Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 EVALUASI EFEKTIVITAS TERAPI PADA PASIEN ASMA DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU RESPIRA YOGYAKARTA DAERAH UPKPM KALASAN PERIODE NOVEMBER 2014 - JANUARI 2015 Okti Ratna Mafruhah*, Bagus Syaputra, Chyntia Pradiftha S. Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia *email: [email protected] ABSTRAK pasien asma adalah terapi kombinasi Salbutamol dan Aminofilin. Tingkat efektivitas asma dinilai dari kuesioner ACT yaitu 62% (25 pasien) tidak terkontrol atau terapi tidak efektif, 38% (15 pasien) asmanya terkontrol atau efektivitas terapi baik dan tidak ada pasien yang mendapatkan terapi antiasma yang sepenuhnya efektif. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan dengan atau tanpa pengobatan yang sesuai. Prioritas pengobatan penyakit asma sejauh ini ditunjukkan untuk mengontrol gejala. Pengobatan secara efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas karena efektivitas terapi hanya tercapai jika ketepatan obat untuk pasien telah sesuai. Efektivitas terapi asma dapat diketahui dengan terkontrol atau tidaknya serangan asma yang dialami pasien. Penilaian terhadap kontrol asma dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner Asthma Control Test (ACT). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran terapi dan efektifitas terapi dengan menggunakan kuesioner ACT di Rumah Sakit Khusus Paru Respira Yogyakarta daerah UPKPM Kalasan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan sampel secara purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu wawancara langsung kepada pasien dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder yaitu data rekam medis pasien asma. Hasil penelitian diperoleh gambaran terapi yang sering diberikan pada Kata kunci : Asma, gambaran terapi, kesesuaian terapi, efektivitas terapi ABSTRACT Asthma is a chronic respiratory disease characterized by inflammation, the increased reactivity against a variety of stimulus, and obstruction of the airways which can be returned spontaneously with or without appropriate treatment. Priority treatment of asthma has so far been shown to control the symptoms. The treatment has been carried out effectively to lower morbidity, because effectiveness is only achieved if the accuracy of the drug to the patient compliance. The effectiveness of asthma treatment can be determined by whether or not controlled asthma attacks suffered by patients. Assessment of asthma control can be done by using a questionnaire Asthma Control Test (ACT). This research was conducted to find out the description of the therapy and the effectiveness of the therapy by using a questionnaire (ACT) in a special Hospital 36 37 |Okti Ratna Mafruhah Pulmonary Respira Yogyakarta region UPKPM Kalasan. This research is observational research with cross sectional design and data collection carried out retrospectively with sampling purposive sampling basis that meets the criteria for inclusion. The type of data used is primary data that directly interview patients using questionnaires and secondary data is medical records of patients with asthma. Research results obtained a description of therapy is often given to patients with asthma are Salbutamol and Aminofilin combination therapy in patients with mild persistent asthma degrees. The effectiveness of asthma questionnaires of the ACT i.e. rated 62% (25 patients) uncontrollable or therapy is not effective, 38% (15 patients) asmanya controlled or the effectiveness of the therapy well and there were no patients who get a highly effective antiasma therapy. Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hal ini tergambar dari data studi hasil penelitian prevalensi asma di Jakarta tahun 2008 dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) diperkirakan 10% penduduk menderita asma. Selain itu, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menyatakan bahwa prevalensi asma DI Yogyakarta (6,9%) (Anonim, 2013) Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau Key words : Asthma, overview therapy, conformity of therapy, effectiveness dengan pengobatan yang sesuai. Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan PENDAHULUAN efektifitas morbiditas terapi karena hanya tercapai asma, jika ketepatan obat untuk pasien telah sesuai. Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian diperkirakan kematian 250.000 setiap asma (Anonim, di dunia orang tahunnya dan mengalami dikarenakan 2008). Berdasarkan data World Health Organitation (WHO), jumlah penderita asma di dunia pada tahun 2007 mencapai 300 juta orang dan data diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Di Inggris lebih dari 5,2 juta orang menderita asma dan di Amerika Serikat diperkirakan 15 juta penduduk menderita asma (Braser dan Valentina 2008). Di Ketepatan obat sendiri bergantung pada pemberian terapi obat oleh dokter seperti jenis obat, dosis dan frekuensi pemberian (Anonim, 2007). Prioritas pengobatan penyakit asma sejauh ini ditunjukan untuk mengontrol gejala. Dengan melihat kontrol gejala pasien dapat mengetahui efektivitas terapi asma yang telah diberikan. Kontrol yang baik ini diharapkan dapat mencegah terjadinya asma berulang (R.A., Nathan, dkk., 2014). Data tentang tingkat kontrol asma pasien penderita asma di Indonesia belum Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 38 | Okti Ratna Mafruhah diketahui secara pendahuluan Poliklinik tingkat Alergi pasti. Penelitian Kedokteran kontrol asma Persahabatan Jakarta mendapatkan hasil Imunologi di Klinik ACT Respirasi dengan FKUI sensitivitas / R.S. 63,6% dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah spesifitas 70,1% dalam mengontrol asma Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto dengan Mangunkusumo FEV1<80% (M.Ilyas, dkk., 2010). (RSCM) Jakarta perbandingan kondisi normal mendapatkan 64% kasus tidak terkontrol, Berdasarkan keterangan tersebut, 28% terkontrol baik, dan 8% terkontrol untuk mengetahui efektivitas terapi asma sepenuhnya (Aterine, dkk., 2014)Data lain pada pasien perlu dilakukan penelitian pun di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta dengan menggunakan kuesioner Asthma menyebutkan 75% responden mempunyai Control Test (ACT) untuk melihat asma asma tidak terkontrol, 17% orang memiliki pasien telah terkontrol atau belum setelah asma terkontrol baik dan 8% orang memilki diberikan terapi. asma terkontrol sepenuhnya (W., Atmoko, efektivitas terapi dkk., 2011; Bachtiar, dkk., 2009 dilakukan di Rumah Sakit Khusus Paru Penilaian terhadap kontrol asma dapat diskrining kuesioner. sudah dengan Berbagai dipublikasikan, menggunakan macam salah Respira Penelitian asma Yogyakarta tentang belum daerah pernah UPKPM Kalasan. Hal ini yang menjadikan alasan kuesioner penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit satunya Khusus Paru Respira Yogyakarta daerah menggunakan kuisoner Asthma Control UPKPM Kalasan. Test (ACT). Kuisoner ini merupakan sebuah test sederhana berbentuk kuisoner yang METODE PENELITIAN dapat membantu penyandang asma dalam mengevaluasi asma telah terkontrol dengan Penelitian ini merupakan penelitian baik atau belum. Kuisoner ini telah diteliti dengan desain cross sectional yang bersifat dan divalidasi oleh Dewan Asma Indonesia deskriptif (DAI) sehingga dapat dipakai secara luas fenomena pada satu waktu. Pengambilan untuk menilai dan memperbaiki kondisi data secara retrospektif dengan melihat asma seseorang (H., William, dkk., 2008). terapi yang didapat pasien sebelumnya Nilai untuk reliabilitas hasil penelitian DAI Pengambilan adalah Receiver Operating Characteristic sampling yaitu pengambilan sampel yang (ROC) 0,77 dan salah satu penelitian yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan dilaksanakan