5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TAKSONOMI DAN

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TAKSONOMI DAN IDENTIFIKASI KHAMIR
1. Taksonomi khamir
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi dan
identifikasi (Barnett dkk. 2000: 15). Khamir merupakan organisme eukariota
uniselular yang secara taksonomi termasuk dalam kingdom Eumycota.
Spesies-spesies khamir dapat ditemukan dalam filum Ascomycota maupun
Basidiomycota (Boekhout & Phaff 2003: 7--11).
Khamir yang tersebar dalam filum Ascomycota dan Basidiomycota
terdiri atas khamir teleomorfik dan anamorfik (Querol dkk. 2003: 201). Satu
individu khamir dapat ditemukan berada pada fase reproduksi seksual
maupun pada fase reproduksi aseksual (Alexopoulous dkk. 1996: 49).
Khamir yang ditemukan berada pada fase reproduksi seksualnya disebut
khamir teleomorfik sedangkan khamir yang berada pada fase reproduksi
aseksualnya disebut khamir anamorfik. Pemberian nama genus dalam
taksonomi khamir berdasarkan pada fase reproduksi yang ditemukan, yaitu
teleomorfik atau anamorfik (Yarrow 1998: 84). Contoh khamir anamorfik
adalah Candida, yang apabila ditemukan fase seksualnya diberi nama
teleomorfik Pichia atau Metschnikowia (Boekhout dkk. 1998: 609; Kurtzman
1998: 111).
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
6
Berdasarkan analisis sequence daerah gen rRNA filum Ascomycota
terdiri atas tiga kelas yaitu Archiascomycetes, Euascomycetes dan
Hemiascomycetes (Kurtzman & Sugiyama 2001: 188). Kelas
Archiascomycetes terdiri atas ordo Pneumocystidales, Neolectales,
Schizosaccharomycetales, Protomycetales, Taphrinales dan khamir-khamir
anamorfik anggota genus Saitoella. Khamir yang terdapat dalam kelas
Euascomycetes terdiri atas anggota genus Endomyces dan Oosporidium
(Boekhout & Phaff 2003: 7). Kelas Hemiascomycetes terdiri atas ordo
Saccharomycetales yang memiliki 11 famili, antara lain adalah Candidaceae,
Metschnikowiaceae, dan Saccharomycetaceae (Kurtzman 1998: 111--112).
Analisis filogenetik berdasarkan sequence daerah D1/D2 gen LSU
rRNA menunjukkan bahwa filum Basidiomycota terdiri atas tiga kelas yaitu
Hymenomycetes, Urediniomycetes, dan Ustilaginomycetes (Fell dkk. 2001:
18). Fell dkk. (2000: 1360, 1362, & 1364) membuat rekonstruksi pohon
filogeni khamir-khamir anggota Basidiomycota dan memperlihatkan bahwa
beberapa genus terpisah secara filogenetik, sehingga tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam famili-famili yang sudah ada, contohnya genus
Rhodotorula. Anggota genus Rhodotorula berdasarkan analisis sequence
daerah D1/D2 gen LSU rRNA, tersebar pada kelas Urediniomycetes dan
Ustilaginomycetes. Berdasarkan pohon filogeni, anggota genus yang
tersebar pada beberapa kelas dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok
yang disebut clade.
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
7
Kelas Hymenomycetes terdiri atas empat clade yaitu Tremellales,
Trichosporonales, Filobasidiales dan Cystofilobasidiales. Kelas
Ustilaginomycetes terdiri atas tiga clade yaitu Exobasidiomycetidae,
Ustilaginomycetidae dan clade Malasseziales. Adapun kelas
Urediniomycetes terdiri atas empat clade yaitu Agaricostilbum, Microbotryum,
Sporidiobolous dan Erythrobasidium (Fell dkk. 2000: 1360, 1362, & 1364).
2. Identifikasi khamir
Identifikasi adalah membandingkan isolat yang belum diketahui
dengan taksa yang sudah ada untuk menetapkan identitasnya (Barnett dkk.
2000: 15). Beberapa manfaat identifikasi khamir antara lain adalah
mengetahui keanekaragaman spesies di alam (Lachance & Starmer 1998:
21--22), mempelajari hubungan kekerabatan, membantu diagnosis medis,
mengetahui khamir yang terlibat dalam industri makanan dan minuman serta
mendeteksi kontaminan (Kurtzman 1990: 1; Barnett dkk. 2000: 5; Ciardo dkk.
