Triwulan II 2016

advertisement
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
Triwulan II
BANK INDONESIA
2016
Laporan Pelaksanaan
2016
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350
Telp: (62 21) 500131
Fax: (62 21) 3861458
Email: [email protected]
www.bi.go.id
Triwulan II
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
www.bi.go.id
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan II
2016
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan
amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu
wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia selama triwulan II - 2016.
HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN
Inflasi triwulan II-2016
tetap terkendali dan masih berada dalam
kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia
sebesar 4±1%.
Inflasi IHK mencatat inflasi
0,44% (qtq) atau 3,45% (yoy).
Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga.
Selama triwulan II-2016, nilai tukar
Rupiah, secara point to point (ptp)
menguat sebesar 0,36% dan
mencapai level
Rp13.213.
Pertumbuhan ekonomi domestik pada
triwulan II-2016 tercatat sebesar
Kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK)
dari triwulan sebelumnya
pada level normal yang didukung oleh
5,18%, lebih tinggi
sebesar 4,91%.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
triwulan II-2016 mencatat surplus
2,2 miliar dolar AS,
ditopang oleh menurunnya defisit
transaksi berjalan dan meningkatnya
Indonesia relatif stabil. Hal itu tercermin
dengan Indeks SSK yang tetap berada
meningkatnya permodalan dan likuiditas
perbankan.
Penyelenggaraan sistem pembayaran
aman, lancar, dan terpelihara dengan baik.
surplus transaksi modal
dan finansial.
Defisit transaksi berjalan turun menjadi
4,7 miliar dolar AS
Transaksi tunai berjalan lancar, ditopang
pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam
jumlah yang cukup dan layak edar.
(2,0% PDB) dari sebelumnya
4,8 miliar dolar AS (2,2% PDB),
ditopang oleh kenaikan surplus
neraca perdagangan nonmigas.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
iii
HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA
• Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan (BI Rate)
sebesar 25 bps, Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju kisaran
sasaran sebesar 4±1%.
• Penurunan BI Rate sebesar 25 bps diikuti dengan penurunan suku bunga standing
facilities (SF) dan deposit facility (DF) menjadi masing-masing 4,50% dan 7,00%.
• Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada
upaya mempercepat reformasi struktural untuk mendukung terjaganya stabilisasi
harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif.
• Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia
menyempurnakan ketentuan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia.
Penyempurnaan itu antara lain penambahan jenis valuta asing, penggunaan kurs
tengah, dan pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi.
• Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada Bank
Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement, antara lain mengatur
mekanisme pengajuan transaksi, mekanisme lelang, dan underlying transaksi.
• Agar pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berjalan lebih efektif, Bank
Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Ditjen Bea dan
Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan asosiasi.
• Kebijakan pengelolaan uang rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yakni
ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, distribusi dan pengolahan uang
yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima.
• Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis pengawasan penyelenggaraan APMK
dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran.
• Untuk mengembangkan penggunaan CeBM, Bank Indonesia terus berkoordinasi
dengan Self Regulatory Organizations (SRO) di pasar modal. Penggunaan CeBM untuk
pengiriman dana subscriptions telah memasuki User Acceptance Test (UAT) Tahap I.
• Untuk mendorong stabilitas sistem keuangan dan moneter, Bank Indonesia menerbitkan
PBI No. 18/9/PBI/2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah.
• Fitur baru bulk payment mulai diimplementasikan pada layanan SKNBI. Fitur bulk
payment terdiri atas Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan
Reguler (debit).
• Bank Indonesia terus aktif melakukan kegiatan edukasi keuangan inklusif kepada
masyarakat. Kegiatan itu melibatkan para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan
daerah.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
• Di berbagai fora internasional, Bank Indonesia aktif menyuarakan pentingnya koordinasi
antarotoritas, komunikasi kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju.
• Komunikasi kebijakan moneter Bank Indonesia difokuskan pada pengenalan BI-7 day
(reverse) repo rate yang akan menggantikan suku bunga acuan BI Rate.
• Program transformasi Bank Indonesia terus berlanjut dengan 28 Program Strategis
(PS) dan 5 (lima) tema yaitu tema Policy Excellence, Outstanding Execution, Institutional
Leadership, Motivated Organization, dan State of The Art Technology.
• Sepanjang triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas)
peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas 7 (tujuh) PBI dan 11 (sebelas) Surat
Edaran Eksternal.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
v
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan perkenanNya Bank Indonesia masih berkesempatan untuk dapat menjalankan tugas dan wewenang
sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang. Triwulan II-2016 ini menjadi
salah satu periode yang bersejarah bagi pelaksanaan tugas Bank Indonesia khususnya dalam
penyelenggaraan kebijakan moneter. Setelah melalui kajian yang panjang dan mendalam,
Bank Indonesia menetapkan untuk melakukan reformulasi suku bunga kebijakan, dari
semula BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate guna meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter. Penguatan kerangka operasi moneter ini memiliki tiga tujuan
utama, yaitu (1) memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo
Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan ; (2) memperkuat efektivitas transmisi
kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan
perbankan ; serta (3) mendorong pendalaman pasar keuangan.
Langkah besar berupa reformulasi suku bunga kebijakan tersebut diambil ditengah
kondisi perekonomian yang kami yakini kondusif. Berbagai respons bauran kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah kami cermati telah berhasil meredam
tekanan terhadap stabilitas makroekonomi dan secara konsisten mengawal pemulihan
pertumbuhan ekonomi nasional. Perekonomian Indonesia pada triwulan II-2016 berhasil
tumbuh 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91%
(yoy). Pemulihan tersebut tentunya tidak terlepas dari stimulus fiskal yang diupayakan
Pemerintah, serta pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia sejak
awal tahun 2016. Kami bersyukur bahwa sampai dengan triwulan II-2016 inflasi dapat
dijaga tetap rendah dan terkendali sebesar 3,45% (yoy), defisit neraca transaksi berjalan
menurun ke tingkat yang lebih sehat, pasar keuangan domestik mengalami kembalinya
arus modal masuk yang mendorong surplus neraca perdagangan, serta pergerakan nilai
tukar Rupiah yang relatif stabil.
Sistem keuangan Indonesia pun pada triwulan II-2016 dalam kondisi baik. Selain
ditopang oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan, ketahanan industri
perbankan juga terjaga dengan dukungan risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar
yang terkendali. Kondisi ini tentunya memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap
peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian yang terjadi dalam beberapa
triwulan sebelumnya. Ditengah upaya mendorong pemulihan ekonomi, kondisi ini juga
kemudian melatarbelakangi relaksasi kebijakan makroprudensial pada akhir triwulan
II-2016. Tiga kebijakan yaitu (1) Relaksasi ketentuan Loan to Value (LTV) dan Financing
to Value (FTV) kredit properti ; (2) Relaksasi mekanisme inden kredit properti dengan
pencairan bertahap ; dan (3) Penyesuaian batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro
Wajib Minimum (GWM-LFR) diharapkan akan dapat semakin memperkuat upaya untuk
mendorong permintaan domestik. Dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan
yang relatif terjaga, aliran modal juga dirasakan kembali masuk dan mendorong kinerja
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
pasar keuangan domestik. Momentum pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak
oleh DPR kemudian turut memberikan sentimen positif pada keseluruhan kinerja pasar
keuangan Indonesia di akhir Triwulan II-2016.
Dalam menjaga stabilitas dan memastikan efektivitas bauran kebijakan yang ditempuh,
kami juga menyadari pentingnya dukungan keandalan, keamanan, dan efisiensi dari
penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Menghadapi
tingginya aktivitas ekonomi masyarakat pada periode Ramadhan 2016, persediaan uang
Rupiah yang dapat ditarik oleh masyarakat tetap terjaga untuk 3,4 bulan kedepan. Selain itu,
pada triwulan II-2016 Bank Indonesia juga telah menerbitkan ketentuan yang memayungi
aktivitas pengaturan dan pengawasan pada sistem pembayaran dan pengelolaan uang
Rupiah, termasuk Kegiatan Layanan Uang. Dalam ketentuan tersebut, telah diatur aspekaspek termasuk objek, metode, dan sanksi dari aktivitas pengawasan Bank Indonesia
terhadap pelaku di industri sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. Selain
untuk memastikan infrastruktur dan kualitas layanan sistem pembayaran yang diberikan
kepada masyarakat, diharapkan ketentuan tersebut juga akan mendorong perhatian yang
semakin besar pada perlindungan konsumen.
Memasuki paruh kedua tahun 2016, terdapat risiko dan tantangan perekonomian yang
patut dicermati dengan seksama. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi global yang
berjalan lambat dan masih dipenuhi ketidakpastian menjadi sebuah risiko yang perlu
diwaspadai. Hal tersebut juga dibayangi dengan rencana kenaikan kembali suku bunga
kebijakan AS yang tentunya akan berdampak pada pasar keuangan global. Dari sisi
domestik, keterbatasan ruang fiskal yang dipengaruhi potensi penurunan penerimaan
pajak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi juga perlu menjadi perhatian.
Meskipun terdapat banyak tantangan bagi perekonomian nasional kedepan, kami amat
bersyukur bahwa bangsa Indonesia mampu menghadapi berbagai tantangan yang
mengemuka dengan penuh kebersamaan dan semangat persatuan. Bank Indonesia
bersama dengan Pemerintah telah dan akan terus memperkuat sinergi kebijakan untuk
mengawal stabilitas dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sejumlah upaya dan capaian yang dirangkum dalam Laporan ini kami harapkan dapat
merefleksikan semangat tersebut, dan senantiasa menjadi pendorong bagi kami untuk
bekerja lebih baik lagi.
Jakarta, 31 Agustus 2016
GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
vii
Daftar Isi
BAB I
Ringkasan
Eksekutif
02
04
1.1. Kinerja Perekonomian
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II
2.1. Inflasi
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
2.3. Neraca Pembayaran
2.4. Utang Luar Negeri
2.5. Nilai Tukar Rupiah
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
2.7.2.1. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit
Industri Perbankan
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas dan Risiko
Likuiditas Industri Perbankan
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga
Industri Perbankan dan Risiko Pasar
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan
Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
10
12
16
18
19
20
20
22
23
23
26
27
28
29
30
33
33
34
35
36
37
41
Perkembangan Kondisi
Makroekonomi,
Moneter, Sistem
Keuangan, dan
Sistem Pembayaran
BAB III
Pelaksanaan
Tugas Pokok dan
Wewenang
Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
3.1.1. Kebijakan Moneter
Boks : Penguatan Kerangka Operasi Moneter
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN)
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk
Mendukung Perumusan Kebijakan
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
Boks : Penyempurnaan Ketentuan LTV/FTV untuk Pembiayaan
Properti dan Kendaraan Bermotor
3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas)
3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion)
3.2.4.1. Implementasi Edukasi Keuangan termasuk
Kampanye Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT), LKD, dan Uang Elektronik
3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD)
3.2.4.3. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di
Pondok Pesantren
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM)
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk
Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM
3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM
3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan
UMKM
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Boks : Peran Sistem Pembayaran dalam Pengembangan
Smart City
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
3.4. Kerja Sama Internasional
3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
46
46
48
50
50
52
53
55
56
57
59
59
59
60
61
63
66
69
69
70
73
74
74
75
77
78
80
82
86
88
92
93
95
ix
3.4.3.
3.4.4.
3.4.5.
3.4.6.
Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS)
Kerja Sama Asean
Kerja Sama Asean + 3
Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific
Central Banks (EMEAP)
3.4.7. Kerja Sama dengan Deutsche Bundesbank
3.4.8. Kerja Sama Internasional Lainnya
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga
Internasional
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung
Program Strategis Bank Indonesia
3.6.2. Progres Program Strategis Bank Indonesia
95
96
96
97
97
98
99
99
102
102
103
104
104
BAB IV
4.1. Tata Kelola Governance
4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja
4.3. Manajemen Risiko
4.4. Audit Intern
4.5. Keuangan Internal
4.6. Sistem Informasi
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
4.8. Aspek Hukum
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
110
111
113
115
115
116
118
118
120
120
Kapabilitas Intern
Bank Indonesia
LAMPIRAN
Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan II - 2016
A. Peraturan Perundang-undangan
B. Peraturan Internal Bank Indonesia
Daftar Istilah
Daftar Singkatan
123
124
125
128
133
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
xi
Daftar Tabel
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan
Sistem Pembayaran
BAB II
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Tabel 2.6.
Tabel 2.7.
Tabel 2.8.
Penyumbang Inflasi/Deflasi Inti
Penyumbang Inflasi Volatile Foods
Penyumbang Inflasi Administered Prices
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Kepemilikan SBN
Perkembangan Indeks Saham Regional
Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit
Industri Perbankan (%)
Tabel 2.9. Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Tabel 2.10. Kinerja Korporasi Publik Triwulan I-2015 dan Triwulan I-2016
Tabel 2.11. Nilai Transaksi Pembayaran
Tabel 2.12. Volume Transaksi Pembayaran
Tabel 2.13. Transaksi Transfer Dana Triwulan II – 2016
Tabel 2.14. Transaksi UKA-TC Triwulan II - 2016
Tabel 2.15. Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Tabel 2.16. Indikator Pengedaran Uang
BAB III
30
34
38
39
40
40
42
42
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Perbedaan Kerangka Operasi Moneter
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
Kredit Properti Dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad
Murabahah Dan Istishna
Tabel 3.5. Pembiayaan Properti Syariah (Akad MMQ dan IMBT)
Tabel 3.6. .................................
Tabel 3.7. Mekanisme Pencairan
Tabel 3.8. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak
TW I-2015 s.d TW II-2016
Tabel 3.9. Permintaan IDI per Triwulan sejak TW I-2015 s.d
TW II-2016
Tabel 3.10. Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk
Setelmen Transaksi Efek di Pasar Modal
Tabel 3.11. Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Saluran
Komunikasi Triwulan II-2016
xii
10
11
11
13
16
24
26
30
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
48
55
56
62
62
62
63
79
80
83
99
Daftar Grafik
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
Grafik 2.7
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 2.14
Grafik 2.15
Grafik 2.16
Grafik 2.17
Grafik 2.18
Grafik 2.19
Grafik 2.20
Grafik 2.21
Grafik 2.22
Grafik 2.23
Grafik 2.24
Grafik 2.25
Grafik 2.26
Grafik 2.27
Grafik 2.28
Grafik 2.29
Grafik 2.30
Grafik 2.31
Grafik 2.32
Grafik 2.33
Grafik 2.34
Grafik 2.35
Grafik 2.36
Grafik 2.37
Perkembangan Inflasi
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Inflasi Volatile Foods
Inflasi Administered Prices
Penjualan Eceran
Indeks Keyakinan Konsumen
Penjualan Semen
Investasi Mesin dan Alat Transportasi
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Perdagangan Triwulan II-2016
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Perkembangan Cadangan Devisa
Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Net Aliran Dana Nonresiden
Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan)
Volatilitas Nilai Tukar (YTD 2016)
Perkembangan Transaksi PUAB
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Volume Transaksi Repo (rrh)
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
Volume Transaksi Valas Domestik
Net Transaksi Valas Domestik dan Asing
Komposisi Transaksi Valas Domestik
Yield Obligasi Negara
Volatilitas Yield 20 hari
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Perkembangan Industri Reksadana
Rasio Non-Performing Loan
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
10
10
10
11
11
14
14
14
14
15
15
17
17
17
18
18
19
19
20
20
20
21
21
22
22
22
23
23
24
24
25
25
25
26
27
27
28
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
xiii
Grafik 2.38
Grafik 2.39
Grafik 2.40
Grafik 2.41
Grafik 2.42
Grafik 2.43
Grafik 2.44
Grafik 2.45
Grafik 2.46
Grafik 2.47
Grafik 2.48
Grafik 2.49
Grafik 2.50
Grafik 2.51
Grafik 2.52
Grafik 2.53
Grafik 2.54
Grafik 2.55
Grafik 2.56
Grafik 2.57
Grafik 2.58
Grafik 2.59
Grafik 2.60
Grafik 2.61
Pertumbuhan DPK (yoy)
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Aset dan Investasi Industri Asuransi
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Rasio Non Performing Financing
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Kegiatan Dunia Usaha Tw II-2016
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen
Juni 2016, Bank Indonesia
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy)
NPL Kredit UMKM
Realisasi KUR 2016 Berdasarkan Sektor Ekonomi
Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran
Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia
Berdasarkan Instrumen
Permintaan Informasi Sistem Pembayaran
Uang Kartal yang Diedarkan
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD (moving average 12 bulan)
dan PDB
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
28
29
29
29
31
31
31
31
32
32
33
33
34
35
35
36
36
37
40
41
41
41
41
43
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Grafik 3.3
Grafik 3.4
Grafik 3.5
Grafik 3.6
Grafik 3.7
Kerangka Operasi Moneter
Term Structure
Outstanding Operasi Moneter-Total
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak
TW I-2015 s.d TW II-2016
Grafik 3.8 Permintaan IDI sejak TW I-2015 s.d TW II-2016
xiv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
48
49
51
51
52
52
79
80
Daftar Gambar
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2016
12
16
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Gambar 3.1
Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
91
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
xv
xvi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB I
Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian
Pada triwulan II-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,18% (year on year/
yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi itu didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama
konsumsi dan investasi pemerintah maupun konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal
dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi
pemerintah dan konsumsi swasta. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi tersebut
didorong oleh pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sedangkan ekonomi di wilayah
Kalimantan dan KTI masih melemah.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor beberapa komoditas mulai membaik meskipun masih
terkontraksi. Pada triwulan II-2016, ekspor mencatat kontraksi 2,73% (yoy), di bawah
kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 3,53% (yoy). Perbaikan ekspor nonmigas ditopang
oleh perbaikan ekspor produk pertanian dan produk manufaktur.
Secara sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian.
Peningkatan kinerja jasa keuangan didorong oleh melebarnya Net Interest Margin (NIM)
akibat selisih suku bunga kredit dan suku bunga deposito yang meningkat. Sektor pertanian,
terutama subsektor tanaman pangan, juga menjadi pendorong ekonomi domestik.
Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan semakin baik. Hal itu
tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang menurun, dan nilai tukar
yang menguat. Bank Indonesia memperkirakan inflasi masih sesuai dengan sasaran inflasi
2016 pada kisaran 4+1%.
Pada triwulan II-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,44% (qtq)
atau 3,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
0,62% (qtq) atau 4,45% (yoy). Inflasi IHK yang rendah tersebut bersumber dari kelompok
volatile foods (VF) dan kelompok inti. Secara triwulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,72%
(qtq), di bawah triwulan sebelumnya sebesar 0,80% (qtq). Rendahnya inflasi inti juga
diikuti kelompok volatile foods dan kelompok administered prices. Kelompok volatile foods
mencatat inflasi sebesar 0,98% (qtq), lebih rendah dari triwulan I-2016 sebesar 2,47% (qtq),
sedangkan kelompok administered prices mencatat deflasi sebesar 0,73% (qtq).
Perbaikan juga terlihat pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada triwulan II-2016,
NPI triwulan II-2016 mencatat surplus sebesar 2,2 miliar dolar AS dari sebelumnya defisit
sebesar 0,3 miliar dolar AS. Perbaikan NPI itu ditopang oleh menurunnya defisit transaksi
berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Defisit transaksi berjalan
menurun dari 4,8 miliar dolar AS (2,2% PDB) menjadi 4,7 miliar dolar AS (2,0% PDB).
Sementara itu, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar 323,8 miliar dolar
AS atau tumbuh 6,2% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada ULN jangka panjang
yang tumbuh 7,7% (yoy), sedangkan ULN jangka pendek turun 3,1% (yoy). Berdasarkan
kelompok peminjam, ULN sektor publik meningkat dan ULN sektor swasta menurun.
Dengan perkembangan itu, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan
II-2016 tercatat sebesar 36,8%, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 36,6%.
Bank Indonesia memandang perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus
diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan
terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta.
Perkembangan ini menunjukkan keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin
baik dan turut menopang terjaganya stabilitas makroekonomi. Kondisi tersebut juga
berdampak pada nilai tukar rupiah. Selama triwulan II-2016, nilai tukar rupiah menguat
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
rata-rata sebesar 1,59% dan penguatan secara point to point (ptp) sebesar 0,36% dengan
posisi Rp13.213 per dolar AS. Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif
atas prospek perekonomian domestik dan meredanya risiko eksternal.
Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai
fundamentalnya. Sejumlah faktor eksternal, seperti dinamika prospek kenaikan suku bunga
lanjutan di AS dan berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke perekonomian dalam
negeri tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar rupiah.
Sementara itu, aktivitas transaksi di pasar uang meningkat. Pada triwulan II-2016, volume
transaksi rata-rata harian di pasar uang mencapai Rp14,37 triliun per hari, meningkat 11%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal itu seiring dengan peningkatan kebutuhan
likuiditas oleh perbankan menjelang hari raya Idul Fitri. Peningkatan itu terutama didorong
oleh kenaikan transaksi repo , sejalan dengan semakin banyaknya pelaku yang bertransaksi.
Secara umum, kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia relatif stabil. Indeks SSK
tetap berada pada level normal, terutama disebabkan oleh meningkatnya permodalan dan
likuiditas perbankan. Peningkatan kinerja pasar keuangan maupun korporasi dan rumah
tangga juga turut mendukung tercapainya sistem keuangan yang stabil.
Peningkatan kinerja juga terlihat di pasar keuangan Indonesia. Peningkatan itu tercermin
pada kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia dan arus
modal masuk (inflow) dari investor asing ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN).
Pengesahan UU tax amnesty ikut mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan
SBN domestik.
Sejauh ini, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat. Pada akhir triwulan
II-2016, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan mencapai sebesar 22,29%, meningkat
dari triwulan sebelumnya sebesar 21,76%. Tingginya kondisi permodalan tersebut
memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat
perlambatan perekonomian.
Sejalan dengan kondisi perekonomian, pertumbuhan kredit industri perbankan mulai
membaik. Pada triwulan II-2016, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,89% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,71% (yoy). Pertumbuhan kredit
terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) yang masingmasing meningkat dari 6,91% dan 11,63% (yoy) menjadi 7,30% dan 12,03% (yoy).
Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan meningkat, namun masih cukup jauh di bawah
batas aman sebesar 5%. Pada triwulan II-2016, rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri
perbankan tercatat 3,05% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,83%. Untuk memitigasi risiko
kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan memperketat
pemantauan kredit bermasalah.
Namun demikian, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan juga tumbuh melambat.
Pada triwulan II-2016, DPK industri perbankan hanya tumbuh sebesar 5,90% (yoy), di bawah
pertumbuhan triwulan sebelumnya dan triwulan II-2015 yang masing-masing sebesar
6,44% (yoy) dan 12,65% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi
pada komponen deposito dan giro.
Secara umum, kondisi likuiditas industri perbankan pada periode laporan menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini karena meningkatnya
permintaan dana oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan Lebaran. Setelah dikurangi
pemenuhan giro wajib minimum (GWM), alat likuid perbankan turun menjadi Rp930,85
triliun dari triwulan sebelumnya Rp985,07 triliun.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menurun cukup signifikan. Pada triwulan
II-2016, rata-rata suku bunga kredit turun 11 bps dari 12,71% menjadi 12,39%. Penurunan
juga terjadi pada suku bunga dasar kredit (SBDK) yang mencakup seluruh segmen seperti
korporasi, ritel, kredit pemilikan rumah (KPR), dan non-KPR.
Sementara itu, kinerja sektor korporasi meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perkembangan itu sejalan dengan pertumbuhan kredit ke sektor korporasi yang meningkat
6,12% (qtq) atau sebesar Rp2.016,89 triliun.
Peningkatan juga terjadi pada sektor rumah tangga Indonesia. Pada triwulan II-2016,
konsumsi rumah tangga meningkat seiring dengan menguatnya optimisme konsumen
dibandingkan triwulan sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan
meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Pada triwulan
II-2016, kredit perbankan ke sektor rumah tangga mencapai Rp944,04 triliun atau tumbuh
2,35% (qtq).
Secara keseluruhan, kondisi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia
tetap terjaga. Hal itu tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran.
Sejauh ini, sistem pembayaran berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik.
Kondisi tersebut seiring dengan pembaruan sistem BI-RTGS, BI-SSSS Generasi II, dan SKNBI
Generasi II.
Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman.
Volume transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pada triwulan II-2016
meningkat sebesar 7,31% menjadi 1.388,40 ribu transaksi. Hal tersebut menunjukkan
semakin seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM/debet.
Selama periode laporan, Bank Indonesia mampu memenuhi ketersediaan uang rupiah
dalam jumlah yang cukup. Pada triwulan II-2016, posisi Uang yang Diedarkan (UYD)
mencapai Rp642,0 triliun, naik Rp133 triliun atau 26,2% (qtq) dibandingkan akhir triwulan
sebelumnya sebesar Rp508,5 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak
meningkatnya kebutuhan uang tunai selama periode Ramadan 2016.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
Di tengah tantangan yang meningkat, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu ditempuh demi
terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan,
untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional.
Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter
untuk memastikan laju inflasi menuju sasaran 4+1% dan defisit transaksi berjalan lebih
sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan
operasi moneter, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan
pemerintah maupun otoritas terkait.
Selama triwulan II-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan
keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Kondisi ini tidak
terlepas dari kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia.
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI rate)
sebesar 25 basis points (bps) yang diikuti dengan penurunan suku bunga standing facilities
(SF) dan suku bunga operasi pasar terbuka. Suku bunga SF untuk deposit facility (DF) dan
lending facility (LF) menjadi masing-masing 4,50% dan 7,00%, sedangkan suku bunga OPT
menjadi sebesar 5,25% (tenor 1 minggu) hingga sebesar 6,75% (tenor 12 bulan).
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di sisi lain, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk mempercepat reformasi struktural. Reformasi struktural ini
diperlukan untuk mendukung stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah yang inklusif. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dalam wadah
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (Pokjanas TPID), dan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI).
Dalam pengelolaan likuiditas dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan
stabilisasi sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Pengelolaan moneter dilakukan
melalui pengelolaan likuiditas perbankan dalam bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri
atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF). Selama triwulan II-2016, nilai
tukar rupiah cenderung menguat yang sejalan dengan membaiknya sentimen domestik
dan global. Dari domestik, penguatan rupiah dipengaruhi oleh rilis data ekonomi yang
membaik dibanding triwulan sebelumnya dan pengesahan kebijakan pengampunan pajak
(tax amnesty).
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS, Bank Indonesia
menerbitkan beberapa ketentuan yang diharapkan dapat memitigasi risiko bagi
perekonomian domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Pertama, perubahan
ketentuan tentang transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia. Kedua, peraturan
tentang transaksi bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap
Arrangement.
Untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik.
Kegiatan itu antara lain mengumpulkan dan mengolah data maupun informasi ekonomi,
moneter, dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun laporan atau
analisis atas data-data tersebut. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis
survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan,
termasuk sektor riil.
Selama triwulan II-2016, penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui bank devisa dalam
negeri meningkat dari 93,6% menjadi 94,7%, namun mengalami penurunan nilai dari
30,8 miliar dolar AS menjadi 26,3 miliar dolar AS. Untuk meningkatkan penerimaan DHE,
Bank Indonesia terus melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi
ketentuan.
Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan
pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia pun terus meningkatkan ketahanan sistem
keuangan dan memitigasi risiko sistemik dalam sistem keuangan.
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menyusun beberapa ketentuan makroprudensial
yang bersifat internal maupun eksternal. Pertama, perubahan ketentuan Giro Wajib
Minimum Loan to Funding Ratio (GWM LFR). Kedua, perubahan ketentuan rasio Loan to
Value (LTV) atau Financing to Value (FTV). Ketiga, perubahan ketentuan Pinjaman Likuiditas
Jangka Pendek dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah
(PLJP/S). Keempat, perubahan ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Kelima,
ketentuan bank sistemik yang berupa SE Internal.
Dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia
telah berkontribusi aktif dalam berbagai kegiatan internasional yang membahas isu–isu
strategis terkini mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Selain
itu, Bank Indonesia bersama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menginisiasi penyusunan
Zakat Core Principles dalam working group internasional.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, pendalaman pasar keuangan terus dilakukan
oleh Bank Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia sangat memerlukan pembiayaan untuk
pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkesinambungan,
dan inklusif. Pada triwulan II-2016, program pendalaman pasar keuangan diwujudkan
antara lain melalui pembentukan Forum Komunikasi Lintas Otoritas Pendalaman Pasar,
penyusunan road map Central Counterparty (CCP) di Indonesia, dan pengembangan
transaksi repo.
Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia aktif melakukan
penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain. Selama
triwulan II-2016, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pilot project peningkatan
akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap. Bank
Indonesia juga melakukan pilot project pemanfaatan sistem resi gudang bagi komoditas
gabah dan kakao.
Selain itu, Bank Indonesia terus mengembangkan program pengendalian inflasi dengan
pendekatan pengembangan klaster. Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia
telah mengembangkan 185 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia, 140 klaster di
antaranya berupa klaster ketahanan pangan. Pengembangan komoditas dilakukan secara
komprehensif dari hulu ke hilir. Bersama pemerintah, Bank Indonesia juga mengadakan
kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam program
pengembangan wirausaha dan kegiatan edukasi yang mendukung peningkatan akses
keuangan.
Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga
dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran.
Bank Indonesia juga terus menyempurnakan ketentuan untuk meningkatkan kualitas
layanan. Secara konsisten, Bank Indonesia terus berupaya untuk memperluas akses
penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap memperhatikan aspek
perlindungan konsumen. Pada triwulan ini, Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis
pengawasan penyelenggaraan APMK dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan
pengawasan sistem pembayaran. Selanjutnya, untuk mengembangkan penggunaan
CeBM, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations (SRO) di
pasar modal.
Di bidang pengelolaan uang rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang rupiah
diarahkan untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan
terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga,
layanan kas yang prima. Dalam kegiatan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia juga
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
Selain di dalam negeri, Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama melalui berbagai
fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean,
kerja sama Asean+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia
Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral.
Bank Indonesia menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi
positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Melalui fungsi Investor
Relation Unit (IRU), Bank Indonesia menjalin hubungan dengan lembaga rating dan
investor internasional. Sepanjang triwulan II-2016, IRU telah melaksanakan sejumlah
kegiatan untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Bentuk kegiatan
tersebut antara lain investor briefing, investor conference call, dukungan dalam penerbitan
SBN dan penguatan linkage.
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Untuk mendukung efektivitas kebijakan, Bank Indonesia secara aktif menggunakan
berbagai media komunikasi. Selain media konvensional, Bank Indonesia memperluas
jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan
komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan
memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi.
Sebagai kelanjutan program 2015, Bank Indonesia melaksanakan 28 program strategis dari
5 tema transformasi. Selama triwulan II-2016, telah dilaksanakan penyelesaian pelaksanaan
program strategis. Bank Indonesia juga telah menyelesaikan beberapa tema program
strategis seperti policy excellence, outstanding execution, institutional leadership, motivated
organization, dan state of the art technology.
Di sisi lain, Bank Indonesia terus memperkuat fungsi manajemen risiko melalui penguatan
fungsi Internal Control Officer (ICO), penetapan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate
Command Center (ACC), dan asesmen risiko atas materi Rapat Dewan Gubernur. Dalam
menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk Based
Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi dengan
frekuensi audit setiap tahun. Sementara itu, kebijakan manajemen keuangan ditujukan
untuk meningkatkan tata kelola (good governance) dan memelihara keberlanjutan
keuangan Bank Indonesia.
Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture
(IS-EA) 2015–2024. Selama 2016, pengelolaan SI juga difokuskan pada penyediaan layanan
SI yang andal dan berkualitas. Dalam aspek hukum, sepanjang triwulan II-2016, Bank
Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas) peraturan perundang-undangan, yang
terdiri atas 7 (tujuh) Peraturan Bank Indonesia dan 11 (sebelas) Surat Edaran Eksternal.
Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan 34 (tiga puluh empat) peraturan internal Bank
Indonesia, yang terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Dewan Gubernur dan 31 (tiga puluh satu)
Surat Edaran Internal.
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank
Indonesia terus menjalankan program sosial. Melalui program sosial, Bank Indonesia dapat
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan
pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
7
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan,
dan Sistem Pembayaran
Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan II-2016, meskipun belum merata
baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 mencapai
5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya
kinerja ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik,
terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan
kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi pemerintah
dan konsumsi swasta.
Inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4+1%. Penguatan rupiah terus
berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian domestik dan meredanya
risiko eksternal. Kondisi sistem keuangan juga relatif stabil yang ditopang oleh meningkatnya
permodalan dan likuiditas perbankan serta peningkatan kinerja pasar keuangan maupun
korporasi dan rumah tangga. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada periode laporan
mencatat surplus, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya
surplus transaksi modal dan finansial.
RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI,
MONETER, SISTEM KEUANGAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN
1. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 5,18%, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,91%.
2. Inflasi inti tercatat cukup rendah, sejalan dengan masih terbatasnya permintaan
domestik, menguatnya nilai tukar rupiah, dan terkendalinya ekspektasi inflasi
3. Surplus transaksi modal dan finansial meningkat, didukung oleh persepsi positif
investor terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya ketidakpastian di
pasar keuangan global.
4. Volatilitas nilai tukar rupiah menurun dan relatif lebih rendah dibandingkan beberapa
negara peers, sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi secara gradual
5. Pada triwulan II-2016, realisasi pembayaran ULN Pemerintah RI tercatat sebesar 2,7
miliar dolar AS dan terlaksana secara aman, akurat, dan tepat waktu.
6. Perkembangan transaksi pasar uang collateralized (repo) meningkat sangat signifikan.
Volume rata-rata harian transaksi repo naik sekitar 570% menjadi Rp725 miliar per hari
pada triwulan II-2016.
7. Volume transaksi di pasar valuta asing domestik meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Pada triwulan II-2016,
transaksi valas mencapai 5,1 miliar dolar AS per hari.
8. Pertumbuhan kredit UMKM meningkat pada seluruh klasifikasi usaha, terutama
didorong oleh usaha menengah yang diikuti oleh usaha mikro dan usaha kecil.
9. Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun industri berjalan
dengan aman dan lancar
10. Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan II-2016 mencapai Rp642,0
triliun, naik Rp133 triliun dibandingkan akhir triwulan sebelumnya sebagai dampak
meningkatnya kebutuhan uang tunai selama Ramadan.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.1. Inflasi
Inflasi inti tercatat
cukup rendah,
sejalan dengan
masih terbatasnya
permintaan
domestik,
menguatnya nilai
tukar rupiah dan
terkendalinya
ekspektasi inflasi.
Pada triwulan II-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi sebesar 0,44% (qtq)
atau 3,45% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
0,62% (qtq) atau 4,45% (yoy). Lebih rendahnya inflasi IHK triwulan II-2016 bersumber dari
kelompok volatile foods (VF) dan kelompok inti (Grafik 2.1).
Tabel 2.1
Penyumbang Inflasi/Deflasi Inti
(%, qtq)
5,00
IHK
Inti
AP
VF
No.
4,00
3,00
2,00
1,00
(1,00)
I
II III IV I
2012
II III IV I
2013
II III IV I
2014
II III IV I
2015
II
2016
Inflasi
1
2
3
4
5
Deflasi
1
2
(%, qtq)
Core
Kontribusi
(%, qtq)
GULA PASIR
EMAS PERHIASAN
CUMI-CUMI
KONTRAK RUMAH
SEPATU
15,17
3,66
17,48
0,52
9,14
0,07
0,04
0,02
0,02
0,02
SEMEN
TELEPON SELULER
(1,46)
(0,86)
(0,01)
(0,01)
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi
Secara triwulanan, inflasi inti pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 0,72% (qtq), lebih
rendah dibandingkan inflasi inti pada triwulan sebelumnya sebesar 0,80% (qtq). Rendahnya
inflasi inti tersebut sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya
nilai tukar rupiah, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, harga komoditas global
cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama CPO dan jagung.
Sumber tekanan inflasi inti pada triwulan II-2016 adalah gula pasir dan emas perhiasan
(Tabel 2.1)
Dalam 3 bulan ke depan, ekspektasi inflasi di tingkat konsumen dan pedagang eceran
menunjukkan penurunan seiring dengan melambatnya permintaan paska Idul Fitri.
Penurunan juga terjadi pada ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang di tingkat
pedagang eceran. Namun demikian, ekspektasi inflasi 6 bulan yang akan datang mengalami
Indeks
%, yoy
200
Inflasi IHK Aktual (skala kanan)
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad
Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
190
20
15
180
170
160
10
150
140
5
130
120
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2013
Grafik 2.2
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
10
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
2014
2015
Grafik 2.3
Ekspektasi Inflasi Konsumen
2016
0
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
peningkatan di tingkat konsumen, seiring dengan faktor musiman seperti natal dan liburan
akhir tahun (Grafik 2.2 dan Grafik 2.3).
Secara triwulanan, kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 0,98% (qtq) atau 8,12%
(yoy), lebih rendah dari inflasi volatile foods pada triwulan sebelumnya sebesar 2,47% (qtq)
atau 9,15% (yoy) (Grafik 2.4). Lebih rendahnya inflasi volatile foods pada triwulan II-2016
didorong oleh adanya panen raya beras dan panen hortikultura selama periode laporan.
Inflasi kelompok ini terutama bersumber dari peningkatan komoditas daging ayam ras,
wortel, telur ayam ras, minyak goreng, bawang putih dan daging sapi. Peningkatan inflasi
VF lebih lanjut mampu ditahan oleh deflasi komoditas beras, seiring dengan panen raya
dan deflasi komoditas hortikultura (cabai merah, cabai rawit dan bawang merah), seiring
dengan panen komoditas tersebut (Tabel 2.2).
Tabel 2.2
Penyumbang Inflasi Volatile Foods
%, mtm
4,00
No.
Inflasi VF 2015
Inflasi VF 2016
Rata-rata 2010-2012
2,00
0,00
-2,00
Jan
Feb Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Inflasi
1
2
3
4
5
6
Deflasi
1
2
3
4
Volatile Food
(%, qtq)
Kontribusi
(%, qtq)
DAGING AYAM RAS
WORTEL
TELUR AYAM RAS
MINYAK GORENG
BAWANG PUTIH
DAGING SAPI
9,73
64,01
6,04
3,48
9,57
1,34
0,11
0,06
0,04
0,03
0,03
0,01
CABAI MERAH
BERAS
CABAI RAWIT
BAWANG MERAH
(33,98)
(1,41)
(25,61)
(3,02)
(0,23)
(0,06)
(0,05)
(0,02)
Grafik 2.4
Inflasi Volatile Foods
Secara triwulanan, kelompok administered prices (AP) pada triwulan II-2016 mencatat
deflasi yang lebih rendah. Kelompok administered prices pada triwulan II-2016 mencatat
deflasi sebesar 0,73% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi triwulan sebelumnya 1,64%
(qtq) (Grafik 2.5). Lebih rendahnya deflasi komponen AP terutama didorong oleh kenaikan
tarif angkutan udara dan tarif angkutan antar kota, seiring dengan tingginya permintaan
menjelang Idul Fitri. Inflasi kelompok AP tertahan oleh kecenderungan penurunan harga
bensin, tarif listrik, dan angkutan dalam kota (Tabel 2.3). Penurunan harga tersebut
Tabel 2.3
Penyumbang Inflasi Administered Prices
%, mtm
10
20
8
15
6
10
4
5
2
0
0
-2
-4
-5
Administered Prices (%, mtm)
Administered Prices (%, yoy) - rhs
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6
2013
2014
2015
2016
-10
No.
Inflasi
1
2
3
4
5
Deflasi
1
2
3
4
Administered Prices
(%, qtq)
Kontribusi
(%, qtq)
ANGKUTAN UDARA
ROKOK KRETEK FILTER
ROKOK KRETEK
ANGKUTAN ANTAR KOTA
ROKOK PUTIH
14,01
1,85
2,32
1,47
1,53
0,13
0,04
0,02
0,01
0,01
BENSIN
TARIF LISTRIK
ANGKUTAN DALAM KOTA
BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
(6,91)
(1,35)
(1,14)
(0,88)
(0,25)
(0,04)
(0,03)
(0,02)
Grafik 2.5
Inflasi Administered Prices
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
11
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
didorong oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM umum jenis Pertamax,
Pertamax Plus, Pertamina Dex dan Pertalite pada pertengahan Mei 2016 dengan rata-rata
penurunan sebesar Rp200 per liter.
Secara spasial, inflasi bulanan (mtm) pada Juni 2016 yang cukup terkendali terjadi di
berbagai daerah di wilayah Indonesia. Inflasi tertinggi terjadi di wilayah Kalimantan yang
tercatat sebesar 1,09% (mtm), yang kemudian diikuti oleh inflasi di Sumatera, KTI, dan
Jawa masing-masing sebesar 0,78% (mtm), 0,67% (mtm) dan 0,58% (mtm) (Gambar 2.1).
Tingginya inflasi di wilayah Kalimantan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan
udara, daging ayam ras, dan gula pasir. Inflasi beberapa daerah di Sumatera, seperti Bangka
Belitung dan Kepulauan Riau, didorong oleh kenaikan harga ikan segar dan sayur-sayuran.
Sementara inflasi di KTI, seperti Papua dan Papua Barat, lebih didorong oleh kenaikan tarif
angkutan udara. Di sisi lain, cukup rendahnya inflasi di wilayah Jawa terutama dipengaruhi
penurunan harga komoditas bawang merah, seiring dengan terjaganya pasokan dari
beberapa wilayah sentra.
Aceh
0,89
SUMUT
0,77
KEP. RIAU
1,3
RIAU
0,43
KALBAR
1,1
KALTIM
1,2
JAMBI
1,04
SUMSEL
0,26
KEP.
BABEL
1,9
SUMBAR
0,18
SULBAR
1,2
KALTENG
0,81
DKI
JAKARTA
0,52
JATENG
0,41
BENGKULU
1,4
KALSEL
1,05
BANTEN
0,55
Inf > 3,0%
JABAR
0,72
2,0% < Inf < 3,0%
DIY
0,43
JATIM
0,6
1% < Inf < 2%
MALUT
0,3
PAPBAR
1,4
PAPUA
1,6
GORONTALO
1,02
MALUKU
0,36
SULSEL
0,45
BALI
034
LAMPUNG
0,73
SULUT
1,1
SULTENG
0,63
NTT
0,58
SULTRA
0,75
NTB
1,1
0,5% < Inf 1%
0% < Inf < 0,5%
Inf < 0%
Gambar 2.1
Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi pada akhir tahun 2016
diperkirakan akan berada di kisaran sasaran inflasi 4+1% pada tahun 2016. Ke depan,
koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan
terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi VF akibat dampak fenomena La
Nina.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Meningkatnya
kinerja ekonomi
pada triwulan II
2016 didorong
oleh meningkatnya
permintaan
domestik.
12
Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan II-2016, meskipun belum
merata baik secara spasial maupun sektoral. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016
mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91%
(yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya
permintaan domestik, terutama konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah
tangga. Stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
terhadap konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi
pada triwulan II-2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan di wilayah Jawa dan
Sumatera, sementara pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) masih melemah. Dari sisi sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor
jasa keuangan dan pertanian.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 mencapai 5,18% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Meningkatnya kinerja ekonomi
pada triwulan II-2016 didorong oleh meningkatnya permintaan domestik, terutama
konsumsi dan investasi pemerintah serta konsumsi rumah tangga. Stimulus fiskal dan
kebijakan moneter yang longgar mulai memberi daya dorong terhadap konsumsi
pemerintah dan konsumsi swasta (Tabel 2.4).
Tabel 2.4
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
%yoy, Tahun Dasar 2010
Komponen
Konsumsi Rumah Tangga
2014
2015
I
II
III
IV
2015
2016
I
II
5,16
5,01
4,97
4,95
4,92
4,96
4,94
5,04
12,19
-8,07
-7,99
6,56
8,32
-0,63
6,40
6,72
Konsumsi Pemerintah
1,16
2,91
2,61
7,11
7,31
5,38
2,94
6,28
Investasi
4,57
4,63
3,88
4,79
6,90
5,07
5,57
5,06
Investasi Bangunan
5,52
5,47
4,82
6,25
8,21
6,23
7,67
6,14
Investasi NonBangunan
2,03
2,35
1,32
0,73
3,10
1,87
-0,28
2,02
Ekspor Barang dan Jasa
1,00
-0,62
-0,01
-0,60
-6,44
-1,97
-3,53
-2,73
Import Barang dan Jasa
2,19
-2,19
-6,97
-5,90
-8,05
-5,84
-5,08
-3,01
PDB
5,02
4,73
4,66
4,74
5,04
4,79
4,91
5,18
Konsumsi LNPRT
Sumber : BPS (diolah)
Konsumsi pemerintah naik dari 2,94% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 6,28% (yoy).
Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh akselerasi belanja pemerintah, dengan peningkatan
belanja pegawai dan belanja barang yang signifikan. Selain karena akselerasi yang terus
berlanjut, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah juga terjadi karena base effect
akibat kendala perubahan nomenklatur yang baru tertangani menjelang akhir triwulan
II-2015.
Selain konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016. Hal ini tercermin dari pertumbuhan
konsumsi rumah tangga yang naik dari 4,94% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 5,04%
(yoy). Meningkatnya konsumsi rumah tangga tersebut terjadi pada kelompok makanan
dan nonmakanan. Efek multiplier fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif mulai
memberikan daya dorong terhadap konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang
masih kuat didukung oleh sejumlah indikator konsumsi yang menunjukkan perkembangan
positif. Penjualan eceran mengalami kenaikan yang bersumber dari perbaikan penjualan
semua kelompok komoditas (Grafik 2.6). Sejalan dengan positifnya penjualan eceran,
meningkatnya penjualan mobil berlanjut pada triwulan II-2016. Hal ini sesuai dengan pola
musiman menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) pada triwulan II-2016 juga menunjukkan peningkatan (Grafik 2.7).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
13
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
%
125
40
120
Komunikasi
30
Penjualan
Eceran
Makanan
20
115
110
10
105
0
100
-10
95
Perlengkapan RT
-20
Pakaian
90
85
-30
-40
80
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
I
II
I
II
III
IV
I
II
2014
2016
Grafik 2.6
Penjualan Eceran
III
IV
I
2015
II
2016
Grafik 2.7
Indeks Keyakinan Konsumen
Investasi tumbuh 5,06% (yoy) pada triwulan II-2016, lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,57% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong
oleh melambatnya investasi bangunan, akibat masih lemahnya minat investasi swasta.
Sementara itu, belanja modal Pemerintah yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur
mencatat peningkatan yang cukup signifikan. Perlambatan investasi bangunan tercermin
dari penjualan semen yang kembali menurun (Grafik 2.8). Sementara itu, meskipun
belum kuat, investasi nonbangunan telah tumbuh positif (2,02%, yoy) dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi (-0,28%, yoy). Perbaikan
investasi nonbangunan terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan Cultivated
Bioligical Resources (CBR) dan perbaikan investasi mesin dan perlengkapan dan kendaraan,
meskipun masih belum solid (Grafik 2.9).
%, yoy
10
8
(%, yoy)
30
PDB LU Konstruksi
6
20
4
10
2
0
0
-2
-10
Semen
-4
-6
Mesin dan Perlengkapan
Kendaraan
Peralatan
-20
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2015
Sumber : United Tractors, Asosiasi Semen Indonesia, BPS
Grafik 2.8
Penjualan Semen
Q1
Q2
2016
-30
Q1
Q2
Q3
2013
Q4
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
2016
Grafik 2.9
Investasi Mesin dan Alat Transportasi
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor menunjukkan perbaikan, meskipun masih terkontraksi,
antara lain didukung oleh ekspor beberapa komoditas yang mulai membaik. Ekspor
pada triwulan II-2016 mencatat kontraksi 2,73% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi
pada triwulan sebelumnya sebesar 3,53% (yoy) (Grafik 2.10). Perbaikan ekspor nonmigas
ditopang oleh perbaikan ekspor produk pertanian dan produk manufaktur. Ekspor
pertanian pada Juni 2016 tumbuh membaik dibandingkan bulan sebelumnya, didukung
oleh perbaikan ekspor udang dan ikan, rempah-rempah serta teh. Pada Juni 2016, eksor
14
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
manufaktur juga membaik didorong oleh ekspor TPT, kayu olahan, serta produk kimia.
Pebaikan kinerja ekspor manufaktur sejalan dengan positifnya pertumbuhan ekspor
Indonesia ke Amerika Serikat pada Juni 2016, yang sebagian besar merupakan ekspor
produk manufaktur.
Sejalan dengan peningkatan permintaan domestik, kontraksi impor membaik pada
triwulan II-2016 menjadi 3,01% (yoy) dari 5,08% (yoy) pada triwulan I-2016. Tertahannya
kontraksi impor terutama ditopang oleh pertumbuhan impor bahan baku dan barang
konsumsi (Grafik 2.11). Pertumbuhan impor bahan baku terus meningkat didorong oleh
pertumbuhan bahan baku makanan minuman (mamin) untuk industri. Sementara itu,
sejalan dengan masih lemahnya investasi swasta hingga triwulan II-2016, impor barang
modal masih melanjutkan kontraksi pada Juni 2016 meski membaik dari bulan sebelumnya.
% yoy
%, yoy
15
10
5
0
-5
-10
15
-20
-25
-30
-35
60
Manufaktur
40
Pertanian
20
Bahan Baku
PDB Impor
Konsumsi
0
Total
Total
-20
Pertambangan
Jan
Feb
Mar
Apr
Barang Modal
-40
Mei
2016
Grafik 2.10
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Jun
-60
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2014
2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2016
2016
Grafik 2.11
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Dari sisi sektoral, perbaikan ekonomi ditopang oleh sektor jasa keuangan dan pertanian
(Tabel 2.5). Jasa keuangan meningkat didorong melebarnya Net Interest Margin (NIM)
akibat spread suku bunga kredit dan suku bunga deposito yang meningkat. Dengan
kecenderungan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) yang relatif stabil,
peningkatan NIM tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor jasa keuangan. Selain
sektor jasa keuangan, sektor pertanian menjadi sektor pendorong ekonomi domestik.
Perbaikan sektor pertanian terutama didorong oleh kenaikan pertumbuhan subsektor
tanaman pangan akibat bergesernya panen raya ke triwulan II-2016 sejak tahun 2015.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2016 didorong oleh peningkatan
pertumbuhan di wilayah Jawa dan Sumatera, sementara pertumbuhan ekonomi di
wilayah Kalimantan dan KTI masih melemah (Gambar 2.2). Akselerasi di Sumatera
didorong peningkatan kinerja sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran
(PHR), serta sektor bangunan. Sementara itu, akselerasi pertumbuhan ekonomi di wilayah
Jawa bersumber dari meningkatnya kinerja jasa keuangan dan bangunan. Di sisi lain,
pertumbuhan ekonomi di wilayah Kalimantan dan KTI melambat dengan kontraksi yang
cukup dalam terjadi di Kalimantan Timur dan Papua. Perlambatan ekonomi di wilayah KTI
dipengaruhi oleh masih terkontraksinya pertambangan, sementara perlambatan ekonomi
di wilayah Kalimantan dipengaruhi oleh melambatnya seluruh sektor ekonomi, kecuali jasa
keuangan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.5
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Komponen
2015
2014
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Air bersih, dan Pengadaan Air*
Konstruksi
Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin**
Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi***
Jasa Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan****
Jasa-jasa Lainnya*****
PDB
4,24
0,72
4,61
5,59
6,97
5,27
8,82
4,68
5,64
5,02
2016
2015
I
II
III
IV
4,01
-1,32
4,01
1,99
6,03
3,98
8,11
8,57
5,78
4,73
6,86
-5,20
4,11
1,25
5,35
2,07
7,94
2,63
7,65
4,66
3,34
-5,66
4,51
1,12
6,82
1,94
9,14
10,36
5,45
4,74
1,57
-7,91
4,35
2,14
8,24
3,32
8,79
12,52
6,24
5,04
4,02
-5,08
4,25
1,62
6,65
2,81
8,50
8,53
6,27
4,79
I
II
1,77
-1,29
4,63
7,31
7,87
4,33
8,12
7,48
6,22
4,91
3,23
-0,72
4,74
6,03
6,21
4,23
7,72
9,09
5,79
5,18
Sumber : BPS
Proyeksi Bank Indonesia
* Penggabungan 2 lap. usaha : (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air
** Penggabungan 2 lap. usaha : (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor, serta (ii) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
*** Penggabungan 3 lap. usaha : (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) informasi dan Komunikasi
**** Penggabungan 3 lap. usaha : (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate, dan (iii) Jasa Perusahaan
***** Penggabungan 4 lap. usaha : (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Lainnya, dan (iv ) Jasa Lainnya
SUMATERA
3,5
I
4,6
3,0
3,1
II
III
2015
IV
JAWA
4,5
4,2
I
5,3
I
II
2016
5,2
5,5
KALIMANTAN
5,9
2,0
5,7
5,3
1,4
KTI
1,5
1,4
IV
I
1,1
6,5
II
I
9,4
8,9
8,6
II
III
2015
IV
II
III
2015
IV
I
I
II
2016
II
III
2015
2016
Aceh
3,5
SUMUT
5,7
KALBAR
4,2
KALTIM
-1,3
JAMBI
3,6
SUMSEL
4,9
KEP.
BABEL
3,7
SUMBAR
5,8
DKI
JAKARTA
5,9
BENGKULU
5,4
JATENG
5,7
KALSEL
4
PDRB ≥ 7,0%
I
II
2016
JABAR
5,9
DIY
5,6
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
JATIM
5,6
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
MALUT
5,6
PAPBAR
3,4
PAPUA
-5,91
GORONTALO
5,4
MALUKU
6,5
SULSEL
8,1
BALI
6,5
SULUT
6,1
SULTENG
15,5
SULBAR
4,6
KALTENG
5,7
LAMPUNG
5,2
BANTEN
5,2
5,9
Nasional : 5,18%
TW’I ; 4,91%
KEP. RIAU
5,4
RIAU
2,4
6,3
0,4
NTT
5,3
SULTRA
6,8
NTB
9,9
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0%
Gambar 2.2
Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2016
Neraca
pembayaran
mencatat surplus
didukung
penurunan defisit
transaksi berjalan
dan peningkatan
surplus transaksi
modal dan
finansial.
16
2.3. Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2016 mencatat surplus, ditopang oleh
menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan
finansial. Surplus NPI tercatat sebesar 2,2 miliar dolar AS, setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami defisit sebesar 0,3 miliar dolar AS (Grafik 2.12). Perkembangan ini menunjukkan
keseimbangan eksternal perekonomian yang semakin baik dan turut menopang terjaganya
