BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Keselamatan pasien merupakan upaya sistematis untuk mencegah bahaya dan mengurangi risiko yang tidak perlu dalam perawatan kesehatan. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas utama dalam perawatan kesehatan global sejak diterbitkannya laporan “To Err is Human: Building a Safer Health Care System” hampir dua dekade yang lalu yang diperkirakan menyebabkan 1.000.000 cedera dan 98.000 kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.1,2 Keselamatan Pasien (patient safety) merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan perawatan kesehatan pasien melalui asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko, pelaporan serta analisis insiden, pembelajaran dari insiden yang terjadi, serta penerapan solusi untuk mencegah risiko timbulnya cedera akibat kesalahan tindakan atau kelalaian.3 World Health Organization (WHO) mengatakan keselamatan pasien merupakan tidak adanya bahaya yang dapat dicegah pada pasien serta pengurangan risiko yang tidak perlu terkait dengan perawatan kesehatan.4 Sebagai garda terdepan dalam sistem kesehatan, Pelayanan Kesehatan Primer memegang peran vital dalam memastikan keselamatan pasien dan memberikan layanan kesehatan yang aman dan berkualitas kepada masyarakat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 mendefinisikan Pelayanan Kesehatan Primer sebagai layanan kesehatan yang pertama yang 1 2 paling dekat dengan masyarakat dan menjadi titik awal akses terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan Kesehatan Primer mencakup Puskesmas, klinik pratama, dan praktik mandiri yang dijalankan oleh tenaga medis ataupun tenaga kesehatan.5 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019, puskesmas merupakan fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan pada tingkat pertama, dengan fokus utama pada upaya promotif dan preventif di area kerjanya.6 World Health Organization (WHO) dalam Rencana Aksi Keselamatan Pasien Global 2021-2030 menekankan pentingnya prinsip-prinsip panduan terkini untuk mencegah bahaya yang dapat dihindari dalam pelayanan kesehatan, termasuk dengan mengajak pasien dan keluarga berperan sebagai mitra dalam memastikan perawatan kesehatan yang aman.7 Dalam hal ini, keterlibatan pasien sebagai mitra dalam perawatan yang aman sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap keselamatan pasien. Persepsi merupakan suatu proses interpretasi stimulus yang diindera seseorang sehingga menghasilkan makna dan menjadi respon yang terintegrasi dalam diri individu.8 Persepsi dapat dipengaruhi oleh objek yang dipersepsi, alat indera, perhatian, proses terjadinya persepsi, dan organisasi persepsi.9 Persepsi pasien terhadap keselamatan pasien di Puskesmas dapat dipengaruhi oleh minat pasien, motivasi untuk berpartisipasi, serta kepercayaan mereka terhadap tenaga kesehatan.10 Persepsi pasien mengenai keselamatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas keselamatan dan tingkat kepercayaan mereka terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Umpan balik yang diberikan oleh pasien 3 berperan penting dalam mengidentifikasi risiko, memperbaiki sistem keselamatan, dan meningkatkan kesadaran staf mengenai potensi bahaya yang ada.11 Selain itu, pasien yang merasa didengar dan dilibatkan cenderung lebih percaya pada kemampuan pelayanan kesehatan untuk menjaga keselamatan mereka. Kepercayaan ini tidak hanya meningkatkan hubungan antara pasien dan fasilitas kesehatan tetapi juga memotivasi pasien untuk terlibat aktif dalam memastikan keselamatan mereka sendiri. Dengan demikian, persepsi pasien menjadi komponen penting dalam strategi perbaikan keselamatan layanan kesehatan.12 Penelitian terdahulu yang membahas persepsi pasien terkait keselamatan pasien menunjukkan bahwa konsep keselamatan memiliki makna yang beragam. Bagi pasien, keselamatan tidak hanya berarti terhindar dari kesalahan, tetapi juga mencakup aspek kesinambungan perawatan, dukungan emosional, rasa percaya, komunikasi yang baik, serta informasi yang jelas dan efektif untuk menjamin keamanan di lingkungan