No. 13, November 2016 C ATATA N K E B I J A K A N Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar REKOMENDASI •Formula transfer Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah perlu diperhitungkan lagi agar dapat mencapai tujuan mengurangi kesenjangan antardesa, agar terserap dengan baik dan mengandung prinsip yang lebih berkeadilan bagi desa-desa yang masih membutuhkan pembangunan dan pemberdayaan; •Formula transfer Dana Desa harus mempertimbangkan kapasitas fiskal (pendapatan daerah dari PAD, DBH, DAU) dan kebutuhan fiskal (Luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin) setiap desa; •Perlu dipertimbangkan tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan Dana Desa yakni memajukan penduduk desa sebagai subjek dari pembangunan; •Perlu dibuat pengelompokan/ klaster daerah sesuai tingkat kemajuan atau kebutuhan akan Dana Desa, berdasarkan Indeks Desa Membangun atau berdasarkan populasi. Formula Dana Desa: Sudahkah Mengatasi Kesenjangan Antarwilayah? Oleh: Article 33 Indonesia1 Filosofi Kebijakan Dana Desa Kebijakan Dana Desa merupakan amanat dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Secara filosofi, Dana Desa merupakan dana yang dibagikan kepada setiap desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2015 disebutkan bahwa jumlah Dana Desa yang akan ditransfer setiap tahunnya adalah 10% dari dan di luar dana transfer ke daerah. Dana Desa dialokasikan secara berkeadilan, dengan skema 10% dari total Dana Desa dialokasikan sama rata, disebut sebagai alokasi dasar. Sisanya, yaitu 90% dari total Dana Desa dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi.2 Kemudian di sinilah muncul permasalahan terkait dengan formulasi Dana Desa, salah satunya adalah permasalahan terkait tidak adilnya alokasi Dana Desa terhadap desa yang membutuhkan (Lewis, 2015). 1 Ditulis berdasarkan temuan hasil kajian kebijakan yang dilakukan oleh tim Dana Desa Article 33 di tiga daerah, 2016, bekerja sama dengan Knowledge Sector Initiatives dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. 2 Berdasarkan PP No. 22 tahun 2015 Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Studi ini akan membahas alternatif formula lain yang dianggap dapat menghasilkan pembagian Dana Desa yang lebih adil dengan mempertimbangkan tingkat kemajuan dan kebutuhan masing-masing desa. Data dan Metode Analisis dalam studi ini dilakukan menggunakan data-data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Keuangan. Data yang digunakan diantaranya adalah data jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin desa, luas wilayah desa, indeks kemahalan konstruksi (IKK) kabupaten/kota, data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten, PDRB per kapita kabupaten, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta data lain yang terkait. Untuk menghitung jumlah Alokasi Dana Desa, digunakan data pendapatan dalam APBD kabupaten; yang terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana bagi hasil (DBH), serta Dana Alokasi Umum (DAU). Ketiganya adalah komponen dasar yang digunakan untuk menghitung transfer Dana Desa dari kabupaten ke desa. Metodologi yang digunakan adalah analisa kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan studi literatur dan wawancara untuk melakukan analisa mendalam permasalahan yang ada. Konsekuensi Formula Dana Desa 90:10 (Current Formula) Hasil studi ini menunjukkan bahwa formula 90:10 yang saat ini digunakan pemerintah terkesan telah memenuhi asas pemerataan namun mengabaikan azas keadilan antar wilayah. Azas merata berarti bahwa besarnya Dana Desa yang diberikan untuk setiap desa sama besar. Azas adil berarti bahwa besarnya Dana Desa yang diberikan untuk setiap desa akan diberikan secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan variabel tertentu (misalnya: kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dan lain-lainnya). Dalam tabel 1 terlihat bahwa standar deviasi Dana Desa per desa sangat kecil kurang dari 1%, yaitu sebesar 0,9%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya persentase alokasi dasar berdampak pada semakin meratanya pembagian Dana Desa yang akan diterima oleh masing-masing desa secara nominal. Formula 90:10 memberikan kesan terjadinya pemerataan terhadap pembagian alokasi dasar, tetapi pada dasarnya menaikkan persentase alokasi dasar dan menurunkan persentase alokasi formula justru menimbulkan ketidakadilan karena ada beberapa wilayah yang sudah berkembang, justru mendapatkan total Dana Desa yang lebih besar daripada wilayah yang belum berkembang. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan awal Dana Desa yang ingin mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa. 2 Tabel 1. Persentase Proporsi Dana Desa per Wilayah Wilayah Dana Desa Per Kabupaten Per Desa Sumatera 16.8% 14.7% Jawa-Bali 23.0% 14.4% Kalimantan 14.1% 15.9% Sulawesi-Maluku 12.6% 15.5% Nusa Tenggara 15.0% 16.4% Papua 18.4% 23.1% 100,0% 100,0% 16.7% 16.7% 3.7% 3.2% Indonesia Rata-rata Standar deviasi Sumber : Olahan Peneliti, 2016 3 Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Alternatif Formula Dana Desa3 Studi ini melakukan simulasi terhadap enam formula alternatif yang dapat digunakan untuk mengalokasikan Dana Desa dari pusat ke wilayah Kabupaten. Namun, dalam tulisan ini hanya akan ditampilkan hasil simulasi dari tiga alternatif formula yang dianggap paling dekat memenuhi asas pemerataan dan keadilan antardaerah. Formula Blane D. Lewis Dalam tulisannya yang berjudul “Decentralising to Villages in Indonesia: Money (and other) Mistakes”, Blane D. Lewis menawarkan formula baru untuk mengatasi permasalahan yang timbul dari formula Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah Indonesia. Formula yang dikembangkan telah mempertimbangkan heterogenitas masing-masing desa, yakni dengan memperhitungkan kemampuan desa menghimpun pendapatan. Variabel yang digunakan untuk mengalokasikan Dana Desa adalah jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, tingkat kesulitan geografis, serta kapasitas fiskal desa yang diukur menggunakan angka Alokasi Dana Desa (ADD). Hasil simulasi formula ini menunjukkan bahwa variabel indeks penduduk miskin dan indeks kemahalan konstruksi mempengaruhi secara positif penyaluran Dana Desa ke setiap kabupaten. Artinya, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki indeks penduduk miskin yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula, dan sebaliknya. Lebih lanjut, ketika suatu kabupaten memiliki indeks kemahalan konstruksi yang besar, maka akan mendapatkan Dana Desa yang besar pula, dan sebaliknya. Formula Commune/Sangkat Fund (Intergovernmental Transfer Kamboja) Kamboja membagi total dana transfer menjadi dua komponen; komponen general administration dan local development. Selanjutnya, communes/sangkat diklasifikasikan menjadi 2 kategori yang berbeda. Kategori 1 merupakan daerah yang, berdasarkan penilaian fund board mampu menggunakan dana pembangunan daerah dengan efektif dan efisien. Kategori 2 merupakan daerah yang tidak termasuk ke dalam kategori 1. Akses terhadap komponen dana ditentukan oleh berada dalam kategori mana wilayah tersebut. Sistem seperti ini lebih menggambarkan desentralisasi karena mempertimbangkan kapasitas daerah menyerap uang yang ditransfer dari pemerintah pusat. Hasil simulasi formula ini menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk desa dan indeks kemiskinan desa merupakan dua variabel yang paling menentukan jumlah transfer Dana Desa ke setiap wilayah. Dengan kata lain, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki indeks penduduk miskin yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula, dan sebaliknya. Selain itu, ketika di dalam suatu kabupaten memiliki jumlah penduduk desa yang tinggi, maka kabupaten tersebut akan mendapatkan Dana Desa yang tinggi pula dan sebaliknya. 3 Simulasi dilakukan dengan sampel 434 kabupaten 4 Penentuan Variabel dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Penelitian ini menggunakan AHP dengan tujuan untuk menstrukturkan skala prioritas faktor-faktor dalam formulasi dana desa menurut pandangan ahli. Dari hasil pengolahan, tiga dari lima responden menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin merupakan faktor terpenting dalam formulasi dana desa. Indeks kemahalan konstruksi, jumlah penduduk dan luas wilayah merupakan faktor kedua, ketiga dan keempat terpenting secara berurutan yang dipilih oleh tiga dari lima responden. Sementara itu hampir semua responden sepakat bahwa jumlah anggota DPR merupakan faktor yang paling tidak penting. Selaras dengan hasil pairwise comparison matrix, hasil pemeringkatan manual menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai jumlah penduduk miskin merupakan faktor terpenting dalam formulasi dana desa. Terdapat perbedaan hasil antara perhitungan matriks dan manual. Menurut pemeringkatan manual, jumlah penduduk dan indeks kemahalan konstruksi merupakan faktor terpenting kedua dan ketiga. Konsisten dengan hasil pengolahan matriks, seluruh responden menyatakan bahwa jumlah anggota DPR merupakan faktor yang paling tidak penting dimasukkan dalam formulasi Dana Desa. Untuk melengkapi hasil pemeringkatan, responden juga diminta untuk memberi bobot kepentingan untuk masing-masing faktor (Tabel 2). Mayoritas responden memberikan bobot perhitungan terbesar pada faktor jumlah penduduk miskin. Tabel 2. Bobot Kepentingan Responden Faktor Jumlah Penduduk 1 2 3 5 6 Bobot Kepentingan (0%-100%) 15% 20% 20% 15% 15% Jumlah Penduduk Miskin 20% 40% 20% 