BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia,
karena dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensinya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Kedudukan pendidikan yang penting, maka pemerintah mewajibkan
kepada seluruh warga Indonesia agar mengikuti pendidikan. Sebagaimana telah
diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu bahwa “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Hal itu merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang
penting. Kualitas pendidikan akan dikatakan berhasil apabila siswa mampu
mencapai semua tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib
yang termuat dalam kurikulum pendidikan nasional.
Cholisin (2014: 109)
mendefinisikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut :
Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai pendidikan politik yang
fokus materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara
yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan
tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi
warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
Berdasarkan
Permendiknas
No.
22
Tahun
2006,
Pendidikan
Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
1
2
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia
Tahun
1945.
Sedangkan
tujuan
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan;
2) Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara
sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain;
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang tujuan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan pada butir pertama salah satunya yaitu berpikir kreatif.
Sebagaimana juga dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan kreativitas siswa.
Maka guru sebagai komponen utama dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah
diupayakan mampu menjadi faktor pendorong dalam meningkakan kreativitas
siswa yaitu dengan cara mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Tanpa kreatifitas yang terlatih, maka akan sulit dengan adanya ketatnya
persaingan dan tajamnya perbedaan yang muncul. Namun ironisnya, aspek
kreativitas ini tidak mendapat perhatian serius dari sekolah. Sebagaimana
dijelaskan oleh Anies (Jamal Ma’mur, 2011: 135) yang menyatakan bahwa :
Proses pendidikan kita saat ini terlalu mementingkan aspek kognitif dan
mengabaikan kreativitas. Proses pengajaran di sekolah lebih
mementingkan target pencapaian kurikulum dibandingkan penghayatan isi
kurikulum secara imajinatif dan kreatif. Gejala ini telah tampak proses
pendidikan di Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi tidak membuka
peluang bagi anak-anak untuk berpikir divergen dan nonkonvensional.
Dari pernyataan di atas bahwa kondisi tersebut belum sesuai dengan tujuan
pendidikan di Indonesia khususnya Pendidikan Kewarganegaraan. Padahal
berpikir
kreatif
sangat
penting
bagi
siswa
dalam
menanggapi
isu
kewarganegaraan. Mengenai berpikir kreatif, Elaine B Johnson (2014: 214)
3
berpendapat, “Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih
dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan
kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang mampu
melahirkan ide-ide yang tak terduga”.
Pada dasarnya ciri-ciri berpikir kreatif menurut Guilford (Munandar, 2004:
10) terbagi menjadi dua dimensi utama, yaitu karakteristik aptitude dan nonaptitude. Ciri-ciri aptitude adalah karakteristik yang berkaitan dengan aspek
kognitif atau proses berpikir yang meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas,
dan elaborasi. Karakteristik non-aptitude adalah karakteristik yang berkaitan
dengan sikap atau perasaan. Kedua dimensi utama tersebut diperlukan agar
perilaku kreatif dapat terwujud.
Keberhasilan dari suatu kegiatan pembelajaran akan terlihat dari
pencapaian tujuan pembelajaran. Suatu pembelajaran akan dikatakan berhasil
apabila tujuannya telah tercapai. Tujuan pembelajaran dapat dicapai melalui
model pembelajaran. Hal itu dapat dikaitkan dengan penjelasan Aunurrahman
(2014: 146) bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan befungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan
dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, maka kecermatan guru dalam memilih model
pembelajaran menjadi hal penting, karena pembelajaran adalah suatu proses yang
kompleks yang didalamnya melibatkan berbagai unsur yang dinamis. Artinya
bahwa keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran bisa dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya yaitu penggunaan model pembelajaran yang tepat.
Berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran, Aunurrahman (2014:
143) menyatakan bahwa:
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya
rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan
motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa
untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil
belajar yang lebih baik.
4
Berkaitan dengan kewajiban guru dalam melaksanakan tugasnya pada saat
kegiatan pembelajaran, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 40 (2) mengatur tentang tiga kewajiban pendidik.
