ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN RESIKO RETENSI URIN PADA KELUARGA Tn.S KHUSUSNYA Tn.S DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DI DUSUN KRAJAN DESA TRUKO KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG Oleh : DIANA HANDAYANI 0131700 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 PENGELOLAAN RESIKO RETENSI URIN PADA KELUARGA Tn.S KHUSUSNYA Tn.S DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DI DUSUN KRAJAN DESA TRUKO KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG Diana Handayani*, Ahmad Kholid**, Wulansari*** Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Resiko retensi urin adalah kemungkinan disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya. Penyebabnya adalah supravesikal (kerusakan pada pusat miksi), vesikal (kelemahan otot destrusor), infravesikal (distal kandung kemih) Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan resiko retensi urin dengan benigna prostat hiperplasia pada keluarga Tn.S khususnya Tn.S di Dusun Krajan, Desa Truko, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa pendidikan kesehatan tentang benigna prostat hiperplasia. Pengelolaan resiko retensi urin dilakukan selama dua hari pada keluarga Tn.S khususnya Tn.S dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang meliputi wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi. Hasil pengelolaan didapatkan resiko retensi urin teratasi dengan kriteria hasil Tn.S mau membuat keputusan yang tepat, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit. Saran bagi tenaga kesehatan yang ada di daerah Truko, sebaiknya lebih intensif melakukan kunjungan kemasyarakatan dan banyak memberi penyuluhan kesehatan. Kata Kunci Kepustakaan : Pengelolaan Resiko Retensi Urin, BPH, Keluarga : 21 (2006-2015) Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo ABSTRACT The risk of urinary retention is the possibility of emptying the bladder dysfunction including to initiate urination, poor stream, slow or intermittent stream, feeling of incomplete voiding and necessary effort or with an emphasis on suprapubic clearing. The cause is supravesikal (damage to the central micturition), vesicles (destrusor muscle weakness), infravesikal (distal bladder) Form of bladder neck stiffness, phimosis, urethral meatus stenosis, urethral trauma, stone urethra, bladder neck sclerosis. The purpose of this paper to determine the risk management of urinary retention with benign prostatic hyperplasia in particular Tn.S family Tn.S in Krajan, Truko village, Bringin subdistrict, Semarang regency. The method used is to provide a form of health education on the management of benign prostatic hyperplasia. Management of the risk of urinary retention was conducted over two days at the family Tn.S especially Tn.S using data collection techniques that included interviews, physical examination and observation. The results were obtained risk of urinary retention resolved with outcomes Tn.S want to make the right decisions, families are able to care for sick family members. Advice for health workers in the area Truko, preferably more intensive social visits and much to give health education. Keywords Bibliography : Urinary Retention Risk Management, BPH, Family : 21 (2006-2015) Pendahuluan Keluarga menurut Sayekti (1994) dalam Dion dan Betan (2013:2) adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan keluarga menurut Depkes RI (1988) dalam Padila (2012:19) adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang kumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam keluarga terdapat lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan terkait dengan adanya anggota keluarga yang sakit, lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan yang tepat, merawat anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan(Dion dan Betan, 2013: 17; Padila, 2012: 27). Perawatan kesehatan keluarga adalah perawatan kesehatan yang ditunjukkan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuannya yang dilakukan oleh seorang perawat profesional dengan proses keperawatan yang berpedoman pada standart praktek keperawatan dengan berlandasan pada etik dan etika keperawatan dalam lingkup dan wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Dion dan Betan, 2013:46). Pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Notoatmodjo (2011) adalah meningkatkan angka harapan hidup. Dilihat dari sisi ini pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil, karena angka harapan hidup bangsa kita telah meningkat secara bermakna. Namun disisi lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini membawa beban