stabilitas makroekonomi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2016
Miliar Dolar AS
menurun, didorong oleh kenaikan surplus
15
neraca perdagangan nonmigas. Defisit
10
transaksi berjalan menurun dari 4,8 miliar dolar
5
AS (2,2% PDB) pada triwulan I-2016 menjadi
0
4,7 miliar dolar AS (2,0% PDB) pada triwulan
-5
II-2016 (Grafik 2.13). Penurunan tersebut
-10
ditopang oleh kenaikan surplus neraca
Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Berjalan
-15
perdagangan nonmigas akibat peningkatan
Neraca Keseluruhan
-20
ekspor nonmigas yang lebih besar dari
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2**
2011
2012
2013
2014
2015 2016
peningkatan impor nonmigas (Grafik 2.14).
* Angka Sementara
Kinerja ekspor nonmigas terutama didukung
** Angka Sangat Sementara
oleh peningkatan ekspor produk manufaktur,
Grafik 2.12
seperti tekstil dan produk tekstil, kendaraan
Neraca
Pembayaran
Indonesia
dan bagiannya, serta mesin dan peralatan
mekanik. Sementara itu, peningkatan impor
nonmigas terutama didukung oleh kenaikan impor bahan baku. Di sisi lain, defisit neraca
perdagangan migas melebar, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Selain itu,
defisit neraca jasa juga meningkat mengikuti pola musiman surplus neraca jasa perjalanan
yang rendah pada triwulan laporan.
Miliar Dolar AS
14
10
6
2
-2
-6
-10
-14
-18
-22
-26
Persen
Miliar Dolar AS
3
1
-1
-3
-5
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca Perdagangan
Transaksi Berjalan
Neraca Pendapatan Primer
Neraca Jasa
CA/GDP (%) (rhs)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2**
2011
2012
2013
2014
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Grafik 2.13
Neraca Transaksi Berjalan
2015
2016
11
Neraca Nonmigas
Neraca Migas
Neraca Perdagangan
9
7
5
3
-7
1
-9
-1
-11
-3
-13
-5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1** Q2**
2011
2012
2013
2014
2015
2016
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Grafik 2.14
Neraca Perdagangan Triwulan II-2016
Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial meningkat, didukung oleh persepsi
positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan meredanya ketidakpastian
di pasar keuangan global. Surplus transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2016
mencapai 7,4 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan dengan surplus pada triwulan
sebelumnya sebesar 4,6 miliar dolar AS, terutama ditopang oleh aliran masuk modal
investasi portofolio (Grafik 2.15). Aliran masuk modal investasi portofolio neto meningkat
signifikan mencapai 8,4 miliar dolar AS pada triwulan II-2016, sebagian besar didukung oleh
penerbitan obligasi global pemerintah dan net inflows dari investor asing yang melakukan
pembelian di pasar saham serta pasar SBN rupiah. Selain itu, surplus investasi langsung
juga tercatat meningkat menjadi 3,0 miliar dolar AS dari 2,7 miliar dolar AS pada triwulan
I-2016, seiring dengan positifnya prospek ekonomi domestik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
17
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Perkembangan NPI tersebut pada gilirannya memperkuat cadangan devisa. Posisi cadangan
devisa meningkat dari 107,5 miliar dolar AS pada akhir triwulan I-2016 menjadi 109,8
miliar dolar AS pada akhir triwulan II-2016 (Grafik 2.16). Peningkatan tersebut dipengaruhi
penerimaan cadangan devisa, antara lain berasal dari penerbitan global bonds pemerintah,
hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, penerimaan pajak dan devisa migas
serta penarikan pinjaman pemerintah, yang jauh melampaui kebutuhan devisa, antara lain,
untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.
Miliar Dolar AS
120
15
10
100
5
80
0
-15
-20
Bulan Impor
9,0
8,0
7,0
60
-5
-10
Miliar Dolar AS
2012
2013
5,0
20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1**Q2**
2011
6,0
40
Investasi Portofolio
Investasi Langsung
Investasi Lainnya
Transaksi Modal dan Finansial
2014
2015
* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Grafik 2.15
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
2016
0
Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun
2014
2015
4,0
2016
Cadangan Devisa (Miliar Dolar AS)
Bulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala Kanan)
Grafik 2.16
Perkembangan Cadangan Devisa
Posisi cadangan devisa sebesar 109,8 miliar dolar AS pada Juni 2016 tersebut cukup untuk
membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama
8,0 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Bank Indonesia menilai
cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga
kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
2.4. Utang Luar Negeri
Pertumbuhan
utang luar
negeri (ULN)
jangka pendek
pada triwulan
II 2016 tercatat
mengalami
penurunan.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II-2016 tercatat sebesar 323,8 miliar
dolar AS atau tumbuh 6,2% (yoy). Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang
tumbuh 7,7% (yoy), sementara ULN jangka pendek turun 3,1% (yoy). Berdasarkan kelompok
peminjam, pertumbuhan tahunan ULN sektor publik meningkat, sementara pertumbuhan
tahunan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap
produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan II-2016 tercatat sebesar 36,8%, sedikit
meningkat dari 36,6% pada akhir triwulan I-2016.
Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang.
Posisi ULN berjangka panjang pada akhir triwulan II-2016 mencapai 282,3 miliar dolar AS
(87,2% dari total ULN) dan meningkat 7,7% (yoy), lebih lambat dari pertumbuhan triwulan
I-2016 sebesar 8,4% (yoy). Di sisi lain, posisi ULN berjangka pendek pada akhir triwulan
II-2016 tercatat sebesar 41,5 miliar dolar AS (12,8% dari total ULN) dan menurun 3,1%
(yoy), lebih kecil dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan triwulan I-2016 sebesar
9,1% (yoy). Meski secara tahunan menurun, posisi ULN jangka pendek pada akhir triwulan
II-2016 tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan sebelumnya.
Dengan perkembangan tersebut, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa
tercatat sebesar 37,8% pada triwulan II-2016.
18
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia sebagian besar terdiri dari ULN
sektor swasta. Pada akhir triwulan II-2016, posisi ULN sektor publik sebesar 158,7 miliar
dolar AS (49,0% dari total ULN), sementara ULN sektor swasta mencapai 165,1 miliar dolar
AS (51,0% dari total ULN). ULN sektor publik tumbuh meningkat menjadi 17,9% (yoy) pada
triwulan II-2016 dari triwulan sebelumnya sebesar 14,0% (yoy), sementara ULN sektor
swasta turun 3,1% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada triwulan
sebelumnya sebesar 0,5% (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir triwulan II-2016 terkonsentrasi
di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,9%. Bila
dibandingkan dengan triwulan I-2016, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas
& air bersih tercatat meningkat sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor industri
pengolahan tercatat melambat. Sementara itu, pertumbuhan tahunan ULN sektor
pertambangan dan sektor keuangan mengalami kontraksi yang lebih dalam.
Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan II-2016 masih cukup sehat,
namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal
dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat
memengaruhi stabilitas makroekonomi.
2.5. Nilai Tukar Rupiah
Penguatan rupiah berlanjut. Secara rata-rata, rupiah selama triwulan II-2016 menguat
sebesar 1,59% (Grafik 2.17) dan mencapai level Rp13.313 per dolar AS. Secara point to point
(ptp), rupiah menguat sebesar 0,36% dan mencapai level Rp13.213 (Grafik 2.18).
Tw.ll-2016 vs Tw.l -2016
14200
14000
IDR/USD
Monthly Average
Quarterly Average
13800
13600
13400
13525
13313
13200
13213
data s.d. 30 Jun 2016
4-Jan
11-Jan
14-Jan
25-Jan
1-Feb
9-Feb
16-Feb
23-Feb
1-Mar
8-Mar
16-Mar
23-Mar
31-Mar
7-Apr
14-Apr
21-Apr
28-Apr
9-Mei
16-Mei
23-Mei
30-Mei
6-Jun
13-Jun
20-Jun
27-Jun
13000
Sumber: Reuters
BRL
0,36
IDR
1,59
0,11
THB
1,09
-0,15
ZAR
5,55
-0,73
KRW
3,32
-1,89
INR
0,84
-2,02
TRY
1,74
-2,09
EUR
2,36
-2,53
PHP
1,56
-2,92
CNY
0,04
MYR -3,21
4,61
-5,OO
-0,OO
5,OO
11,80
11,51
Penguatan rupiah
berlanjut seiring
dengan persepsi
positif atas prospek
perekonomian
domestik dan
meredanya risiko
eksternal.
point-to-point
average
%
10,OO
15,OO
Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah
Grafik 2.17
Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.18
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Penguatan rupiah berlanjut seiring dengan persepsi positif atas prospek perekonomian
domestik dan meredanya risiko eksternal. Penguatan rupiah pada triwulan II-2016
didorong oleh faktor domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, penguatan rupiah
didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik sejalan
dengan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sentimen positif atas pengesahan UU
Pengampunan Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan rupiah didorong oleh meredanya
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
USD mn
IDR/USD
4000
3000
2000
1000
0
-1000
-2000
-3000
-4000
SUN
IDR/USD (Rhs)
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Stock
SBI
15.000
14.000
13.000
12.000
11.000
10.000
9.000
2013
2014
2015
Q2-15 Q3-15 Q4-15 2015 Jan-16 Feb-16 Mar-16
Stock -1.252 -1.201 -325 -2.345 -167 304 175
SUN
2.260 -453 2.598 7.608 1.301 721 1.276
SBI
181 -193
1 -135
0 22 46
Total 1.189 -1.847 2.274 5.127 1.134 1.047 1.498
Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg
2016
risiko di pasar keuangan global terkait dengan
terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan
penundaan kenaikan FFR oleh the Fed.
Faktor domestik dan eksternal yang membaik
tersebut mendorong berlanjutnya aliran dana
masuk (inflow) ke pasar keuangan domestik,
yang selanjutnya mendorong penguatan
rupiah (Grafik 2.19).
Q1-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Q2-16
313 22 -14 660 669
3.298 1.180 -358 1.848 2.671
68 259 -272 262 250
3.679 1.462 -643 2.771 3.589
Apresiasi rupiah yang berlangsung secara
gradual mendorong terjaganya volatilitas nilai
tukar. Pada triwulan II-2016, volatilitas nilai
tukar rupiah mencatat penurunan dan relatif
lebih rendah dibandingkan beberapa negara
Grafik 2.19
peers. Hal ini sejalan dengan penguatan nilai
Net Aliran Dana Nonresiden
tukar rupiah yang terjadi secara gradual
sejak April 2016 (Grafik 2.20). Volatilitas rupiah pada triwulan II-2016 tercatat lebih rendah
dibandingkan volatilitas sebagian mata uang negara peers seperti Rand (Afrika Selatan),
Real (Brazil), Ringgit (Malaysia), Lira (Turki), dan Won (Korea Selatan). Secara year to date
(ytd), volatilitas rupiah juga lebih rendah dibandingkan rata-rata volatilitas mata uang
negara kawasan (Grafik 2.21).
%
%
30
30
Q1-16
25
20
15
15
10
10
5
5
20
TRY
MYR ZAR KRW BRL
IDR
PHP
INR
SGD
2015
YTD 2016
Average YTD-16
25
20
0
Volume transaksi
di pasar uang
rupiah meningkat
terutama akibat
peningkatan
kebutuhan
likuiditas
perbankan.
Peningkatan
juga tercatat
pada volume
transaksi valuta
asing domestik
akibat semakin
meningkatnya
kebutuhan
transaksi oleh para
pelaku pasar.
Q2-16
THB
Grafik 2.20
Volatilitas Nilai Tukar (Triwulanan)
0
DATA s.d. 30 Juni 2016
ZAR
BRL MYR
TRY
KRW IDR
SGD
PHP
THB
INR
Grafik 2.21
Volatilitas Nilai Tukar (YTD 2016)
Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai
fundamentalnya. Sejumlah faktor eksternal, seperti dinamika prospek kenaikan suku bunga
lanjutan di AS dan berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke perekonomian dalam
negeri tetap perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap perkembangan nilai tukar rupiah.
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
Volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan II-2016 secara keseluruhan mengalami
kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan peningkatan
kebutuhan likuiditas oleh perbankan menjelang hari raya Idul Fitri. Pada triwulan II-2016,
volume rata-rata harian (RRH) transaksi pasar uang rupiah naik sekitar 11% menjadi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Rp14,37 triliun per hari. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan transaksi
repo, seiring dengan semakin banyaknya pelaku yang bertransaksi. Peningkatan volume
juga terjadi pada transaksi perdagangan outright instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) sekitar 34%.
Rata-rata harian volume transaksi Pasar Uang Antarbank/PUAB (uncollateralized) pada
triwulan II-2016 relatif tidak banyak mengalami perubahan dari triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II-2016, volume transaksi PUAB hanya naik tipis sebesar Rp727 miliar per
hari atau sekitar 6% menjadi Rp12,75 triliun per hari. Sejalan dengan pergerakan volume
tersebut, frekuensi transaksi dan jumlah pelaku juga relatif stabil dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 2.22). Pada triwulan II-2016, frekuensi transaksi tercatat
sebanyak 157 transaksi dibandingkan dengan 154 transaksi pada triwulan sebelumnya.
Sedangkan jumlah pelaku yang bertransaksi PUAB pada triwulan II-2016 sebanyak 99 bank
dibandingkan dengan 98 bank pada triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II-2016, suku bunga PUAB mengalami penurunan di seluruh tenor seiring
dengan penurunan lebih lanjut sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia pada
periode tersebut. Suku bunga RRH PUAB tenor overnight (O/N), 1 minggu, dan 1 bulan
turun masing-masing menjadi 4,88%, 5,49% dan 6,15% (Grafik 2.23).
%
Rp Triliun
14
180
10
12
160
9
140
8
120
7
100
6
80
5
60
4
10
8
6
4
2
-
Tw I
Tw II Tw III Tw IV
2014
RRH Volume: ON
RRH Volume: 1 mgg
Jlh Bank Pelaku (rhs)
Tw I
Tw II Tw III Tw IV
2015
Tw I
Tw II
2016
RRH Volume: 2-4 hr
RRH Volume: > 1 mgg
RRH Frekuensi (rhs)
Grafik 2.22
Perkembangan Transaksi PUAB
PUAB ON
LF Rate
PUAB 1 mgg
BI Rate
DF Rate
PUAB 1 bln
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
2014
2015
2016
Grafik 2.23
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Aktivitas transaksi repo pada triwulan II-2016 mengalami kenaikan yang sangat signifikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumya. Peningkatan ini seiring dengan semakin
banyaknya pelaku pasar yang mulai memanfaatkan transaksi repo untuk pengelolaan
likuiditasnya. Volume RRH transaksi repo naik sekitar 570% dari Rp108 miliar per hari pada
triwulan I-2016 menjadi Rp725 miliar per hari pada triwulan II-20161 (Grafik 2.24).
Sejalan dengan peningkatan volume transaksi, frekuensi transaksi juga meningkat
signifikan. Selama triwulan II-2016, frekuensi kumulatif sebesar 174 transaksi, naik dari 26
transaksi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, pelaku transaksi repo meningkat dari
9 bank menjadi 25 bank.
1
Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Sementara itu, suku bunga repo bergerak searah dengan suku bunga PUAB. Hal ini seiring
dengan penurunan stance kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan kecenderungan
bergerak di bawah suku bunga PUAB (Grafik 2.25).
Rp triliun
1,00
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
-
10,00%
> 3 bulan
3 bulan
2 bulan
1 bulan
9,50%
< 1 bulan
9,00%
8,50%
8,00%
7,50%
7,00%
6,50%
6,00%
5,50%
Tw I
Tw II
Tw III Tw IV
2014
Tw I
Tw II
Tw III Tw IV
2015
Tw I
Tw II
Unsecured (PUAB)
2014
2016
Grafik 2.24
Volume Transaksi Repo (rrh)
Secured (Repo)
2 3 3 1 2 4 2 6 3 1 29 26 24 26 24 24 22 22 22 23 21 18 20 17 16 18 16 16 14 16 13
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015
2016
Grafik 2.25
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing
Volume transaksi di pasar valuta asing domestik mengalami peningkatan seiring dengan
semakin meningkatnya kebutuhan transaksi oleh para pelaku pasar. Rata-rata harian
transaksi valas pada triwulan II-2016 mencapai 5,1 miliar dolar AS per hari2, meningkat
3% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.26). Peningkatan transaksi tersebut
disebabkan oleh modal masuk (capital inflow) yang cukup besar dan meningkatnya
kebutuhan transaksi para pelaku pasar akibat adanya kewajiban lindung nilai bagi korporasi
non-bank yang memiliki utang luar negeri.
Miliar Dolar AS
6,00
4,6
4,9
4,5
5,00
5,1
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015
2016
Peningkatan transaksi valas ini terjadi pada
semua instrumen. Transaksi spot meningkat
sebesar 2,2%, dari 3,0 miliar dolar AS pada
triwulan I-2016 menjadi 3,1 miliar dolar AS
pada triwulan II-2016. Transaksi derivatif juga
meningkat sebesar 3,6% dari 1,9 miliar dolar
AS menjadi 2 miliar dolar AS. Peningkatan
transaksi derivatif masih didorong oleh adanya
kewajiban lindung nilai bagi korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri.
Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi
option sebesar 13%, meskipun secara volume
relatif kecil. Selanjutnya, peningkatan
Grafik 2.26
juga terjadi pada transaksi swap sebesar
Volume Transaksi Valas Domestik
5,2% sebagai dampak dari meningkatnya
kebutuhan lindung nilai (hedging) nasabah, peningkatan transaksi swap antarbank yang
dilakukan dalam rangka menutup lindung nilai, dan pemenuhan kebutuhan likuiditas
rupiah bank.
CCS
2
22
Option
Forward
Swap
Spot
Volume transaksi seluruh mata uang.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Pada triwulan II-2016, pasar valas domestik
cenderung mengalami net inflow. Hal itu
tercermin dari net jual pelaku asing yang
mencapai 4,3 miliar dolar AS, lebih tinggi
dibandingkan 3,9 miliar dolar AS pada triwulan
I-2016. Nasabah domestik juga cenderung
melakukan net jual. Pada triwulan II-2016, net
jual oleh nasabah domestik mencapai 750 juta
dolar AS, lebih tinggi dibandingkan 270 juta
dolar AS pada triwulan sebelumnya. Secara
total, pasar valas domestik pada triwulan
II-2016 mengalami net jual (supply) valas
sebesar 5,1 miliar dolar AS, meningkat 25%
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik
2.27).
5,00
-5,1
(+) Net Beli
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
-1,00
-2,00
Domestik
-3,00
Asing
(-) Net Jual
-4,00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015
2016
Grafik 2.27
Net Transaksi Valas Domestik dan Asing
Tingginya supply valas tersebut berasal dari aliran dana masuk oleh investor asing sebagai
dampak dari ekspektasi membaiknya kondisi ekonomi domestik, tingginya ekspektasi
terhadap kebijakan tax amnesty, dan dari sisi ekonomi global yang diperkirakan akibat
belum terjadinya kenaikan Fed Fund Rate.
Seiring meningkatnya transaksi derivatif,
komposisi transaksi derivatif juga cenderung
meningkat. Porsi transaksi derivatif pada
triwulan II-2016 mencapai 40%, meningkat
dibandingkan 39% pada triwulan sebelumnya
dan 35% pada triwulan II-2015 (Grafik 2.28).
Kenaikan komposisi transaksi derivatif ini
masih disebabkan oleh adanya peningkatan
kebutuhan lindung nilai bagi korporasi
yang memiliki kewajiban utang luar negeri,
sekaligus merupakan upaya pelaku pasar
dalam memitigasi risiko pasar akibat
pergerakan nilai tukar rupiah.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
40%
60%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015
Spot
2016
Derivatif
Grafik 2.28
Komposisi Transaksi Valas Domestik
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
Selama triwulan II-2016, kondisi sistem keuangan Indonesia relatif stabil ditandai dengan
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang tetap (persistent) berada pada level normal.
Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan. Selain
ketahanan industri perbankan, peningkatan kinerja pasar keuangan maupun korporasi dan
rumah tangga juga mendukung tercapainya sistem keuangan yang stabil.
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan II-2016 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin antara lain dari peningkatan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) dan modal masuk (inflow) investor asing ke pasar saham
dan Surat Berharga Negara (SBN). Pengesahan Undang-undang tentang tax amnesty
memberi sentimen positif sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan
SBN domestik.
Kinerja pasar
keuangan
meningkat
tercermin dari
peningkatan
Indeks Harga
Saham gabungan
(IHSG) dan inflow
ke pasar saham
dan Surat Berharga
Negara (SBN).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Selama triwulan II-2016, imbal hasil (yield) SBN mengalami penurunan pada semua tenor.
Hal ini menandakan meningkatnya kepercayaan investor terhadap kinerja pemerintah.
Penurunan ini terutama bersumber dari penurunan BI Rate dan didukung dengan semakin
tingginya permintaan akan SBN. Peningkatan permintaan SBN juga dipengaruhi oleh
implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB), sehingga
LJKNB seperti asuransi, dana pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan
lembaga penjaminan mulai menambah portofolio investasi di SBN.
Dibandingkan dengan triwulan I-2016, yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun
sebesar 0,24 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 0,31 bps, dan jangka
panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 0,42 bps (Grafik 2.29). Jika dibandingkan dengan
posisi yang sama tahun sebelumnya (yoy), yield SBN jangka pendek (1-5 tahun) menurun
sebesar 1,04 bps, jangka menengah (6-10 tahun) menurun sebesar 0,87 bps, dan jangka
panjang (11-30 tahun) menurun sebesar 0,69 bps. Penurunan yield SBN tersebut diiringi
dengan penurunan volatilitas pergerakan yield. Volatilitas yield pada SBN jangka pendek,
menengah, dan panjang menurun masing-masing sebesar 4,91 bps, 2,16 bps, dan 1,60 bps
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.30).
%
9
8,5
8
35
(0,10)
30
7
10
(0,50)
5,5
∆ qtq (rhs)
6/30/2016
3/31/2016
1Y 2Y 3Y 4Y 5Y 6Y 7Y 8Y 9Y 10Y11Y12Y13Y15Y16Y18Y20Y30Y
Jangka Panjang
15
(0,40)
6
Jangka Menengah
20
(0,30)
6,5
Jangka Pendek
25
(0,20)
7,5
5
-
5
(0,60)
0
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2014
Grafik 2.29
Yield Obligasi Negara
2015
2016
Grafik 2.30
Volatilitas Yield 20 hari
Seiring dengan terjaganya kepercayaan investor asing, kepemilikan SBN oleh asing masih
mencatat inflow sebesar Rp37,91 triliun pada triwulan II-2016, namun lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang tercatat inflow sebesar Rp47,56 triliun (Tabel 2.6).
Tabel 2.6
Kepemilikan SBN
Institusi (Rp T)
Bank:
Bank Indonesia *)
Non-Banks:
Reksadana
Asuransi
Asing
Dana Pensiun
Individu
Lain-lain
Total
24
Jun-15
377,76
73,16
904,51
56,34
161,87
535,65
46,32
32,21
71,38
1.355,43
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Mar-16
451,00
52,70
1.071,42
67,57
192,29
606,08
56,15
65,85
83,47
1.575,12
Mei-16
449,71
71,62
1.103,58
73,49
213,22
621,96
59,74
49,05
86,12
1.624,91
Jun-16
361,54
150,13
1.135,18
76,44
214,47
643,99
64,67
48,90
86,72
1.646,85
mtm
-19,6%
109,6%
2,9%
4,0%
0,6%
3,5%
8,2%
-0,3%
0,7%
1,35%
ytd
3,3%
1%
17,9%
24,1%
25,0%
15,3%
29,8%
15,0%
10,5%
12,66%
yoy
Pangsa
-4,3%
105%
25,5%
35,7%
32,5%
20,2%
39,6%
51,8%
21,5%
21,50%
22,0%
9%
68,9%
4,6%
13,0%
39,1%
3,9%
3,0%
5,3%
100,00%
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Pada triwulan laporan, kinerja pasar saham juga mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan
dengan peningkatan IHSG sebesar 3,58% dari 4.845,37 pada akhir triwulan I-2016 menjadi
5.016,65 pada akhir triwulan II-2016. Selama triwulan II-2016, rata-rata perdagangan harian
mencapai Rp5,83 triliun atau meningkat sebesar Rp0,05 triliun dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp5,78 triliun. Jika dibandingkan triwulan II-2015, rata-rata perdagangan harian
triwulan II-2016 menurun sebesar Rp0,21 triliun (Grafik 2.31). Kepercayaan asing juga
semakin meningkat di pasar saham tercermin dari modal asing masuk (inflow) sebesar
Rp8,81 triliun pada triwulan II-2016 atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
Rp2,36 triliun. Posisi asing pada triwulan II-2016 lebih tinggi bila dibandingkan triwulan
II-2015 yang tercatat modal keluar bersih (net outflow) sebesar Rp4 triliun (Grafik 2.32).
Rp Miliar
9.000
8.000
7.000
6.000
6.000
15
5.000
10
4.000
5.000
Indeks
5.500
Net Asing
IHSG (rhs)
5.000
5
3.000
4.000
3.000
2.000
2.000
1.000
0
Rp Triliun
Indeks
Nilai rata-rata perdagangan saham harian
IHSG (rhs)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2013
2014
2015
0
1.000
-5
0
10
4.500
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2016
2015
Grafik 2.31
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
4.000
2016
Grafik 2.32
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan II-2016 berada pada level 13,73%,
meningkat dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 10,63% dan triwulan II-2015 yang
mencapai 13,24%. Peningkatan tersebut disebabkan menguatnya harga IHSG yang
signifikan akibat sentimen positif, baik domestik maupun regional (Grafik 2.33).
Pada triwulan II-2016, nilai kapitalisasi pasar
saham Indonesia mencapai Rp5.387,05 triliun,
meningkat sebesar Rp243,6 triliun (4,74%)
dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika
dibandingkan dengan triwulan II-2015, terjadi
peningkatan sebesar Rp386,73 triliun (7,73%).
Di kawasan regional, secara triwulanan
(quarter to quarter/qtq) kinerja bursa saham
negara-negara ASEAN sebagian besar
mengalami peningkatan, termasuk Indonesia.
Namun secara tahunan (year on year/yoy),
kinerja bursa saham mayoritas negara ASEAN
mengalami penurunan, kecuali Indonesia dan
Filipina (Tabel 2.7).
Indeks
%
160
45
140
40
120
35
30
100
25
80
20
60
15
40
10
20
0
5
IHSG (Rebased 1/1/11=100)
Volatilitas IHSG (rhs)
Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun
2014
2015
0
2016
Grafik 2.33
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.7
Perkembangan Indeks Saham Regional
Regional Market Indices
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Indonesia (IHSG)
Jepang (Nikkei)
Hong Kong (HSI)
China (Shanghai)
Korea Selatan (Kospi)
Singapore (STI)
Malaysia (KLCI)
Thailand (SET)
Australia (AS30)
Philippine (PSEi)
India (Sensex)
China (Shenzhen)
Jun-15
Mar-16
Mei-16
Jun-16
4.910,66
20.235,73
26.250,03
4.277,22
2.074,20
3.317,33
1.706,64
1.504,55
5.451,20
7.564,50
27.780,83
2.464,23
4.845,37
16.758,67
20.776,70
3.003,92
1.995,85
2.840,90
1.717,58
1.407,70
5.151,79
7.262,30
25.341,86
1.912,21
4.796,87
17.234,98
20.815,09
2.916,62
1.983,40
2.791,06
1.626,00
1.424,28
5.447,80
7.401,60
26.667,96
1.872,36
5.016,65
15.575,92
20.794,37
2.929,61
1.970,35
2.840,93
1.654,08
1.444,99
5.310,41
7.796,25
26.999,72
1.974,24
Perubahan
mtm (%)
Perubahan
qtq (%)
Perubahan
yoy (%)
4,58
(9,63)
(0,10)
0,45
(0,66)
1,79
1,73
1,45
(2,52)
5,33
1,24
5,44
3,53
(7,06)
0,09
(2,47)
(1,28)
0,00
(3,70)
2,65
3,08
7,35
6,54
3,24
2,16
(23,03)
(20,78)
(31,51)
(5,01)
(14,36)
(3,08)
(3,96)
(2,58)
3,06
(2,81)
(19,88)
Sources: Bloomberg
350
300
250
1400
Jumlah RD (rhs)
NAB (Rp T)
1200
UP Beredar (Jt)
1000
200
800
150
600
100
400
50
200
0
7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2013
2014
2015
2016
0
Sebagaimana pergerakan underlying assets di
pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana
turut mengalami peningkatan. Nilai Aktiva
Bersih (NAB) reksadana meningkat sebesar
3,61% dari triwulan sebelumnya menjadi
Rp303,89 triliun. Jika dibandingkan dengan
triwulan II-2015, NAB reksadana triwulan
II-2016 tumbuh sebesar 15,79% (yoy) (Grafik
2.34). Peningkatan kinerja reksadana seiring
dengan pertumbuhan produk reksadana dan
unit penyertaan.
Pada triwulan II-2016, peningkatan jumlah
produk reksadana sebesar 6,54% (qtq), lebih
Grafik 2.34
tinggi dibandingkan peningkatan triwulan
Perkembangan Industri Reksadana
sebelumnya sebesar 5,04% dan peningkatan
triwulan II-2015 (6,14%). Sementara itu, unit penyertaan meningkat sebesar 5,95% (qtq),
lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh mencapai 9,87% (qtq) dan
triwulan II-2015 mencapai 7,64% (qtq).
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
Industri perbankan
menunjukkan
ketahanan yang
baik didukung
dengan
permodalan yang
kuat serta risiko
kredit, likuiditas,
dan pasar yang
terjaga.
26
Ketahanan permodalan industri perbankan pada triwulan II-2016 tetap kuat tercermin
dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri
perbankan tercatat sebesar 22,29%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun triwulan II-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 21,76% dan 20,13%.
Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% berasal dari pertumbuhan
modal industri perbankan sebesar 6,31% (qtq). Kondisi permodalan yang tinggi
memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko kredit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
2.7.2.1. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan
Pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan II-2016 sedikit membaik dari
triwulan sebelumnya walaupun masih menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan kredit
pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 8,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan I-2016 yang mencapai mencapai 8,71% (yoy), namun masih lebih rendah
dibanding triwulan II-2015 sebesar 10,37% (yoy).
Kenaikan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan
kredit investasi (KI). KMK dan KI meningkat masing-masing dari 6,91% (yoy) dan 11,63%
(yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 7,30% (yoy) dan 12,03% (yoy). Sementara itu, Kredit
Konsumsi (KK) melambat dari 9,13% (yoy) menjadi 8,84% (yoy).
Risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan, namun masih cukup jauh di
bawah batas aman sebesar 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan
pada triwulan II-2016 meningkat dari 2,83% menjadi 3,05% (Grafik 2.35). Rasio tersebut
juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II-2015 tahun sebelumnya yang sebesar
2,56%. Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif
dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap
kredit yang bermasalah.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit
(KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK meningkat dari
3,54% menjadi 3,74%. Sementara itu, rasio NPL gross KI naik dari 2,82%menjadi 3,26%, dan
rasio NPL gross KK meningkat dari 1,66% menjadi 1,67% (Grafik 2.36). Apabila dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK,
KI, dan KK, masing-masing sebesar 20 bps, 56 bps, dan 1 bps.
(%)
(%)
4,0
4,0
3,5
3,05
3,0
3,0
2,5
2,5
2,0
1,52
1,5
2,0
1,5
1,0
1,0
0,5
0,0
Tw 1 2015
Tw 2 2015
Tw 2 2016
Tw 2 2016
3,5
NPL Gross
0,5
NPL Net
MarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJunSepDesMarJun
2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.35
Rasio Non-Performing Loan
2015 2016
KMK
KI
KK
Grafik 2.36
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada sektor pertambangan,
pengangkutan, jasa sosial, dan lain-lain. Peningkatan rasio NPL gross tertinggi terjadi pada
sektor pertambangan, industri, dan pengangkutan. (Grafik 2.37). Penurunan permintaan
terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan terkait ekspor
barang komoditas dan pengangkutan barang komoditas.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
(%)
7,0
6,28
TW 1 2015
TW 2 2015
6,0
TW 1 2016
TW 2 2016
5,45
5,0
4,55
3,95
3,85
4,0
2,89
3,0
1,98
2,0
1,85
1,66
1,68
1,0
Pe
r
Pe tania
r ta
mb n
an
ga
n
Ind
ust
ri
Lis
trik
Ko
nst
Pe ruksi
rda
g
Pe anga
ng
an n
g
Jas
a D kuta
n
un
ia U
sah
Jas a
aS
osi
a
Lai l
n-l
ain
0,0
Grafik 2.37
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko
kredit,
Bank
Indonesia
melaksanakan
monitoring perkembangan risiko kredit
perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas
sistem keuangan. Bank Indonesia juga
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dalam rangka evaluasi ketahanan
permodalan perbankan dalam menyerap
potensi risiko melalui pelaksanaan stress test
secara berkala.
2.7.2.2. Perkembangan Likuiditas
Risiko Likuiditas Industri Perbankan
dan
Kondisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
industri perbankan pada triwulan II-2016
masih melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 5,90% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan I-2016 dan triwulan II-2015 masing-masing sebesar 6,44% (yoy)
dan 12,65% (yoy) (Grafik 2.38).
18%
10,0%
16%
9,5%
9,0%
14%
8,5%
12%
8,0%
10%
6,50%
6,97% 7,0%
7,5%
8%
Pertumbuhan DPK (yoy)
Pertumbuhan DPK Adj Va (yoy)
BI Rate (RHS)
6%
4%
6,5%
5,90% 6,0%
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun
2013
2014
2015
Grafik 2.38
Pertumbuhan DPK (yoy)
2016
5,5%
Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan
terutama terjadi pada komponen deposito.
Pertumbuhan deposito melambat menjadi
2,00% (yoy) pada triwulan II-2016 dari 2,76%
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
giro juga melambat menjadi 1,50% (yoy)
pada triwulan II-2016 dari 9,43% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan
meningkat dari 10,32% (yoy) menjadi 16,30%
(yoy) triwulan II-2016.
Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa
deposito turun dari 47,01% pada triwulan
I-2016 menjadi 45,54% pada triwulan II-2016.
Berbeda dengan deposito, pangsa giro dan
tabungan naik menjadi 23,44% dan 31,02%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 23,31% dan 29,68%.
Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan II-2016 menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya karena pola Hari Raya Idul Fitri, namun masih lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) turun
dari Rp985,07 triliun pada triwulan I-2016 menjadi Rp930,85 triliun pada triwulan laporan
(Grafik 2.39). Selain itu, penurunan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh turunnya rasio
alat likuid (AL)1 terhadap non-core deposit (NCD)2 menjadi sebesar 97,40% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 107,02% (Grafik 2.40). Risiko likuiditas
perbankan masih terjaga, tampak dari rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang
batas (threshold) (50%).
3
4
28
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve.
Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
AL/NCD
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Rp T
(%)
Rp T
800
1600
700
1400
600
1200
500
1000
400
800
300
600
200
400
100
200
0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6
2012
2013
Primary Reserve
Tertiery Reserve
2014
2015
0
110
105
100
195
90
85
TW IV
2014
2016
Secondary Reserve
Alat Likuid (Skala Kanan)
TW I
TW II
TW III
2015
TW IV
TW I
2016
TW II
Al = Kas + Penempatan pd BI + Excess Reserve - GWM
NCD = 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito
Grafik 2.39
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Grafik 2.40
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
2.7.2.3. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
Selama triwulan II-2016, perkembangan suku bunga simpanan mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan, suku bunga
kredit perbankan juga berada dalam tren menurun (Grafik 2.41).
Rata-rata suku bunga kredit perbankan pada
triwulan laporan turun menjadi 12,39% dari
12,71% pada triwulan sebelumnya. Jika dilihat
dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK
dan KI pada triwulan II-2016 masing-masing
turun sebesar 44 bps dan 35 bps dari triwulan
I-2016 sehingga menjadi 11,84% dan 11,49%.
Sementara itu, rata-rata suku bunga KK turun
8 bps dari triwulan sebelumnya sehingga
menjadi 13,83%.
(%)
(%)
9,0
14,0
8,0
6,80 13,5
7,0
6,50 13,0
6,0
12,5
5,0
12,39
4,0
3,0
11,5
2,0
1,0
0,0
12,0
11,0
BI Rate
SB Dep 1bln Rp
SB Kredit Rp (rhs)
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun
10,5
2010
2011
2012
2013
2014
2015 2016
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang
merupakan dasar bagi bank dalam penetapan
suku bunga kredit cenderung menurun
Grafik 2.41
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Penurunan SBDK pada triwulan II-2016 terjadi
pada seluruh segmen meliputi korporasi, ritel,
kredit pemilikan rumah (KPR), dan non-KPR. Penurunan SBDK terbesar terjadi pada segmen
ritel, baik secara triwulanan maupun tahunan. Ke depan, menurunnya SBDK diharapkan
dapat menurunkan suku bunga kredit (Tabel 2.8).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.8
Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%)
Segmen
kredit
2012
Sep Des
Korporasi 9,75 9,69
Ritel
11,03 11,14
KPR
10,45 10,41
Non-KPR 10,67 10,65
Mar
9,53
10,91
10,33
10,62
2013
Jun Sep
9,65 10,08
11,03 11,28
10,37 10,63
10,59 11,06
Des
10,64
11,72
10,83
11,55
Seluruh Sample
2014
Mar Jun Sep Des
10,59 10,68 10,94 10,91
11,89 12,05 12,12 12,19
11,13 11,14 11,19 11,21
11,92 11,98 11,99 12,06
Mar
10,73
12,09
11,07
11,91
2015
Jun Sep
10,75 10,72
12,07 11,92
11,00 11,09
11,87 11,88
Des
10,76
12,08
11,07
11,82
Mar 2016 - Jun 2016 Jun 2016 Jun 2016
2016
(qtq)
(yoy)
Mar Jun
-0,30
10,50 10,46
-0,04
-1,35
11,71 10,72
-0,99
-0,28
10,83 10,73
-0,10
-0,30
-0,49
11,68 11,38
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank
Selama triwulan
II-2016, kinerja
Institusi Keuangan
Non Bank (IKNB)
secara umum
relatif stabil.
Namun demikian,
pembiayaan
oleh perusahaan
pembiayaan mulai
menunjukkan
peningkatan.
Triwulan II-2016, pembiayaan oleh IKNB mulai meningkat ditunjukkan dengan tumbuhnya
pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar Rp5,5 triliun
jika dibandingkan triwulan I-2016. Namun secara yoy, pembiayaan oleh PP relatif stabil.
Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal pada triwulan II-2016 lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan I-2016, terlihat dari jumlah emisi obligasi dan sukuk,
IPO saham, dan rights issue (Tabel 2.9).
Tabel 2.9
Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
2014
A Kredit Perbankan
Posisi (Rp T)
Pertumbuhan (Rp T)
B Pasar Modal*
IPO Saham
Jumlah Emiten
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Right Issue
Jumlah Emiten
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Obligasi & Sukuk
Jumlah Emisi
Jumlah Fundraise (Rp T)
Rata-rata Fundraise (Rp T)
Total Fundraise Pasar Modal
C Perusahaan Pembiayaan
Posisi (Rp T)
Pertumbuhan (Rp T)
Total Pasar Modal dan IKNB
2015
TW I
TW II
TW III
TW IV
2015
2016
TW I
April
Mei
Juni
TW II
3.674,31 3.679,87 3.828,04 3.956,48 4.058,13 4.058,13 4.000,40 4.006,70 4.070,50 4.168,30 4.168,30
381,43
5,56 148,17 128,44 101,64 383,82 (57,73)
6,30
63,80
97,80 167,90
20
8,27
0,41
1
4,45
4,45
4
3,76
0,94
5
0,81
0,16
5
2,25
0,45
15
11,27
0,75
2
0,11
0,06
-
1
0,55
0,55
4
34,77
8,69
5
35,32
7,06
21
39,76
1,89
1
0,20
0,20
9
10,17
1,13
4
4,99
1,25
5
26,89
5,38
19
42,25
2,22
2
0,67
0,33
1
0,44
0,44
5
10,19
2,04
5
17,31
3,46
11
27,94
2,54
51
48,64
0,95
96,67
10
13,30
1,33
17,95
23
32,06
1,39
46,00
4
6,00
1,50
11,80
14
11,65
0,83
40,78
51
63,01
1,24
116,53
7
16,29
2,33
17,07
3
3,54
1,18
3,98
7
14,10
2,01
24,84
16
16,17
1,01
68,25
26
33,80
1,30
97,06
366,20
18,17
114,84
369,80
3,60
21,55
369,90
0,09
46,09
371,50
1,60
13,40
363,27
(8,23)
32,56
363,27
(2,93)
113,60
365,39
2,12
19,19
365,69
0,30
4,28
368,82
3,13
27,97
370,85
2,03
70,27
370,85
5,46
102,52
Asuransi5
Selama triwulan II-2016, kinerja industri asuransi relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Total aset industri asuransi per triwulan II-2016 sebesar Rp852 triliun,
meningkat sebesar Rp4 triliun dari triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 0,47%
(qtq). Pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja pada produk-produk
investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan
lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp10 triliun
atau tumbuh 1,48% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp693 triliun (Grafik 2.42).
5
30
Data asuransi masih per Mei 2016 (Sumber : OJK).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Sementara itu, rasio kecukupan premi terhadap pembayaran klaim bruto relatif stabil dari
157,94% pada triwulan I-2016 menjadi 155,26% pada Mei 2016 (Grafik 2.43).
(Rp, T)
%
900
800
700
600
755
80,76
610
81,94
616
777
80,01
622
766
79,49
609
804
79,79
641
842
852
81,15
684
81,27
693
505
500
90,00
85,00
250
75,00
200
65,00
300
150
200
100
100
55,00
50
-
50,00
Des
Des
2014
Aset
Jun
Sep
Des
Mar
2015
Investasi
Mei
-
2016
Rasio (rhs)
165
Premi Bruto
Klaim Bruto
Rasio (rhs)
214
60,00
2013
%
160,23
80,00
70,00
400
(Rp, T)
300
261
143,74
118
134
180
126
145,14
143,80
88
Des
Des
2014
Grafik 2.42
Aset dan Investasi Industri Asuransi
145
81
72
140,17
2013
46
Jun
160
150
131
123
155,26
155
189
170
157,94
Sep
Des
Mar
2015
140
135
Mei
130
2016
Grafik 2.43
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Perusahaan Pembiayaan
Secara umum, kinerja perusahaan pembiayaan (PP) relatif stabil. Selama triwulan II-2016,
pembiayaan sedikit meningkat sebesar 0,26% (yoy) atau sebesar Rp0,95 triliun, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang menurun sebesar 1,07% (Rp3,95 triliun).
Meski demikian, pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tumbuh 2,48% (yoy) atau sebesar Rp8,97 triliun (triwulan II-2015). Secara
qtq, pembiayaan pada triwulan II-2016 meningkat 1,77% atau sebesar Rp6,44 triliun
dibandingkan posisi triwulan I-2016.
Kinerja pembiayaan cenderung stabil terutama disebabkan membaiknya daya beli
masyarakat selanjutnya, aset PP tumbuh sebesar 2,07% (qtq) menjadi Rp432 triliun pada
posisi akhir triwulan II-2016 (Grafik 2.44).
(Rp, T)
(Rp, T)
500
450
400
350
300
250
100
150
100
50
-
Aset
401
342
302
(Rp, T)
28
300
348
Pembiayaan
425
420
366
370
430
430
370
371
426
363
425
365
246
250
200
246
247
251
223
192
150
100
246
249
105
18
117
13
114
111
115
111
105
103
Des
Des
2012
2013
2014
Mar
Jun
Sep
Des
2015
Grafik 2.44
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Mar
2016
8
3
50
Des
23
Des
Des
Des
Mar
2012 2013 2014
Sewa Guna Usaha
Jun
Sep
2015
Pembiayaan Konsumen
Des
Mar
(2)
2016
Anjak Piutang (rhs)
Grafik 2.45
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berdasarkan jenisnya, kinerja PP masih didominasi oleh pembiayaan konsumen, diikuti
sewa guna usaha dengan pangsa pembiayaan masing-masing sebesar 70,44% dan
26,46% dari total pembiayaan triwulan II-2016. Pangsa pembiayaan konsumen meningkat
dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 68,55%. Sementara itu, pangsa sewa
guna usaha sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
28% dari total pembiayaan (Grafik 2.45).
Melambatnya pertumbuhan pembiayaan PP dipengaruhi oleh menurunnya pembiayaan
dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 11,51% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan
pada triwulan I-2016 (9,73%). Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya
permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang komoditas seiring
penurunan harga beberapa komoditas. Sementara itu, pembiayaan konsumen tumbuh
sebesar 4,82% (yoy) pada triwulan II-2016 yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
triwulan I-2016 sebesar 1,48% (yoy).
Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan
pembiayaan mengalami peningkatan meskipun masih berada di level yang aman (< 5%).
Hal itu tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 2,96%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan I-2016 (1,56%) (Grafik 2.46). Peningkatan NPF terbesar berada
pada sektor pengangkutan yang mayoritas objek pembiayaan merupakan kapal dan
truk untuk mengangkut komoditas tambang. Kualitas pembiayaan pun menurun seiring
melemahnya kinerja sektor pertambangan. Selain itu, terdapat penyesuaian pelaporan
kategori kualitas pembiayaan oleh PP yang juga berkontribusi terhadap peningkatan NPF.
Selama triwulan II-2016, sumber pendanaan PP didominasi oleh pinjaman yang berasal dari
dalam negeri (41,37%), pinjaman luar negeri (26,68%), surat berharga (18,82%), dan modal
(13,13%). Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (40,30%), maupun periode yang sama tahun sebelumnya (38,68%). Sementara
itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (29,05%)
dan triwulan II-2015 (34,52%) (Grafik 2.47).
(Rp, T)
%
160
3,50
2,96
3,00
120
2,50
2,00
13%
41%
19%
100
1,62
1,50
1,41
1,55
1,44
1,54
1,45
0,50
20
Des
2013
2014
Mar
Jun
Sep
Des
2015
Grafik 2.46
Rasio Non Performing Financing
Pinjaman DN
Pinjaman LN
SSB
Modal
60
40
Des
27%
80
1,56
1,00
0,50
Share Sumber Pendanaan
per Juni 2016
140
Mar
Jun
2016
Pinjaman DN
Jun-15
Sep-15
Pinjaman LN
Des-15
SSB
Mar-16
Modal
Jun-16
Grafik 2.47
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Pada akhir triwulan II-2016, terdapat 32 PP yang memiliki Utang Luar Negeri (ULN) dengan
total outstanding mencapai Rp101,13 triliun. Di antara 32 perusahaan tersebut, terdapat
8 (delapan) perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan dengan
porsi kepemilikan lebih dari 20% dengan total outstanding ULN sebesar Rp26,94 triliun.
Untuk memitigasi risiko nilai tukar, sebagian PP telah melakukan lindung nilai (hedging)
32
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya
relatif terbatas. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 PP tersebut masih
didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp86,02 triliun, sedangkan pembiayaan
dalam valuta asing sebesar Rp2,42 triliun.
Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan
tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan
II-2016, lebih dari 46% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada
perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga relatif lebih tinggi (di atas 12%) (Grafik
2.48).
Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan juga relatif stabil. Hal itu tercermin
dari Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) yang sedikit menurun
menjadi 82,75% pada triwulan II-2016 dari 82,97% di triwulan I-2016, dan 84,87% di
triwulan II-2015. Seiring dengan tren pembiayaan yang cenderung stabil, profitabilitas PP
(return on assets/ROA) relatif tetap yaitu 3,63% pada triwulan II-2016, sedikit lebih rendah
dari triwulan I-2016 sebesar 3,93%, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat 3,43%. Sementara itu, return on equity (ROE) juga menurun
menjadi sebesar 11,09% pada triwulan II-2016, dibandingkan triwulan I-2016 sebesar
12,58%, dan triwulan II-2015 sebesar 12,53% (Grafik 2.49).
%
%
60,00
87,00
14,00
50,00
12,00
40,00
10,00
30,00
8,00
84,00
6,00
20,00
4,00
10,00
-
%
16,00
2,00
Jun
Sep
2014
Des
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
-
Jun
2016
Des
2014
Mar
Jun
Sep
2015
Des
Mar
Jun
0% - 10%
28,41 25,27 25,29 26,44 24,42 22,35 22,73 25,58 25,00
ROA
3,83
3,62
3,43
3,45
3,32
3,93
3,63
0% - 10%
32,95 26,37 25,29 22,99 29,07 30,59 31,82 27,91 28,57
ROE
14,43
12,13
12,53
12,18
11,49
12,58
11,09
0% - 10%
38,64 48,35 49,43 50,57 46,51 47,06 45,45 46,51 46,43
BOPO (rhs)
82,62
84,27
84,87
85,08
85,35
82,97
82,75
Grafik 2.48
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
81,00
2016
Grafik 2.49
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
Kinerja Sektor Korporasi pada triwulan II-2016 meningkat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan
nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 18,40%, lebih tinggi dari triwulan I-2016 yaitu
sebesar 5,80%6 (Grafik 2.50).
6
Kinerja Sektor
Korporasi dan
sektor rumah
tangga meningkat
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor
yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan
jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban
“sama”.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
%, qtq
5,0
%, SBT
Pertumbuhan PDB (sb. kiri)
Nilai SBT SKDU (sb. kanan)
3,75
4,0
20,0
18,40
3,0
2,0
25,0
17,70
15,0
11,90
1,0
-0,34
0,0
10,0
-1,0
5,0
5,80
-2,0
-3,0
0,0
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II III*
2016
*) Perkiraan
Grafik 2.50
Kegiatan Dunia Usaha Tw II-2016
Perkembangan tersebut sejalan dengan
pertumbuhan kredit pada sektor korporasi
yang mengalami peningkatan. Kredit untuk
sektor korporasi pada triwulan II-2016 naik
sebesar 6,12% (qtq) dengan posisi nominal
sebesar Rp 2.016,89 triliun. Pertumbuhan
tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan
periode triwulan I-2016 yang turun sebesar
1,89% (qtq). Namun peningkatan kredit pada
sektor korporasi ini perlu diwaspadai, karena
diiringi juga oleh peningkatan rasio NPL. Pada
triwulan II-2016, rasio NPL mencapai 3,56%
atau meningkat jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya yaitu sebesar 3,13%.
Secara umum, kinerja korporasi publik pada
triwulan I-2016 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya7. Hal ini tercermin dari
indikator utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE),
Inventory Turn Over yang memburuk, namun tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit
menurun yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi (Tabel 2.10).
Tabel 2.10
Kinerja Korporasi Publik Triwulan I-2015 dan Triwulan I-2016
Sektor
No.
ROA
ROE
DER
Current Ratio
TA/TL
Asset TO
Inventory TO
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
1 Pertanian
2,77% 0,87% 5,68% 1,88%
1,11
1,20
0,84
0,88
1,90
1,84
0,65
0,58
8,72
8,43
2 Industri Dasar dan Kimia
3,79% 2,80% 7,98% 5,76%
1,11
1,02
1,51
1,38
1,90
1,98
0,80
0,69
5,52
4,95
3 Industri Barang Konsumsi
11,42% 11,38% 21,84% 21,23%
0,94
0,80
1,86
2,11
2,06
2,24
1,32
1,27
4,54
4,64
4 Infrastruktur, utilitas dan transportasi
2,97% 4,62% 7,84% 11,69%
1,64
1,43
0,99
1,03
1,61
1,70
0,53
0,53
70,21
73,34
5 Aneka Industri
5,34% 4,06% 11,68% 8,87%
1,20
1,17
1,27
1,25
1,83
1,85
0,86
0,77
7,95
7,54
6 Pertambangan
1,70% 0,36% 3,30% 0,71%
0,99
0,94
1,54
1,79
2,01
2,07
0,58
0,50
10,97
10,57
7 Properti dan Real Estate
7,11% 4,57% 14,54% 9,40%
1,05
1,06
1,84
1,76
1,95
1,94
0,39
0,36
1,83
1,80
8 Perdagangan, jasa dan investasi
5,89% 2,28% 10,63% 4,30%
0,86
0,91
1,53
1,35
2,16
2,09
0,97
0,87
7,77
7,45
5,06% 3,95% 10,58% 8,24%
1,12
1,06
1,44
1,43
1,90
1,94
0,75
0,69
6,30
6,05
Agregat
Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah
Posisi data Tw I-2015 & Tw I-2016 (358 korporasi non keuangan)
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan II-2016 menunjukkan peningkatan yang
ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya
walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme
konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan
mendatang. Sementara itu, peningkatan ekspektasi konsumen terutama dipicu oleh
naiknya kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja (Grafik 2.51).
7
34
Data yang tersedia masih berdasarkan triwulan I-2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan II-2016 mencapai Rp944,04 triliun
atau tumbuh 2,35% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut meningkat dibandingkan triwulan
I-2016 yaitu sebesar 0,67% (qtq).
Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit rumah tangga terutama ditujukan untuk
keperluan multiguna (42,21%) dan pemilikan rumah (40,22%), kemudian diikuti oleh kredit
kendaraan bermotor (12,45%), kredit rumah tangga lainnya (4,74%), dan kredit pemilikan
peralatan rumah tangga (0,37%) (Grafik 2.52).
RT Lainnya
(Indeks, rata-rata tertimbang 18 kota)
140,0
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
130,0
113,7
112,1
Optimis
119,1
110,5
110,8
111,6
Multiguna
40,22%
42,21% 41,91%
Pesimis
100,0
90,0
Penurunan
Penurunan
Harga BBM
Harga BBM
Penurunan harga BBM,
gas, dan tarif listrik
80,0
70,0
Perumahan
4,59%
120,0
110,0
4,74%
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
IKK Triwulan
2015
Grafik 2.51
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Survei Konsumen Juni 2016, Bank Indonesia
2016
40,21%
0,33% 12,95%
0,37%
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2014
Mar
2016
Peralatan RT
12,46%
Kendaraan
Jun
2016
Grafik 2.52
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga
Menurut Jenisnya
Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor rumah
tangga. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,72% pada triwulan
I-2016 menjadi 1,75% pada triwulan II-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan
kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat
sebesar 3,05%.
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Pada triwulan II-2016 (Mei 2016) baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp806,6
triliun, atau tumbuh 8,0% (yoy) dengan pangsa (share) terhadap total kredit perbankan
sebesar 19,7%. Pertumbuhan kredit UMKM itu meningkat apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 6,2% (yoy). Peningkatan tersebut
diindikasikan karena mulai meningkatnya kebutuhan pembiayaan, penyaluran kredit
usaha rakyat (KUR) skema baru, dan tren penurunan suku bunga kredit.
Berdasarkan klasifikasi usaha, meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada seluruh
klasifikasi usaha terutama didorong oleh usaha menengah yang tumbuh sebesar 2,3%
(yoy) setelah sebelumnya mengalami perlambatan signifikan pada triwulan I-2016 yang
tercatat sebesar 0,2% (yoy). Peningkatan ini juga diikuti oleh usaha mikro dan usaha kecil
yang masing-masing tumbuh menjadi 15,4% (yoy) dan 12,2% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 13,3% (yoy) dan 11,0% (yoy) (Grafik 2.53).
Pertumbuhan
kredit usaha
mikro, kecil,
dan menengah
(UMKM) mulai
menunjukkan
peningkatan pada
pertengahan 2016.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terutama didorong
oleh sektor perdagangan besar & eceran yang tumbuh sebesar 12,4% (yoy) pada triwulan
II-2016 dibandingkan 10,4% pada triwulan I-2016. Peningkatan pertumbuhan juga terjadi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
%
50
40
30
20
15,4%
12,2%
8,2%
8,0%
2,3%
10
0
-10
JanMarMei Jul SepNovJanMarMei Jul SepNovJanMarMei Jul SepNovJanMarMei
2013
2014
Growth Kredit UMKM
Growth Kredit Usaha Kecil
Growth Kredit Perbankan
2015
2016
Growth Kredit Usaha Mikro
Growth Kredit Usaha Menengah
di antaranya pada sektor konstruksi dan
industri pengolahan yang masing-masing
tumbuh sebesar 6,5% (yoy) dan 5,3% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 2,4% (yoy)
dan 4,9% (yoy). Meskipun secara umum kredit
UMKM meningkat, beberapa sektor masih
mengalami perlambatan, di antaranya sektor
pertanian & kehutanan dan akomodasi yang
masing-masing tumbuh menjadi 8,5% (yoy)
dan 17,1% (yoy) dibandingkan 11,9% (yoy)
dan 19,0% (yoy) pada triwulan I-2016.
Sebagian besar kredit UMKM triwulan II-2016
diserap oleh sektor perdagangan besar dan
Grafik 2.53
eceran dengan pangsa sekitar 53,1% terhadap
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY)
total kredit UMKM. Secara spasial, penyaluran
kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,7%) yang merupakan pusat aktivitas
perekonomian nasional. Sekitar 46,6% dari total kredit UMKM merupakan kredit usaha
menengah, diikuti oleh usaha kecil (29,5%) dan usaha mikro (23,9%). Dari sisi penerima
kredit, sekitar 86,4% total penerima kredit UMKM adalah usaha mikro.
%
8,00
8,00
Kredit Usaha Mikro
Kredit Usaha Menengah
Kredit Perbankan
Kredit Usaha Kecil
Kredit UMKM
5,65%
5,34%
4,91%
8,00
3,18%
3,09%
8,00
8,00
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr
2013
2014
2015
Grafik 2.54
NPL Kredit UMKM
2016
Pada triwulan II-2016 rasio kredit bermasalah
(NPL)
kredit
UMKM sebesar
4,91%
meningkat dibandingkan triwulan I-2016
sebesar 4,63%. Masih menurunnya kondisi
UMKM diindikasikan menjadi penyebab
memburuknya NPL kredit UMKM. Oleh
karena itu, sebagian bank saat ini fokus untuk
memperbaiki kualitas kredit UMKM.
Menurut klasifikasi usaha, peningkatan NPL
kredit UMKM terjadi di seluruh segmen usaha,
terutama didorong oleh NPL usaha menengah
yang meningkat menjadi 5,34% pada triwulan
II-2016, dari 4,95% triwulan sebelumnya.
Usaha mikro dan dan usaha kecil juga
memburuk dengan NPL sebesar 3,18% dan
5,65%, dibandingkan triwulan I-2016 (2,96%
dan 5,46%) (Grafik 2.54).
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Penyaluran
kredit usaha
rakyat hingga
triwulan II-2016
telah mencapai
48,5% dari target
penyaluran KUR
2016.
36
Target penyaluran KUR pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun.
Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN
2016. Penyaluran KUR hingga triwulan II-2016 telah mencapai Rp48,5 triliun atau 48,5%
dari target penyaluran KUR 2016 sebesar Rp100 triliun, dengan jumlah debitur sebesar 2,2
juta. Mayoritas kredit disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa
(Grafik 2.55). Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR tertinggi adalah Jawa Tengah
(Rp8,4 triliun), Jawa Timur (Rp6,3 triliun), dan Jawa Barat (Rp5,7 triliun), sedangkan untuk
luar Jawa, penyaluran KUR tertinggi adalah di Sulawesi Selatan (Rp2,7 triliun) dan Sumatera
Utara (Rp2,2 triliun).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berkenaan dengan upaya peningkatan dan
perluasan penyaluran KUR, Bank Indonesia
telah menyampaikan beberapa pertimbangan
JASA-JASA*
10,77% PERTANIAN,
kepada pemerintah agar implementasi
PERDUBURUAN, DAN
KEHUTANAN
program KUR melalui perbankan dapat tetap
14,53%
dilaksanakan dengan skema KUR Mikro, Ritel,
PERIKANAN
dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
1,10%
Disamping itu terkait dengan penyaluran
PERDAGANGAN
68,93%
INDUSTRI PENGOLAHAN
melalui skema KUR Menengah, Bank Indonesia
4,67%
menyampaikan masukan kepada pemerintah
Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
mengenai potensi terjadinya perpindahan
(switching) debitur kredit segmen menengah
dari bank kecil. Sedangkan terkait dengan
tingkat suku bunga KUR, Bank Indonesia
Grafik 2.55
Realisasi KUR 2016 Berdasarkan Sektor Ekonomi
mengharapkan hal itu dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan
pula
konsekuensi
terhadap bank kecil non-penyalur KUR dan lembaga keuangan non-bank yang memiliki
segmen pasar yang sama dengan KUR.
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
Penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan II-2016, secara umum berjalan aman,
lancar, dan terpelihara dengan baik. Upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja
sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun oleh industri
merupakan komitmen Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya di bidang sistem
pembayaran. Keandalan sistem pembayaran tersebut pada akhirnya akan berkontribusi
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian.
Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia pada triwulan II-2016 berjalan
dengan aman dan lancar. Hal tersebut seiring dengan pembaruan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement
System (BI-SSSS) Generasi II, dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II.
Selama triwulan
II-2016,
transaksi sistem
pembayaran
berjalan aman,
lancar, dan
terpelihara dengan
baik.
Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin pada
tingkat keandalan dan ketersediaan (availability), serta pelaksanaan contingency plan.
Dengan demikian, layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu
memproses seluruh transaksi peserta.
Pada triwulan II–2016, nilai transaksi mencapai Rp40.094,25 triliun atau menurun 1,84%
dari periode sebelumnya sebesar Rp40.844,77 triliun. Penurunan nilai transaksi itu dipicu
oleh menurunnya transaksi BI-SSSS sebesar 9,37% (Tabel 2.11). Sementara dari sisi volume
transaksi pada triwulan II-2016 terjadi peningkatan menjadi 33.875,40 ribu transaksi atau
naik 9,71% dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 30.877,25 ribu transaksi.
Peningkatan volume transaksi terjadi pada Sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI yang
masing-masing meningkat sebesar 6,10%, 16,76%, dan 9,87% (Tabel 2.12).
Perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Sistem BI-RTGS
Selama triwulan II-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami peningkatan, baik
dari sisi volume maupun nilai transaksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Volume transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS tercatat
meningkat sebesar 6,10% menjadi 1.523,86 ribu transaksi. Peningkatan tersebut diikuti
dengan peningkatan nilai transaksi sebesar 1,41% menjadi Rp27.117,76 triliun.
2. BI-SSSS
Pada triwulan II-2016, volume transaksi BI-SSSS tercatat sebesar 80,46 ribu transaksi
atau meningkat 16,76% dibandingkan triwulan sebelumnya atau meningkat 73,54%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi
pada triwulan II-2016 mencapai Rp11.777,14 triliun atau menurun sebesar 9,37%
dibandingkan triwulan sebelumnya, namun bila dibandingkan periode yang sama
tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 53%.
3. SKNBI
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume transaksi melalui SKNBI tercatat
meningkat sebesar 9,87% menjadi 32.271,09 ribu transaksi pada triwulan II-2016. Nilai
transaksi melalui SKNBI pun mengalami peningkatan sebesar 8,02% dibandingkan
triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 61,42% dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya.
Peningkatan volume dan nilai transaksi SKNBI masih didorong oleh meningkatnya
volume dan nilai transaksi kliring kredit/transfer dana sebagai dampak implementasi
kebijakan batas atas nominal transfer dana SKNBI dan batas bawah nominal transfer
dana melalui Sistem BI-RTGS. Adapun rata-rata nominal per transaksi kliring kredit pada
periode laporan mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar Rp32,15 juta dari periode
sebelumnya sebesar Rp35,70 juta. Namun terjadi peningkatan bila dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp19,55 juta per transaksi.
Tabel 2.11
Nilai Transaksi Pembayaran
Š‡‹Œˆ