Salah satu dari kewajiban tersebut berbunyi bahwa “Pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”.
Berdasarkan hal tersebut, maka guru diharapkan tidak hanya menggunakan
model pembelajaran konvensional yaitu berupa ceramah. Melainkan diupayakan
mampu menggunakan metode dan model pembelajaran yang lebih variatif.
Dengan demikian, diharapkan siswa dapat lebih memahami materi pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan oleh guru di kelas. Siswa tidak
hanya terpaku pada bahan materi belajar yang disampaikan oleh guru saja
melainkan dapat memikirkan lebih jauh lagi mengenai materi yang sedang
dipelajari tersebut, siswa akan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas terkait
materi yang diberikan, sehingga siswa dapat menguasai materi pembelajaran
dengan baik dan mampu mencapai tujuan pembelajaran
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (Aunurrahman, 2014: 148) terdapat
ragam model pembelajaran sebagai berikut :
1. Kelompok model sosial (sosial family);
2. Kelompok pengolahan informasi (information processing family);
3. Kelompok model personal (personal family);
4. Kelompok model sistem perilaku (behavioral system family).
Setiap kelompok model pembelajaran yang disebutkan di atas memiliki
ciri khas masing-masing sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru Pendidikan
Kewaganegaraan yaitu model pembelajaran aktif yaitu Kelompok pengolahan
informasi (information processing family). Kelompok model pengolahan
informasi (information processing family) merupakan salah satu kelompok model
pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait
dengan kegiatan proses atau pengoahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas
siswa melalui proses pembelajaran. Seperti model pembelajaran Topical Review,
model ini merupakan model pembelajaran yang memotivasi peserta didik untuk
5
mengembangkan wawasan dan pengetahuan peserta didik. Peserta didik diajak
untuk mengingat kembali tentang informasi apa yang telah dipelajari sebanyak
yang mereka ingat. Guru meninjau kembali topik dengan mengajukan pertanyaan
melalui video yang sesuai dengan topik pembelajaran yang sedang dibahas agar
siswa mampu meningkatkan pengetahuannya, serta melatih siswa menyelesaikan
masalah.
Proses belajar mengajar bisa membosankan apabila cara penyampaian
materi kurang menarik. Terutama pada beberapa mata pelajaran sosial seperti
Pendidikan Kewarganegaraan. Melihat adanya permasalahan tersebut, diperlukan
model pembelajaran yang dapat memecahkan siswa agar tetap bisa mencapai
kompetensi yang harus dicapai baik secara kognitif, psikomotor maupun afektif.
Hasil observasi awal di SMP Negeri 8 Surakarta pada hari Selasa, 12
Januari 2016 bahwa kegiatan belajar-mengajar di kelas guru menggunakan model
pembelajaran secara konvensional. Guru memberikan atau menerangkan materi
pelajaran dengan ceramah, kemudian siswa menyimak dan mendengarkannya,
tanya jawab dan penugasan. Guru selalu menggunakan model konvensional, tidak
pernah menggunakan model pembelajaran yang lain atau yang lebih variatif
alasannya karena anak lebih senang mendengarkan, namun ada juga
kelemahannya yaitu siswa cenderung bosan. Dari segi nilai didapat bahwa siswa
kelas VIII memiliki rata-rata nilai yang masih cukup, dengan KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) 75. Contohnya dari hasil nilai ulangan semester I kelas VIII
G dengan jumlah siswa 26 didapat rerata 74, terdapat 13 siswa yang mendapat
nilai sama dengan atau lebih besar dari 75, 13 siswa mendapat nilai kurang dari
75, nilai tertinggi 85 dan terendah 67.
Selanjutnya mengenai kegiatan di kelas, bahwa siswa yang aktif memberi
gagasan atau pertanyaan jika ada materi yang belum jelas sekitar 20%, ketika anak
menyampaikan gagasan masih terpaku dengan buku lembar kerja siswa dan buku
paket dari sekolah, ketika guru melontarkan suatu pertanyaan jawabannya sama
tidak ada siswa yang berani menambahkan gagasan yang berbeda.