klinis.13 Persepsi pasien terhadap keselamatan pasien terbentuk melalui penilaian mereka terhadap berbagai aspek, seperti kualitas komunikasi, akses terhadap pelayanan, alur informasi, lingkungan fisik, serta keterlibatan pasien. Pada tahun 2023, Joint Commission mencatat 1.411 laporan kejadian sentinel yang terjadi, dimana kegagalan komunikasi diidentifikasi sebagai akar penyebab kejadian sentinel yang dilaporkan.14 Hubungan yang kurang baik antara perawat dan pasien turut berkontribusi pada buruknya komunikasi dan interaksi selama perawatan.15 Peningkatan komunikasi dalam tim layanan kesehatan dapat menciptakan lebih 4 banyak ruang untuk dialog antara tenaga kesehatan dan pasien, sehingga pasien lebih terlibat dalam proses perawatannya.16 Persepsi pasien terkait akses pelayanan kesehatan di Puskesmas dapat dilihat dari kemudahan pasien dalam memperoleh layanan kesehatan, keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan, serta kemampuan untuk menyampaikan preferensi terkait kebutuhan medis yang diinginkan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Schaaf, memberikan kesempatan kepada pasien untuk membuat keputusan dan menyampaikan preferensi mereka dalam perawatan kesehatan dapat meningkatkan rasa aman dan merasa dihargai selama proses perawatan.17 Selain itu, melibatkan pasien secara aktif dalam proses perawatan mereka dapat meningkatkan kepedulian pasien terhadap kondisi kesehatannya serta mengurangi risiko kesalahan klinis.18 Persepsi pasien terhadap keselamatan pasien di Puskesmas juga dapat dilihat dari alur informasi yang jelas dan transparan. Pemberian informasi yang jelas dan mudah dipahami, disertai dengan dorongan kepada pasien untuk berpartisipasi aktif dalam keselamatan dapat membantu pasien lebih mampu dalam mengidentifikasi kesalahan yang mungkin terjadi. Selain itu, memahami serta mengidentifikasi nilai, preferensi, dan kebutuhan pasien, kemudian menyampaikannya kepada penyedia layanan lainnya dan mengintegrasikannya ke dalam praktik keperawatan juga dapat mendukung keterlibatan pasien dalam proses perawatan kesehatan.16 Persepsi pasien terkait keselamatan pasien di puskesmas juga dapat dilihat dari keterlibatan pasien dalam rencana perawatannya. Keterlibatan 5 pasien secara aktif dapat menciptakan lingkungan perawatan yang berfokus pada pencegahan kesalahan medis.19 Dalam hal ini, tenaga kesehatan dapat lebih proaktif memberikan informasi penting, seperti terkait obat dan tandatanda abnormal, mendorong pasien untuk bertanya serta memahami informasi yang telah diberikan. Hal ini menjadikan partisipasi pasien sebagai langkah strategis dalam meningkatkan keselamatan pasien.16 Studi pendahuluan terkait keselamatan pasien dilakukan dengan metode wawancara kepada perawat di Puskesmas Rowosari Semarang. Perawat mengatakan bahwa terdapat beberapa Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yang terjadi di Puskesmas Rowosari Semarang seperti kejadian nyaris memberikan obat yang salah kepada pasien dimana kurangnya ketelitian staf Puskesmas terhadap rincian obat yang akan diberikan kepada pasien. Akan tetapi, hal tersebut dapat diatasi dengan mengkonfirmasi kembali kepada dokter terkait obat yang akan diberikan kepada pasien. Selain itu, perawat mengatakan bahwa terkait akses pelayanan, pasien selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan perawatannya. Perawat juga mengatakan faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien paling sering adalah faktor komunikasi, di mana masih cukup banyak kejadian miskomunikasi antara pasien dengan staf Puskesmas. Perawat mengatakan bahwa sejauh ini belum terdapat penelitian terkait persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari. Penerapan keselamatan pasien di Puskesmas merupakan hal yang harus diperhatikan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, meskipun penerapannya sudah dilakukan akan tetapi belum ada 6 penelitian terkait persepsi dari pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik dalam mencari tahu lebih dalam terkait “Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang”. 