BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pandangan terhadap ilmu fisika mulai berubah sejak peristiwa bencana ultraungu yang melahirkan hipotesis Planck, kemudian dilanjutkan oleh teori kuantum cahaya yang dipublikasikan oleh Einstein dan percobaan Efek Compton. Era ini kemudian ditandai dengan lahirnya fisika kuantum. Teori kuantum kemudian berkembang seiring dengan formulasi matriks Heisenberg dan mekanika gelombang yang digagas oleh Schrödinger. Gagasan Schrödinger ini kemudian terkenal dengan nama persamaan Schrödinger. Persamaan Schrödinger merupakan topik yang sangat penting dalam teori kuantum. Aplikasinya bahkan dapat terlihat langsung pada fisika atom, nuklir, dan zat padat. Persamaan ini tidak dapat diturunkan dari salah satu persamaan dalam fisika klasik. Persamaan Schrödinger dipostulatkan adanya dan kebenarannya diuji kesesuaiannya dengan hasil-hasil eksperimen.(1) Penerapan persamaan Schrödinger dapat dijumpai pada solusi gerak partikel dalam sebuah potensial seperti sumur potensial, tanggul potensial, dan osilator harmonik. Peluruhan alfa, dioda tunel, dan inversi amoniak adalah beberapa aplikasi persamaan Schrödinger pada tanggul potensial yang dikenal sebagai efek terobosan.(1) 1 Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan persamaan Schrödinger kemudian diapalikasikan untuk menentukan nilai eigen dan fungsi gelombang atom hidrogen pada potensial Coulomb. Berbeda dengan potensial sumur dan osilator harmonik, gerak elektron dalam mengelilingi atom pada potensial Coulomb berada di bawah pengaruh gaya pusat sehingga penurunan persamaan Schrödinger diselesaikan dalam koordinat bola tiga dimensi. Solusi nilai eigen dari persamaan Schrödingerternyata sesuai denga apa yang dihitung oleh Niels Bohr beberapa tahun sebelumnya. I.2. Ruang Lingkup Fokus penelitian ini adalah menurunkan solusi persamaan Schrödinger untuk potensial Coulomb secara terperinci. Solusi berupa fungsi eigen (ψ) dan nilai eigen (En). Pengaruh gaya pusat membuat tinjauan mencakup persamaan Schrödinger tiga dimensi dalam koordinat bola. Grafik rapat probabilitas radial diplot menggunakan software Maple. I.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah 1. Menyelesaikan persamaan Schrödinger secara analitik bentuk potensial Coulomb 2. Membuat grafik untuk rapat probabilitas radial. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Persamaan Schrödinger Sajian persamaan Schrödinger bergantung waktu adalah : 2 2 ( x, t ) i ( x, t ) V ( x, t ) ( x, t ) t 2m x 2 (2.1) Dasar perumusan dari persamaan (2.1) di atas dimulai dari tinjauan terhadap gelombang datar satu dimensi yang merambat ke arah x ( x, t ) Ae i kx t Ae i px Et / (2.2) diferensial satu kali terhadap t, maka diperoleh E ( x, t ) i ( x, t ) t (2.3) selanjutnya jika persamaan (2.2) diturunkan dua kali terhadap x akan menghasilkan 2 p2 x , t x, t x 2 2 (2.4) dari uraian persamaan (2.3) dan (2.4) maka didapat hubungan t p i x E i (2.5) Untuk partikel bebas berlaku hubungan klasik p2 E 2m 3 (2.6) Partikel bebas yang bergerak sepanjang sumbu x akan memenuhi persamaan H ( x, t ) E ( x, t ) (2.7) dengan operator observabel energi E diungkapkan oleh operator Hamiltonian H p2 2 2 H 2m 2m x 2 (2.8) Dengan memasukkan energi potensial interaksi, sajian Hamiltonian sistem diberikan oleh: 2 2 H V x 2m x 2 (2.9) akhirnya dengan menggabungkan persamaan (2.5), (2,7), dan (2,9) maka akan didapatkan persamaan (2.1) yang merupakan persamaan Schrödinger bergantung waktu.