BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa skandal akuntansi menunjukkan keterlibatan figur berotoritas yang memerintahkan bawahannya untuk terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan. CFO WorldCom, Scott Sullivan, mengaku bahwa dirinya diperintahkan oleh CEO, Bernard Ebbers, untuk melakukan kecurangan pada laporan keuangan (McClam 2005). CFO HealthSouth, William Owens, juga mengalami tekanan yang sama dari CEO, Richard Scrushy, untuk melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan perusahaan dalam rangka memenuhi ekspektasi pasar (Taub 2004). Hal ini juga terjadi di Indonesia. Kepala Bagian Keuangan Kabupaten Langkat, Surya Djahisa, juga mengalami tekanan dari Bupati Kabupatan Langkat, Syamsul Arifin, untuk melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Sugito 2013). Realita tersebut didukung oleh penelitian Feng et al. (2011) yang memberikan bukti empirik bahwa CFO cenderung terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan akibat adanya tekanan dari CEO. CEO memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap pelaporan keuangan, namun tidak memiliki akses secara langsung terhadap pelaporan keuangan. Oleh karena itu, CEO biasanya membutuhkan bantuan dari CFO untuk menjalankan niatnya melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Aier et al. 2005). CEO memiliki otoritas terkait karir serta kompensasi CFO, sehingga mampu menekan CFO terkait keputusan pelaporan keuangan. CFO dapat kehilangan pekerjaan serta keuntungan finansial lain jika tidak menaati perintah CEO (Feng et al. 2011). Contoh serta bukti empirik mengenai kecurangan tersebut sejalan dengan penelitian Milgram (1963, 1974) mengenai tekanan ketaatan yang menunjukkan bahwa 65% partisipan mengikuti perintah dari atasannya walaupun hal tersebut bertentangan dengan etika, nilai, dan kepercayaan mereka. Hal ini terjadi karena ketika individu diperintahkan oleh pihak yang memiliki otoritas, individu akan menempatkan dirinya sebagai agen yang akan mengizinkan orang lain untuk mengatur tindakan mereka dan kemudian menggeserkan tanggung jawab atas keputusan tersebut kepada pihak yang memerintahkan tindakan tersebut (Milgram 1963). Studi eksperimen mengenai pengaruh tekanan ketaatan pada konteks kecurangan pelaporan keuangan telah dilakukan oleh Mayhew dan Murphy (2014). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketika individu diperintahkan oleh pihak yang memililki otoritas untuk melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan maka individu akan cenderung untuk melakukan kecurangan. Hal ini disebabkan karena individu merasionalisasi perilakunya dengan menempatkan tanggung jawab penuh kepada pihak yang memiliki otoritas daripada menempatkan tanggung jawab individu atas tindakan tersebut. Dengan demikian, tekanan dan rasionaliasi secara langsung terkait ketika terjadi tekanan ketaatan (Mayhew dan Murphy 2014). 2 Kecurangan pelaporan keuangan merupakan salah saji yang disengaja atau penghapusan jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang ditujukan untuk mengelabuhi pengguna laporan keuangan sehingga menyebabkan laporan keuangan, dalam semua hal yang material, tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (AICPA 2002). Laporan keuangan merupakan ukuran dasar bagi pemangku kepentingan dalam membuat keputusan mengenai penanaman modal, pemberian utang, pembagian bonus, serta keputusan lain terkait organisasi. Oleh karena itu, kecurangan pelaporan keuangan memberikan dampak yang besar terhadap proses bisnis yang terkait dengan organisasi tersebut (PwC 2014). Kecurangan pelaporan keuangan merupakan jenis kecurangan yang paling jarang terjadi, yaitu hanya sebesar 9%, namun memiliki median kerugian terbesar yaitu sebesar USD 1.000.000.000 (ACFE 2014). Angka ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan kerugian yang dialami oleh kedua jenis kecurangan lain, yaitu sebesar USD 130.000 untuk penyalahgunaan aset dan USD 200.000 untuk korupsi (ACFE 2014). Akibat dari besarnya dampak yang disebabkan oleh kecurangan pelaporan keuangan, penting bagi peneliti untuk menggali lebih dalam mengenai intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecurangan pelaporan keuangan (Wells 2004). Literatur mengenai kecurangan menyatakan bahwa perilaku kecurangan seharusnya diuji berdasar pada 3 kategori risiko yaitu (i) adanya kesempatan untuk dilakukannya kecurangan (ii) adanya insentif atau tekanan yang mampu dijadikan sebagai alasan untuk terlibat dalam kecurangan (iii) adanya sikap yang dimiliki 3 individu untuk melakukan rasionalisasi atas kecurangan yang dilakukan (ACFE 2014; AICPA 2002; Wilks dan Zimbelman 2004). Hooper dan Fornelli (2010) dan Srivastava et al. (2009) menyatakan bahwa meskipun terdapat tekanan yang sangat kuat untuk melakukan kecurangan, kecurangan tidak akan dapat terjadi jika tidak ada kesempatan untuk melakukannya. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya kecurangan untuk mencegah terjadinya kecurangan. Kesempatan untuk terjadinya kecurangan dipengaruhi oleh lingkungan internal perusahaan, yang pada umumnya dipengaruhi oleh budaya perusahaan dan keefektifan pengendalian internal. Pada konteks pelaporan keuangan, audit internal merupakan pengendali internal yang utama (Hooper dan Fornelli 2010). Salah satu peran audit internal adalah untuk mengevaluasi dan mengawasi efektivitas dan efisiensi sistem pengendalian internal (IIA 2015). Melalui fungsi pengawasan ini, fungsi audit internal (yang selanjutnya disebut dengan FAI) membantu perusahaan mencapai tujuannya untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan dengan mengamati tindakan manajemen serta bertindak sebagai pencegah pelaporan keuangan yang agresif (Prawitt et al. 2009). FAI juga menyediakan jaminan atas efektivitas pengendalian internal (misalnya dengan memastikan bahwa semua transaksi dilengkapi oleh dokumen yang memadai) melalui evaluasi dan pengujian pengendalian yang dilakukan secara periodik dan pengamatan aktivitas manajemen sehari-hari (Arel et al. 2012). 4 Literatur mengenai fungsi akuntansi menunjukkan bahwa FAI memiliki peranan besar dalam menguatkan reliabilitas proses pelaporan keuangan dan pencegahan kecurangan (Arel et al. 2012; Asare et al. 2008; Gramling et al. 2004; Prawitt et al. 2009; Schneider dan Wilner 1990). Pengujian eksperimen yang dilakukan Schneider dan Wilner (1990) menunjukkan bahwa keberadaan audit internal maupun eksternal memiliki peran pencegah dalam tindakan penyimpangan pelaporan keuangan. Pengujian dengan menggunakan data empirik yang dilakukan oleh Prawitt et al. (2009) dengan mengubah keberadaan FAI menjadi kualitas FAI juga menunjukkan bahwa kualitas FAI (kuat, lemah) berpengaruh terhadap pelaporan keuangan yang agresif. Penelitian pada konteks eksperimen kembali dilakukan oleh Arel et al. (2012) dan menunjukkan hasil bahwa akuntan cenderung untuk tidak membukukan transaksi yang meragukan pada kondisi adanya fungsi internal audit yang kuat dan pemimpin etis yang lemah. Penelitian-penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa kualitas FAI mampu mengurangi perilaku kecurangan pelaporan keuangan. Dengan demikian, diharapkan FAI yang kuat mampu mengurangi pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk menguji secara empirik hubungan ketiga variabel tersebut. Penelitian ini memiliki dua isu utama yaitu mengenai pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan dan strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan. Untuk menjawab isu tersebut, penelitian 5 menggunakan metode eksperimen laboratorium. Metode eksperimen laboratorium digunakan untuk menguji teori yang menerangkan hubungan sebab akibat (Shadish et al. 2002). Kekuatan dari pendekatan eksperimental untuk studi ekonomi adalah peneliti dapat mengamati perilaku di lingkungan abstrak yang mereka kontrol (Charness et al. 2012). Pada penelitian ini, tekanan ketaatan mengacu pada tekanan untuk menuruti perintah dari pihak yang memiliki otoritas (DeZoort dan Lord 1997). Mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Mayhew dan Murphy (2014), tekanan ketaatan dimanipulasi dengan bentuk keberadaan (ada versus tidak ada). Sedangkan untuk FAI, konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arel et al. (2012) yang mengacu pada penelitian Gramling et al. (2004) terbagi menjadi dua kategori (kuat versus lemah) yang pada penelitian ini ditambah dengan kelompok kontrol yaitu tidak adanya FAI. Penambahan kondisi “tidak ada FAI” digunakan untuk memperoleh respon dasar, sehingga mampu diketahui apakah keberadaan FAI memiliki efek pencegahan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan (Schneider dan Wilner 1990). Penelitian ini dimotivasi besarnya tekanan ketaatan yang mendasari CFO melakukan kecurangan pelaporan keuangan