2006: 77). Menurut Kirsop dkk. (1984: 1), identifikasi khamir sangat
dibutuhkan dalam taksonomi.
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
8
a. Identifikasi konvensional
Sebagian besar spesies fungi (termasuk khamir) dideskripsikan secara
konvensional berdasarkan morfologi. Namun demikian, metode tersebut
memiliki kelemahan karena morfologi khamir yang sederhana, sehingga
hanya sedikit karakter morfologi yang dapat digunakan untuk identifikasi
(Geiser 2004: 89).
Salah satu karakter morfologi yang dapat digunakan untuk identifikasi
khamir adalah penampakan makroskopik koloni (Kurtzman dkk. 2003: 80-89). Penampakan makroskopik yang umumnya diamati adalah warna, profil,
serta tepi koloni pada medium padat dan keberadaan endapan (sediment),
pelikel (pellicle), cincin (ring), dan pulau-pulau (islets) pada medium cair
(Kirsop dkk. 1984: 97; Yarrow 1998: 81--82). Selain penampakan
makroskopik, penampakan mikroskopik juga dapat digunakan untuk
identifikasi khamir. Penampakan mikroskopik yang umumnya diamati adalah
bentuk sel, kisaran ukuran sel, tipe pertunasan, keberadaan miselium palsu
atau sejati, dan tipe reproduksi seksual atau aseksual (Yarrow 1998: 84--86).
Karakter morfologi tidak dapat digunakan untuk membedakan khamir hingga
tingkat spesies (Price dkk. 1978: 187).
Identifikasi khamir secara konvensional juga dapat menggunakan
berbagai uji fisiologi dan biokimia, karena umumnya spesies khamir dapat
dibedakan berdasarkan karakter fisiologi dan biokimia (Ciardo dkk. 2006: 82).
Uji fisiologi dan biokimia yang digunakan untuk identifikasi khamir antara lain
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
9
adalah: kemampuan memfermentasi berbagai jenis gula, kemampuan
mengasimilasi berbagai jenis karbon dan nitrogen, kebutuhan akan vitamin,
pertumbuhan pada suhu tertentu, ketahanan terhadap antibiotik
sikloheksimida, uji urease (Barnett dkk. 2000: 18), dan uji diazonium blue B
(Kurtzman dkk. 2003: 73--74).
Identifikasi konvensional berdasarkan morfologi, fisiologi maupun
biokomia memerlukan waktu pengerjaan yang lama dan dapat menimbulkan
kesalahan identifikasi terutama pada spesies yang berkerabat dekat (Geiser
2004: 89). Seiring dengan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi khamir
dengan mudah, cepat, dan akurat maka dikembangkan metode identifikasi
secara molekular untuk mengatasi kelemahan identifikasi konvensional (Fell
dkk. 2000: 1351).
b. Identifikasi molekular
Teknik molekular dapat digunakan dalam ilmu taksonomi untuk
mengidentifikasi suatu spesies. Pengembangan metode PCR dan analisis
sequence DNA turut mendukung penggunaan teknik molekular dalam
identifikasi fungi (Guarro dkk. 1999: 459). Identifikasi berdasarkan karakter
molekular dapat digunakan untuk mengidentifikasi khamir hingga tingkat
spesies (Van der Vossen dkk. 2003: 124).
Metode identifikasi khamir secara molekular yang umum digunakan
dan terbukti akurat untuk mengidentifikasi hingga tingkat spesies adalah
metode sequencing DNA (Kurtzman & Fell 2006: 12). Fell dkk. (2000: 1369)
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
10
melaporkan penggunaan analisis sequence DNA untuk identifikasi khamirkhamir anggota Basidiomycota hingga tingkat spesies.
B. DAERAH GEN RIBOSOMAL RNA (rRNA)
Perbandingan sequence pada daerah gen penyandi ribosomal RNA
(rRNA), atau ribosomal DNA (rDNA), dapat digunakan sebagai karakter untuk
identifikasi molekular suatu organisme karena memiliki daerah sequence
yang terkonservasi maupun variabel (Kurtzman & Fell 2006: 13--14).
