BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat yang tidak memiliki ketertarikan kepada lawan jenisnya, mereka lebih memiliki ketertarikan seksual kepada sesama jenisnya dan kaum minoritas itu sering disebut sebagai homoseksual. Homoseksual dapat diartikan sebagai individu yang memiliki ketertarikan seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila perempuan. Istilah homoseks pertama kali diciptakan tahun 1869 oleh Dr Karl Maria Kertbeny, seorang dokter berkebangsaan Jerman-Hongaria. Istilah ini disebarluaskan pertama kali di Jerman melalui pamflet tanpa nama. Kemudian penyebarannya ke seluruh dunia dilakukan oleh Richard Freiher Von Krafft-Ebing dalam bukunya “Psychopathia Sexualis” (Wahyu, 2007). Dalam berhubungan seksual, gay mengenal 3 tipe, yaitu top, bot dan versitale. Top diartikan seorang gay yang memerankan prilaku seksual sebagai subjek penetrasi. Sedangkan bot dari kata bottom adalah seorang gay akan "menerima" penetrasi (dianal sex). Sedangkan versitale adalah seorang gay yang dapat memerankan prilaku seksualnya keduanya. Baik sebagai penetrasi ataupun sebaliknya, Sehingga tidak ada lagi seorang selalu ditempatkan sebagai top pure ataupun bot pure. (http://gerakan-gay.blogspot.com/2009/01/top-bottom-dan-vers.html) Sampai saat ini di Indonesia masih banyak masyarakat yang menolak adanya kaum homoseksual. Masyarakat beranggapan bahwa homoseksual itu menyimpang dari ajaran agama yang mengharuskan laki-laki berpasangan dengan perempuan bukan laki-laki dengan laki-laki atau sebaliknya perempuan dengan perempuan. Bahkan di Indonesia, dengan di sahkannya UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi kaum homoseksual juga terdiskriminasi secara hukum. UU No. 44 tahun 2008 pasal 4 ayat 1 a yang mengkategorikan gay, lesbian, anal sex, dan oral sex sebagai pesenggamaan yang menyimpang. Padahal menurut ilmu medis dan psikologis homoseksual sudah tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan oleh American Psychiatric Association (APA), dan kemudian pada 17 Mei 1990 organisasi kesehatan dunia (WHO) secara resmi mengeluarkan homoseksual dari ketegori penyakit, dan homoseksual sudah tidak lagi digolongkan ke dalam gangguan kejiwaan melainkan orientasi seksual yang berbeda dalam pedoman penggolongan gangguan kejiwaan (PPDGJ) III tahun 1993. (http://gerakan-gay.blogspot.com/2009/03/mohon-dukungan-jr-uu-pornografi.html) Menurut Wahyu (2007), banyak sekali ketidakadilan persepsi dari masyarakat yang kemudian berkembang menjadi perilaku-perilaku nyata yang sangat merugikan kaum homoseksual. Kebanyakan persepsi dan cara mereka berperilaku tidak bisa lepas dari norma sosial dan kekurangtahuan akan gay. Muncullah homophobia dari masing-masing pribadi yang kemudian membentuk suatu penolakan masyarakat terhadap keberadaan kaum gay. Efek yang ditimbulkan adalah intimidasi, pelabelan negatif, pelecehan, penyingkiran dari komunitas, kekerasan fisik sampai kematian bisa terjadi. Ketika melihat dan menyadari bahwa kosekuensi pengungkapan identitas seksual sebagai gay begitu berat, maka kaum gay memutuskan untuk tetap menjalani kehidupan sebagaimana layaknya orang biasa. Menurut Argyo Homophobia adalah sebuah sikap atau perasaan negatif, tidak suka terhadap gay atau lesbian atau homoseksualitas secara umum. Homophobia bisa juga diartikan penolakan terhadap orang-orang yang dianggap gay atau lesbian dan semua yang diasosiasikan dengan mereka, misal sikap non konformitas terhadap peran gender. Menurut Mulyani (2009), dalam penelitiannya tentang “Tinjauan Psikososial, Agama, Hukum dan Budaya Terhadap Keberadaan Kaum Gay di Indonesia” yang dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor, mendapatkan