Uploaded by common.user150707

penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien merupakan upaya sistematis untuk mencegah
bahaya dan mengurangi risiko yang tidak perlu dalam perawatan kesehatan.
Keselamatan pasien telah menjadi prioritas utama dalam perawatan kesehatan
global sejak diterbitkannya laporan “To Err is Human: Building a Safer Health
Care System” hampir dua dekade yang lalu yang diperkirakan menyebabkan
1.000.000 cedera dan 98.000 kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.1,2
Keselamatan Pasien (patient safety) merupakan suatu sistem yang bertujuan
untuk meningkatkan keamanan perawatan kesehatan pasien melalui asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko, pelaporan serta analisis insiden,
pembelajaran dari insiden yang terjadi, serta penerapan solusi untuk mencegah
risiko timbulnya cedera akibat kesalahan tindakan atau kelalaian.3 World Health
Organization (WHO) mengatakan keselamatan pasien merupakan tidak adanya
bahaya yang dapat dicegah pada pasien serta pengurangan risiko yang tidak
perlu terkait dengan perawatan kesehatan.4
Sebagai garda terdepan dalam sistem kesehatan, Pelayanan Kesehatan
Primer memegang peran vital dalam memastikan keselamatan pasien dan
memberikan layanan kesehatan yang aman dan berkualitas kepada masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 mendefinisikan
Pelayanan Kesehatan Primer sebagai layanan kesehatan yang pertama yang
1
2
paling dekat dengan masyarakat dan menjadi titik awal akses terhadap
pelayanan kesehatan. Pelayanan Kesehatan Primer mencakup Puskesmas,
klinik pratama, dan praktik mandiri yang dijalankan oleh tenaga medis ataupun
tenaga kesehatan.5 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun
2019, puskesmas merupakan fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan
pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan pada tingkat pertama, dengan
fokus utama pada upaya promotif dan preventif di area kerjanya.6
World Health Organization (WHO) dalam Rencana Aksi Keselamatan
Pasien Global 2021-2030 menekankan pentingnya prinsip-prinsip panduan
terkini untuk mencegah bahaya yang dapat dihindari dalam pelayanan
kesehatan, termasuk dengan mengajak pasien dan keluarga berperan sebagai
mitra dalam memastikan perawatan kesehatan yang aman.7 Dalam hal ini,
keterlibatan pasien sebagai mitra dalam perawatan yang aman sangat
dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap keselamatan pasien. Persepsi
merupakan suatu proses interpretasi stimulus yang diindera seseorang sehingga
menghasilkan makna dan menjadi respon yang terintegrasi dalam diri individu.8
Persepsi dapat dipengaruhi oleh objek yang dipersepsi, alat indera, perhatian,
proses terjadinya persepsi, dan organisasi persepsi.9 Persepsi pasien terhadap
keselamatan pasien di Puskesmas dapat dipengaruhi oleh minat pasien, motivasi
untuk berpartisipasi, serta kepercayaan mereka terhadap tenaga kesehatan.10
Persepsi pasien mengenai keselamatan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas keselamatan dan tingkat kepercayaan mereka
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Umpan balik yang diberikan oleh pasien
3
berperan penting dalam mengidentifikasi risiko, memperbaiki sistem
keselamatan, dan meningkatkan kesadaran staf mengenai potensi bahaya yang
ada.11 Selain itu, pasien yang merasa didengar dan dilibatkan cenderung lebih
percaya pada kemampuan pelayanan kesehatan untuk menjaga keselamatan
mereka. Kepercayaan ini tidak hanya meningkatkan hubungan antara pasien
dan fasilitas kesehatan tetapi juga memotivasi pasien untuk terlibat aktif dalam
memastikan keselamatan mereka sendiri. Dengan demikian, persepsi pasien
menjadi komponen penting dalam strategi perbaikan keselamatan layanan
kesehatan.12
Penelitian terdahulu
yang membahas persepsi pasien terkait
keselamatan pasien menunjukkan bahwa konsep keselamatan memiliki makna
yang beragam. Bagi pasien, keselamatan tidak hanya berarti terhindar dari
kesalahan, tetapi juga mencakup aspek kesinambungan perawatan, dukungan
emosional, rasa percaya, komunikasi yang baik, serta informasi yang jelas dan
efektif untuk menjamin keamanan di lingkungan klinis.13 Persepsi pasien
terhadap keselamatan pasien terbentuk melalui penilaian mereka terhadap
berbagai aspek, seperti kualitas komunikasi, akses terhadap pelayanan, alur
informasi, lingkungan fisik, serta keterlibatan pasien. Pada tahun 2023, Joint
Commission mencatat 1.411 laporan kejadian sentinel yang terjadi, dimana
kegagalan komunikasi diidentifikasi sebagai akar penyebab kejadian sentinel
yang dilaporkan.14 Hubungan yang kurang baik antara perawat dan pasien turut
berkontribusi pada buruknya komunikasi dan interaksi selama perawatan.15
Peningkatan komunikasi dalam tim layanan kesehatan dapat menciptakan lebih
4
banyak ruang untuk dialog antara tenaga kesehatan dan pasien, sehingga pasien
lebih terlibat dalam proses perawatannya.16
Persepsi pasien terkait akses pelayanan kesehatan di Puskesmas dapat
dilihat dari kemudahan pasien dalam memperoleh layanan kesehatan,
keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan, serta kemampuan
untuk menyampaikan preferensi terkait kebutuhan medis yang diinginkan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Schaaf, memberikan kesempatan
kepada pasien untuk membuat keputusan dan menyampaikan preferensi mereka
dalam perawatan kesehatan dapat meningkatkan rasa aman dan merasa dihargai
selama proses perawatan.17 Selain itu, melibatkan pasien secara aktif dalam
proses perawatan mereka dapat meningkatkan kepedulian pasien terhadap
kondisi kesehatannya serta mengurangi risiko kesalahan klinis.18
Persepsi pasien terhadap keselamatan pasien di Puskesmas juga dapat
dilihat dari alur informasi yang jelas dan transparan. Pemberian informasi yang
jelas dan mudah dipahami, disertai dengan dorongan kepada pasien untuk
berpartisipasi aktif dalam keselamatan dapat membantu pasien lebih mampu
dalam mengidentifikasi kesalahan yang mungkin terjadi. Selain itu, memahami
serta mengidentifikasi nilai, preferensi, dan kebutuhan pasien, kemudian
menyampaikannya kepada penyedia layanan lainnya dan mengintegrasikannya
ke dalam praktik keperawatan juga dapat mendukung keterlibatan pasien dalam
proses perawatan kesehatan.16
Persepsi pasien terkait keselamatan pasien di puskesmas juga dapat
dilihat dari keterlibatan pasien dalam rencana perawatannya. Keterlibatan
5
pasien secara aktif dapat menciptakan lingkungan perawatan yang berfokus
pada pencegahan kesalahan medis.19 Dalam hal ini, tenaga kesehatan dapat
lebih proaktif memberikan informasi penting, seperti terkait obat dan tandatanda abnormal, mendorong pasien untuk bertanya serta memahami informasi
yang telah diberikan. Hal ini menjadikan partisipasi pasien sebagai langkah
strategis dalam meningkatkan keselamatan pasien.16
Studi pendahuluan terkait keselamatan pasien dilakukan dengan
metode wawancara kepada perawat di Puskesmas Rowosari Semarang. Perawat
mengatakan bahwa terdapat beberapa Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yang
terjadi di Puskesmas Rowosari Semarang seperti kejadian nyaris memberikan
obat yang salah kepada pasien dimana kurangnya ketelitian staf Puskesmas
terhadap rincian obat yang akan diberikan kepada pasien. Akan tetapi, hal
tersebut dapat diatasi dengan mengkonfirmasi kembali kepada dokter terkait
obat yang akan diberikan kepada pasien. Selain itu, perawat mengatakan bahwa
terkait akses pelayanan, pasien selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan
perawatannya. Perawat juga mengatakan faktor yang mempengaruhi
keselamatan pasien paling sering adalah faktor komunikasi, di mana masih
cukup banyak kejadian miskomunikasi antara pasien dengan staf Puskesmas.
Perawat mengatakan bahwa sejauh ini belum terdapat penelitian terkait persepsi
pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari.
Penerapan keselamatan pasien di Puskesmas merupakan hal yang harus
diperhatikan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
peneliti, meskipun penerapannya sudah dilakukan akan tetapi belum ada
6
penelitian terkait persepsi dari pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas
Rowosari Semarang. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik
dalam mencari tahu lebih dalam terkait “Persepsi Pasien terkait Keselamatan
Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang”.
1.2.PERUMUSAN MASALAH
Keselamatan pasien merupakan salah satu aspek krusial dalam layanan
kesehatan di Pelayanan Kesehatan Primer, salah satunya Puskesmas.
Tujuannya adalah untuk mencegah kesalahan medis dan kejadian yang dapat
merugikan selama proses perawatan. Pasien sebagai pihak yang langsung
menerima layanan kesehatan, memiliki persepsi yang penting dalam menilai
kualitas keselamatan pasien. Persepsi pasien dapat dipengaruhi oleh
pengalaman mereka selama perawatan, komunikasi dengan tenaga kesehatan,
serta kondisi lingkungan Puskesmas. Keberhasilan keselamatan pasien tidak
hanya bergantung pada upaya pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, tetapi
juga pada pemahaman dan pandangan pasien terhadap pentingnya prosedur
keselamatan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi mengenai
persepsi pasien terhadap keselamatan pasien di Puskesmas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas
Rowosari Semarang?”