(2) Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal akan berkaitan dengan energi potensial, yaitu besaran yang merupakan fungsi posisi dan tidak merupakan fungsiwaktu. Untuk kasus energi potensial (V) tidak bergantung pada waktu (t) secara eksplisit maka dapat dituliskan V = V(x). Dengan pemisahan variabel yakni: ( x, t ) U ( x)T (t ) (2.10) maka persamaan Schrödinger dapat dijabarkan dalam dua bentuk persamaan, yakni : 2 d 2U ( x) V ( x)U ( x)EU ( x) 2m dx 2 4 (2.11) dan i dT ET (t ) (2.12) dt Solusi persamaan(2.12) berbentuk T (t ) e iEt sehingga fungsi eigen persamaan (2.10) adalah (2) ( x, t ) U ( x)e iEt (2.13) Dan persamaan (2.11) menjadi : d 2U 2m 2 E V U 0 dx 2 (2.14) Yang merupakan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu. Dalam koordinat Cartesian dapat ditulis sebagai :(3) 2U 2U 2U 2m 2 2 2 E V U 0 x 2 y z (2.15) Harga energi E agar persamaan Schrödinger tidak bergantung waktu dapat diselesaikan disebut harga eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian U disebut fungsi eigen.(4) II.2 Persamaan SchrödingerUntuk Koordinat Bola Dalam beberapa persoalan, khususnya fisika atom, kadang dijumpai pemecahan yang rumit untuk penggunaan koordinat Cartesian sehingga penggunaan koordinat bola menjadi penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam koordinat bola maka persamaan (2.15) menjadi: 1 2 U 1 U 1 2U 2m E V U 0 r sin r r 2 sin r 2 sin 2 2 2 r 2 r 5 (2.16) dengan U → U (r, θ, ) Dengan separasi variabel U (r, θ, ) = R(r) Θ(θ) Φ( ), persamaan (2.16) dapat ditulis menjadi: (4) 1. persamaan azimuth, untuk Φ d 2 m2 0 2 d (2.17) 2. persamaan polar, untuk Θ m2 1 d d sin l l 1 0 sin d d sin 2 (2.18) 3. persamaan radial, untuk R 1 d 2 dR 2m l l 1 R0 r 2 E V 2 r dr dr r 2 (2.19) II.3 Potensial Coulomb dan Atom Hidrogen Atom hidrogen merupakan atom paling sederhana yang terdiri dari satu proton sebagai nukleus dan satu elektron yang mengitarinya. Persamaan Schrodinger untuk mendiskripsikan gerak elektron relatif terhadap proton sehingga energi potensial sistem adalah energi potensial elektron yang terikat pada inti. Karena elektron mengorbit inti pada kulit yang berbentuk bola maka fungsi gelombang dan tingkat-tingkat energi elektron ditentukan berdasarkan penyelesaian persamaan Schrodinger dengan koordinat bola. Hasil dari penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen dapat digunakan untuk menjelaskan teori atom menurut Bohr dan sebagai dasar teori atom secara umum. 6 Persaman Schrodinger untuk atom hidrogen tidak lain adalah persamaan Schrodinger untuk sebuah partikel yang berupa elektron yang bergerak dalam medan potensial Coulomb yang dihasilkan oleh gaya tarik-menarik antara elektron dengan inti, maka massa partikel tersebut sebenarnya merupakan massa sistem proton-elektron yang tereduksi, yaitu m me m p me m p (2.20) Karena m p =1836 m e , maka dalam penerapannya hanya massa elektron yang digunakan karena antara m dan me selisihnya sangat kecil. Untuk penyerdahanaan pembahasan, proton diasumsikan diam di pusat koordinat dan elektron bergerak mengelilinginya di bawah pengaruh medan atau gaya Coulomb. Karena proton dianggap diam, maka kontribusi energi sistem hanya diberikan oleh elektron yaitu energi kinetik Ek p2 2 2 2m e 2m (2.21) dan energi potensial sebuah elektron yang berjarak r dari inti V (r ) ke 2 r (2.22) Dengan