Daerah small sub unit (SSU) (18S), internal transcribed spacer (ITS),
5,8S, large sub unit (LSU) (28S), 5S, dan intergenic spacer (IGS) tersusun
sebagai satu unit gen penyandi ribosomal RNA pada genom eukariota
(Gambar 1). Keseluruhan wilayah tersebut terdapat sebagai unit-unit yang
berulang (tandem repeat) sebanyak 100--200 kopi (multiple copy) dalam
genom organisme (Kurtzman & Blanz 1998: 69). Daerah LSU, 5S, 5,8S, dan
SSU merupakan daerah coding, sedangkan daerah ITS dan IGS merupakan
daerah non coding (Katsu dkk. 2003: 7--8).
Menurut James dan Stratford (2003: 182), umumnya daerah yang
digunakan untuk identifikasi khamir hingga tingkat spesies adalah daerah ITS
dan D1/D2 gen LSU (Kurtzman & Blanz 1998: 69). Daerah D1/D2 adalah
daerah sepanjang 600 nukleotida dari ujung 5’ gen LSU rRNA (James &
Stratford 2003: 182--183). Menurut Daniel dan Meyer (2003: 65--66), analisis
sequence daerah D1/D2 gen LSU rRNA dapat digunakan untuk
mengidentifikasi khamir hingga tingkat spesies karena umumnya pada
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
11
spesies khamir yang berbeda, sequence daerah tersebut bervariasi. Namun
demikian, sequence D1/D2 LSU yang identik ditemukan pada beberapa
spesies yang berkerabat dekat sehingga analisis daerah D1/D2 LSU tidak
dapat digunakan untuk membedakan spesies-spesies tersebut (Fell dkk.
2000: 1368). Sebagai contoh adalah C. fukuyamaensis dan C. guilliermondii
yang memiliki sequence daerah D1/D2 LSU yang identik (Bai dkk. 2000: 418)
Daerah ITS terdiri atas ITS1 dan ITS2 yang mengapit gen 5,8S.
Daerah tersebut pada khamir umumnya berukuran 300--900 pb (Fujita dkk.
2001: 3619). Variasi sequence yang lebih tinggi dari daerah D1/D2 LSU
dimiliki oleh daerah ITS karena daerah tersebut merupakan daerah
noncoding yang memiliki laju mutasi lebih tinggi dari daerah coding (SSU dan
LSU) (James dkk. 1996: 189). Oleh karena itu, analisis sequence daerah
ITS dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies-spesies yang berkerabat
dekat (Ciardo dkk. 2006: 77; Esteve-Zarzoso dkk. 1999: 330). Sebagai
contoh, Tavanti dkk. (2005:290) melaporkan dua spesies baru yaitu
C. orthopsilosis dan C. metapsilosis yang dibedakan dari C. parapsilosis
berdasarkan analisis sequence daerah ITS. Kedua spesies tersebut
sebelumnya diidentifikasi sebagai C. parapsilosis kelompok I dan II karena
memiliki sequence D1/D2 LSU yang identik dengan C. parapsilosis.
Konsep spesies khamir berdasarkan sequence DNA dilaporkan oleh
Price dkk (1978). Dua isolat merupakan satu spesies yang sama apabila
memiliki persentase DNA relatedness berdasarkan hibridisasi DNA genom
sebesar 80--100% (Price dkk. 1978: 186).
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
12
Sugita dkk. (1999: 1990) melaporkan bahwa isolat-isolat khamir yang
memiliki persentase DNA relatedness sebesar 80--100%, ternyata memiliki
homologi sequence daerah ITS yang tinggi (99--100%). Oleh karena itu,
analisis sequence ITS dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies
khamir. Menurut Sugita dkk. (1999: 1990), dua isolat khamir merupakan satu
spesies yang sama apabila memiliki persentasi atau tingkat homologi
sequence daerah ITS sebesar 99--100%.
Sequence daerah ITS khamir dapat diakses dengan mudah pada
database DNA internasional. Sebagai contoh adalah national center for
biotechnology information (NCBI), DNA data bank of Japan (DDBJ), dan
yeast genome project (YPG) (Boundy-Mills 2006: 87).
C. IDENTIFIKASI KHAMIR SECARA MOLEKULAR DENGAN METODE
SEQUENCING DNA
Identifikasi khamir secara molekular dapat dilakukan dengan metode
sequencing DNA. Metode tersebut terbukti akurat untuk mengidentifikasi
berbagai spesies khamir (Kurtzman & Fell 2006: 12). Sequence DNA yang
dihasilkan dapat digunakan untuk identifikasi dengan pencarian homologi
sequence pada database nukleotida internasional (Hall 2004: 11). Tahapan
kerja dalam metode tersebut adalah sebagai berikut.