bagi masyarakat, karena populasi penduduk usia lanjut meningkat. Hal ini berarti kelompok risiko bertambah dalam masyarakat kita dan menjadi lebih tinggi. Meningkatnya populasi lansia ini bukan hanya fenomena di Indonesia saja tetapi juga merupakan fenomena global. Menurut Padila (2013), saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo diperkirakan 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun keatas dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika serikat pertambahan orang lanjut usia diperkirakan 1.000 orang per hari pada tahun 1985. Diperkirakan 50% dari penduduk saat ini berusia diatas 50 tahun (Lansia). Dan di Indonesia jumlah lanjut usia (lansia) menduduki peringkat ketiga di dunia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia mencapai 18,1 juta jiwa atau 7,6 persen dari penduduk. Tahun 2014, jumlah lanjut usia di Indonesia mencapai 18,78 juta orang lebih. Secara geografis, distribusi penduduk lansia di Indonesia terbanyak yaitu di Pulau Jawa sekitar 66,84% dari seluruh penduduk lansia (Sutriyanto, 2015). Dengan bertambahnya populasi laanjut usia, maka mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama akibat dari penyakit keturunan (Nugroho, 2008) dalam Widuri (2010:1). Penyakit-penyakit yang umum terjadi pada lansia diantaranya adalah diabetes mellitus, hipertensi, gagal jantung, osteoarthritis, osteoporosis, penyakit paru obstruksi kronik, asam urat, stroke dan juga benigna prostat hiperplasia. Di antara penyakit-penyakit tersebut ada beberapa penyakit keturunan yang hanya terjadi pada lansia pria yaitu BPH (benigna prostat hiperplasia) (Damayanti, 2006). Pada laki-laki, kelenjar prostat berada tepat dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra (saluran kencing). Ketika pria bertambah umur, prostat melebar, menimbulkan tekanan disekeliling dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering kencing dan retensi urin. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan saluran kencing dan tekanan dibawah kandung kemih. Retensi urin dapat berkembang ketika tubuh sulit mengosongkan kandung kemih (Mary & Donna, 2007). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau hipertrofi dari prostat. Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). Karena pembesaran pada prostat maka seringkali menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin, khususnya yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria (kandung kemih), (Baugman,2000) dalam Prabowo dan Pranata (2014:130). BPH ada beberapa jenis salah satunya adalah hiperplasia noduler, yang ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan usia 40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70 tahun (Mitchell, 2009) dalam Prabowo dan Pranata (2014:130). Dari kasus benigna prostat hiperplasia yang terjadi pada lansia pria tersebut, prostat pada dasarnya merupakan penyakit keturunan dan prostat hanya di miliki pada pria. Akibat dari pembesaran prostat tersebut, akan menekan kandung kemih sehingga penderita akan sulit melakukan buang air kecil dan harus dilakukan pengosongan kandung kemih dengan cara di pasang selang kencing. Tetapi, akan lebih baik jika dilakukan pembedahan karena resiko retensi urin akan sangat sedikit ditemukan. Pada sebagian penderita benigna prostat hiperplasia tidak mau dilakukan pembedahan dengan alasan takut dan bukan karena biaya padahal sekarang ini sudah ada kartu BPJS sehingga sampai sekarang penderita benigna prostat hiperplasia semakin bertambah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus Benigna Prostat Hiperplasia dengan judul Pengelolaan Resiko Retensi Urin pada Keluarga Tn.S khususnyaa Tn.S di Dusun Krajan, Desa Truko, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Metode pengelolaan Pengkajian keperawatan menurut Potter & Perry (2010) adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Kegiatan dari pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien, tehnik pengumpulan data itu meliputi wawancara, observasi, dan pemeriksaan yang mencangkup secara Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo keseluruhan (Dion & Betan,2013). Wawancara menurut (Potter & Perry, 2010) adalah pola komunikasi yang dilakukan untuk tujuan spesifik dan difokuskan pada area dengan isi yang spesifik. Tujuan utama dari wawancara adalah mendapatkan riwayat kesehatan keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan faktor resiko, serta menentukan perubahan spesifik dalam tingkat kesejahteraan dan pola kehidupan. Menurut (Potter & Perry, 2010) yang perlu dikaji adalah identitas pasien (nama, umur), keluhan utama, riwayat kesehatan dan tingkat