertimbangkan fungsi tugas Bank Indonesia dan kapabilitas baru, rencana rekrutmen pegawai, serta keselarasan dengan implementasi People to Job Fit. c. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia Bank Indonesia telah melakukan berbagai program manajemen perubahan untuk mendukung pelaksanaan transformasi. Program ini diarahkan untuk mendukung produktivitas (performance culture), budaya sadar risiko (risk culture), dan budaya layanan prima (service culture) di Bank Indonesia. Program-program itu antara lain meliputi: a. Program eksplorasi personal branding untuk pegawai untuk mengekspolarasi potensi, strength & passion menggunakan metode role play. b. Integrasi pelaksanaan sosialisasi OSBI melalui Change Program (CP). Pelaksanaan benchmarking dengan mengunjungi lembaga inovator ternama oleh para pemenang innovation award. c. Sosialisasi unlock your potential pada Ramadan untuk mendorong pegawai menjadi diri yang sebaik-baiknya dengan beribadah, menemukan potensi dan melakukan kinerja terbaik yang disampaikan melalui sejumlah media seperti buku panduan Ramadan, screensaver, dan bahan ceramah para ustadz pengisi Ramadan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 119 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia d. Penyelarasan dengan penyelenggaraan kegiatan Bank Indonesia, yang dalam hal ini pegawai diajak untuk menemukan personal branding & makna berkarya melalui sejumlah aktifitas kreatif. e. Monitoring secara onsite (kunjungan langsung) dan coaching clinic kepada satuan kerja f. Pelaksanaan survei Culture Climate untuk melihat kondisi working engagement dan ketahanan kerja di Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan, yakni 7 PBI, 3 PDG, 11 SE Eksternal, dan 31 SE Internal. Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang berwenang menetapkan peraturan yang digunakan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan tugas sebagai bank sentral. Sepanjang triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas) peraturan perundangundangan, yang terdiri atas 7 (tujuh) Peraturan Bank Indonesia dan 11 (sebelas) Surat Edaran Eksternal. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan 34 (tiga puluh empat) peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Dewan Gubernur dan 31 (tiga puluh satu) Surat Edaran Internal. Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Beberapa pembahasan yang diikuti secara aktif oleh Bank Indonesia antara lain RUU tentang Pengesahan Protocol to Implement The Sixth Package of Commitments on Financial Services Under The ASEAN Framework Agreement on Services, RUU tentang Redenominasi, RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) antara lain RPP tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (RPP E-Commerce) dan RPerpres tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. 4.9. Program Sosial Bank Indonesia Program sosial dilaksanakan melalui program Indonesia Cerdas, pemberdayaan perempuan, dan program strategis dengan fokus pada ketahanan pangan strategis dan komoditas unggulan. 120 Sebagai bentuk kepedulian atau empati sosial Bank Indonesia untuk berkontribusi dalam membantu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat, Bank Indonesia menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Melalui program sosial, Bank Indonesia juga dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia. Program sosial yang dilakukan pada triwulan II-2016 meneruskan program yang telah dicanangkan pada triwulan I-2016, antara lain program Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada 150 BI Corner dan 50 Pojok Baca Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan II-2016, telah dibangun sebanyak 25 BI Corner. Sedangkan Pemberdayaan Perempuan lebih difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M) dan Youthpreneur serta Urban Farming. Selain itu, pada triwulan II-2016 masih melanjutkan program PSBI Strategis 2016 yang mengusung tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif” dengan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia didukung oleh 2 (dua) sub tema lainnya, yaitu Ketahanan Pangan Strategis dan Komoditas Unggulan. Dalam tahun 2016 terdapat 192 program yang melibatkan 45 Kantor Perwakilan Bank Indonesia, yaitu: No. 1) Sub Tema Jumlah Program Ketahanan Pangan 78 program 2) Komoditas Unggulan 33 program 3) Indonesia Cerdas 60 program 4) Pemberdayaan Perempuan 21 program Pada periode laporan, pelaksanaan PSBI dilakukan pula dalam Rangka Rapat Evaluasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (REKDA) di Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan PSBI yang dilakukan merupakan upaya Bank Indonesia dalam menumbuh kembangkan dan melestarikan sumber daya lokal yang diwujudkan melalui pengembangan kesenian/ budaya, berupa pemberian perlengkapan seni Betawi kepada 6 sanggar dan perlengkapan kesenian sebagai display di Museum Kebudayaan Betawi, serta penyelenggaraan Pentas Seni Betawi. Sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan mutu pendidikan, Bank Indonesia juga aktif melakukan realisasi penyaluran beasiswa. Program beasiswa dimaksud juga diiringi dengan pengembangan komunitas penerima beasiswa yang tergabung dalam Generasi Baru Indonesia (GenBI). Pengembangan komunitas ini dimaksudkan untuk menjadikan GenBI sebagai garda terdepan yang mendukung pelaksanaan tugas BI, antara lain melalui engagement GenBI melalui berbagai bentuk kegiatan sosial maupun pengembangan kapasitas, antara lain pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, bedah buku, edukasi kebanksentralan, serta program kelestarian lingkungan dan berbagai aktivitas sosial. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 121 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 122 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan II - 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 123 Peraturan yang Dikeluarkan Bank Indonesia April – Juni 2016 A. Peraturan Perundang-undangan 1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) a. PBI No. 18/4/PBI/2016 tanggal 21 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Hutang Luar Negeri Korporasi Non Bank. b. PBI No. 18/5/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana Dan Kliring Berjadwal Oleh Bank Indonesia. c. PBI No. 18/6/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika. d. PBI No. 18/7/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement. e. PBI No. 18/8/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. f. PBI No. 18/9/PBI/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. g. PBI No.18/10/PBI/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah. 2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI). a. SE BI Ekstern No. 18/5/DSta tanggal 6 April 2016 tentang Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri. b. SE BI Ekstern No. 18/6/DKEM tanggal 22 April 2016 tentang perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank. c. SE BI Ekstern No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. d. SE BI Ekstern No. 18/8/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment. 124 e. SE BI Ekstern No.18/9/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah Dalam Pelaksanaan Tranfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. f. SE BI Ekstern No. 18/10/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 Perihal Perlidungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 g. SE BI Ekstern No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah. h. SE BI Ekstern No.18/12/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat berharga dalam Rupiah Bank Umum kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement. i. SE BI Ekstern No. 18/13/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 29 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. j. SE BI Ekstern No. 18/14/DPPK tanggal 25 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/6/DPM tanggal 31 Maret 2015 perihal Suku Bunga Penawaran Antarbank. k. SE BI Ekstern No. 18/15/DKSP tanggal 20 Juni 2016 tentang Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debit. B. Peraturan Internal Bank Indonesia 1. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) a. PDG No. 18/7/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kerangka Kebijakan Moneter Bank Indonesia. b. PDG No.18/8/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kebijakan Nilai Tukar. c. PDG No.18/9/PDG/2016 tanggal 30 Juni 2016 tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia. 2. Surat Edaran Bank Indonesia Intern a. SE BI Intern No. 18/40/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 Perihal Pedoman Investasi Pengelolaan Cadangan Devisa. b. SE BI Intern No. 18/41/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Transaksi Devisa (Dealing Guideline) Pengelolaan Cadangan Devisa. c. SE BI Intern No. 18/42/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Nomor 17/3/INTERN perihal Standar Fasilitas dan Pengelolaan Kendaraan Bank Indonesia. d. SE BI Intern No. 18/43/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 16/58/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Intelligent Matching (Intellimatch). e. SE BI Intern No. 18/44/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 16/57/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Society For Wordlwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). f. SE BI Intern No. 18/45/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 16/61/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan OPICS PLUS (Operations Processing Integrated Control System - Plus). g. SE BI Intern No. 18/46/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 16/59/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Bloomberg Asset & Investment Manager (AIM). h. SE BI Intern No. 18/47/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem Pengamanan Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 125 i. SE BI Intern No. 18/48/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Rebalancing Portofolio Likuiditas. j. SE BI Intern No. 18/49/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Pemantauan Benchmark Hasil Dekomposisi Portofolio Developed Market Internal. k. SE BI Intern No. 18/50/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. l. SE BI Intern No. 18/51/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/51/INTERN tanggal 13 November 2015 perihal Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Gross Settlement. m. SE BI Intern No. 18/52/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa. n. SE BI Intern No. 18/53/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Hutang Luar Negeri. o. SE BI Intern No. 18/54/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas Komite di Bank Indonesia. p. SE BI Intern No. 18/55/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Manajemen Strategis dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia. q. SE BI Intern No. 18/56/INTERN tanggal 20 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/INTERN