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
13
1. Isolasi DNA
Identifikasi molekular memerlukan tahapan awal yaitu isolasi DNA
genom. Prinsip isolasi DNA adalah mendapatkan DNA murni yang tidak
tercampur dengan komponen sel lainnya seperti protein dan karbohidrat.
Tahapan utama pada isolasi DNA khamir adalah penghancuran dinding sel
khamir (Lohr 1998: 125). Proses tersebut dapat dilakukan dengan metode
mekanik dan lisis (Kurtzman 1998: 64). Metode isolasi yang digunakan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas DNA yang dihasilkan (Catley 1998:164;
Yamada dkk. 2002: 122).
Contoh metode mekanik untuk menghancurkan dinding sel khamir
antara lain adalah penggunaan sonikasi, mortar (grinding), dan boiling
(Kurtzman 1998: 64; Sjamsuridzal & Oetari 2003: 122). Metode isolasi DNA
khamir secara mekanik dapat dilakukan dengan cepat namun kualitas DNA
yang dihasilkan tidak terlalu baik (Kurtzman 1998: 64).
Metode lisis yang umum digunakan antara lain adalah penggunaan
bahan-bahan kimia dan beberapa enzim yang dapat menyebabkan lisis
dinding sel khamir. Contoh bahan-bahan kimia tersebut adalah nitrogen cair
dan sodium dodecylsulfate (SDS) (Kurtzman 1998: 64), sedangkan contoh
enzim yang dapat digunakan dalam proses isolasi DNA khamir adalah
zymolyase maupun litikase (Lohr 1998: 129). Isolasi DNA juga dapat
menggunakan kit komersial yang merupakan penggabungan antara metode
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
14
lisis dan mekanik, contohnya adalah Wizard® Genomic DNA Purification kit
(Promega 2005: 1).
2. Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA
Pengukuran kuantitas dan kualitas DNA dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer. Prinsip dasar spektrofotometri adalah
menentukan konsentrasi suatu molekul dalam sampel dengan menghitung
perbandingan jumlah sinar ultra violet (UV) yang diabsorbsi dan diteruskan
oleh sampel pada gelombang tertentu. Sampel yang mengandung DNA dan
RNA memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 260 nm,
sedangkan sampel yang mengandung protein memiliki absorbansi maksimal
pada panjang gelombang 280 nm. Kuantitas DNA dalam suatu sampel dapat
dihitung berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang tersebut.
Sebuah sampel yang memiliki nilai absorbansi 1 pada panjang gelombang
260 nm diperkirakan mengandung konsentrasi DNA sebanyak 50 µg/ml
(Seidman & Moore 2000: 417--419).
Kualitas DNA atau tingkat kemurnian DNA dalam suatu sampel juga
dapat diukur berdasarkan perbandingan nilai absorbansi antara DNA dan
protein. Nilai perbandingan antara absorbansi DNA dan protein dalam suatu
sampel yang menunjukkan kualitas DNA yang baik adalah 1,8--2,0. Kisaran
nilai tersebut menunjukkan bahwa jumlah DNA dalam sampel lebih banyak
daripada jumlah protein (Seidman & Moore 2000: 417--419 & 423).
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
15
3. Amplifikasi daerah ITS dengan metode polymerase chain reaction (PCR)
Prinsip dasar metode PCR adalah amplifikasi suatu fragmen DNA
spesifik menggunakan enzim DNA polimerase serta dua macam fragmen
nukleotida sintetik (primer) yang telah diketahui urutannya (Palumbi 1996:
207). Satu siklus dalam metode PCR terdiri atas tiga tahap utama yaitu
denaturation, annealing dan extension. Tiap tahapan proses PCR memiliki
suhu spesifik yang berbeda (Palumbi 1996: 206--207 & 210). Optimasi
kondisi dan reaksi PCR perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil amplifikasi
fragmen DNA yang maksimal (Palumbi 1996: 206--207).