38
ƒ„ƒ…†‡…
 ­ 
€­‚ ƒ€„­‚
„…­ 
 …€­€ƒ
‚…­ƒƒ
„ƒ­
ƒ„…ƒ‡
ƒ
…ˆ
‡‰†
…ƒ‚­…€
‚…­…
…­ƒ
„­
…… ­…
„
…‡‰
€€­„†
­„…
‡ƒ‰
ˆ†„……‡ƒˆ
ƒ„ƒ†‡
……„­…
ƒ­
‚‚ƒ‚­†‚
ƒ€…­ƒ€
‚­„†
‚‚€­…
… ƒ…­ƒ
…„†…‡‰
…‰ˆ‡
……­†
‚„­ 
……†­„ƒ
­„„
…‚ƒ­ƒ
„
ƒ‡…
­‚
†„­„†
‡‰‰
ˆ…„ƒ
‡‰
ƒ„
‡ˆ
…‚…­€…
ƒ ­„€
‚­ ††­„ †„ ­
­
…­‚€
ƒ„
‡
…ˆ†‡ˆˆ
… …­‚†
‚„­…‚
…†…­„
„­
…€‚­„
„ˆ
‡…
„­‚‚
†‚„­†
‡…
ˆƒ„†‡†
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Š

…„…ˆ‡…
„…
…‡‰‰
†€†­…† ‚†ƒ­„…
„ƒ„­ 
… ‚†­
‚„„­ „ †„€ ­ƒ…
†€­ƒ
…ƒ­€€
€­„€
††­ƒ
€­†ƒ
€„…­„ „­ … ‚ „„­„‚
„…ˆ‡ ˆ„ƒ‰‡‰†
„
‡
‰ ˆ„
‰‡…
…ƒ‚­„
‚ ­
‚€­†„
†„­€
……ƒ­‚
……€­‚‚
„­„ƒ
­…
€…„­
€ƒ…­†€
„ˆ†‡‰ „…ƒ‡ˆ‰
†­…
†„­‚
†ƒ€­€…
ƒ ­ ƒ
‡ˆ‰
‡
ƒ
‰„ƒˆ‡ƒ „ˆˆ‡

„…ˆ†‡ˆ
ƒ€„­……
‚ƒ­‚†
€„…­„
…­†
‚€­†ƒ
‚­† ­ …
„††‰‡†
„‡ˆ‰
… ­„„
‚­‚„
…ƒ­
„­„ƒ
…ƒ­…‚
„ˆƒ‡
€ƒ­€
†ƒ­€€
‡‰
‰
„
‰‡†
…„…‡…
„ƒ ‚­…
„…­€€
‚†…†­…†
€†…­‚ †„ƒ­ƒ„
 €­ …ƒ ­‚
„………‡‰
„††‡ˆ
… †­
‚„­ …†­ƒ
„­„
†€­‚
„ƒ‡
‰
€ƒ­
…­„
‡…ƒ
‰„‰‡

­€
Š
†
‡
ƒ
††­€„
€­ƒ
†‚…­†
‡† ­ €ˆ
ƒ­„„
­
‡„­ …ˆ
‡ˆ
‡
 ­†„
…ƒ­ †
‡„­„†ˆ
…ƒ­ 
„­…
­‡‰ˆ€
… ­†…
‡ƒ‚­„†ˆ
­‡ƒ€

†‡

­†…‡‰ƒ€
‡†‚­ƒƒˆ
‚­†
‡…€†­ƒ…ˆ
€‚ƒ­€
† ­ ƒ­ ƒ
€„…­ƒ€
‰„…†‡
‰‡ˆ‰
‡„­…†ˆ
‡„­„ˆ
‡„­‚ˆ
‡…­ƒˆ
€€­€€
…‡…
‡­…„ˆ
††­…
‡ˆ‰
ˆ„…†‡ƒ
‚ ­€

‡‰‚
­†‰
ƒ­ƒƒ‰
…­€ ‰
…­…‰
…­„ ‰
„­††‰
€­‰
†‡ˆ…‚
ƒ‡
‚
„­ƒ‰
­†‰
„­ ƒ‰
†­‰
­ ƒ‰
‡
‚
„­„†‰
„­ €‰
‡†‚
‡‰‚
ˆ‡‰‚
­†‰
€­€‰
€­ƒ‰
€­…‰
…­…ƒ‰
†­ƒ‰
‚­ƒ†‰
ˆ‡‚
‡‰
‚
†­€ƒ‰
„­„‰
…­„€‰
ƒ ­€„‰
†ƒ­€ ‰
…‡…
‚
­…‰
­ ‰
ˆ‡‚
‡ˆ‚
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.12
Volume Transaksi Pembayaran
‡Šˆ



Š


­€
Š
ƒ„…†„
ƒˆ‡†‡ˆ ƒˆ‰ˆ† ƒ‰‡†
… ƒ…
†ˆ ƒ…‰†
ƒ
‰†„
  „„
€ƒ€
 €
€…ƒ
€„
­­
ƒ…€
€†
ƒ  ­€ 
­ †€
€‚ƒ€„­­
€‚­ƒƒ
€‚­­„
‚„ …
‚†­… ­
‚† † 
€„…€
€ …ƒ
€„­
ƒ…
€†…†
­„­
…€†
ƒƒ…
ƒƒ„­
ƒ „…
ƒ€ ƒ…­
ƒƒ…
ƒ€
…€
€†­„
€€
€€€€
„ ƒ
€† €
€€†
€­ †­
€­­€
€ ­…
€…€­
‚†† €­…† €ƒƒ­
…†
…†‰
‰ˆ†‡„
†ˆ
„‰†
„†ˆ
„†…
‡ƒ
† ‡ƒ„„†ˆ‡ ‡ƒ„† ‰ƒ„„†
‰ƒ‰
†„„ ˆƒ‰‡
†„ ‰
ƒ
‡†ˆ
‚€ ­…
‚­ „
„‚­ƒ€
‚  … ƒ‚†„††ƒ
„‚……­…ƒ
„‚… „…
„ƒ€ „­††€
…€…€
„† ƒ‚€­­
 …„
…ƒ…†
„‚… 
„‚­ƒ­­€
‚„ƒ€„
„‚†… ƒƒ‚…
‚„ …­
‚„€……„
€††­­
„ ƒ
­ƒ
­„…
……„„
ƒ€
†  „
‚ƒ † „‚­†… ‚ €‚ ƒ…… …‚­ €„ €†‚†­ €ƒ‚  €ƒ
ƒ…
ƒ…ˆ†
ƒ
‰ƒˆ† ƒ
…ƒ‡†
ƒ
„…ƒˆ‡‡†‡… …ƒ„ƒ‡‰†…‡ ƒ
ˆ‰ƒ„
†„ ƒ‰„„ƒ…†…
… ‚……€­­ †‚€„…ƒ ‚… ­‚ƒ€ €„‚ƒ€ „­ ­‚††€­  ‚€†€
‚†…‚„ƒƒ… ‚ƒƒ‚€„€… ‚ ƒ‚­†„­ ‚€†‚„†­€ ­‚ ­‚ƒ„…ƒ ‚€‚„†­ ‚ƒƒ‚€†­€„
„ƒ
†ˆ‡ …‰ƒˆ
†ˆ ‡
ƒ‡
† ‰ˆƒ…ˆ† ‰ƒ‡ˆ†‰ ‰„ƒ„†„ ˆƒ…†„
ƒ
ƒ‡…‰† ƒ‰‡‡ƒ…ˆ†ˆ ƒ…
„ƒ
‰† ƒ…‡ƒ„…†
… ƒƒ
†…… ƒ…‰ƒ
‡„†
ˆ ƒˆƒ„† 
„‡† ­ƒ‰ˆ‰†ˆ‰€
€…
†…­
‡€ ˆ
‡„ €ˆ
 ‡‚ƒ„„„†ˆ
ƒ…€
ƒ…­…
‡††ˆ
ƒ­ƒ
 „
…€
€€„
€„…€
†
‰…†ˆ
ƒ„ˆˆ† …ƒ…
†
ƒ€€
‡…ƒ…ˆ
ƒ€
‡…­€ˆ
­†­
‡…†­ˆ
‡ƒ­ˆ
‡ˆ
€‚„…„
‚……†„
ˆ…ƒˆ†
„…ƒ„…
†‰ˆ
‚„„
­‚€†€
ƒ‚ƒƒƒ­ ‚€…
‰ƒˆ‰‰†ˆˆ ƒ…
†„ˆ
„ƒ
‰†‰ …ƒ‰†
‚ ­€

†‚
­…„‰
ƒ †…‰
€…‰
€„†‰
†€ƒ‰
†‰
†‰
†‡‚
ˆ†„‡‚
†ƒ…‰
† €‰
† ƒ‰
 €‰
ƒ„ ‰
‡†‰‚
…€‰
……‰
†‰
‚
„†‡„‚
…‡†‡‡‚
…†… ‰
…ƒ†„‰
…ƒ‰
­€€„‰
†­‰
ƒ‰
†‰
‡‰†…‚
†„‚
„†„‰
†‰
€‰
­ƒ†­‰
€„†…‰
†‰‚
††‰
 „„‰
„†…‚
†‚
Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan dengan aman dan
lancar pada triwulan II-2016. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya gangguan yang
signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut.
Volume transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pada triwulan II-2016
mencatat pertumbuhan positif, menunjukkan semakin meningkatnya penggunaan APMK
di masyarakat, khususnya kartu ATM/debet. Volume transaksi APMK tercatat mencapai
1.388.411,40 ribu transaksi atau meningkat sebesar 7,31% dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara dari sisi nilai transaksi juga mengalami peningkatan sebesar
10,21% menjadi Rp1.508,24 triliun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kartu ATM/
debet masih mendominasi volume dan nilai transaksi APMK dibandingkan kartu kredit,
dengan proporsi 95,37% untuk kartu ATM/debet dan 4.63% untuk kartu kredit.
Pada triwulan II-2016, nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp1,78 triliun atau
meningkat sebesar 26,91% dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, dari sisi volume
transaksi juga mengalami peningkatan sebesar 22,32% menjadi 169.514,85 ribu transaksi.
Peningkatan volume transaksi berasal dari adanya peningkatan instrumen uang elektronik.
Penyelenggaraan transaksi transfer dana pada triwulan II-2016 mencatat peningkatan
volume dan nilai transaksi masing-masing sebesar 10,72% dan 15,73% menjadi 6,02 juta
transaksi dan Rp18,87 triliun, dibandingkan triwulan I-2016 yang mencapai 5,44 juta
transaksi dan Rp16,31 triliun. Peningkatan volume disebabkan meningkatnya transaksi
pengiriman uang dalam negeri. Transaksi pengiriman dalam negeri memiliki pangsa
volume sebesar 51,01% dari total volume transaksi transfer dana. Sementara peningkatan
nilai transaksi disebabkan meningkatnya transaksi pengiriman uang dari luar negeri ke
Indonesia (incoming). Transaksi pengiriman uang incoming memiliki pangsa nilai sebesar
58,47% dari total nilai transaksi transfer dana (Tabel 2.13).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Tabel 2.13
Transaksi Transfer Dana Triwulan II – 2016*
2015
Transaksi Transfer
Dana
Q-1
Q-2
Q-3
2016
Q-4
Total
2015
Q-1

naik/(turun)
% naik/(turun)
Q-2
QtQ
YoY
QtQ
YoY






* Data transaksi tidak memperhitungkan transaksi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank yang merupakan Money Transfer Operator
Di sisi lain, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s cheque
(TC) pada triwulan II-2016 meningkat sebesar Rp4 triliun atau 7,1% dibandingkan dengan
triwulan I-2016. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan nilai transaksi jual/beli mata
uang dolar Amerika Serikat sebesar 20,5% bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Adapun nilai transaksi mata uang dolar AS memiliki pangsa nilai 47,5 % dari total nilai
transaksi UKA (Tabel 2.14).
Tabel 2.14
Transaksi UKA-TC Triwulan II - 2016
Transaksi UKA-TC
2015
Q-1
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2015
2016
Q-1
naik/(turun)
% naik/(turun)
Q-2
QtQ
YoY
QtQ
YoY
Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berperan aktif dalam penerapan
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran Bank
Indonesia mendorong industri sistem pembayaran dalam menindaklanjuti pengaduan
nasabah jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia juga menindaklanjuti pengaduan
nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat elektronik
ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia.
Dalam rangka memberikan edukasi yang
lebih intensif kepada masyarakat mengenai
jasa sistem pembayaran di Indonesia, Bank
Indonesia menyelenggarakan 3 (tiga) kegiatan
yang menunjang fungsi Perlindungan
Konsumen Sistem Pembayaran. Kegiatan
tersebut antara lain Sosialisasi Gerakan
Nasional NonTunai (GNNT) sebagai rangkaian
kegiatan Launching Program Ekonomi
Kerakyatan di Brebes, peringatan Hari
Konsumen Nasional (Harkornas), dan Edukasi
Sistem Pembayaran.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia
menerima pengaduan dan permintaan
informasi sistem pembayaran sebanyak 3.210
yang terdiri atas pengaduan sebanyak 490 (15%) dan permintaan informasi 2.720 (85%).
Pengaduan konsumen mengalami penurunan sejumlah 11% dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 2.56).
Grafik 2.56
Permintaan Informasi dan Pengaduan Sistem Pembayaran
40
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Pengaduan konsumen SP ke Bank Indonesia didominasi oleh instrumen kartu kredit
sebanyak 83% diikuti kartu ATM/debet sebanyak 7% dan transfer dana sebanyak 6% (Grafik
2.57). Sementara itu, permintaan informasi terkait sistem pembayaran ke Bank Indonesia
didominasi kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah NKRI sebanyak 56%, penyediaan
dan/atau penyetoran uang 26%, dan transfer dana sebanyak 4% (Grafik 2.58).
Kartu Kredit (83%)
Kartu ATM/Debet (7%)
Transfer Dana (6%)
Lainnya (3%)
Daftar Hitam Nasional (DNH) (1%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran
Uang (0,4%)
KUPVA (0,2%)
Uang Elektronik (0%)
BI-RTGS (0%)
BI-SSSS (0%)
SKNBI (0%)
Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah NKRI (56%)
Penyediaan dan/atau Penyetoran
Uang (26%)
Transfer Dana (4%)
Lainnya (4%)
Uang Elektronik (3%)
Kartu Kredit (2%)
KUPVA (1%)
Daftar Hitam Nasional (DHN) (1%)
SKNBI (1%)
Kartu ATM/Debet (1%)
Grafik 2.58
Permintaan Informasi Sistem Pembayaran
Grafik 2.57
Pengaduan Konsumen Sistem Pembayaran ke Bank Indonesia
Berdasarkan Instrumen
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
Pada akhir triwulan II-2016, posisi Uang yang Diedarkan (UYD) mencapai Rp642,0 triliun,
naik Rp133 triliun atau 26,2% (qtq) dibandingkan akhir triwulan I-2016 yang tercatat
sebesar Rp508,5 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak meningkatnya
kebutuhan uang tunai yang puncaknya terjadi selama periode Ramadan 2016 pada akhir
triwulan II-2016 (Grafik 2.59).
Dilihat dari pola siklikal uang kartal sebagai indikator pertumbuhan ekonomi, UYD terlihat
mengalami pertumbuhan sejak bottoming-out dari titik terendahnya pada pertengahan
2015 dan terus meningkat sampai dengan periode triwulan II-2016. Perkembangan ini
sejalan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 sebesar 5,18% yang lebih
kuat dari proyeksi semula, terutama ditopang oleh menguatnya pertumbuhan Konsumsi
Pemerintah (6,28%) dan Konsumsi Rumah Tangga (5,07%) (Grafik 2.60).
Rp. triliun
600
UPK
UK 100000
UK 20000
% UYD, qtq
UK 50000
% UYD, yoy
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2011
% UYD
% UYD
700
2012
2013
2014
2015
Grafik 2.59
Uang Kartal yang Diedarkan
2016
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
-5%
-10%
-15%
-20%
Posisi uang
yang diedarkan
meningkat
dikarenakan
peningkatan
kebutuhan uang
tunai terutama
pada periode
Ramadan 2016.
% PDB
20
6,5
% UYD yoy
18
PDB riil (rhs)
6,0
16
14
5,5
12
5,0
10
8
4,5
6
4
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2012
2013
2014
2015
4,0
2016
Grafik 2.60
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD (moving average 12 bulan)
dan PDB
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB)
tercatat sebesar Rp511,4 triliun dengan pangsa 79,7%, sedangkan persediaan kas di
perbankan (cash in vault / CiV) sebesar Rp130,6 triliun dengan pangsa 20,3% dari total UYD
(Tabel 2.15). Pangsa CiV tersebut lebih tinggi dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya
sebesar 17,4%. Hal ini mengkonfirmasi meningkatnya kebutuhan penyediaan uang kartal
oleh perbankan untuk melayani transaksi uang pada periode laporan, terutama selama
periode Ramadan 2016.
Tabel 2.15
Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Perbankan
Nominal (Triliun Rp)
Periode
Pangsa
Pertumbuhan qtq
Masyarakat
Bank
Jumlah
Masyarakat
Bank
Masyarakat
Bank
Naiknya posisi UYD selama triwulan II-2016 dicerminkan dari aliran keluar bersih uang
rupiah dari Bank Indonesia ke perbankan (net outflow) sebesar Rp133 triliun. Pada triwulan
laporan, outflow tercatat sebesar Rp240,3 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat
sebesar Rp84,1 triliun. Dari inflow tersebut, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang
rupiah tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp49,9 triliun yang seluruhnya merupakan uang
kertas (Tabel 2.16). Jumlah pemusnahan UTLE tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan
I-2016 yang tercatat sebesar Rp57,2 triliun. Hal ini terjadi karena jumlah inflow ke Bank
Indonesia pada periode laporan lebih rendah dibandingkan inflow periode sebelumnya.
Tabel 2.16
Indikator Pengedaran Uang