hasil 78% mahasiswa IPB menolak keberadaan kaum gay karena dipandang sebagai perilaku yang berdosa, menjijikan dan tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Rothblum dalam Crooks & Baur (2005) coming out memiliki beberapa tahapan, yaitu memahami diri sendiri, penerimaan diri tentang orientasi seksualnya, keterbukaan kepada orang lain tentang orientasi seksualnya, memberitahu kepada keluarga, dan bergabung dalam komunitas homoseksual. idealnya kaum gay dapat mencapai kelima tahapan ini agar mereka dapat berkembang menjadi individu yang berjiwa sehat dan memiliki kepercayaan diri yang baik. Pada kenyataannya di Indonesia kaum homoseksual ada yang dapat mencapai tahap coming out dalam artian sederhana mengakui atau terbuka kepada orang lain bahwa orientasi seksualnya adalah dengan sesama jenis. Adapula kaum homoseksual tidak dapat mencapai tahap coming out karena di Indonesia yang masih menjunjung tinggi ke Timuran-nya, kaum homoseksual masih sering dipandang negatif oleh masyarakat luas. Seperti pada kasus berikut ini. Wawancara berlangsung pada tanggal 27 Maret 2012. A, seorang pengusaha komputer di salah satu Mall di Jakarta. A memiliki seorang pasangan dan sudah menjalin hubungan selama kurang lebih 2 tahun. A sebenarnya sudah bisa terbuka kepada orang lain tentang orientasi seksualnya, akan tetapi ada satu hal yang membuat A tidak bisa mencapai tahap tersebut, yaitu pasangan A yang belum siap untuk terbuka kepada orang lain tentang orientasi seksualnya. Dalam kasus A yang menjadi penghambat untuk A mencapai tahapan coming out yang ketiga adalah pasangan A yang belum siap bila orang lain mengetahui orientasi seksualnya. Padahal seharusnya pasangan menjadi pendukung dalam proses coming out itu sendiri. Lain halnya dengan W, wawancara berlangsung pada tanggal 23 Oktober 2011. W (21 tahun) adalah anak laki-laki satu-satunya deri keluarga yang cukup keras. W secara terang-terangan berani mengakui bahwa dirinya adalah homoseksual dalam hal ini Gay. W menyadari bahwa ia memiliki orientasi seksual dengan sesama jenis sejak berusia 17 tahun. Penyebabnya adalah karena ayah W yang sangat otoriter dan perasaan W yang membenci ayahnya. Saat pertama kali W menyadari bahwa ia adalah seorang homoseksual W merasa ada sesuatu yang salah, ia sama sekali tidak tertarik kepada lawan jenisnya tetapi ia merasa tertarik dan sangat nyaman bersama dengan laki-laki dewasa. Awalnya W merasa malu untuk mengungkapkan orientasi seksualnya itu, tapi seiring berjalannya waktu, W akhirnya berani untuk mengatakan kepada keluarganya. Setelah mengakui bahwa dirinya adalah gay W diusir dari rumah oleh ayahnya. W juga bergabung dengan komunitas Gay yang ada di Jakarta. Bagi sebagian kaum gay, memberitahu keluarga adalah salah satu tahap yang paling sulit karena reaksi yang akan timbul dari keluarga kebanyakan berupa kemarahan dan rasa bersalah dari orang tua. Tapi W berani mengatakan kepada orang tuanya dan bersedia menanggung resikonya. Ia diusir dari rumah dan dibuang oleh keluarganya. Sekarang dia bahkan bergabung dengan salah satu komunitas gay di Jakarta. Menurut hasil survey YPKN (Yayasan Pelangi Kasih Nusantara) menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Menurut Ridho Triawan, pengurus LSM Arus Pelangi, sebuah yayasan yang menaungi lesbian, gay, waria dan transgender, setidaknya ada 5000 gay serta lesbian yang hidup di Jakarta. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siskawaty Fukarly Putri dalam penelitiannya yang berjudul proses coming out pada lesbian menunjukkan ada 3 hal yang mendukung seorang homoseksual untuk mencapai coming out yaitu materi, usia dan sosial. Dari penelitian itu juga ditemukan bahwa akan sangat sulit untuk mencapai coming out sempurna, karena tidak semua syarat untuk mencapai coming out sempurna akan didapat seorang lesbian dengan mudah, terlebih lagi di negara yang kental ke-Timurannya seperti Indonesia. B. Identifikasi Masalah Sampai saat ini masyarakat masih memiliki pandangan negatif kepada kaum homoseksual khususnya di Indonesia yang masih sangat kental budaya keTimurannya. Banyak masyarakat yang menganggap homoseksual adalah suatu panyakit yang lebih baik tidak usah di dekati. Masyarakat juga menganggap homoseksual menyimpang dari ajaran agama yang mengharuskan laki-laki berpasangan dengan perempuan bukan laki-laki dengan laki-laki ataupun perempuan dengan perempuan. Hal-hal inilah yang dapat menjadi penghambat bagi para kaum homoseksual untuk dapat mencapai kelima tahapan dari coming out, bahkan untuk mencapai tahap pertama saja akan menjadi begitu sulit karena sejak kecil sudah ditanamkan oleh orang tua bahwa laki-laki harus berpasangan dengan perempuan dan begitu juga sebaliknya perempuan harus berpasangan dengan laki-laki. Ada lima tahap coming out yaitu memahami diri sendiri, penerimaan diri, keterbukaan, memberitahu kepada keluarga, dan bergabung ke dalam komunitas. tahap yang pertama adalah memahami diri sendiri, pada tahap ini seorang gay menyadari bahwa ada yang berbeda dengan orientasi seksualnya. Mereka merasa tertarik secara seksual kepada sesama jenisnya bukan kepada lawan jenisnya. Tahap yang kedua adalah penerimaan diri. Pada tahap ini seorang gay menerima orientasi seksualnya, tahap ini sulit untuk dicapai karena nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sekarang ini. Masyarakat Indonesia cenderung memandang negatif kepada kaum gay. Masyarakat masih menganggap homoseksual adalah suatu penyakit yang lebih baik tidak di dekati. Tahap yang ketiga adalah keterbukaan. Pada tahap ini seorang gay tidak lagi merahasiakan orientasi seksualnya kepada orang lain dan teman-teman terdekatnya. Hal ini berhubungan dengan relasi seorang gay dengan orang lain. Dia akan merasa nyaman untuk berhubungan dengan orang lain bila ia menjadi dirinya sendiri tanpa ada rahasia yang harus ditutupi. Tahap yang keempat adalah memberitahu keluarga. Tahap ini mungkin adalah tahap yang paling sulit karena keluarga, dalam hal ini orang tua ingin anaknya menjadi seseorang yang bisa mereka banggakan, namun pada kenyataannya anak laki-lakinya ternyata adalah seorang gay hal ini akan menghancurkan harapan mereka. Hal ini yang membuat sebagian gay sulit untuk mencapai tahap keempat ini karena mereka tidak mau mengecewakan orang tua mereka. Tahap kelima adalah bergabung dengan komunitas. pada tahap ini seorang gay akan bergabung dengan komunitas, dari komunitas itu mereka akan mendapatkan penerimaan yang tidak mereka dapatkan dari masyarakat sekitar. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tahapan dan keberhasilan coming out yang terjadi pada gay. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis Khususnya bagi para psikolog, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti, terutama di bidang psikologi klinis dan psikologi sosial yang berkaitan dengan proses coming out dan sosialisasi kaum homoseksual dalam hal ini gay. 2. Manfaat praktis Manfaat penelitian ini dibuat adalah untuk kaum homoseksual agar mereka dapat menerima diri mereka apa adanya dan berani untuk menampilkan diri mereka kepada masyarakat luas, karena sekarang ini homoseksual sudah tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan melainkan orientasi seksual yang berbeda. E. Kerangka Berfikir Ada tiga jenis orientasi seksual, yaitu heteroseksual yang adalah individu yang memiliki ketertarikan seksual kepada lawan jenisnya, biseksual yaitu individu yang memiliki ketertarikan seksual kepada lawan jenisnya maupun sesama jenisnya, dan homoseksual yaitu individu yang memiliki ketertarikan seksual kepada sesama jenisnya. Yang menjadi fokus peneliti adalah homoseksual. Homoseksual itu sendiri di kelompokkan menjadi gay untuk laki-laki yang menyukai sesama jenisnya dan lesbian untuk perempuan yang menyukai sesama jenisnya. Saat ini fenomena homoseksual sudah banyak kita jumpai di sekitar kita. Sekarang ini mereka sudah mulai berani untuk menunjukkan orientasi seksual mereka dengan terang-terangan, bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa tempat di Jakarta adalah “ Base Camp” mereka misalnya di Sarinah, Jakarta Pusat. Ada beberapa tahapan coming out yang dialami oleh seorang homoseksual, yaitu memahami diri sendiri, penerimaan diri, keterbukaan, memberitahu keluarga, dan bergabung dengan komunitas. tahap pertama adalah memahami diri sendiri, pada tahap ini seorang homoseksual dalam hal ini adalah gay mulai menyadari ada sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Dia memiliki ketertarikan seksual kepada sesama jenisnya bukan kepada lawan jenisnya seperti orang kebanyakan. Tahap kedua adalah penerimaan diri, pada tahap ini setelah mengetahui orientasi seksualnya tahap selanjutnya adalah menerima orientasi seksualnya. Tahap ini termasuk salah satu tahap yang sulit untuk dilalui karena sejak kecil nilai yang ditanamkan adalah seorang laki-laki harus berpasangan dengan perempuan dan begitu juga sebaliknya perempuan harus berpasangan dengan laki-laki sehingga sulit bagi sebagian homoseksual untuk dapat menerima orientasi seksualnya. Tahap ketiga adalah keterbukaan kepada orang lain dan teman-teman terdekat. Tahap ini juga cukup sulit karena nilai-nilai yang terkandung di masyarakat kita cenderung memandang negatif kepada kaum homoseksual. Tidak semua orang dapat menerima kehadiran homoseksual di sekitarnya, banyak orang yang merasa “jijik” dengan keberadaan mereka sehingga akan sulit bagi seorang homoseksual untuk dapat terbuka dengan orang lain apalagi teman-teman terdekat karena mereka takut merusak hubungan perteman yang ada. Tahap keempat adalah memberitahu kepada keluarga. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dan juga penting untuk dilewati bagi seorang homoseksual. Tidak nyaman memiliki sebuah rahasia apalagi kepada keluarga dalam hal ini orang tua, tetapi apabila rahasia itu diungkapkan, rahasia itu bisa menghancurkan harapan dan bahkan menghancurkan keluarga itu sendiri. Itulah yang dirasakan oleh seorang homoseksual yang sedang dalam tahap memberitahu keluarga, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan masak-masak apakah dia harus memberitahu keluarganya tentang orientasi seksualnya? Siapkah dia dengan resikonya nanti? Dan banyak hal lainnya yang harus dia pikirkan sebelum dapat melewati tahap ini. Tahap kelima adalah bergabung dengan komunitas. dalam tahap ini seorang homoseksual akan bergabung dengan komunitas untuk mendapatkan penguatan dan penerimaan yang tidak mereka dapatkan dari masyarakat.Tidak semua homoseksual dapat melewati kelima tahapan coming out tersebut. Ada homoseksual yang berhenti pada tahap tertentu, dan ada juga homoseksual yang dapat melewati kelima tahapan coming out tersebut. Individu Heteroseksual Biseksual Homoseksual Gay Lesbian Tahapan coming out ( Rothblum 1983) 1. Memahami diri sendiri 2. Penerimaan diri 3. Keterbukaan 4. Memberitahu keluarga 5. Bergabung dalam komunitas Berhasil Coming Out Bagan 1.1 Kerangka Berpikir Tidak berhasil coming out