30% 10% Luas Wilayah 10% 5% 20% 10% 15% Indeks Kemahalan Konstruksi 15% 13% 10% 15% 10% Pendapatan Domestik Regional Bruto 10% 2% 10% 7% 15% 0% 0% 0% 0% 0% Pandapatan Asli Daerah (PAD) 10% 3% 10% 10% 15% Dana Bagi Hasil (DBH) 10% 9% 5% 3% 10% Dana Alokasi Umum (DAU) 10% 8% 5% 10% 10% 100% 100% 100% Jumlah Anggota DPR TOTAL 100% 100% 5 Catatan Kebijakan No. 13, 2016 Perbandingan Alternatif Formula Dana Desa Berdasarkan hasil simulasi alternatif formula yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, masing-masing formula memiliki kelebihan dan kelemahan jika dibandingkan satu sama lain. Berikut adalah perbandingan secara singkat kelebihan dan kekurangan antar formula: Tabel 3. Perbandingan Alternatif Formula Dana Desa Formula Kelebihan Kekurangan Blane D. Lewis • Terdapat implikasi bahwa pembagian Dana Desa lebih tersebar dengan rata (tidak berkumpul di wilayah Jawa-Bali) • Formula ini sudah mempertimbangkan adanya kapasitas fiskal dari masing-masing kabupaten/kota. • Tidak mempertimbangkan tingkat absorpsi daerah. Daerah yang memiliki IKK tinggi mendapatkan dana yang jauh lebih besar, tetapi dana yang disalurkan ke daerah tersebut belum tentu dapat diserap dengan baik untuk membangun infrastruktur seperti yang diharapkan. Selain itu, hasil pembangunan menjadi kurang bermanfaat jika jumlah penduduk desa di wilayah tersebut sedikit. IT Kamboja • Mempertimbangkan klasifikasi wilayah maju dan tertinggal yang dilihat berdasarkan IDM. • Wilayah yang sudah maju bisa mendapatkan Dana Desa yang lebih sedikit karena hanya mendapatkan dana dari komponen administratif (distribusi dapat lebih tepat guna). • Formula tersebut tidak mempertimbangkan indikator insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah lokal. Analytical Hierarchy Process (AHP) • Mempertimbangkan variabel yang menurut para ahli penting untuk diperhitungkan dalam formula transfer Dana Desa. • Perlu ditentukan bobot yang sesuai untuk masing-masing variabel berdasarkan kesepakatan para ahli. Dalam studi ini belum dilakukan diskusi yang menyepakati bobot setiap variabel. 6 Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan • Formula transfer Dana Desa yang saat ini digunakan pemerintah masih belum bisa mencapai tujuan mengurangi kesenjangan antardesa. Alokasi dengan skema 90:10 membuat transfer Dana Desa antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak jauh berbeda, sehingga transfer dana tidak mempertimbangkan tingkat kemajuan dan kemampuan wilayah menghimpun dana (kapasitas fiskal). • Perlu dipertimbangkan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya kebijakan Dana Desa. Berdasarkan Undang-Undang, Dana Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan. Kata masyarakat desa dalam tujuan tersebut mengindikasikan bahwa Dana Desa utamanya adalah ingin memajukan penduduk desa sebagai subjek dari pembangunan. Tujuan inilah yang kemudian akan menjadi pengarah indikator seperti apa yang lebih baik digunakan untuk menyalurkan Dana Desa ke setiap daerah. • Formulasi Dana Desa perlu dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing sehingga Dana Desa yang diterima dapat terserap dengan baik dan mengandung prinsip yang lebih berkeadilan bagi desa-desa yang masih membutuhkan pembangunan dan pemberdayaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal setiap desa. o Kapasitas fiskal : Pendapatan daerah yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Umum; o Kebutuhan fiskal: Luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin. • Perlu membuat klaster daerah sesuai dengan tingkat kemajuan atau tingkat kebutuhan desa tersebut akan Dana Desa. Klaster dapat dibuat secara sederhana dengan mengelompokkan berdasarkan Indeks Desa Membangun, atau menggunakan populasi4. Referensi Bird, R. M., & Smart, M. (2002). Intergovernmental Fiscal Transfers: International Lessons for Developing Countries. World Development, (January), 1–14. doi:10.1016/j.ecss.2006.02.023 Lewis, B. D. (2015). Decentralising to Villages in Indonesia: Money (and Other) Mistakes.Public Administration and Development, 35(5), 347–359. doi:10.1002/pad.1741 Ma, J. (1997). Intergovernmental Fiscal Transfers in Nine Countries: Lessons for Developing Countries. Policy Research Working Papers- World Bank Wps, (September), ALL. Romeo, L. G. (2004). Decentralization Reforms and Commune-Level Services Delivery in Cambodia, (December 2003). Shah, A. (2006). A practitioner’s guide to intergovernmental fiscal transfers. Revista de Economía Y Estadistica, XLIV(2), 127–191. doi:10.1596/1813-9450-4039 4 lihat Shah et al., 2012 7 Article 33 Indonesia Jl. Salak Blok L-10 Kompleks Perumahan Kalibata Indah Rawa Jati, Pancoran, Jakarta Selatan 12750, Indonesia Tel./Fax. +62-21-29122183 | http://www.article33.or.id