42
­€‚
­€ƒ
­€„









‚„‚…†
€€ …‚


†ƒ…†


‚‡‚…­


€„„…‚

€ƒ‡…ˆ


ƒ ‰…ƒ


€ƒˆ…­

†‰…„


‚„ …„

‡ƒ…­


€‚­…†


ƒ­„…„


€‚‰…€


€­‚… 

ƒ€‰…ˆ

€‡„…‰


€„ƒ…„


ƒ‰„…‰

€„„…ˆ


††…€


ƒ­‰…ƒ


‰‚…€

€„ …‚


„‚ …­


‚­…ˆ


€­‡…­

…„



€…€


†…‡


€…ˆ


ˆ­…‡


€…ƒ


‚­…†

€…ƒ

ˆˆ…‚


€… 

‚€…†


€…ƒ

‚‚…­


€…‡


ƒ‡… 


€…‰


‚†…†


€…‚


Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran
Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia pada
akhir triwulan II-2016 tetap terjaga, meskipun
terjadi peningkatan kebutuhan uang tunai
oleh masyarakat selama periode Ramadan
2016. Hal ini tercermin dari kemampuan Bank
Indonesia menyediakan uang tunai untuk
menjaga kebutuhan penarikan uang rupiah
oleh perbankan dan masyarakat untuk jangka
waktu 3,4 bulan ke depan.
Lembar
Rasio
180.000
160.000
140.000
120.000
25
Laporan Bank
Penyidikan Polri
Rasio Upal per 1 juta lembar UYD
21
20
15
100.000
80.000
60.000
40.000
10
11
9
10
8
5
20.000
Selama triwulan II-2016, jumlah temuan uang
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2013
2014
2015
2016
rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan
dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil
penyidikan Kepolisian RI tercatat sebesar
Grafik 2.61
61.121 lembar, lebih tinggi dibandingkan
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
triwulan I-2016 sebesar 55.401 lembar.
Komposisi pecahan uang rupiah palsu tertinggi adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000
masing-masing sebesar 39.721 lembar (pangsa 65%) dan 18.886 lembar (pangsa 30,9%).
Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang rupiah palsu selama 2016 (sampai
dengan akhir triwulan II) adalah 8 lembar uang palsu per satu juta lembar uang yang
diedarkan (Grafik 2.61)
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
43
BAB III
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia terus berkomitmen melakukan penguatan bauran kebijakan moneter,
makroprudensial, serta sistem pembayaran. Terjaganya stabilitas makroekonomi membuka
ruang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial selama triwulan II-2016.
Pelonggaran kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya
untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya
perekonomian global. Bank Indonesia juga senantiasa meningkatkan koordinasi kebijakan
dengan pemerintah, memperkuat ketahanan sistem keuangan, serta menjaga kelancaran
sistem pembayaran dan pemenuhan uang beredar.
RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
BANK INDONESIA TRIWULAN II-2016
1. Bank Indonesia melakukan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
untuk meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi.
2. Nilai tukar rupiah cenderung mengalami tren penguatan yang sejalan dengan
membaiknya sentimen domestik dan global.
3. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan devisa hasil ekspor, Bank Indonesia
menjalin koordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Kementerian
Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan asosiasi terkait.
4. Bank Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan
dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan dengan menyusun ketentuan
makroprudensial.
5. Terkait pemberlakuan UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan
Krisis Sistem Keuangan, Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan terkait pinjaman
likuiditas jangka pendek dan pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan
prinsip syariah.
6. Bank Indonesia terus berupaya untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi
dan keuangan syariah melalui berbagai kegiatan.
7. Pendalaman pasar keuangan difokuskan pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur,
kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi.
8. Kontribusi Bank Indonesia terhadap pengembangan sektor riil dan UMKM diwujudkan
melalui kegiatan penelitian, pengembangan, dan pengaturan untuk meningkatkan
akses kredit atau pembiayaan UMKM.
9. Berbagai upaya dan langkah kebijakan Bank Indonesia terbukti mampu menjaga
kelancaran sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah guna menopang
transaksi perekonomian.
10. Bank Indonesia menerbitkan pedoman teknis pengawasan penyelenggaraan APMK
dan uang elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran.
11. Kegiatan edukasi keuangan inklusif terus dilakukan Bank Indonesia secara masif dan
berkelanjutan, termasuk kampanye Gerakan Nasional Nontunai (GNNT), layanan
keuangan digital dan uang elektronik.
12. Bank Indonesia senantiasa aktif menghadiri berbagai forum kerja sama internasional
dan regional seperti Forum G20, Forum IMF, Forum BIS, Forum ASEAN, Forum EMEAP,
dan lain-lain.
13. Bank Indonesia berupaya untuk menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi
yang dimilikinya dan tujuan komunikasi dapat lebih efektif mencapai tujuan
14. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia terus dilanjutkan dengan tetap
mengusung 5 tema transformasi dan 28 Program Strategis (PS).
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia melihat bahwa stabilitas makroekonomi masih
terjaga. Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan pada triwulan ini melalui
penurunan BI Rate diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik guna terus
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Pada triwulan ini, Bank
Indonesia juga mengumumkan rencana reformulasi kebijakan melalui penerapan BI 7-Day
Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebagai suku bunga kebijakan baru menggantikan
BI Rate yang akan berlaku efektif pada 22 Agustus 2016. Bank Indonesia secara konsisten
mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit
transaksi berjalan ke tingkat yang sehat serta terus memperkuat koordinasi dengan
Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan,
dan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Berbagai langkah strategis hingga triwulan II-2016 berdampak pada masih tetap terjaganya
stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas
kebijakan moneter berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
1. Realisasi inflasi (IHK) (monitoring)
Target
4,0 ± 1%
Pencapaian
Triwulan II-2016
3,45%
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir triwulan II (Juni) 2016 mencapai 0,66% (mtm) atau 3,45%
(yoy), sedikit meningkat dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,24% (mtm) atau 3,33% (yoy). Realisasi
inflasi IHK Juni yang bersamaan bulan Ramadan ini cukup terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan
rata-rata historis periode Ramadan (2012, 2014, 2015). Inflasi inti (IKU 1) Juni mencapai 0,33% (mtm)
atau 3,49% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis periode Ramadan sejalan dengan
rendahnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi volatile
food mencapai 1,71% (mtm) atau 8,12% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang terutama bersumber
dari peningkatan harga daging ayam ras, ikan segar, telur ayam ras, kentang, wortel, beras, dan daging sapi.
Inflasi administered prices mencapai 0,72% (mtm) atau deflasi sebesar 0,50% (yoy) terutama bersumber dari
komoditas angkutan udara, angkutan antar kota, tarif listrik dan rokok kretek filter.
2. Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Sejalan dengan
stabilitas
makroekonomi,
Bank Indonesia
melonggarkan
kebijakan
moneter dan
makroprudensial
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi yang
berkelanjutan.
46
Angka Tertentu
Sesuai target
Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah (IKU 2) pada triwulan II-2016 masih dapat terjaga di bawah target
maksimal. Penguatan rupiah sebesar 445 poin (3,26%) sejalan dengan sentimen positif dari eksternal
yaitu meredanya ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed dan kekhawatiran terkait Brexit. Di sisi domestik,
perkembangan kebijakan tax amnesty juga turut mendorong penguatan Rupiah.
3.1.1. Kebijakan Moneter
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI
Rate sebesar 25 basis point (bps) yang dilakukan pada Juni 2016. Bank Indonesia juga
memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%
sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada
15 April 2016. Bersamaan dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial, pelonggaran
kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
meningkatkan permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya
perekonomian global.
Pada April 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar
6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar
7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan. Sejalan
dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada tanggal 15 April
2016, Bank Indonesia juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap sebesar 5,5%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar
4+1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi
domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia akan
melanjutkan upaya penguatan kerangka operasi moneter melalui penerapan struktur suku
bunga operasi moneter secara konsisten.
Pada Mei 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar
6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar
7,25%, berlaku efektif sejak 20 Mei 2016. Sejalan dengan tetapnya BI rate, Bank Indonesia
juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap dipertahankan sebesar 5,5%. Bank
Indonesia memandang bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga, tercermin dari inflasi
yang terkendali dalam kisaran sasaran 4+1%, defisit transaksi berjalan yang membaik,
dan nilai tukar yang relatif stabil. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga,
berjalan semakin baik, demikian pula persiapan implementasi reformulasi suku bunga
acuan. Ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter yang selama ini terbuka akan dapat
dimanfaatkan lebih awal apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
Pada Juni 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps
menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50%
dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%, berlaku efektif sejak 17 Juni 2016.
Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50%
menjadi sebesar 5,25% sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah
diumumkan pada 15 April 2016. Selain pelonggaran kebijakan moneter, Bank Indonesia
melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian. Bauran kebijakan tersebut sejalan dengan asesmen bahwa stabilitas
makroekonomi terus berlanjut, yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi
berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil. Bauran kebijakan tersebut
diharapkan dapat semakin memperkuat upaya untuk meningkatkan permintaan domestik
guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga
stabilitas makroekonomi, di tengah masih lemahnya perekonomian global. Bank Indonesia
meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan memperkuat
kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi
reformasi struktural.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
47
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Penguatan Kerangka Operasi Moneter
I. Fitur Kerangka Operasi Moneter Baru (BI 7-Day Reverse Repo Rate dan
Koridor Suku Bunga)
BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) digunakan sebagai suku bunga
kebijakan baru sebagai pengganti BI Rate berlaku efektif pada 22 Agustus 2016.
Implementasi BI 7-day RR Rate ini diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga.
Lending Facility (LF) dan Deposit Facility (DF) tetap berperan sebagai koridor atas
dan bawah suku bunga. LF dan DF berjarak simetris dari BI 7-day RR Rate, masingmasing sebesar 75 bps (Grafik 3.1). Pada kerangka operasi moneter sebelumnya,
LF berjarak lebih dekat dari suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan DF
sehingga membentuk koridor yang tidak simetris (Tabel 3.1).
8,25
19 Agustus 2016
7,75
7,25
LF Rate 7,25%
6,75
BI Rate 6,50%
6,25
KERANGKA OPERASIONAL
KEBIJAKAN MONETER BARU
LF Rate 6,00%
5,75
BI 7DRR 5,25%
5,25
4,75
DF Rate 4,50%
DF Rate 4,50%
75 bps
75 bps
4,25
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Ags-16
Grafik 3.1
Kerangka Operasi Moneter
Tabel 3.1
Perbedaan Kerangka Operasi Moneter

 ­ 

€­€
Pemilihan 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru didasari oleh
sejumlah pertimbangan, yaitu:
1. 7-day RR mengacu pada instrumen Operasi Moneter yang aktif ditransaksikan
antara BI dan perbankan (transaksional).
2. Instrumen Operasi Moneter 7-day Reverse Repo memiliki pasar yang relatif
dalam.
3. 7-day RR Rate memiliki hubungan yang kuat dengan suku bunga sasaran
operasional kebijakan moneter, yaitu suku bunga PUAB O/N.
Sementara itu, pilihan koridor suku bunga yang simetris memberikan sinyal
bahwa bank sentral memiliki preferensi yang netral terhadap likuiditas
48
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
perbankan dan mendorong perbankan melakukan manajemen likuiditas
yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan. Disamping itu,
pembentukan koridor yang simetris melalui penurunan LF dapat memperkuat
posisi instrumen LF sebagai liquidity support bagi bank yang membutuhkan
likuiditas jangka pendek. Penurunan cost of being illiquid diharapkan dapat
memberi ruang bagi bank untuk melakukan penempatan pada tenor yang lebih
panjang di pasar keuangan, sehingga mendukung pendalaman pasar uang.
II. Tujuan Penguatan Kerangka Operasi Moneter
Penguatan kerangka Operasi Moneter memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
1. Memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga BI 7-day RR
Rate sebagai acuan utama di pasar keuangan. Dengan demikian, pelaku
pasar dapat menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama dalam
menentukan suku bunga lainnya di pasar keuangan.
2. Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya
pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan.
3. Mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan
pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk
tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan Operasi Moneter akan
disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar
uang.
III. Struktur Suku Bunga (Term Structure) Operasi Moneter dan Stance Kebijakan
Moneter
Perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate
dilakukan sebagai upaya penguatan operasi moneter. Penguatan ini tidak
mengubah stance kebijakan moneter yang tengah diterapkan mengingat
peralihan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate terjadi masih dalam struktur
suku bunga atau term structure Operasi Moneter yang sama. Suku bunga
kebijakan hanya berganti dari BI Rate, ekuivalen dengan suku bunga Operasi
Moneter bertenor 12 bulan, menjadi BI 7-day RR Rate yang bertenor 7 hari.
Term structure baru akan bergeser apabila Bank Indonesia mengubah stance
kebijakan moneter, contohnya pada bulan Januari, Februari, Maret dan Juni
2016. Sebaliknya, pada bulan-bulan lain saat tidak terjadi perubahan stance
kebijakan moneter, term structure akan tetap (Grafik 3.2).
6,30%
6,40%
6,50%
6,10%
5,70%
5,45%
TS Jan’16
TS Feb’16
TS Mar’16
TS Jun’16
1 Tahun
9 Bulan
6 Bulan
3 Bulan
1 Bulan
1 Minggu
2 Minggu
5,25%
Grafik 3.2
Term Structure
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
49
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sejalan dengan mulai digunakannya BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga
kebijakan baru pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2016, term structure
Operasi Moneter akan tetap dipublikasikan di laman BI. Untuk sementara waktu,
guna terus memperkuat guidance suku bunga ke pasar, pelaksanaan operasi
moneter akan dilakukan dengan menerapkan metode Fixed Rate Tender (FRT)
dalam lelang semua tenor instrumen moneter. Secara bertahap, penggunaan
FRT akan semakin dikurangi dan digantikan dengan Variable Rate Tender (VRT).
IV. Operasi Moneter Pasca Implementasi BI 7-day RR Rate
Untuk mengendalikan pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
tenor overnight (ON) di tengah kondisi surplus likuiditas harian di sistem
perbankan, Bank Indonesia, salah satunya, akan melakukan lelang Reverse Repo
dengan underlying SBN pada tenor 1 minggu yang merupakan bagian dari
instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Melalui transaksi tersebut, Bank Indonesia dapat menjaga pergerakan suku bunga
PUAB O/N bergerak di sekitar BI 7-day RR Rate tanpa memengaruhi harga surat
berharga secara signifikan. Hal ini merupakan salah satu kelebihan penggunaan
instrumen OPT yang bersifat repurchase agreement (repo) dibandingkan dengan
penggunaan transaksi pembelian atau penjualan surat berharga secara outright.
Bank Indonesia akan secara rutin melakukan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu
untuk memperkuat stance kebijakan moneter. Oleh karena itu, metode lelang
terutama akan menggunakan Fixed Rate Tender (FRT). Pelaksanaan lelang
Reverse Repo SBN 1 minggu membuat suku bunga kebijakan (BI 7-day RR Rate)
langsung ditransaksikan dengan peserta OPT, dalam hal ini perbankan domestik,
dan diharapkan ditransmisikan ke suku bunga pada tenor yang lebih panjang.
Suku bunga kebijakan yang bersifat transaksional tersebut diharapkan dapat
memperkuat transmisi kebijakan moneter. 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
Dengan adanya
penurunan
likuiditas di
sistem perbankan
selama triwulan
II-2016 karena
faktor lebaran,
penyerapan
operasi moneter
lebih rendah
dibanding triwulan
sebelumnya.
50
Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank
Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar,
penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia
melakukan pengelolaan moneter dan nilai tukar.
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
Sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengelola moneter
untuk mengendalikan pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter, yaitu suku bunga
pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (ON). Dalam pelaksanaannya, pengelolaan
moneter dilakukan melalui operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka
(OPT) dan standing facilities (SF).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Lelang instrumen operasi pasar terbuka dilakukan untuk memengaruhi keseimbangan
likuiditas yang tersedia di pasar uang sehingga suku bunga PUAB overnight sebagai
sasaran operasional dapat bergerak pada kisaran yang diinginkan. Sementara itu,
instrumen standing facilities yang terdiri atas deposit facility dan lending facility berperan
sebagai instrumen penyesuai kondisi likuiditas yang tersedia bagi bank, baik ketika bank
mengalami kelebihan maupun kekurangan likuiditas harian pada akhir hari. Rate kedua
instrumen standing facilities tersebut membentuk koridor suku bunga yang berperan
menjaga volatilitas suku bunga sasaran operasional.
Selama triwulan II-2016, likuiditas bersih (giro bank di Bank Indonesia/bank reserves)
pada sistem perbankan turun sebesar Rp103 triliun dari posisi akhir triwulan I-20161.
Penurunan likuiditas bersih tersebut terutama berasal dari mutasi uang kartal sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan uang kartal menjelang lebaran. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kondisi likuiditas bersih di sistem perbankan adalah transaksi keuangan
Pemerintah dan jatuh waktu instrumen operasi moneter.
Sejalan dengan penurunan likuiditas bersih di sistem perbankan selama triwulan II2016, operasi moneter dilakukan dengan penyerapan yang lebih rendah sehingga
posisi (outstanding) operasi moneter bersih pada akhir triwulan II-2016 turun sebesar
Rp103 triliun dibandingkan periode sebelumnya menjadi Rp229 triliun (Grafik 3.3). Operasi
moneter (OM) bersih tersebut terdiri atas OM absorpsi (penyerapan) sebesar Rp320 triliun
dan OM injeksi sebesar Rp91 triliun. Penyerapan likuiditas bersih di sistem perbankan
terutama dilakukan melalui instrumen Deposit Facility (42%), SDBI (23%) dan SBI (25%)
dengan porsi ketiga instrumen tersebut sebesar 90% dari posisi OM absorpsi (Grafik 3.4).
Sementara itu, porsi RR SBN dan SBIS masing-masing sebesar 3% dan 2% dari posisi OM
absorpsi2. Komposisi OM absorpsi pada akhir triwulan II-2016 sedikit berbeda dibandingkan
periode sebelumnya, yakni porsi DF cenderung meningkat (42% dari posisi OM absorpsi).
Hal tersebut berkaitan dengan antisipasi kebutuhan likuiditas perbankan yang meningkat
sejalan dengan kebutuhan penarikan uang kartal menjelang hari raya Idul Fitri.
Rp Triliun
%
500
400
300
200
100
0
(100)
(200)
DF
SBIS
Tw I
Tw II
FASBIS
LF
Tw III Tw IV
Tw I
RR SBN
FF
SDBI
Repo
2014
Tw II
Tw III Tw IV
2015
SBI
FX Swap
Grafik 3.3
Outstanding Operasi Moneter-Total
1
2
Tw I
Tw II
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2016
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2014
DF
FASBIS
Tw II
Tw III
Tw IV
2015
RR SBN
SDBI
SBI
Tw I
Tw II
2016
SBIS
Grafik 3.4
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi
Selama triwulan I-2016, net likuiditas di sistem perbankan naik Rp240 triliun.
Deposit facility termasuk FASBIS untuk bank syariah, SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia, RR SBN adalah Reverse Repo
dengan underlying Surat Berharga Negara, SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia dan SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
51
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
%
bps
8,0
∆ (absolut, rhs)
7,5
31-Mar-16
7,0
6,5
6,20
6,0
5,50
5,5
5,0
4,75
5,25
5,60
5,45
5,80
6,20
30
30-Jun-16
6,45
6,45
6,60
6,60
6,75
6,75
5,70
10
5
4,50
DF
20
15
4,5
4,0
25
1 mgg
2 mgg
1 bln
3 bln
6 bln
9 bln
12 bln
Grafik 3.5
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
Selama triwulan II-2016, suku bunga
instrumen OPT dan SF menurun sejalan
dengan penurunan BI Rate selama periode
laporan. Penurunan BI Rate sebesar 25 bps
diikuti dengan penurunan suku bunga standing
facilities (SF) dan penurunan suku bunga OPT
(Grafik 3.5). Suku bunga deposit facility (DF)
dan lending facility (LF) menjadi masing-masing
4,50% dan 7,00%. Sedangkan sukubunga OPT
untuk masing-masing tenor menjadi sebagai
berikut: 1 minggu sebesar 5,25%, 2 minggu
sebesar 5,45%, 1 bulan sebesar 5,70%, 3 bulan
sebesar 6,20%, 6 bulan sebesar 6,45%, 9 bulan
sebesar 6,60%, dan 12 bulan sebesar 6,75%.
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
Dalam menjaga
stabilitas nilai tukar
dan mengurangi
ketergantungan
terhadap dolar AS,
Bank Indonesia
menyempurnakan
ketentuan
transaksi swap
lindung nilai
kepada BI.
Bank Indonesia melakukan pengelolaan nilai tukar di pasar domestik secara terukur sesuai
dengan nilai fundamentalnya, guna mendukung terjaganya stabilitas makro ekonomi dan
sistem keuangan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tersebut, Bank Indonesia
dapat melakukan intervensi melalui penjualan atau pembelian dolar Amerika Serikat di
pasar valuta asing domestik.
Pada triwulan II-2016, nilai tukar rupiah cenderung mengalami tren penguatan yang
sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Sentimen positif dari
domestik dipengaruhi oleh rilis data ekonomi, seperti inflasi, neraca perdagangan dan
cadangan devisa yang membaik dibanding triwulan sebelumnya. Selain itu, penguatan
rupiah didorong oleh pengesahan kebijakan Tax Amnesty pemerintah. Di sisi lain, adanya
isu ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mendorong penguatan dolar AS terhadap
seluruh mata uang, termasuk rupiah. Meningkatnya permintaan valas oleh residen juga
sempat menekan pelemahan rupiah pada pertengahan Mei. Selanjutnya, rupiah kembali
mengalami penguatan paska keluarnya pernyataan dovish the Fed yang mengisyaratkan
kenaikan FFR lanjutan akan terjadi secara gradual dan adanya hasil pertemuan pemimpin
Uni Eropa terkait komitmen regulator yang akan melakukan pelonggaran (easing) untuk
meredam dampak negatif Brexit. Sentimen
domestik dan global yang cenderung positif
tersebut berpengaruh terhadap membaiknya
persepsi risiko investor terhadap pasar
keuangan domestik. Membaiknya persepsi itu
menyebabkan masuknya arus dana asing ke
Indonesia dan mendorong nilai tukar rupiah
menguat 0,34% secara point-to-point dari level
Series1, 1-Apr-20,
Series1, 1-Jul-20,
13.255
Rp13.255 pada triwulan I-2016 menuju level
13.210
Rp13.210 pada triwulan II-2016 (Grafik 3.6).
Grafik 3.6
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
52
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Dari sisi regulasi, sebagai upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap mata
uang dolar AS dan tindak lanjut kerja sama
antarbank sentral, pada triwulan II-2016, Bank
Indonesia menerbitkan beberapa ketentuan
antara lain:
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
• Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia3. Beberapa hal yang mengalami
perubahan meliputi antara lain;
-
Penambahan jenis valuta asing selain dolar AS kedalam jenis valuta asing yang
dapat digunakan dalam transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia.
-
Penggunaan kurs tengah transaksi Bank Indonesia sebagai kurs spot untuk transaksi
swap lindung nilai kepada Bank Indonesia yang dilakukan dalam valuta asing selain
dolar AS.
-
Pengenaan sanksi atas kegagalan setelmen transaksi swap lindung nilai kepada
Bank Indonesia yang dilakukan dalam valuta asing selain dolar AS, ditetapkan
berdasarkan referensi official rate di negara valuta asing yang bersangkutan.
• Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank
Indonesia terhadap Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement4.
Pokok-pokok yang diatur meliputi:
-
Mekanisme pengajuan transaksi bank kepada Bank Indonesia yang dapat dilakukan
dengan mekanisme lelang atau non-lelang.
-
Mekanisme lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender) dan
jangka waktu yang terdiri atas 1 bulan, 3 bulan, dan/atau 6 bulan.
-
Pengaturan terkait underlying transaksi yang mencakup milik bank umum dan/atau
nasabah
-
Persyaratan bagi bank dalam pengajuan transaksi, kriteria dan jenis surat berharga
yang dapat digunakan dalam transaksi, serta pengenaan sanksi.
Penerbitan ketentuan tersebut diharapkan dapat memitigasi risiko bagi perekonomian
domestik dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
Koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Pemerintah di tingkat pusat
maupun daerah tetap difokuskan pada upaya mempercepat reformasi struktural untuk
mendukung terjaganya stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah yang inklusif. Pada aspek koordinasi pengendalian harga, Bank Indonesia secara
konsisten terus memperkuat koordinasi dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID), Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID), dan Tim
Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI).
Pada aspek mendorong pembangunan ekonomi daerah yang inklusif, Bank Indonesia
secara periodik menyelenggarakan Rapat Koordinasi BI, Pemerintah Pusat dan Daerah
(Rakor). Pada periode laporan diselenggarakan Rapat Koordinasi antara Dewan Gubernur
Bank Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menkominfo, Menteri Perdagangan,
Gubernur Provinsi DKI Jakarta serta Walikota Makassar. Rakor difokuskan pada sinergi
kebijakan untuk meningkatkan daya saing kawasan perkotaan. Inisiatif-inisiatif yang
3
4
Pada triwulan
II-2016, Rapat
Koordinasi dengan
Pemerintah
Pusat dan Daerah
difokuskan
pada sinergi
kebijakan untuk
meningkatkan
daya saing
kawasan
perkotaan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/8/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI No.15/17/PBI/2013 dan Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No.18/13/DPM perihal Perubahan Kedua atas SEBI No.16/2/DPM tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia.
PBI No.18/7/PBI/2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement dan SEBI
No.18/ 12 /DPM tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap
Chinese Yuan dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
53
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dilakukan dalam mendorong daya saing perkotaan sebagai sumber pertumbuhan baru,
terutama melalui pengembangan kota cerdas (smart city). Dalam pengembangan kota
cerdas ini, dukungan BI dilakukan terutama dengan mendorong implementasi program
elektronifikasi. Penerapan elektronifikasi transaksi keuangan diyakini akan dapat
meningkatkan efisiensi hubungan antara masyarakat-bisnis-pemerintahan (P-B-G). Saat
ini, Bank Indonesia telah menjalin kerjasama dengan sejumlah Pemerintah Daerah untuk
menggalang potensi transaksi keuangan yang bisa dielektronifikasikan untuk mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik dan efisien. Ke depan, langkah penguatan koordinasi
dan sinergi kebijakan akan terus dilakukan dalam mendukung terwujudnya pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan, dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga.
Rapat koordinasi telah menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang akan
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga
sebagai berikut:
1. Perlu adanya peta pandu pengembangan kota cerdas secara lengkap, terperinci,
komprehensif dan terintegrasi yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
2. Pengembangan kota difokuskan pada penyelesaian di lima sektor pelayanan perkotaan
yakni (i) sistem transportasi perkotaan; (ii) ketersediaan air bersih dan sanitasi; (iii)
drainase, pengelolaan banjir di perkotaan dan manajemen risiko bencana; (iv)
perumahan dan penanganan permukiman kumuh; (v) pengelolaan limbah dan sampah.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur akan lebih difokuskan pada air bersih, sanitasi,
dan drainase di daerah. Selain itu optimalisasi DAK diarahkan untuk mengatasi
persoalan air bersih dan sanitasi terkait otonomi daerah, serta mendukung revitalisasi
daerah aliran sungai (DAS).
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana teknologi informasi untuk perbaikan proses
pengumpulan data antara lain melalui pengembangan berbagai aplikasi smart phones
untuk pengumpulan data di tingkat produsen dan konsumen, serta untuk diseminasi
informasi bagi masyarakat.
5. Mengembangkan infrastruktur pendukung IT melalui proyek Palapa Ring dan akses
broadband di seluruh daerah dengan target tahun 2019 terealisasi di seluruh ibu
kota kabupaten/kota. Adapun pola pembangunan infrastruktur menggunakan pola
pembiayaan PPP.
6. Pengembangan teknologi informasi seperti smartcard di Jakarta, Makasar dan daerah
lainnya diperlukan untuk mendukung pengolaaan kota yang baik bagi masyarakat,
antara lain pengelolaan perumahan bagi masyarakat.
7. Mendukung pengembangan e-commerce melalui percepatan penerbitan Rencana
Peraturan Pemerintah mengenai Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang
berpedoman pada aspek regulasi yang mendukung.
8. Pengembangan kota perlu disertai langkah-langkah yang intensif untuk pengendalian
inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat serta didukung adanya kebijakan
pengupahan yang sejalan dengan kebutuhan hidup layak.
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN)
Sesuai amanat UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 6 tahun 2009, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah
Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan
tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah Indonesia terhadap pihak luar negeri.
Sejalan dengan fungsi tersebut, Bank Indonesia menatausahakan penarikan ULN
Pemerintah baik untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun
pengelolaan portofolio utang, dan melakukan pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh
waktu. ULN Pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman bilateral,
multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, surat berharga negara (SBN) internasional,
dan SBN domestik.
Bank Indonesia
memantau
perkembangan
ULN untuk
mendukung
perumusan
kebijakan dan
menatausahakan
ULN pemerintah
secara aman,
akurat, dan tepat
waktu.
Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN Pemerintah dilakukan melalui transfer
langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sedangkan untuk pembiayaan proyek,
penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus,
pembukaan Letter of Credit (L/C) atau pembiayaan pendahuluan.
Tabel 3.2
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
(Juta USD)
Total
2015*
Tw 1



­€
­‚ƒƒ
3.897,1
Tw 2
 ­
„­

€ƒ
‚„ƒƒƒ
2.181,8
Tw 3
‚ƒ­
€

‚ƒ­­
4.225,8
2016*
Tw 4
‚ƒƒ
­
ƒ

­‚ ƒƒ
5.536,2
Total
­‚ƒ


­
ƒ‚€ƒ­­
15.840,9
Tw 1
„
 
ƒ
ƒ
‚ƒƒ
3.028,0
Tw 2
­­
€
­
­
‚ ƒ€
4.514,6
Pada triwulan II-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank
Indonesia mencapai 4,5 miliar dolar AS (Tabel 3.2). Jumlah tersebut terutama didominasi
penerbitan perdana (new issuance) SBN berdenominasi Euro senilai EUR3,0 miliar pada
14 Juni 2016, yang terdiri atas seri RIEUR0623 sebesar EUR1,5 miliar dan seri RIEUR0628
sebesar Eur1,5 miliar. Dari jumlah tersebut, porsi kepemilikan bukan penduduk yang
dicatat sebagai ULN Pemerintah adalah EUR1,3 miliar (seri RIEUR0623) dan EUR1,5 miliar
(seri RIEUR0628). Pemerintah juga menerbitkan Samurai Bonds senilai JPY100 miliar, pada
21 Juni 2016 yang terdiri atas seri RIJPY0619 sebesar JPY62,0 miliar dan seri RIJPY0621
sebesar JPY38,0 miliar. Kepemilikan Samurai Bonds tersebut seluruhnya dimiliki oleh
bukan penduduk sehingga dicatat sebagai ULN Pemerintah dengan total sebesar 4,1
miliar dolar AS.
Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah tercatat sebesar 2,7 miliar
dolar AS (Tabel 3.3). Pembayaran ULN Pemerintah dilaksanakan berdasarkan instruksi
pembayaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sesuai rencana pembayaran yang
diperoleh dari administrasi data ULN Pemerintah melalui Debt Management and Financial
Analysis System (DMFAS).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
55
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.3
Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
(Juta USD)
Total
2015*
Tw 1

 ­
­


1.438,7
Tw 2
€ 
‚­
€‚€
‚ƒ
‚€
3.087,1
Tw 3
ƒ
€ƒ
  
‚­‚ 1.600,5
2016*
Tw 4
€ƒ
‚ 
€
 ƒ

2.503,5
Total
„ƒ€
„ ‚
„­ ƒ „ƒ‚ 8.629,7
Tw 1

‚€ƒ
­€
€
„€ 2.480,6
Tw 2
­
‚
€‚ ­­‚
 ‚
2.679,0
Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah RI adalah terlaksananya pembayaran
cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat, dan tepat waktu. Hal ini penting karena
berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi
kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus
dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan Pemerintah sesuai dengan
valuta pinjaman yang harus dibayarkan.
Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat, dan tepat waktu serta
menjaga akurasi data realisasi pembayaran ULN Pemerintah, setiap bulan dilakukan rapat
koordinasi dimana salah satu agendanya adalah rekonsiliasi data realisasi pembayaran
antara Bank Indonesia dan Kemenkeu.
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
Pangsa nilai DHE
di bank devisa
dalam negeri
terus meningkat,
meskipun secara
nominal nilai DHE
sedikit menurun.
Secara akumulatif, perkembangan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dari April sampai
dengan Juni 2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama
2015. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan pangsa penerimaan DHE melalui bank
devisa dalam negeri dari 93,6% menjadi 94,7% meskipun secara nominal penerimaan DHE
menurun dari 30,8 miliar dolar AS menjadi 26,3 miliar dolar AS. Sejalan dengan penurunan
nominal di bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga menurun
dari 2,1 miliar dolar AS menjadi 1,5 miliar dolar AS dengan pangsa menurun dari 6,4%
menjadi 5,3%.
Berdasarkan pemantauan penerimaan DHE melalui laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE)
yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar
masih sama dengan periode sebelumnya, yaitu batubara (coal), tekstil dan produk tesktil
(textile dan textile product), minyak sawit (palm oils), mesin dan mekanik (machinary and
mechanic) dan peralatan listrik (electrical appliances).
Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan
pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan
sanksi adminsitratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor.
Selama triwulan II-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa
denda tercatat sebanyak 210 eksportir atau meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebanyak 169 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang
dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 20 eksportir atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 22 eksportir. Selama periode
laporan terdapat 5 eksportir yang dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor,
atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 8 eksportir.
56
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin
koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih
efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak dan
Ditjen Bea dan Cukai), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan asosiasi.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), Bank
Indonesia melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi maupun coaching clinic kepada
eksportir dan bank.
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan
Kebijakan
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank
Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan
informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan serta menyusun laporan/analisisnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang
terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil.
Di sektor moneter, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah mempublikasikan statistik
Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta Pasar Uang dan Pasar
Modal dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses
melalui website BI. Bank Indonesia juga merilis analisis Uang Beredar dan Faktor yang
Mempengaruhinya secara bulanan.
Untuk
meningkatkan
pelayanan
kepada publik,
Bank Indonesia
menambahkan
data/indikator
yang lebih
komprehensif
pada publikasi
Sistem Keuangan
Indonesia.
Di sektor eksternal, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2016 (Mei 2016) dan statistik Posisi Investasi
Internasional (PII) Indonesia triwulan I 2016 (Juni 2016). Rilis kedua jenis statistik tersebut
disertai dengan laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan
sektor eksternal Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga memublikasikan Statistik Utang
Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Februari–April 2016, serta data posisi
cadangan devisa periode Maret–Mei 2016. Guna memenuhi kebutuhan stakeholder dalam
negeri maupun luar negeri, publikasi statistik sektor eksternal tersebut disajikan dalam dua
bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Untuk sistem keuangan, pada triwulan-II 2016 Bank Indonesia telah mendiseminasikan
Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) periode April - Juni 2016 melalui website Bank
Indonesia dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Inggris. Jika dibandingkan
dengan publikasi periode Januari - Maret 2016, terdapat penambahan data/indikator
yang lebih komprehensif pada publikasi terkini SSKI edisi April - Juni 2016 dimaksud,
di antaranya pada indikator kinerja Institusi Keuangan Non-Bank. Penyusunan SSKI ini
dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi lain, di antaranya Otoritas Jasa Keuangan,
Bursa Efek Indonesia, Kustodian Efek Indonesia, maupun Kementerian Keuangan.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas publikasi SSKI agar dapat memenuhi
ekspektasi stakeholders terhadap data SSK/makroprudensial, Bank Indonesia secara rutin
juga melakukan koordinasi dengan stakeholders, termasuk instansi tersebut di atas, guna
memperoleh masukan terhadap SSKI, baik dari sisi penyajian dan metodologi statistiknya
maupun penambahan data/ indikator yang akan dipublikasikan.
Untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antarsektor institusi, Bank Indonesia pada triwulan II-2016 melanjutkan pengembangan statistik
Financial Account & Balance Sheet (FABS) dalam bentuk posisi dan transaksi keuangan
masing-masing sektor institusi untuk menggambarkan kondisi keuangan dan keterkaitan
antarsektor institusi, baik secara nasional maupun regional. Dalam kaitan tersebut, Bank
Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi, antara lain Kementerian
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
57
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Keuangan RI (Kemenkeu) dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan
informasi sektor korporasi nonfinansial dan sektor rumah tangga.
Dalam rangka mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia
menyelenggarakan berbagai survei baik rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang
secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK),
Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti
Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi
(SPIME). Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui Kegiatan
Liason kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan
pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan.
Selain melakukan survei yang bersifat rutin dan liason, Bank Indonesia juga melakukan
survei bertopik khusus, yaitu Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Pada triwulan II-2016, topik
survei yang dilakukan melalui SKSR adalah Survei Dampak Perlambatan Ekonomi Terhadap
Pola Konsumsi Masyarakat.
Dalam kerangka pemenuhan komitmen Indonesia terhadap G-20 Data Gaps Initiatives
(DGI), beberapa hal yang telah dilakukan Bank Indonesia selama triwulan II-2016 adalah:
a. Melakukan rekonsiliasi dengan BPS dalam rangka memenuhi Recommendation II.8 DGISectoral Account.
b. Bersama Kemenkeu melakukan penyusunan statistik Public Sector Debt (PSD). Dalam
penyusunan statistik PSD, Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap kompilasi data
utang bank sentral dan badan usaha yang dimiliki sektor publik (Public Nonfinancial
Corporation dan Public Financial Corporation) serta menyampaikannya kepada
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk kemudian digabungkan dengan data sektor
publik lainnya dan selanjutnya disampaikan kepada World Bank secara triwulanan.
Selain itu, statistik tersebut juga dapat diakses pada website Kemenkeu dan Bank
Indonesia. Publikasi statistik PSD pada triwulan II-2016 adalah untuk periode data
triwulan I-2016. Penyusunan data PSD tersebut merupakan komitmen Indonesia dalam
pemenuhan G-20 DGI Recommendation II.16.
Dalam konteks edukasi kepada stakeholders, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan
pemahaman masyarakat mengenai berbagai produk statistik yang dihasilkannya, seperti
melakukan edukasi kepada wartawan mengenai perkembangan Neraca Pembayaran
Indonesia Triwulan I-2016 melalui media BI Bareng Media serta melakukan sosialisasi
publikasi Bank Indonesia kepada mahasiswa.
Sementara itu, terkait dengan regulasi, sepanjang triwulan II 2016, Bank Indonesia telah
menerbitkan ketentuan mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa5 dan penerimaan devisa
utang luar negeri6.
5
6
58
Peraturan Bank Indonesia No.18/10/PBI/2016 tanggal 29 Juni 2016 perihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan
Nasabah.
Surat Edaran Eksternal No.18/5/DSta tanggal 6 April 2016 perihal Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
Selama periode pelaporan kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) masih relatif kuat,
tercermin dari terjaganya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
3. IKU 3. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Target
<2
Pencapaian
Triwulan II-2016
0,87
Terjaganya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan yang masih berada jauh di bawah threshold sebesar 2,00 pada
triwulan II-2016 mencerminkan upaya Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) termasuk indeks pembentuknya meliputi Indeks Stabilitas
Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) selama triwulan II-2016 adalah sebesar
0,87 (ISSK), 0,61 (ISIK) dan 1,03 (ISPK).
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan
fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank
Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi
risiko sistemik di sistem keuangan.
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
Dalam rangka mendorong pertumbuhan kondisi perekonomian nasional, Bank Indonesia
mengarahkan bauran kebijakan untuk meningkatkan permintaan domestik melalui
pertumbuhan kredit. Hal tersebut dilakukan melalui rencana penyesuaian kebijakan Giro
Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR) dengan menaikkan batas bawah LFR
dari yang sebelumnya sebesar 78% menjadi 80% dengan tidak mengubah batas atas
sebesar 92%. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam perubahan ketentuan mengenai
Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum
Konvensional7 yang akan diikuti pula dengan perubahan ketentuan pelaksanaannya.
Pada 2016, Bank Indonesia kembali melakukan relaksasi atas ketentuan LTV/FTV dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Perubahan tersebut direncanakan mulai
berlaku pada Agustus 2016. Adapun rencana pelonggaran dimaksud sebagai berikut:
Dalam rangka
meningkatkan
pertumbuhan
kredit, Bank
Indonesia kembali
melakukan
relaksasi atas
ketentuan loan to
value/financing to
value yang akan
berlaku efektif
pada Agustus
2016.
1. Penambahan rasio dan tiering LTV/FTV bagi kredit/pembiayaan properti untuk fasilitas
ke-1, ke-2, ke-3 dan seterusnya sebesar 5% sampai dengan 15%. Pelonggaran rasio dan
tiering LTV/FTV tersebut hanya berlaku bagi bank yang memenuhi persyaratan tertentu
yaitu Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Funding (NPF) dari total kredit/
pembiayaan secara net <5% dan NPL/NPF dari KP/KP Syariah secara gross<5%.
2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme inden diperkenankan sampai dengan
fasilitas kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap.
3. Kredit/pembiayaan top-up diperlakukan sebagai kredit/pembiayaan dengan fasilitas
yang sama sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas lancar. Dalam hal kredit/
7
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi
Bank Umum Konvensional.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pembiayaan tidak memenuhi persyaratan tersebut maka top-up diperlakukan sebagai
fasilitas kredit/pembiayaan baru. Pengaturan tersebut juga berlaku untuk kredit/
pembiayaan take over.
Selanjutnya, terkait dengan berlakunya UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan ( UU PPKSK) pada 15 April 2016, terdapat beberapa
ketentuan pelaksanaan dari UU tersebut yang diamanahkan untuk disusun oleh beberapa
institusi, termasuk Bank Indonesia. Terdapat tiga ketentuan pelaksanaan yang menjadi
ranah Bank Indonesia.
Pertama, ketentuan terkait Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek dan Pembiayaan Likuiditas
Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJP/S). Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia
menyempurnakan ketentuan PLJP/S yang disesuaikan dengan UU PPKSK. Penyesuaian
itu antara lain terkait persyaratan tingkat kesehatan bank (TKB), solvabilitas, ketersediaan
agunan yang nilainya (setelah haircut) minimal sebesar jumlah PLJP/S yang diterima, dan
perkiraan kemampuan bank untuk mengembalikan PLJP/S (repayment capacity).
Kedua, ketentuan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Ketentuan internal ini akan menjadi
acuan bagi satuan kerja di Bank Indonesia dalam menjalankan protokol manajemen krisis.
Dalam hal ini, pengaturan mengenai protokol manajemen krisis disesuaikan dengan
dinamika perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia, penyempurnaan decision
making process, dan harmonisasi dengan pengaturan dalam UU PPKSK, termasuk dalam
hal apabila terdapat kaitannya dengan ketentuan internal Bank Indonesia lainnya.
Ketiga, ketentuan internal terkait bank sistemik. Tujuan disusunnya ketentuan internal
dimaksud adalah untuk penentuan posisi (stance) Bank Indonesia sebagai dasar koordinasi
untuk penetapan bank sistemik oleh OJK dan mendukung pencapaian sasaran kebijakan
makroprudensial melalui kegiatan asesmen, surveilans, dan pemeriksaan sebagai bagian
dari kegiatan pengaturan dan pengawasan makroprudensial.
Penyusunan ketiga ketentuan tersebut dilakukan secara intensif berkoordinasi dengan
institusi terkait, antara lain Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, dalam penyusunan ketentuan
makroprudensial, dilakukan pula diskusi dengan stakeholders Bank Indonesia, diantaranya
akademisi.
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
Untuk
memperkuat
pengawasan
makroprudensial,
Bank Indonesia
menerbitkan
ketentuan internal
pelaksanaan
pengawasan
makroprudensial.
Pengawasan makroprudensial merupakan salah satu kegiatan Bank Indonesia di bidang
makroprudensial. Pelaksanaan fungsi pengawasan makroprudensial berpedoman pada
ketentuan internal Pengawasan Makroprudensial8. Ketentuan internal Pengawasan
Makroprudensial mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan makroprudensial dan
tindak lanjut pengawasan; dan pengenaan sanksi. Ketentuan internal tersebut juga
dilengkapi dengan lampiran “Pedoman Pengawasan Makroprudensial” yang memuat
rincian teknis terkait pengawasan makroprudensial.
Dalam rangka diseminasi ketentuan, pelaksanaan sosialisasi menjadi kesatuan proses dari
penyusunan dan penerbitan ketentuan. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah
melakukan sosialisasi beberapa ketentuan untuk menyamakan persepsi mengenai maksud
ketentuan sehingga implementasinya dapat berjalan lancar Menindaklanjuti penerbitan
Peraturan Bank Indonesia tentang Countercyclical Capital Buffer (CCB)9, Bank Indonesia
telah memberikan penjelasan tertulis kepada seluruh bank antara lain terkait pengaturan
dan besaran CCB yang ditetapkan.
8
9
60
Surat Edaran Nomor 18/12/INTERN perihal Pedoman Pengawasan Makroprudensial.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/22/PBI/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical
Buffer.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BOKS
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Penyempurnaan Ketentuan LTV/FTV untuk
Pembiayaan Properti dan Kendaraan Bermotor
Salah satu kebijakan Bank Indonesia di bidang makroprudensial adalah ketentuan
mengenai rasio Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) untuk kredit atau
pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan
bermotor (ketentuan LTV/FTV). Ketentuan ini dimulai sejak 2012 yang kemudian
disempurnakan pada 2013 dan 2015.
Ketentuan LTV/FTV diterbitkan dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi
potensi risiko sistemik di sistem keuangan akibat pertumbuhan kredit yang
berlebihan di sektor properti maupun otomotif. Selain itu, adanya ketentuan LTV
akan mendorong manajemen risiko yang lebih baik dalam praktik pemberian kredit/
pembiayaan untuk properti maupun otomotif. Ketentuan LTV/FTV juga bertujuan
untuk memberikan perlindungan bagi konsumen yang seringkali berada dalam
posisi tidak menguntungkan dengan pengembang, khususnya dalam pembelian
properti dengan mekanisme inden.
Di sisi lain, ketentuan LTV/FTV tetap memperhatikan kebutuhan rumah, terutama
bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan keinginan untuk mendukung usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Terkait hal ini, terdapat sejumlah kelonggaran
dari ketentuan LTV/FTV antara lain berupa tidak ditetapkannya rasio LTV/FTV bagi
properti tertentu dan dikecualikannya program perumahan pemerintah pusat/
daerah dari ketentuan LTV/FTV.
Sejak awal penerbitan ketentuan LTV/FTV sampai dengan saat ini, nuansa pengaturan
LTV/FTV pada 2012 dan 2013 lebih bersifat pengetatan. Penyempurnaan pada 2015
bersifat melonggarkan meskipun dengan tetap memperhatkan prinsip kehatihatian.
Berdasarkan analisis Bank Indonesia, penyempurnaan ketentuan LTV/FTV pada 2015
mampu menahan penurunan lebih dalam kredit pemilikan rumah (KPR), namun
belum cukup kuat untuk meningkatkan pertumbuhan KPR. Oleh karena itu, dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan kredit, maka diperlukan pelonggaran lebih
lanjut terkait ketentuan LTV/FTV. Pelonggaran ini diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan kredit di sektor properti, mengingat sektor tersebut memiliki efek
berganda yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
Mempertimbangkan analisis tersebut, Bank Indonesia akan kembali melakukan
relaksasi atas ketentuan LTV/FTV pada 2016 dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian. Pokok-pokok penyempurnaan ketentuan tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan rasio dan tiering LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan properti untuk
fasilitas ke-1, ke-2, ke-3 dan seterusnya sebagaimana ditampilkan dalam tabel
berikut :
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
61
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.4
Kredit Properti Dan Pembiayaan Properti Berdasarkan Akad Murabahah Dan Istishna’
Tabel 3.5
Pembiayaan Properti Syariah (Akad MMQ dan IMBT)
Namun demikian, pelonggaran rasio dan tiering LTV/FTV ini hanya berlaku bagi
bank yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itu adalah Non Performing
Loan (NPL)/Non Performing Funding (NPF) dari total kredit/pembiayaan secara
net <5% dan NPL/NPF dari KP/KP Syariah secara gross <5%. Dalam hal bank tidak
memenuhi persyaratan NPL/NPF tersebut, maka rasio LTV/FTV yang berlaku adalah
sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.6
...................................................................
62
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016



BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
2. Kredit/pembiayaan properti dengan mekanisme inden diperkenankan sampai
dengan fasilitas kredit ke-2 dengan mekanisme pencairan bertahap yang
besarannya sebagai berikut:
Tabel 3.7
Mekanisme Pencairan

 ­


 ­
3. Kredit/pembiayaan top-up diperlakukan sebagai kredit/pembiayaan dengan
fasilitas yang sama sepanjang kredit/pembiayaan memiliki kualitas lancar.
Dalam hal kredit/pembiayaan tidak memenuhi persyaratan tersebut maka topup diperlakukan sebagai fasilitas kredit/pembiayaan baru. Pengaturan tersebut
juga berlaku untuk kredit/pembiayaan take over.
3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah
Dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank
Indonesia telah berkontribusi aktif dalam berbagai kegiatan internasional yang
diselenggarakan oleh lembaga internasional, terutama dalam rangka pelaksanaan dan
meningkatkan kerja sama dan aliansi strategis dengan lembaga/instansi terkait. Selama
triwulan II-2016, keterlibatan Bank Indonesia dalam kegiatan tersebut sebagai berikut :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Bekerja sama dengan Islamic Research and Training Institute, Bank Pembangunan Islam
(IDB) Bank Indonesia menyelenggarakan seminar mengenai Human Capital Development
dengan tema “Producing Competitive Human Capital for Economic Empowerment”.
Kegiatan ini menjadi satu rangkaian dengan the 41st Islamic Development Bank Group
Annual Meeting 2016 yang diselenggarakan di Jakarta.
Bank Indonesia
berkontribusi aktif
dalam kegiatan
internasional
antara lain terkait
pengembangan
SDM, framework
ketentuan zakat,
dan kontribusi
terhadap
sustainable
development goals.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendiskusikan tantangan terkini di bidang sumber
daya manusia (SDM) yang dihadapi oleh negara berkembang yang berkaitan dengan
pemberdayaan ekonomi. Tujuan lainnya adalah mendapatkan solusi aplikatif untuk
menghasilkan sumber daya manusia (SDM) di negara berkembang yang kompetitif
pada tingkat nasional dan global.
Isu-isu yang dibahas di antaranya mengenai pemberdayaan ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan tinggi, pengembangan keterampilan, etika/
moral, industri keuangan syariah, dan strategi untuk mengembangkan SDI di negara
berkembang. Secara lebih khusus, forum ini juga membahas perlunya penyusunan
peta jalan (roadmap) untuk menghasilkan SDM yang kompetitif dan strategi untuk
menyelaraskan pengembangan SDM guna memenuhi kebutuhan industri keuangan
syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kegiatan lain dalam pengembangan SDM bidang ekonomi dan keuangan syariah
adalah penyelenggaraan workshop.
Sukuk Master Class. Materi yang dibahas pada kegiatan tersebut antara lain filosofi
pembiayaan syariah melalui sukuk dan aspek teknis untuk sukuk structuring.
Untuk meningkatkan kualitas kerja sama nasional, Bank Indonesia juga telah melakukan
kerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga, dan Universitas Islam
Indonesia dalam menyusun modul ekonomi syariah.
Sesuai peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah
sebagai regulator, inisiator, dan katalisator, Bank Indonesia membangun komunikasi
dan koordinasi yang intensif dengan lembaga lain seperti Badan Amil Zakat Nasional
(Baznas), Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dewan Syariah Nasional (DSN), Dewan Standar
Akuntansi Syariah – Ikatan AKuntan Indonesia (DSAS-IAI).
2. Pemberdayaan Masyarakat melalui Penguatan Kerangka Kerja Sama
Global Forum Islamic Finance merupakan agenda tahunan dan bagian dari rangkaian
acara Sidang Tahunan Islamic Development Bank (IDB) yang membahas isu–isu strategis
terkini mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Tahun ini,
Bank Indonesia bekerjasama dengan IDB melaksanakan forum internasional tersebut
dengan tema “Role of Islamic Finance in Achieving Sustainable Development Goals”.
Harapannya, industri keuangan syariah dapat berkontribusi terhadap Sustainable
Development Goals (SDGs) yang berfokus terhadap pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkesinambungan, penurunan pengangguran, dan mengurangi tingkat
kemiskinan.
Pertemuan itu membahas sejumlah isu seperti stabilitas keuangan global, keuangan
inklusif, dan kesejahteraan dengan adanya kontribusi keuangan syariah terhadap
pencapaian SDGs. Selain itu, forum ini membahas tantangan yang dihadapi sektor
keuangan syariah di beberapa negara anggota IDB, termasuk Indonesia, untuk mencapai
target SDGs sehingga keuangan syariah dapat inklusif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam forum ini, Bank Indonesia memberikan pandangan mengenai tantangan yang
dihadapi Indonesia untuk mencapai SDGs dan peran Bank Indonesia dalam mendukung
sektor sosial yaitu zakat dan wakaf untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan dan inklusif.
3. Penguatan Kerangka Pengaturan dan Pengawasan
Area pengembangan ekonomi syariah harus dilakukan secara utuh dalam segi sektor
keuangan yang mencakup sektor Islamic Social Finance maupun kelengkapan kerangka
kerja (framework) regulasinya. Pembangunan kerangka kerja regulasi zakat adalah
untuk meningkatkan tingkat efektivitas operasional zakat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keandalannya.
Keberadaan sistem zakat yang andal, selain membantu masyarakat untuk dapat
melaksanakan kegiatan keagamaannya, memiliki dimensi ekonomi yang sangat
penting. Sistem zakat akan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi
dengan memperkecil tingkat perbedaan yang muncul di masyarakat seperti yang
tergambar dalam indeks Gini (yang mencakup disparitas dalam pendapatan,
kesehatan, dan pendidikan). Selain itu, keberadaan sistem zakat yang semakin kuat
akan berpotensi untuk meluaskan dan manumbuhkan basis produksi di dalam sistem
ekonomi nasional.
64
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam pembangunan kerangka kerja pengaturan Islamic Social Sector di Indonesia,
Bank Indonesia bersama dengan BAZNAS melakukan inisiasi penyusunan Zakat Core
Principles dalam working group internasional. Terdapat 9 peserta dari 9 negara termasuk
Malaysia, Singapura, Pakistan, India, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Sudan, Turki dan
Bosnia. Working Group ini juga didukung dan dihadiri oleh IDB maupun wakil Bank
Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Zakat Core Principles diluncurkan dalam acara World Humanitarian Summit, PBB, 23
Mei 2016. Peluncuran Zakat Core Principles di forum PBB itu menunjukkan pengakuan
beberapa pihak yang melihat adanya potensi kekuatan sektor zakat untuk dapat
berkontribusi dalam penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi melalui jalur yang
belum pernah dilakukan. Dengan demikian, sistem zakat secara internasional, termasuk
sistem zakat di Indonesia, telah memiliki suatu standar operasional yang baik sebagai
acuan, terutama dalam penyusunan program pengembangan sistem zakat nasional
sebagai salah satu pilar pembangunan sistem perekonomian nasional.
Peluncuran Zakat Core Principles ini akan dilanjutkan dengan penyusunan standarstandar operasional pengaturan zakat. Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa
membantu BAZNAS untuk menyusun standar regulasi zakat yang semakin efektif.
Dalam jangka panjang, sistem zakat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjadi
mitra bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tekanan inflasi di daerah-daerah yang
secara sistem cukup jauh untuk dijangkau oleh mekanisme yang ada saat ini.
4. Penguatan Kelembagaan
Dalam Sidang Tahunan IDB, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan beberapa
pandangan. Pertama, pentingnya peningkatan investasi infrastruktur oleh IDB di negara
anggota. Kedua, apresiasi atas kemajuan yang telah dicapai IDB selama 41 tahun dalam
mengembangkan dimensi ekonomi dan sosial negara anggota. Ketiga, mengharapkan
IDB bisa memperkuat kapasitasnya dalam meningkatkan dukungan kepada negara
anggota yang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan International Organizations
(IOs) dan lembaga filantropi, termasukmengoptimalkan neraca (balance sheet) IDB.
Dalam pertemuan tersebut, isu-isu yang mengemuka meliputi agenda reformasi
struktural, minimnya investasi di negara anggota, dan krisis kemanusiaan termasuk
pemindahan paksa (forced displacement). Terkait hal ini, negara-negara anggota meminta
IDB Group dapat lebih responsif atas situasi global, terlebih di tengah ketidakpastian
perekonomian dalam upaya mencapai target pemberantasan kemiskinan dan
pembangunan ekonomi yang inklusif melalui efektivitas pendanaan pembangunan.
Pada Sidang Tahunan IDB ke-41 ini juga penandatanganan kerja sama antara
Indonesia dan IDB yang diwakili Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas, dan Presiden IDB Ahmed Mohamad Ali. Penandatanganan
tersebut memfokuskan tiga tema. Pertama, mengurangi kesenjangan antardaerah
melalui pengembangan sektor energi, transportasi, pengembangan perdesaan,
pengembangan pendidikan dan keterampilan, serta pengembangan sektor swasta.
Kedua, pendalaman industri keuangan syariah dengan mendorong keuangan inklusif
dan keuangan syariah. Ketiga, penguatan Reverse Linkage. Adapun nilai komitmen
pembiayaan dari IDB untuk Indonesia periode 2016-2020 adalah sebesar 5,2 miliar
dolar AS.
Selain itu, telah dilaksanakan pula 16th IILM (International Islamic Liquidity Management)
Governing Board Meeting di Jakarta pada 16-20 Mei 2016. Dalam kegiatan ini, Bank
Indonesia menjadi IILM Chairperson dan bertindak sebagai host. Pertemuan 16th IILM
Governing Board dihadiri oleh anggota IILM selaku Head of Delegations (HOD) antara
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
lain Central Bank of Nigeria selaku Deputy Chairperson, Bank Negara Malaysia, Central
Bank of Kuwait, Central Bank of United Arab Emirates (UAE), IDB, Bank of Mauritius, dan
Qatar Central Bank. Pertemuan ini membahas bisnis model yang optimal bagi IILM
untuk penerbitan sukuk jangka pendek cross border dan peningkatan governance IILM
sebagai lembaga internasional.
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing)
Guna menciptakan
pasar keuangan
yang dalam,
Bank Indonesia
membentuk
forum komunikasi
lintas otoritas
pendalaman pasar
dan menyusun
roadmap Central
Counterparty di
Indonesia.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, berkesinambungan, dan inklusif diperlukan
dukungan pembiayaan pembangunan yang memadai, salah satunya berkembangnya
pasar keuangan. Upaya pengembangan pasar keuangan domestik terus dilakukan melalui
inovasi instrumen baru dan edukasi. Tidak kalah penting adalah upaya koordinasi lintas
lembaga yang dapat membuka simpul-simpul hambatan perkembangan instrumen dan
transaksi di pasar keuangan domestik.
Saat ini, Indonesia sangat memerlukan pembiayaan untuk pembangunan guna mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkesinambungan, dan inklusif. Oleh karena itu,
pasar keuangan yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien adalah prasyarat untuk
meningkatkan ketersediaan dana bagi pembangunan. Hal ini bisa dicapai melalui
mekanisme pasar keuangan, meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan fiskal dan
moneter, serta menyediakan sarana manajemen risiko dan likuiditas bagi pelaku usaha.
Dengan pembentukan pasar yang dalam, pelaku pasar bisa menopang kebutuhan likuiditas
tersebut ehingga pengaturan likuiditas (managing liquidity) tidak akan menjadi persoalan.
Bank Indonesia akan terus melakukan program pengembangan pasar keuangan dengan
mengacu pada upaya mendukung pembiayaan pembangunan. Sejalan dengan blueprint
pendalaman pasar keuangan yang telah disusun, program pengembangan akan difokuskan
pada pilar instrumen, regulasi, infrastruktur, kelembagaan, dan edukasi/sosialisasi. Pada
triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa program pendalaman pasar,
antara lain:
a. Pembentukan Forum Komunikasi Lintas Otoritas Pendalaman Pasar
Bank Indonesia beserta kementerian keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan
menandatangani nota kesepahaman mengenai pembentukan Forum Koordinasi
Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK). Penandatanganan nota
kesepahaman ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan 1) pembiayaan pembangunan
yang memadai, 2) pendalaman pasar keuangan, dan 3) koordinasi yang baik
antarlembaga terkait.
Nota kesepahaman ini meliputi beberapa ruang lingkup. Pertama, pembentukan
Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) yang
terdiri atas Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Kedua,
kerja sama perencanaan dan percepatan implementasi kebijakan yang terkait dengan
semua unsur pasar keuangan. Ketiga, pertukaran data dan informasi. Dengan adanya
nota kesepahaman, FK-PPPK diharapkan dapat bersinergi dalam menyusun strategi
nasional yang komprehensif untuk pengembangan dan pendalaman pasar keuangan
guna mendukung pembiayaan pembangunan nasional Indonesia.
b. Penyusunan Road Map Central Counterparty (CCP) di Indonesia
Krisis keuangan global memberikan pelajaran mengenai perlunya pengelolaan
counterparty credit risk dan transparansi di Pasar Over The Counter (OTC Derivatif ) untuk
mengurangi dampak sistemik akibat kegagalan counterparty. Krisis juga mendorong
66
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
perlunya analisis untuk mencari lembaga/institusi yang dapat mengurangi dampak
negatif dari krisis di masa datang. Pada Juli 2010, terdapat beberapa proposal untuk
memitigasi risiko krisis di masa datang digabung dalam legislasi di AS terkait The DoddFrank Act, khususnya yang mewajibkan transaksi OTC Derivatif dilakukan melalui suatu
lembaga kliring yang disebut Central Counterparty Clearing (CCP), dan sebagai legal
basis yang menjadi acuan terbentuknya lembaga ini.
Dalam asesmen pembentukan CCP, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan
berbagai pihak untuk melihat kesiapan dan potensi pembentukan. Dalam hal ini,
koordinasi dilakukan dalam 5 (lima) aspek, yaitu:



 
­€
‚ ƒ
ƒ
ƒ„
ƒ

Road map pengembangan CCP di Indonesia akan dibagi menjadi tiga tahapan dan
ditargetkan dapat diimplementasikan secara penuh pada 2019 dengan rincian kegiatan
dan prakiraan waktu sebagai berikut:
1. Tahap Inisiasi: Penyiapan perangkat legal dan kelembagaan
2. Tahap Penyiapan Infrastruktur dan Mekanisme CCP
3. Tahap Pengujian dan Implementasi dan Pilot project CCP utk OTC Derivatif dan/atau
transaksi Repo
c. Pengembangan Transaksi Repo
Selain dari transaksi pasar uang antarbank (PUAB) yang bersifat unsecured, beberapa
bank telah menggunakan transaksi repurchases agreement (Repo) untuk mengakses
likuiditas berjangka lebih panjang. Transaksi repo menjadi alternatif yang lebih
baik dalam pemenuhan likuiditas jangka pendek-menengah, karena sifatnya yang
collateralized sehingga lebih tahan (resilien), terutama pada kondisi pasar yang tertekan.
Kebijakan moneter Bank Indonesia juga menggunakan transaksi repo sebagai acuan,
sebagaimana telah diumumkan pada 15 April 2016. Untuk meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter, terhitung mulai 19 Agustus 2016, Bank Indonesia
menggunakan BI 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan
BI Rate.
Bank Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan transaksi repo, tentunya bekerja
sama dengan otoritas terkait, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan
pelaku pasar. Hal ini telah memberikan dampak positif di pasar repo, yaitu:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. Kenaikan volume (rata-rata harian) transaksi repo antar bank, bergerak dari nihil di
bulan Januari 2016 meningkat menjadi Rp1,8 triliun per hari pada minggu terakhir
triwulan II-2016 .
b. Dari sisi pelaku transaksi repo juga mengalami perkembangan. Jumlah bank yang
telah menandatangani GMRA Indonesia meningkat dari 4 bank pada awal tahun
menjadi 63 bank. Dari 63 bank yang telah menandatangani perjanjian dimaksud,
24 bank telah aktif menggunakan transaksi repo dalam memenuhi manajemen
likuiditas hariannya.
c. Selanjutnya Bank Indonesia akan melanjutkan capacity building (edukasi) dan FGD
secara berkesinambungan kepada perbankan, dana pensiun, perusahaan asuransi,
dan instansi pemerintah lainnya dalam rangka perluasan pelaku pasar keuangan,
termasuk basis investor dan supplier.
d. Asesmen Pelaksanaan Transaksi Repo melalui Bursa dan Kliring melalui Central
Counterparty
Dalam rangka mengembangkan pasar uang, khususnya pelaksanaan transaksi repo,
Bank Indonesia juga melakukan asesmen mengenai kemungkinan pelaksanaan
transaksi repo melalui bursa dan dikliringkan melalui Central Counterparty. Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi beban administrasi pelaku pasar repo yang
teridentifikasi sebagai salah satu hambatan untuk bertransaksi.
Transaksi repo yang berdasarkan kolateral surat-surat berharga (collateralized), menjadi
alternatife penyediaan likuiditas jangka pendek hingga menengah bagi bank, sehingga
dapat menjadi alternatife instrumen tenor lending borrowing diatas 7 hari. Selama ini,
pasar uang yang didominasi oleh PUAB (uncollateralized transaction) merupakan salah
satu penyebab terjadinya segmentasi di pasar uang akibat terbatasnya fasilitas kredit
(credit line).
Peningkatan transaksi repo diharapkan menjadi alternatif solusi bagi permasalahan
segmentasi dan keterbatasan fasilitas kredit maupun tenor transaksi di pasar uang.
Transaksi repo yang likuid juga dapat digunakan sebagai acuan pembentukan struktur
tingkat suku bunga (term structure of interest rates) sehingga dapat mendukung transmisi
kebijakan moneter. Hal itu memerlukan upaya khusus untuk mendorong peningkatan
transaksi repo, antara lain implementasi transaksi repo melalui bursa.
Transaksi repo dengan CCP dan bursa merupakan jenis transaksi repo yang
memposisikan CCP bertindak sebagai counterparty utama dari anggota (member)
CCP. CCP menjadi penjamin terlaksananya transaksi dan pemenuhan kewajiban atas
transaksi yang dilakukan oleh non-defaulting member, terlepas dari terpenuhi atau
tidaknya kewajiban anggota lain kepada CCP.
Praktik transaksi repo melalui bursa ini banyak dilakukan di beberapa negara seperti India,
Turki, Rusia, dan China. Dalam kasus Turki, bank sentral Turki aktif melakukan transaksi
operasi moneter repo/reverse repo, yang diharapkan akan mendukung perkembangan
transaksi repo antar pelaku pasar. Pasca pengembangan transaksi repo melalui bursa,
terbukti menambah likuiditas di pasar repo terutama dengan terbukanya credit line
dengan lembaga jasa keuangan non-bank. Standardisasi perjanjian, operasional,
perhitungan premi dan juga manajemen risiko serta proses penjaminan, memberi
keyakinan pada pelaku pasar untuk mengoptimalkan pengelolaan likuiditasnya melalui
repo/reverse-repo.
68
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Road Map dan feasibility study diperlukan untuk menganalisis cost benefit pengembangan
CCP dan repo melalui bursa, yang diidentifikasi dapat memberikan manfaat antara
lain mengurangi risiko counterparty melalui proses margining, multilateral netting,
meningkatkan dan standardisasi manajemen risiko, mendorong efisiensi operasional,
meningkatkan transparansi, memudahkan pengaturan dan pengawasan.
Berbagai manfaat tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan stabilitas sistem
keuangan di pasar keuangan sekaligus berpotensi mengurangi segmentasi di pasar
keuangan sehingga dapat mendorong pendalaman pasar keuangan. Pada akhirnya,
hal ini akan mendorong tersedianya likuiditas pasar yang cukup untuk memperlancar
pembiayaan pembangunan.
3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion)
3.2.4.1. Implementasi edukasi keuangan inklusif termasuk kampanye Gerakan
Nasional Nontunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD) dan uang elektronik
yang bersifat masif dan kontinyu
Selama triwulan-II 2016, Bank Indonesia secara masif dan kontinyu melakukan kegiatan
edukasi keuangan inklusif kepada masyarakat sebagai kelanjutan dari kegiatan serupa pada
2015. Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola
keuangannya. Kegiatan ini juga berupaya untuk mendorong masyarakat agar melakukan
transaksi nontunai dan memanfaatkan lembaga keuangan formal untuk meningkatkan
kesejahteraan.
Beberapa kegiatan edukasi keuangan inklusif yang dilakukan pada triwulan II-2016, antara
lain meliputi:
Pada triwulan
II-2016, Bank
Indonesia terus
mendorong
perluasan akses
keuangan yang
inklusif baik melalui
penyempurnaan
model bisnis
layanan keuangan
digital, model
bisnis P to G,
hingga edukasi dan
sosialisasi
1. Bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka edukasi keuangan
inklusif dengan fokus utama pada penerima bantuan pemerintah (G to P), pelaku
pembayaran kepada pemerintah (P to G), dan tenaga kerja Indonesia (TKI). Untuk
penerima G to P, Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial,
Bappenas, dan perbankan. Sementara untuk pelaku P to G, Bank Indonesia koordinasi
dengan seluruh pemerintah daerah di 45 wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia di
Dalam Negeri (KPwBI DN). Sedangkan untuk TKI, Bank Indonesia berkoordinasi dengan
BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, dan OJK. Hasil koordinasi ini berupa penetapan
target segmen dan wilayah pelaksanaan edukasi keuangan inklusif dan cakupan modul
yang akan digunakan.
2. Pelaksanaan edukasi keuangan inklusif di Kantor Pusat (KP BI) dan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI). Bank Indonesia telah melakukan edukasi keuangan inklusif
kepada kelompok petani bawang dalam rangkaian Sinergi Aksi Keuangan Inklusif di
Brebes dan edukasi dana desa di Cirebon. Selain itu, edukasi keuangan syariah kepada
kelompok wanita dalam rangkaian IDB Annual Meeting.
Selain itu, Bank Indonesia melakukan kampanye GNNT dalam rangkaian acara Rapat
Koordinasi Ekonomi dan Keuangan Daerah (Rekda) triwulan II-2016 di Jakarta yang
mengangkat tema Smart City. Kampanye GNNT juga dilakukan dalam rangkaian
kegiatan Penukaran Uang, Peduli Koin Nasional, dan Bank Indonesia Peduli Mudik 2016.
Selama triwulan II-2016, selain kegiatan edukasi keuangan inklusif oleh Kantor Pusat
Bank Indonesia, telah dilaksanakan pula sekitar 90 kegiatan edukasi keuangan inklusif
di KPw BI.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3. Implementasi kampanye GNNT di media massa. Penempatan materi kampanye GNNT
telah dilakukan di commuter line dan tengah dilakukan pelaksanaan post survey untuk
mengetahui efektivitas dari penempatan materi kampanye tersebut.
4. Koordinasi dalam rangka pengembangan keuangan inklusif di lingkungan domestik
dan internasional. Di lingkungan domestik, Bank Indonesia telah menyusun dokumen
sebagai dasar pelaksanaan koordinasi keuangan inklusif antara lain berupa Nota
Kesepahaman (NK) antara Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) beserta 4 kementerian
dalam koordinasi Kemenko PMK (Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi/ Kemendes PDTT).
Selain itu, Bank Indonesia telah menyusun nota kesepahaman (NK) dengan Jamkrindo.
Terkait dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), Bank Indonesia beserta K/L terkait
yang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian, tengah menyusun penyempurnaan
SNKI, Rancangan Peraturan Presiden terkait SNKI, dan pembentukan Dewan Nasional
Keuangan Inklusif.
Di forum internasional, Bank Indonesia aktif sebagai anggota penuh International Network
on Financial Education (INFE)/OECD. Informasi ini dipergunakan sebagai referensi dalam
pengembangan dan pelaksanaan edukasi keuangan inklusif Indonesia. Kegiatan tersebut
dalam rangka memperkaya informasi international practices terkait edukasi keuangan yang
dilakukan berbagai negara.
3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Sampai dengan Juni 2016, jumlah agen LKD sebanyak 101.689 agen, tumbuh sebesar 46,2%
(ytd) dari 2015 sebanyak 69.548 agen. Dalam periode yang sama, jumlah uang elektronik
sebanyak 1.226.126 rekening, tumbuh sebesar 6,91% (ytd) dari 2015 sebanyak 1.146.832
rekening.
Bank Indonesia melakukan berbagai upaya peluasan LKD untuk meningkatkan jumlah agen
LKD dan jumlah uang elektronik dalam rangka keuangan inklusif. Kegiatan ini merupakan
tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada 2015.
a. Penyusunan model bisnis bantuan sosial (G to P) secara non tunai
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menyempurnakan model bisnis bantuan sosial
(bansos) secara nontunai dan telah disampaikan kepada Presiden RI dalam rapat kabinet
terbatas pada 26 Maret 2016. Usulan model bisnis ini menuangkan tahapan proses
penyaluran bansos secara nontunai yang lebih efisien, efektif, nyaman, dan aman untuk
memenuhi 6 T (Tepat Sasaran, Tepat Administrasi, Tepat Jumlah, Tepat Kualitas, Tepat
Waktu, dan Tepat Harga).
Dalam model bisnis diusulkan 4 tahap penyaluran bansos secara nontunai, yaitu
(i) proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses
pengambilan uang. Penyempurnaan model bisnis tersebut untuk merespons keinginan
pemangkukepentingan dan masyarakat terkait manfaat penyaluran bansos melalui
LKD yang telah dilaksanakan selama 2014-2015.
b. Progress penyusunan usulan model bisnis G to P dan implementasinya
Bank Indonesia telah menyempurnakan model bisnis bansos secara nontunai. Model
bisnis ini telah disampaikan kepada Presiden RI dan 4 kementerian/lembaga (K/L)
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, Sekretaris Kabinet, dan
Kepala Staf Kepresidenan. Dalam usulan model bisnis ini, Bank Indonesia mengusulkan
penyempurnaan dalam 4 tahap besar penyaluran bansos secara nontunai, yaitu (i)
proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses pengambilan
uang.
Selama triwulan II-2016, perkembangan terhadap bantuan sosial (bansos) adalah
sebagai berikut.:
a. Persiapan penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) melalui LKD (612 ribu
penerima, 18 provinsi)
1) Proses edukasi keuangan kepada penerima bansos
2) Penyaluran PKH rencananya dilakukan pada Minggu V Juli atau Minggu I
September 2016.
3) Bank Indonesia bersama Bappenas tengah mempersiapkan monitoring dan
evaluasi atas implementasi penyaluran PKH melalui LKD tersebut.
b. Penyusunan Peraturan Presiden mengenai Bantuan Sosial Non Tunai
1) Telah dilakukan pembahasan intensif draft Perpres Bansos Non Tunai dengan
Kemenko PMK sebagai koordinator.
2) Direncanakan finalisasi Perpres Bansos bersamaan dengan Perpres Strategi
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
c. Penyiapan pilot project penyaluran Beras Sejahtera (Rastra) oleh Himbara
1) Bank Indonesia bersama 3 bank anggota Himpunan Bank-bank Negara/
Himbara), Kementerian BUMN, dan Kemensos tengah mempersiapkan pilot
project penyaluran Rastra
2) Pilot project di lokasi sangat terbatas di Jakarta.
c. Kajian Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah
Bank Indonesia mempersiapkan pembentukan Working Group (WG) Elektronifikasi
Transaksi Penerimaan Negara yang beranggotakan Bank Indonesia, Kemenkeu,
Kominfo, K/L, perbankan, operator, dan penyedia layanan pembayaran. Pembentukan
WG Elektronifikasi merupakan tindak lanjut implementasi hasil Kajian Elektronifikasi
Pembayaran Pemerintah di 5 kementerian pada 2015.
d. Penyusunan pedoman penyelenggaraan terkait interkoneksi uang elektronik server
based
Bank Indonesia telah menyusun konsep pedoman interkoneksi uang elektronik server
based yang terdiri atas aspek teknis dan bisnis. Penyusunan pedoman itu disusun
bersama dengan penerbit uang elektronik server based yang merupakan working group
interkoneksi yang terdiri atas 11 lembaga (bank dan perusahaan telekomunikasi).
Penyusunan pedoman itu mempertimbangkan keterbatasan aktivitas transfer
antaruang elektronik (P2P) antarpenerbit, aktivitas tarik/setor tunai, percepatan
adopsi uang elektronik dan LKD, serta peningkatan keuangan inklusif. Bank Indonesia
bersama dengan pelaku industri ingin mewujudkan interkoneksi uang elektronik untuk
LKD. Hal ini bertujuan untuk menyediakan ekosistem yang mendukung peningkatan
pembayaran nontunai dengan menggunakan uang elektronik dan perluasan cakupan
LKD.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
e. Penyusunan model bisnis adopsi LKD secara sektoral dan implementasinya
Dalam rangka implementasi model bisnis adopsi LKD secara sektoral, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pilot project Desa Digital
Bank Indonesia mengusulkan pilot project Desa Digital bekerja sama dengan
4 bank penyelenggara LKD. Usulan itu untuk mendukung penyaluran dan
pemanfaatan dana desa sekaligus sebagai implementasi elektronifikasi transaksi
keuangan pemerintah di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kemendes-PDTT). Adapun tujuan dari pilot project ini antara lain:
Pertama, melakukan elektronifikasi terhadap 30% transaksi penyaluran dana desa
dan elektronifikasi terhadap transaksi pemanfaatan dana desa yang saat ini masih
dilakukan secara tunai.
Kedua, mensinergikan program elektronifikasi dan keuangan inklusif Bank Indonesia
dengan program pengembangan Desa Mandiri oleh Kemendes-PDTT.
Ketiga, memperluas target dan/atau sasaran masyarakat yang menerapkan transaksi
nontunai sekaligus menghubungkan dengan layanan keuangan.
Keempat, memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang model Desa
Digital yang sesuai dengan karakteristik dan budaya masyarakat setempat.
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyusun kembali model bisnis
menggunakan framework 4 kuadran sebagai berikut:
1) Kuadran 1: Registrasi
Registrasi rekening (uang elektronik/tabungan) oleh bank kepada tim
pengelola kegiatan terbagi atas 2 jenis, yaitu i) registrasi untuk “pembangunan
desa” (pembangunan fisik, sarana dan prasarana, dll), serta ii) registrasi
untuk “pemberdayaan masyarakat desa” (penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan akses sumber daya manusia).
2) Kuadran 2: Edukasi
Edukasi dilakukan secara berulang kepada masyarakat dan aparatur desa,
serta bersama-sama antara bank penyelenggara LKD, Telco, Bank Indonesia,
Kemendes-PDTT, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
3) Kuadran 3: Penyaluran
Terdapat 2 mekanisme penyaluran, yaitu i) transfer APBN: melalui Rekening
Kas Umum Negara (RKUN) di Bank Indonesia, dana desa disalurkan ke RKUD di
bank pembangunan daerah (BPD), dan ii) transfer APDB: melalui Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD) di BPD, dana desa disalurkan ke rekening desa.
4) Kuadran 4: Penarikan
Penarikan dilakukan dalam 2 mekanisme. Pertama, pengambilan dana dengan
uang elektronik pada agen LKD menggunakan media kartu atau HP. Kedua,
penggunaan dana desa untuk pendanaan proyek desa melalui proses transfer
ke rekening pemasok, badan usaha milik desa (Bumdes), atau konsultan.
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pilot project penyaluran dana desa melalui LKD saat ini tengah dilakukan di kota
Cirebon, Jawa Barat. Pemantauan terhadap pemanfaatan dana desa untuk
Penyaluran II telah dilakukan oleh KPwBI Cirebon.
Selain di Cirebon, pilot project serupa akan diperluas di 2 kota lainnya, yaitu
Yogyakarta dan Lombok.
2) Penyusunan model bisnis remitansi berbasis non-tunai dan implementasi pilot
project
Untuk mendukung perluasan akses keuangan melalui remitansi secara nontunai
bagi TKI, Bank Indonesia telah menyusun kajian “Pengembangan Remitansi
Berbasis Nontunai: Tinjauan Aspek Struktur Biaya”. Kajian tersebut berdasarkan hasil
survei yang telah dilakukan di 3 (tiga) negara dengan jumlah TKI cukup besar yaitu
Malaysia, Singapura, dan Hong Kong dengan fokus survei pada struktur biaya dan
perlindungan konsumen.
3.2.4.3. Pilot project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren
Melihat potensi besar pondok pesantren (Ponpes), sejak 2015, Bank Indonesia memfasilitasi
kegiatan pilot project LKD di ponpes. Terkait hal ini, Bank Indonesia menggandeng
perusahaan telekomunikasi sebagai penerbit uang elektronik untuk melakukan cobranding atau bermitra usaha dengan unit usaha ponpes.
Pilot project ini berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan bertransaksi di
ponpes. Dengan jaringan pesantren yang luas, pengenalan LKD dan produk uang elektronik
dapat merambah secara luas di masyarakat, terutama masyarakat di lingkungan sekitar
pesantren. Uji coba ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan telekomunikasi
(telco) sebagai penyelenggara LKD agen individu, terutama pada aspek infrastruktur dan
risk management.
Bank Indonesia telah menyusun model bisnis adopsi penggunaan LKD pada komunitas
ponpes. Model bisnis tersebut pada dasarnya sama dengan model bisnis LKD secara umum
yaitu melalui kerja sama keagenan dan memanfaatkan teknologi berbasis web atau mobile,
namun dengan beberapa penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan komunitas ponpes,
antara lain terkait pembayaran uang sekolah. Saat ini, model tersebut diujicobakan di 2
(dua) ponpes, yaitu Ponpes Daarut Tauhid di Bandung, Jawa Barat dan Ponpes Al Mawadah
di Ponorogo, Jawa Timur, Mendorong keuangan inklusif berbasis kartu untuk mendukung
program pemerintah.
Pengembangan smart data merupakan salah satu alat yang dapat menjadi solusi
permasalahan perkotaan dan sudah menjadi tren di berbagai kota di dunia. Data yang
tersedia, baik data kualitatif maupun kuantitatif, dikumpulkan dalam big data. Selanjutnya,
data tersebut diolah menjadi smart data yang bisa dianalisis dengan menggunakan metode
tertentu, sehingga bisa memberikan input bagi kebijakan/program pengelolaan kota.
Salah satu input dari data kuantitatif adalah perilaku transaksi pembayaran penduduk.
Dalam hal ini, proses tangkapan (capture) akan lebih mudah bila media yang digunakan
adalah uang elektronik sebagai media transaksi pembayaran pengganti uang tunai.
Meskipun sifat datanya kecil, uang elektronik dapat digunakan dalam frekuensi yang tinggi.
Saat ini, smart data yang sudah dikembangkan adalah kartu Jakarta One. Kartu ini memiliki
dua fungsi utama, yaitu sebagai media identitas dan sebagai media transaksi keuangan.
Sebagai media identitas, Jakarta One berisikan data demografi seperti KTP, SIM, NPWP,
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dan paspor. Jakarta One juga diharapkan dapat terintegrasi dengan data-data lain yang
diperlukan, seperti data penerima bantuan sosial (KJP, KJS, dan Raskin), BPJS, dan data
biometrik.
Selama triwulan II-2016, penerapan smart city khususnya di Provinsi DKI Jakarta melalui
elektronifikasi informasi dan transaksi sistem pembayaran diwujudkan melalui kegiatan
peluncuran aplikasi Informasi Pangan Jakarta (IPJ) dan softlaunching Kartu Jakarta One.
Bank Indonesia juga telah menyusun pedoman Layanan Transaksi Pemda Secara Elektronik
dalam rangka Mendukung Smart City. Pedoman ini akan digunakan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) sebagai pedoman dalam melakukan replikasi
model bisnis layanan transaksi pemerintah daerah secara elektronik.
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem
keuangan telah mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil
dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian,
pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan
untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan
kredit kepada UMKM.
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan
Kredit atau Pembiayaan UMKM
Bank Indonesia
melakukan
penelitian dan
pengembangan
UMKM untuk
meningkatkan
kapabilitas UMKM
dalam mengakses
kredit atau
pembiayaan .
untuk Peningkatan Akses
Dalam rangka meningkatkan akses keuangan dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan UMKM. Selama triwulan II-2016,
kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Sebagai tindak lanjut dari penelitian pada 2015, Bank Indonesia melakukan pilot project
“Peningkatan Akses Jasa Keuangan pada Kelompok Masyarakat Pesisir Sektor Perikanan
Tangkap”. Pilot project bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi, menetapkan,
dan membangun komitmen kelompok usaha potensial masyarakat pesisir, lembaga
keuangan bank atau non-bank, dan stakeholders lainnya untuk meningkatkan akses jasa
keuangan kelompok usaha potensial masyarakat pesisir. Pilot project juga dimaksudkan
untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan (key success factor) dan memberikan
rekomendasi dalam rangka perumusan dan implementasi kebijakan peningkatan akses
jasa keuangan bagi kelompok masyarakat pesisir, untuk diterapkan pada cakupan lebih
luas.
b. Kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food dalam rangka pengendalian
inflasi. Langkah ini untuk memperkuat kajian strategi penguatan klaster guna
mendukung pasokan komoditas volatile food yang telah dilaksanakan pada 2015.
Kajian ini antara lain bertujuan untuk memperoleh arah pengembangan dan
penguatan klaster komoditas volatile foods Bank Indonesia, sekaligus menetapkan
roadmap pengembangan klaster, termasuk mengidentifikasi intervensi yang dapat
dilakukan Bank Indonesia dan stakeholders terkait. Bank Indonesia mengharapkan
adanya masukanuntuk integrasi klaster secara nasional melalui peningkatan produksi,
peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik dalam rangka pengendalian
inflasi. Kajian dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, yaitu Kulon Progo,
DI Yogyakarta (komoditas cabai), Nganjuk, Jawa Timur (komoditas bawang merah), dan
Soppeng, Sulawesi Selatan (komoditas padi).
74
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
c. Untuk meningkatkan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu
instrumen pengendalian inflasi dan sarana untuk meningkatkan akses pembiayaan,
Bank Indonesia melakukan pilot project di 2 (dua) lokasi yaitu di Kabupaten Kuningan,
Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan (komoditas kakao). Pilot
project ini untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan dan kendala penerapan
SRG sehingga dapat menghasilkan rekomendasi bagi stakeholders terkait dan masukan
dalam penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) fasilitasi peningkatan pemanfaatan
SRG di daerah bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Sampai triwulan
II-2016, Bank Indonesia telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) di 2 lokasi pilot
project tersebut, dan telah diterbitkan Resi Gudang di lokasi pilot project Kabupaten
Kuningan Jawa Barat. Sementara itu, di lokasi pilot project Kabupaten Konawe Selatan
telah dilaksanakan kegiatan pasar lelang untuk komoditas kakao. Selanjutnya, Bank
Indonesia akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pilot project tersebut,
yang hasilnya akan disebarluaskan kepada stakeholders terkait.
3.2.5.2. Program Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI DN) dalam
Pengembangan UMKM
1. Program Pengembangan Komoditas Pengendali Inflasi dalam bentuk Klaster
Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi, dengan basis komoditas yang memiliki
sumbangan signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 185 klaster yang
tersebar di seluruh Indonesia. Untuk klaster ketahanan pangan, telah dikembangkan
140 klaster dengan penambahan klaster baru pada periode 2016 sebanyak 30 klaster
dan 2 klaster telah phasing out menjadi klaster mandiri.
Sampai triwulan
II-2016, Bank
Indonesia telah
mengembangkan
185 klaster dengan
basis komoditas
yang berkontribusi
signifikan terhadap
inflasi di tingkat
nasional dan
daerah.
Dalam rangka progam pengendalian inflasi, Bank Indonesia mengembangkan klaster
melalui pengembangan komoditas yang berkontribusi pada inflasi atau volatile foods.
Pengembangan komoditas dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir, dimulai
dari penyediaan benih dan pupuk sampai dengan akses pemasaran hasil panen.
Pengembangan ini disertai pengkayaan berupa penyediaan informasi harga, digitalisasi,
dan elektronifikasi untuk transaksi pada setiap rantai nilai.
Melalui kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri, Bank Indonesia bersinergi dengan
pemerintah untuk mengimplementasikan program-program yang telah dikembangkan
secara lebih luas yang dimiliki oleh masing-masing instansi. Beberapa kegiatan yang
dilakukan di antaranya:
a. Mengembangkan klaster bersama untuk komoditas bawang putih, khususnya di
wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selain diharapkan dapat menekan inflasi melalui
peningkatan produksi, program tersebut juga dapat berperan untuk mengurangi
impor komoditas pangan.
b. Bersama pemda membangun training centre dalam rangka pengembangan klaster
bawang merah. Program ini bertujuan untuk membuka peluang seluasnya kepada
stakeholders dari seluruh penjuru Tanah Air agar dapat mempelajari budidaya
bawang merah dengan dukungan teknologi terkini.
c. Pengenalan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dan Peluncuran Sistem
Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi), yang merupakan aplikasi berbasis
android untuk memantau pergerakan harga dan produksi komoditas. PIHPS telah
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mengintegrasikan data dari 32 provinsi, 127 kabupaten/kota, dan 312 pasar dari
seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut pengembangan PIHPS, Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan SiHaTi (Sistem
Informasi Harga dan Produksi Komoditi), yang menyajikan data makroekonomi dan
perkembangan harga komoditas dari 35 kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Saat ini,
SiHaTi sedang dikembangkan menjadi SiHaTi Generasi ke-II yang memiliki fitur Early
Warning Indicator perkembangan harga dan makroekonomi, serta Virtual Meeting
untuk memudahkan koordinasi.
d. Perluasan akses keuangan melalui Layanan Keuangan Digital (LKD), yakni pengenalan
transaksi elektronik kepada petani. Bank Indonesia mendorong penggunaan LKD
untuk memfasilitasi petani bertransaksi secara non-tunai untuk aktivitas usaha
komoditas strategis di antaranya bawang merah. Dengan LKD, transaksi pembelian
bibit, pupuk, dan pembayaran tenaga pekerja penanaman bawang dapat dilakukan
secara non-tunai.
e. Diskusi dengan stakeholders terkait program-program pengembangan model bisnis
klaster ketahanan pangan yang difokuskan pada pengembangan aspek hilirisasi
untuk klaster bawang merah berupa pengolahan bawang merah dan alternatif
pemasarannya.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari kegiatan Sinergi Aksi untuk Negeri, Bank Indonesia
bersama pemerintah sedang melakukan pilot project hilirisasi untuk komoditas
bawang merah yang diawali dengan pemetaan/identifikasi dalam rangka membangun
sistem hulu ke hilir suatu klaster. Pemetaan tersebut akan menentukan intervensi
kegiatan/program yang dapat diimplementasikan secara optimal untuk mendorong
pengembangan klaster pascaproduksi, termasuk aspek pembiayaan, pengolahan, dan
pemasaran.
Bank Indonesia juga memberikan penghargaan Apresiasi Kinerja Program Pengendalian
Inflasi kepada 13 klaster yang dinilai sukses dalam mengembangkan klaster yang
mendukung program pengendalian inflasi. Pemberian penghargaan ini untuk
mendorong, menginspirasi, dan mempercepat replikasi program pengembangan
komoditas penyumbang inflasi dengan pendekatan klaster. Penghargaan tersebut
diberikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti modal sosial yang kuat, kelembagaan,
kepemimpinan dan visi, kemitraan dan networking, pemberdayaan ekonomi daerah/
masyarakat, akses pasar, infrastruktur yang mendukung, inovasi, kompetensi dan
keahlian, ramah lingkungan dan dukungan stakeholder.
2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka
mendukung pengembangan wirausaha, di antaranya pelaksanaan Training of Trainers
(ToT) Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebanyak
8 (delapan) kali di 6 (enam) daerah di Indonesia, yaitu Sumatera Barat Kalimantan
Timur D.I. Yogyakarta Jawa Timur Papua dan Jawa Barat. Pelaksanaan ToT diikuti
oleh konsultan UMKM BI, wirausaha dan UMKM binaan BI, konsultan keuangan mitra
bank (KKMB), perwakilan pemerintah daerah (perdagangan, industri, dan pertanian),
perbankan, serta wirausaha penerima beasiswa Bank Indonesia (GenBI).
Kegiatan tersebut bertujuan untuk menyebarluaskan pentingnya pencatatan transaksi
keuangan bagi para wirausaha binaan dalam setiap aktivitas usaha. Kegiatan ini
sekaligus menjadi panduan para wirausaha dalam menyusun laporan keuangan yang
sederhana, sistematis, dan terstandar melalui sebuah aplikasi pencatatan transaksi
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
keuangan berbasis smartphone (android) yang bernama SI-APIK (Aplikasi Pencatatan
Informasi Keuangan).
Untuk meningkatkan motivasi wirausaha, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan
seminar pengembangan wirausaha di 2 (dua) daerah yaitu Cirebon dan Ternate, dengan
mendatangkan narasumber ahli di bidang kewirausahaan. Peserta pada kegiatan
tersebut adalah wirausaha dan UMKM binaan BI, perwakilan manajemen klaster, serta
mahasiswa penerima beasiswa BI (GenBI).
3.2.5.3. Kerja sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM
Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas
UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada
pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan bagi UMKM.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia berperan aktif dalam pertemuan Aliance for Financial
Inclusion (AFI) SME Finance Working Group di Mongolia. Sebagai Ketua AFI-SME Finance
Working Group, Bank Indonesia mendorong kesepakatan untuk menghasilkan dua
knowledge product yang dapat dijadikan referensi bagi negara anggota AFI maupun mitra
AFI dalam perumusan kebijakan. Adapun dua knowledge product tersebut adalah :
1) SME Finance Policy Catalogue yang akan berisi kompilasi dari kebijakan untuk
meningkatkan akses keuangan UKM;
Pada triwulan
II-2016, Bank
Indonesia aktif
dalam fora
internasional
antara lain
dalam Aliance for
Financial Inclusion
SME Finance
Working Group di
Mongolia.
2) MSMEs Definition Glossary yang akan menggali kriteria yang digunakan berbagai negara
dalam mendefinisikan UMKM.
Bank Indonesia juga menghadiri beberapa fora lain untuk memperoleh dan memperbarui
isu terkait UMKM antara lain ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small and Medium
Enterprises (ACCMSME) di Singapura yang mendiskusikan perkembangan pencapaian
Strategic Action Plan Small and Medium Enterprises Development. Selain itu adalah AsiaPacific Regional Conference on Rural Finance and Community Development (APRACA) di Iran
yang mendiskusikan perkembangan program pembiayaan di sektor pertanian, sertaThe 5th
meeting INFE and OECD di Belanda yang mendiskusikan berbagai upaya edukasi keuangan
untuk UMKM.
3.2.5.4. Pelaksanaan Pemberian Insentif guna Mendorong Penyaluran Kredit UMKM
Di tengah perlambatan ekonomi global maupun domestik, UMKM yang identik dan dekat
dengan usaha rakyat diharapkan tetap dapat memiliki kapasitas untuk berkembang agar
dapat menopang perekonomian rakyat dan menggerakkan perekonomian nasional. Salah
satu upaya untuk mendukung pengembangan UMKM adalah dengan peningkatan akses
permodalan dari perbankan.
Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan tentang pemberian kredit10 dalam rangka
memperluas akses keuangan UMKM dan lebih mendorong bank untuk menyalurkan kredit
UMKM Berdasarkan ketentuan itu, Bank Indonesia memberikan insentif bagi bank yang
mencapai rasio kredit UMKM lebih cepat dari target yang ditetapkan. Insentif itu berupa
pelonggaran batas atas Loan to Funding Ratio (LFR) menjadi 94% dan penghargaan (award)
kepada bank umum pendukung UMKM.
10
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012
tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bank Indonesia telah memberikan penghargaan (award) bagi bank umum terbaik yang
telah memenuhi kriteria penilaian yaitu mencapai target kredit UMKM dengan kualitas
terjaga dan memenuhi tema yang ditetapkan. Penghargaan kepada bank pendukung
UMKM diharapkan dapat memberikan inspirasi dan dorongan kepada bank-bank lain agar
meningkatkan pangsa penyaluran kredit UMKM. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk
dukungan nyata Bank Indonesia terhadap program-program pembangunan perekonomian
Indonesia, khususnya pengembangan ekonomi rakyat melalui UMKM.
3.2.6 Pengelolaan Informasi Perkreditan
Bank Indonesia
telah menerbitkan
ketentuan
mengenai
Lembaga
Pengelola
Informasi
Perkreditan,
sehingga ke
depannya
pengelolaan data
perkreditan dapat
dilakukan oleh
lembaga swasta.
Pengelolaan data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi lembaga keuangan,
di antaranya peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit.
Dengan ragam informasi perkreditan yang ada, lembaga keuangan dapat memberikan
kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan berbeda antara satu debitur
dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam
jejak yang baik dan memiliki risiko rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan
debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Dengan menganalisis
data perkreditan, lembaga keuangan akan lebih mudah mengontrol dan mengantisipasi
potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur, Dengan demikian, hal tersebut dapat
mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan.
Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
lembaga pemerintah, antara lain Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Bagi Bank Indonesia,
beberapa tugas dan fungsi yang didukung data perkreditan antara lain mencakup
penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter,
makroprudensial, dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di
antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada
kredit perumahan dan kendaraan bermotor, dan pembatasan jumlah kepemilikan kartu
kredit.
Untuk pengelolaan data perkreditan, Bank Indonesia telah membangun Sistem Informasi
Debitur (SID), yang merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan dari
lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “kredit” yang
diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan
usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti
utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang
debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya pinjaman, bank garansi, dan letter of
credit (LC).
Fungsi pengelolaan data perkreditan dalam SID adalah untuk menyediakan informasi
rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kredit yang dimilikinya. Selanjutnya,
informasi track record tersebut digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan
menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisis tersebut,
lembaga keuangan akan menentukan apakah calon debitur layak untuk diberikan fasilitas
kredit atau tidak, berdasarkan profil risiko dan faktor pertimbangan lainnya.
Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan mengenai Lembaga Pengelola Informasi
Perkreditan (LPIP)11. Ke depan, pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara
dual system, yaitu sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry
11
78
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
(PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) (yang selanjutnya
disebut sebagai LPIP). Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan
produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah, yang didukung
cakupan dan jenis data yang komprehensif. Harapannya, informasi yang dihasilkan dapat
lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah.
Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI)
Jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID sampai dengan
Juni 2016 adalah 118 bank umum, 1.438 bank perkreditan rakyat (BPR), dan 32 lembaga
keuangan non bank (LKNB). Pada triwulan II-2016, data perkreditan yang dilaporkan secara
rutin setiap bulan oleh lembaga keuangan mencapai 92,34 juta data debitur dan 213,36
juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut meningkat sebesar 2,35% (qtq) atau 9,15% (yoy)
untuk data debitur dan meningkat sebesar 3,14% (qtq) atau11,26% (yoy) untuk jumlah
rekening fasilitas. Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam
satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel 3.8. dan Grafik 3.7.
Tabel 3.8
Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak TW I-2015 s.d TW II-2016
Jumlah Debitur
Jumlah Rekening Fasilitas
82,77
183,67
84,6
189,34
86,38
194,99
88,22
200,86
90,22
206,87
92,34
213,36
Pertumbuhan
Sejalan dengan semakin bertambahnya data
jumlah debitur dan rekening fasilitas yang
dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan
jumlah pemanfaatan informasi perkreditan
(yang dikenal sebagai Informasi Debitur
Individual/IDI) oleh lembaga keuangan.
Pada triwulan II-2016, jumlah permintaan
IDI mencapai 12,26 juta permintaan atau
TW I ke TW II TW II ke TW III TW III ke TW IV TW IV ke TW I TW I ke TW II
meningkat sebesar 14,5% (qtq), dan sebesar
2015
2016
5,31% (yoy). Peningkatan jumlah permintaan
Pertumbuhan Debitur
2,21%
2,10%
2,13%
2,27%
2,35%
Pertumbuhan Fasilitas 3,09%
2,98%
3,01%
2,99%
3,14%
IDI secara qtq memiliki korelasi positif terhadap
peningkatan jumlah debitur dan peningkatan
jumlah fasilitas kredit. Peningkatan jumlah
permintaan informasi perkreditan juga
Grafik 3.7
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak
mencerminkan tingkat pentingnya informasi
TW I-2015 s.d TW II-2016
perkreditan bagi lembaga keuangan dalam
pengelolaan manajemen risiko perkreditan
guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat. Statistik permintaan IDI dalam 1 (satu)
tahun terakhir digambarkan dalam tabel 3.9. dan grafik 3.8.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.9
Permintaan IDI per Triwulan sejak TW I-2015 s.d TW II-2016
Jumlah IDI (Juta)
Perkembangan
Implementasi
Sistem
Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
TW IV
TW I
TW II
TW III
TW I
TW II
2015
2016
Permintaan IDI 2,84 2,69 3,23 5,10 3,16 3,39 2,45 2,96 3,32 3,34 3,48 3,05 3,27 3,53 3,9 4,04 4,07 4,15
Grafik 3.8
Permintaan IDI sejak TW I-2015 s.d TW II-2016
Dalam rangka pengembangan Sistem Informasi
Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan
dalam beberapa aspek pengembangan
mengingat adanya kebutuhan terkait dengan
data perkreditan oleh kedua lembaga. Bank
Indonesia memerlukan data perkreditan
untuk mendukung tugas dan fungsinya
di bidang moneter, makroprudensial, dan
sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa
Keuangan memerlukan data untuk mendukung
fungsinya di bidang mikroprudensial.
Dalam rangka pengembangan aspek sistem
informasi, koordinasi diperlukan untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan
yang andal dan berkualitas baik. Tahap pengembangan sistem informasi ini telah dimulai
ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2017. Selanjutnya, Bank Indonesia akan
mendukung dari sisi penyediaan data historis yang selama proses pengembangan sistem
informasi di OJK Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati Kerja sama dan Koordinasi
dalam Rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID)12. Sebagai tindak
lanjut, Bank Indonesia telah melakukan tahapan persiapan perolehan data kredit kepada
LPIP yang telah diberikan izin usaha.
3.3 Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
Dalam upaya menjaga dan meningkatkan keamanan, kelancaran, dan keandalan sistem
pembayaran, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran, terutama
sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha
untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam
jasa sistem pembayaran dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Teknis Pengawasan
Penyelenggaraan APMK dan Uang Elektronik sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan
sistem pembayaran. Dalam periode tersebut, Bank Indonesia melakukan pengawasan
terhadap penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), transfer dana
bukan bank (TD BB), dan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB).
Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar,
yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan
uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
12
80
Keputusan Bersama BI dan OJK No.17/NK/GBI/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerja sama dan Koordinasi dalam Rangka
Pengelolaan dan Pengembangan SID (KB BI-OJK SID.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya dan
langkah kebijakan yang mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang
transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran
dan peningkatan peran sistem pembayaran terhadap perekonomian berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
4. IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI
(High Value Payment System, Securities Settlement, Retail
Value Payment System, Banking Services)
99,97%
Pencapaian s.d.
Triwulan II-2016
99,6%
Penjelasan:
Selama Triwulan II-2016, tingkat kehandalan sistem pembayaran Bank Indonesia (IKU 4) yang tercermin dari %
ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI (High Value Payment System, Securities Settlement, Retail Value Payment
System, Banking Services) menunjukkan pencapaian sebesar 99,98%. Sementara secara semesteran, selama semester
I-2016 tingkat kehandalan adalah 99,6%, disebabkan adanya permasalahan sistem aplikasi pada tanggal 9 Februari 2016
dan permasalahan listrik pada tanggal 16 Februari 2016 sehingga menyebabkan sedikit terganggunya layanan jasa sistem
pembayaran BI. Namun demikian, seluruh transaksi Sistem Pembayaran dapat berjalan dengan lancar dan aman untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian serupa, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah perbaikan
untuk mencegah adanya permasalahan/gangguan yang dapat mengganggu layanan jasa sistem pembayaran BI.
5. IKU 5. Rasio Transaksi SP Ritel (tanpa SKNBI) terhadap GDP Min. 2,05 x GDP
(target setahun)
1,8 x GDP
(realisasi s.d Juni)
Penjelasan:
Peningkatan penggunakan sistem pembayaran ritel sampai triwulan II-2016 mencapai 1,80 kali Produk Domestik Bruto
(PDB) dari target 2,05 kali PDB untuk keseluruhan tahun 2016. Angka capaian ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian
sepanjang tahun 2015 yang sebesar 1,65 kali PDB. Peningkatan ini menunjukkan kinerja baik Bank Indonesia dalam
meningkatkan gairah masyarakat untuk memanfaatkan instrumen pembayaran non tunai.
6. IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang
Akhir 2016:
Penambahan
9,9% coverage
dan layanan
distribusi uang
oleh Bank
Indonesia
Penambahan 4,66% coverage
dan layanan distribusi uang
oleh Bank Indonesia
Penjelasan:
Bank Indonesia senantiasa meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan uang yang ditunjukkan dengan komitmen
untuk meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang serta soil level Uang Layak Edar (ULE) Nasional. Sampai dengan
triwulan II-2016, BI telah meningkatkan coverage dan layanan distribusi uang antara lain melalui pembukaan 8 unit kas
titipan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan upaya peningkatan coverage dan layanan distribusi uang.
7. IKU 7: Soil Level ULE Nasional
Minimum
Soil Level 8
(UPB) dan Soil
Level 6 (UPK)
(Semesteran)
UPB: 8,5
UPK: 7
Penjelasan:
Bank Indonesia terus berkomitmen untuk menciptakan clean money policy, hal tersebut tercermin melalui tingkat
kelusuhan uang beredar (soil level). Sampling tingkat kelusuhan uang beredar (soil level) secara nasional menunjukkan
hasil yang baik yaitu soil level 8,5 untuk uang pecahan besar (Rp 20.000 atau lebih besar) dan soil level 7 untuk uang
pecahan kecil (Rp10.000 atau lebih kecil).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
mengarahkan
kebijakan untuk
menjaga dan
meningkatkan
keamanan, efisiensi,
kelancaran, dan
keandalan sistem
pembayaran.
Bank Indonesia terus menempuh kebijakan dan menyempurnakan ketentuan dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan, sebagai bagian upaya memperkuat dan
mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran. Bank Indonesia juga memperluas akses
penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap mendorong penyelenggara
sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem
pembayaran.
Kebijakan sistem pembayaran yang ditempuh selama triwulan II-2016 meliputi:
1. Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat
Berharga di Pasar Modal
Saat ini, pengembangan CeBM telah memasuki tahapan Full CeBM, yaitu penggunaan
CeBM untuk setelmen dana dari seluruh transaksi efek berdenominasi rupiah di pasar
modal. Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Self Regulatory Organizations
(SRO) di pasar modal, yaitu PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT. Bursa Efek
Indonesia (BEI), dan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Koordinasi Bank Indonesia dengan SRO bertujuan untuk memperoleh solusi optimal
dalam penyelesaian isu-isu implementasi Full CeBM, seperti kebutuhan intraday facility
untuk perusahaan efek dan window time Sistem BI-RTGS agar dapat mendukung
pelaksanaan corporate actions (seperti pembayaran dividen saham) secara aman dan
efisien. Koordinasi juga diperlukan untuk memperoleh solusi mengenai isu biaya
transaksi yang timbul dari perubahan proses bisnis yaitu transaksi pemindahbukuan
Commercial Bank Money (CoBM) pada bank pembayaran yang sama diubah dengan
menggunakan CeBM menjadi transfer antar-bank melalui Sistem BI-RTGS, serta isu
terkait lainnya.
Berkenaan dengan pengembangan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu (S-INVEST)
oleh KSEI untuk transaksi reksadana di pasar modal dan untuk meningkatkan
penggunaan CeBM, Bank Indonesia dan KSEI sedang mengembangkan CeBM agar bisa
digunakan untuk setelmen dana dari salah satu proses bisnis transaksi reksadana yang
dilakukan melalui S-INVEST. Proses bisnis transaksi reksadana ini adalah pengiriman
dana subscriptions yang merupakan pengiriman dana yang dikumpulkan oleh Selling
Agents dari investor reksadana, untuk dikirimkan ke bank kustodian guna keperluan
setelmen pembelian reksadana.
Penggunaan CeBM untuk pengiriman dana subscriptions telah memasuki tahapan User
Acceptance Test (UAT) Tahap I. Implementasi penggunaan CeBM untuk pengiriman
dana transaksi reksadana tersebut direncanakan dapat diimplementasikan, bersamaan
dengan implementasi S-INVEST (Tabel 3.10).
82
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.10
Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek di Pasar Modal
 ­€
­‚ƒ„
€…
…†€…
 