demikian persamaan schrodinger untuk atom hidrogen dapat dituliskan sebagai 2 2 ke 2 (r ) E (r ) 2 m r 7 (2.23) Mengingat sistem atom hidrogen memiliki simetri bola, penyelesaian persamaan Schrodinger menjadi lebih sederhana bila oprator disajikan dalam koordinat bola, sehingga bentuk persamaan (2.23) dapat diubah ke dalam bentuk persamaan (2.16) dengan potensial seperti yang diberikan oleh persamaan (2.22). II.4 Bilangan Kuantum dan Masalah Degenerasi Persamaan Schrödinger yang diselesaikan dalam koordinat bola digunakan untuk potensial yang berada di bawah pengaruh gaya pusat. Potensial Coulomb merupakan salah satu contoh potensial dengan pengaruh gaya pusat. Tinjauan potensial ini mengarah pada analisis atom hidrogen. Solusi persamaan azimuth, polar, dan radial pada atom hidrogen masing-masing memberikan bilangan kuantum magnetik (m), bilangan kuantum orbital (l), dan bilangan kuantum utama (n). Kombinasi ketiga bilangan kuantum tersebut mendefinisikan satu keadaan dari atom hidrogen. Solusi persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen sesuai dengan model Bohr. En me 4 1 32 n 2 2 2 0 2 (2.24) Nilai energi ini hanya tergantung pada bilangan kuantum n, tidak pada l dan m. Nilai-nilai bilangan kuantum l dan m dibatasi oleh nilai n. Adapun harga yang diizinkan untuk ketiga bilangan kuantum tersebut adalah: 1. Bilangan kuantum utama; n = 1, 2, 3, …… 2. Bilangan kuantum orbital; l = 0, 1, 2, ……., (n-1) 3. Bilangan kuantum magnetik; m= 0, ±1, ±2, ….., ±l 8 Untuk keadaan dasar; n = 1, memiliki bilangan kuantum (1, 0, 0). Untuk n = 2, himpunan bilangan kuantum yang mungkin untuk tingkat ini adalah (2, 0, 0), (2, 1, 1), (2, 1, 0), dan (2, 1, -1). Semua keadaan ini memiliki n = 2, karena itu energi yang dimiliki sama, karena energi hanya bergantung pada n. Keadaan ini dikenal sebagai degenerasi, yaitu keadaan untuk beberapa fungsi yang berbeda tetapi mempunyai energi yang sama. Degenerasi pada umumnya terjadi pada sistem dengan dua atau lebih bilangan kuantum. Gabungan bilangan kuantum berbeda seringkali dapat memberikan nilai energi yang sama. Jumlah bilangan kuantum berbeda yang diperlukan oleh sebuah sistem dalam fisika sama dengan jumlah dimensi dalam permasalahan yang dibahas. Untuk kasus tiga dimensi seperti pada koordinat bola, memerlukan tiga bilangan kuantum. Permasalahan degenerasi ini penting dalam pembahasan struktur dan sifat-sifat atom.(1,4,5,) II.5 Persamaan Diferensial Legendre Persamaan diferensial Legendre muncul pada solusi persamaan diferensial parsial dalam sistem koordinat bola. Penerapannnya mencakup bidang mekanika kuantum, teori medan, dan termodinamika. Persamaan diferensial Legendre berbentuk: (1 x 2 ) y " 2 xy ' l (l 1) y 0 (2.25) Penyelesaian persamaan (2.25) berbentuk polinomial yang dikenal sebagai polinimial Legendre. Salah satu cara untuk memperolehnya dengan metode deret. 9 Bentuk penyelesaian secara umum adalah:(6) (Lampiran A) ( ) ∑ ( ) ( ( ) )( ) (2.26) Persamaan (2.26) disebut solusi untuk persamaan diferensial Legendre. Persamaan diferensial yang erat kaitannya dengan persamaan diferensial Legendre adalah: m2 (1 x 2 ) y " 2 xy ' l (l 1) y 0 1 x2 (2.27) d m2 2 dy ( 1 x ) l ( l 1 ) y 0 dx dx 1 x2 (2.28) atau Tampak bahwa persamaan (2.28) identik dengan persamaan diferensial Legendre, perbedaan terletak pada hadirnya faktor ⁄( ) . Persamaan (2.28) disebut dengan persamaan diferensial sekawan atau