Akibatnya siswa cenderung pasif, yaitu hanya menerima informasi dari
guru. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena beberapa hal diantaranya yaitu
6
persepsi siswa terhadap mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai hal
yang membosankan karena hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh
guru dan menuntut untuk menghafalnya, siswa cenderung pasif di kelas karena
kegiatan pembelajaran menggunakan strategi ekspository, kemampuan guru dalam
menerapkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran masih
terbatas.
Kompetensi Dasar (KD) “Mendeskripsikan sistem pemerintahan indonesia
dan peran lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat” merupakan
materi keilmuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada ranah kognitif.
Sistem pemeritahan Indonesia ialah sistem pemerintahan yang berdasarkan pada
kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam UUD RI Tahun 1945. Pasal 1 ayat
(2) bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Abdul Aziz wahab dan Sapriya (2011: 17) menyatakan
bahwa “Masyarakat memerlukan anak-anak dan pemuda yang memiliki
pengetahuan yang luas tentang pemerintahan dan demokrasi yang ideal yang
direfleksikan dalam berhubungan dengan orang lain dan mempraktikkannya
sebagai warga negara yang baik”. Berdasarkan pendapat tersebut maka siswa
sebagai generasi bangsa perlu mendapatkan pengetahuan tentang sistem
pemerintahan. Hal tersebut yang menjadi latar belakang perlunya penerapan
materi tentang sistem pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai
kedaulatan rakyat yang telah di implikasikan pada KD 5.2 kurikum KTSP kelas
VIII tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dengan demikian, diharapkan
siswa mengetahui dan memahami tentang sistem pemerintahan dan kedaulatan
rakyat negara Indonesia serta mampu mempraktikannya di dalam kehidupan
sehari-hari baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas, maka guru pendidikan kewarganegaraan
perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satunya yaitu model pembelajaran
kooperatif Topical Review untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
7
Menurut Silberman (2009: 242) mengenai model pembelajaran Topical
Review disebutkan bahwa “Strategi ini dengan lemah lembut menantang peserta
didik untuk mengingat kembali apa yang dipelajari dalam setiap topik atau unit
pelajaran. Strategi ini sangat baik untuk membantu peserta didik mengunjungi
kembali isi yang telah dilipat”.
Sedangkan Saefuddin & Berdiati (2014: 126) mengemukakan bahwa
“Strategi pembelajaran Topical Review memotivasi peserta didik mengembangkan
wawasan dan pengetahuan peserta didik. Peserta didik diajak untuk mengingat
kembali tentang apa yang dipelajari sebanyak apa yang mereka ingat. Guru
meninjau topik dengan mengajukan pertanyaan untuk mengukur kemampuan
peserta didik”.
Banyak terdapat model pembelajaran, dalam penerapannya akan lebih baik
jika disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa diperlukan model pembelajaran yang mampu
memunculkan permasalahan agar siswa mampu meningkatkan kemampuannya
untuk berpikir dan berusaha menyelesaikan permasalahan dengan pengetahuan
yang sudah dimiliki. Sebagaimana telah disebutkan oleh Wati dan Rahman (2013:
3) berpendapat bahwa dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada salah
satunya
adalah
model
pembelajaran
berbasis
masalah
dimana
metode
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
Guru sebagai komponen utama dan fasilitator siswa dalam pembelajaran
mampu mengajarkan tentang kemampuan kreativitas siswa. Menurut Amabile
(Munandar,1995: 109) mengemukakan bahwa :
Guru dapat melatih keterampilan bidang pengetahuan dan keterampilan
teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa, matematika atau seni. Pada
umumnya orang melihat ini sebagai pekerjaan dan tugas guru. Sampai
batas tertentu, guru juga dapat mengajar keterampilan kreatif cara berpikir
menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik-teknik untuk
memunculkan gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan seperti ini dapat
diajarkan secara langsung, tetapi paling tidak disampaikan melalui contoh.