2. Penerbitan ketentuan Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet13
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan Pengelolaan
Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagai tindak
lanjut dari penerbitan ketentuan implementasi Standar nasional Teknologi Chip14
yang diterbitkan di Indonesia. Ketentuan Pengelolaan Standar Nasional Teknologi
Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet mengatur kepemilikan dan penetapan
standar nasional, persetujuan sebagai pengelola standar nasional, tugas, wewenang,
dan kewajiban pengelola standar nasional; serta pengawasan, laporan, dan evaluasi
pengelolaan standar nasional.
3. Penerbitan ketentuan15 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
dan Pengelolaan Uang Rupiah
Tujuan penerbitan peraturan tersebut adalah untuk mendorong stabilitas sistem
keuangan dan moneter melalui:
a. Sistem Pembayaran (SP) yang lancar, aman, efisien, dan andal yang berkontribusi
terhadap perekonomian, dengan memperhatikan perluasan akses, perlindungan
konsumen, dan kepentingan nasional;
b. Pengelolaan Uang Rupiah (PUR) yang mampu memenuhi kebutuhan uang Rupiah
di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai,
tepat waktu, dalam kondisi yang layak edar, dan aman dari upaya pemalsuan di
seluruh wilayah NKRI dengan memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan
kepentingan nasional; dan
c. Kegiatan Layanan Uang (KLU) yang sehat dengan tata kelola yang baik dan
memenuhi peraturan perundang-undangan.
13
14
15
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/15/DKSP Tanggal 20 Juni 2016 perihal Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip
untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/52/DKSP tanggal 30 Desember 2015 perihal Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip
dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/9/PBI/2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
Uang Rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Ketentuan tersebutmencakup beberapa hal-hal. Pertama, tujuan pengaturan SP,
PUR, dan KLU. Kedua, cakupan pengaturan SP dan PUR. Ketiga, tujuan pengawasan
penyelenggaraan SP, PUR, dan KLU. Keempat, objek pengawasan di bidang SP, PUR,
dan KLU. Kelima, objek pengawasan dalam rangka penerapan kewajiban penggunaan
Rupiah. Keenam, bentuk/metode pengawasan. Ketujuh, kewajiban penyampaian
dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan dalam rangka
pengawasan. Kedelapan, kewenangan menugaskan pihak lain untuk melakukan
pengawasan. Kesembilan, tindak lanjut atas hasil pengawasan dan sanksi.
4. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II
Tahap II
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal, Bank Indonesia
mengimplementasikan fitur baru pada layanan SKNBI, yaitu bulk payment. Fitur bulk
payment terdiri atas Layanan Pembayaran Reguler (kredit) dan Layanan Penagihan
Reguler (debit).
Fitur bulk payment dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
melakukan pembayaran yang dilakukan secara berkala dengan lebih mudah dan
efisien. Fitur baru ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, hal ini tercermin dari
rata-rata harian transaksi Pembayaran Reguler periode Mei - Juni 2016 tercatat sejumlah
2.836 transaksi. Kalangan perbankan pun telah melakukan berbagai persiapan untuk
melayani kebutuhan transaksi Penagihan Reguler.
Untuk Layanan Penagihan Reguler, masyarakat diperkirakan mulai aktif
memanfaatkannya pada triwulan III-2016. Secara proses bisnis, Bank Indonesia bekerja
sama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah menyepakati beberapa
hal yang harus dilakukan oleh Peserta Penagih dan Peserta Tertagih guna mendukung
kelancaran operasional Layanan Penagihan Reguler.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan baru untuk
memperkuat penyelenggaraan SKNBI16, serta penyempurnaan ketentuan tentang
Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui
SKNBI17.
Adapun pokok-pokok perubahan yang diatur dalam ketentuan dimaksud antara lain:
a. Perubahan status peserta karena pengunduran diri, self-liquidation, penggabungan,
dan peleburan diatur secara lebih detail.
b. Perubahan kebijakan dan tata cara perubahan waktu operasional.
c. Penyesuaian jam layanan transfer dana menjadi pukul 06.30 – 16.30 WIB.
d. Penyesuaian batas nominal penggunaan instrumen nota debit.
e. Penyesuaian biaya layanan dalam SKNBI.
5. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai
Bank Indonesia senantiasa mendukung perluasan penggunaan instrumen pembayaran
nontunai di masyarakat. Hal tersebut tercermin dari berbagai upaya dan kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen
pembayaran non-tunai.
16
17
84
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP perihal Penyelenggaraan
Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/9/DPSP perihal Perubahan atas SE Bank Indonesia No. 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015
perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui SKNBI.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Bank Indonesia berperan
aktif mempercepat elektronifikasi transaksi keuangan melalui 5 (lima) kegiatan.
Kelima kegiatan itu adalah penyusunan masterplan elektronifikasi, koordinasi dengan
kementerian/lembaga dan instansi terkait, fasilitasi elektronifikasi transaksi pemerintah,
insentif penggunaan transaksi non tunai, dan kajian elektronifikasi pemerintah
daerah. Sebagai rangkaian kegiatan Festival Smart Money Smart City, Bank Indonesia
menyelenggarakan kegiatan seminar terkait sistem pembayaran dan elektronifikasi.
6. Pengaturan Transfer Dana Nasabah Antar Bank melalui Sistem BI-RTGS untuk
Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah memerangi dan mencegah tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank Indonesia telah melengkapi
peraturan transfer dana nasabah melalui Sistem BI-RTGS, dengan penyempurnaan
ketentuan tentang Penyelenggaran Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan
Setelmen Dana Seketika18. Penyempurnaan ketentuan tersebut mengatur pembatasan
terhadap nasabah yang dapat menerima transfer dana melalui Sistem BI-RTGS, yaitu
hanya nasabah yang mempunyai rekening di bank penerima transfer dana.
7. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia berwenang antara lain untuk melakukan pengawasan
terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin
dari Bank Indonesia. Objek pengawasan meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri yaitu penyelenggara APMK,
uang elektronik, Transfer Dana (TD), dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Bank (KUPVA BB).
Agar dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh, pengawasan terhadap TD dan
KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh masing-masing Kantor Perwakilan Bank
Indonesia berdasarkan wilayah kerja. Pengawasan dapat dilakukan melalui pemeriksaan
tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyelenggara
dan/atau pemeriksaan langsung (onsite).
Secara umum, ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran
adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk
penerapan Anti Pencucian Uang) APU dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT),
serta pengendalian internal. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan
pemeriksaan onsite terhadap penyelenggara APMK,TD BB dan KUPVA BB.
Selain itu, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bersama dengan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sesuai dengan Nota Kesepahaman.
Objek pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang memiliki
eksposur transaksi tinggi.
18
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 tentang Perubahan atas PBI No. 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaran
Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
85
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
BOKS
Peran Sistem Pembayaran dalam Pengembangan
Smart City
Konsep Smart City bercirikan beberapa kriteria, yaitu konsep perencanaan kota
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Konsep ini akan membuat
hidup lebih mudah dan sehat dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi.
Penerapan Smart City bertujuan untuk menunjang kota di dalam dimensi sosial
(keamanan), ekonomi (daya saing), teknologi, dan lingkungan (kenyamanan).
Secara umum, tujuan Smart City adalah untuk membentuk kota dengan
pembangunan yang berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Smart City juga dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan teknologi komputer
yang cerdas dalam pembuatan komponen infrastruktur kota yang kritikal dan
pengembangan jasa layanan kota seperti administrasi, pendidikan, kesehatan,
keamanan masyarakat, perumahan, transportasi, dan sarana umum. Semua jasa
layanan umum yang tersedia menjadi lebih pintar, saling terhubung, dan efisien.
Peran sistem pembayaran nontunai dalam mendukung pengembangan Smart City
sangat dibutuhkan. Mekanisme sistem pembayaran nontunai yang pintar, saling
terhubung, dan efisien (Smart Payment) merupakan solusi pengembangan Smart
City. Dibandingkan dengan sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran nontunai
akan lebih memberikan efisiensi dan penerimaan yang lebih luas dalam mendukung
solusi Smart City.
Sistem pembayaran tunai memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak efisien, tidak
praktis, tidak tercatat, dan berpotensi disalahgunakan untuk kejahatan. Di sisi lain,
sistem pembayaran nontunai memiliki banyak kelebihan yaitu efisien, praktis,
penerimaan luas, transparan, dan perencanaan ekonomi yang lebih akurat.
Saat ini, instrumen sistem pembayaran nontunai yang dapat digunakan untuk
bertransaksi sangat bervariasi. Instrumen pembayaran nontunai berbasis kertas,
berbasis kartu (APMK), uang elekronik, dan transfer elektronik merupakan
instrumen sistem pembayaran nontunai yang memiliki karakteristik tersendiri dan
dapat digunakan di berbagai segmen. Namun demikian, APMK dan uang elektronik
merupakan instrumen yang paling tepat sebagai solusi Smart City.
Banyak potensi area dalam Smart City yang dapat dikembangkan untuk penggunaan
instrumen sistem pembayaran nontunai seperti transaksi Government to Government
(G to G), Government to Business (G to B), Government to Person (G to P), Person to
Government (P to G).
86
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
B
G
P
• APBN/D
Distribution
• Goods & services
payment, Subsidy/
incentive
• Social assistance,
subsidy, Salary
(Civil Servant),
B
• Tax and Non-Tax
Revenue
(Retribution,
• Business partner
supplier – retailer,
Goods & services
• Salary, Incentive/Bonus,
Goods & services
payment
P
• Tax and Non-Tax
Revenue
(Retribution,
• Payment to
company/BUMN/
BUMD
• Goods & services
payment,
Salary/Bonus,
G
Smart Payment dalam Smart City sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
yang diinisiasi oleh Bank Indonesia. Smart Payment diharapkan dapat menjadi
katalis penggunaan intrumen sistem pembayaran nontunai secara masif. Berbagai
program GNNT yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir adalah sebagai berikut:
• Launching Kartu Jakarta One, 2016
• FestivalSmart Money Smart City, 2016
• FestivalGNNT(“CintaNonTunai,CintaRupiah”),2015
• PencananganGNNT,MoU&DeklarasiGNNT,2014
• E-ticketing KCJ 2013, 2014
• KawasanNon-TunaiKampusUI,2013
• InterkoneksiTransferAntarPrinsipalATM,2013
• E-ticketingKeretaBandaraKualaNamuStasiunMedan,2013
• PilotProjectBranchlessBanking,2013
• InterkoneksiP2PTransferantar3Telco,2013
• E-ticketing TransJakarta, 2013
• E-ticketing TransJogja dan Solo, 2012
• E-payment Tol (e-Toll), 2009
Berbagai tantangan akan dihadapi dalam implementasi Smart Payment, seperti
tantangan dari sisi infrastruktur, service level, harmonisasi kebijakan, serta
interoperabilitas dan interkoneksi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
komitmen dari seluruh stakeholder terkait seperti pemerintah, masyarakat, dan
Kementerian/Lembaga. Dalam mewujudkan Smart Payment di Smart City, Bank
Indonesia bertindak sebagai regulator, pemberi izin, pengawas, fasilitator, edukator,
dan penjamin perlindungan konsumen.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Bank Indonesia
memenuhi
kebutuhan uang
Rupiah melalui
penyediaan uang
layak edar ke
seluruh wilayah
Indonesia termasuk
ke wilayah terpencil.
Untuk mencapai misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah yaitu memenuhi
kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dilakukan melalui kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah
yang ditempuh melalui tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan
terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal. Ketiga, layanan
kas yang prima. Pelaksanaan dari ketiga pilar tersebut bertujuan sebagai berikut:
Ketersediaan Uang Rupiah
Dalam mencapai, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, selama triwulan
II-2016 Bank Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan
pemusnahan uang
Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah dalam kegiatan perencanaan,
pencetakan, dan pemusnahan uang merupakan amanat Undang-Undang tentang
Mata Uang. Dalam kegiatan perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia dan
Kementerian Keuangan menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk tahun
2016 dan 2017.
Jumlah rencana cetak uang pada tahun 2016 adalah sebesar Rp181,83 triliun terdiri atas
Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sedangkan rencana cetak
uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun, terdiri atas Rp309,15 triliun uang
kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Kesepakatan rencana cetak tersebut dihitung
berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi,
dan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate). Rencana itu juga berdasarkan
asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan. Pada triwulan II-2016,
Bank Indonesia melakukan review secara periodik terhadap estimasi kebutuhan uang
dengan mempertimbangkan perkembangan asumsi makroekonomi dan kebutuhan
khusus menjelang periode Ramadan/Idul Fitri tahun 2016.
Dari sisi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) pada triwulan laporan, Bank
Indonesia telah memusnahkan sebesar Rp49,9 triliun yang seluruhnya merupakan
uang kertas. Nilai pemusnahan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kementerian
Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah sebagaimana
yang telah diamanatkan undang-undang.
Selama triwulan laporan, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Sosial, dan Sekretariat Kabinet terkait dengan penggunaan
gambar Pahlawan Nasional pada uang Rupiah yang akan dikeluarkan, termasuk
penyusunan Keputusan Presiden mengenai gambar Pahlawan Nasional. Terkait
rencana penggunaan gambar kesenian nusantara pada uang Rupiah yang baru, Bank
Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama beberapa instansi
terkait yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi, akademisi dari Institut Kesenian Jakarta dan
Institut Seni Indonesia Surakarta, serta pakar/ahli seni nusantara.
b. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Pencetakan Uang
Republik Indonesia (Perum Peruri)
Pada triwulan II-2016, realisasi cetak uang mencapai Rp52,56 triliun atau 28,9% dari
rencana cetak selama tahun 2016. Realisasi cetak uang tersebut terdiri atas uang kertas
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
sebesar Rp52,18 triliun atau 2,29 miliar lembar uang kertas dan uang logam Rp379,02
miliar atau 585,90 juta keping uang logam.
c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah
1) Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal)
Pada triwulan II-2016, seluruh unsur Botasupal telah menyelenggarakan rapat
koordinasi19 yang menyepakati perlunya optimalisasi dalam beberapa aspek
koordinasi. Pertama, tukar menukar informasi, termasuk terkait dengan peningkatan
unsur pengaman uang Rupiah kertas. Kedua, regulasi pengadaan bahan baku dan
mesin cetak uang . Ketiga, perlu adanya daftar pelaku kejahatan uang palsu secara
nasional. Di samping itu, upaya koordinasi Bank Indonesia dan Kepolisian RI dapat
lebih ditingkatkan dalam rangka mempercepat proses penanganan kasus kejahatan
peredaran uang Rupiah palsu.
2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah
Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan
Uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada pemegang uang tunai (cash handlers),
seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah
(PJPUR)20, penegak hukum, dan masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk menekan
jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang di Bank
Indonesia yang berasal dari setoran perbankan.
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melakukan 15 kali kegiatan sosialisasi
dengan peserta berasal dari 11 bank nasional, Badan Musyarawah Perbankan
Daerah, dan anggota Asosiasi Perusahaan Jasa Angkutan Uang dan Barang Berharga
Indonesia (Apjatin).
Di samping itu, pada periode laporan Bank Indonesia juga telah melakukan 15
kali kegiatan sosialisasi di beberapa wilayah di Indonesia yaitu Jakarta, Sukabumi,
Cianjur, Tasikmalaya, Sumedang, Solo, Cirebon, dan Brebes. Sosialisasi dilakukan
dalam bentuk tatap muka, pameran, dan pagelaran kesenian tradisional dengan
peserta dari masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa, guru, dosen, dan aparat
penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan.
3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia
Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki
laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit
Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan
uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah
palsu, dan pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang
Rupiah. Data dan analisis dari BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan
Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah.
19
20
Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123
Tahun 2012,yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung,
KementerianKeuangan, dan Bank Indonesia.
Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa
pengolahanuang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan
(penghitungan,penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian
Anjungan TunaiMandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM)
berikut pemantauankecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan
Cash in Transit.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 18 kali
pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 18 kali
pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah
di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Barang bukti uang Rupiah yang diduga palsu
berdasarkan pemeriksaan Kepolisian berjumlah 21.112 lembar pecahan Rp100.000,
1.999 lembar pecahan Rp50.000 dan 18 lembar pecahan Rp20.000.
Distribusi dan Pengolahan Uang
Dalam rangka mencapai yaitudistribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal,
Bank Indonesia melakukan kegiatan yang meliputi antara lain:
a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri
Peningkatan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah terus dilakukan untuk
meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN). Pada triwulan II-2016, khususnya dalam
rangka menghadapi periode Ramadan, Bank Indonesia telah merealisasikan distribusi
uang sebesar Rp135,75 triliun dalam berbagai pecahan. Dari jumlah distribusi uang
tersebut, sebesar Rp88,86 triliun (65,5%) untuk memenuhi kecukupan persediaan kas
KPwBI DN dan Rp46,89 triliun (34,5%) untuk unit kerja kas di KPBI. Pangsa terbesar
distribusi uang ke KPwBI DN ditujukan kepada KPwBI DN Provinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Sumatera Selatan, dengan jumlah masing-masing sebesar Rp18,76 triliun,
Rp17,67 triliun dan Rp8,92 triliun.
b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
jasa angkutan
Dalam rangka melakukan distribusi uang rupiah ke seluruh wilayah NKRI, Bank
Indonesia kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelayaran
Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada transportasi
secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh
Indonesia.
Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal
untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Kerja sama
dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal yang
menjadi alternatif bagi Bank Indonesia. Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan
kapal penumpang menjadi alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan
Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau
tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan (seluruh
jalur distribusi dalam gambar 3.1).
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.1
Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
Layanan Kas Prima
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai pilar ketiga, yaitu layanan kas prima pada
triwulan II-2016 antara lain adalah:
a. Layanan Kas Periode Ramadan/Idul Fitri 2016
Selama periode Ramadan/Idul Fitri 2016, jumlah penarikan uang Rupiah oleh perbankan
dan masyarakat (outflow) tercatat sebesar Rp146,1 triliun atau 91,1% dari proyeksi
outflow sebesar Rp160,4 triliun. Sementara itu, uang Rupiah yang masuk ke Bank
Indonesia dari perbankan dan masyarakat (inflow) sebesar Rp28,9 triliun atau mencapai
96,8% dari proyeksi inflow sebesar Rp29,9 triliun. Namun demikian, realisasi outflow
tersebut meningkat 4,3% dibandingkan outlfow periode Ramadan tahun sebelumnya
sebesar Rp140,0 triliun. Faktor utama meningkatnya jumlah kebutuhan uang Rupiah
oleh perbankan dan masyarakat adalah: (i) pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/
TNI/Polri, (ii) jumlah hari libur yang lebih banyak dibandingkan 2015 yaitu dari 5 hari
menjadi 6 hari, dan (iii) bertepatan dengan periode liburan sekolah.
b. Layanan kas keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah
perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau layanan kas Bank
Indonesia atau tidak memiliki akses/belum terlayani oleh perbankan, maka Bank
Indonesia terus mengoptimalkan layanan kas keliling. Bentuk layanan tersebut berupa
penukaran uang layak edar dan penggantian uang tidak layak edar, yang dilakukan
secara wholesale (kepada perbankan) dan/atau ritel (kepada masyarakat umum).
Selama triwulan II-2016, jumlah penukaran uang dalam rangka kas keliling mencapai
Rp937,82 miliar atau meningkat 102,0% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, dan
meningkat 93,0% (yoy) bila dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Meningkatnya jumlah penukaran uang melalui kas keliling juga dipengaruhi oleh kerja
sama Bank Indonesia dengan instansi pemerintah dan pihak lainnya, yaitu:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
•
Kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut (TNI-AL) dengan
rute Kepulauan Morotai – Pulau Lirung – Pulau Marore – Pulau Sangihe. Kegiatan
yang dilakukan adalah Kas Keliling, sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah, edukasi
perlakuan terhadap uang Rupiah, dan pemberian bantuan sosial melalui Program
Sosial Bank Indonesia (PSBI).
•
Kerja sama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK) dengan rute Pulau Bajo – Pulau Weda – Pulau Saumlaki
– Pulau Karimun. Selain layanan penukaran, Bank Indonesia juga menyosialisasikan
ciri keaslian uang Rupiah, edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah, dan pemberian
bantuan sosial melalui PSBI.
•
Kerja sama dengan Polisi Perairan (Polair) di Kepulauan Seribu, dengan rute Pulau
Tidung – Pulau Harapan – Pulau Kelapa – Pulau Panggang.
•
Kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia untuk memperluas kerja sama
penukaran uang kecil di beberapa Stasiun Kereta Api.
c. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum
terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi
potensial
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia menambah tiga Kas Titipan yaitu di Balige
(Provinsi Sumatera Utara), Tanjung Balai Karimun (Provinsi Kepulauan Riau), dan
Singaraja (Provinsi Bali). Bank pengelola Kas Titipan di Balige dan Tanjung Balai Karimun
adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI) dengan jumlah bank peserta masing-masing
sebanyak 4 (empat) dan 9 (sembilan) bank. Sedangkan untuk Singaraja, PT Bank Mandiri
ditunjuk sebagai bank pengelola Kas Titipan yang beranggotakan 9 (sembilan) bank
peserta. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir Juni 2016 terdapat 43
(empat puluh tiga) Kas Titipan dengan jumlah peserta 384 kantor bank.
Jumlah penarikan uang Rupiah oleh bank peserta Kas Titipan sebesar Rp21,7 triliun,
naik 207,5% (qtq) dibandingkan triwulan I-2016 sebesar Rp7,1 triliun. Secara tahunan,
jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi 91,7% (yoy) dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya sebesar Rp11,3 triliun. Hal ini sebagai dampak penambahan
jumlah Kas Titipan untuk mendukung kelancaran transaksi pembayaran dalam kegiatan
ekonomi masyarakat serta bersamaan dengan periode Ramadan dan Idul Fitri 2016.
Penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera (Rp9,0
triliun), kemudian diikuti oleh Kalimantan (Rp6,0 triliun) serta wilayah Sulawesi, Maluku,
Papua, Bali dan Nusa Tenggara (Rp5,8 triliun).
3.4. Kerja Sama Internasional
Bank Indonesia
berperan aktif
dalam berbagai
fora internasional.
Perkembangan ekonomi global saat ini masih diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Hal
ini sejalan dengan perkembangan pemulihan ekonomi di beberapa negara maju yang
tidak sesuai harapan dan keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit). Situasi ini
masih menjadi topik utama di berbagai fora internasional dan regional yang diikuti oleh
Bank Indonesia.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia ikut menghadiri berbagai fora internasional
seperti Kelompok 20 Negara (G20), ASEAN, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank
for International Settlements (BIS). Dalam berbagai fora tersebut, Bank Indonesia aktif
menyuarakan pentingnya koordinasi antar otoritas, komunikasi kebijakan yang jelas dan
transparan dari negara maju/sistemik, serta sharing policy mix yang dilakukan oleh otoritas.
92
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Hal ini penting dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,
memperkuat sistem keuangan global dan jaring pengaman keuangan internasional, serta
mendukung peningkatan investasi dan pembangunan infrastruktur.
3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20
Pada triwulan II-2016, kelanjutan agenda Jalur Keuangan G20 (Finance Track) dilakukan
melalui Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, dimana pokokpokok hasil pertemuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perekonomian Global dan Growth Framework. Komitmen untuk terus menggunakan
seluruh perangkat kebijakan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kepercayaan pasar. Terkait dengan reformasi struktural, G20 sepakat
untuk menyusun 9 (sembilan) area prioritas reformasi struktural G2021, guiding principles,
dan sistem indikator yang menjadi referensi bagi negara G20 dalam menentukan
agenda reformasi struktural.
b. Arsitektur Keuangan Internasional. Komitmen untuk melanjutkan agenda reformasi
sistem moneter internasional melalui 5 (lima) area yaitu: (i) penguatan monitoring dan
Capital flows Measures (ii) penguatan Global Financial Safety Net (GFSN), (iii) reformasi
IMF, (iv) penguatan proses sovereign debt restructuring dan debt sustainability dan (v)
peningkatan peran SDR (Special Drawing Rights) pada sistem moneter internasional.
c. Investasi dan Infrastruktur. Komitmen untuk mendorong Multilateral Development
Banks (MDBs) untuk melaksanakan action plan dan mendukung peluncuran Global
Infrastructure Connectivity Alliance guna meningkatkan sinergi dan kerjasama program
infrastruktur, termasuk di tingkat regional.
d. Reformasi Sektor Keuangan. Komitmen untuk terus mengimplementasikan agenda
reformasi sektor keuangan secara konsisten dan tepat waktu, termasuk implementasi
Basel III dan total loss absorbing capacity (TLAC) standard dan Principles for Financial
Market Infrastructures (PFMIs).
e. Isu-Isu Lainnya. Komitmen untuk mendorong implementasi Automatic Exchange
of Information (AEOI) tidak hanya untuk negara G20. Semua negara dan jurisdiksi
diharuskan untuk menandatangani Multilateral Convention dan meng-upgrade status
implementasi AEOI pada level yang lebih baik paling lambat pada KTT G20 2017. G20
akan memberikan sanksi (defensive measures) bagi non-cooperative jurisdictions. G20
menegaskan kembali komitmen untuk memerangi dan mengatasi semua sumber,
teknik, dan saluran pendanaan teroris.
Sebagai tindak lanjut dari Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20
telah dilakukan beberapa pertemuan pada level working group. Pertemuan itu dilakukan
melalui Framework Working Group (FWG), International Financial Architecture Working Group
(IFA WG), dan Investment and Infrastructure Working Group (IIWG).
Dalam pertemuan-pertemuan G20 di atas, delegasi Bank Indonesia hadir bersama dengan
delegasi Kementerian Keuangan. Delegasi Indonesia menyampaikan masukan dalam
bentuk intervensi dan usulan pada beberapa isu berkaitan bagi kepentingan Indonesia,
yakni sebagai berikut:
21
9 Area Prioritas Reformasi Struktural G20: (1) Promoting Trade and Investment Openness, (2) Advancing Labour Market Reform,
Educational Attainment and Skills, (3) Encouraging Innovation, (4) Improving Infrastructure, (5) Promoting Fiscal Reform, (6) Promoting
Competition and an Enabling Environment, (7) Improving and Strengthening the Financial System, (8) Enhancing Environmental
Sustainability, (9) Promoting Inclusive Growth.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a. Indonesia mendukung koordinasi dan komunikasi kebijakan global. Terkait isu
perekonomian global, Indonesia menyampaikan pentingnya koordinasi dan komunikasi
kebijakan yang jelas dan transparan dari negara maju/sistemik, serta melakukan sharing
bauran kebijakan (policy mix) yang dilakukan otoritas. Indonesia juga menyampaikan
pentingnya ruang kebijakan fiskal (fiscal policy space) untuk mendukung program
dan agenda pembangunan (investasi infrastruktur) melalui optimalisasi pajak (tax
optimization) dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
b. Indonesia meminta negara-negara G20 fokus pada implementasi komitmen
strategi pertumbuhan ekonomi di Brisbane.Terkait isu Reformasi Struktural dalam
Growth Strategy, Indonesia menyampaikan fokus perhatian pada implementasi
komitmen di Brisbane, Antalya, dan komitmen lainnya dalam Growth Strategy.
c. Indonesia mendukung Global Infrastructure Connectivity Alliance. Terkait isu
investasi dan infratstuktur, sebagai co-chair, Indonesia mendukung Global Infrastructure
Connectivity Alliance. Indonesia menyampaikan bahwa konektivitas infrastruktur
dapat memiliki 3 (tiga) dimensi, yaitu konektivitas fisik (jalan, bandara, pelabuhan),
konektivitas virtual (broadband, internet), dan konektivitas data dan informasi (hub).
Indonesia mendorong optimalisasi peran Multilateral Development Banks (MDBs) dalam
pembiayaan infrastruktur, terutama di negara-negara berkembang.
d. Indonesia mendukung penyusunan best practices dari Capital Flows Measures
(CFM).Terkait reformasi arsitektur keuangan internasional, Indonesia menyampaikan
dukungan agar IMF menyusun best practices dari Capital Flows Measures (CFM), terutama
untuk capital outflow measures serta perlunya IMF mengeksplorasifasilitas baru yang
dapat memenuhi kebutuhan anggotanya.
e. Indonesia meminta Financial Stability Board (FSB) untuk memonitor reformasi
keuangan.Terkait dengan reformasi sektor keuangan, Indonesia meminta FSB untuk
memonitor langkah yang telah dilakukan guna membantu negara-negara dan pasar
sedang berkembang (EMDCs) mengatasi tantangan dalam mengimplementasi
reformasi. Indonesia juga menyampaikan perlu dilakukannya asesmen kemungkinan
terjadinya procyclicality atau suatu fenomena yang memperbesar umpan balik
antarsistem keuangan maupun sistem keuangan dengan makroekonomi. Procyclicality
terjadi akibat regulasi internasional yang terlalu ketat di tengah kondisi perlambatan
pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia juga meminta IMF, FSB dan BIS agar
dalam melakukan verifikasi (stock take) pengalaman negara terkait kerangka kebijakan
makroprudensial dapat mengungkapkan prinsip-prinsip dari kelaziman praktik
internasional (recognized international practices) dalam kebijakan makroprudensial
(macroprudential policy).
f. Indonesia mendukung implementasi Base Erosion and Profit Shifting dan Automatic
Exchange of Taxi Information in Financial Sector (BEPS AEOI). Terkait isu perpajakan,
Indonesia mendukung implementasi BEPS Action Plan dan AEOI secara tepat waktu
dan inklusif. Indonesia mengharapkan adanya kerjasama dan kesepahaman di tingkat
bilateral, regional, dan global dalam implementasi AEOI. Indonesia mengusulkan
adanya sanksi kepada negara/yurisdiksi yang tidak turut serta dalam implementasi
AEOI. Indonesia juga mendukung implementasi Beneficial Ownerships Principles sebagai
bentuk transparansi informasi keuangan lintas negara.
g. Indonesia mendukung implementasi Beneficial Ownership Financial Action Task
Force (FATF). Terkait isu anti terorisme, Indonesia mendukung implementasi prinsipprinsip Beneficial Ownership dan FATF. Berdasarkan hasil penilaian FATF pada Februari
2015, Indonesia dinilai telah memiliki landasan hukum yang kuat dalam implementasi
rekomendasi FATF.
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.4.2. Kerja sama dalam forum IMF
Implementasi SKNBI Generasi II serta Sistem BI-RTGS
Pada triwulan II-2016, Bankdan
Indonesia
melaksanakan
beberapa kegiatan terkait
BI-SSSStelah
Generasi
II
keanggotaan Indonesia dalam IMF. Kegiatan itu antara lain menghadiri rangkaian
pertemuan IMF Spring Meetings (13-17 April 2016) yang diselenggarakan di Washington
D.C., Amerika Serikat dan menanggapi paper IMF mengenai “ASEAN-5 Cluster Report –
Evolution of Monetary Policy Frameworks.” Bank Indonesia juga menyelenggarakan seminar
mengenai “Review Of Fund-Supported Programs During Global Financial Crisis” pada 2 Mei
2016.
1. Rangkaian pertemuan IMF Spring Meetings antara lain membahas asesmen
pertumbuhan ekonomi global, penguatan International Monetary System, dan
diagnosis tren capital flows. Terkait dengan diagnosis capital flow, Indonesia mendukung
rencana IMF untuk melakukan diagnosis mengenai tren capital flows untuk menjadi
pembelajaran ke depan. Indonesia juga melihat adanya ruang untuk memperbaiki
Global Finance Safety Nett (GFSN), khususnya terkait dengan peningkatan prediktibilitas
dan aksesibilitas terhadap fasilitas IMF.
2. Tanggapan Indonesia terkait paper IMF tentang ASEAN-5 Cluster Report – Evolution of
Monetary Policy Frameworks
Secara garis besar, laporan menyajikan perubahan kerangka kebijakan moneter
ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura) pada periode setelah
Asian Financial Crisis (AFC), setelah Global Financial Crisis (GFC), periode unconventional
monetary policy (UMP) yang dilakukan oleh Advanced Economies (AEs) dan pada saat
terjadi taper tantrum. Terkait paper ini, Bank Indonesia menyambut baik ASEAN-5 Cluster
Report IMF dan memberikan masukan terkait proses pengusulan dan penetapan target
inflasi Indonesia.
3. Penyelenggaran seminar mengenai “Review Of Fund-Supported Programs During
Global Financial Crisis” pada 2 Mei 2016 merupakan kerjasama IMF dengan Bank
Indonesia. Pembicara dalam seminar tersebut berasal dari IMF yakni Mr. Papa N’Diaye
dan Mr. Peter Allum (IMF), Sdr. Raden Pardede (mantan Ketua KSSK Indonesia), dan
Sdr. Harmanta (Direktur Departemen Internasional, BI). Seminar ini dimaksudkan untuk
mendiskusikan temuan dan hasil review IMF atas program IMF selama global financial
crisis kepada stakeholder IMF di Asia termasuk Indonesia.
3.4.3. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS)
Pada periode ini, Bank Indonesia telah menghadiri dua pertemuan tingkat Gubernur Bank
Sentral pada Mei dan Juni 2016. Pokok pembahasan dalam kedua pertemuan dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan ekonomi dan keuangan global setelah Brexit
Terkait dengan dampak Brexit terhadap perekonomian dunia, BIS berpendapat
perlunya kerja sama antar negara dalam mengatasi dampak Brexit terhadap fungsi
pasar keuangan. Kerja sama dilakukan melalui penyediaan likuiditas dalam rangka
meredam gejolak di pasar keuangan (financial market) dan melakukan monitoring
secara seksama untuk memastikan keberlangsungan fungsi dan stabilitas pasar uang.
2. Foreign Exchange Market Intervention
Pasca krisis keuangan global, bank-bank sentral di dunia menjadi lebih aktif melakukan
intervensi di pasar valas. Terdapat dua pendapat yg berbeda mengenai peran intervensi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
valas di masa depan. Pertama, meyakini bank sentral akan semakin mengandalkan
intervensi valas dalam jangka panjang untuk meredam volatilitas nilai tukar dan
menjaga stabilitas keuangan secara umum. Kedua, peningkatan intervensi valas
hanya bersifat sementara sebagai respons terhadap kebijakan moneter yang ekstra
akomodatif di negara-negara maju dan akibat ruang penurunan kebijakan suku bunga
yang semakin sempit.
Pada kesempatan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan pandangan bahwa
intervensi valas merupakan instrumen yang diperlukan sebagai first line of defense
terhadap gejolak nilai tukar. Namun demikian, bank sentral juga perlu memberikan
fleksibilitas bagi nilai tukar agar dapat berperan sebagai shock absorber seiring dengan
berjalannya pasar keuangan dan pasar valas yang lebih efisien dan dalam. Intervensi
valas juga perlu dilengkapi dengan kebijakan dan instrumen lain, seperti prudential
measures dan capital flows management.
3.4.4. Kerja Sama ASEAN
Terdapat rencana penguatan fungsi Senior Level Committee di bawah keketuaan Bank
Indonesia dan Bangko Sentral ng Pilipinas dalam mengawal implementasi Strategic Action
Plan agar manfaat dan kelangsungan integrasi ekonomi ASEAN selalu terjaga. Peningkatan
peran tersebut dilakukan guna menyesuaikan perkembangan di kawasan, antara lain
AEC Blueprint 2025, pendekatan holistik integrasi keuangan ASEAN melalui tiga pilar
yaitu financial integration, financial inclusion, dan financial stability, pembentukan working
committee baru di jalur keuangan, dan kondisi ekonomi global.
SLC co-chairs telah melakukan pertemuan bilateral pada 15 Juli 2016 di Manila. Selaku
SLC co-chairs, Bank Indonesia akan melakukan koordinasi dengan ASEAN Secretariat
dalam pelaksanaan overall assessment untuk working committee secara menyeluruh dalam
rangka implementasi integrasi keuangan di ASEAN. Selanjutnya, SLC co-chairs juga akan
bekerja sama dengan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam melakukan
asesmen surveillance makroekonomi dan stabilitas keuangan kawasan.
3.4.5. Kerja Sama ASEAN+3
Kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi)
kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya
penguatan resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangement terus dilakukan
melalui peningkatan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives
Multilateralization (CMIM), maupun peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research
Office (AMRO).
Penguatan CMIM hingga triwulan II-2016 masih difokuskan pada upaya peningkatan
fasilitas CMIM, penguatan koordinasi CMIM dengan Global Financial Safety Net (GFSN), dan
upaya peningkatan operasionalisasi CMIM. Upaya peningkatan fasilitas CMIM terutama
dilakukan untuk fasilitas yang tidak terkait dengan fasilitas IMF (IMF de-linked portion), yang
rencananya akan dinaikkan dari 30% menjadi 40%. Penguatan koordinasi antara CMIM
dan GFSN antara lain dilakukan melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi
fasilitas CMIM, khususnya fasilitas CMIM yang memiliki keterkaitan dengan program
IMF (CMIM IMF linked portion). Peningkatan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui
penyempurnaan Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan.
96
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Untuk mendukung peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam
implementasi CMIM, upaya peningkatan kualitas surveillance dan kapasitas organisasi
AMRO sebagai International Organization (IO) terus dilakukan.
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
Pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP April 2016 dilakukan pembahasan mengenai
perkembangan ekonomi global dan regional. Menyikapi kondisi perekonomian saat ini,
para deputi gubernur sepakat mengenai pentingnya kebijakan yang bersifat struktural
untuk meningkatkan potensi pertumbuhan dan secara fundamental mengatasi tekanan
capital outflows. Dalam hal ini, para deputi gubernur menekankan pentingnya kebijakan
fiskal dan reformasi struktural yang bermakna, serta perlunya mengurangi over reliance
terhadap kebijakan moneter dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
Para deputi gubernur juga mendiskusikan tindak lanjut atas rencana penutupan Asian Bond
Fund (ABF) 1 sebagaimana kesepakatan pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP Oktober
2015. Dana hasil penutupan Asian Bond Fund (ABF) 1 selanjutnya akan dialihkan ke ABF 2
sebagai upaya mendorong pengembangan pasar obligasi dalam local currency kawasan.
Proses pengalihan disepakati mulai dilakukan pada Mei dengan target penyelesaian pada
Juli 2016.
Isu lain yang dibahas pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP April 2016 yaitu terkait
dampak penerapan reformasi over the counter derivative market (OTC DM) oleh negara maju
terhadap pasar keuangan kawasan. Dalam hal ini, para deputi gubenur sepakat bahwa
dampak penerapan reformasi OTC DM terhadap terjadinya fragmentasi pasar keuangan
kawasan relatif terbatas dan tidak mengganggu fungsionalitas pasar secara keseluruhan.
Terkait Financial Market Infrastructure (FMI), saat ini berbagai negara di kawasan telah
mulai melakukan pengembangan FMI dalam rangka memenuhi persyaratan OTC DM.
Di samping itu, dalam diskusi juga diangkat isu mengenai penerapan ketentuan T+1
margin settlement requirement oleh otoritas Amerika Serikat dan Uni Eropa. Terkait hal ini,
para deputi meminta agar dilakukan kajian lebih lanjut, termasuk asesmen apakah perlu
dilakukan collective action.
3.4.7. Kerja Sama dengan Deutsche Bundesbank
Di sela-sela pelaksanaan Pertemuan Tahunan Gubernur Bank Sentral negara anggota
Bank for International Settlement (BIS) di Basel pada 25-26 Juni 2016, Bank Indonesia
menandatangani kesepakatan bersama dengan Deutsche Bundesbank pada 26 Juni 2016
untuk meningkatkan kerja sama bilateral antar kedua bank sentral. Disepakatinya kerja sama
di Basel ini menandai komitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dalam kerangka
yang lebih komprehensif, terstruktur, dan sistematis (Structured Bilateral Cooperation).
Kerja sama Bank Indonesia dan Bundesbank telah terjalin dengan baik, khususnya
dalam bentuk peningkatan kapasitas (capacity building program) sejak 2008. Dengan
mempertimbangkan adanya potensi penguatan dan perluasan kerja sama ke depan, kedua
bank sentral sepakat untuk memperluas kerja sama di bidang tugas utama kebanksentralan
(core function), yaitu kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial dan stabilitas sistem
keuangan, serta sistem pembayaran dan setelmen. Peningkatan kerja sama akan mencakup
policy dialogue, joint research dan joint seminar.
Kedua bank sentral sepakat bahwa pembahasan dalam Policy dialogue lebih ditekankan
dalam membahas pandangan terkait perkembangan ekonomi dan isu kebanksentralan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
lainnya, baik di tingkat tinggi maupun tingkat teknis. Sementara itu, dalam Joint research
akan diutamakan pada topik-topik yang sesuai dengan kepentingan kedua bank sentral.
Joint seminar mencakup peningkatan public awareness terhadap isu kebanksentralan di
kedua bank sentral, termasuk kemanfaatannya bagi hubungan ekonomi kedua negara.
Dengan adanya peningkatan kerja sama, pemahaman mengenai isu kebanksentralan
diharapkan dapat meningkat. Kerja sama juga diharapkan dapat saling menguntungkan
bagi peningkatan kapasitas kedua bank sentral sekaligus memperkuat hubungan ekonomi
Indonesia dengan Jerman secara umum.
3.4.8. Kerja Sama Internasional Lainnya
Menghadapi tekanan eksternal yang masih tinggi, penting bagi Indonesia untuk memiliki
Jaring Pengaman Keuangan Internasional (JPKI) yang memadai sebagai salah satu upaya
untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia, khususnya dalam kerangka penguatan
kecukupan cadangan devisa. Salah satu upaya penguatan JPKI yang dapat dilakukan adalah
dalam bentuk kerja sama keuangan bilateral, seperti kerja sama Bilateral Swap Arrangement
(BSA) antara Indonesia dan Jepang.
Kerja sama BSA Indonesia-Jepang merupakan kerja sama yang dilakukan oleh Bank
Indonesia (BI) dengan Bank of Japan (BoJ) sebagai agen dari Japan Ministry of Finance
(JMoF). Dalam kerja sama tersebut disepakati penyediaan fasilitas bilateral swap USD
dengan Rupiah yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan neraca pembayaran
dan likuiditas jangka pendek yang terjadi di Indonesia. Kerja sama BSA bersifat satu arah,
yaitu hanya Bank Indonesia yang dapat berperan sebagai pemohon fasilitas dan BoJ/JMoF
sebagai pemberi fasilitas. Dalam hal ini, BSA merupakan bagian dari second line of defense
dalam kerangka JPKI Indonesia.
BSA tersebut terdiri atas dua fasilitas, yaitu: (i) BSA Precautionary Line (BSA-PL) yang
merupakan fasilitas pencegahan krisis/crisis prevention; dan (ii) BSA Stability Fund (BSA-SF)
yang merupakan fasilitas penangan krisis/crisis revolution.
Perjanjian kerja sama BSA Indonesia-Jepang pertama kali ditandatangani pada 17 Februari
2003 dan telah beberapa kali diamandemen dan diperpanjang. Perjanjian yang saat ini
berlaku adalah Perjanjian BSA yang ditandatangani pada 12 Desember 2013 yang akan
berakhir pada 12 Desember 2016.
Mempertimbangkan pentingnya kerja sama BSA, pada 24 Mei 2016 Bank Indonesia telah
melakukan pertemuan awal level teknis dengan JMoF dan BoJ untuk menyampaikan
intensi Bank Indonesia melakukan perpanjangan Perjanjian BSA.
Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk memulai diskusi terkait perpanjangan
BSA dengan melibatkan tiga pihak, yaitu Bank Indonesia, JMoF dan BoJ. Selain itu,
dalam pertemuan Joint Working Group (JWG) pada 2 Juni 2016 di Bali, masing-masing
pihak sepakat bahwa kerja sama BSA tersebut merupakan inisiatif kerja sama keuangan
Indonesia-Jepang yang sangat penting. Oleh karena itu, diskusi mengenai perpanjangan
BSA akan terus dilanjutkan.
Bagi Bank Indonesia, pentingnya negosiasi perpanjangan BSA Indonesia-Jepang dilanjutkan
bukan hanya karena kerja sama BSA tersebut dapat dimanfaatkan di tengah kondisi pasar
keuangan global yang cenderung volatile dan adanya risiko spillover kebijakan moneter
negara maju, tetapi juga yang paling penting adalah untuk memelihara keyakinan pelaku
pasar dan investor.
98
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
Fungsi komunikasi menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung visi dan
misi Bank Indonesia 2024, yakni menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Hal ini dikarenakan dalam perumusan kebijakan utama Bank Indonesia, yakni: moneter,
stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, komunikasi
menjadi salah satu instrumen dan indikator kesuksesan kebijakan itu sendiri. Tahapan public
awareness, understanding, acceptance dan advocacy menjadi tujuan/sasaran komunikasi
kebijakan Bank Indonesia.
Menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia untuk merumuskan berbagai rencana
dan aktivitas komunikasi strategis yang tepat dan secara efektif menyasar kepada
stakeholders, terutamanya komunikasi kebijakan yang memiliki magnitude tinggi, seperti
misalnya komunikasi kebijakan reformulasi kebijakan suku bunga acuan atau dikenal BI-7
Day (Reverse) Repo Rate yang diberlakukan efektif pada 19 Agustus 2016.
Bank Indonesia
senantiasa
menjaga
harmonisasi
antara instrumen
komunikasi
dengan tujuan
komunikasi melalui
bauran channel
konvensional,
elektronik, dan
modern.
Bank Indonesia berupaya menjaga harmonisasi antara instrumen komunikasi yang
dimilikinya dengan tujuan komunikasi dapat lebih efektif mencapai tujuan. Harmonisasi
instrumen komunikasi tersebut antara lain melibatkan perpaduan antara saluran (channel)
konvensional, elektronik, dan modern multichannels communication (Tabel 3.11).
Perkembangan teknologi yang sangat dinamis serta fenomena too much information
syndrome mengharuskan Bank Indonesia untuk dapat menjawab tantangan berkomunikasi
agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Penggunaan youtube live streaming, digital ads,
digital magazine dan mobile apps Bank Indonesia adalah beberapa inisiasi yang telah dan
akan berjalan. Penyusunan key messages yang kuat, penggunaan teknologi komunikasi
terkini, kustomisasi channel dan informasi yang tepat sangat mendukung pemahaman
stakeholders dalam mendiseminasi tugas dan fungsi Bank Indonesia yang saat ini dirasakan
semakin komplek.
Tabel 3.11
Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Saluran Komunikasi Triwulan II-2016
No.
SALURAN KOMUNIKASI
Moneter


