BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pandangan terhadap

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Pandangan terhadap ilmu fisika mulai berubah sejak peristiwa bencana ultraungu
yang melahirkan hipotesis Planck, kemudian dilanjutkan oleh teori kuantum
cahaya yang dipublikasikan oleh Einstein dan percobaan Efek Compton. Era ini
kemudian ditandai dengan lahirnya fisika kuantum.
Teori kuantum kemudian berkembang seiring dengan formulasi matriks
Heisenberg dan mekanika gelombang yang digagas oleh Schrödinger. Gagasan
Schrödinger ini kemudian terkenal dengan nama persamaan Schrödinger.
Persamaan Schrödinger merupakan topik
yang sangat penting dalam teori
kuantum. Aplikasinya bahkan dapat terlihat langsung pada fisika atom, nuklir, dan
zat padat. Persamaan ini tidak dapat diturunkan dari salah satu persamaan dalam
fisika klasik. Persamaan Schrödinger dipostulatkan adanya dan kebenarannya
diuji kesesuaiannya dengan hasil-hasil eksperimen.(1)
Penerapan persamaan Schrödinger dapat dijumpai pada solusi gerak partikel
dalam sebuah potensial seperti sumur potensial, tanggul potensial, dan osilator
harmonik. Peluruhan alfa, dioda tunel, dan inversi amoniak adalah beberapa
aplikasi persamaan Schrödinger pada tanggul potensial yang dikenal sebagai efek
terobosan.(1)
1
Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan persamaan Schrödinger kemudian
diapalikasikan untuk menentukan nilai eigen dan fungsi gelombang atom
hidrogen pada potensial Coulomb. Berbeda dengan potensial sumur dan osilator
harmonik, gerak elektron dalam mengelilingi atom pada potensial Coulomb
berada di bawah pengaruh gaya pusat sehingga penurunan persamaan Schrödinger
diselesaikan dalam koordinat bola tiga dimensi. Solusi nilai eigen dari persamaan
Schrödingerternyata sesuai denga apa yang dihitung oleh Niels Bohr beberapa
tahun sebelumnya.
I.2. Ruang Lingkup
Fokus penelitian ini adalah menurunkan solusi persamaan Schrödinger untuk
potensial Coulomb secara terperinci. Solusi berupa fungsi eigen (ψ) dan nilai
eigen (En). Pengaruh gaya pusat membuat tinjauan mencakup persamaan
Schrödinger tiga dimensi dalam koordinat bola. Grafik rapat probabilitas radial
diplot menggunakan software Maple.
I.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
1. Menyelesaikan persamaan Schrödinger secara analitik bentuk potensial
Coulomb
2. Membuat grafik untuk rapat probabilitas radial.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Persamaan Schrödinger
Sajian persamaan Schrödinger bergantung waktu adalah :

 2  2 ( x, t )
i  ( x, t )  
 V ( x, t ) ( x, t )
t
2m x 2
(2.1)
Dasar perumusan dari persamaan (2.1) di atas dimulai dari tinjauan terhadap
gelombang datar satu dimensi yang merambat ke arah x
 ( x, t )  Ae i kx t   Ae i  px Et  / 
(2.2)
diferensial satu kali terhadap t, maka diperoleh

E
 ( x, t )  i  ( x, t )
t

(2.3)
selanjutnya jika persamaan (2.2) diturunkan dua kali terhadap x akan
menghasilkan
2
p2



x
,
t


  x, t 
x 2
2
(2.4)
dari uraian persamaan (2.3) dan (2.4) maka didapat hubungan

t

p  i 
x
E  i
(2.5)
Untuk partikel bebas berlaku hubungan klasik
p2
E
2m
3
(2.6)
Partikel bebas yang bergerak sepanjang sumbu x akan memenuhi persamaan
H ( x, t )  E ( x, t )
(2.7)
dengan operator observabel energi E diungkapkan oleh operator Hamiltonian H
p2
2 2
H

2m
2m x 2
(2.8)
Dengan memasukkan energi potensial interaksi, sajian Hamiltonian sistem
diberikan oleh:
2 2
H 
 V x 
2m x 2
(2.9)
akhirnya dengan menggabungkan persamaan (2.5), (2,7), dan (2,9) maka akan
didapatkan persamaan (2.1) yang merupakan persamaan Schrödinger bergantung
waktu.(2)
Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal akan berkaitan dengan energi
potensial, yaitu besaran yang merupakan fungsi posisi dan tidak merupakan
fungsiwaktu. Untuk kasus energi potensial (V) tidak bergantung pada waktu (t)
secara eksplisit maka dapat dituliskan V = V(x). Dengan pemisahan variabel
yakni:
 ( x, t ) U ( x)T (t )
(2.10)
maka persamaan Schrödinger dapat dijabarkan dalam dua bentuk persamaan,
yakni :