7
1.3.TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi pasien terkait
keselamatan pasien Puskesmas Rowosari Semarang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis
kelamin.
2. Menggambarkan persepsi pasien tentang akses pelayanan di Puskesmas
Rowosari Semarang.
3. Menggambarkan persepsi pasien tentang aspek komunikasi di
Puskesmas Rowosari Semarang
4. Menggambarkan persepsi pasien tentang kebijakan eksternal di
Puskesmas Rowosari Semarang.
5. Menggambarkan persepsi pasien tentang alur informasi di Puskesmas
Rowosari Semarang.
6. Menggambarkan persepsi pasien tentang organisasi dan rencana
perawatan di Puskesmas Rowosari Semarang.
7. Menggambarkan persepsi pasien tentang faktor yang berhubungan
dengan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang.
8. Menggambarkan persepsi pasien tentang lingkungan fisik di Puskesmas
Rowosari Semarang.
9. Menggambarkan persepsi pasien tentang rujukan di Puskesmas
Rowosari Semarang.
8
10. Menggambarkan persepsi pasien tentang kinerja tugas tenaga kesehatan
di Puskesmas Rowosari Semarang.
1.4.MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan atau
memperbaiki kebijakan internal, seperti protokol keselamatan dan
manajemen risiko, serta menciptakan sistem pelayanan yang lebih aman,
efektif, dan berkualitas.
1.4.2. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut
terkait keselamatan pasien di fasilitas pelayanan primer, khususnya
Puskesmas.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan yang lebih aman dan efektif di Puskesmas. Pemahaman yang
lebih baik tentang persepsi pasien terhadap penerapan keselamatan pasien
diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya kejadian yang tidak
diinginkan di Puskesmas, meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta
meningkatkan keselamatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KESELAMATAN PASIEN
2.1.1. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan upaya untuk
mengurangi risiko dan bahaya selama pasien menerima perawatan
kesehatan.20 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2017, keselamatan pasien merupakan suatu sistem
yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan perawatan kesehatan
pasien melalui asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko,
pelaporan serta analisis insiden, pembelajaran dari insiden yang terjadi,
serta penerapan solusi untuk mencegah risiko timbulnya cedera akibat
kesalahan tindakan atau kelalaian.21 World Health Organization
(WHO) mendefinisikan keselamatan pasien (patient safety) sebagai
tidak adanya bahaya yang dapat dicegah pada pasien serta pengurangan
risiko yang tidak perlu terkait dengan perawatan kesehatan.4
2.1.2. Kebijakan Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien harus diterapkan di setiap fasilitas pelayanan
kesehatan. Penerapan keselamatan pasien diwujudkan dengan
membangun sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan:
1. Standar Keselamatan Pasien
Standar Keselamatan Pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 meliputi:
9
10
1) Hak pasien;
2) Pendidikan bagi pasien dan keluarga;
3) Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien;
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien;
6) Pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien;
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
Keselamatan Pasien.
2. Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran keselamatan Pasien yang saat ini digunakan adalah
Internasional Patient Safety Goals (IPSGs) dari Joint Commission
Internasional (JCI),22 yaitu:
1) Mengidentifikasi pasien dengan benar
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, serta pembedahan pada pasien yang benar
5) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
11
3. Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 menyatakan terdapat 7 langkah yang dapat diterapkan
untuk mewujudkan keselamatan pasien,21 antara lain:
1) Membangun kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien
2) Memimpin dan mendukung staf dalam penerapan keselamatan
pasien
3) Mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam aktivitas seharihari
4) Mengembangkan sistem pelaporan insiden
5) Melibatkan pasien dan menerapkan komunikasi efektif
6) Mempelajari dan berbagi pengalaman terkait keselamatan
pasien
7) Mencegah cedera dengan melibatkan semua tenaga kesehatan
dalam menerapkan sistem keselamatan pasien.
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien,23
antara lain:
1. Faktor pasien
Faktor dari pasien yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien
yaitu
kemampuan
pasien
untuk
terlibat
dalam
proses
perawatannya. Pasien yang sedang dirawat biasanya mengalami
kelemahan dan sulit untuk beraktivitas, sehingga kemampuan
12
pasien untuk terlibat dalam proses perawatannya berkurang. Selain
itu usia, interaksi dengan obat, riwayat kesehatan, serta
pemahaman pasien terkait kesehatannya pun juga dapat menjadi
faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien.
2. Faktor staf
Setiap tugas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat
berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung pada
keselamatan pasien. Jika tugas tidak dilaksanakan dengan benar,
tepat waktu, ataupun sesuai prosedur, maka risiko terjadinya
insiden keselamatan dapat meningkat. Selain itu, kemampuan
ataupun pemahaman yang tidak mumpuni juga dapat berdampak
pada insiden keselamatan pasien.
3. Equipment/ peralatan
Peralatan Puskesmas yang tidak praktis, sudah rusak, ataupun yang
sudah tidak memadai dapat meningkatkan risiko insiden
keselamatan pasien. Kemudian, kurangnya stok peralatan ataupun
obat juga dapat menjadi faktor terjadinya insiden keselamatan
pasien.
4. Organisasi Puskesmas
Organisasi Puskesmas dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
keselamatan pasien di Puskesmas meliputi kurangnya protokol,
kesalahan komunikasi, jumlah staf yang tidak memadai, perilaku
13
staf yang tidak profesional, antrian yang panjang, serta alur
informasi yang tidak akurat.
5. Komunikasi
Komunikasi yang jelas antar sesama staf ataupun staf dengan
pasien dan minimnya interupsi sangat penting untuk memastikan
keselamatan pasien di Puskesmas.
6. Lingkungan kebijakan eksternal
Lingkungan kebijakan eksternal yang dapat mempengaruhi
keselamatan pasien meliputi biaya serta akses pengobatan. Biaya
janji temu yang tinggi dapat membatasi akses pasien ke layanan
kesehatan. Selain itu, regulasi pemerintah terkait akses obat juga
dapat mempengaruhi kemampuan pasien mendapatkan pengobatan
tepat waktu.
7. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik fasilitas kesehatan yang bersih, aman, serta
fasilitas yang memadai dapat mempengaruhi keselamatan pasien.
Lingkungan fasilitas kesehatan yang tidak terawat dapat
meningkatkan risiko infeksi serta kecelakaan.
2.2. PUSKESMAS
2.2.1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas
merupakan
fasilitas
layanan
kesehatan
yang
menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan pada
14
tingkat pertama, dengan fokus utama pada upaya promotif dan preventif
di area kerjanya.6
2.2.2. Fungsi dan Wewenang Puskesmas
Fungsi Puskesmas24 diantaranya:
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya
Puskesmas memiliki wewenang dalam menjalankan pelayanan
kesehatan, yaitu:
1. Menyusun perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat serta analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
2. Melakukan advokasi dan menyebarluaskan kebijakan kesehatan
kepada masyarakat
3. Menyelenggarakan
komunikasi,
informasi,
edukasi,
serta
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan
4. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan, bekerja sama dengan sektorsektor terkait
5. Melakukan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat
6. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di Puskesmas
7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar memiliki wawasan
kesehatan
15
8. Melakukan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terkait akses, mutu,
serta cakupan pelayanan kesehatan
9. Memberikan
rekomendasi
mengenai
masalah
kesehatan
masyarakat, termasuk dukungan untuk sistem kewaspadaan dini
dan penanggulangan penyakit.
2.3. PERSEPSI PASIEN
Persepsi merupakan suatu proses interpretasi stimulus yang diindera
seseorang sehingga menghasilkan makna dan menjadi respon yang terintegrasi
dalam diri individu.8 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi,9 antara
lain:
1. Objek yang dipersepsi. Objek menghasilkan stimulus yang masuk melalui
indera dan akan mempengaruhi upaya pemberian makna pada objek
tersebut.
2. Alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf. Alat indera berfungsi sebagai
reseptor stimulus, sementara itu saraf sensoris meneruskan stimulus ke
otak yang merupakan sistem saraf pusat. Selain itu diperlukan saraf
motoris untuk menghasilkan respon.
3. Perhatian. Setiap individu membutuhkan energi untuk memfokuskan
perhatian pada bentuk fisik dan aspek mental suatu objek. Setiap orang
memiliki energi yang berbeda sehingga perhatian dan persepsi terhadap
suatu objek juga dapat berbeda.
4. Proses terjadinya persepsi. Objek menimbulkan stimulus lalu diterima oleh
alat indera. Saraf sensoris akan meneruskan stimulus yang diterima ke
16
otak. Kemudian otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran akan
membuat individu menyadari apa yang dilihat, didengar, ataupun diraba.
Setelah itu individu akan memberikan berbagai macam respon.
5. Organisasi persepsi. Persepsi seorang individu dapat berbeda-beda sesuai
dengan bagaimana individu mengorganisasikan yang dipersepsi. Terdapat
individu yang mempersepsikan suatu objek secara keseluruhannya dahulu
baru kemudian bagian-bagiannya. Hal ini menunjukkan bahwa objek
keseluruhan merupakan hal primer dan bagian-bagiannya merupakan hal
sekunder. Begitu pula ada individu yang mempersepsikan suatu objek dari
bagian-bagian kecil terlebih dahulu baru kemudian secara keseluruhan.
Hal ini menunjukkan bahwa bagian-bagian dari objek tersebut merupakan
hal primer dan objek secara keseluruhan merupakan hal sekunder.
Persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas dapat dilihat dari
beberapa dimensi,12 diantaranya:
1. faktor yang terkait dengan pasien
Pasien merasa lebih aman dan nyaman diperlakukan secara hormat dan
bermartabat. Selain itu, pasien juga merasa dihargai apabila pasien
dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait prosedur kesehatannya.
Keputusan bersama antara perawat dan pasien dapat menjadi metode yang
efektif untuk membantu pasien mengevaluasi nilai-nilai mereka dan
menentukan pilihan yang terbaik. Melalui pendekatan ini, perawat dapat
berkolaborasi dengan pasien, memberikan informasi, serta menyediakan
17
sumber daya yang diperlukan agar pasien mampu membuat keputusan yang
sadar dan mandiri terkait kesehatan mereka.18
2. Akses pasien terhadap pelayanan kesehatan
Pasien merasa aman saat perawat meluangkan waktu untuk berkomunikasi
dengan baik dan mendapat pelayanan kesehatan yang baik.17 Selain itu,
pasien juga merasa lebih nyaman ketika pasien dapat memberikan pendapat
terkait perawatan sesuai dengan yang diinginkan.23
3. Komunikasi efektif antara pasien dan tenaga kesehatan
Interaksi
antara
pemberi
layanan
kesehatan
dan
pasien
dapat
mempengaruhi keterlibatan pasien dalam mewujudkan keselamatan
pasien.25 Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan keselamatan pasien
dari aspek komunikasi adalah pemberian edukasi kesehatan kepada pasien.
Pasien akan merasa lebih dilibatkan serta dapat meningkatkan rasa aware
terhadap keselamatan pasien.26
4. Kebijakan eksternal Puskesmas
Kebijakan eksternal Puskesmas meliputi biaya perawatan serta pengobatan
selama dirawat di Puskesmas. Biaya pengobatan yang terlalu mahal dapat
membuat pasien mempertimbangkan ulang terkait pengobatannya.23
5. Ketersediaan informasi medis yang relevan
Riwayat
kesehatan
pasien
merupakan
hal
yang
penting
untuk
meningkatkan keselamatan pasien. Dengan informasi medis yang terbuka,
pasien lebih memahami kesehatan mereka, meningkatkan komunikasi
dengan tenaga medis, serta merasa lebih terlibat dalam proses
18
perawatannya.27 Hal ini mendorong kepatuhan, pengetahuan kesehatan,
kepuasan, serta memperkuat kepercayaan pasien terhadap keselamatan
layanan Puskesmas.
6. Organisasi dan rencana perawatan
Persepsi pasien terhadap penerapan keselamatan pasien dari aspek
organisasi dan rencana perawatan adalah rencana perawatan yang efektif,
kemana harus meminta bantuan, serta mengetahui apa yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan proses pemulihannya.25
7. Kondisi lingkungan fisik Puskesmas yang aman
Lingkungan fisik Puskesmas yang aman dapat meningkatkan rasa aman
dan nyaman pasien selama dirawat di Puskesmas. Selain itu, ketersediaan
fasilitas yang memadai juga dapat mempengaruhi keselamatan pasien
selama menjalani perawatan di Puskesmas.23
8. Rujukan
Pasien merasa lebih aman apabila rujukan yang dimilikinya selalu tersedia.
Keterlambatan dalam merujuk pasien, kurangnya tindak lanjut setelah
rujukan, serta rujukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien dapat
mempengaruhi persepsi pasien terhadap keselamatan dan kualitas dari
layanan kesehatan.23
9. Kompetensi tenaga kesehatan
Kompetensi tenaga kesehatan dapat mempengaruhi persepsi pasien
terhadap penerapan patient safety di Puskesmas. Pasien merasa lebih aman
19
apabila ditangani oleh tenaga kesehatan yang paham terkait apa yang
dibutuhkan oleh pasien selama menjalani perawatan.25
Pasien sebagai pihak yang langsung menerima layanan kesehatan, memiliki
persepsi yang penting dalam menilai kualitas penerapan keselamatan pasien.25
Persepsi pasien ini dapat menjadi indikator efektivitas penerapan patient safety
serta memberikan masukan berharga untuk perbaikan sistem pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, memahami persepsi pasien merupakan langkah
krusial dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat dan memastikan
pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.
2.4. DAMPAK PERSEPSI PASIEN TERHADAP KESELAMATAN PASIEN
2.4.1. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan ukuran sejauh mana layanan yang
diberikan sesuai dengan harapan konsumen pasien, yang dapat dicapai
melalui
pemenuhan
kebutuhan
dan
keinginan
mereka
serta
penyampaian yang tepat untuk memenuhi ekspektasi tersebut.28
Terciptanya pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan harapan
bagi setiap masyarakat dan menjadi tujuan bagi pelayanan kesehatan itu
sendiri, seperti Puskesmas.29 Terdapat beberapa dimensi yang menjadi
acuan bagi pasien sebagai pengguna jasa dalam menilai kualitas
pelayanan Kesehatan,30 antara lain:
1. Tangibles, mengacu pada penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,
serta staf yang dapat diamati secara langsung oleh pasien. Contoh
dimensi tangibles dalam mendukung keselamatan pasien di
20
Puskesmas seperti kebersihan ruangan dan fasilitas Puskesmas,
ketersedian dan kondisi alat-alat medis yang mendukung, serta
tanda-tanda atau petunjuk keselamatan yang jelas.
2. Reliability, merupakan kemampuan untuk memberikan layanan
yang akurat, konsisten, dan sesuai dengan yang dijanjikan. Contoh
dimensi reliability dalam mendukung keselamatan pasien di
Puskesmas yaitu ketepatan diagnosis dan pengobatan yang
diberikan oleh tenaga Kesehatan, kesesuaian pelayanan dengan
protokol keselamatan.
3. Responsiveness, merupakan kemauan dan kesiapan staf untuk
membantu pasien serta memberikan layanan dengan cepat dan
responsif. Contoh dimensi responsiveness dalam mendukung
keselamatan pasien di Puskesmas yaitu kecepatan penanganan
pasien dalam situasi darurat, kemampuan staf Puskesmas dalam
merespon keluhan atau masalah keselamatan pasien dengan cepat,
serta ketersediaan informasi tentang prosedur darurat atau langkahlangkah keselamatan.
4. Assurance, merupakan kemampuan staf untuk menumbuhkan
kepercayaan dan keyakinan pasien melalui kompetensi, sopan
santun, dan komunikasi yang baik. Contoh dimensi assurance
dalam mendukung keselamatan pasien di Puskesmas antara lain
kemampuan tenaga Kesehatan dalam menjelaskan risiko dan
prosedur medis dengan jelas, sikap profesional dan sopan santun
21
staf Puskesmas dalam memberikan layanan, serta keyakinan pasien
terhadap kompetensi tenaga kesehatan dalam menjaga keselamatan
mereka.
5. Empathy, merupakan perhatian dan kepedulian yang diberikan
kepada pasien secara individual. Contoh dimensi empathy dalam
mendukung keselamatan pasien di Puskesmas antara lain perhatian
staf
terhadap
keluhan
atau
kekhawatiran
pasien
terkait
keselamatan, kemampuan staf untuk memahami kondisi khusus
pasien, serta sikap empati dan peduli staf Puskesmas dalam
memberikan layanan.
2.4.2. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah penilaian subjektif dari konsumen yang
membandingkan harapan mereka dengan pengalaman nyata saat
menggunakan suatu produk atau layanan.31 Kepuasan pasien
merupakan tingkat kesesuaian antara harapan pasien dengan
pengalaman nyata mereka terhadap layanan kesehatan yang diterima 32.
Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator,33 sebagai berikut:
1) Kepuasan terhadap akses layanan Kesehatan
Hal ini mencakup sikap dan pemahaman pasien mengenai:
a. Ketersediaan layanan kesehatan pada waktu dan tempat yang
dibutuhkan.
b. Kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan, baik dalam
kondisi biasa maupun darurat.
22
c. Pemahaman pasien tentang cara kerja sistem layanan kesehatan,
manfaat, serta ketersediaan layanan tersebut.
2) Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan
Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan mencakup sikap pasien
terhadap:
a. Kompetensi teknis dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
menangani pasien.
b. Hasil pengobatan atau perubahan kondisi kesehatan yang
dirasakan pasien setelah menerima layanan.
3) Kepuasan terhadap proses layanan Kesehatan
Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan mencakup hubungan
antarmanusia yang diukur melalui:
a. Ketersediaan layanan puskesmas atau rumah sakit menurut
persepsi pasien.
b. Perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh dokter atau
tenaga kesehatan.
c. Tingkat kepercayaan dan keyakinan pasien terhadap dokter.
d. Pemahaman
pasien
tentang
diagnosis
atau
kondisi
kesehatannya.
e. Kemudahan pasien dalam memahami saran atau rencana
pengobatan dari dokter.
4) Kepuasan terhadap sistem layanan Kesehatan
23
Kepuasan teradap sistem layanan Kesehatan ditentukan oleh sikap
terhadap:
a. Fasilitas fisik dan lingkungan tempat layanan kesehatan
diberikan.
b. Sistem perjanjian, termasuk waktu tunggu, pemanfaatan waktu
menunggu, sikap membantu dari staf, serta mekanisme
penyelesaian masalah dan keluhan.
c. Cakupan dan manfaat layanan Kesehatan yang disediakan.
2.5. KERANGKA TEORI
24
2.6. KERANGKA KONSEP
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu persepsi
pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif non-eksperimental.