Selain pendapat tersebut, dijelaskan juga bahwa pengajaran dapat
dirancang untuk membantu mengembangkan kreativitas siswa. Berkaitan dengan
8
hal tersebut Hudgins (Soesilo, 2014: 84) bahwa : “A climate for creativity in the
classroom stress disciplined behavior and a learning environment that provides
opportunities for unevaluated efforts andis generally supportive of creatuve
andavors”.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka kemampuan berpikir kreatif siswa
dapat dikembangkan
oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Guru dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan model pembelajaran
Topical Review. Terdapat beberapa penelitian relevan mengenai model
pembelajaran Topical Review yaitu penelitian oleh Dede Tutin Indrayanti (2013)
dengan judul ”Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan menggunakan
Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Topical Review Pada Mata Pelajaran IPS di MTs
Satu Atap Al-Ma’rifah Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon”. Hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan strategi pembelajaran
Topical Review mampu meningkatkan respon, aktivitas, dan hasil belajar siswa.
Penelitian berikutnya oleh Wisnu Yuda Perwira (2011) berjudul
”Perbandingan Efektivitas Strategi Pembelajaran Student Recap (Ikhtisar Siswa)
dan Topical Review (Tinjauan Topik) Terhadap Prestasi Belajar Organ dan Proses
Reproduksi pada Manusia Siswa Kelas XI Atp H dan Atp I SMK Negeri 1
Mojosongo Boyolali Tahun Ajaran 2010/ 2011”. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas yang diajar menggunakan strategi
pembelajaran Topical Review lebih tinggi dibandingkan menggunakan strategi
pembelajaran Student Recap.
Dari hasil penelitian relevan yang ada, menunjukkan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran Topical Review dapat meningkatkan respon
siswa terhadap model pembelajaran tersebut, meningkatkan aktivitas siswa,
meningkatkan hasil belajar, serta meningkatkan prestasi belajar. Oleh karena itu,
peneliti ingin melakukan penelitian eksperimen model pembelajaran Topical
Review terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 8 Surakarta.
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Persepsi siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
hal yang membosankan dan terkesan menuntut hafalan terhadap materi;
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah;
3. Siswa masih cenderung pasif di dalam kelas;
4. Kemampuan guru dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang
dapat meningkatkan praktik pembelajaran di sekolah masih terbatas.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan berbagai identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas,
dapat diambil pembatasan masalah dalam penelitian ini agar lebih terarah dan
mendalam. Pembatasan masalah dalam penelitian ini dibatasi yakni kemampuan
berpikir kreatif siswa pada pendidikan kewarganegaraan masih rendah dan
kemampuan guru dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat
meningkatkan praktik pembelajaran di sekolah masih terbatas pada pelajaran
pendidikan kewarganegaraan kelas VIII di SMP Negeri 8 Surakarta tahun ajaran
2015/2016.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut. “Apakah ada pengaruh model Topical Review terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Surakarta
(Studi Pada KD : Mendeskripsikan Sistem Pemerintahan Indonesia dan Peran
Lembaga Negara sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat)”.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah :
Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh model Topical Review terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri
10
8 Surakarta (Studi Pada KD: Mendeskripsikan Sistem Pemerintahan Indonesia
dan Peran Lembaga Negara sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat)”.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmu pengetahuan,
khususnya dalam pendidikan kewarganegaraan untuk dapat memperhatikan
pentingnya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru pendidikan kewarganegaraan di SMP Negeri 8 Surakarta;
1) Menambah wawasan dan pengetahuan guru, khususnya tentang model
yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
2) Menambah pengetahuan dalam mencari alternatif model pembelajaran
yang tepat agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
b. Bagi siswa;
Memberikan suatu pengalaman belajar baru dan mengoptimalkan cara
berpikir kreatif sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif.
c. Bagi sekolah;
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam kegiatan belajar-mengajar.
d. Bagi peneliti lain;
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dan referensi bagi
penelitian yang lain.
Download