Komponen-komponen yang digunakan dalam reaksi PCR antara lain
adalah DNA cetakan (template), deoksiribonukleotida trifosfat (dNTPs),
larutan buffer, enzim Taq polimerase, MgCl2 dan primer. Primer yang dapat
digunakan untuk mengamplifikasi keseluruhan daerah ITS ( ITS1; 5,8S dan
ITS2) adalah primer ITS 4 dan ITS 5 (Vylgalys 2006: 5). Konsentrasi DNA
cetakan untuk proses amplifikasi DNA khamir minimal adalah 10 ng
(Sambrook & Russell 2001: 8.21).
4. Visualisasi hasil amplifikasi daerah ITS
Panjang fragmen hasil amplifikasi daerah ITS khamir umumnya adalah
300--900 bp (Fujita dkk. 2001: 3619). Menurut Sambrook dan Russell (2001:
5.6), fragmen DNA berukuran 100 bp--3 kb dapat divisualisasikan dengan
baik menggunakan elektroforesis gel agarosa 2%. Molekul DNA yang
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
16
bermuatan negatif akan bermigrasi ke arah elektroda positif pada proses
elektroforesis (Klug & Cummings 1994: 124). Komponen-komponen
elektroforesis selain gel agarosa adalah buffer, pewarna etidium bromida
(EtBr), sampel DNA, loading dye dan DNA ladder untuk membandingkan
ukuran panjang basa pada fragmen DNA sampel. Pemendaran yang
dihasilkan oleh pewarna EtBr dapat dilihat menggunakan sinar UV
(Sambrook & Russell 2001: 5.16).
5. Sequencing DNA
Sequencing DNA adalah proses pembacaan urutan nukleotida dari
suatu fragmen DNA tertentu (Starr & Taggart 2004: 58). Proses sequencing
diawali oleh proses cycle sequencing. Cycle sequencing adalah proses
amplifikasi dengan metode PCR untuk mendapatkan DNA untai tunggal yang
akan digunakan sebagai cetakan (template) untuk proses sequencing
(Sambrook & Russell 2001: 12.51).
Dua macam metode sequencing yang awalnya dikembangkan adalah
metode Maxam Gilbert dan metode Sanger. Metode automated DNA
sequencing merupakan pengembangan dari metode Sanger. Metode
tersebut berdasarkan pada penggunaan dideoksinukleotida trifosfat
(ddNTPs). ddNTPs akan menghentikan proses polimerisasi apabila melekat
pada ujung 3’ untai DNA. Pewarna yang terdapat pada ddNTP dapat
dideteksi oleh sensor pada mesin sequencer. Penggunaan metode tersebut
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
17
memungkinkan pembacaan urutan DNA dengan mesin dan akan
terdokumentasikan secara otomatis pada komputer (Hillis dkk. 1996: 330;
Klug & Cummings 2003: A-5--A-7).
6. Analisis data sequence untuk memperoleh identitas isolat
Data sequence dapat berupa elektroferogram (grafik yang
menunjukkan basa-basa yang terrekam pada hasil sequencing) dan text file
(urutan basa-basa hasil sequencing). Urutan basa DNA pada hasil
sequencing dapat dilakukan editing secara manual dengan program bioedit.
Basa yang dilambangkan dengan huruf N dalam data sequence dapat diubah
dengan basa-basa lain (A, T, G atau C) berdasarkan hasil yang terlihat pada
elektroferogram (Oliphant 2006: 1).
Data sequence berupa text file dapat digunakan untuk mencari
identitas suatu isolat dengan cara mencari homologi sequence spesies
terdekatnya pada data sequence dalam database (Hall 2004: 11). Selain itu,
data sequence juga dapat digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan
berdasarkan rekonstruksi pohon filogeni (Li & Graur 1991: 99--101).
Pencarian homologi sequence dapat menggunakan program BLASTn
(Altschul dkk. 1990: 403). Data sequence untuk proses pencarian homologi
sequence melalui database terlebih dahulu diubah ke dalam format FASTA,
yaitu format text file yang dapat dikenali oleh program BLAST (Hall 2004: 11
& 193). Salah satu alamat situs database sequence DNA yang dapat diakses
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
18
untuk pencarian homologi sequence dengan program BLAST adalah
http://www. ncbi.nlm.nih.gov/ (Hall 2004: 11--12) (Gambar 2).
Text file data sequence yang didaftarkan pada database untuk
pencarian sequence yang homolog disebut query, sedangkan sequence yang
terdapat pada database disebut subject. Hasil pencarian pada database
akan menampilkan identitas beberapa organisme yang memiliki tingkat
homologi sequence yang bervariasi dengan sequence yang didaftarkan.