 ­

€‚ƒ„
‚…†‡ˆ
‰‰Š
‹Œ
‹Œ ‡†ƒŽ
‹Ž††‘
‚
„Ž‹‹‘
‰‘
‘‚’‹
“
Stabilitas
Sistem Pembayaran dan
Kelembagaan
Sistem
Pengelolaan Uang Rupiah
Keuangan
“
“
“
“
“
“
“
“
“
“
Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen tidak dapat merealisasikan
tujuannya secara mandiri. Namun perlu keterlibatan, kerjasama, dan koordinasi yang
matang dengan stakeholders penting, seperti misalnya media, pengamat, dan lembaga
publik. Berkaitan dengan hal tersebut, sinergitas komunikasi antar stakeholders terus dan
akan senantiasa dilakukan oleh Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada triwulan II-2016, berbagai kegiatan telah dilaksanakan Bank Indonesia dalam rangka
membangun engagement dengan stakeholders seperti misalnya komunikasi rapat kerja
RUU dan pendampingan kunjungan kerja Komisi XI DPR RI ke beberapa daerah terkait
perekonomian daerah. Secara terjadwal dan konsisten menjalin komunikasi dan informasi
kebijakan terkini dengan media, baik itu berbentuk press conference, media briefing, maupun
training. Focus Group Discussion mengenai kondisi perekonomian dan kebijakan terkini
juga secara rutin diagendakan (terjadwal setiap bulan setelah pelaksanaan Rapat Dewan
Gubernur Bulanan) dengan pengamat analis, pelaku pasar, dan ekonom, kementerian
koordinator, serta Kementerian teknis. Selain itu, Bank Indonesia juga memanfaatkan grup
sosial media sebagai salah satu saluran komunikasi yang cukup efektif untuk membangun
hubungan, komunikasi serta berdiskusi seputar perkembangan ekonomi dan pelaksanaan
tugas Bank Indonesia.
Layanan Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia
Keberadaan Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) semakin dirasakan oleh publik.
Selama triwulan II-2016, tercatat sebanyak 20.729 pemohon informasi yang masuk, baik
melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media
lainnya. Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual
historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan
menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum.
Sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi kepada publik, BICARA 131 dituntut
untuk memberikan pelayanan prima dan service excellence. Pada triwulan II-2016, Customer
Satisfaction Index (CSI) BICARA 131 sebesar 95.76%. BICARA 131 juga telah memenuhi
standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact
center pertama di dunia yang tersertifikasi ISO 9001:2015.
Dari sisi komunikasi online, website Bank Indonesia terus dikembangkan dari segi konten,
desain, dan tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Selain itu,
penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi
yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif
menanggapi pertanyaan dan keluhan netizen adalah facebook dan twitter.
Pada triwulan II-2016, Facebook Page Bank Indonesia mendapatkan Like sebanyak
23.456 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa liputan
mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman, dan infografis.
Followers Twitter @bank_indonesia meningkat hingga mencapai 322.042. Informasi yang
disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank
Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier).
Perkembangan video Bank Indonesia di youtube channel juga menunjukkan peningkatan.
Jumlah video pada triwulan II-2016 sebanyak 190 video meningkat dari triwulan
sebelumnya sebanyak 167 video. Pada triwulan ini, youtube channel Bank Indonesia
memiliki penambahan subscriber sebanyak 2.134. Lebih lanjut, setelah diumumkan akan
diadakan live streaming Rapat Dewan Gubernur pada 19 Mei 2016, viewers youtube BI
melonjak menjadi 819 orang yang menyaksikan, meningkat lebih dari 100% dibanding
hari sebelumnya. Instagram juga merupakan salah satu media sosial BI yang peningkatan
followers-nya tinggi dan mendapat tanggapan baik dari netizen.
Dalam rangka mengedukasi publik mengenai kebijakan Bank Indonesia terkini, Bank
Indonesia secara rutin menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan secara gratis
dan juga tersedia dalam bentuk apps. Majalah Gerai Info versi e-magazine memperoleh
100
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
penghargaan bronze dalam kompetisi tahunan sampul muka (cover) media internal
korporasi dan lembaga (Indonesia inhouse Magazine Awards/InMA) Tahun 2016 yang
diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers. Pada triwulan II-2016, contact center Bank
Indonesia (BICARA 131) memperoleh prestasi dalam ajang Contact Center World 2016 di
Kinabalu Malaysia dengan memperoleh 6 medali yakni: (i) Gold – Best Community Spirit, (ii)
Silver – Best Direct Response Campaign, (iii) Silver – Best Use of Social Media in Contact Center,
(iv) Bronze – Best Small Inhouse Center, (v) Runner Up – Best Quality Auditor, dan (vi) Runner
Up – Best IT Innovation.
Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia
Dalam bidang moneter, komunikasi kebijakan moneter pada triwulan II-2016 difokuskan
pada: 1)komunikasi pengenalan dan persiapan implementasi suku bunga acuan yang baru
untuk menggantikan BI Rate, atau dikenal sebagai BI-7 day (reverse) repo rate. Pengenalan
BI 7-day (Reverse) Repo Rate tersebut dilakukan pada 15 April 2016 dan berlaku efektif sejak
19 Agustus 2016; 2) komunikasi penanganan inflasi, BI melakukan sosialisasi penghargaan
kluster terbaik dalam pengendalian inflasi, komunikasi pengendalian inflasi ‘Program
Sinergi Hulu Hilir Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital’ di Brebes – Jawa Tengah, komunikasi
Rapat Koordinasi Ekonomi dan Keuangan Daerah, sampai dengan komunikasi menghadapi
inflasi jelang Ramadan dan Idul Fitri 2016; 3) komunikasi kebijakan internasional, Bank
Indonesia melakukan komunikasi pertemuan tahunan Bank for International Settlement
(BIS) di Basel – Switzerland dan komunikasi peningkatan kerja sama bilateral Bank Indonesia
dengan Bundesbank untuk pemberian predikat dari rating agency internasional juga turut
dikomunikasikan diantaranya afirmasi peringkat level layak investasi (investment grade)
oleh Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) dan bertahannya peringkat pada level
BB+/positive outlookdariLembagapemeringkatStandardandPoor’s(S&P).
Dalam bidang stabilitas sistem keuangan, pengaturan makroprudensial yakni transaksi
lindung nilai (hedging), baik konvensional maupun syariah, serta pengaturan Counter
Cyclical Buffer (CCB) menjadi topik besar komunikasi Bank Indonesia bidang stabilitas sistem
keuangan periode triwulan II-2016. Bank Indonesia senantiasa mendorong penerapan
hedging melalui komunikasi, edukasi, serta menjadi inisiator kerjasama delapan korporasi
BUMN dengan tiga bank BUMN dalam melakukan lindung nilai atau FX line pada akhir
Mei lalu. Masih dalam pengaturan makroprudensial, Bank Indonesia kembali melakukan
komunikasi penetapan besaran tambahan modal bank berupa Countercyclical Buffer
(CCB) sebesar 0% (nol persen) serta dilaksanakannya sosialisasi peluncuran Buku Kajian
Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 26. Bank Indonesia juga turut mempromosikan ekonomi
syariah melalui komunikasi joint seminar antara BI dengan Islamic Development Bank
(IDB) dengan mengangkat tema ‘Peran Ekonomi Syariah untuk Mencapai Pertumbuhan
Berkesinambungan’. Komunikasi Bank Indonesia dalam keterlibatan Indonesia dalam
penyusunan dokumen Zakat Core Principles pada World Humanitarian Summit of United
Nations di Istanbul – Turki juga menempati topik komunikasi bidang stabilitas sistem
keuangan.
Dalam bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, program Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) dan Layanan Keuangan Digital (LKD) menjadi tema besaran
komunikasi bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah periode triwulan
II-2016. Berbagai komunikasi berbasis event yang dilakukan Bank Indonesia diantaranya
komunikasi pilot project desa digital GNNT dan LKD di lima kabupaten, komunikasi Festival
Smart Money Smart City, serta komunikasi kerja sama Bank Indonesia dengan beberapa
kementerian mengenai penyaluran bantuan sosial secara elektronik (LKD). Menjelang
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
101
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Ramadan dan Idul Fitri 2016 bulan Juli lalu, Bank Indonesia secara aktif mengomunikasikan
pelayanan sistem pembayaran tunai dan non tunai melalui layanan kas keliling, Gerakan
Peduli Koin, serta acara Bank Indonesia Peduli Mudik 2016 di rest area km.57 Cikampek.
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
Edukasi
kebanksentralan
dilakukan melalui
pengajaran, diskusi,
dan seminar. Selain
itu, Bank Indonesia
kerap menjadi
objek studi banding
dan tempat belajar
bagi bank sentral
dari negara lain.
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran
dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi
kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi dan
pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional, baik domestik maupun internasional.
Bank Indonesia secara aktif melakukan komunikasi dan kegiatan edukasi kepada masyarakat
melalui berbagai sarana. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman kepada masyarakat
luas mengenai berbagai kebijakan yang dirumuskan Bank Indonesia. Salah satu kegiatan
edukasi kebijakan adalah dengan melakukan kuliah umum Kebanksentralan di berbagai
perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.
Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia aktif menyelenggarakan kuliah umum di beberapa
universitas. Tema dan topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam. Seluruhnya
terkait dengan fungsi dan tugas Bank Indonesia, antara lain kebijakan moneter, stabilitas
sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah. Pada periode
laporan juga diselenggarakan seminar nasional Forum Kepemimpinan Ekonomi Bangsa
serta workshop Financial Programming Policies.
Sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia kerap menjadi
objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. Selama triwulan
II-2016, tercatat 2 bank sentral telah mengunjungi Bank Indonesia, yaitu Bangladesh Bank
dan Bank of Papua New Guinea
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
Pemaparan kondisi
terkini ekonomi dan
respons kebijakan
BI dan pemerintah
senantiasa
dikomunikasikan
kepada investor
dan lembaga
rating untuk
meningkatkan
kepercayaan
terhadap
perekonomian
Indonesia.
Sepanjang triwulan II-2016, Investor Relation Unit (IRU) Bank Indonesia telah melaksanakan
sejumlah kegiatan hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif
perekonomian Indonesia. Bentuk kegiatan tersebut antara lain persiapan asesmen S&P,
investor briefing, investor conference call, dukungan dalam penerbitan Surat Utang Negara
(SUN) Indonesia, dan penguatan linkage IRU-Regional IRU-Global IRU. IRU juga secara rutin
melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam
upaya diseminasi informasi kepada stakeholders IRU (lembaga pemeringkat, investor, dan
opinion maker).
Persiapan asesmen S&P. Dalam rangka pelaksanaan asesmen tahunan lembaga
pemeringkatS&P,IRUtelahberkoordinasisecaraintensifdenganberbagaikementerian/
lembaga, baik sebelum hingga setelah pelaksanaan asesmen tersebut. Dalam hal ini, IRU
telah melaksanakan pertemuan Dedicated Team Meeting (DTM) tingkat teknis yang diikuti
olehsepuluh10Kementerian/Lembaga(K/L)yangakanditemuiolehS&P.
Conference call bersama kementerian. IRU juga telah melaksanakan investor conference
call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q1-2016”.
Conference call sebagai media peningkatan market confidence. Conference call yang
diikuti oleh investor Asia dan Eropa merupakan salah satu media IRU untuk memenuhi
kebutuhan data dan informasi serta klarifikasi dari investor. Dengan demikian, langkah ini
102
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
diharapkan mampu meningkatkan market confidence pelaku pasar internasional terhadap
perekonomian Indonesia.
IRU BI mendukung diseminasi kebijakan Operasi Moneter. IRU Bank Indonesia juga
melakukan fasilitasi pelaksanaan sosialisasi “Penguatan Kerangka Operasi Moneter” kepada
investor terkemuka dan lembaga pemeringkat. Hal tersebut sebagai upaya komunikasi
awal atas penerapan 7-days repo rate oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia.
Peran IRU Bank Indonesia dalam kegiatan penerbitan obligasi pemerintah. Dalam
penerbitan obligasi Pemerintah RI pada triwulan II-2016, IRU Bank Indonesia juga terlibat
aktif dalam tahap persiapan berupa pelaksanaan due diligence, penyusunan offering
memorandum, dan proof reading.
Dukungan Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN)
terhadap peningkatan persepsi posisitif Indonesia. Upaya peningkatan persepsi positif
perekonomian Indonesia juga turut didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar
Negeri (KPwBI LN), baik di Singapura, Tokyo, London, maupun New York. Di bawah kerangka
Global Investor Relations Unit (GIRU), KPwBI LN telah melakukan pertemuan secara berkala
dengan mitra strategis di masing-masing wilayah kerja KPwBI LN, khususnya KBRI, KJRI, dan
Indonesia Investment Promotion Centre (IIPC) untuk berkoordinasi dalam rangka mengelola
persepsi positif ekonomi Indonesia. Pada triwulan laporan, masing-masing KPwBI LN juga
mulai melakukan pemetaan potensi investor di wilayah kerjanya. Pemetaan itu bertujuan
untuk mendukung upaya penguatan linkage IRU-RIRU-GIRU dan tercapainya kesesuaian
antara supply dan demand investasi.
Pertemuan KPwBI LN dengan Investor. KPwBI LN juga melakukan sejumlah pertemuan,
baik dengan investor maupun memfasilitasi pertemuan dengan lembaga pemeringkat.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan persepsi positif juga dilakukan melalui kerjasama
dengan K/L terkait dalam penyelenggaraan sejumlah kegiatan seperti Business Forum di
Singapura, Indonesian Festival 2016 di Kanada, Indonesia Infrastructure Forum 2016 di Los
Angeles, Indonesia Minnesota Business Forum 2016 di Saint Paul.
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
Dengan ditetapkan Visi Bank Indonesia 2024 pada tahun 2014 yaitu menjadi lembaga
bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis
yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil, sejak tahun
2014 Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur
Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. Untuk mewujudkan AFSBI dilakukan melalui
Program Transformasi Bank Indonesia.
Pada tahun 2016, Program transformasi Bank Indonesia terus berlanjut dengan 5 tema
transformasi dan 28 Program Strategis (PS). Tema transformasi terdiri atas Policy Excellence,
Outstanding Execution, Institutional Leadership, Motivated Organization, dan State of The
Art Technology. Sementara itu, PS 1 sampai dengan 25 merupakan kelanjutan berbagai
kegiatan yang telah dilakukan pada 2015 dengan tetap berfokus kepada pengembangan
kerangka kebijakan dan operasionalisasi, penguatan mekanisme pengambilan keputusan,
serta penyempurnaan infrastruktur.
Bank Indonesia
senantiasa
mengukur
efektivitas
komunikasi
program strategis
BI agar dapat
mengetahui dan
meningkatkan
pemahaman
pegawai terhadap
program
transformasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
103
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada 2016, terdapat 4 (empat) Program Strategis yakni (1) PS 26 yang merupakan
pengembangan dari PS 1, PS 2 dan PS 13 yang akan fokus kepada penguatan dasar kerangka
operasional kebijakan moneter yang dilanjutkan dengan pelaksanaan inisiatif penguatan
operasi moneter dan pengembangan pasar keuangan; (2) PS 27 merupakan pemisahan
dari PS 2 pada 2015 untuk area makroprudensial; (3) PS 28, PS baru untuk memfokuskan
pada penguatan posisi Bank Indonesia dalam pembahasan RUU terkait Bank Indonesia;
(4) PS 29 merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan Financial Technology.
3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank
Indonesia
Komunikasi program transformasi menyasar target perilaku pegawai perorangan maupun
keseluruhan pegawai Bank Indonesia (microbehaviour dan macrobehaviour). Selain
memberikan pemahaman mengenai Program Transformasi, kegiatan komunikasi akan
mengukur hasil implementasi program strategis yang telah dijalankan.
Atas implementasi 2015, Bank Indonesia mengukur efektivitas komunikasi melalui
survei pada beberapa kegiatan yang diselenggarakan satuan kerja, dengan responden
pegawai Bank Indonesia dari level menengah ke atas. Survei menghasilkan gambaran
bahwa pemahaman beberapa penyampaian program strategis masih terbatas pada level
Pimpinan, sedangkan level menengah masih perlu upaya peningkatan.
Untuk mendorong pemahaman pegawai terhadap program transformasi, Bank Indonesia
telah menyiapkan buku saku transformasi yang didistribusikan mulai April 2016 kepada
seluruh pegawai Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia melaporkan secara periodik
pencapaian dan informasi perkembangan pasar kepada Dewan Gubernur dan pegawai
melalui berbagai forum dan media komunikasi internal.
Pada 2016, fokus kegiatan komunikasi program transformasi akan lebih banyak pada
pengukuran transformasi di satuan kerja Bank Indonesia.
3.6.2 Progres Program Strategis Bank Indonesia
Selama triwulan II-2016, pelaksanaan Program Strategis (PS) untuk menyelesaikan target
awal tahun. Beberapa hal yang telah diselesaikan pada setiap tema antara lain sebagai
berikut:
I. Policy Excellence
Tema yang mengusung program peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan
Bank Indonesia ini dijalankan melalui 7 (PS) pada 2016. Dalam tema ini, fokus utama
program masing-masing adalah merumuskan dan memperkuat framework/kerangka
kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebutuhan infrastruktur pendalaman
pasar keuangan (PS 1, 26 dan 27). Bank Indonesia juga mengembangkan pendekatan
operasional dari kebijakan moneter (PS 2), pengembangan riset dan input pengambilan
kebijakan, dan memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan
(PS 3). Selain itu, Bank Indonesia menyusun metodologi monitoring Stabilitas Sektor
Keuangan yang efisien dan efektif melalui regional dan national balance sheet serta
Financial Imbalances (PS 4). Fokus program lainnya adalah memperkuat posisi Bank
Indonesia untuk pembahasan RUU terkait Bank Indonesia (fokus utama PS 28).
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan rupiah untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, Bank Indonesia mengkinikan
ketentuan tentang kerangka kerja kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar. Kedua
104
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
kebijakan itu terintegrasi dengan kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran dan
pengelolaan rupiah, termasuk di dalamnya kebijakan ekonomi dan keuangan daerah,
serta kebijakan internasional.
Bank Indonesia menerbitkan ketentuan mengenai transaksi bank kepada bank indonesia
dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA)22. Tujuan dari transaksi bank
kepada Bank Indonesia dalam rangka BCSA adalah untuk memenuhi kebutuhan valuta
asing bank yang digunakan antara lain untuk pembayaran perdagangan internasional
dan/atau investasi langsung.
Untuk memberikan pedoman pelaksanaan, Bank Indonesia juga mengeluarkan
ketentuan pelaksanaan mengenai transaksi repurchase agreement surat berharga
dalam rupiah bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese yuan23. Ketentuan ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Chinese yuan bank umum dalam pembayaran
perdagangan internasional dan investasi langsung.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas akibat semakin terintegrasinya
pasar keuangan global, Bank Indonesia menerbitkan ketentuan tentang transaksi
swap lindung nilai kepada Bank Indonesia24. PBI ini merupakan perubahan kedua,
dengan poin penyempurnaannya adalah memperluas jenis valuta asing yang dapat
ditransaksikan. Hal tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai rupiah dan
sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan.
II. Outstanding Execution
Tema ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas
proses kerja di Bank Indonesia yang dilaksanakan melalui 6 program strategis.
Pertama, memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (fokus utama
PS 6). Kedua pengelolaan manajemen risiko (fokus utama PS 9) untuk memastikan
proses bisnis terus berjalan meski kondisi darurat. Ketiga, Bank Indonesia menginisiasi
pembentukan center of excellence di bidang surveillance tugas Bank Indonesia (fokus
utama PS 5). Keempat, sentralisasi jaringan distribusi uang untuk mempercepat
ketersediaan, ketepatan waktu, dan kualitas pengiriman uang sehingga uang yang
beredar di masyarakat kuantitasnya memenuhi kebutuhan dan kualitas uang semakin
baik (fokus utama PS 8). Kelima, upaya optimalisasi kapasitas percetakan uang untuk
memenuhi kebutuhan uang yang meningkat (fokus utama PS 7). Sejalan dengan hal
tersebut, program keenam adalah KPwBI DN dan Departemen Regional bekerja sama
mengoptimalkan peran Bank Indonesia di daerah (fokus utama PS 10). Tujuannya agar
KPwBI DN dapat berperan maksimal dalam memahami perekonomian daerah.
Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyusun dua modul handbook
statistik daerah dan pengembangan UMKM daerah. Modul ini sebagai acuan bagi KPwBI
DN untuk mendukung peran advisory yang memberikan masukan bidang ekonomi
kepada pemerintah daerah.
Selain itu, Bank Indonesia membuka kas titipan di 9 lokasi yaitu: Blangpidie, Balige, Sungai
Penuh, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Redeb, Tual, Tobelo, Singaraja, dan Kotabumi.
Pembukaan kas titipan tersebut juga didukung dengan penerapan Sistem Informasi
Layanan Kas Bank Indonesia (BISILK). BISILK diharapkan dapat mengoptimalkan
transaksi proses pelaporan dan rekapitulasi atau pengolahan data transaksi uang kartal
22
23
24
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/7/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia dalam
rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/ 12 /DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Transaksi Repurchase Agreement Surat Berharga
dalam Rupiah Bank kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan.
Peraturan Bank Indonesia No.18/8/PBI/2016 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
105
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
antarbank (TUKAB) yang sebelumnya dikelola secara manual dan mengakibatkan
TUKAB tersegmentasi pada beberapa kelompok bank.
III. Institutional Leadership
Tema III mengusung penguatan peran Bank Indonesia sebagai inisiator/pelopor program
terdepan dan diakui secara nasional maupun internasional. Tema ini dilaksanakan
melalui 6 program strategis.
Pertama, program penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung
Kepentingan BI/Nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di
kawasan (fokus utama PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan
koordinasi dengan OJK, Kemenkeu, LPS, dan instansi terkait (fokus utama PS 12). Ketiga,
pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 13).
Melalui program keempat, Bank Indonesia juga mengembangkan ekonomi syariah
melalui koordinasi lintas institusi, inisiatif pendirian International Islamic Financial
Services Board (IFSB), pengembangan kurikulum pesantren, modul ekonomi dan
keuangan syariah serta penyusunan ketentuan dan kerangka pengawasan Zakat dan
Wakaf (fokus utama PS 14). Kelima, Bank Indonesia mendorong program elektronifikasi
dan keuangan inklusif, serta instrumen pembayaran antara lain uang elektronik,
pengadopsian Electronic Data Capture (EDC), dan layanan keuangan digital (fokus utama
PS 15). Keenam, mengembangkan National Payment Gateway (NPG) dan Platform
Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP) sehingga nantinya terwujud interkoneksi
dan interoperabilitas antar penyelenggara (fokus utama PS 16).
Sampai dengan triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian “Integrasi
Sektor Keuangan ASEAN” yang menitikberatkan pembahasan pada proses integrasi
di sektor perbankan, asuransi, dan pasar modal menuju integrasi keuangan ASEAN
2025. Selain itu, Bank Indonesia telah mengukuhkan keketuaan (chairmanship) Bank
Indonesia sebagai co-chair di level Working Committee dan Senior Level Committee on
Financial Integration (SLC).
Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan repo syariah25 sebagai
petunjuk teknis atas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung
Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah26 yang diterbitkan Februari 2016 lalu. Hedging syariah
diharapkan dapat menjadi stimulus perkembangan industri keuangan syariah Indonesia
dan mendukung pendalaman pasar keuangan syariah Indonesia sehingga mendorong
penerbitan sukuk valas di masa mendatang.
Selain itu, Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama 4 (empat) kementerian dalam koordinasi
Kemenko PMK, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Sosial, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi
Pelaksanaan Elektronifikasi Pembayaran Bantuan Sosial. Nota Kesepahaman ini
diperlukan sebagai dasar penguatan sinergi dalam implementasi penyaluran berbagai
bantuan yang disalurkan oleh kementerian di dalam koordinasi Kemenko PMK, yaitu
meliputi Program Simpanan Keluarga Sejahtera dan Program Subsidi Beras Sejahtera
dari Kementerian Sosial; Program Indonesia Pintar dari Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan Bantuan Dana Desa dari Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
25
26
106
Surat Edaran (SE) eksternal BI No.18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 Perihal repo syariah.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/2/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
IV. Motivated Organization
Tema ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, kapabilitas, dan motivasi
pegawai. Tema ini dilakukan dengan 6 program strategis yang berkaitan erat dengan
area Sumber Daya Manusia. Untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan
SDM di Bank Indonesia akan diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (fokus utama PS 18),
career path dan job grading (fokus utama PS 19), pengembangan SDM (talenta) dan
kepemimpinan yang mendukung (fokus utama PS 21) hingga manajemen kinerjanya
(fokus utama PS 20). Selaras dengan itu, dilakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja
sebagai wujud penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) (fokus utama PS 22).
Sampai dengan triwulan II-2016, upaya penguatan sistem perencanaan SDM dilakukan
dengan menyiapkan pedoman pelaksanaan proses reposisi pegawai, dan penerbitan
ketentuan untuk memberikan panduan operasionalisasi manajemen kinerja Bank
Indonesia.
V. State of The Art Technology
Tema ini berpijak pada pemanfaatan teknologi mutakhir untuk mempercepat progres
pencapaian visi dan misi Bank Indonesia yang dilaksanakan dengan 3 program strategis.
Ketiga program tersebut adalah penguatan sistem informasi di Bank Indonesia dimulai
dengan desain arsitektur informasi Bank Indonesia (fokus utama PS 24), perbaikan
pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (fokus utama PS 25), dan
pemanfaatan Big Data dalam proses pengambilan keputusan di bidang moneter dan
stabilitas sistem keuangan/SSK (fokus utama PS 23).
Sampai dengan triwulan II-2016, tema ini telah memberikan progres antara lain dengan
perbaikan pada Sistem Informasi Kehumasan dan Contact Center. Perkembangan lainnya
adalah pelaksanaan Forum Manajemen Sistem Informasi (FMSI) untuk memastikan
keselarasan program kerja Sistem Informasi dengan Information System – Enterprise
Architecture (IS-EA) Bank Indonesia dan mendukung operasionalisasi Sistem Informasi
Layanan Kas Bank Indonesia (BISILK).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
107
BAB IV
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pencapaian tujuan dan kinerja Bank Indonesia untuk mencapai visi Bank Indonesia 2024 tidak
dapat dilepaskan dari dukungan kapabilitas internal. Dalam menjalankan kewenangannya, Bank
Indonesia secara konsisten menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam
penerapan berbagai perangkat manajemen strategi, audit intern, manajemen risiko, pengelolaan
keuangan, sistem informasi, aspek hukum, serta organisasi dan manajemen sumber daya.
RINGKASAN KAPABILITAS INTERN
BANK INDONESIA TRIWULAN II-2016
1. Untuk memastikan penerapan governance dilakukan secara terarah, konsisten, dan
terkoordinasi, implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan governance
framework Bank Indonesia.
2. Secara umum, pencapaian kinerja Bank Indonesia pada triwulan I-2016 mencapai
target yang ditetapkan.
3. Bank Indonesia menyempurnakan perangkat organisasi untuk satuan kerja/unit kerja
yang telah terbentuk guna mendukung pelaksanaan tugas satuan kerja.
4. Kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa sepanjang triwulan II-2016 dilakukan
terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional.
5. Sebagian besar permasalahan yang menjadi temuan audit telah diselesaikan satuan
kerja sesuai dengan komitmen yang disepakati bersama.
6. Kebijakan manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan good governance
dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia.
7. Dukungan Sistem Informasi (SI) pada 2016 difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information SystemEnterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024.
8. Selama triwulan II-2016, Bank Indonesia mengeluarkan 18 peraturan perundangundangan, yaitu tujuh Peraturan Bank Indonesia dan 11 Surat Edaran Eksternal.
9. Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia berpartisipasi
aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan
tugas Bank Indonesia.
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.1. Tata Kelola (Governance)
Implementasi
governance
dilaksanakan
sesuai dengan
governance
framework Bank
Indonesia yang
memuat lima
elemen pokok
yakni prinsip,
komitmen,
struktur,
proses, dan
hasil tata kelola
(governance).
Untuk memastikan penerapan governance dilakukan secara terarah, konsisten, dan
terkoordinasi, implementasi governance dilaksanakan sesuai dengan governance framework
Bank Indonesia. Governance framework memuat lima elemen pokok yakni prinsip,
komitmen, struktur, proses, dan hasil tata kelola (governance). Setiap elemen pokok dari
governance framework tersebut dijabarkan dalam sekumpulan aturan umum tata kelola
yang menetapkan standar praktik terbaik. Pengaturan tersebut memberikan panduan atas
penerapan aspek-aspek tata kelola dalam setiap kegiatan pada seluruh jenjang organisasi,
agar sejalan dengan prinsip tata kelola.
Sesuai prinsip tata kelola, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada 3
(tiga) prinsip yakni independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan dan
penegakan governance di Bank Indonesia untuk menghasilkan kredibilitas dilaksanakan
dengan mengedepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan
perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi
ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia.
Terkait dengan komitmen tata kelola, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menginisiasi
kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional untuk menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif, aman, dan mendukung peningkatan kinerja pegawai Bank Indonesia. Tujuan dari
kerja sama ini adalah untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika baik di lingkungan Bank Indonesia maupun lingkungan lembaga yang berada
di bawah kewenangan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia. Kerja sama ini
sejalan dengan himbauan pemerintah dalam gerakan Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Terkait dengan struktur tata Kelola dan sebagai bentuk akuntabilitas, Bank Indonesia
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan
Pemerintah. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyampaikan laporan
pelaksanaan tugas dan wewenang triwulan I-2016 kepada DPR-RI dan Pemerintah selaku
stakeholders utama sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
Selain kepada stakeholders tersebut, Bank Indonesia juga menyampaikan laporan kepada
pengamat, media massa, akademisi, perguruan tinggi, dan lembaga negara terkait.
Melengkapi laporan tersebut, Bank Indonesia telah menyampaikan penjelasan langsung
terkait kebijakan dan kewenangannya kepada DPR-RI melalui rapat kerja.
Selain itu, bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu
oleh Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah
menyusun tanggapan atas telaahan yang disampaikan oleh BSBI dengan posisi terakhir
triwulan IV-2015. Telaahan BSBI terdiri dari telaahan atas laporan keuangan Bank Indonesia,
anggaran operasional dan investasi serta prosedur pengambilan keputusan kegiatan
operasional diluar kebijakan moneter dan pengelolaan aset.
Terkait dengan proses tata kelola, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia sedang
mempersiapkan penyempurnaan ketentuan mengenai kewenangan di Bank Indonesia.
Penyempurnaan ketentuan ini antara lain mengatur mengenai sumber kewenangan,
mekanisme pelimpahan dan pelaksanaan kewenangan, termasuk pelaksanaan kewenangan
sementara. Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan pelaksanaan tugas di Bank Indonesia
dilakukan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pejabat yang sesuai
dan patut. Terkait dengan komitmen tata kelola, Bank Indonesia melanjutkan komunikasi
dan sosialisasi internal terkait kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia.
110
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Dalam memenuhi aspek transparansi, pada triwulan II-2016, Bank Indonesia membuat
menu khusus untuk informasi terkait governance di halaman depan website Bank Indonesia.
Penyampaian informasi ini mengacu kepada governance framework sebagaimana diatur
dalam ketentuan tata kelola Bank Indonesia1. Dengan adanya menu governance ini,
stakeholders dapat dengan mudah mengakses dan memahami kebijakan terkait governance
yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Kebijakan tersebut antara lain rencana strategis
Bank Indonesia, kode etik, gratifikasi, whistle blowing system, laporan harta kekayaan
penyelenggara negara, proses perumusan dan pengambilan keputusan, dan manajemen
risiko.
Terhadap hasil tata Kelola, Bank Indonesia secara berkala melakukan evaluasi terhadap
penerapan governance melalui survei tingkat keyakinan stakeholders. Dalam hal ini, survei
dilakukan oleh pihak eksternal dengan berbagai responden (pemerintah, DPR-RI dan DPRD,
pengamat, akademisi, pengusaha, perbankan, jurnalis, dan masyarakat) guna menjaga
objektivitas dan memperoleh hasil yang independen dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada triwulan II-2016, telah dilakukan survey dengan tingkat keyakinan stakeholders
mencapai 4.92 dari skala 1-6. Total nilai tersebut terdiri dari 4,95 untuk penilaian prinsip
akuntabilitas, 4,90 untuk penilaian prinsip independensi, dan 4,88 untuk penilaian prinsip
transparansi. Terkait dengan akuntabilitas, responden berpendapat pelaksanaan tugas
BI sudah akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu BI juga sudah dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan koridor hukum
yang berlaku. Sementara, dari aspek transparansi, responden berpendapat sosialisasi akan
informasi yang disediakan BI masih perlu untuk ditingkatkan lagi, terutama terhadap DPRRI dan wartawan.
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja
Dengan ditetapkan Visi Bank Indonesia 2024 pada tahun 2014 yaitu menjadi lembaga
bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis
yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil, sejak tahun
2014 Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur
Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan
dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan
tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan, dan
perekomonian baik global, regional, dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan
untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju,
kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktekpraktek yang terbaik (Gambar 4.1).
1
Dari 66 deliverables
yang ditargetkan
selesai pada akhir
triwulan II-2016,
sebanyak 48
deliverables telah
dapat diselesaikan.
Peraturan Dewan Gubernur No. 17/13/PDG/2015 tentang Tata Kelola (Governance) Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
111
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Gambar 4.1
Dalam AFSBI dilakukan penguatan terkait pelaksanaan fungsi utama Bank Indonesia di
bidang moneter, makroprudensial (SSK), sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah
serta strategic enablers menuju bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia merupakan gambaran Bank Indonesia di tahun
2024 yang dicapai melalui strategi:
1. Memperkuat Fungsi Utama Bank Indonesia untuk mencapai (a) kebijakan moneter
yang kredibel dan konsisten, (b) kebijakan makroprudensial yang kredibel, proaktif dan
surveillance yang kuat dan teruji, serta (c) kebijakan, pengawasan, dan penyelenggaraan
sistem pembayaran dan pengelolaan uang yang kredibel dan proaktif;
2. Proaktif dalam memelopori kerja sama dan kolaborasi di fungsi utama Bank Indonesia
dengan stakeholder terkait;
3. Memperkuat strategic enabler yang mencakup aspek legal, Sumber Daya Manusia
(SDM), Sistem Informasi (SI), governance, manajemen risiko dan pengendalian intern,
perencanaan strategis, anggaran dan manajemen kinerja.
Upaya mewujudkan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia melalui Program Transformasi
Bank Indonesia diimplementasikan selaras dengan proses manajemen strategis dan
manajemen kinerja Bank Indonesia yang dilakukan melalui Sistem Perencanaan, Anggaran
dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia (SPAMK-BI). SPAMK-BI mencakup kegiatan
perumusan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank
Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Kegiatan yang
dilakukan pada triwulan II-2016 antara lain:
a. Siklus Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (PAMK) dimulai dengan Board
Retreat untuk merumuskan dan/atau melakukan penajaman Arah Strategis dan Strategi
berdasarkan analisis lingkungan strategis, hasil identifikasi isu-isu strategis yang
mempengaruhi Bank Indonesia, dan hasil evaluasi implementasi untuk tahun 2016.
112
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
b. Perumusan dalam Board Retreat menghasilkan arahan-arahan yang dituangkan dalam
Arahan Tahunan Gubernur Bank Indonesia (ATGBI) yang berisi pedoman umum untuk
menyusun usulan Program Kerja, Anggaran, dan Rencana Investasi (PKARI), yaitu
rencana Program Kerja, rencana penerimaan dan pengeluaran anggaran Bank Indonesia
yang dijabarkan untuk periode 1 (satu) tahun anggaran meliputi Anggaran Operasional
dan Anggaran Kebijakan oleh masing-masing Satuan Kerja.
Guna mengakselerasi implementasi Program Transformasi Bank Indonesia, pada tahun
2016 telah ditetapkan 28 (dua puluh delapan) Program Strategis dibawah 5 (lima) tema
transformasi. Pengukuran pencapaian Program Strategis tersebut dilakukan melalui salah
satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia, yaitu penyelesaian deliverables Program
Transformasi. Dari 66 deliverables yang ditargetkan selesai pada akhir triwulan II-2016,
sebanyak 48 deliverables telah dapat diselesaikan.
4.3. Manajemen Risiko
Kerangka kerja manajemen risiko Bank Indonesia merupakan acuan implementasi Enterprise
Wide Risk Management (EWRM) Bank Indonesia secara terintegrasi. Manajemen risiko
terintegrasi bertujuan untuk menjaga kredibilitas kebijakan, kesinambungan keuangan,
serta efisiensi dan efektivitas proses bisnis di Bank Indonesia.
Desain kerangka kerja manajemen risiko Bank Indonesia terutama mengacu pada
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Berdasarkan
fungsinya, desain tersebut mengelompokkan pengendalian risiko dalam tiga kategori.
Pertama, pengendalian risiko secara first line of defense yang dilakukan oleh masingmasing satuan kerja (satker) yang melaksanakan proses bisnis. Kedua, pengendalian risiko
secara second line of defense yang dilakukan oleh satuan kerja yang melaksanakan fungsi
manajemen risiko sebagai organisasi independen dari satker yang melaksanakan proses
bisnis. Ketiga, satuan kerja yang menjalankan fungsi audit internal melakukan quality
assurance untuk memastikan kegiatan pengendalian risiko dilaksanakan secara efektif.
Kategori pengendalian risiko tersebut pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan
budaya sadar risiko.
Pada triwulan
II-2016, penguatan
fungsi manajemen
risiko di antaranya
dilakukan melalui
reorganisasi fungsi
manajemen risiko
dan beberapa
program
manajemen risiko
non-keuangan
lembaga.
Pada triwulan II-2016, penguatan fungsi manajemen risiko di antaranya dilakukan melalui
reorganisasi fungsi manajemen risiko untuk mengotimalkan fungsi manajemen risiko agar
lebih efektif guna mendukung kegiatan pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang
fokus dan mendalam. Selain itu, telah dilakukan beberapa program di bidang manajemen
risiko non-keuangan lembaga. Pertama, penguatan fungsi Internal Control Officer (ICO).
Kedua, penetapan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC).
Ketiga, asesmen risiko atas materi Rapat Dewan Gubernur. Keempat, pemantauan, review,
dan penyampaian rekomendasi atas implementasi mitigasi risiko satuan kerja yang
diprioritaskan atau yang memiliki profil risiko sangat tinggi dan/atau tinggi.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, risiko sepanjang triwulan
II-2016 relatif terkendali, didukung nilai tukar rupiah yang cenderung menguat seiring
dengan modal masuk (capital inflows) yang meningkat. Pada periode triwulan, kegiatan
manajemen risiko pengelolaan moneter mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan melalui monitoring kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan
operasi moneter dan ketentuan yang berlaku. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa
seluruh transaksi moneter, baik dalam rupiah maupun valas, telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
113
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
b. Pemantauan terhadap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang
bertujuan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar, rasio likuiditas, dan risiko
operasional. Pembelian SBN di pasar sekunder tersebut telah dilakukan berdasarkan
batasan sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Untuk mengantisipasi risiko pasar, pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia
dilakukan melalui monitoring Market-to-Market (MTM), Value at Risk (VaR), dan durasi
seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia.
d. Monitoring terkait kegiatan intervensi spot jual dan beli valuta asing (valas) yang
dilakukan dalam rangka menjaga volatilitas nilai tukar rupiah. Transaksi valas juga
dilakukan secara lelang seperti Term Deposit valas konvensional dan syariah, dan FX
Swap USD/IDR, untuk menjaga keyakinan pasar. Transaksi valas telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
e. Asesmen dan pemantauan terhadap operasi moneter rupiah dan valas dilakukan
dalam rangka mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter. Asesmen risiko
juga diberikan untuk meminimalkan risiko kebijakan dan risiko reputasi sehubungan
dengan rencana implementasi reformulasi kebijakan moneter Bank Indonesia.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan devisa, risiko keuangan maupun risiko
operasional secara umum terkendali sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun kegiatan
manajemen risiko pengelolaan devisa sepanjang triwulan II-2016 dilakukan terhadap risiko
pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional sebagai berikut:
a. Manajemen risiko pasar: Secara umum, volatilitas mata uang dan suku bunga selama
triwulan II-2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pergerakan tersebut
dipengaruhi oleh spekulasi terkait referendum di Inggris yang berakhir dengan
kemenangan kubu Brexit.