pasien Departement di Poliklinik Pulmonologi dan Asma Ilmu memadai yaitu hanya sampel dapat untuk Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 mengobservasi secara memberikan menjawab purposive informasi pertanyaan 39 |Okti Ratna Mafruhah peneliti dan memilih pasien yang memenuhi kriteria inklusi (S., Sudigdo, dan I., Sofyan, HASIL DAN PEMBAHASAN 2011) Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Penelitian ini dilakukan mulai bulan Sakit Khusus Paru Respira Yogyakarta November 2014 hingga Januari 2015 dan daerah Penelitian berhasil mengumpulkan data 40 pasien dilaksanakan pada bulan November 2014 asma. Semua pasien asma yang ikut hingga Januari 2015. Kriteria inklusi meliputi penelitian hanya satu kali mengisi lembar pasien usia 18-55 tahun, bersedia ikut kuesioner selama pengambilan data. dalam UPKPM penelitian Kalasan. dan menandatangani informed consent, sehat akal dan pikiran, Karakteristik umum pasien asma telah mendapatkan terapi antiasma minimal Karakteristik dasar pasien asma 4 minggu. Kriteria eklusinya adalah pasien pada penelitian ini didapatkan sebagain yang sedang hamil, sedang mengalami besar berjenis kelamin perempuan 23 orang serangan wawancara, (58%) dan laki-laki 17 orang (42%). Usia memiliki penyakit lain seperti PPOK, TBC, paling banyak yang menderita asma 36-55 Pneumonia, penyakit pernapasan lain dan tahun sebanyak 33 orang (83%) dan usia penyakit jantung. Jumlah sampel sebanyak 25-35 40 pasien selama bulan November 2014 – Berpendidikan paling banyak SMA atau Januari 2015. sederajat asma ketika di sebanyak 21 orang 7 orang (52%), (17%). S1 atau Pengambilan data melalui 2 cara sederajat 9 orang (23%) dan SD/SMP 10 yaitu data primer meliputi wawancara, hasil orang (25%). Umumnya pasien bekerja kuesioner ACT dan data skunder diambil dibidang non formal sebanyak 22 orang dari data rekam medik pasien. Analisis data (55%) menggunakan yaitu Karateristik pasien asma yang terdiri atas gambaran karateristik pasien dan gambaran parameter jenis kelamin, usia, dan tingkat efektivitas terapi antiasma di Rumah Sakit pendidikan, dapat dilihat dalam tabel di Khusus Paru Respira Yogyakarta daerah bawah ini : analisis dekriptif dan formal UPKPM Kalasan. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 18 orang (45%). 40 | Okti Ratna Mafruhah Tabel 1. Karakteristik pasien asma Parameter Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Rendah Menengah Tinggi Formal Non-formal 18-24 25-35 36-55 Pendidikan Pekerjaan Usia Gambaran terapi pasien Gambaran N 17 23 10 21 9 18 22 0 7 33 % 42 58 25 52 23 45 55 0 17 83 kombinasi Salbutamol dan Teofilin dapat pada menunjukan perbaikan yang signifikan 58 % penelitian ini meliputi jenis terapi obat yaitu dari 2 kelompok yang hanya menggunakan terapi tambahan. Salbutamol 48% dan placebo 26% dlihat Berdasarkan tabel 2. Diperlihatkan bahwa dari nilai statistik FEV. Terapi ini juga dapat terapi adalah menurunkan secara signifikan gejala klinis Aminofilin seperti sesak, mengi, batuk dan gangguan antiasma yang kombinasi terapi dan pasien terapi banyak diberikan Salbutamol dan sebanyak 20 orang. Kombinasi ini biasa diberikan pada pasien tidur (P.M., Murali, 2006). dengan keluhan Berdasarkan tabel tersebut dapat gejala ringan dan tidak terlalu parah, dilihat bahwa ambroxol paling banyak di sedangkan untuk resepkan pada pasien dibandingkan obat berobat di rumah sakit rata-rata gejalanya tambahan dan kombinasi yang lain. Terapi ringan tambahan yang dikombinasi tersebut tidak dan pasien belum yang datang terdapat Sehingga dokter hanya kombinasi Salbutamol dan inflamasi. meresepkan terdapat interaksi obat yang Aminofilin. membahayakan ataupun merugikan dan Terapi ini didukung dengan salah satu kombiasi tersebut sesuai dengan kondisi penelitian yang dilakukan Murali PM. dkk. dan keluhan dari masing-masing pasien tahun 2006 yang dalam percobaannya yang berbeda. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 41 |Okti Ratna Mafruhah Tabel 2. Terapi antiasma No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Σ Pasien 3 Terapi obat Salbutamol (inhaler) Salbutamol (inhaler) + Aminofilin Salbutamol + Deksametason Salbutamol + Metil Prednisolon Salbutamol + Aminofilin + Prednison Salbutamol + Aminofilin + Deksametason Deksametason + Aminofilin Deksametason Aminofilin + Metil Prednisolon Aminofilin + Salbutamol + Metil Prednisolon Fluticason Propionat + Metil Prednisolon + Aminofilin Fluticason Propionat + Aminofilin Σ Total Pasien 20 1 1 2 1 6 1 2 1 1 1 40 Tabel 3. Terapi tambahan No 1. 2. 3. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Σ Pasien 5 2 18 3 1 1 1 2 2 1 2 38 Jenis obat Ambroxol + Analgesik Ambroxol + Analgesik + Vitamin C Ambroxol Bromhexin Ambroxol + Antasid Ambroxol + Vitamin B + Analgesik Gliseril G.+ Ambroxol Ambroxol + Vitamin C Bromhexin + Vitamin C Bromhexin + Analgesik + Vitamin C Ambroxol + Cimetidin Σ Total Pasien Gambaran efektivitas terapi asma Dari penelitian ini hasil total tingkat Gambaran efektvitas terapi pasien kontrol asma dari nilai ACT digunakan untuk asma yang menjalani rawat jalan di Rumah mengetahui gambaran efektivitas terapi Sakit Khusus Paru Respira Yogyakarta pasien daerah UPKPM Kalasan dapat dilihat dari minimal 4 minggu dan hasilnya sebagian tingkat besar kontrol asma pasien dengan asma pasien setelah diberikan mempunyai asma terapi tidak menggunakan kuesioner Asthma Control terkontrol yaitu 25 orang dengan nilai Test (ACT). dibawah 19, sedangkan 15 orang memiliki Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 42 | Okti Ratna Mafruhah asma yang terkontrol dengan nilai antara asma terkontrol sempurna, seperti dalam 20-24 tetapi tidak ada pasien yang memiliki gambar dibawah ini : Tingkat Efektivitas Terapi Asma 0% Tidak terkontrol 38% Terkontrol 62% Terkontrol sepenuhnya Gambar 1. Tingkat efektivitas terapi asma Hasil ini serupa dengan penelitian Darmila di RSUD mendapatkan asma dr Soedarso tidak wawancara dimungkinkan pasien dalam yang mengisi kuesioner ACT mengacu pada terkontrol keluhan yang baru dialami dan pasien sebanyak 90% dari 70 sampel (A.R., melupakan Darmila, 2013). Penelitian Bactiar, dkk. di sebelumnya. Dilihat dari kondisi ingatannya Klinik Paru Rumah Sakit Persahabatan ditakutkan pasien mengisi kuesioner ketika Jakarta juga mendapatkan sebagian besar pasien sedang mengalami kekambuhan dan penderita lupa asma memiliki asma tidak terapi dengan terapi diberikan yang sebelumnya 2008). Tingginya prevalensi asma tidak terapi yang diberikan efektif atau tidak. Menurut dokter sulit diberikan terkontrol sebanyak 66,9% (H., William, terkontrol mungkin dipengaruhi berbagai sehingga yang mengetahui yang bertugas faktor seperti kondisi cuaca yang ekstrim, pasien asma yang datang kerumah sakit kepatuhan berobat yang buruk dikarenakan biasanya hanya berdasarkan perasaan atau letak rumah sakit yang jauh, usia, jenis faktor psikologis pasien. Pasien merasa kelamin tingkat pendidikan, dan kebiasan bahwa asmanya kambuh tetapi setelah merokok. diperiksa oleh dokter tidak ada tanda-tanda Dilihat dari hasil penelitian yang gejala asma hanya batuk biasa. Hal ini didapat, hasil efektivitas terapinya masih sesuai dengan penelitian yang dilakukan tidak efektif dikarenakan banyak faktor yang oleh hamdan, dkk. pada tahun 2008 yang menyebabkan terapi tidak efektif. Hasil menyebutkan bahwa banyak faktor yang Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 43 |Okti Ratna Mafruhah mengakibatkan kontrol asma menjadi buruk, sakit yang sering diberikan adalah yaitu faktor ekonomi pasien, penggunaan kombinasi kortikosteroid inhalasi, tingkat pendidikan, Aminopilin pada 20 pasien (50%). kepahaman pasien dan kepatuhan pasien. Tingkat Penentuan efektivitas terapi asma Salbutamol efektivitas berdasarkan nilai inhaler terapi dan