asosiasi. Solusinya berbentuk: y (1 x ) 2 m/2 dm Pn ( x) Pnm ( x) m dx (2.29) Persamaan Legendre asosiasi dikenal dalam pernyataan variabel bebas sudut θ. Hal ini dimungkinkan dengan mensubtitusi x = cos θ sehingga persamaan (2.28) dapat ditulis ulang dengan:(7) 1 d dy m2 sin l ( l 1 ) y 0 sin d d sin 2 10 (2.30) II.6 Persamaan Difrensial Laguerre Selain persamaan diferensial Legendre, persamaan difrensial Laguerre juga digunakan untuk penyelesaian persamaan diferensial dalam koordinat bola. Bentuk persamaan diferensial Laguerre dapat dituliskan: x d2y dy 1 x ny 0 2 dx dx (2.31) di mana n merupakan suatu parameter yang belum terperinci untuk sementara. Tampak bahwa persamaan diferensial ini mempunyai dua titik singular, yakni pada x = 0, dan x = 1. Solusi dari persamaan (2.28) dapat dituliskan menurut sajian nn 1 2 r nn 1 n r 1 r y C 0 1 nx x 1 x 2 2 2! r! (2.32) untuk C0 = n! Maka 2 2 n n 2 n 1 n 2 n 12 n 2 n 2 n 1 n 2 n 3 Ln x 1 x x x x (2.33) 1! 2! 3! n Persamaan (2.33) ini dikenal sebagai Polinomial Laguerre, yang setara dengan: Ln x e x d n n x x e dx n (2.34) Pada kenyataannya bukan persamaan diferensial Laguerre yang mempunyai terapan langsung melainkan persamaan diferensial Laguerre terasosiasi, yakni : x d2y dy k 1 x k 2 1 y 0 2 n dx 2 4 4 x dx 2 11 (2.35) persamaan (2.35) dapat disusutkan menjadi x d 2Z dZ k 1 x n k Z 0 2 dx dx (2.36) dengan faktor transformasi y e x / 2 x k 1 / 2 Z ( x) untuk nilai k = 0 maka persamaan (2.36) menjadi persamaan (2.31). Solusi persamaan (2.36) adalah Lkn x dk Ln x dx k (2.37) di mana Ln(x) adalah polinomial Laguerre. Jadi dengan menghubungkan persamaan (2.37) dengan transformasi sebelumnya maka solusi persamaan (2.35) adalah (lampiran B) y e x / 2 x k 1 / 2 Lkn ( x) (2.38) persamaan (2.37) dan (2.38) berturut-turut dikenal dengan nama polinomial Laguerre sekawan dan fungsi Laguerre sekawan.(6) II.7 Probabilitas Fungsi Gelombang Agar mempunyai arti fisis, fungsi gelombang ψ(x) hasil solusi persamaan Schrödinger harus memenuhi beberapa persyaratan yakni : Fungsi gelombang ψ(x), harus kontinyu begitu pula dengan turunan fungsi gelombang terhadap posisi dψ/dx. Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak, berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan partikel. Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya. 12 Untuk kasus satu dimensi, fungsi gelombang harus memenuhi * dx 1 yang berarti partikel harus berada di suatu tempat. Fungsi ini dikatakan sebagai fungsi gelombang ternormalisasi.(5) 13 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Perumusan Hamiltonian Sistem Hamiltonian sistem yang bergerak dalam ruang tiga dimensi di bawah pengaruh potensial pusat V(r) diberikan oleh persamaan : 2 2 H V x 2m x 2 (3.1) Potensial sistem adalah energi potensial Coulomb yang diberikan oleh persamaan V r ke 2 r (3.1) dengan k adalah konstanta dielektrikum dan e adalah muatan elektron. Karena potensial V merupakan fungsi dari r dan sistem bergerak di bawah pengaruh potensial pusat maka persamaan Schrödinger dinyatakan dalam koordinat bola. 1 2 1 1 2 2m E V 0 r sin r 2 sin 2 2 2 r 2 r r r 2 sin (3.3a) 1 2 1 1 2 2m ke 2 0 (3.3b) r sin E r 2 sin 2 2 2 r r 2 r r r 2 sin 14 III.2 Pemisahan Variabel Persamaan (3.3b) dapat dipisahkan menjadi tiga persamaan yang bebas sesuai dengan lampiran C, masing-masing hanya mengandung satu koordinat saja. 1. persamaan azimuth, untuk Φ d 2 m2 0 d 2 (3.34) 2. persamaan