b. Manajemen risiko kredit: Pada triwulan II-2016, risiko kredit relatif mixed. Beberapa
negara maju mengalami penurunan rating atau outlook (a.l. Inggris, Austria, Finlandia,
dan Jepang), sedangkan beberapa negara berhasil mempertahankan peringkat rating
(a.l. Afrika Selatan, Irlandia, dan Prancis).
c. Manajemen risiko likuiditas: Sepanjang triwulan II-2016, profil risiko likuiditas relatif
terjaga sebagaimana tercermin dari maturity profile dengan jumlah aset jatuh tempo
sebagian besar berjangka pendek dengan kualitas aset dalam kategori High Quality
Liquid Asset (HQLA) untuk pemenuhan kewajiban valas.
d. Manajemen risiko operasional: Sepanjang triwulan II-2016, profil risiko operasional
pengelolaan devisa dapat terkendali relatif rendah.
Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, kegiatan yang dilakukan pada
triwulan II-2016 mencakup penguatan implementasi Manajemen Keberlangsungan Tugas
Bank Indonesia (MKTBI) melalui forum MKTBI. Forum MKTBI tersebut antara lain digunakan
sebagai sarana perumusan usulan kebijakan prinsipil dan strategis untuk memastikan
kesinambungan operasional tugas kritikal Bank Indonesia, di antaranya penetapan
kebijakan Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC), serta
penguatan Data Recovery Center (DRC) Bank Indonesia.
Berdasarkan pemantauan terhadap risiko operasional, selama triwulan II-2016 terdapat
gangguan terhadap aplikasi operasi moneter dan sistem pembayaran. Namun demikian,
contingency plan dan mitigasi risiko telah dijalankan untuk mengatasi gangguan tersebut
sehingga kegiatan pelayanan kepada stakeholders dapat berjalan secara normal seperti
semula.
114
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Bank Indonesia telah melakukan upaya mitigasi risiko antara lain penambahan monitoring
tools pada aplikasi operasi moneter dan sistem pembayaran, perbaikan sistem dan jaringan,
serta optimalisasi genset untuk menanggulangi kekurangan pasokan listrik. Selanjutnya,
Bank Indonesia melakukan siklus manajemen Plan-Do-Check-Act (PDCA) untuk menjaga
kelancaran pelayanan kepada stakeholders.
4.4. Audit Internal
Fungsi audit internal di Bank Indonesia mengacu pada standar International Professional
Practices Framework (IPPF) yang dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA).
Kegiatan audit internal meliputi audit dan konsultansi untuk mengevaluasi dan memberikan
rekomendasi atas efektivitas pelaksanaan proses tata kelola (governance), risiko, dan
pengendalian kegiatan Bank Indonesia. Untuk meningkatkan mutu audit, Bank Indonesia
menyempurnakan metode audit Risk Based Internal Audit (RBIA) berupa diagnostic study
dan penyusunan Rencana Audit Tahunan 2016.
Selama triwulan II-2016, kegiatan audit internal mencakup proses bisnis di Kantor Pusat,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) dan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Luar Negeri (KPwLN). Seluruh proses audit direncanakan dengan baik, didasarkan
pada berbagai aspek, baik internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan
Bank Indonesia. Fungsi audit internal berperan sangat penting dalam memonitor dan
mendorong satuan kerja untuk segera menyelesaikan/memperbaiki kekurangan pada tata
kelola dan pengendalian tersebut. Keberadaan audit internal diharapkan dapat menjadi
lesson learnt bagi satuan kerja dalam meningkatkan kepedulian (awareness) atas risiko
kelemahan pengendalian.
Kegiatan audit
internal memiliki
fungsi untuk
mengevaluasi
dan memberikan
rekomendasi
atas efektivitas
pelaksanaan
proses tata kelola
(governance), risiko,
dan pengendalian
kegiatan Bank
Indonesia.
Sampai dengan akhir triwulan II-2016, sebagian besar tindak lanjut temuan audit internal
telah diselesaikan satuan kerja sesuai dengan komitmen yang disepakati bersama. Hal ini
semakin memperkuat penerapan tata kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan
dengan baik.
Fungsi konsultasi secara natural dilaksanakan bersamaan dengan audit yaitu pada saat
proses diskusi auditor-auditee. Selain itu juga dilakukan pemberian advis melalui forum
rapat dan tanggapan atas materi Rapat Dewan Gubernur. Fungsi audit internal Bank
Indonesia juga menjalankan fungsi Liaison Officer untuk pemeriksaan BPK-RI terkait
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT).
Untuk menyempurnakan proses kerja dan penguatan manajemen risiko, serta fungsi audit
di Bank Indonesia dilakukan pengembangan aplikasi audit internal dan manajemen risiko
yang terintegrasi. Selanjutnya, untuk mendukung implementasi Whistle Blowing System
(WBS), dilakukan tindaklanjut atas laporan, evaluasi implementasi WBS dan sosialisasi
internal guna meningkatkan efektivitas pengelolaan WBS.
Secara terus menerus dan terprogram, Bank Indonesia mengembangkan kompetensi dan
keterampilan auditor internal. Program tersebut dilakukan melalui pelatihan/workshop,
magang, penugasan lembaga lain, dan sertifikasi.
4.5. Keuangan Internal
Pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan diarahkan dalam upaya meningkatkan good
governance dan memelihara sustainabilitas keuangan Bank Indonesia guna mendukung
pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran dan pengedaran
uang, serta bidang stabilitas sistem keuangan.
Pelaksanaan
kebijakan di
bidang manajemen
keuangan dilakukan
melalui berbagai
program kerja
yang mendukung
arah kebijakan
Bank Indonesia
dan memperkuat
akuntabilitas Bank
Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
115
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen keuangan dilakukan melalui berbagai
program kerja yang mendukung arah kebijakan Bank Indonesia dan memperkuat
akuntabilitas Bank Indonesia. Pencapaian pada triwulan II-2016 meliputi sebagai berikut:
1. Penerapan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI) antara lain melalui
penerbitan berbagai aturan pelaksanaan maupun sosialisasi ke berbagai institusi dan
kalangan akademisi.
2. Penguatan penerapan capital budgeting, dimana sampai triwulan II-2016 telah dilakukan
asesmen atas usulan Rencana Investasi Bank Indonesia 2017. Asesmen dilakukan
melalui analisis capital budgeting.
3. Sebagai bagian dari pengembangan Sistem Keuangan Bank Indonesia (SKBI),
saat ini tengah dilakukan penyempurnaan Chart of Account (COA) Bank Indonesia.
Penyempurnaan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bisnis dan informasi
terkini untuk mendukung akuntabilitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia, khususnya
di bidang keuangan.
Berdasarkan hasil pengelolaan kondisi dan kinerja keuangan Bank Indonesia, secara umum
kondisi pada triwulan II-2016 adalah sebagai berikut:
1. Total aset/liabilitas per 30 Juni 2016 tercatat sebesar Rp1.902.839 miliar. Jumlah ini
tidak jauh berbeda dari posisi per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.906.194 miliar, atau
turun sebesar 0,18%. Unsur utama pada aset Bank Indonesia adalah surat berharga
dan tagihan dalam valuta asing yaitu sebesar 73,34% dari total aset. Sedangkan unsur
utama pada sisi liabilitas adalah uang dalam peredaran dan giro bank, masing-masing
sebesar 33,74% dan 17,84% dari total liabilitas.
2. Pada periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2016, Bank Indonesia mencatat perolehan
surplus sebelum pajak sebesar Rp16,45 triliun atau 19,98% dari surplus 2015. Surplus
Bank Indonesia tersebut diperoleh dari penghasilan dan beban masing-masing sebesar
Rp34,05 triliun dan Rp17,59 triliun. Penghasilan terbesar berasal dari pelaksanaan
kebijakan moneter sebesar 98,75% dari total penghasilan. Sementara itu, beban Bank
Indonesia sebagian besar berasal dari beban pelaksanaan kebijakan moneter yang
mencakup 62,23% dari total beban.
3. Rasio Modal Bank Indonesia per 30 Juni 2016 tercatat sebesar 10,58%. Apabila rasio
modal Bank Indonesia sampai dengan akhir 2016 tetap di atas 10%, maka akan terdapat
sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah RI.
4. Untuk pencapaian target anggaran, realisasi Anggaran Pengeluaran Operasional Bank
Indonesia per triwulan II-2016 adalah sebesar 44,90% dari total Rencana Anggaran
Pengeluaran Operasional Tahun 2016. Pencapaian tersebut meningkat 0,30%
dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi penerimaan, realisasi Anggaran
Penerimaan Operasional Bank Indonesia pada triwulan II-2016 adalah sebesar 75,06%
dari Total Anggaran Penerimaan Operasional Tahun 2016 dan mengalami penurunan
3,16% dibandingkan triwulan II-2015.
Bank Indonesia
terus
meningkatkan
keandalan dan
ketersediaan
layanan Sistem
Informasi.
116
4.6. Sistem Informasi
Dukungan Sistem Informasi (SI) pada 2016 difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia dengan telah ditetapkannya Information System - Enterprise
Architecture (IS-EA) 2015–2024. Program transformasi dalam bidang SI tersebut dilakukan
guna mewujudkan SI yang andal dan berkualitas, serta menerapkan teknologi terkini guna
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
mendukung high performance organization.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga terus meningkatkan keandalan dan ketersediaan
layanan SI melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur sistem informasi
maupun pengelolaan data center sesuai international best practice. Bank Indonesia juga
terus meningkatkan kualitas dan pengamanan SI guna menghasilkan layanan SI yang
berkualitas bagi stakeholders.
Dengan implementasi strategi tersebut, transformasi SI diwujudkan melalui tema “State of
the art technology” yang meliputi 3 Program Strategis (PS). Pertama, penerapan teknologi
big data guna mendukung proses pengambilan keputusan. Kedua, penyusunan IS-EA
dan implementasi proyek SI strategis. Ketiga, perbaikan tata kelola (governance) SI. Terkait
dengan kegiatan perbaikan tata kelola SI, sampai dengan triwulan II-2016 telah diselesaikan
target milestone yaitu proses penyusunan Surat Edaran Internal yang mengatur siklus dan
proses pengembangan SI di Bank Indonesia.
Pada triwulan II-2016 dilaksanakan perancangan Data Center (DC) dan Disaster Recovery
Center (DRC) berstandar internasional. Hal ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
ketersediaan layanan SI yang telah menyelesaikan proses asesmen Business Resumption Site
(BRS) dan Alternate Command Center (ACC).
Dalam rangka peningkatan kualitas data yang mendukung proses pengambilan
keputusan di sektor Stabilitas Sistem Moneter, pada triwulan II-2016 telah diselesaikan 3
(tiga) pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi terkait
pemantauan pasar uang, pelaporan Devisa Utang Luar Negeri, dan pengelolaan informasi
pada Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU).
Di sektor Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), dukungan SI ditujukan untuk mendukung
pengawasan SSK dan Makroprudensial melalui pemanfaatan data laporan dan
statistik perbankan yang komprehensif. Pada triwulan II-2016, telah diselesaikan 3
(tiga) pengembangan aplikasi, antara lain untuk memenuhi kebutuhan informasi
Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan terkait monitoring sistem keuangan,
identifikasi dan asesmen risiko, serta quality assurance data. Pengembangan aplikasi juga
untuk memenuhi kebutuhan informasi Keuangan Inklusif terkait Program Wirausaha,
Program Klaster Ketahanan Pangan, serta Perkembangan Keuangan Inklusif dan UMKM.
Dukungan SI terhadap sektor Sistem Pembayaran (SP) dilakukan melalui pengembangan
aplikasi, baik untuk mendukung sistem pembayaran non tunai maupun tunai. Pada triwulan
II-2016, telah diselesaikan 3 (tiga) pengembangan aplikasi. Pertama, pengembangan
aplikasi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II untuk mengakomodasi
pembayaran dan penagihan regular. Kedua, pengembangan kebutuhan layanan transaksi
pemerintah terkait dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Ketiga,
pengembangan pengelolaan layanan sistem pembayaran tunai terkait pengelolaan kas
titipan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN).
Di samping itu, Bank Indonesia melakukan peningkatan (enhancement) sistem pembayaran
non-tunai untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan
Electronic Trading Platform. Peningkatan ini untuk memfasilitasi transaksi keuangan
pemerintah dan menjaga keandalan layanan sistem aplikasi tersebut.
Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal juga dilakukan melalui pengembangan
aplikasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Pada
triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan peningkatan Layanan Intranet
Bank Indonesia, pengembangan sistem perpajakan internal, serta pengelolaan layanan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
117
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
kesehatan pegawai yang mendukung penerapan sistem otomasi ke arah paperless. Selain
itu, dalam rangka mendukung transformasi Bank Indonesia, saat ini sedang dikembangkan
Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang meliputi proses talent pegawai, perencanaan
karir, pengembangan kompetensi, dan proses rekrutmen.
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bank Indonesia
telah
menyempurnakan
struktur organisasi
baru sesuai amanat
Arsitektur Fungsi
Strategis Bank
Indonesia (AFSBI).
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan dilakukannya
penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI), dimana
pada triwulan II-2016 Bank Indonesia telah membentuk satuan kerja baru untuk
melaksanakan fungsi melaksanakan pengelolaan layanan di bidang logistik, kearsipan, dan
pengamanan; dan satuan kerja untuk melaksanakan fungsi pengadaan barang dan jasa.
a. Pemenuhan dan Pengembangan SDM
Pemenuhan SDM
Pada triwulan II-2016 Bank Indonesia melakukan pemenuhan internal pegawai melalui
mutasi. Proses pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia Bank Indonesia juga
dilakukan melalui rekrutmen eksternal. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah
memenuhi kebutuhan pegawai kontrak waktu tertentu (PKWT) yang terdiri dari ahli
dalam bidang sistem informasi, pengolahan data, pengamanan, analis, sekretaris, dan
staf.
Pengembangan SDM
Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan SDM yang meliputi 6 area
pengembangan. Keenam area itu adalah (1) On Boarding; (2) Leadership Development
Program (LDP); (3) Competency Development Program (CDP); (4) Career Transition
Program; (5) Program Tugas Belajar (PTB); dan (6) Attachment/Technical Assistance
and Assignment Program. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan
Program Pengembangan SDM-BI sebagai berikut :
a. On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap
ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Pada triwulan II-2016, Bank
Indonesia tidak menyelenggarakan OBP karena belum terdapat perekrutan pegawai
baru.
b. Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai
yang terkait dengan kepemimpinan (leadership) sesuai dengan sektor penempatan
dan jabatannya. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 (tiga)
Program Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) Dasar, yaitu program pembekalan
bagi pegawai yang promosi dari level asisten manajer ke manajer dan 2 (dua)
Program Kepemimpinan Bank Indonesia Menengah (PKBI) Menengah, yaitu
program pembekalan bagi pegawai yang promosi dari level manajer ke asisten
direktur.
c. Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan
pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan
sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah
menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 13 program sertifikasi
dan 42 program non-sertifikasi.
118
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
d. Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang
mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purnabakti. Pada
triwulan II-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 kali program pembekalan
masa persiapan pensiun (MPP). Program ini bertujuan untuk membekali pegawai
agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki masa purnabakti.
e. Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa
penuh Bank Indonesia atau pihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank
Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4
(empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual
Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS).
f.
Attachment/Technical Assistance and Assignment Program yang bertujuan untuk
meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai melalui technical assistance
(TA) yang diberikan oleh bank sentral negara lain. Pada triwulan II-2016, pegawai
Bank Indonesia mendapatkan Technical Assistance dari De Nederlandsche Bank
mengenai “Retail Payment and Market Infrastructure”.
b. Manajemen SDM
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia telah menyetujui perencanaan kebutuhan
sumber daya manusia untuk periode 2016-2019. Perencanaan ini mencakup
pemenuhan sumber daya manusia di kantor pusat dan kantor perwakilan dengan
mempertimbangkan pegawai penugasan di OJK yang akan kembali ke Bank Indonesia.
Terkait dengan Kebijakan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK, telah
dilakukan hal sebagai berikut:
a. Menyusun rencana penempatan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan di OJK
dan akan kembali ke Bank Indonesia.
b. Rencana penempatan memperhatikan beberapa aspek, antara lain proyeksi
kebutuhan SDM, kekosongan jabatan, keseimbangan KP dan KPwDN,
mempertimbangkan fungsi tugas Bank Indonesia dan kapabilitas baru, rencana
rekrutmen pegawai, serta keselarasan dengan implementasi People to Job Fit.
c. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia
Bank Indonesia telah melakukan berbagai program manajemen perubahan untuk
mendukung pelaksanaan transformasi. Program ini diarahkan untuk mendukung
produktivitas (performance culture), budaya sadar risiko (risk culture), dan budaya
layanan prima (service culture) di Bank Indonesia. Program-program itu antara lain
meliputi:
a. Program eksplorasi personal branding untuk pegawai untuk mengekspolarasi
potensi, strength & passion menggunakan metode role play.
b. Integrasi pelaksanaan sosialisasi OSBI melalui Change Program (CP). Pelaksanaan
benchmarking dengan mengunjungi lembaga inovator ternama oleh para
pemenang innovation award.
c. Sosialisasi unlock your potential pada Ramadan untuk mendorong pegawai menjadi
diri yang sebaik-baiknya dengan beribadah, menemukan potensi dan melakukan
kinerja terbaik yang disampaikan melalui sejumlah media seperti buku panduan
Ramadan, screensaver, dan bahan ceramah para ustadz pengisi Ramadan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
119
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
d. Penyelarasan dengan penyelenggaraan kegiatan Bank Indonesia, yang dalam hal
ini pegawai diajak untuk menemukan personal branding & makna berkarya melalui
sejumlah aktifitas kreatif.
e. Monitoring secara onsite (kunjungan langsung) dan coaching clinic kepada satuan
kerja
f.
Pelaksanaan survei Culture Climate untuk melihat kondisi working engagement dan
ketahanan kerja di Bank Indonesia
4.8. Aspek Hukum
Selama triwulan
II-2016, Bank
Indonesia telah
mengeluarkan
peraturan, yakni 7
PBI, 3 PDG, 11 SE
Eksternal, dan 31
SE Internal.
Berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan
lembaga negara yang berwenang menetapkan peraturan yang digunakan sebagai
landasan hukum dalam pelaksanaan tugas sebagai bank sentral. Sepanjang triwulan
II-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 18 (delapan belas) peraturan perundangundangan, yang terdiri atas 7 (tujuh) Peraturan Bank Indonesia dan 11 (sebelas) Surat
Edaran Eksternal. Selain itu, Bank Indonesia menerbitkan 34 (tiga puluh empat) peraturan
internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Dewan Gubernur dan 31 (tiga
puluh satu) Surat Edaran Internal.
Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia senantiasa
berpartisipasi aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan
pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Beberapa pembahasan yang diikuti secara aktif oleh
Bank Indonesia antara lain RUU tentang Pengesahan Protocol to Implement The Sixth
Package of Commitments on Financial Services Under The ASEAN Framework Agreement on
Services, RUU tentang Redenominasi, RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan
RUU tentang Perlindungan Data Pribadi.
Pada triwulan II-2016, Bank Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres)
antara lain RPP tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (RPP E-Commerce)
dan RPerpres tentang Komite Nasional Keuangan Syariah.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
Program sosial
dilaksanakan
melalui program
Indonesia Cerdas,
pemberdayaan
perempuan, dan
program strategis
dengan fokus
pada ketahanan
pangan strategis
dan komoditas
unggulan.
120
Sebagai bentuk kepedulian atau empati sosial Bank Indonesia untuk berkontribusi dalam
membantu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat, Bank
Indonesia menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Melalui program sosial, Bank
Indonesia juga dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Program sosial yang dilakukan pada triwulan II-2016 meneruskan program yang telah
dicanangkan pada triwulan I-2016, antara lain program Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan
Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada 150 BI Corner dan 50 Pojok
Baca Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di seluruh Indonesia. Sampai dengan triwulan
II-2016, telah dibangun sebanyak 25 BI Corner. Sedangkan Pemberdayaan Perempuan lebih
difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M) dan Youthpreneur
serta Urban Farming. Selain itu, pada triwulan II-2016 masih melanjutkan program PSBI
Strategis 2016 yang mengusung tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi
melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif” dengan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
didukung oleh 2 (dua) sub tema lainnya, yaitu Ketahanan Pangan Strategis dan Komoditas
Unggulan. Dalam tahun 2016 terdapat 192 program yang melibatkan 45 Kantor Perwakilan
Bank Indonesia, yaitu:
No.
1)
Sub Tema
Jumlah Program
Ketahanan Pangan
78 program
2)
Komoditas Unggulan
33 program
3)
Indonesia Cerdas
60 program
4)
Pemberdayaan Perempuan
21 program
Pada periode laporan, pelaksanaan PSBI dilakukan pula dalam Rangka Rapat Evaluasi
Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (REKDA) di Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan PSBI
yang dilakukan merupakan upaya Bank Indonesia dalam menumbuh kembangkan dan
melestarikan sumber daya lokal yang diwujudkan melalui pengembangan kesenian/
budaya, berupa pemberian perlengkapan seni Betawi kepada 6 sanggar dan perlengkapan
kesenian sebagai display di Museum Kebudayaan Betawi, serta penyelenggaraan Pentas
Seni Betawi.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan mutu pendidikan, Bank Indonesia juga
aktif melakukan realisasi penyaluran beasiswa. Program beasiswa dimaksud juga diiringi
dengan pengembangan komunitas penerima beasiswa yang tergabung dalam Generasi
Baru Indonesia (GenBI). Pengembangan komunitas ini dimaksudkan untuk menjadikan
GenBI sebagai garda terdepan yang mendukung pelaksanaan tugas BI, antara lain melalui
engagement GenBI melalui berbagai bentuk kegiatan sosial maupun pengembangan
kapasitas, antara lain pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, bedah buku, edukasi
kebanksentralan, serta program kelestarian lingkungan dan berbagai aktivitas sosial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
121
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Lampiran
Produk Hukum Bank Indonesia
Triwulan II - 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
123
Peraturan yang Dikeluarkan Bank Indonesia
April – Juni 2016
A. Peraturan Perundang-undangan
1. Peraturan Bank Indonesia (PBI)
a.
PBI No. 18/4/PBI/2016 tanggal 21 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Hutang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
b. PBI No. 18/5/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana Dan Kliring
Berjadwal Oleh Bank Indonesia.
c.
PBI No. 18/6/PBI/2016 tanggal 28 April 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat
Berharga, dan Setelmen Dana Seketika.
d. PBI No. 18/7/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Transaksi Bank kepada Bank Indonesia
dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
e.
PBI No. 18/8/PBI/2016 tanggal 16 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank
Indonesia.
f.
PBI No. 18/9/PBI/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengaturan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah.
g. PBI No.18/10/PBI/2016 tanggal 29 Juni 2016 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa Bank dan Nasabah.
2. Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern (SE Ekstern BI).
a.
SE BI Ekstern No. 18/5/DSta tanggal 6 April 2016 tentang Penerimaan Devisa Utang Luar
Negeri.
b. SE BI Ekstern No. 18/6/DKEM tanggal 22 April 2016 tentang perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
c.
SE BI Ekstern No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana
dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
d. SE BI Ekstern No. 18/8/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/30/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Penyelenggaraan
Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settelment.
124
e.
SE BI Ekstern No.18/9/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah Dalam
Pelaksanaan Tranfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia.
f.
SE BI Ekstern No. 18/10/DPSP tanggal 2 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 Perihal Perlidungan Nasabah
dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
g. SE BI Ekstern No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 tentang Transaksi Lindung Nilai
Berdasarkan Prinsip Syariah.
h. SE BI Ekstern No.18/12/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Transaksi Repurchase Agreement
Surat berharga dalam Rupiah Bank Umum kepada Bank Indonesia terhadap Chinese Yuan
dalam rangka Bilateral Currency Swap Arrangement.
i.
SE BI Ekstern No. 18/13/DPM tanggal 24 Mei 2016 tentang Perubahan Kedua atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 29 Januari 2014 perihal Transaksi Swap
Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
j.
SE BI Ekstern No. 18/14/DPPK tanggal 25 Mei 2016 tentang Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/6/DPM tanggal 31 Maret 2015 perihal Suku Bunga Penawaran
Antarbank.
k.
SE BI Ekstern No. 18/15/DKSP tanggal 20 Juni 2016 tentang Pengelolaan Standar Nasional
Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debit.
B. Peraturan Internal Bank Indonesia
1. Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG)
a.
PDG No. 18/7/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kerangka Kebijakan Moneter Bank
Indonesia.
b. PDG No.18/8/PDG/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Kebijakan Nilai Tukar.
c.
PDG No.18/9/PDG/2016 tanggal 30 Juni 2016 tentang Manajemen Logistik Bank Indonesia.
2. Surat Edaran Bank Indonesia Intern
a.
SE BI Intern No. 18/40/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 Perihal Pedoman Investasi
Pengelolaan Cadangan Devisa.
b. SE BI Intern No. 18/41/INTERN tanggal 1 April 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Transaksi
Devisa (Dealing Guideline) Pengelolaan Cadangan Devisa.
c.
SE BI Intern No. 18/42/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Nomor 17/3/INTERN perihal Standar Fasilitas dan Pengelolaan Kendaraan Bank
Indonesia.
d. SE BI Intern No. 18/43/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/58/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Intelligent
Matching (Intellimatch).
e.
SE BI Intern No. 18/44/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/57/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Society For
Wordlwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
f.
SE BI Intern No. 18/45/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/61/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan OPICS PLUS
(Operations Processing Integrated Control System - Plus).
g. SE BI Intern No. 18/46/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Nomor 16/59/INTERN tanggal 31 Desember 2014 tentang Penggunaan Sistem Bloomberg
Asset & Investment Manager (AIM).
h. SE BI Intern No. 18/47/INTERN tanggal 11 April 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem Pengamanan
Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
125
i.
SE BI Intern No. 18/48/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Rebalancing
Portofolio Likuiditas.
j.
SE BI Intern No. 18/49/INTERN tanggal 25 April 2016 perihal Petunjuk Teknis Pemantauan
Benchmark Hasil Dekomposisi Portofolio Developed Market Internal.
k.
SE BI Intern No. 18/50/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.
l.
SE BI Intern No. 18/51/INTERN tanggal 2 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/51/INTERN tanggal 13 November 2015 perihal Petunjuk Pelaksanaan
Penyelenggaraan Setelmen Dana Seketika Melalui Sistem Bank Indonesia-Real Gross
Settlement.
m. SE BI Intern No. 18/52/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa.
n. SE BI Intern No. 18/53/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pengelolaan Laporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa Selain Hutang Luar Negeri.
o. SE BI Intern No. 18/54/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas
Komite di Bank Indonesia.
p. SE BI Intern No. 18/55/INTERN tanggal 17 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Manajemen
Strategis dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia.
q. SE BI Intern No. 18/56/INTERN tanggal 20 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/15/INTERN tanggal 30 Juni 2014 tentang Pedoman Penyesuaian
Laporan Keuangan dan Neraca Singkat Mingguan.
r.
SE BI Intern No. 18/57/INTERN tanggal 25 Mei 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/93/INTERN tanggal 31 Desember 2015 perihal Pedoman
Investasi Pengelolaan Cadangan Devisa.
s.
SE BI Intern No. 18/58/INTERN tanggal 27 Mei 2016 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/82/INTERN tanggal 23 Desember 2015 perihal Pengelolaan Rekening
Keuangan Berhubungan Dengan Keanggotaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
Internasional Monetary Fund.
t.
SE BI Intern No. 18/59/INTERN tanggal 30 Mei 2016 perihal Pedoman Teknis Pengawasan
Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
u. SE BI Intern No. 18/60/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Perumusan dan Penetapan
Kebijakan Moneter.
v.
SE BI Intern No. 18/61/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Pelaksanaan Kebijakan
Nilai Tukar.
w. SE BI Intern No. 18/62/INTERN tanggal 31 Mei 2016 perihal Pedoman Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah.
126
x.
SE BI Intern No. 18/63/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen
Pengadaan Strategis.
y.
SE BI Intern No. 18/64/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Organisasi Departemen
Pengelolaan Logistik dan Fasilitas.
z.
SE BI Intern No. 18/65/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Disain Tampak/Façade, Disain
Interior Ruang, Luas Ruang dan Fasilitas pada Gedung Kantor Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
aa. SE BI Intern No. 18/66/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Fasilitas Rumah Bank
Indonesia Tipe Muda dan Madya.
bb. SE BI Intern No. 18/67/INTERN tanggal 29 Juni 2016 perihal Standar Disain Tampak/Facade,
Interior, Standar Ruang dan Fasilitas Rumah Utama.
cc. SE BI Intern No. 18/68/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Perubahan Kedua Atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/102/INTERN tanggal 26 Desember 2005 tentang Sistem
Pengamanan Bank Indonesia.
dd. SE BI Intern No. 18/69/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Manajemen Logistik Bank
Indonesia sejak tanggal 1 Juli 2016.
ee. SE BI Intern No. 18/70/INTERN tanggal 30 Juni 2016 perihal Pedoman Penyelesaian Transaksi
Cadangan Devisa.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
127
Daftar Istilah
Administered prices
:
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
:
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer
dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities :
Settlement System (BI-SSSS)
128
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan
sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
Cadangan Devisa
:
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat
pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas,
uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka,
wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada
pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar
negeri.
Capital Adequacy Ratio
:
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian
yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer
:
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila
terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga
berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
:
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Defisit Transaksi Berjalan
:
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan
jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca
perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility
:
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka
operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Devisa Hasil Ekspor
:
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market
:
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat
yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan
Inklusif)
:
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian
segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan
:
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat
ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi
anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk
Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara
dalam jangka waktu tertentu.
Hedging
:
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk
melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair
value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
:
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan
yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan
membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi
:
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis
sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen,
yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan
masyarakat luas.
Inflasi Inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari
angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan
administered prices.
Inflation Targeting Framework
:
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan
konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke
depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Investment Grade
:
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
129
130
Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR)
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank
di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR)
:
Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing
terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time.
Kliring
:
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di
satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan
suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan
(clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
:
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan
perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort
:
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem
perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan
kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility
:
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam
rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank
umum.
Loan to Funding Ratio (LFR)
:
Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak
ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan
valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam
Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan
oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan.
Likuiditas
:
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi
segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid
apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih
besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial
:
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem
keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial
:
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga
keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan
penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing,
dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas
neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan
item-item finansial.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Neraca Transaksi Berjalan
:
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan
jasa suatu negara.
Non-Performing Loan (NPL)
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
Non Performing Loan (NPL) gross
:
Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total
kredit.
Non-Performing Financing (NPF)
:
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank
syariah.
Operasi Moneter
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku
Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar
Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
:
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang
diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan
di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen
keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test
:
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang
dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang
Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Sovereign Credit Rating
:
Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu
pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko
dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh
investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Suku bunga dasar kredit (SBDK)
:
Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang
terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk
kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian
kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas
perkreditan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
131
132
Swap
:
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang
dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat
premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank
:
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan,
atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau
keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional
maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah
:
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan
inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait
pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo
:
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka
(OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh
peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
:
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank
Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia.
Uang Kartal yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan
memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap
menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food
:
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
internasional.
Yield
:
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
Daftar Singkatan
ABIF
ADG
AFSBI
APMK
ASEAN
ATBI
ATM
BCSA
BI
BI-RTGS
BI-SSSS
BPS
bps
Bulog
BUMD
BUMN
CAR
CCyB
CeBM
CIKUR
CMIM
CoE
DF
DHE
DPK
DPR RI
D-SIB
DSR
DXY
ECB
EMEAP
FASBIS
FGD
FIN
FKSSK
FPJP
FSPI
GDP
GNNT
GWM
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
ASEAN Banking Integration Framework
Anggota Dewan Gubernur
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
The Association of Southeast Asian Nations
Anggaran Tahunan Bank Indonesia
Anjungan Tunai Mandiri
Bilateral Currency Swap Agreement
Bank Indonesia
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System
Badan Pusat Statistik
Basis Point
Badan Urusan Logistik
Badan Usaha Milik Daerah
Badan Usaha Milik Negara
Capital Adequacy Ratio
Countercyclical Buffer
Central Bank Money
Ciri Keaslian Uang Rupiah
Chiang Mai Initiative Multilateralisation
Center of Excellence
Deposit Facilities
Devisa Hasil Ekspor
Dana Pihak Ketiga
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Domestic Sistemically Important Bank
Debt Service Ratio
US Dollar Index
European Central Bank
Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Focus Group Discussion
Financial Identity Number
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Forum Sistem Pembayaran Indonesia
Gross Domestic Product
Gerakan Nasional Non-Tunai
Giro Wajib Minimum
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
133
IDB
IDI
IHK
IHSG
IKNB
IKU
IMF
IRU
ITF
JIBOR
KI
KK
KMK
KPR
KPwDN BI
KPwLN BI
KSEI
KUPVA BB
KUR
LDR
LFR
LKD
LKNB
LKTBI
LOLR
LTV
MRBI
NAB
NK
NKRI
NPI
NPL
OJK
OM
OPT
PBI
PDB
PDG
Perum Peruri
PIHPS
PK Inisiatif
PLN
PMA
PP
PSBI
134
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Islamic Development Bank
Informasi Debitur Individual
Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Saham Gabungan
Industri Keuangan Non Bank
Indikator Kinerja Utama
International Monetary Fund
Investor Relations Unit
Inflation Targeting Framework
Jakarta Interbank Offered Rate
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Kredit Modal Kerja
Kredit Perumahan Rakyat
Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia
Kustodian Sentral Efek Indonesia
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
Kredit Usaha Rakyat
Loan to Deposit Ratio
Loan to Funding Ratio
Layanan Keuangan Digital
Lembaga Keuangan Non Bank
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
Lender of The Last Resort
Loan to Value
Manajemen Risiko Bank Indonesia
Nilai Aktiva Bersih
Nota Kesepahaman
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Neraca Pembayaran Indonesia
Non Performing Loan
Otoritas Jasa Keuangan
Operasi Moneter
Operasi Pasar Terbuka
Peraturan Bank Indonesia
Produk Domestik Bruto
Peraturan Dewan Gubernur
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Program Kerja Inisiatif
Pinjaman Luar Negeri
Penanaman Modal Asing
Perusahaan Pembiayaan
Program Sosial Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
PTD BB
PUAB O/N
qtq
RDG
Repo
ROA
ROE
RRH
RUU
SBDK
SBI
SBIS
SBN
SBSN
SBT
SDBI
SE
SF
SHPR
SID
SK
SKBI
SKDU
SKNBI
SKSR
SNKI
SOP
SSK
SULNI
SUSPI
TD
TD BB
TPI
TPID
UKM
ULE
ULN
UMKM
UPB
UPK
UTLE
UU
UYD
Valas
yoy
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank
Pasar Uang Antar Bank Overnight
quarter to quarter
Rapat Dewan Gubernur
Repurchase Agreement
Return on Asset
Return on Equity
Rata-Rata Harian
Rancangan Undang-Undang
Suku Bunga Dasar Kredit
Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Surat Berharga Negara
Surat Berharga Suariah Negara
Saldo Bersih Tertimbang
Sertifikat Deposito Bank Indonesia
Surat Edaran
Standing Facilities
Survei Harga Properti Residensial
Sistem Informasi Debitur
Survei Konsumen
Sistem Keuangan Bank Indonesia
Survei Kegiatan Dunia Usaha
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Survei Khusus Sektor Riil
Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Standard Operating Procedure
Stabilitas Sistem Keuangan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
Statistik Utang Sektor Publik Indonesia
Term Deposit
Transfer Dana Bukan Bank
Tim Pengendali Inflasi
Tim Pengendali Inflasi Daerah
Usaha Kecil dan Menengah
Uang Layak Edar
Utang Luar Negeri
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Uang Pecahan Besar
Uang Pecahan Kecil
Uang Tidak Layak Edar
Undang-Undang
Uang Kartal yang Diedarkan
Valuta Asing
year on year
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan II-2016
135
Download