terapi asma pasien kuesioner ACT selain dari faktor terapi dan faktor pasien menunjukan 38% pasien asma terkontrol juga faktor dalam pengambilan datapun baik atau efektivitas terapi baik. sangat mempengaruhi terutama dalam menggunakan kuesioner dan wawancara. SARAN Penggunaan kuesioner dibutuhkan daya ingat pasien dan kemauan pasien dalam mengisi kuesioner tersebut Perlu dilakukan penelitian tentang sehingga efektivitas terapi pasien asma dengan didapatkan data yang bener-benar valid dan kuesioner ACT dibandingkan dengan nilai dibutuhkan melakukan fungsi paru. Perlu dilakukan pula penelitian wawancara atau menggali informasi yang lebih lanjut tentang penggunaan kuesioner penting ACT ketelitian kepada dalam pasien. Jika dalam dalam mengontrol asma pasien penggunaan kuesioner dan wawancara dengan metode kohort prospektif dengan tidak teliti dan kurangnya informasi maka pengambilan data pre dan post hasil yang didapat bisa menjadi kurang melakukan follow up pada pasien di rumah valid. sakit Sehingga dapat dikatakan efektifitas umum. informasi Kelengkapan mengenai data pencatatan pasien sehingga atau perlu terapi yang diberikan di Rumah Sakit ditingkaykan, dapat Khusus Paru Respira Yogyakarta daerah mempermudah proses terapi, monitoring, UPKPM Kalasan tidak sepenuhnya gagal evaluasi, dan dikarenakan banyak faktor seperti faktor medik untuk mempermudah akses baik bagi pasien yang menyebabkan nilai ACT kurang klinisi lain maupun peneliti kejelasan penulisan rekam dari 20 sesuai dengan yang diberitahukan sebelumnya dan faktor peneliti yang kurang DAFTAR PUSTAKA lengkap dalam menggali informasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, Gambaran terapi pasien asma dirumah Anonim, Kemenkes. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. MKRI. Jakarta ; 3 Anonim, Kemenkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar. MKRI. Jakarta; 85 Anonim, Kemenkes. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016 44 | Okti Ratna Mafruhah Dinas Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 1-2 A.R., Darmila. 2013. Hubungan karakteristik pasien asma bronkial dengan gejala penyakit refluks gastroesofagus di RSUD dr Soedarso. Pontianak. Naskah publikasi. FK Tanjung Aterine, Medison, Irvan, dan Erlina. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Asma dengan Tingkat Kontrol Asma. Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3;1 Braser, Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi. EGC. Jakarta R.A., Nathan, C.A., Sorkness, M., Kosinki, P., Marcus, J.J., Murray, T.B., Pendergraft. 2014. Development of the astma control test: a survey for assessing asthma control. J Allergi Clin Immunol; 113 (1) : 5965 D., Bachtiar, H.W., Wiwien, dan Faisal. 2009. Proporsi Asma Terkontrol di Klinik Asma RS.Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol 31;2 H., William, A., Kelly, and Christine. 2008. Asthma in DiPiro : Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies. United States of America; 463-479 M., Ilyas, F., Yunus, dan W.H., Wiyono. 2010. Correlation Between Asthma Control Test (ACT) and Spirometry as tool of Assessing of Controlled Asthma. J. Respirologi Indonesia. Vol.30; No.4, 192-193 P.M., Murali, Rajasekan, Perumal, Nalini, Krishnarajasekar. 2006. Plantbased formulation for bronchial asthma : a controlled clinical trial to compare its efficacy with oral salbutamol and teophylline. J. KARGER medical and scientific publisher; 73:457-463 S., Sudigdo, dan I., Sofyan. 2011. DasarDasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta. CV Sagung Seto; 130 W., Atmoko, P., Faisal, Bobian., dan Adisworo. 2011. Prevalens Asma Tidak Terkontrol dan FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kontrol Asma di Polilinik Asma Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. 31 (2); 5360. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 12 No. 2 Tahun 2016