 2 d 2U ( x)
 V ( x)U ( x)EU ( x)
2m dx 2
4
(2.11)
dan
i
dT
 ET (t ) (2.12)
dt
Solusi persamaan(2.12) berbentuk T (t ) e

iEt

sehingga fungsi eigen persamaan (2.10) adalah (2)
 ( x, t )  U ( x)e

iEt

(2.13)
Dan persamaan (2.11) menjadi :
d 2U 2m
 2 E  V U  0
dx 2

(2.14)
Yang merupakan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu.
Dalam koordinat Cartesian dapat ditulis sebagai :(3)
 2U  2U  2U 2m
 2  2  2 E  V U  0
x 2
y
z

(2.15)
Harga energi E agar persamaan Schrödinger tidak bergantung waktu dapat
diselesaikan disebut harga eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian U
disebut fungsi eigen.(4)
II.2 Persamaan SchrödingerUntuk Koordinat Bola
Dalam beberapa persoalan, khususnya fisika atom, kadang dijumpai pemecahan
yang rumit untuk penggunaan koordinat Cartesian sehingga penggunaan koordinat
bola menjadi penting dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Dalam koordinat bola maka persamaan (2.15) menjadi:
1   2 U 
1
 
U 
1
 2U 2m
E  V U  0
r

sin







r  r 2 sin   
  r 2 sin 2   2  2
r 2 r 
5
(2.16)
dengan U → U (r, θ,  )
Dengan separasi variabel U (r, θ,  ) = R(r) Θ(θ) Φ(  ), persamaan (2.16) dapat
ditulis menjadi: (4)
1. persamaan azimuth, untuk Φ
d 2
 m2  0
2
d
(2.17)
2. persamaan polar, untuk Θ
m2 
1 d 
d  
 sin 
  l l  1 
  0
sin  d 
d  
sin 2  
(2.18)
3. persamaan radial, untuk R
1 d  2 dR   2m
l l  1 
R0
r
   2 E  V  
2
r dr  dr   
r 2 
(2.19)
II.3 Potensial Coulomb dan Atom Hidrogen
Atom hidrogen merupakan atom paling sederhana yang terdiri dari satu proton
sebagai nukleus dan satu elektron yang mengitarinya. Persamaan Schrodinger
untuk mendiskripsikan gerak elektron relatif terhadap proton sehingga energi
potensial sistem adalah energi potensial elektron yang terikat pada inti. Karena
elektron mengorbit inti pada kulit yang berbentuk bola maka fungsi gelombang
dan tingkat-tingkat energi elektron ditentukan berdasarkan penyelesaian
persamaan Schrodinger dengan koordinat bola. Hasil dari penyelesaian persamaan
Schrodinger untuk atom hidrogen dapat digunakan untuk menjelaskan teori atom
menurut Bohr dan sebagai dasar teori atom secara umum.
6
Persaman Schrodinger untuk atom hidrogen
tidak lain adalah persamaan
Schrodinger untuk sebuah partikel yang berupa elektron yang bergerak dalam
medan potensial Coulomb yang dihasilkan oleh gaya tarik-menarik antara elektron
dengan inti, maka massa partikel tersebut sebenarnya merupakan massa sistem
proton-elektron yang tereduksi, yaitu
m
me  m p
me m p
(2.20)
Karena m p =1836 m e , maka dalam penerapannya hanya massa elektron yang
digunakan karena antara m dan me selisihnya sangat kecil. Untuk penyerdahanaan
pembahasan, proton diasumsikan diam di pusat koordinat dan elektron bergerak
mengelilinginya di bawah pengaruh medan atau gaya Coulomb.
Karena proton dianggap diam, maka kontribusi energi sistem hanya diberikan oleh
elektron yaitu energi kinetik
Ek 
p2
2 2


2m e
2m
(2.21)
dan energi potensial sebuah elektron yang berjarak r dari inti
V (r )  
ke 2
r
(2.22)
Dengan demikian persamaan schrodinger untuk atom hidrogen dapat dituliskan
sebagai
  2 2 ke 2 
 
 (r )  E (r )
 