pengetahuan keluarga tetang benigna prostat hiperplasia. Hasil pengelolaan Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.S dalam mengatasi masalah tersebut, penulis menyusun intervensi untuk mengatasi diagnosa resiko retensi urin. Tindakan yang dilakukan antara lain mengkaji pengetahuan keluarga tentang penyakitnya, memberikan pendidikan kesehatan tentang benigna prostat hiperplasia dan diit penderita benigna prostat hiperplasia, menjelaskan pada keluarga cara perawatan pada pasien yang menderita sakit benigna prostat hiperplasia, menganjurkan pada keluarga untuk memperhatikan kesehatan Tn.S dan menganjurkan pada keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan baik. Pembahasan Dalam pengkajian dilakukan hari Minggu tanggal 3 April 2016 pukul 08.00 WIB di rumah Tn.S di Dusun Krajan, Desa Truko, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang dengan metode allowanamnesa dan autoanamnesa. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah, yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan pengumpulan data dari sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan). Pengumpulan data primer dianggap lebih baik dibandingkan dengan pengumpulan data sekunder, akan tetapi karena pasien sudah berumur 69 tahun (lansia) dan pendengarannya sudah sedikit berkurang, maka penulis lebih banyak menggunakan metode pengumpulan data sekunder. Data yang didapatkan yaitu Komponen keluarga Tn.S yaitu terdiri dari Tn.S sebagai kepala keluarga, Ny.W sebagai anak dan An.N sebagai cucu. Tipe keluarga pada keluarga Tn.S adalah extended family dimana terdiri dari keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang masih sedarah. Tahap perkembangan keluarga Tn.S adalah tahap keluarga dengan anak pertama meninggalkan rumah. Riwayat keluarga Tn.S saat ini, Tn.S mempunyai penyakit pembesaran prostat jinak namun saat pengkajian sedang tidak kambuh. Ny.W dan An.N tidak menderita sakit apapun. Riwayat kesehatan sebelumnya keluarga Tn.S tidak mempunyai penyakit keturunan seperti penyakit yang sedang dialami, diabetes mellitus, stroke dan penyakit menular seperti HIV/AIDS. Struktur dalam keluarga Tn.S yaitu meliputi : cara komunikasi keluarga Tn.S baik, apabila ada masalah diselesaikan bersama dan terbuka. Struktur peran keluarga ada dua bagian yaitu peran informal dan formal. Tn.S berperan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah, Ny.W berperan sebagai anak dan bekerja swasta, An.N berperan sebagai cucu dan pelajar. Fungsi keluarga Tn.S yaitu meliputi : hubungan Tn.S dengan keluarga baik, yang dominan dalam pengambilan keputusan adalah Tn.S. Hubungan keluarga Tn.S dengan tetangga baik Keluarga tidak mengerti tentang penyakit Tn.S. Ketika Tn.S sakit maka segera dibawa ke puskesmas tetapi tidak mau di rawat inap dan hanya ingin rawat jalan saja padahal penyakit Tn.S tidak ringan dan perlu penanganan yang khusus. Keluarga masih kurang dalam merawat Tn.S. Keluarga belum dapat memodifikasi lingkungan. Pemeriksaan fisik pada keluarga Tn.S tidak ada kelainan kecuali pada Tn.S. Tn.S, mengalami gangguan pada pendengarannya dan pembesaran pada kelenjar prostat ketika sakitnya kambuh sehingga terdapat nyeri tekan pada perut bawah. Tapi saat pengkajian, penyakit klien sedang tidak muncul. Berdasarkan uraian pengkajian diatas diagnosa yang diambil oleh penulis adalah Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo resiko retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Menurut Herdman (2015), resiko retensi urin adalah kemungkinan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas. Adapun batasan karakteristik pada diagnosa resiko retensi urin untuk menegakkan diagnosa meliputi kemungkinan berkemih sedikit, distensi kandung kemih, disuria, inkontinensia aliran berlebihan, menetes, residu urin, sensasi kandung kemih penuh, sering berkemih dan tidak ada haluaran urin. Pada klien yang mengalami retensi urin akan sulit untuk mengeluarkan urin dan sakit ketika berkemih. Pada Tn.S saat dilakukan pengkajian tidak mengalami tanda-tanda tersebut namun, Tn.S mempunyai penyakit benigna prostat hiperplasia yang belum dilakukan pembedahan. Hanya saja Tn.S melakukan kontrol saat sakit itu muncul dan melakukan pengosongan kandung kemih tersebut di Puskesmas. Tn.S tidak pernah mengontrol secara rutin dan tidak mau di rawat inap. Jadi, kemungkinan besar terjadi pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas dapat terjadi. Berdasarkan data tersebut dapat menunjang untuk pengangkatan diagnosa resiko retensi urin. Penulis memprioritaskan diagnosa resiko retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan, dengan