Hasil pencarian homologi sequence pada program BLAST juga akan
menampilkan nilai-nilai dari beberapa istilah berikut: bit score, E value, gaps,
dan % identities. Bit score adalah nilai keseluruhan dari basa-basa yang
sama antara query dan subject setelah dikurangi gap yang ada. Gaps adalah
jumlah basa yang kosong pada sequences yang dibandingkan. Tingkat
kesamaan homologi sequence query dengan subject ditunjukkan dengan nilai
% identities, sedangkan jumlah sequence yang memiliki bit score lebih tinggi
atau sama dengan bit score antara query dan subject yang mungkin terjadi
secara kebetulan dalam sequence database ditunjukkan oleh nilai E value
(Hall 2004: 10--15).
D. BIODIVERSITAS KHAMIR DI PERAIRAN
Khamir-khamir pada perairan laut umumnya merupakan spesies
pendatang (allochtonous) dari habitat terestrial (Lachance & Starmer 1998:
32). Oleh karena itu, jumlah khamir umumnya meningkat pada perairan
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
19
estuari dan makin berkurang seiring dengan bertambahnya jarak perairan
dari terestrial (Spencer & Spencer 1997: 55).
Perairan mangrove dan perairan laut merupakan habitat khamir yang
unik karena memiliki salinitas yang tinggi (Fell dkk. 2004: 359). Khamirkhamir pada habitat tersebut umumnya memiliki kemampuan untuk
beradaptasi pada konsentrasi garam yang tinggi (halofilik) (Deak 2006: 159).
Pada tahun 1976 Fell (lihat Nagahama 2006: 245) melaporkan bahwa
jumlah khamir di perairan laut biasanya meningkat seiring dengan
meningkatnya polusi limbah organik sebagai sumber karbon organik untuk
pertumbuhannya dan konsentrasi invertebrata sebagai salah satu substrat
khamir di perairan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah dan
keanekaragaman khamir pada habitat perairan dapat dipengaruhi oleh tingkat
polusi dan jumlah substrat (Hagler & Mendonća-Hagler 1981: 173;
Nagahama 2006: 245).
Biodiversitas khamir pada perairan laut dan mangrove belum banyak
dilaporkan. Hagler dan Mendonća-Hagler (1981: 173 & 176) melaporkan
studi mengenai biodiversitas khamir pada perairan laut dan mangrove di
Eropa dan Amerika Utara. Debaryomyces hansenii (Zopf) Lodder & Kregervan Rij dan Metschnikowia Kamienski merupakan contoh khamir Ascomycota
yang banyak ditemukan di perairan laut dan mangrove, sedangkan contoh
khamir Basidiomycota yang banyak ditemukan adalah Cryptococcus
Vuillemin, Rhodotorula F. C. Harrison, dan Sporobolomyces Kluyver & van
Niel (Hagler & Mendonća-Hagler 1981: 173 & 176; Nagahama 2006: 251).
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
20
Penelitian mengenai biodiversitas khamir di perairan mangrove dan
laut Cagar Alam Pulau Rambut, Indonesia dilaporkan pertama kali oleh
Sjamsuridzal dan Oetari (2003), kemudian oleh Patricia (2007). Spesiesspesies khamir yang pernah ditemukan pada habitat tersebut antara lain
adalah Aureobasidium pullulans (de Bary) Arnaud, Candida saitoana Nakase
& M. Suzuki, Candida parapsilosis (Ashford) Langeron & Talice, Rhodotorula
minuta (Saito) F. C. Harrison, Clavispora lusitaniae Rodrigues de Miranda,
Cryptococcus sp. Vuillemin, Cryptococcus curvatus (Diddens & Lodder)
Golubev, Mycosphaerella parkii Crous, Wingfield, Ferreira & Alfenas, Pichia
farinosa (Lindner) E.C. Hansen, Trichosporon mucoides Gueho & M. Th.
Smith, Rhodotorula mucilaginosa (Jorgensen) F. C. Harrison dan Ustilago
(Pers) Roussel (Sjamsuridzal 2004: 175; Patricia 2007: 59).
Identifikasi Khamir..., Anisa Retno Ediningsari, FMIPA UI, 2008
Download