2
m
r


7
(2.23)
Mengingat sistem atom hidrogen memiliki simetri bola, penyelesaian persamaan
Schrodinger menjadi lebih sederhana bila oprator disajikan dalam koordinat bola,
sehingga bentuk persamaan (2.23) dapat diubah ke dalam bentuk persamaan
(2.16) dengan potensial seperti yang diberikan oleh persamaan (2.22).
II.4 Bilangan Kuantum dan Masalah Degenerasi
Persamaan Schrödinger yang diselesaikan dalam koordinat bola digunakan untuk
potensial yang berada di bawah pengaruh gaya pusat. Potensial Coulomb
merupakan salah satu contoh potensial dengan pengaruh gaya pusat. Tinjauan
potensial ini mengarah pada analisis atom hidrogen.
Solusi persamaan azimuth, polar, dan radial pada atom hidrogen masing-masing
memberikan bilangan kuantum magnetik (m), bilangan kuantum orbital (l), dan
bilangan kuantum utama (n). Kombinasi ketiga bilangan kuantum tersebut
mendefinisikan satu keadaan dari atom hidrogen.
Solusi persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen sesuai dengan model Bohr.
En  
me 4
1
32   n 2
2
2
0
2
(2.24)
Nilai energi ini hanya tergantung pada bilangan kuantum n, tidak pada l dan m.
Nilai-nilai bilangan kuantum l dan m dibatasi oleh nilai n. Adapun harga yang
diizinkan untuk ketiga bilangan kuantum tersebut adalah:
1. Bilangan kuantum utama;
n = 1, 2, 3, ……
2. Bilangan kuantum orbital;
l = 0, 1, 2, ……., (n-1)
3. Bilangan kuantum magnetik; m= 0, ±1, ±2, ….., ±l
8
Untuk keadaan dasar; n = 1, memiliki bilangan kuantum (1, 0, 0). Untuk n = 2,
himpunan bilangan kuantum yang mungkin untuk tingkat ini adalah (2, 0, 0), (2,
1, 1), (2, 1, 0), dan (2, 1, -1). Semua keadaan ini memiliki n = 2, karena itu energi
yang dimiliki sama, karena energi hanya bergantung pada n. Keadaan ini dikenal
sebagai degenerasi, yaitu keadaan untuk beberapa fungsi yang berbeda tetapi
mempunyai energi yang sama.
Degenerasi pada umumnya terjadi pada sistem dengan dua atau lebih bilangan
kuantum. Gabungan bilangan kuantum berbeda seringkali dapat memberikan nilai
energi yang sama. Jumlah bilangan kuantum berbeda yang diperlukan oleh sebuah
sistem dalam fisika sama dengan jumlah dimensi dalam permasalahan yang
dibahas. Untuk kasus tiga dimensi seperti pada koordinat bola, memerlukan tiga
bilangan kuantum. Permasalahan degenerasi ini penting dalam pembahasan
struktur dan sifat-sifat atom.(1,4,5,)
II.5 Persamaan Diferensial Legendre
Persamaan diferensial Legendre muncul pada solusi persamaan diferensial parsial
dalam sistem koordinat bola. Penerapannnya mencakup bidang mekanika
kuantum, teori medan, dan termodinamika.
Persamaan diferensial Legendre berbentuk:
(1  x 2 ) y "  2 xy '  l (l  1) y  0
(2.25)
Penyelesaian persamaan (2.25) berbentuk polinomial yang dikenal sebagai
polinimial Legendre. Salah satu cara untuk memperolehnya dengan metode deret.
9
Bentuk penyelesaian secara umum adalah:(6) (Lampiran A)
( )
∑
(
)
(
(
)
)(
)
(2.26)
Persamaan (2.26) disebut solusi untuk persamaan diferensial Legendre.
Persamaan diferensial yang erat kaitannya dengan persamaan diferensial Legendre
adalah:

m2 
(1  x 2 ) y "  2 xy '  l (l  1) 
y  0
1 x2 

(2.27)

d 
m2 
2 dy 
(
1

x
)

l
(
l

1
)


y  0
dx 
dx  
1 x2 
(2.28)
atau
Tampak bahwa persamaan (2.28) identik dengan persamaan diferensial Legendre,
perbedaan terletak pada hadirnya faktor
⁄(
) . Persamaan (2.28) disebut
dengan persamaan diferensial sekawan atau asosiasi.
Solusinya berbentuk:
y  (1  x )
2 m/2
dm
Pn ( x)  Pnm ( x)
m
dx
(2.29)
Persamaan Legendre asosiasi dikenal dalam pernyataan variabel bebas sudut θ.
Hal ini dimungkinkan dengan mensubtitusi x = cos θ sehingga persamaan (2.28)
dapat ditulis ulang dengan:(7)
1 d 
dy  
m2 
sin


l
(
l

1
)


y  0
sin  d 
d  
sin 2  
10
(2.30)
II.6 Persamaan Difrensial Laguerre
Selain persamaan diferensial Legendre, persamaan difrensial Laguerre juga
digunakan untuk penyelesaian persamaan diferensial dalam koordinat bola.
Bentuk persamaan diferensial Laguerre dapat dituliskan:
x
d2y
dy
 1  x   ny  0
2
dx
dx
(2.31)
di mana n merupakan suatu parameter yang belum terperinci untuk sementara.
Tampak bahwa persamaan diferensial ini mempunyai dua titik singular, yakni
pada x = 0, dan x = 1.
Solusi dari persamaan (2.28) dapat dituliskan menurut sajian


nn  1 2
r nn  1    n  r  1 r
y  C 0 1  nx 
x       1
x    
2
2
2!
r!


(2.32)
untuk C0 = n! Maka
2
2
 n n 2 n 1 n 2 n  12 n  2

n 2 n  1 n  2  n 3
Ln  x    1  x 
x 
x 
x     (2.33)
1!
2!
3!