Penelitian kuantitatif
merupakan
penelitian yang dilakukan dengan
menganalisis fenomena melalui pengumpulan dan pengolahan data yang dapat
diukur menggunakan statistik, matematika, ataupun komputasi.34
Desain penelitian ini merupakan survei deskriptif, dimana penelitian ini
dilakukan dengan melihat gambaran fenomena yang terjadi dalam suatu
populasi tertentu tanpa campur tangan terhadap subjek penelitian. Metode
deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau
menganalisis suatu hasil penelitian tanpa bermaksud menarik kesimpulan yang
berlaku secara umum.35
3.2. POPULASI DAN SAMPEL
3.2.1. Populasi
Populasi merupakan kumpulan semua elemen atau individu yang
menjadi sumber pengumpulan data atau informasi dalam penelitian.36
Populasi dalam penelitian ini adalah 1.200 pasien di Puskesmas
Rowosari Semarang.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu sehingga dianggap dapat mewakili atau representatif populasi.35
25
26
Sampling merupakan proses seleksi bagian dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang ada.36 Teknik sampling pada penelitian ini
adalah accidental sampling atau sampling aksidental yang merupakan
teknik pengambilan sampel berdasarkan pertemuan secara kebetulan,
dimana individu yang ditemui peneliti dapat dijadikan sampel jika
dianggap relevan sebagai sumber data.35 Kriteria inklusi dari sampel
penelitian ini, antara lain:
1.
Pasien yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Rowosari Semarang minimal 1 kali dalam 3 bulan terakhir.
2.
Pasien berusia 18 tahun ke atas.
Sedangkan kriteria eksklusi dari sampel penelitian ini, yaitu:
1. Pasien yang tidak dapat mengisi kuesioner karena kondisi fisik atau
kesehatan yang tidak memungkinkan, seperti pasien dengan
penurunan kesadaran, pasien dengan kondisi gawat darurat, serta
pasien yang tidak dapat berkomunikasi dengan lancar.
2. Pasien yang memiliki gangguan kognitif atau mental yang
menghambat partisipasi dalam pengisian kuesioner.
3. Pasien yang sudah pernah mengisi kuesioner penelitian ini
sebelumnya.
Penghitungan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin37
dengan rumus sebagai berikut:
𝑛=
N
1 + 𝑁(𝑒)2
27
Dimana:
n = Ukuran sampel
N = Populasi
e = Persentase error karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
diinginkan
Peneliti menggunakan persentase error sebanyak 5% pada penelitian
ini, sehingga sampel dari penelitian ini ditentukan sebagai berikut:
𝑛=
1.200
1.200
1.200 1.200
=
=
=
2
1 + 1.200(0,05)
1 + 1.200 ∙ 0,0025 1 + 3
4
𝑛 = 300 responden
Maka dari itu, sampel dalam penelitian ini sebanyak 300 responden
yang merupakan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang.
3.3. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
3.3.1. Tempat Penelitian
Lokasi yang akan digunakan sebagai tempat penelitian adalah
Puskesmas Rowosari Semarang.
3.3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2024 – Juni 2025.
Pengambilan data menggunakan kuesioner dilakukan pada bulan Maret
– Mei 2025.
28
3.4.VARIABEL PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN SKALA
PENGUKURAN
3.4.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian merupakan nilai yang dapat berbeda dan
bervariasi antar objek atau kategori, serta dapat dinyatakan dalam ukuran
tertentu atau dapat diukur.35 Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal, yaitu persepsi pasien terkait penerapan patient safety di
Puskesmas Rowosari Semarang.
3.4.2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Definisi operasional merupakan penjabaran dari variabel-variabel
yang diteliti sehingga menjadi lebih spesifik dan dapat diukur
menggunakan alat ukur yang sesuai dalam penelitian.34 Skala
pengukuran merupakan cara untuk mengukur dan memberi nilai pada
variabel yang diteliti, agar data dapat diukur dan dianalisis secara tepat.
Tabel 1. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
No
1
Variabel
Penelitian
Karakteristik
Responden
a. Usia
Definisi
Operasional
Informasi dasar
yang
menggambarkan
ciri-ciri
atau
atribut individu
yang
menjadi
subjek penelitian.
Lama
usia
dihitung
dari
tanggal dilahirkan
sampai responden
mengisi
kuesioner.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Usia:
1. 18 tahun – 25 tahun
(Remaja Akhir)
2. 26 tahun – 35 tahun
(Dewasa Awal)
3. 36 tahun – 45 tahun
(Dewasa Akhir)
4. 46 tahun – 55 tahun
(Lansia Awal)
Ordinal
Kuesioner data
demografi
Kuesioner data
demografi
berupa isian.
29
5.
2
b. Jenis
kelamin
Klasifikasi
biologis
yang
membedakan
individu
sejak
lahir antara lakilaki
atau
perempuan.
Persepsi
pasien terkait
keselamatan
pasien
di
Puskesmas
Pandangan,
pemahaman, dan
sikap
pasien
terhadap
faktor
yang
mempengaruhi
keselamatan
pasien
di
Puskesmas.
a. Akses
Pandangan pasien
terhadap
akses
pelayanan
di
Puskesmas.
Kuesioner data
demografi.
Responden
dapat memilih
salah
satu
jawaban:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 28
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5. Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 4
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
56 tahun – 65 tahun
(Lansia Akhir)
Dinyatakan dengan:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 28 x 1
= 28.
Nominal
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 28 x
5 = 140.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 4 x 1
= 4.
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 4 x 5
= 20.
Rasio
30
b. Komunikasi
c. Kebijakan
eksternal
d.
Alur
informasi
Pandangan pasien
terhadap
komunikasi
dengan staf yang
ada di Puskesmas.
Pandangan pasien
terhadap
kebijakan
eksternal
Puskesmas.
Pandangan pasien
terhadap
alur
informasi
yang
ada di Puskesmas.
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 6
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 2
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 4
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 6 x 1
= 6.
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 6 x 5
= 30.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 2 x 1
= 2.
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 2 x 5
= 10.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 4 x 1
= 4.
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 4 x 5
= 20.
Rasio
31
e. Organisasi
rencana
perawatan
f. Faktor yang
terkait dengan
pasien
Pandangan pasien
terhadap
organisasi
dan
rencana perawatan
di Puskesmas.
Pandangan pasien
terhadap
faktor
yang
terkait
dengan pasien di
Puskesmas.
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 3
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 2
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 3 x 1
= 3.
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 3 x 5
= 15.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 2 x 1
= 2.
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 2 x 5
= 10.
Rasio
32
g. Lingkungan
fisik
h. Rujukan
i.
Performa
kerja
Pandangan pasien
terhadap
lingkungan fisik
Puskesmas.
Pandangan pasien
terhadap sistem
rujukan
di
Puskesmas.
Pandangan pasien
terhadap performa
kerja
staf
di
Puskesmas.
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 2
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 2
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
Kuesioner
Primary Care
Patient
Measure
of
Safety
(PC
PMOS) yang
terdiri dari 3
item
pertanyaan
dengan
menggunakan
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 2 x 1
= 2.
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 2 x 5
= 10.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 2 x 1
= 2.
Rasio
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 2 x 5
= 10.
Skor
minimum
=
Jumlah item pertanyaan
x bobot terendah
Skor minimum = 3 x 1
= 3.
Skor maksimum =
Jumlah item pertanyaan
x bobot tertinggi
Skor maksimum = 3 x 5
= 15.
Rasio
33
skala
likert
rentang 1-5:
1. Sangat
Tidak Setuju
(STS)
2. Tidak Setuju
(TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5.
Sangat
Setuju (SS)
3.5.INSTRUMEN PENELITIAN DAN CARA PENGUMPULAN DATA
3.5.1. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi informed
consent, alat tulis, dan lembar kuesioner. Kuesioner yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah Primary Care Patient Measure of Safety (PC
PMOS) yang dikembangkan oleh Andrea Hernan dari Universitas Daikin
dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Dicky Priyana. Kuesioner
ini terdiri dari 25 pertanyaan, dimana kuesioner ini terbagi menjadi 9
domain yaitu akses terhadap pelayanan, komunikasi, kebijakan eksternal,
alur informasi, organisasi dan rencana perawatan, faktor yang terkait
dengan pasien, lingkungan fisik, rujukan, dan kinerja tugas. Kuesioner
ini menggunakan skala Likert dengan skala 1 sampai 5 dimana 1 berarti
“Sangat Tidak Setuju” dan 5 berarti “Sangat Setuju”. Pada kuesioner ini
terdapat 5 buah pertanyaan negatif dengan rincian sebagai berikut:
34
Tabel 2. Kategori Pertanyaan pada Setiap Domain
Domain
Akses
Komunikasi
Kebijakan Eksternal
Alur Informasi
Organisasi Rencana
Perawatan
Faktor yang Terkait
dengan Pasien
Lingkungan Fisik
Rujukan
Performa Kerja
Jumlah
Pertanyaan
4
6
2
4
3
Butir Pertanyaan
Favourable
Unfavourable
Q5, Q10, Q11, Q18
Q4, Q6, Q15, Q20,
Q23, Q25
Q9, Q17
Q2c, Q7, Q8, Q19
Q12, Q21, Q22
-
2
Q1, Q2a
-
2
2
3
Q14, Q16
Q13, Q24
-
Q2b, Q2d, Q3
1. Uji Validitas
Uji validitas merupakan proses untuk menilai sejauh mana
sebuah instrumen penelitian mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur secara akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Uji ini
memastikan bahwa data yang diperoleh dari instrumen benar-benar
mencerminkan konsep atau variabel yang diteliti.36
Pada penelitian ini, peneliti tidak perlu menguji validitas dan
reliabilitas kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC
PMOS) karena instrumen tersebut telah baku dan di publish.
Kuesioner PC PMOS telah diuji validitas dan reliabilitas oleh
Andrea (2019) dengan melakukan uji coba kepada 490 responden
pada tahun 2017. Hasil uji validitas kuesioner ini adalah sebagai
berikut.12
35
Tabel 3. Uji Validitas Kuesioner PC PMOS
Domain
Items (n)
Akses
Komunikasi
Kebijakan Eksternal
Alur Informasi
Organisasi
Rencana
Perawatan
Faktor yang Terkait
dengan Pasien
Lingkungan Fisik
Rujukan
Performa Kerja
4
6
2
4
3
Korelasi antar-item
rata-rata
0.30
0.84
0.40
0.47
0.25
2
0.71
2
2
3
0.43
0.46
0.38
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah proses untuk menentukan apakah suatu
instrumen menghasilkan data yang konsisten dan stabil saat
digunakan berulang kali dalam kondisi yang sama.36 Uji reliabilitas
PC PMOS yang dilakukan oleh Andrea (2019) menggunakan
metode Korelasi Spearman’s rho kepada sampel acak sebanyak 22
pasien, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Uji Reliabilitas Kuesioner PC PMOS
Domain
Akses
Komunikasi
Kebijakan Eksternal
Alur Informasi
Organisasi Rencana Perawatan
Faktor yang Terkait dengan
Pasien
Lingkungan Fisik
Rujukan
Performa Kerja
r
0.65
0.96
0.35
0.68
0.73
0.96
n
20
18
19
20
20
21
P values
0.002
0.0001
0.15
0.001
0.0001
0.0001
0.54
0.81
0.66
20
18
20
0.01
0.0001
0.002
36
3.5.2. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari
sumbernya dalam proses penelitian. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari survei.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia dalam bentuk siap
pakai, sehingga tidak memerlukan proses pengukuran langsung. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal, buku, maupun
hasil statistik lembaga survei.
3.5.3. Langkah-langkah Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti mengajukan surat permohonan perizinan studi pendahuluan ke
bagian akademik Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2. Setelah mendapatkan izin, peneliti kemudian mengajukan surat
permohonan studi pendahuluan di Puskesmas Rowosari Semarang ke
Dinas Kesehatan Kota Semarang
3. Setelah mendapatkan izin, peneliti kemudian melakukan studi
pendahuluan di Puskesmas Rowosari Semarang
37
4. Peneliti meminta izin kepada Kepala Puskesmas Rowosari Semarang
untuk mencari tahu terkait data jumlah pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang
5. Setelah proposal disetujui oleh dosen pembimbing dan penguji, peneliti
mengajukan Ethical Clearance kepada komisi etik Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
6. Setelah surat uji etik dirilis oleh komisi etik Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, peneliti mengajukan surat permohonan izin
untuk melakukan pengambilan data Puskesmas Rowosari Semarang ke
Dinas Kesehatan Kota Semarang
7. Setelah mendapat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang,
peneliti mulai menentukan responden yang sesuai dengan kriteria
penelitian di Puskesmas Rowosari Semarang
8. Peneliti dibantu oleh enumerator yang merupakan mahasiswa
Keperawatan Universitas Diponegoro angkatan 2021 menemui
responden untuk menjelaskan terkait tujuan dari penelitian yang
dilakukan
9. Setelah responden memberikan izin untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan menandatangani informed consent, peneliti dan
enumerator melakukan kontrak waktu dan memberikan kuesioner
kepada responden
10. Peneliti dan enumerator dapat membantu responden dalam mengisi
kuesioner apabila terdapat kesulitan dalam pengisiannya
38
11. Peneliti dan enumerator mengambil kembali kuesioner yang telah diisi
kemudian dikakukan pemeriksaan awal untuk memastikan tidak ada
data yang kosong/ tidak valid
12. Setelah semua data sudah lengkap, peneliti dapat mulai melakukan
pengolahan data.
3.6.TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
1.6.1. Pengolahan Data
Proses pengolahan data terdiri dari empat tahapan,38 yaitu:
1. Editing
Editing merupakan proses meninjau kembali kuesioner yang telah
diisi oleh responden selama pengumpulan data. Proses ini mencakup
pengecekan
apakah semua pertanyaan telah dijawab dan
memastikan tidak ada kesalahan dalam pengisian kuesioner.
2. Scoring
Scoring merupakan teknik memberikan nilai pada setiap bagian dari
sub variabel agar dapat diolah secara statistik. Kegiatan ini
melibatkan penilaian atau pemberian skor pada item-item kuesioner
yang telah diisi responden.
39
Tabel 5. Scoring Data
Pilihan Jawaban
Pertanyaan positif
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
Pertanyaan Negatif
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
Kode
1
2
3
4
5
5
4
3
2
1
3. Coding
Coding merupakan proses pemberian kode atau kategori pada
setiap data, termasuk pengelompokan data dengan jenis yang sama.
Tabel 6. Coding Data
No
1
2
Pilihan Jawaban
Usia
Remaja Akhir
Dewasa Awal
Dewasa Akhir
Lansia Awal
Lansia Akhir
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Kode
1
2
3
4
5
1
2
4. Entry
Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah terkumpul
ke dalam database komputer menggunakan perangkat lunak seperti
SPSS.
5. Cleaning
Cleaning merupakan proses memverifikasi keakuratan data dengan
memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan untuk memastikan
tidak ada data yang terlewat atau belum dimasukkan.
40
1.6.2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif,
dimana metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau merangkum
data yang telah dikumpulkan, tanpa menarik kesimpulan yang bersifat
umum atau dapat diterapkan secara luas (generalisasi).39 Metode ini
digunakan untuk merangkum data yang terkait dengan variabel tunggal
(univariat).40
Jenis data pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data kategorik
dan data numerik. Data kategorik merupakan data yang dapat
diklasifikasikan berdasarkan sifat atau ciri-ciri khusus tertentu, biasanya
terdiri dari skala nominal dan ordinal. Sedangkan data numerik
merupakan jenis data yang berbentuk angka dan dapat dikelompokkan
atau diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, umumnya data ini
berbentuk skala interval dan skala rasio.41 Data kategorik pada penelitian
ini adalah jenis kelamin dan usia. Sedangkan data numerik pada
penelitian ini adalah persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang. Hasil dari data kategorik akan disajikan
dalam bentuk distribusi frekuensi. Sedangkan hasil dari data numerik
akan disajikan dalam bentuk tendensi sentral (mean, median, nilai
minimal, dan nilai maksimal) dari data yang diperoleh.
3.7.ETIKA PENELITIAN
Etika penelitian kesehatan merupakan prinsip dan norma yang
membimbing praktik penelitian kesehatan untuk memastikan moralitas,
41
integritas, serta pelaksanaannya yang aman, efektif, dan adil bagi semua
pihak.36 Penerapan etika penelitian mencakup prinsip-prinsip yang
meliputi42:
1. Beneficence.
Beneficence berarti peneliti harus memperhatikan subjek penelitian
dengan meminimalkan risiko bahaya, memaksimalkan manfaat, dan
selalu bertindak demi kebaikan mereka. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan pemahaman tentang persepsi pasien terhadap
keselamatan pasien, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan di Puskesmas. Temuan penelitian ini juga dapat menjadi
acuan bagi pengambil kebijakan dalam menyusun atau memperbaiki
kebijakan terkait keselamatan pasien.
2. Non-maleficence
Non-maleficence berarti peneliti harus menghindari hal-hal yang dapat
menyebabkan kerugian dan bahaya bagi subjek penelitian. Pada
penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari kuesioner yang tidak
menyebabkan tekanan fisik atau psikologis kepada pasien sebagai
responden. Selain itu, kerahasiaan data responden harus dijaga
sepenuhnya untuk mencegah potensi dampak negatif.
3. Autonomy
Autonomy berarti peneliti harus memastikan subjek penelitian memiliki
kebebasan dalam membuat keputusan mereka sendiri dan menerima
informasi yang cukup untuk melakukannya. Pada penelitian ini, pasien
42
sebagai responden diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan
berpartisipasi dalam penelitian, dengan partisipasi yang sepenuhnya
sukarela dan tanpa paksaan, serta mereka dapat mengundurkan diri
kapan saja tanpa konsekuensi. Selain itu, sebelum berpartisipasi,
responden diberikan penjelasan jelas mengenai tujuan, prosedur,
manfaat, potensi risiko, serta informasi tentang kerahasiaan data dan
perlindungan privasi.
4. Justice
Justice mengharuskan peneliti untuk memperlakukan semua subjek
penelitian secara adil, tanpa membedakan berdasarkan karakteristik
pribadi mereka. Pada penelitian ini, peneliti menjamin bahwa setiap
responden yang memenuhi kriteria sampel memiliki kesempatan yang
setara untuk berpartisipasi dalam penelitian, tanpa mempertimbangkan
faktor pribadi seperti jenis kelamin, usia, atau latar belakang lainnya.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2025 yang berlokasi di
Puskesmas Rowosari Semarang. Data penelitian ini diperoleh dari pasien yang
berkunjung ke Puskesmas Rowosari Semarang yang berusia lebih dari 18
tahun. Total jumlah responden yang didapatkan adalah 300 responden.
Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner penelitian yang
terdiri dari kuesioner karakteristik responden dan kuesioner Primary Care
Patient Measure of Safety (PC PMOS). Data yang telah diperoleh akan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Responden
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Puskesmas
Rowosari Semarang (n=300)
Karakteristik
Usia
Remaja Akhir (18 tahun – 25 tahun)
Dewasa Awal (26 tahun – 35 tahun)
Dewasa Akhir (36 tahun – 45 tahun)
Lansia Awal (46 tahun – 55 tahun)
Lansia Akhir (56 tahun – 65 tahun)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Frekuensi
%
32
67
104
87
10
10,7
22,3
34,7
29,0
3,3
136
164
45,3
54,7
Tabel 7. menyajikan informasi mengenai karakteristik responden di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan usia yang berjumlah 300
responden. Rata-rata responden termasuk dalam kelompok dewasa akhir
dengan jumlah 104 responden (34,7%). Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, mayoritas responden di Puskesmas Rowosari Semarang adalah
perempuan dengan jumlah 164 responden (54,67%).
44
4.3. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2025 (n=300)
Domain
Akses Pelayanan
Komunikasi
Kebijakan Eksternal
Alur Informasi
Organisasi dan Rencana Perawatan
Faktor yang Berhubungan dengan
Pasien
Lingkungan Fisik
Rujukan
Kinerja Tugas
Mean
13,42
26,33
8,61
17,14
12,19
8,81
Median
13
27
9
17
13
9
Modus
3
5
5
5
4
5
SD
1,41
0,54
0,81
0,64
0,99
0,58
Min
10
21
3
11
7
5
Max
20
30
10
20
15
10
8,78
8,83
13,46
9
9
13
4
5
4
0,54
0,52
0,52
6
7
11
10
10
15
Tabel 8. menyajikan data mengenai persepsi pasien terkait keselamatan
pasien pada berbagai domain layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari
Semarang menunjukkan hasil yang beragam. Secara keseluruhan, kinerja tugas
memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 4,48. Hal ini mengindikasikan persepsi
yang sangat positif dari responden terhadap profesionalisme tenaga kesehatan
yang ada di Puskesmas Rowosari Semarang. Sementara itu, domain dengan
nilai rata-rata terendah adalah akses pelayanan (mean=3,35). Hal ini
mengindikasikan adanya persepsi responden yang negatif dalam mengakses
layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang.
45
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sebaran Jawaban Persepsi Pasien terkait Keselamatan
Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2025 (n=300)
No.
Item
STS
Frekuensi (f)
Persentase (%)
TS
N
S
SS
63
(21,0)
0
(0)
0
(0)
107
(35,7)
0
(0)
1
(0,3)
13
(4,3)
15
(5,0)
8
(2,7)
64
(21,3)
167
(55,7)
164
(54,7)
53
(17,1)
118
(39,3)
127
(42,3)
2,79
±1,44
4,34
±0,57
4,39
±0,55
98
(32,7)
165
(55,0)
12
(4,0)
21
(7,0)
4
(1,3)
1,89
±0,87
0
(0)
0
(0)
9
(3,0)
156
(52,0)
135
(45,0)
4,42
±0,55
0
(0)
0
(0)
4
(1,3)
167
(55,7)
129
(43,0)
4,42
±0,52
0
(0)
0
(0)
0
(0)
2
(0,7)
9
(3,0)
7
(2,3)
162
(54,0)
175
(58,3)
129
(43,0)
116
(38,7)
4,40
±0,54
4,35
±0,56
0
(0)
2
(0,7)
8
(2,7)
174
(58,7)
113
(38,0)
4,34
±0,56
0
(0)
0
(0)
4
(1,3)
172
(57,3)
124
(41,3)
4,40
±0,51
123
(41,0)
155
(51,7)
9
(3,0)
8
(2,7)
5
(1,7)
4,28
±0,78
145
(48,3)
132
(44,0)
6
(2,0)
12
(4,0)
5
(1,7)
4,33
±0,83
0
(0)
0
(0)
18
(6,0)
193
(64,3)
89
(29,7)
4,24
±0,54
0
(0)
1
(0,3)
6
(2,0)
165
(55,0)
128
(42,7)
4,40
±0,54
Pertanyaan
Akses Pelayanan
Q5
Saya dapat membuat janji dengan
tenaga kesehatan pilihan saya
Q10 Saya dapat mengakses layanan
setelah jam kerja saat dibutuhkan
Q11 Saya memperoleh cukup waktu
selama konsultasi dengan profesional
perawatan kesehatan
Q18 Saya dapat membuat janji pada waktu
yang sesuai dengan keinginan saya
Komunikasi
Q4
Saya memperoleh jawaban atas
semua pertanyaan yang saya miliki
mengenai perawatan saya
Q6
Saya mengerti apa yang dijelaskan
staf kepada saya tentang perawatan
saya
Q15 Saya terlibat dalam semua keputusan
mengenai perawatan saya
Q20 Saya selalu merasa bahwa staf
mendengarkan
saya
mengenai
kekhawatiran saya
Q23 Staf administrasi berinteraksi dengan
saya dengan cara yang dapat saya
terima
Q25 Saya selalu diberikan informasi yang
cukup
sehingga
saya
dapat
memahami tentang perawatan dan
pengobatan saya
Kebijakan Eksternal
Q9
Biaya obat-obatan menghalangi saya
untuk menebus resep ketika saya
membutuhkan obat
Q17 Biaya untuk menemui dokter,
perawat, atau profesional kesehatan
lainnya
di
praktik
tersebut
menghalangi saya untuk mencari
perawatan
ketika
saya
membutuhkannya
Alur Informasi
Q2c Dokter selalu terlihat memiliki
informasi yang benar setelah saya
menerima perawatan di tempat lain
Q7
Informasi tentang saya yang
dibutuhkan oleh tim perawatan
kesehatan selalu tersedia, misalnya
ringkasan pemulangan, surat rujukan,
dan hasil tes
Mean
±SD
46
Q8
Staf selalu mengetahui segala hal
yang perlu mereka ketahui untuk
merawat saya. Misalnya alergi,
kondisi lain, riwayat kesehatan, obatobatan
Q19 Hasil tes saya selalu tersedia saat
dibutuhkan, misalnya pemeriksaan
pencitraan, tes darah, dan X-ray
Organisasi dan Rencana Perawatan
Q12 Saya tahu kepada siapa saya harus
mengajukan pertanyaan di klinik jika
saya membutuhkannya
Q21 Jika dirasa perlu, dokter, perawat,
atau profesional kesehatan lainnya
secara teratur memantau/ meninjau
kondisi kesehatan saya
Q22 Menemui dokter, perawat, atau
tenaga kesehatan lainnya yang sama
sangat penting bagi saya
Faktor terkait Pasien
Q1
Saya selalu diperlakukan dengan
bermartabat dan hormat
Q2a Dokter selalu mempertimbangkan
apa yang saya inginkan untuk
perawatan saya
Lingkungan Fisik
Q14 Peralatan yang dibutuhkan untuk
perawatan saya selalu berfungsi
dengan baik
Q16 Kliniknya sangat bersih
Rujukan
Q13 Jika saya dirujuk, informasi penting
tentang perawatan saya tersedia
Q24 Rujukan saya selalu sesuai
Kinerja Tugas
Q2b Dokter tidak memiliki keterampilan,
pengalaman, atau pengetahuan untuk
mengelola kondisi kesehatan saya
dengan benar
Q2d Dokter terganggu selama saya
berkonsultasi
Q3
Profesional kesehatan lainnya di
tempat klinik ini tidak memiliki
keterampilan, pengalaman, atau
pengetahuan
untuk
mengelola
kondisi kesehatan saya dengan benar
0
(0)
3
(1,0)
8
(2,7)
165
(55,0)
124
(41,3)
4,37
±0,58
2
(0,7)
20
(6,7)
9
(3,0)
174
(58,0)
95
(31,7)
4,13
±0,81
0
(0)
1
(0,3)
6
(2,0)
174
(58,0)
119
(39,7)
4,37
±0,54
0
(0)
1
(0,3)
6
(2,0)
185
(61,7)
108
(36,0)
4,33
±0,53
27
(9,0)
77
(25,7)
4
(1,3)
108
(36,0)
84
(28,0)
3,48
±1,36
1
(0,3)
0
(0)
0
(0)
2
(0,7)
10
(3,3)
7
(2,3)
157
(52,3)
156
(52,0)
132
(44,0)
135
(45,0)
4,40
±0,58
4,41
±0,57
0
(0)
0
(0)
11
(3,7)
166
(55,3)
123
(41,0)
4,37
±0,55
0
(0)
0
(0)
7
(2,3)
164
(54,7)
129
(43,0)
4,41
±0,53
0
(0)
0
(0)
0
(0)
0
(0)
3
(1,0)
7
(2,3)
148
(49,3)
183
(61,0)
149
(49,7)
110
(36,7)
4,49
±0,52
4,34
±0,52
154
(51,3)
145
(48,3)
1
(0,3)
0
(0)
0
(0)
4,51
±0,50
159
(53,0)
135
(45,0)
136
(45,3)
161
(53,7)
5
(1,7)
4
(1,3)
0
(0)
0
(0)
0
(0)
0
(0)
4,51
±0,53
4,44
±0,52
47
4.3.1. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Akses Layanan
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek akses layanan
menunjukkan persepsi yang positif terhadap ketersediaan dan kualitas
layanan yang diberikan, terutama dalam hal akses di luar jam kerja serta
durasi waktu konsultasi yang memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa
fasilitas layanan kesehatan telah cukup responsif terhadap kebutuhan dasar
pasien. Namun, pada fleksibilitas waktu penjadwalan janji temu, sebagian
besar responden merasa belum dapat membuat janji pada waktu yang sesuai
dengan keinginan mereka dimana pada aspek ini memiliki nilai mean paling
rendah yaitu 1,89.
4.3.2. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Komunikasi
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas
Rowosari
Semarang
berdasarkan
aspek
komunikasi
menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa bahwa mereka sudah
menerima informasi yang cukup, memahami penjelasan dari staf, serta
merasa dilibatkan dalam keputusan terkait perawatannya. Selain itu,
mayoritas responden juga merasa bahwa mereka mendapatkan jawaban atas
pertanyaan mereka mengenai perawatan.
48
4.3.3. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Kebijakan Eksternal
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek kebijakan eksternal
menunjukkan bahwa faktor biaya tidak menjadi kendala utama dalam akses
terhadap layanan kesehatan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa
mereka tidak mengalami hambatan biaya ketika harus menebus obat
ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
4.3.4. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Alur Informasi
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek alur informasi
menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa puas dengan
kelancaran penyampaian serta ketersediaan informasi yang dibutuhkan
selama proses perawatan mereka. Responden menilai bahwa staf dan dokter
di Puskesmas Rowosari Semarang memiliki akses yang memadai terhadap
informasi penting terkait kondisi pasien, termasuk riwayat perawatan, hasil
tes, serta informasi penunjang lainnya.
4.3.5. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Organisasi dan Rencana Perawatan
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek organisasi dan rencana
perawatan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pemahaman
49
yang baik mengenai proses perawatan yang mereka jalani, merasa yakin
terhadap pemantauan kondisi kesehatan mereka oleh tenaga medis, serta
mengetahui kepada siapa mereka harus menyampaikan pertanyaan apabila
diperlukan.
Sementara itu, terdapat satu aspek yang cukup menonjol, yaitu terkait
pandangan responden terhadap pentingnya menemui tenaga kesehatan yang
sama secara berkelanjutan. Meskipun sebagian besar responden tetap
menganggap penting kontinuitas pelayanan, terdapat sekitar 34,7%
responden yang menganggap hal tersebut tidak penting. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian responden merasa fleksibel terhadap siapa
pun tenaga kesehatan yang menangani mereka, selama pelayanan yang
diberikan tetap berkualitas.
4.3.6. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Faktor terkait Pasien
Hasil penelitian pada aspek faktor terkait pasien menunjukkan bahwa
mayoritas responden merasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh
hormat selama menerima layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari
Semarang. Selain itu, responden juga merasa bahwa dokter memperhatikan
preferensi mereka dalam proses perawatannya.
4.3.7. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Lingkungan Fisik
Berdasarkan penelitian pada aspek lingkungan fisik didapatkan hasil
secara umum responden merasa puas terhadap fasilitas di Puskesmas
50
Rowosari Semarang. Mayoritas responden menyatakan bahwa peralatan
medis yang digunakan selama perawatan selalu berfungsi dengan baik.
Selain itu, responden juga merasa puas terhadap kondisi lingkungan di
Puskesmas Rowosari Semarang.
4.3.8. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Rujukan
Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek rujukan menunjukkan
bahwa sebagian besar responden merasa sistem rujukan di Puskesmas
Rowosari Semarang sudah berjalan dengan baik. Informasi penting terkait
perawatan tersedia ketika pasien dirujuk, dan rujukan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien.
4.3.9. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Kinerja Tugas
Berdasarkan penelitian pada aspek kinerja tugas didapatkan hasil
mayoritas responden memiliki persepsi positif terhadap kemampuan serta
profesionalisme tenaga kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang.
Responden menyatakan bahwa dokter maupun profesional kesehatan
lainnya memiliki keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan yang
memadai dalam menangani kondisi kesehatan pasien. Selain itu, dokter juga
dinilai fokus dan tidak terganggu selama proses konsultasi dengan pasien.
51
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang
5.1.1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kategori usia
responden yang paling besar adalah dewasa akhir yaitu berusia 46-55
tahun. Pada usia dewasa akhir, individu cenderung lebih sering
mengakses layanan kesehatan dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya. Penelitian oleh Rahaman et al. menunjukkan bahwa individu
dengan yang lebih tua dengan kondisi kesehatan yang kurang baik
cenderung lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.43 Hal ini
menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap kebutuhan kesehatan
yang lebih kompleks pada kelompok dewasa akhir.
5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, mayoritas responden
di Puskesmas Rowosari Semarang adalah perempuan (54,7%).
Penelitian oleh Abu Salim et al. menjelaskan bahwa perempuan
memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap kualitas layanan kesehatan
yang mereka terima.44 Perempuan lebih memperhatikan aspek-aspek
seperti ketepatan waktu serta kualitas perawatan yang menunjukkan
sifat kritis mereka dalam evaluasi layanan. Sejalan dengan temuan Das
52
et al. yaitu perempuan lebih aktif dalam mencari pelayanan kesehatan
dan cenderung lebih teliti saat memutuskan untuk mengakses layanan.45
5.2. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang
5.2.1. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Dimensi Akses Pelayanan
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
menilai akses pelayanan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah
cukup memadai, terutama dalam hal durasi konsultasi yang sesuai.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Batbaatar, yang menyatakan bahwa
kepuasan pasien terhadap aksesibilitas layanan dipengaruhi oleh faktor
seperti lokasi, waktu tunggu, serta fleksibilitas dalam pengaturan
jadwal.46
Responden juga menyatakan bahwa waktu pelayanan di
Puskesmas Rowosari Semarang sudah sesuai kebutuhan, karena
memungkinkan mereka untuk mengakses layanan hingga sore hari.
Puskesmas Rowosari Semarang beroperasi pada hari Senin-Kamis
pukul 07.00-17.00 WIB, Jumat pukul 07.00-15.00 WIB, dan Sabtu
pukul 07.00-12.00 WIB. Penelitian yang dilakukan oleh Pramesti et al.
juga mendukung temuan ini, dengan menyebutkan bahwa penambahan
jam operasional hingga sore hari di Puskesmas Kota Semarang telah
memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama mereka yang
memiliki keterbatasan waktu di pagi hari.47
53
5.2.2. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Komunikasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dengan tenaga
kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah efektif, terutama
dalam kejelasan informasi, keterlibatan pasien dalam pengambilan
keputusan, serta responsivitas terhadap kekhawatiran mereka. Temuan
ini sejalan dengan penelitian Hwang et al., yang menyatakan bahwa
komunikasi yang baik berkontribusi pada peningkatan partisipasi
pasien dalam menjaga keselamatan layanan kesehatan.16
Penelitian lain juga mendukung bahwa pelatihan tim dan
peningkatan komunikasi di seluruh rumah sakit mampu mengurangi
kejadian tidak diinginkan yang disebabkan oleh kesalahan komunikasi,
serta meningkatkan budaya keselamatan pasien secara keseluruhan.48
Selain itu, komunikasi yang melibatkan empati, kejelasan informasi,
dan pengambilan keputusan bersama merupakan komponen utama
untuk keberhasilan perawatan pasien dan pencegahan kesalahan
medis.49
5.2.3. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Kebijakan Eksternal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
di Puskesmas Rowosari Semarang tidak menganggap kebijakan biaya
pengobatan dan layanan sebagai hambatan utama. Hal ini dikarenakan
adanya subsidi dari pemerintah atau program kesehatan yang
54
terjangkau di Puskesmas. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasan et al.
dan Couturier et al. dimana sebagian besar pasien merasa biaya
pengobatan bukan hambatan utama, berkat subsidi pemerintah dan
program kesehatan seperti JKN.5051 Namun demikian, penelitian
Sa’adah et al. mengingatkan bahwa faktor biaya tetap menjadi aspek
yang signifikan bagi pasien dari kelompok ekonomi lemah, terutama
untuk pengeluaran obat-obatan tertentu yang tidak termasuk program
subsidi.52
5.2.4. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Alur Informasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai alur
informasi selama pelayanan kesehatan di Puskesmas Rowosari
Semarang berlangsung secara efektif. Hal ini menunjukkan bahwa
komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien telah berjalan baik,
sehingga responden dapat memahami jelas prosedur serta informasi
terkait perawatan dan pengobatan yang mereka terima. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Sundaram et al. yang menyatakan bahwa
penyampaian komunikasi yang jelas dapat meningkatkan keamanan
pasien dan mengurangi risiko kesalahan medis.53 Selain itu, penelitian
Sockolow et al. menegaskan bahwa akses informasi yang akurat sangat
penting dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan
memperlancar koordinasi antar penyedia layanan.54
55
5.2.5. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Organisasi dan Rencana Perawatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
di Puskesmas Rowosari Semarang memiliki persepsi positif terhadap
organisasi dan rencana perawatan, dimana sebagian besar responden
setuju bahwa mereka mengetahui kepada siapa harus bertanya ketika
membutuhkan bantuan di klinik, merasa kondisi kesehatannya dipantau
secara teratur oleh tenaga kesehatan, dan menganggap penting untuk
bertemu dengan tenaga kesehatan yang sama secara konsisten. Temuan
ini menunjukkan bahwa kontinuitas perawatan memiliki peran penting
dalam membentuk persepsi keselamatan pasien.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Lautamatti et al. yang
menemukan bahwa kontinuitas perawatan berkaitan dengan kepuasan
pasien dan penurunan kesalahan medis.55 Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Nowak et al. menyatakan bahwa pasien merasa kurang
aman jika harus berkonsultasi dengan dokter yang berbeda setiap kali
kunjungan. Meskipun catatan medis tersedia, interaksi dengan dokter
baru tidak dapat menggantikan pemahaman mendalam yang dimiliki
dokter yang telah lama merawat pasien.56 Kontinuitas perawatan
memungkinkan dokter memberikan pemeriksaan yang konsisten dan
relevan, sehingga meningkatkan rasa aman dan kepercayaan pasien
terhadap layanan kesehatan di Puskesmas.