1.2.PERUMUSAN MASALAH Keselamatan pasien merupakan salah satu aspek krusial dalam layanan kesehatan di Pelayanan Kesehatan Primer, salah satunya Puskesmas. Tujuannya adalah untuk mencegah kesalahan medis dan kejadian yang dapat merugikan selama proses perawatan. Pasien sebagai pihak yang langsung menerima layanan kesehatan, memiliki persepsi yang penting dalam menilai kualitas keselamatan pasien. Persepsi pasien dapat dipengaruhi oleh pengalaman mereka selama perawatan, komunikasi dengan tenaga kesehatan, serta kondisi lingkungan Puskesmas. Keberhasilan keselamatan pasien tidak hanya bergantung pada upaya pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, tetapi juga pada pemahaman dan pandangan pasien terhadap pentingnya prosedur keselamatan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi mengenai persepsi pasien terhadap keselamatan pasien di Puskesmas. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang?” 7 1.3.TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi pasien terkait keselamatan pasien Puskesmas Rowosari Semarang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin. 2. Menggambarkan persepsi pasien tentang akses pelayanan di Puskesmas Rowosari Semarang. 3. Menggambarkan persepsi pasien tentang aspek komunikasi di Puskesmas Rowosari Semarang 4. Menggambarkan persepsi pasien tentang kebijakan eksternal di Puskesmas Rowosari Semarang. 5. Menggambarkan persepsi pasien tentang alur informasi di Puskesmas Rowosari Semarang. 6. Menggambarkan persepsi pasien tentang organisasi dan rencana perawatan di Puskesmas Rowosari Semarang. 7. Menggambarkan persepsi pasien tentang faktor yang berhubungan dengan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. 8. Menggambarkan persepsi pasien tentang lingkungan fisik di Puskesmas Rowosari Semarang. 9. Menggambarkan persepsi pasien tentang rujukan di Puskesmas Rowosari Semarang. 8 10. Menggambarkan persepsi pasien tentang kinerja tugas tenaga kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. 1.4.MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk mengembangkan atau memperbaiki kebijakan internal, seperti protokol keselamatan dan manajemen risiko, serta menciptakan sistem pelayanan yang lebih aman, efektif, dan berkualitas. 1.4.2. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut terkait keselamatan pasien di fasilitas pelayanan primer, khususnya Puskesmas. 1.4.3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih aman dan efektif di Puskesmas. Pemahaman yang lebih baik tentang persepsi pasien terhadap penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan di Puskesmas, meningkatkan kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan keselamatan pasien. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KESELAMATAN PASIEN 2.1.1. Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien (patient safety) merupakan upaya untuk mengurangi risiko dan bahaya selama pasien menerima perawatan kesehatan.20 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017, keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan perawatan kesehatan pasien melalui asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko, pelaporan serta analisis insiden, pembelajaran dari insiden yang terjadi, serta penerapan solusi untuk mencegah risiko timbulnya cedera akibat kesalahan tindakan atau kelalaian.21 World Health Organization (WHO) mendefinisikan keselamatan pasien (patient safety) sebagai tidak adanya bahaya yang dapat dicegah pada pasien serta pengurangan risiko yang tidak perlu terkait dengan perawatan kesehatan.4 2.1.2. Kebijakan Keselamatan Pasien Keselamatan pasien harus diterapkan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Penerapan keselamatan pasien diwujudkan dengan membangun sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan: 1. Standar Keselamatan Pasien Standar Keselamatan Pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 meliputi: 9 10 1) Hak pasien; 2) Pendidikan bagi pasien dan keluarga; 3) Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan; 4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien; 5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien; 6) Pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; 7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien. 2. Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran keselamatan Pasien yang saat ini digunakan adalah Internasional Patient Safety Goals (IPSGs) dari Joint Commission Internasional (JCI),22 yaitu: 1) Mengidentifikasi pasien dengan benar 2) Meningkatkan komunikasi yang efektif 3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai 4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, serta pembedahan pada pasien yang benar 5) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan 6) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh 11 3. Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 menyatakan terdapat 7 langkah yang dapat diterapkan untuk mewujudkan keselamatan pasien,21 antara lain: 1) Membangun kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien 2) Memimpin dan mendukung staf dalam penerapan keselamatan pasien 3) Mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam aktivitas seharihari 4) Mengembangkan sistem pelaporan insiden 5) Melibatkan pasien dan menerapkan komunikasi efektif 6) Mempelajari dan berbagi pengalaman terkait keselamatan pasien 7) Mencegah cedera dengan melibatkan semua tenaga kesehatan dalam menerapkan sistem keselamatan pasien. 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien,23 antara lain: 1. Faktor pasien Faktor dari pasien yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien yaitu kemampuan pasien untuk terlibat dalam proses perawatannya. Pasien yang sedang dirawat biasanya mengalami kelemahan dan sulit untuk beraktivitas, sehingga kemampuan 12 pasien untuk terlibat dalam proses perawatannya berkurang. Selain itu usia, interaksi dengan obat, riwayat kesehatan, serta pemahaman pasien terkait kesehatannya pun juga dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien. 2. Faktor staf Setiap tugas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung pada keselamatan pasien. Jika tugas tidak dilaksanakan dengan benar, tepat waktu, ataupun sesuai prosedur, maka risiko terjadinya insiden keselamatan dapat meningkat. Selain itu, kemampuan ataupun pemahaman yang tidak mumpuni juga dapat berdampak pada insiden keselamatan pasien. 3. Equipment/ peralatan Peralatan Puskesmas yang tidak praktis, sudah rusak, ataupun yang sudah tidak memadai dapat meningkatkan risiko insiden keselamatan pasien. Kemudian, kurangnya stok peralatan ataupun obat juga dapat menjadi faktor terjadinya insiden keselamatan pasien. 4. Organisasi Puskesmas Organisasi Puskesmas dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien di Puskesmas meliputi kurangnya protokol, kesalahan komunikasi, jumlah staf yang tidak memadai, perilaku 13 staf yang tidak profesional, antrian yang panjang, serta alur informasi yang tidak akurat. 5. Komunikasi Komunikasi yang jelas antar sesama staf ataupun staf dengan pasien dan minimnya interupsi sangat penting untuk memastikan keselamatan pasien di Puskesmas. 6. Lingkungan kebijakan eksternal Lingkungan kebijakan eksternal yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien meliputi biaya serta akses pengobatan. Biaya janji temu yang tinggi dapat membatasi akses pasien ke layanan kesehatan. Selain itu, regulasi pemerintah terkait akses obat juga dapat mempengaruhi kemampuan pasien mendapatkan pengobatan tepat waktu. 7. Lingkungan fisik Lingkungan fisik fasilitas kesehatan yang bersih, aman, serta fasilitas yang memadai dapat mempengaruhi keselamatan pasien. Lingkungan fasilitas kesehatan yang tidak terawat dapat meningkatkan risiko infeksi serta kecelakaan. 2.2. PUSKESMAS 2.2.1. Pengertian Puskesmas Puskesmas merupakan fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan pada 14 tingkat pertama, dengan fokus utama pada upaya promotif dan preventif di area kerjanya.6 2.2.2. Fungsi dan Wewenang Puskesmas Fungsi Puskesmas24 diantaranya: 1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya 2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya Puskesmas memiliki wewenang dalam menjalankan pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Menyusun perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat serta analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan 2. Melakukan advokasi dan menyebarluaskan kebijakan kesehatan kepada masyarakat 3. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, edukasi, serta pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan 4. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan, bekerja sama dengan sektorsektor terkait 5. Melakukan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat 6. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di Puskesmas 7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar memiliki wawasan kesehatan 15 8. Melakukan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terkait akses, mutu, serta cakupan pelayanan kesehatan 9. Memberikan rekomendasi mengenai masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan untuk sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan penyakit. 2.3. PERSEPSI PASIEN Persepsi merupakan suatu proses interpretasi stimulus yang diindera seseorang sehingga menghasilkan makna dan menjadi respon yang terintegrasi dalam diri individu.8 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi,9 antara lain: 1. Objek yang dipersepsi. Objek menghasilkan stimulus yang masuk melalui indera dan akan mempengaruhi upaya pemberian makna pada objek tersebut. 2. Alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf. Alat indera berfungsi sebagai reseptor stimulus, sementara itu saraf sensoris meneruskan stimulus ke otak yang merupakan sistem saraf pusat. Selain itu diperlukan saraf motoris untuk menghasilkan respon. 3. Perhatian. Setiap individu membutuhkan energi untuk memfokuskan perhatian pada bentuk fisik dan aspek mental suatu objek. Setiap orang memiliki energi yang berbeda sehingga perhatian dan persepsi terhadap suatu objek juga dapat berbeda. 4. Proses terjadinya persepsi. Objek menimbulkan stimulus lalu diterima oleh alat indera. Saraf sensoris akan meneruskan stimulus yang diterima ke 16 otak. Kemudian otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran akan membuat individu menyadari apa yang dilihat, didengar, ataupun diraba. Setelah itu individu akan memberikan berbagai macam respon. 5. Organisasi persepsi. Persepsi seorang individu dapat berbeda-beda sesuai dengan bagaimana individu mengorganisasikan yang dipersepsi. Terdapat individu yang mempersepsikan suatu objek secara keseluruhannya dahulu baru kemudian bagian-bagiannya. Hal ini menunjukkan bahwa objek keseluruhan merupakan hal primer dan bagian-bagiannya merupakan hal sekunder. Begitu pula ada individu yang mempersepsikan suatu objek dari bagian-bagian kecil terlebih dahulu baru kemudian secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa bagian-bagian dari objek tersebut merupakan hal primer dan objek secara keseluruhan merupakan hal sekunder. Persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas dapat dilihat dari beberapa dimensi,12 diantaranya: 1. faktor yang terkait dengan pasien Pasien merasa lebih aman dan nyaman diperlakukan secara hormat dan bermartabat. Selain itu, pasien juga merasa dihargai apabila pasien dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait prosedur kesehatannya. Keputusan bersama antara perawat dan pasien dapat menjadi metode yang efektif untuk membantu pasien mengevaluasi nilai-nilai mereka dan menentukan pilihan yang terbaik. Melalui pendekatan ini, perawat dapat berkolaborasi dengan pasien, memberikan informasi, serta menyediakan 17 sumber daya yang diperlukan agar pasien mampu membuat keputusan yang sadar dan mandiri terkait kesehatan mereka.18 2. Akses pasien terhadap pelayanan kesehatan Pasien merasa aman saat perawat meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dan mendapat pelayanan kesehatan yang baik.17 Selain itu, pasien juga merasa lebih nyaman ketika pasien dapat memberikan pendapat terkait perawatan sesuai dengan yang diinginkan.23 3. Komunikasi efektif antara pasien dan tenaga kesehatan Interaksi antara pemberi layanan kesehatan dan pasien dapat mempengaruhi