menggunakan skoring. Alasan penulis memprioritaskan diagnosa ini sebagai diagnosa pertama karena menurut Bailon dan Maglaya dalam Padila (2012) disebutkan bahwa penentuan prioritas diagnosa harus mempertimbangkan kriteria, sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah. Sifat masalah yang dialami Tn.S merupakan ancaman karena kemungkinan masalah hanya sebagian dapat diubah karena keluarga Tn.S masih mau di motivasi untuk memeriksakan Tn.S. Potensi masalah untuk dicegah cukup karena belum mendapatkan tindakan yang tepat dan ada masalah tapi tidak perlu segera ditangani. Dalam pengelolaan kasus pada Tn.S, ditemukan faktor pendukung untuk penyelesaian masalah pada Tn.S yaitu keluarga kooperatif dan mampu mengerti tentang apa yang sudah dijelaskan oleh penulis ketika dilakukan pemberian pendidikan kesehatan. Faktor penghambat dalam penanganan masalah kesehatan yang dialami oleh Tn.S adalah kurangnya kesadaran Tn.S untuk dilakukan tindakan pembedahan dan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Ditemukan juga peluang untuk bisa mengatasi masalah kesehatan pada Tn.S adalah keluarga mau melakukan tindak lanjut untuk menangani masalah pada Tn.S, apabila keluarga mau dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada serta apabila keluarga bisa merawat Tn.S dengan baik dan menghindari ancaman terjadinya komplikasi yang akan terjadi pada Tn.S. Kesimpulan Setelah dilakukan pengelolaan pada keluarga Tn.S selama 2 hari, didapatkan hasil dengan evaluasi sumatif, , yaitu keluarga mengatakan sudah mengerti tentang benigna prostat hiperplasia. Data objektifnya yaitu keluarga sudah bisa menjawab pertanyaan tentang pengertian dan penyebab dari benigna prostat hiperplasia. Dari data tersebut menunjukkan bahwa keluarga belum terlalu memahami tentang benigna prostat hiperplasia dan perlu perencanaan selanjutnya yaitu berikan pendidikan kesehatan tentang pola diet benigna prostat hiperplasia. Penulis juga melakukan evaluasi sumatif dan didapatkan data subjektif yaitu keluarga mengatakan sudah mengerti tentang penyakit benigna prostat hiperplasia. Data objektifnya yaitu keluarga dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masalah sudah teratasi dan perencanaan selanjutnya yaitu pertahankan pengetahuan keluarga tentang benigna prostat hiperplasia dan motivasi keluarga untuk melakukan tindakan pembedahan pada Tn.S dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan baik. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo DAFTAR PUSTAKA Damayanti, I . (2006). Penyakit Pada Lansia. http://file.upi.edu/Direktori/FP OK/JUR_PEND_KESEHATAN_&_ REKREASI/PRODI_ILMU_KEOLA HRAGAAN/198007212006042IMAS_DAMAYANTI/Penyakit_pa da_Lansia.pdf. (diakses hari jum’at, 6 mei 2016 pukul 12.45 wib). DiGiulio, M., Jackson, D. (2007). Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:Rapha Publishing. Dion, Y & Betan, Y. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik. Yogyakarta : Nuha Medika. Hanafi. (2006). Definisi Resiko. http://respository.usu.ac.id/bits tream/123456789/41746/4/Cha pter%2011.pdf. Diakses hari Senin, 09 Mei 2016 pukul 22.08 wib. Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Yogyaakarta: Rapha Publishing. Hasdianah, dkk. (2014). Gizi Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Herdman, T. H., Kamitsuru, S.(2015).Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta:EGC. Hidayat, Aziz. A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Kholid, A. (2012). Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. Notoatmodjo, S. (2011).Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Padila.(2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika. Padila.(2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika. Padila.(2013). Buku Ajar Keperawatan pada Lanjut Usia ditatanan klinik. Yogyakarta : Fitramaya. Potter & Perry.(2010).Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta.EGC. Prabowo, E & Pranata, E.(2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika. Rendy M, C & TH Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika. Setiadi. (2008). Konsep & Proses Keperawatan Keluarga Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sutriyanto, E . (2015). Jumlah Lansia di dunia. www.tribunnews.com/kesehata n/2015/05/27/tahun-2025indonesia-diprediksi-memilikijumlah-lansia-terbesar-di-dunia. (diakses hari rabu, 4 mei 2016 pukul 13.00 wib). Widuri, H.(2010). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Wijaya, A S & Yessie, M P. (2013). KMB I. Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta : Nuha Medika. Wong, D. L., dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo