ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN RESIKO RETENSI

advertisement
ARTIKEL
LAPORAN KASUS
PENGELOLAAN RESIKO RETENSI URIN PADA KELUARGA Tn.S
KHUSUSNYA Tn.S DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
DI DUSUN KRAJAN DESA TRUKO KECAMATAN BRINGIN
KABUPATEN SEMARANG
Oleh :
DIANA HANDAYANI
0131700
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
PENGELOLAAN RESIKO RETENSI URIN PADA KELUARGA Tn.S KHUSUSNYA Tn.S
DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DI DUSUN KRAJAN DESA TRUKO
KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG
Diana Handayani*, Ahmad Kholid**, Wulansari***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Resiko retensi urin adalah kemungkinan disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk
untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-putus, perasaan tidak
tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk
mengosongkannya. Penyebabnya adalah supravesikal (kerusakan pada pusat miksi), vesikal
(kelemahan otot destrusor), infravesikal (distal kandung kemih) Berupa kekakuan leher vesika,
fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih. Tujuan
penulisan ini untuk mengetahui pengelolaan resiko retensi urin dengan benigna prostat
hiperplasia pada keluarga Tn.S khususnya Tn.S di Dusun Krajan, Desa Truko, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa pendidikan kesehatan
tentang benigna prostat hiperplasia. Pengelolaan resiko retensi urin dilakukan selama dua hari
pada keluarga Tn.S khususnya Tn.S dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang meliputi
wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi.
Hasil pengelolaan didapatkan resiko retensi urin teratasi dengan kriteria hasil Tn.S mau
membuat keputusan yang tepat, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit.
Saran bagi tenaga kesehatan yang ada di daerah Truko, sebaiknya lebih intensif
melakukan kunjungan kemasyarakatan dan banyak memberi penyuluhan kesehatan.
Kata Kunci
Kepustakaan
: Pengelolaan Resiko Retensi Urin, BPH, Keluarga
: 21 (2006-2015)
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
ABSTRACT
The risk of urinary retention is the possibility of emptying the bladder dysfunction
including to initiate urination, poor stream, slow or intermittent stream, feeling of incomplete
voiding and necessary effort or with an emphasis on suprapubic clearing. The cause is
supravesikal (damage to the central micturition), vesicles (destrusor muscle weakness),
infravesikal (distal bladder) Form of bladder neck stiffness, phimosis, urethral meatus stenosis,
urethral trauma, stone urethra, bladder neck sclerosis. The purpose of this paper to determine
the risk management of urinary retention with benign prostatic hyperplasia in particular Tn.S
family Tn.S in Krajan, Truko village, Bringin subdistrict, Semarang regency.
The method used is to provide a form of health education on the management of benign
prostatic hyperplasia. Management of the risk of urinary retention was conducted over two days
at the family Tn.S especially Tn.S using data collection techniques that included interviews,
physical examination and observation.
The results were obtained risk of urinary retention resolved with outcomes Tn.S want to
make the right decisions, families are able to care for sick family members.
Advice for health workers in the area Truko, preferably more intensive social visits and
much to give health education.
Keywords
Bibliography
: Urinary Retention Risk Management, BPH, Family
: 21 (2006-2015)
Pendahuluan
Keluarga menurut Sayekti (1994)
dalam Dion dan Betan (2013:2) adalah suatu
ikatan atau persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan
yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Sedangkan keluarga menurut Depkes RI
(1988) dalam Padila (2012:19) adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang
kumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Dalam keluarga terdapat
lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan
terkait dengan adanya anggota keluarga
yang sakit, lima tugas keluarga dalam bidang
kesehatan
yaitu
mengenal
masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan
yang tepat, merawat anggota keluarga yang
sakit, mempertahankan atau menciptakan
suasana
rumah
yang
sehat,
mempertahankan
hubungan
dengan
menggunakan
fasilitas
pelayanan
kesehatan(Dion dan Betan, 2013: 17; Padila,
2012: 27).
Perawatan kesehatan keluarga adalah
perawatan kesehatan yang ditunjukkan atau
dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau
satu kesatuan yang dirawat dengan sehat
sebagai tujuannya yang dilakukan oleh
seorang perawat profesional dengan proses
keperawatan yang berpedoman pada
standart praktek keperawatan dengan
berlandasan
pada
etik
dan
etika
keperawatan dalam lingkup dan wewenang
serta tanggung jawab keperawatan (Dion
dan Betan, 2013:46).
Pembangunan kesehatan di Indonesia
menurut Notoatmodjo (2011) adalah
meningkatkan angka harapan hidup. Dilihat
dari sisi ini pembangunan kesehatan di
Indonesia sudah cukup berhasil, karena
angka harapan hidup bangsa kita telah
meningkat secara bermakna. Namun disisi
lain dengan meningkatnya angka harapan
hidup ini membawa beban bagi masyarakat,
karena populasi penduduk usia lanjut
meningkat. Hal ini berarti kelompok risiko
bertambah dalam masyarakat kita dan
menjadi lebih tinggi. Meningkatnya populasi
lansia ini bukan hanya fenomena di
Indonesia saja tetapi juga merupakan
fenomena global.
Menurut Padila (2013), saat ini
diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
diperkirakan 500 juta dengan usia rata-rata
60 tahun keatas dan diperkirakan pada
tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di
Negara maju seperti Amerika serikat
pertambahan orang lanjut usia diperkirakan
1.000 orang per hari pada tahun 1985.
Diperkirakan 50% dari penduduk saat ini
berusia diatas 50 tahun (Lansia). Dan di
Indonesia jumlah lanjut usia (lansia)
menduduki peringkat ketiga di dunia.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,
jumlah lanjut usia di Indonesia mencapai
18,1 juta jiwa atau 7,6 persen dari
penduduk. Tahun 2014, jumlah lanjut usia di
Indonesia mencapai 18,78 juta orang lebih.
Secara geografis, distribusi penduduk lansia
di Indonesia terbanyak yaitu di Pulau Jawa
sekitar 66,84% dari seluruh penduduk lansia
(Sutriyanto, 2015). Dengan bertambahnya
populasi laanjut usia, maka mendatangkan
sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya
masalah fisik, mental, sosial, serta
kebutuhan pelayanan kesehatan dan
keperawatan, terutama akibat dari penyakit
keturunan (Nugroho, 2008) dalam Widuri
(2010:1).
Penyakit-penyakit yang umum terjadi
pada lansia diantaranya adalah diabetes
mellitus,
hipertensi,
gagal
jantung,
osteoarthritis, osteoporosis, penyakit paru
obstruksi kronik, asam urat, stroke dan juga
benigna prostat hiperplasia. Di antara
penyakit-penyakit tersebut ada beberapa
penyakit keturunan yang hanya terjadi pada
lansia pria yaitu BPH (benigna prostat
hiperplasia) (Damayanti, 2006).
Pada laki-laki, kelenjar prostat berada
tepat dibawah kandung kemih, mengelilingi
uretra (saluran kencing). Ketika pria
bertambah
umur,
prostat
melebar,
menimbulkan tekanan disekeliling dan
menyebabkan gejala-gejala seperti sering
kencing dan retensi urin. Pembesaran
prostat menyebabkan penyempitan saluran
kencing dan tekanan dibawah kandung
kemih. Retensi urin dapat berkembang
ketika tubuh sulit mengosongkan kandung
kemih (Mary & Donna, 2007).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
adalah suatu penyakit pembesaran atau
hipertrofi
dari
prostat.
Hiperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas)
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). Karena pembesaran pada
prostat maka seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urin, khususnya
yang cenderung kearah depan atau menekan
vesika
urinaria
(kandung
kemih),
(Baugman,2000) dalam Prabowo dan
Pranata (2014:130).
BPH ada beberapa jenis salah satunya
adalah hiperplasia noduler, yang ditemukan
pada sekitar 20% laki-laki dengan usia 40
tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun
dan menjadi 90% pada usia 70 tahun
(Mitchell, 2009) dalam Prabowo dan Pranata
(2014:130).
Dari kasus benigna prostat hiperplasia
yang terjadi pada lansia pria tersebut,
prostat pada dasarnya merupakan penyakit
keturunan dan prostat hanya di miliki pada
pria. Akibat dari pembesaran prostat
tersebut, akan menekan kandung kemih
sehingga penderita akan sulit melakukan
buang air kecil dan harus dilakukan
pengosongan kandung kemih dengan cara di
pasang selang kencing. Tetapi, akan lebih
baik jika dilakukan pembedahan karena
resiko retensi urin akan sangat sedikit
ditemukan. Pada sebagian penderita
benigna prostat hiperplasia tidak mau
dilakukan pembedahan dengan alasan takut
dan bukan karena biaya padahal sekarang
ini sudah ada kartu BPJS sehingga sampai
sekarang
penderita
benigna
prostat
hiperplasia semakin bertambah. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus
Benigna Prostat Hiperplasia dengan judul
Pengelolaan Resiko Retensi Urin pada
Keluarga Tn.S khususnyaa Tn.S di Dusun
Krajan, Desa Truko, Kecamatan Bringin,
Kabupaten Semarang.
Metode pengelolaan
Pengkajian keperawatan menurut
Potter & Perry (2010) adalah proses
sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan
komunikasi data tentang klien. Kegiatan dari
pengkajian adalah pengumpulan data.
Pengumpulan data adalah kegiatan untuk
menghimpun informasi tentang status
kesehatan klien, tehnik pengumpulan data
itu meliputi wawancara, observasi, dan
pemeriksaan yang mencangkup secara
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
keseluruhan
(Dion
&
Betan,2013).
Wawancara menurut (Potter & Perry, 2010)
adalah pola komunikasi yang dilakukan
untuk tujuan spesifik dan difokuskan pada
area dengan isi yang spesifik. Tujuan utama
dari wawancara adalah mendapatkan
riwayat
kesehatan
keperawatan,
mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan
faktor resiko, serta menentukan perubahan
spesifik dalam tingkat kesejahteraan dan
pola kehidupan. Menurut (Potter & Perry,
2010) yang perlu dikaji adalah identitas
pasien (nama, umur), keluhan utama,
riwayat kesehatan dan tingkat pengetahuan
keluarga tetang benigna prostat hiperplasia.
Hasil pengelolaan
Implementasi keperawatan yang
dilakukan pada Tn.S dalam
mengatasi
masalah tersebut, penulis menyusun
intervensi untuk mengatasi diagnosa resiko
retensi urin. Tindakan yang dilakukan antara
lain mengkaji pengetahuan keluarga tentang
penyakitnya,
memberikan
pendidikan
kesehatan
tentang
benigna
prostat
hiperplasia dan diit penderita benigna
prostat hiperplasia, menjelaskan pada
keluarga cara perawatan pada pasien yang
menderita sakit benigna prostat hiperplasia,
menganjurkan
pada
keluarga
untuk
memperhatikan kesehatan Tn.S dan
menganjurkan
pada
keluarga
untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
dengan baik.
Pembahasan
Dalam pengkajian dilakukan hari
Minggu tanggal 3 April 2016 pukul 08.00 WIB
di rumah Tn.S di Dusun Krajan, Desa Truko,
Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang
dengan metode allowanamnesa dan
autoanamnesa. Fase proses keperawatan ini
mencakup dua langkah, yaitu pengumpulan
data dari sumber primer (klien) dan
pengumpulan data dari sumber sekunder
(keluarga, tenaga kesehatan). Pengumpulan
data
primer
dianggap
lebih
baik
dibandingkan dengan pengumpulan data
sekunder, akan tetapi karena pasien sudah
berumur
69
tahun
(lansia)
dan
pendengarannya sudah sedikit berkurang,
maka penulis lebih banyak menggunakan
metode pengumpulan data sekunder.
Data
yang
didapatkan
yaitu
Komponen keluarga Tn.S yaitu terdiri dari
Tn.S sebagai kepala keluarga, Ny.W sebagai
anak dan An.N sebagai cucu. Tipe keluarga
pada keluarga Tn.S adalah extended family
dimana terdiri dari keluarga inti ditambah
dengan keluarga lain yang masih sedarah.
Tahap perkembangan keluarga Tn.S adalah
tahap keluarga
dengan anak pertama
meninggalkan rumah. Riwayat keluarga Tn.S
saat ini, Tn.S mempunyai penyakit
pembesaran prostat jinak namun saat
pengkajian sedang tidak kambuh. Ny.W dan
An.N tidak menderita sakit apapun. Riwayat
kesehatan sebelumnya keluarga Tn.S tidak
mempunyai penyakit keturunan seperti
penyakit yang sedang dialami, diabetes
mellitus, stroke dan penyakit menular
seperti HIV/AIDS.