polar, untuk Θ m2 1 d d sin l l 1 0 sin d d sin 2 (3.35) 3. persamaan radial, untuk R 1 d 2 dR 2m l l 1 R0 r 2 E V 2 r dr dr r 2 (3.36) III.3 Solusi Fungsi Eigen dan Nilai Eigen Solusi yang didapatkan untuk tiap persamaan azimuth, polar, dan radial adalah fungsi eigen untuk potensial Coulomb. Karena suku potensial hanya muncul pada persamaan radial, maka nilai eigen dapat dihitung dari persamaan radial. III.4 Plot Grafik Fungsi Solusi eigen ditampilkan dalam bentuk grafik dengan bantuan software Maple berupa rapat probabilitas radial. 15 III.5 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Perumusan Hamiltonian Sistem Persamaan Schrodinger 3D dalam koordinat bola Persamaan Azimuth, Persamaan Polar, Persamaan Polar Solusi Eigen dan Grafik Pembahasan Selesai 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hamiltonian Sistem Hamiltonian sistem untuk potensial gravitasi, V(r)= − diberikan oleh 1 2 U 1 U 1 2U 2m ke 2 U 0 r sin E r 2 sin 2 2 2 r r 2 r r r 2 sin (4.1) IV. 2 Separasi Variabel Persamaan (4.1) dapat dipisahkan menjadi tiga persamaan yang bebas, masingmasing hanya mengandung satu koordinat saja. 1. persamaan azimuth, untuk Φ d 2 m2 0 d 2 2. persamaan polar, untuk Θ m2 1 d d sin l l 1 0 sin d d sin 2 3. persamaan radial, untuk R 1 d 2 dR 2me ke 2 l l 1 r E R 0 r r 2 dr dr 2 r2 17 IV.3 Solusi untuk Persamaan Azimuth d 2 m2 0 2 d Persamaan ini adalah PD orde 2 dengan solusi: Aexpim (4.2) dengan keunikan untuk setiapharga yaitu ( ) ( 2 ) , sehingga tampak bahwa bersifat ( ) periodik. Kondisi ini hanya terpenuhi jika m adalah bilangan bulat m 0,1,2,3,.......... (4.3) Tetapan A pada persamaan (4.2) dapat dihitung dengan menggunakan syarat normalisasi fungsi gelombang. 2 Ae * in Ae in d 1 0 2 A 2 d = A 2 1 2 0 A 1 2 sehingga solusi lengkap untuk persamaan azimuth adalah ml 1 exp im 2 18 (4.4) IV.4 Solusi Untuk Persamaan Polar m2 1 d d sin l l 1 0 sin d d sin 2 Dengan mensubtitusi x = cos maka: x = cos dx = - sin d =- Persamaan awal menjadi : m2 d d 2 sin l l 1 0 dx dx 1 x 2 m2 d 2 d 1 x l l 1 0 dx dx 1 x 2 2 m2 d 2 d 2x 1 x l l 1 0 dx dx 2 1 x 2 m2 d 2 x l l 1 0 dx dx 2 1 x 2 1 x d 2 2 Persamaan terakhir ini adalah PD Legendre Terasosiasi atau PD Legendre Sekawan. Solusinya adalah dengan meninjau solusi PD Legendre dan memasukkan ke dalamnya dinyatakan dalam Pl(x). Bentuk Persamaan Diferensial Legendre: d 2x l l 1 0 2 dx dx 1 x d 2 2 Jika persamaan diatas dideferensialkan m kali dengan menggunakan “aturan Leibniz” (lampiran D) maka : 19 ( ) ( ( Namakan ( )+ * ( ( )) ( ( ( ( ( )) ( ) ) ( )] [ ) ) ( )=( )( ( )) ( ( )) ) ) ( ( ( ) ) )( ) Substitusikan ke persamaan selanjutnya maka : ( ( ( ) *( ( )( ) *( ) ) ) ( ( + )( ) ) + ))( ( ) Karena semua suku mengandung faktor (1-x2)-m/2sehingga dapat dilenyapkan 1 x 2 '' 2mx ' m mm 2 x 2 1 x2 2 2 1 x2 1 x2 1 x mx 2 xm 1 ' 1 x2 2 1 x 1 x 2 1 x 2 " " 2mx ' m " 1 x " 1 x " 2 2 m 2 m 2 2 ll 1 mm 1 1 x mm 2x 2 1 x 2 2 2 xm 1 " m 2 . 0 2 x 2 mm 1 ll 1 mm 1. 