serta hasil riset terdahulu (Arel et al. 2012; Baird dan Zelin Ii 2009; Mayhew dan Murphy 2014) yang memunculkan peluang untuk dikembangkan. Secara terperinci, motivasi penelitian ini adalah sebagai berikut: 6 1. Riset terdahulu mengenai tekanan ketaatan (Bishop 2013; Mayhew dan Murphy 2014) pada konteks pelaporan keuangan belum memberikan solusi untuk mengurangi pengaruh tekanan ketaatan dalam perilaku kecurangan pelaporan. Upaya mitigasi ini penting untuk dilakukan agar perusahaan dapat mencegah adanya perilaku kecurangan pelaporan, khususnya pada level CFO. 2. Riset terdahulu mengenai FAI (Arel et al. 2012) masih menguji kecurangan pelaporan keuangan pada tahapan niatan. Penelitian ini menguji pada tahap perilaku. Pengukuran perilaku memiliki kemampuan pengukuran yang lebih baik pada konteks etika karena beberapa hal, yaitu: (i) perilaku merupakan tahap akhir dari model yang dikembangkan oleh Jones (1991); (ii) pengukuran perilaku mengurangi kemungkinan terjadinya social desirability bias (Mayhew dan Murphy 2014). 3. Riset terdahulu mengenai FAI (Arel et al. 2012; Prawitt et al. 2009; Schneider dan Wilner 1990) belum menguji pengaruh FAI jika diinteraksikan dengan variabel lain. Gwilliam dan Marnet (2006) menyatakan pentingnya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai peranan FAI jika diinteraksikan dengan faktor lain. Pengujian secara bersamaan mengenai interaksi kedua variabel ini lebih menggambarkan kondisi yang sering terjadi di lapangan, dimana kedua kondisi ini sering terjadi secara bersamaan. 7 1.2. Pertanyaan Penelitian Secara umum, penelitian ini menguji apakah kualitas FAI yang kuat mampu mengurangi kecurangan pelaporan keuangan pada kondisi adanya tekanan ketaatan. Untuk itu peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah tekanan ketaatan berpengaruh terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan? 2. Apakah fungsi audit internal yang kuat mampu memitigasi pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris: 1. Pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan. 2. Kemampuan mitigasi fungsi audit internal yang kuat atas pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan. 1.4. Kontribusi Penelitian Penelitian ini memiliki kontribusi teoritis dan praktis. Dari segi teoritis, pertama, penelitian ini mencoba memberikan solusi mitigasi pengaruh tekanan ketaatan terhadap perilaku kecurangan pelaporan keuangan yang belum diteliti oleh peneliti sebelumnya [lihat penelitian Bishop 2013; Mayhew dan Murphy 2014; Rafinda 2014]. Kedua, penelitian ini melanjutkan penelitian Arel et al. (2012) mengenai kualitas FAI terhadap kecurangan pelaporan keuangan yang masih 8 menggunakan tahapan niatan kecurangan pelaporan keuangan. Berdasarkan proses pengambilan keputusan etis yang dikembangkan oleh Jones (1991) niatan melakukan kecurangan masih berada pada tahap ketiga dari empat tahap yang sering digunakan untuk memprediksi perilaku etis individu. Penelitian ini berbeda dengan penelitian (Arel et al. 2012) karena penelitian ini menguji perilaku kecurangan individu secara langsung (tahap keempat) dan bukan lagi niatan melakukan kecurangan (tahap ketiga). Ketiga, penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya [lihat penelitian Arel et al. 2012; Prawitt et al. 2009; Schneider dan Wilner 1990] yang belum menguji pengaruh FAI jika diinteraksikan dengan variabel lain. Dari segi praktis, penelitian ini menjadi masukan bagi fungsi audit internal untuk menentukan posisi mereka dalam organisasi. Penelitian ini menunjukkan jenis FAI yang manakah yang mampu mengurangi perilaku kecurangan pelaporan keuangan pada kondisi adanya tekanan ketaatan. 9 1.5. Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini selengkapnya diorganisasikan sebagai berikut: Bab I : Menguraikan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan, kontribusi penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II : Membahas tinjauan literatur dan pengembangan hipotesis. Bab III : Membahas metoda penelitian dengan menguraikan pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, prosedur eksperimen, cek manipulasi, dan analisis data dan pengujian hipotesis. Bab IV : Menguraikan analisis data dan pengujian hipotesis dengan menyajikan hasil pengolahan data dan pembahasannya. Bab V : Berisi diskusi, implikasi penelitian, simpulan, keterbatasan, dan saran bagi penelitian mendatang. 10