Struktur dalam keluarga Tn.S yaitu
meliputi : cara komunikasi keluarga Tn.S
baik, apabila ada masalah diselesaikan
bersama dan terbuka. Struktur peran
keluarga ada dua bagian yaitu peran
informal dan formal. Tn.S berperan sebagai
kepala keluarga dan pencari nafkah, Ny.W
berperan sebagai anak dan bekerja swasta,
An.N berperan sebagai cucu dan pelajar.
Fungsi keluarga Tn.S yaitu meliputi :
hubungan Tn.S dengan keluarga baik, yang
dominan dalam pengambilan keputusan
adalah Tn.S. Hubungan keluarga Tn.S dengan
tetangga baik Keluarga tidak mengerti
tentang penyakit Tn.S. Ketika Tn.S sakit
maka segera dibawa ke puskesmas tetapi
tidak mau di rawat inap dan hanya ingin
rawat jalan saja padahal penyakit Tn.S tidak
ringan dan perlu penanganan yang khusus.
Keluarga masih kurang dalam merawat Tn.S.
Keluarga belum dapat memodifikasi
lingkungan. Pemeriksaan fisik pada keluarga
Tn.S tidak ada kelainan kecuali pada Tn.S.
Tn.S,
mengalami
gangguan
pada
pendengarannya dan pembesaran pada
kelenjar prostat ketika sakitnya kambuh
sehingga terdapat nyeri tekan pada perut
bawah. Tapi saat pengkajian, penyakit klien
sedang tidak muncul.
Berdasarkan uraian pengkajian diatas
diagnosa yang diambil oleh penulis adalah
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
resiko retensi urin berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Menurut Herdman (2015), resiko retensi urin
adalah kemungkinan pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas. Adapun batasan
karakteristik pada diagnosa resiko retensi
urin untuk menegakkan diagnosa meliputi
kemungkinan berkemih sedikit, distensi
kandung kemih, disuria, inkontinensia aliran
berlebihan, menetes, residu urin, sensasi
kandung kemih penuh, sering berkemih dan
tidak ada haluaran urin.
Pada klien yang mengalami retensi
urin akan sulit untuk mengeluarkan urin dan
sakit ketika berkemih. Pada Tn.S saat
dilakukan pengkajian tidak mengalami
tanda-tanda
tersebut
namun,
Tn.S
mempunyai penyakit benigna prostat
hiperplasia
yang
belum
dilakukan
pembedahan. Hanya saja Tn.S melakukan
kontrol saat sakit itu muncul dan melakukan
pengosongan kandung kemih tersebut di
Puskesmas. Tn.S tidak pernah mengontrol
secara rutin dan tidak mau di rawat inap.
Jadi,
kemungkinan
besar
terjadi
pengosongan kandung kemih yang tidak
tuntas dapat terjadi. Berdasarkan data
tersebut
dapat
menunjang
untuk
pengangkatan diagnosa resiko retensi urin.
Penulis memprioritaskan diagnosa resiko
retensi
urin
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
keluarga
dalam
memanfaatkan fasilitas kesehatan, dengan
menggunakan skoring. Alasan penulis
memprioritaskan diagnosa ini sebagai
diagnosa pertama karena menurut Bailon
dan Maglaya dalam Padila (2012) disebutkan
bahwa penentuan prioritas diagnosa harus
mempertimbangkan kriteria, sifat masalah,
kemungkinan masalah dapat diubah,
potensial masalah untuk dicegah dan
menonjolnya masalah. Sifat masalah yang
dialami Tn.S merupakan ancaman karena
kemungkinan masalah hanya sebagian dapat
diubah karena keluarga Tn.S masih mau di
motivasi untuk memeriksakan Tn.S. Potensi
masalah untuk dicegah cukup karena belum
mendapatkan tindakan yang tepat dan ada
masalah tapi tidak perlu segera ditangani.