0 1 x2 x 2 mm 2 2 x 2 mm 1 2mx ' 2mx ' 2 x ' m ll 1 mm 1 0 1 x2 1 x 2 x2m2 2 x ' m m 2 m ll 1 0 2 1 x m2 1 x2 x2m2 2 x ' l l 1 0 1 x2 1 x2 m2 2 x ' ll 1 0 2 1 x 20 Persamaan terakhir ini tidak lain adalah bentuk dari PD Legendre terasosiasi dengan solusi berbentuk 1 x 2 2 m dm Pl x Pl m x dx m Solusi untuk persamaan polar untuk x = cos θ adalah lm A Pl m cos (4.5) A adalah konstanta normalisasi yang dapat dihitung dengan rumus 1 A A Pl m cos Pl 'm cos sin d ' * 0 2 l m ! P cos P cos sin d 2l 1 l m! m' m l l ' 0 2l 1 l m ! A 2 l m ! maka solusi lengkap untuk persamaan polar diberikan oleh: 2l 1 l m ! m lm Pl cos 2 l m ! (4.6) dengan Pl m adalah fungsi Legendre terasosiasi yang didefinisikan sebagai Pl m x 1 x 2 m 2 m d Pl x dx (4.7) dan Pl (x) adalah polinomial Legendre ke-l yang didefinisikan oleh formula Rodrigues Pl x l l 1 d 2 x 1 l 2 l! dx 21 (4.8) IV.5 Solusi Untuk Persamaan Radial Selanjutnya untuk menyelesaikan bagian radial, ditinjau persamaan (3.6) : 1 d 2 dR 2m r r 2 dr dr 2 ke 2 l l 1 E R 0 2 r r Misalkan 8m | E | r; 2 d dr 1/ 2 d 1 d d dr 2ke 2 m 8 | E | 1/ 2 Subtitusi ungkapan-ungkapan di atas ke dalam persamaan awal (radial) dengan pembahasan dibatasi pada keadaan terikat yaitu keadaan dengan energi negatif E = -|E| maka bentuk persamaan radial menjadi 1 d 2 R 2 dR l l 1 R R 0 2 2 d d 4 (4.9) Untuk daerah tak terhingga maka persamaan (4.9) menjadi: d 2R 1 R0 d 2 4 dengan solusi R( ) e p / 2 . Penyelesaian lengkap diandaikan mempunyai ungkapan sebagai R ( ) G ( )e p / 2 22 R G e p / 2 1 R ' G ' e p / 2 G e / 2 2 1 1 1 R" G " e p / 2 G ' e / 2 G ' e / 2 G e / 2 2 2 4 yang jika dimasukkan ke dalam persamaan (4.9)maka didapakan bentuk 1 d 2 G dG 1 2 dG 1 l l 1 G G G 4 G 0 d 2 d 2 d 4 2 atau d 2 G 2 dG 1 l l 1 1 G 0 d 2 d 2 (4.10) Pesamaan (4.10) mempunyai singularitas di 0 sehingga solusinya dapat diungkapkan dalam bentuk deret sebagai G ( ) s C s s v Penyisipan kembali ke ke dalam persamaan (4.10) maka didapatkan hasil: s vs v 1C s sv2 s s vs v 1C s 2 1 l l 1 s v 1s v Cs s v 1 2 Cs 0 s v2 2s v Cs s v 2 s v Cs s v 1 1Cs s v 1 l l 1Cs s v 2 0 s s vs v 1 2s v l l 1C sv2 s 1 s v Cs s v 1 0 s dengan melakukan perubahan terhadap indeks s agar semua suku mempunyai pangkat yang sama didapatkan: s v s v 1 l l 1C s s v C s1 0 Karena Cs-1 = 0, didapatkan persamaan indisial dengan mengambil s = 0 vv 1 l l 1C 0 0 23 (4.11) Karena C0 ≠ 0, maka diperoleh akar-akar bagi v sebagai: v1 l v2 l 1 akar kedua menjadi tak hingga pada 0 yang berarti tak tentu sehingga dipilih penyelesaian v1 l yang membuat persamaan (4.11) menjadi: s l s l 1 l l 1C s s l C s 1 s l 1s l 2 l l 1C s 1 s l 1 C s C s 1 s l 1 C s l 1s l 2 l l 1 s (4.12) dan penyelesaian yang bersangkutan bagi G diberikan oleh: G l C s s (4.13) s Perbandingan antara dua koefisien berurutan pada persamaan (4.12) untuk s C s 1 1 Cs s Perbandingan antara dua suku yang berurutan ditentukan oleh G s 1 Gs s yang setara dengan bentuk asimtotik bagi G l e sehingga R l e p / 2 Jelas ini ditolak sebagai solusi yang sesuai, kecuali jika deret G putus menjadi suatu polinomial pada suatu suku tertentu. 24 Misalkan s = N pada persamaan (4.12) maka N l 1 di mana N = 0,1,2,... maka segera ditandai N l 1 n sehingga menurut pemisalan awal untuk nilai λ didapatkan hubungan n 2ke 2 m n 8 | E | m ke 2 n 2 E 2 1/ 2 2 nilai energi E kemudian dapat dihitung dari hubungan di atas, diberikan oleh 2 1 k E n me 4 2 n (4.14) dengan k adalah konstanta dielektrikum, ħ adalah tetapan Dirac, m adalah massa elektron, dan e adalah muatan elektron Penyelesaian untuk persamaan radial (nilai R) akan dicari untuk melengkapi solusi persamaan polar dan persamaan azimuth. Dari persamaan (4.13) maka solusi persamaan (4.10) dapat diandaikan mempunyai bentuk G l Z ( ) turunan pertama dan kedua berturut-turut G ' l l G" Z ( ) l .Z ' l 2 l 2 Z ( ) l l 2 Z ( ) 2 25 l l Z ' l Z " dengan memasukkan ke dalam persamaan (4.10) didapatkan 1 l l 1 l 2 l l l 2 l l l l l ' l " l ' Z ( ) Z ( ) 2 Z Z 2 Z ( ) 0 1 Z ( ) .Z 2 2 sederhanakan persamaan yang berada dalam kurung 2 l Z l lZ 2 l Z ' l ' 2 l l l ' 1 Z ( ) . Z Z 2 dan 1 l l 1 l n 1 l Z l l 1 L Z 2 Z ( ) 2 Penyederhanaan dimasukkan ke dalam persamaan awal kemudian pisahkan masing-masing suku Z , Z , dan Z suku Z : l Z " ( ) 2 2l suku Z : l 1 Z ' ( ) n 1 l l 1 2l l l2 l suku Z: l Z ( ) 2 2 2 2 tiap suku dikalikan dengan faktor maka didapatkan persamaan l d 2Z dZ 2 2l 1 n l 1Z 0 d d (4.15) persamaan (4.15) ini tidak lain adalah persamaan differensial Laguerre terasosiasi, yang mempunyai bentuk umum d 2L dL q 1 p qL 0 2 d d yang tidak lain merupakan bentuk lain dari persamaan (2.29) 26 (4.16) dari persamaan (4.15) dan (4.16) didapatkan hubungan: 2l 1 q 1 q 2l 1 n l 1 p q p n l maka solusi untuk persamaan (4.15) adalah: Z p L2nll1 Z Lqp di mana Lqp p dq p d L dan p e masing-masing adalah L e p p d q d p fungsi Laguerre terasosiasi dan fungsi Laguerre. Penyelesaian untuk R e p / 2G e p / 2 . l Z .Solusi lengkap diberikan oleh Rnl N nl l e / 2 L2nll1 (4.17) dengan N n adalah konstanta normalisasi N n 2 na 0 3 n 1! 3 2nn l ! 1/ 2 (4.18) 2 di mana a 0 1 , adalah jari-jari Bohr. Solusi lengkap untuk persamaan mk e radial adalah: 2 Rnl na 0 dengan 1/ 2 3 n 1! 3 2nn l ! 2r na0 27 l e / 2 L2nll1 (4.19) IV.6 Fungsi Gelombang dan Nilai Eigen Fungsi gelombang untuk potensial Coulomb nlm r , , R nl r lm m (4.20) di mana 2 Rnl na 0 1/ 2 3 n 1! 3 2nn l ! lm l e / 2 L2nll1 2l 1 l m ! m Pl cos 2 l m ! m 1 exp im 2 Nilai eigen didapat dari persamaan (4.14) 2 1 k E n me 4 2 n dengan k adalah konstanta dielektrikum, m adalah massa elektron, ħ adalah tetapan Dirac, dan e adalah muatan elektron. 28 n l m 1 0 0 2 0 0 1 2 1 1 2 1 0 1 2 6 cos 2 2 1 ±1 1 i e 2 3 sin 2 1 3 3 3 3 1 1 2 2 0 0 ±1 0 ±1 a0 1 2 a0 r r / 2 a0 e 2 3/ 2 a0 2 2a0 1 r r / 2 a0 e 3/ 2 2 6a 0 a 0 1 2 6a 0 3/ 2 r r / 2 a0 e a0 2 2 27 18 r 2 r 2 e r / 3a0 a0 a0 2 81 3a0 1 2 6 cos 2 r r 6 e r / 3a0 3/ 2 a0 a0 81 6a0 1 i e 2 3 sin 2 1 2 10 3 cos 2 1 4 1 i e 2 15 sin cos 2 1 di mana a 0 mk e 3/ 2 4 4 81 6a0 3/ 2 r r 6 e r / 3a0 a0 a0 r2 4 81 30 a0 3/ 2 a0 2 r2 4 81 30 a0 r , , 1 e r / a0 3/ 2 1 2 1 0 2 2 2 3 Rr 3/ 2 a0 2 e r / 3 a0 e r / 3 a0 2 Tabel IV.1 Fungsi Gelombang Untuk Potensial Couloumb 29 3/ 2 e r / a0 r r / 2 a0 e 2 3/ 2 a0 4 2 a0 1 r r / 2 a0 e cos 3/ 2 4 2 a 0 a 0 1 1 8 a0 3/ 2 r r / 2 a0 e sine i a0 1 81 3 a0 3/ 2 2 81 a0 3/ 2 1 81 a0 3/ 2 r r 6 e r / 3a0 cos a0 a0 r r 6 e r / 3a0 sine i a0 a0 r2 1 81 6 a0 3/ 2 a0 r2 1 81 a0 2 27 18 r 2 r 2 e r / 3a0 a0 a0 3/ 2 a0 2 2 e r / 3a0 3 cos 2 1 e r / 3a0 sin cose i IV.7 Tiga Bilangan Kuantum Solusi eigen dari potensial menunjukkan tiga bilangan kuantum yang dihasilkan dari solusi persamaan azimuth, polar, dan radial. Pada atom hidrogen bilangan kuantum ini disebut dengan bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum orbital (l), dan bilangan kuantum magnetik (m) Berdasarkan solusi dari persamaan azimuth maka nilai untuk bilangan kuantum magnetik (m) m 0,1,2,3,.......... Bilangan kuantum magnetik ini berhubungan pula dengan solusi persamaan polar yang bentuknya sesuai dengan persamaan Legendre terasosiasi. Dengan meninjau ulang persamaan (4.7) dan (4.8) Pl m x 1 x 2 m/2 m d Pl x dx l l 1 d Pl x l x 2 1 2 l! dx Tampak bahwa persamaan (4.8) hanya terpenuhi jika nilai l adalah bilangan bulat positif. Dari persamaan (4.7) operator diferensial m beroperasi pada x l sehingga nilai m harus lebih kecil dari l karena jika sebaliknya maka persamaan (4.7) akan bernilai nol. Sehingga ungkapan untuk m menjadi: m 0,1,2,3,.......... l 30 (4.21) Solusi nilai eigen dari persamaan (4.14) 2 1 k E n me 4 2 n dengan nilai n 1,2,3,......... (4.22) sedangkan dari solusi persamaan radial nilai l ≤ n-1 atau l 0,1,2,3,.........n 1 (4.23) IV.8 Degenerasi Degenerasi yaitu keadaan untuk beberapa fungsi yang berbeda tetapi mempunyai energi yang sama. Berdasarkan tabel (IV.1) untuk nilai n = 2 himpunan bilangan kuantum yang mungkin bagi tingkat ini adalah (2, 0, 0), (2, 1, 1), (2, 1, 0), dan (2, 1, -1). Semua keadaan ini memiliki n = 2, dan karena itu semuanya memiliki energi yang sama, karena energi hanya bergantung pada n. Oleh karena itu semua keadaan ini terdegenerasi. Untuk nilai n = 2 ini dikatakan terdegenerasi rangkap empat. Selanjutnya untuk nilai n= 3 maka ada sembilan kemungkinan himpunan bilangan kuantum yang dapat terbentuk dari keadaan ini. Karena itu tingkat n = 3 terdegenerasi rangkap sembilan. Secara umum dapat dikatakan tingkat ke –n terdegenerasi rangkap n2. 31 IV.9 Plot Rapat Probabilitas Radial Persamaan untuk rapat probabilitas radial adalah Pr r 2 Rn ,l r 2 (4.24) dengan nilai Rn,l telah ditentukan pada tabel IV.1. Berdasarkan tabel tersebut maka nilai rapat probabilitas radial dapat ditentukan pada tabel di bawah ini. l n 1 2 0 0 P(r) r2 4 a0 3 e 2 r / a0 1 r 2 r 3 a0 8a 0 1 r4 e r / a0 5 24a0 2 2 1 3 0 3 1 2 r / a0 e 2 4 r 2 r r 2 2 r / 3a0 27 18 2 e 2 19683 a0 3 a0 a0 8 r4 19683 a0 5 r 6 a0 2 2 r / 3 a0 e Tabel IV.2 Rapat Probabilitas Radial Untuk Lima Keadaan Awal 32 Berdasarkan tabel IV.2 maka plot rapat probabilitas radial untuk tiga keadaan awal dapat ditunjukkan seperti pada lampiran H dengan sumbu Y menyatakan P(r) atau peluang untuk menemukan elektron sedangkan sumbu X menyatakan r atau posisi pada skala a0 (jari-jari Bohr) 33 BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Persamaan Schrodinger untuk potensial Coulomb diselesaikan dengan menggunakan koordinat bola karena potensial berada di bawah pengaruh gaya pusat. Persamaan terpecah menjadi tiga bagian, yaitu : 1. persamaan azimuth, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial orde dua. 2. persamaan polar, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial Legendre sekawan. 3. persamaan radial, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial Laguerre sekawan. Fungsi gelombang ternormalisasi dan nilai eigen masing-masing ditunjukkan pada persamaan (4.20) dan (4.14). Adapun plot rapat probabilitas radial untuk tiga keadaan awal tampak pada lampiran H. V.2 Saran Adapun saran untuk penelitian selanjutnyaadalah : 1. Penelitian berikutnya dapat dilanjutkan untuk solusi secaranumerik. 2. Solusi analitik untuk bentuk potensial lain. 34 DAFTAR PUSTAKA 1. Krane. K,. 1992. Fisika Modern. Universitas Indonesia : Jakarta. 2. Renreng. A,. 2010. Asas-Asas Fisika Matematis dan Teoritis. LPTMK : Gowa 3. Tjia, M.O. 1999. Mekanika Kuantum. ITB : Bandung 4. Beiser. A. 1995. Concepts of Modern Physics - 6th Ed. McGraw-Hill : New York. 5. Purwanto.A,. 1996. Fisika Kuantum. Citra Media : Surabaya. 6. Renreng.A,. 1987. Asas-Asas Metode Matematika Dalam Fisika. Angkasa: Bandung 7. Kreyszig. E. 1988. AdvancedEnginering Mathematics(6th). John Wiley and Sons : New York 35