n
Persamaan (2.33) ini dikenal sebagai Polinomial Laguerre, yang setara dengan:
Ln  x   e x

d n n x
x e
dx n

(2.34)
Pada kenyataannya bukan persamaan diferensial Laguerre yang mempunyai
terapan langsung melainkan persamaan diferensial Laguerre terasosiasi, yakni :
x
d2y
dy 
k 1 x k 2 1

y  0

2

n

 
dx 
2
4
4 x 
dx 2
11
(2.35)
persamaan (2.35) dapat disusutkan menjadi
x
d 2Z
dZ
 k  1  x 
 n  k Z  0
2
dx
dx
(2.36)
dengan faktor transformasi y  e  x / 2 x k 1 / 2 Z ( x)
untuk nilai k = 0 maka persamaan (2.36) menjadi persamaan (2.31). Solusi
persamaan (2.36) adalah
Lkn x  
dk
Ln  x 
dx k
(2.37)
di mana Ln(x) adalah polinomial Laguerre. Jadi dengan menghubungkan
persamaan (2.37) dengan transformasi sebelumnya maka solusi persamaan (2.35)
adalah (lampiran B)
y  e  x / 2 x k 1 / 2 Lkn ( x)
(2.38)
persamaan (2.37) dan (2.38) berturut-turut dikenal dengan nama polinomial
Laguerre sekawan dan fungsi Laguerre sekawan.(6)
II.7 Probabilitas Fungsi Gelombang
Agar mempunyai arti fisis, fungsi gelombang ψ(x) hasil solusi persamaan
Schrödinger harus memenuhi beberapa persyaratan yakni :

Fungsi gelombang
ψ(x), harus kontinyu begitu pula dengan turunan
fungsi gelombang terhadap posisi dψ/dx.

Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak,
berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan partikel.

Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab
kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya.
12

Untuk kasus



satu
dimensi,
fungsi gelombang harus memenuhi
 * dx  1 yang berarti partikel harus berada di suatu tempat. Fungsi
ini dikatakan sebagai fungsi gelombang ternormalisasi.(5)
13
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Perumusan Hamiltonian Sistem
Hamiltonian sistem yang bergerak dalam ruang tiga dimensi di bawah pengaruh
potensial pusat V(r) diberikan oleh persamaan :
2 2
H 
 V x 
2m x 2
(3.1)
Potensial sistem adalah energi potensial Coulomb yang diberikan oleh persamaan
V r   
ke 2
r
(3.1)
dengan k adalah konstanta dielektrikum dan e adalah muatan elektron.
Karena potensial V merupakan fungsi dari r dan sistem bergerak di bawah
pengaruh potensial pusat maka persamaan Schrödinger dinyatakan dalam
koordinat bola.
1   2  
1
 
 
1
 2 2m
E  V   0
r

sin







  r 2 sin 2   2  2
r 2 r  r  r 2 sin   
(3.3a)
1   2  
1
 
 
1
 2 2m
ke 2 

  0 (3.3b)
r

sin



E





  r 2 sin 2   2  2 
r 
r 2 r  r  r 2 sin   
14
III.2 Pemisahan Variabel
Persamaan (3.3b) dapat dipisahkan menjadi tiga persamaan yang bebas sesuai
dengan lampiran C, masing-masing hanya mengandung satu koordinat saja.
1. persamaan azimuth, untuk Φ
d 2
 m2  0
d 2
(3.34)
2. persamaan polar, untuk Θ
m2 
1 d 
d  
 sin 
  l l  1 
  0
sin  d 
d  
sin 2  
(3.35)
3. persamaan radial, untuk R
1 d  2 dR   2m
l l  1 
R0
r
   2 E  V  
2
r dr  dr   
r 2 
(3.36)
III.3 Solusi Fungsi Eigen dan Nilai Eigen
Solusi yang didapatkan untuk tiap persamaan azimuth, polar, dan radial adalah
fungsi eigen untuk potensial Coulomb.
Karena suku potensial hanya muncul pada persamaan radial, maka nilai eigen
dapat dihitung dari persamaan radial.
III.4 Plot Grafik Fungsi
Solusi eigen ditampilkan dalam bentuk grafik dengan bantuan software Maple
berupa rapat probabilitas radial.
15
III.5 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Perumusan Hamiltonian Sistem
Persamaan Schrodinger 3D dalam
koordinat bola
Persamaan Azimuth, Persamaan
Polar, Persamaan Polar
Solusi Eigen dan Grafik
Pembahasan
Selesai
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hamiltonian Sistem
Hamiltonian sistem untuk potensial gravitasi, V(r)= −
diberikan oleh
1   2 U 
1
 
U 
1
 2U 2m
ke 2 

U  0
r

sin



E





  r 2 sin 2   2  2 
r 
r 2 r  r  r 2 sin   
(4.1)
IV. 2 Separasi Variabel
Persamaan (4.1) dapat dipisahkan menjadi tiga persamaan yang bebas, masingmasing hanya mengandung satu koordinat saja.
1. persamaan azimuth, untuk Φ
d 2
 m2  0
d 2
2. persamaan polar, untuk Θ
m2 
1 d 
d  
 sin 
  l l  1 
  0
sin  d 
d  
sin 2  
3. persamaan radial, untuk R
1 d  2 dR   2me 
ke 2  l l  1 