56
Mayoritas
responden
pentingnya bertemu
dalam
penelitian
ini
menyetujui
dengan tenaga kesehatan yang sama, namun
terdapat beberapa responden yang memilih tidak setuju. Hal ini sejalan
dengan temuan Shumer et al. bahwa dalam situasi tertentu, seperti
kebutuhan penanganan yang cepat atau masalah kesehatan ringan,
pasien lebih mengutamakan aksesibilitas dibandingkan dengan
kontinuitas.57
5.2.6. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Faktor yang Berhubungan dengan Pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
merasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh hormat selama
mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Hal
ini sejalan dengan penelitian Shojaei et al. dimana perlakuan yang
menghormati martabat pasien berperan penting dalam meningkatkan
pengalaman perawatan mereka.58 Temuan ini sejalan dengan penelitian
Zotterman et al. yang menyatakan interaksi yang menjunjung martabat
memberikan dampak positif bagi pasien dan keluarganya, menciptakan
rasa aman serta kepuasan terhadap layanan kesehatan yang diterima.59
Pasien cenderung merasa lebih nyaman dan aman ketika mereka
diperlakukan dengan baik.
Selain itu, responden merasa bahwa dokter di Puskesmas
Rowosari Semarang secara aktif mempertimbangkan preferensi yang
mereka inginkan dalam perawatannya. Hal ini sejalan dengan temuan
57
Gu et al. yang menyatakan bahwa perhatian dokter terhadap preferensi
pasien dapat menciptakan pengalaman perawatan yang lebih baik.
Selain itu, hubungan yang baik antara pasien dengan dokter dapat
diperkuat melalui kemampuan dokter untuk mendengarkan masukan
pasien dan mempertimbangkan kebutuhan mereka semua selama proses
pengobatan.60 penelitian Schuttner et al. juga mendukung penelitian ini
dengan menunjukkan bahwa memperhatikan nilai dan prioritas pasien
dalam pengambilan keputusan klinis dapat meningkatkan hubungan
dokter-pasien serta efektivitas perawatan yang diberikan.61
5.2.7. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Lingkungan Fisik
Hasil penelitian menunjukkan responden di Puskesmas
Rowosari Semarang memiliki persepsi yang positif terhadap
lingkungan fisik Puskesmas Rowosari Semarang. Mayoritas responden
merasa puas dengan kebersihan dan ketersediaan peralatan medis yang
ada di Puskesmas. Sejalan dengan penelitian Asmirajanti et al. yang
menyatakan pentingnya sarana prasarana yang memadai dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.62 Penelitian lain oleh
Sriatmi et al. juga menyatakan bahwa kualitas gedung dan bangunan
mencakup sarana prasarana pendukung serta kebersihan lingkungan
dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien, yang pada akhirnya
meningkatkan kepuasan mereka.63 Penelitian Batbaatar lebih lanjut
menguatkan bahwa kebersihan lingkungan fisik, kenyamanan ruangan,
58
kondisi perlengkapan, pengaturan fasilitas, serta ketersediaan area
parkir memiliki kaitan langsung dengan pengalaman dan kepuasan
pasien terhadap layanan kesehatan.64
5.2.8. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Rujukan
Hasil penelitian di Puskesmas Rowosari Semarang menunjukkan
mayoritas responden memiliki persepsi positif terkait informasi yang
tersedia mengenai rujukan perawatan mereka. Responden merasa
bahwa informasi penting terkait perawatannya sudah tersedia ketika
dirujuk. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmadani et al. yang
menyatakan bahwa pasien cenderung merasa puas ketika informasi
terkait perawatan sebelumnya dan tindak lanjut setelah rujukan
diberikan secara jelas dan sesuai kebutuhan.65
Selain itu, kesesuaian rujukan pasien yang diberikan oleh
Puskesmas Rowosari Semarang menunjukkan sudah sesuai dengan
kebutuhan medis pasien. Hal ini mencerminkan kehandalan dalam
sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Tirtaningrum et al. menekankan
pentingnya kecepatan dan ketepatan dalam penanganan rujukan pasien,
sehingga pasien merasa dirujuk ke fasilitas yang tepat untuk menangani
kondisi kesehatan mereka dengan efektif.66 Selain itu, penelitian
Setiawati et al. mendukung temuan ini dengan menunjukkan bahwa
kelengkapan informasi medis dan kesiapan fasilitas di tempat rujukan
59
sangat penting dalam mendukung efektivitas dan keselamatan
perawatan.67 Sistem rujukan yang terorganisasi di Puskesmas Rowosari
Semarang mampu memberikan layanan yang aman dan efisien bagi
pasien.
5.2.9. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang berdasarkan Aspek Kinerja Tugas Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden merasa kinerja
tugas dari staf maupun dokter yang ada di Puskesmas Rowosari sudah
baik. Aspek ini memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan
domain
lain.
Hal
ini
mencerminkan
kepercayaan
terhadap
profesionalisme staf ataupun dokter yang ada di Puskesmas Rowosari
Semarang. Sejalan dengan penelitian AlFaris et al. yang menyatakan
bahwa profesionalisme, seperti kompetensi dokter dan perhatian penuh
selama konsultasi berperan penting dalam meningkatkan kepuasan dan
kepercayaan pasien.68
Selain itu, penelitian Cao et al. menyatakan bahwa tenaga
kesehatan dengan kompetensi yang baik dan mampu memberikan
layanan berbasis bukti dapat meningkatkan kepercayaan pasien dan
memastikan perawatan yang efektif serta aman.69 Penelitian Setia et al.
juga menekankan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bergantung pada
kompetensi tenaga kesehatan.70 Ketika pasien percaya bahwa tenaga
kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai,
mereka merasa lebih aman dan yakin bahwa perawatan yang diberikan
60
sesuai dengan standar kualitas yang diperlukan untuk menghindari
risiko medis.
61
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian dengan judul “Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di
Puskesmas Rowosari Semarang” menunjukkan bahwa mayoritas responden
memiliki persepsi positif terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari
Semarang. Profesionalisme staf dan dokter menjadi aspek yang paling
diapresiasi dengan nilai rata-rata tertinggi pada domain kinerja tugas. Hal ini
mencerminkan kepercayaan pasien terhadap kompetensi dan dedikasi tenaga
kesehatan dalam memberikan perawatan. Selain itu, komunikasi yang efektif
antara tenaga kesehatan dan pasien, seperti penyampaian informasi yang jelas
dan keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan, turut mendukung rasa
aman selama proses perawatan.
Sistem rujukan juga dinilai baik, dengan informasi yang lengkap dan
kesesuaian fasilitas rujukan terhadap kebutuhan pasien. Namun, aspek akses
layanan mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan domain
lainnya. Fleksibilitas dalam jadwal layanan serta kemudahan akses menjadi
perhatian utama yang perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, persepsi positif ini menggambarkan upaya Puskesmas
Rowosari Semarang dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien. Penelitian ini menegaskan pentingnya profesionalisme,
komunikasi efektif, serta sistem rujukan yang baik dalam menciptakan rasa
aman dan kepuasan pasien.
62
6.2. Saran
6.2.1. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam proses
perawatannya dengan menyampaikan keluhan, preferensi, dan
pertanyaan kepada tenaga kesehatan untuk memastikan layanan yang
aman dan sesuai kebutuhan. Selain itu, masyarakat perlu memanfaatkan
layanan rujukan dengan baik serta memastikan informasi medis yang
diterima jelas untuk menghindari kesalahan dalam perawatan lanjutan.
6.2.2. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk pengembangan
konsep keselamatan pasien di pelayanan kesehatan primer, khususnya
terkait pentingnya komunikasi efektif dan keterlibatan pasien dalam
keselamatan perawatan.
6.2.3. Bagi Puskesmas
Kepada pihak Puskesmas dapat mengadakan program edukasi
secara rutin bagi pasien terkait keselamatan layanan kesehatan, seperti
cara mengenali tanda perawatan yang tidak sesuai dan pengelolaan
informasi
rujukan.
Selain
itu,
pemanfaatan
teknologi
untuk
menyediakan layanan konsultasi online dapat menjadi solusi untuk
menjangkau pasien yang memiliki keterbatasan waktu atau akses ke
fasilitas kesehatan. Survei kepuasan pasien juga dapat dilakukan secara
berkala untuk mendapatkan umpan balik langsung yang dapat
63
digunakan sebagai dasar dalam meningkatkan kualitas pelayanan
secara berkelanjutan.
6.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor
penghambat akses pelayanan secara mendalam, seperti analisis
keterbatasan sumber daya manusia. Selain itu, diharapkan untuk
peneliti
selanjutnya
dapat
menerapkan
metode
mixed-method
(kuantitatif dan kualitatif) agar dapat menggali persepsi pasien secara
lebih mendalam. Kemudian, cakupan penelitian juga dapat diperluas ke
fasilitas pelayanan primer lain seperti klinik pratama untuk
membandingkan temuan dan mengidentifikasi praktik terbaik dalam
layanan kesehatan.
Download