Dalam pengelolaan kasus pada Tn.S,
ditemukan
faktor
pendukung
untuk
penyelesaian masalah pada Tn.S yaitu
keluarga kooperatif dan mampu mengerti
tentang apa yang sudah dijelaskan oleh
penulis
ketika
dilakukan
pemberian
pendidikan kesehatan. Faktor penghambat
dalam penanganan masalah kesehatan yang
dialami oleh Tn.S adalah kurangnya
kesadaran Tn.S untuk dilakukan tindakan
pembedahan dan ketidakmampuan keluarga
mengenal
masalah
kesehatan
dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada. Ditemukan juga peluang untuk
bisa mengatasi masalah kesehatan pada Tn.S
adalah keluarga mau melakukan tindak
lanjut untuk menangani masalah pada Tn.S,
apabila keluarga mau dan mampu
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada serta apabila keluarga bisa
merawat Tn.S dengan baik dan menghindari
ancaman terjadinya komplikasi yang akan
terjadi pada Tn.S.
Kesimpulan
Setelah dilakukan pengelolaan pada
keluarga Tn.S selama 2 hari, didapatkan hasil
dengan evaluasi sumatif, , yaitu keluarga
mengatakan sudah mengerti tentang
benigna prostat hiperplasia. Data objektifnya
yaitu keluarga sudah bisa menjawab
pertanyaan
tentang
pengertian
dan
penyebab dari benigna prostat hiperplasia.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa
keluarga belum terlalu memahami tentang
benigna prostat hiperplasia dan perlu
perencanaan selanjutnya yaitu berikan
pendidikan kesehatan tentang pola diet
benigna prostat hiperplasia. Penulis juga
melakukan evaluasi sumatif dan didapatkan
data subjektif yaitu keluarga mengatakan
sudah mengerti tentang penyakit benigna
prostat hiperplasia. Data objektifnya yaitu
keluarga dapat menjawab pertanyaan
dengan
baik.
Dari
data
tersebut
menunjukkan bahwa masalah sudah teratasi
dan
perencanaan
selanjutnya
yaitu
pertahankan pengetahuan keluarga tentang
benigna prostat hiperplasia dan motivasi
keluarga untuk melakukan tindakan
pembedahan pada Tn.S dan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dengan baik.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, I . (2006). Penyakit Pada Lansia.
http://file.upi.edu/Direktori/FP
OK/JUR_PEND_KESEHATAN_&_
REKREASI/PRODI_ILMU_KEOLA
HRAGAAN/198007212006042IMAS_DAMAYANTI/Penyakit_pa
da_Lansia.pdf. (diakses hari
jum’at, 6 mei 2016 pukul 12.45
wib).
DiGiulio,
M.,
Jackson,
D.
(2007).
Keperawatan
Medikal
Bedah.Yogyakarta:Rapha
Publishing.
Dion, Y & Betan, Y. (2013). Asuhan
Keperawatan Keluarga Konsep
dan Praktik. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Hanafi.
(2006).
Definisi
Resiko.
http://respository.usu.ac.id/bits
tream/123456789/41746/4/Cha
pter%2011.pdf. Diakses hari
Senin, 09 Mei 2016 pukul 22.08
wib.
Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal
Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyaakarta: Rapha Publishing.
Hasdianah, dkk. (2014). Gizi Pemanfaatan
Gizi, Diet dan Obesitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Herdman,
T.
H.,
Kamitsuru,
S.(2015).Diagnosa Keperawatan
Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10.Jakarta:EGC.
Hidayat, Aziz. A. (2008). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Kholid,
A.
(2012). Promosi Kesehatan
Dengan
Pendekatan
Teori
Perilaku, Media dan Aplikasinya.
Jakarta: PT Raja Grafinda
Persada.
Notoatmodjo,
S.
(2011).Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Padila.(2012). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Padila.(2012). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Padila.(2013). Buku Ajar Keperawatan pada
Lanjut Usia ditatanan klinik.
Yogyakarta : Fitramaya.
Potter
&
Perry.(2010).Buku
Ajar
Fundamental
Keperawatan.Jakarta.EGC.
Prabowo, E & Pranata, E.(2014). Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Rendy M, C & TH Margareth. (2012). Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Setiadi.
(2008).
Konsep
&
Proses
Keperawatan Keluarga Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sutriyanto, E . (2015). Jumlah Lansia di
dunia.
www.tribunnews.com/kesehata
n/2015/05/27/tahun-2025indonesia-diprediksi-memilikijumlah-lansia-terbesar-di-dunia.
(diakses hari rabu, 4 mei 2016
pukul 13.00 wib).
Widuri, H.(2010). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Wijaya, A S & Yessie, M P. (2013). KMB I.
Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan
Contoh Askep.Yogyakarta :
Nuha Medika.
Wong, D. L., dkk. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC.
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo
Download