r

E




R  0
r 
r 2 dr  dr    2 
r2 
17
IV.3 Solusi untuk Persamaan Azimuth
d 2
 m2  0
2
d
Persamaan ini adalah PD orde 2 dengan solusi:
  Aexpim  
(4.2)
dengan keunikan  untuk setiapharga  yaitu ( )  (  2 ) , sehingga
tampak bahwa bersifat  ( ) periodik.
Kondisi ini hanya terpenuhi jika m adalah bilangan bulat
m  0,1,2,3,..........
(4.3)
Tetapan A pada persamaan (4.2) dapat dihitung dengan menggunakan syarat
normalisasi fungsi gelombang.
2
Ae
* in
Ae in d  1
0
2
A
2
 d =
A 2  1
2
0
A
1
2
sehingga solusi lengkap untuk persamaan azimuth adalah
 ml 
1
exp im 
2
18
(4.4)
IV.4 Solusi Untuk Persamaan Polar
m2 
1 d 
d  
 sin 
  l l  1 
  0
sin  d 
d  
sin 2  
Dengan mensubtitusi x = cos  maka:
x = cos 
dx = - sin  d
=-
Persamaan awal menjadi :
m2 
d 
d  
2
   sin 
  l l  1 
  0
dx 
dx  
1  x 2 

m2 
d 
2 d 
 1 x
  l l  1 
  0
dx 
dx  
1  x 2 


2

m2 
d
2 d 
 2x
 1 x
 l l  1 
  0
dx
dx 2 
1  x 2 

m2 

d 



2
x

l
l

1


  0
dx 
dx 2
1  x 2 
1  x  d
2

2
Persamaan terakhir ini adalah PD Legendre Terasosiasi atau PD Legendre
Sekawan. Solusinya adalah dengan meninjau solusi PD Legendre dan
memasukkan ke dalamnya dinyatakan dalam Pl(x).
Bentuk Persamaan Diferensial Legendre:

d
 2x
 l l  1  0
2
dx
dx
1  x  d
2
2
Jika persamaan diatas dideferensialkan m kali dengan menggunakan “aturan
Leibniz” (lampiran D) maka :
19
(
)
(
(
Namakan
( )+
*
(
( ))
(
(
( (
( ))
( )
)
( )]
[
)
)
( )=(
)(
(
)) (
( ))
)
)
(
(
(
)
)
)(
)
Substitusikan ke persamaan selanjutnya maka :
(
(
(
) *(
(
)(
) *(
)
)
)
( (
+
)(
)
)
+
))(
(
)
Karena semua suku mengandung faktor (1-x2)-m/2sehingga dapat dilenyapkan

1  x  
2
''


2mx '
m
mm  2 x 2  


1 x2
2 2

1 x2 1 x2
1 x



mx 
 2 xm  1  ' 
1 x2
2 
1

x



1  x 
2
1  x 
2
"
"
 2mx '  m 
"
1  x 
"
1  x 
"
2
2

m
2

m
2




2
  ll  1  mm  1 1  x

mm  2x 2 
1  x 

2 2

 2 xm  1 " 


m
2
. 0
2 x 2 mm  1
 ll  1  mm  1. 0
1 x2


x 2 mm  2  2 x 2 mm  1
 2mx '  2mx '  2 x '  m 
 ll  1  mm  1  0
1 x2


1  x 
2





x2m2
 2 x '  m 
 m 2  m  ll  1  0
2
1 x




 m2 1  x2

x2m2




 2 x '  


l
l

1
  0
1 x2
1 x2



m2 
 2 x '  ll  1 
 0
2 
1

x


20
Persamaan terakhir ini tidak lain adalah bentuk dari PD Legendre terasosiasi
dengan solusi berbentuk  1  x 2  2
m
dm
Pl x   Pl m x 
dx m
Solusi untuk persamaan polar untuk x = cos θ adalah
 lm  A Pl m cos 
(4.5)
A adalah konstanta normalisasi yang dapat dihitung dengan rumus

1  A  A Pl m cos Pl 'm cos sin d
'
*
0
 2  l  m !
 P cos P cos sin d   2l  1  l  m!

m'
m
l
l
'
0
 2l  1  l  m !
A 

 2  l  m !
maka solusi lengkap untuk persamaan polar diberikan oleh:
 2l  1  l  m ! m
 lm  
Pl cos 

 2  l  m !
(4.6)
dengan Pl m adalah fungsi Legendre terasosiasi yang didefinisikan sebagai

Pl m  x   1  x 2

m
2
m
d 
  Pl  x 
 dx 
(4.7)
dan Pl (x) adalah polinomial Legendre ke-l yang didefinisikan oleh formula
Rodrigues
Pl  x  
l


l
1 d  2
 x 1
l 
2 l!  dx 
21
(4.8)
IV.5 Solusi Untuk Persamaan Radial
Selanjutnya untuk menyelesaikan bagian radial, ditinjau persamaan (3.6) :
1 d  2 dR   2m
r

r 2 dr  dr    2

ke 2  l l  1 
 E 
 
R  0
2
r
r



Misalkan
 8m | E | 

  r;   
2

 

d  dr
1/ 2
d
1 d

d  dr
2ke 2  m 



  8 | E | 
1/ 2
Subtitusi ungkapan-ungkapan di atas ke dalam persamaan awal (radial) dengan
pembahasan dibatasi pada keadaan terikat yaitu keadaan dengan energi negatif
E = -|E| maka bentuk persamaan radial menjadi
 1
d 2 R 2 dR l l  1


R    R  0
2
2
 d
d

  4
(4.9)
Untuk daerah tak terhingga    maka persamaan (4.9) menjadi:
d 2R 1
 R0
d 2 4
dengan solusi R(  )  e  p / 2 . Penyelesaian lengkap diandaikan mempunyai
ungkapan sebagai R (  )  G (  )e  p / 2
22
R    G  e  p / 2
1
R '    G '  e  p / 2  G  e   / 2
2
1
1
1
R"    G "  e  p / 2  G '  e   / 2  G '  e   / 2  G  e   / 2
2
2
4
yang jika dimasukkan ke dalam persamaan (4.9)maka didapakan bentuk
 1
d 2 G dG 1
2  dG 1  l l  1




G


G

G

   4 G  0
  d 2 
d 2 d 4
2


atau
d 2 G  2  dG    1 l l  1
   1


G  0
d 2    d  
2 
(4.10)
Pesamaan (4.10) mempunyai singularitas di   0 sehingga solusinya dapat
diungkapkan dalam bentuk deret sebagai
G (  )  s C s  s  v
Penyisipan kembali ke ke dalam persamaan (4.10) maka didapatkan hasil:

 s  vs  v  1C 
s

sv2
s
s  vs  v  1C 
s
2 
   1 l l  1  s  v 
   1s  v Cs  s  v 1  
 2 Cs    0
 
 
 

s v2

 2s  v Cs  s  v  2  s  v Cs  s  v 1    1Cs  s  v 1  l l  1Cs  s  v  2  0
s
s  vs  v  1  2s  v  l l  1C 
sv2
s

   1  s  v Cs  s  v 1  0
s
dengan melakukan perubahan terhadap indeks s agar semua suku mempunyai
pangkat yang sama didapatkan:
s  v s  v  1  l l  1C s     s  v C s1  0
Karena Cs-1 = 0, didapatkan persamaan indisial dengan mengambil s = 0
vv  1  l l  1C 0   0
23
(4.11)
Karena C0 ≠ 0, maka diperoleh akar-akar bagi v sebagai:
v1  l
v2  l  1
akar kedua menjadi tak hingga pada   0 yang berarti tak tentu sehingga dipilih
penyelesaian v1  l yang membuat persamaan (4.11) menjadi:
s  l s  l  1  l l  1C s   s  l  C s 1
s  l  1s  l  2  l l  1C s 1   s  l  1  C s
C s 1 
s  l 1 
C
s  l  1s  l  2  l l  1 s
(4.12)
dan penyelesaian yang bersangkutan bagi G  diberikan oleh:
G     l  C s  s
(4.13)
s
Perbandingan antara dua koefisien berurutan pada persamaan (4.12) untuk s  
C s 1 1

Cs
s
Perbandingan antara dua suku yang berurutan ditentukan oleh
G s 1 

Gs
s
yang setara dengan bentuk asimtotik bagi G     l e  sehingga R    l e p / 2
Jelas ini ditolak sebagai solusi yang sesuai, kecuali jika deret G  putus menjadi
suatu polinomial pada suatu suku tertentu.
24
Misalkan s = N pada persamaan (4.12) maka   N  l  1 di mana N = 0,1,2,...
maka segera ditandai N  l  1  n sehingga menurut pemisalan awal untuk nilai λ
didapatkan hubungan
n
2ke 2  m 


n
  8 | E | 
m  ke 2

n 
2 E  
2



1/ 2
2
nilai energi E kemudian dapat dihitung dari hubungan di atas, diberikan oleh
2
1 k 
E n    me 4
2 n 
(4.14)
dengan k adalah konstanta dielektrikum, ħ adalah tetapan Dirac, m adalah massa
elektron, dan e adalah muatan elektron
Penyelesaian untuk persamaan radial (nilai R) akan dicari untuk melengkapi
solusi persamaan polar dan persamaan azimuth. Dari persamaan (4.13) maka
solusi persamaan (4.10) dapat diandaikan mempunyai bentuk
G     l Z (  )
turunan pertama dan kedua berturut-turut
G '   
l l
G"   

Z (  )   l .Z '  
l 2 l
2
Z ( ) 
l l
2
Z ( )  2
25
l l

Z '     l Z "  
dengan memasukkan ke dalam persamaan (4.10) didapatkan
    1 l l  1 l
 2  l l
l 2 l
l l
l l '
l "
l '




Z
(

)

Z
(

)

2
Z



Z


 2   Z ( )  0
  1 Z (  )   .Z    
2
2



 
   
  


sederhanakan persamaan yang berada dalam kurung
 2  l Z    l lZ   2  l Z '   l '
 2  l l
l
'

 



1
Z
(

)


.
Z



  Z  




2
   

dan
   1 l l  1 l
n  1  l Z    l l  1  L Z  
 2   Z ( ) 

 

2
 


Penyederhanaan dimasukkan ke dalam persamaan awal kemudian pisahkan
masing-masing suku Z , Z , dan Z
suku Z  :  l Z " (  )
2
2l 
suku Z  :  l   1  Z ' (  )


 n  1 l l  1 2l
l
l2 l 
suku Z:  l 




 Z (  )
2
 2  2  2  
 
tiap suku dikalikan dengan faktor

maka didapatkan persamaan
l
d 2Z
dZ
 2  2l  1     n  l  1Z  0
d
d
(4.15)
persamaan (4.15) ini tidak lain adalah persamaan differensial Laguerre terasosiasi,
yang mempunyai bentuk umum

d 2L
dL
 q  1   
 p  qL  0
2
d
d
yang tidak lain merupakan bentuk lain dari persamaan (2.29)
26
(4.16)
dari persamaan (4.15) dan (4.16) didapatkan hubungan:
2l  1  q  1  q  2l  1
n  l 1  p  q  p  n  l
maka solusi untuk persamaan (4.15) adalah:
Z  p   L2nll1  
Z    Lqp
di mana Lqp   
p
dq
p d


L

dan


 p e   masing-masing adalah
L


e
p
p
d q
d p
fungsi Laguerre terasosiasi dan fungsi Laguerre.
Penyelesaian untuk R   e p / 2G    e p / 2 . l Z   .Solusi lengkap diberikan
oleh
Rnl  N nl  l e   / 2 L2nll1  
(4.17)
dengan N n adalah konstanta normalisasi
N n
 2
 
 na 0
3
 n    1! 

3
 2nn  l ! 
1/ 2
(4.18)
2
di mana a 0 
1 
  , adalah jari-jari Bohr. Solusi lengkap untuk persamaan
mk  e 
radial adalah:

 2
Rnl  
na

 0
dengan  
1/ 2
3
 n    1! 


3
 2nn  l ! 

2r
na0
27
 l e   / 2 L2nll1  
(4.19)
IV.6 Fungsi Gelombang dan Nilai Eigen
Fungsi gelombang untuk potensial Coulomb
 nlm r ,  ,    R nl r  lm   m  
(4.20)
di mana

 2
Rnl  
na

 0
1/ 2
3
 n    1! 


3
 2nn  l ! 

 lm 
 l e   / 2 L2nll1  
2l  1 l  m ! m
Pl cos 
2 l  m !
m 
1
exp im  
2
Nilai eigen didapat dari persamaan (4.14)
2
1 k 
E n    me 4
2 n 
dengan k adalah konstanta dielektrikum, m adalah massa elektron, ħ adalah
tetapan Dirac, dan e adalah muatan elektron.
28
n
l
m
1
0
0
2
0
0
 
 
1
2
1
1
2
1
0
1
2
6
cos
2
2
1
±1
1  i
e
2
3
sin 
2
1
3
3
3
3
1
1
2
2
0
0
±1
0
±1
a0
1
2
 a0

r   r / 2 a0

e
2

3/ 2
a0 
2 2a0 
1
r  r / 2 a0
e
3/ 2
2 6a 0 a 0
1
2 6a 0
3/ 2
r  r / 2 a0
e
a0
2
2 

 27  18 r  2 r 2 e  r / 3a0

a0
a0 

2
81 3a0
1
2
6
cos
2

r  r
 6   e r / 3a0
3/ 2 
a0  a0
81 6a0 
1  i
e
2
3
sin 
2
1
2
10

3 cos 2   1
4
1  i
e
2
15
sin  cos
2
1 
di mana a 0 
 
mk  e 
3/ 2
4
4
81 6a0
3/ 2

r  r
 6   e r / 3a0
a0  a0

r2
4
81 30 a0
3/ 2
a0
2
r2
4
81 30 a0
 r , ,  
1
e  r / a0
3/ 2
1
2
1
0
2
2
2
3
Rr 
3/ 2
a0
2
e  r / 3 a0
e  r / 3 a0
2
Tabel IV.1 Fungsi Gelombang Untuk Potensial Couloumb
29
3/ 2
e  r / a0

r   r / 2 a0

e
2

3/ 2
a0 
4 2 a0 
1
r  r / 2 a0
e
cos
3/ 2
4 2 a 0 a 0
1
1
8  a0
3/ 2
r  r / 2 a0
e
sine i
a0
1
81 3 a0
3/ 2
2
81  a0
3/ 2
1
81  a0
3/ 2

r  r
 6   e r / 3a0 cos
a0  a0


r  r
 6   e r / 3a0 sine i
a0  a0

r2
1
81 6 a0
3/ 2
a0
r2
1
81  a0
2 

 27  18 r  2 r 2 e  r / 3a0

a0
a0 

3/ 2
a0
2
2


e  r / 3a0 3 cos 2   1
e  r / 3a0 sin  cose i
IV.7 Tiga Bilangan Kuantum
Solusi eigen dari potensial menunjukkan tiga bilangan kuantum yang dihasilkan
dari solusi persamaan azimuth, polar, dan radial. Pada atom hidrogen bilangan
kuantum ini disebut dengan bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum
orbital (l), dan bilangan kuantum magnetik (m)
Berdasarkan solusi dari persamaan azimuth maka nilai untuk bilangan kuantum
magnetik (m)
m  0,1,2,3,..........
Bilangan kuantum magnetik ini berhubungan pula dengan solusi persamaan polar
yang bentuknya sesuai dengan persamaan Legendre terasosiasi. Dengan meninjau
ulang persamaan (4.7) dan (4.8)

Pl m  x   1  x 2

m/2
m
d 
  Pl  x 
 dx 
l


l
1 d 
Pl  x   l   x 2  1
2 l!  dx 
Tampak bahwa persamaan (4.8) hanya terpenuhi jika nilai l adalah bilangan bulat
positif. Dari persamaan (4.7) operator diferensial m beroperasi pada x l sehingga
nilai m harus lebih kecil dari l karena jika sebaliknya maka persamaan (4.7) akan
bernilai nol. Sehingga ungkapan untuk m menjadi:
m  0,1,2,3,..........  l
30
(4.21)
Solusi nilai eigen dari persamaan (4.14)
2
1 k 
E n    me 4
2 n 
dengan nilai
n  1,2,3,.........
(4.22)
sedangkan dari solusi persamaan radial nilai l ≤ n-1 atau
l  0,1,2,3,.........n  1
(4.23)
IV.8 Degenerasi
Degenerasi yaitu keadaan untuk beberapa fungsi yang berbeda tetapi mempunyai
energi yang sama. Berdasarkan tabel (IV.1) untuk nilai n = 2 himpunan bilangan
kuantum yang mungkin bagi tingkat ini adalah (2, 0, 0), (2, 1, 1), (2, 1, 0), dan (2,
1, -1). Semua keadaan ini memiliki n = 2, dan karena itu semuanya memiliki
energi yang sama, karena energi hanya bergantung pada n. Oleh karena itu semua
keadaan ini terdegenerasi. Untuk nilai n = 2 ini dikatakan terdegenerasi rangkap
empat. Selanjutnya untuk nilai n= 3 maka ada sembilan kemungkinan himpunan
bilangan kuantum yang dapat terbentuk dari keadaan ini. Karena itu tingkat n = 3
terdegenerasi rangkap sembilan. Secara umum dapat dikatakan tingkat ke –n
terdegenerasi rangkap n2.
31
IV.9 Plot Rapat Probabilitas Radial
Persamaan untuk rapat probabilitas radial adalah
Pr   r 2 Rn ,l r 
2
(4.24)
dengan nilai Rn,l telah ditentukan pada tabel IV.1. Berdasarkan tabel tersebut
maka nilai rapat probabilitas radial dapat ditentukan pada tabel di bawah ini.
l
n
1
2
0
0
P(r)
r2
4
a0
3
e  2 r / a0
1 
r
2 
r
3 
a0
8a 0 
1
r4
e  r / a0
5
24a0
2
2
1
3
0
3
1
2
  r / a0
 e

2
4 r 2 
r
r 2   2 r / 3a0
27

18

2
e
2
19683 a0 3 
a0
a0 
8 r4
19683 a0 5

r
 6 
a0

2
  2 r / 3 a0
 e

Tabel IV.2 Rapat Probabilitas Radial Untuk Lima Keadaan Awal
32
Berdasarkan tabel IV.2 maka plot rapat probabilitas radial untuk tiga keadaan
awal dapat ditunjukkan seperti pada lampiran H dengan sumbu Y menyatakan P(r)
atau peluang untuk menemukan elektron sedangkan sumbu X menyatakan r atau
posisi pada skala a0 (jari-jari Bohr)
33
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Persamaan
Schrodinger
untuk
potensial
Coulomb
diselesaikan
dengan
menggunakan koordinat bola karena potensial berada di bawah pengaruh gaya
pusat. Persamaan terpecah menjadi tiga bagian, yaitu :
1. persamaan azimuth, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial
orde dua.
2. persamaan polar, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial
Legendre sekawan.
3. persamaan radial, penyelesaian dengan solusi persamaan diferensial
Laguerre sekawan.
Fungsi gelombang ternormalisasi dan nilai eigen masing-masing ditunjukkan pada
persamaan (4.20) dan (4.14). Adapun plot rapat probabilitas radial untuk tiga
keadaan awal tampak pada lampiran H.
V.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnyaadalah :
1. Penelitian berikutnya dapat dilanjutkan untuk solusi secaranumerik.
2. Solusi analitik untuk bentuk potensial lain.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Krane. K,. 1992. Fisika Modern. Universitas Indonesia : Jakarta.
2. Renreng. A,. 2010. Asas-Asas Fisika Matematis dan Teoritis. LPTMK :
Gowa
3. Tjia, M.O. 1999. Mekanika Kuantum. ITB : Bandung
4. Beiser. A. 1995. Concepts of Modern Physics - 6th Ed. McGraw-Hill :
New York.
5. Purwanto.A,. 1996. Fisika Kuantum. Citra Media : Surabaya.
6. Renreng.A,. 1987. Asas-Asas Metode Matematika Dalam Fisika.
Angkasa: Bandung
7. Kreyszig. E. 1988. AdvancedEnginering Mathematics(6th). John Wiley
and Sons : New York
35
Download