tanggal 30 Juni 2014 tentang Pedoman Penyesuaian Laporan Keuangan dan Neraca Singkat Mingguan. r. SE BI Intern No. 18/57/INTERN tanggal 25 Mei 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 perihal Pedoman Investasi Pengelolaan Cadangan Devisa. s. SE BI Intern No. 18/58/INTERN tanggal 27 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/82/INTERN tanggal 23 Desember 2015 perihal Pengelolaan Rekening Keuangan Berhubungan Dengan Keanggotaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Internasional Monetary Fund. t. SE BI Intern No. 18/59/INTERN tanggal 30 Mei 2016 perihal Pedoman Teknis Pengawasan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia. u. SE BI Intern No. 18/60/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Perumusan dan Penetapan Kebijakan Moneter. v. SE BI Intern No. 18/61/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Nilai Tukar. w. SE BI Intern No. 18/62/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah. 126 x. SE BI Intern No. 18/63/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen Pengadaan Strategis. y. SE BI Intern No. 18/64/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas. z. SE BI Intern No. 18/65/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Disain Tampak/Façade, Disain Interior Ruang, Luas Ruang dan Fasilitas pada Gedung Kantor Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 aa. SE BI Intern No. 18/66/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Fasilitas Rumah Bank Indonesia Tipe Muda dan Madya. bb. SE BI Intern No. 18/67/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Disain Tampak/Facade, Interior, Standar Ruang dan Fasilitas Rumah Utama. cc. SE BI Intern No. 18/68/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem Pengamanan Bank Indonesia. dd. SE BI Intern No. 18/69/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Manajemen Logistik Bank Indonesia sejak tanggal 1 Juli 2016. ee. SE BI Intern No. 18/70/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Pedoman Penyelesaian Transaksi Cadangan Devisa. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 127 Daftar Istilah Administered prices : Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik. BI Rate : Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS) : Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. Bank Indonesia – Scripless Securities : Settlement System (BI-SSSS) 128 Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. Cadangan Devisa : Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Capital Adequacy Ratio : Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Countercyclical Buffer : Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dana Pihak Ketiga : Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Defisit Transaksi Berjalan : Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa. Deposit Facility : Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Devisa Hasil Ekspor : Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor. Emerging Market : Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi. Financial Inclusion/(Keuangan Inklusif) : Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan : Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Giro Wajib Minimum : Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) : Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Hedging : Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) aset atau kewajiban. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan : Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan. Inflasi : Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull). Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) : Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas. Inflasi Inti : Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflation Targeting Framework : Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik. Investment Grade : Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 129 130 Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) : Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) : Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time. Kliring : Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing). Layanan Keuangan Digital (LKD) : Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Lender of The Last Resort : Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Lending Facility : Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter. Loan to Deposit Ratio (LDR) : Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum. Loan to Funding Ratio (LFR) : Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Likuiditas : Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Makroprudensial : Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan. Mikroprudensial : Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) : Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Neraca Transaksi Berjalan : Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara. Non-Performing Loan (NPL) : Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Non Performing Loan (NPL) gross : Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total kredit. Non-Performing Financing (NPF) : Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Operasi Moneter : Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) : Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight). Repurchase Agreement (Repo) : Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) : Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia : Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Stress test : Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas. Surat Utang Negara (SUN) : Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. Surat Berharga Negara (SBN) : Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sovereign Credit Rating : Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut. Suku bunga dasar kredit (SBDK) : Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 131 132 Swap : Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. Systemically Important Bank : Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Tim Pengendalian Inflasi Daerah : Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi. Transaksi Reverse Repo : Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. Uang Kartal : Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. Uang Kartal yang Diedarkan : Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan. Wajar Tanpa Pengecualian : Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Volatile Food : Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional. Yield : Imbal hasil. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 Daftar Singkatan ABIF ADG AFSBI APMK ASEAN ATBI ATM BCSA BI BI-RTGS BI-SSSS BPS bps Bulog BUMD BUMN CAR CCyB CeBM CIKUR CMIM CoE DF DHE DPK DPR RI D-SIB DSR DXY ECB EMEAP FASBIS FGD FIN FKSSK FPJP FSPI GDP GNNT GWM : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ASEAN Banking Integration Framework Anggota Dewan Gubernur Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia Alat Pembayaran Menggunakan Kartu The Association of Southeast Asian Nations Anggaran Tahunan Bank Indonesia Anjungan Tunai Mandiri Bilateral Currency Swap Agreement Bank Indonesia Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System Badan Pusat Statistik Basis Point Badan Urusan Logistik Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Capital Adequacy Ratio Countercyclical Buffer Central Bank Money Ciri Keaslian Uang Rupiah Chiang Mai Initiative Multilateralisation Center of Excellence Deposit Facilities Devisa Hasil Ekspor Dana Pihak Ketiga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Domestic Sistemically Important Bank Debt Service Ratio US Dollar Index European Central Bank Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah Focus Group Discussion Financial Identity Number Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Forum Sistem Pembayaran Indonesia Gross Domestic Product Gerakan Nasional Non-Tunai Giro Wajib Minimum Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 133 IDB IDI IHK IHSG IKNB IKU IMF IRU ITF JIBOR KI KK KMK KPR KPwDN BI KPwLN BI KSEI KUPVA BB KUR LDR LFR LKD LKNB LKTBI LOLR LTV MRBI NAB NK NKRI NPI NPL OJK OM OPT PBI PDB PDG Perum Peruri PIHPS PK Inisiatif PLN PMA PP PSBI 134 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Islamic Development Bank Informasi Debitur Individual Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Saham Gabungan Industri Keuangan Non Bank Indikator Kinerja Utama International Monetary Fund Investor Relations Unit Inflation Targeting Framework Jakarta Interbank Offered Rate Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Perumahan Rakyat Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia Kustodian Sentral Efek Indonesia Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Kredit Usaha Rakyat Loan to Deposit Ratio Loan to Funding Ratio Layanan Keuangan Digital Lembaga Keuangan Non Bank Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Lender of The Last Resort Loan to Value Manajemen Risiko Bank Indonesia Nilai Aktiva Bersih Nota Kesepahaman Negara Kesatuan Republik Indonesia Neraca Pembayaran Indonesia Non Performing Loan Otoritas Jasa Keuangan Operasi Moneter Operasi Pasar Terbuka Peraturan Bank Indonesia Produk Domestik Bruto Peraturan Dewan Gubernur Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Program Kerja Inisiatif Pinjaman Luar Negeri Penanaman Modal Asing Perusahaan Pembiayaan Program Sosial Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 PTD BB PUAB O/N qtq RDG Repo ROA ROE RRH RUU SBDK SBI SBIS SBN SBSN SBT SDBI SE SF SHPR SID SK SKBI SKDU SKNBI SKSR SNKI SOP SSK SULNI SUSPI TD TD BB TPI TPID UKM ULE ULN UMKM UPB UPK UTLE UU UYD Valas yoy : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank Pasar Uang Antar Bank Overnight quarter to quarter Rapat Dewan Gubernur Repurchase Agreement Return on Asset Return on Equity Rata-Rata Harian Rancangan Undang-Undang Suku Bunga Dasar Kredit Sertifikat Bank Indonesia Sertifikat Bank Indonesia Syariah Surat Berharga Negara Surat Berharga Suariah Negara Saldo Bersih Tertimbang Sertifikat Deposito Bank Indonesia Surat Edaran Standing Facilities Survei Harga Properti Residensial Sistem Informasi Debitur Survei Konsumen Sistem Keuangan Bank Indonesia Survei Kegiatan Dunia Usaha Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Survei Khusus Sektor Riil Strategi Nasional Keuangan Inklusif Standard Operating Procedure Stabilitas Sistem Keuangan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Statistik Utang Sektor Publik Indonesia Term Deposit Transfer Dana Bukan Bank Tim Pengendali Inflasi Tim Pengendali Inflasi Daerah Usaha Kecil dan Menengah Uang Layak Edar Utang Luar Negeri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Uang Pecahan Besar Uang Pecahan Kecil Uang Tidak Layak Edar Undang-Undang Uang Kartal yang Diedarkan Valuta Asing year on year Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016 135