keterlibatan pasien dalam mewujudkan keselamatan pasien.25 Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan keselamatan pasien dari aspek komunikasi adalah pemberian edukasi kesehatan kepada pasien. Pasien akan merasa lebih dilibatkan serta dapat meningkatkan rasa aware terhadap keselamatan pasien.26 4. Kebijakan eksternal Puskesmas Kebijakan eksternal Puskesmas meliputi biaya perawatan serta pengobatan selama dirawat di Puskesmas. Biaya pengobatan yang terlalu mahal dapat membuat pasien mempertimbangkan ulang terkait pengobatannya.23 5. Ketersediaan informasi medis yang relevan Riwayat kesehatan pasien merupakan hal yang penting untuk meningkatkan keselamatan pasien. Dengan informasi medis yang terbuka, pasien lebih memahami kesehatan mereka, meningkatkan komunikasi dengan tenaga medis, serta merasa lebih terlibat dalam proses 18 perawatannya.27 Hal ini mendorong kepatuhan, pengetahuan kesehatan, kepuasan, serta memperkuat kepercayaan pasien terhadap keselamatan layanan Puskesmas. 6. Organisasi dan rencana perawatan Persepsi pasien terhadap penerapan keselamatan pasien dari aspek organisasi dan rencana perawatan adalah rencana perawatan yang efektif, kemana harus meminta bantuan, serta mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses pemulihannya.25 7. Kondisi lingkungan fisik Puskesmas yang aman Lingkungan fisik Puskesmas yang aman dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien selama dirawat di Puskesmas. Selain itu, ketersediaan fasilitas yang memadai juga dapat mempengaruhi keselamatan pasien selama menjalani perawatan di Puskesmas.23 8. Rujukan Pasien merasa lebih aman apabila rujukan yang dimilikinya selalu tersedia. Keterlambatan dalam merujuk pasien, kurangnya tindak lanjut setelah rujukan, serta rujukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap keselamatan dan kualitas dari layanan kesehatan.23 9. Kompetensi tenaga kesehatan Kompetensi tenaga kesehatan dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap penerapan patient safety di Puskesmas. Pasien merasa lebih aman 19 apabila ditangani oleh tenaga kesehatan yang paham terkait apa yang dibutuhkan oleh pasien selama menjalani perawatan.25 Pasien sebagai pihak yang langsung menerima layanan kesehatan, memiliki persepsi yang penting dalam menilai kualitas penerapan keselamatan pasien.25 Persepsi pasien ini dapat menjadi indikator efektivitas penerapan patient safety serta memberikan masukan berharga untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, memahami persepsi pasien merupakan langkah krusial dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat dan memastikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. 2.4. DAMPAK PERSEPSI PASIEN TERHADAP KESELAMATAN PASIEN 2.4.1. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan merupakan ukuran sejauh mana layanan yang diberikan sesuai dengan harapan konsumen pasien, yang dapat dicapai melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan mereka serta penyampaian yang tepat untuk memenuhi ekspektasi tersebut.28 Terciptanya pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan harapan bagi setiap masyarakat dan menjadi tujuan bagi pelayanan kesehatan itu sendiri, seperti Puskesmas.29 Terdapat beberapa dimensi yang menjadi acuan bagi pasien sebagai pengguna jasa dalam menilai kualitas pelayanan Kesehatan,30 antara lain: 1. Tangibles, mengacu pada penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, serta staf yang dapat diamati secara langsung oleh pasien. Contoh dimensi tangibles dalam mendukung keselamatan pasien di 20 Puskesmas seperti kebersihan ruangan dan fasilitas Puskesmas, ketersedian dan kondisi alat-alat medis yang mendukung, serta tanda-tanda atau petunjuk keselamatan yang jelas. 2. Reliability, merupakan kemampuan untuk memberikan layanan yang akurat, konsisten, dan sesuai dengan yang dijanjikan. Contoh dimensi reliability dalam mendukung keselamatan pasien di Puskesmas yaitu ketepatan diagnosis dan pengobatan yang diberikan oleh tenaga Kesehatan, kesesuaian pelayanan dengan protokol keselamatan. 3. Responsiveness, merupakan kemauan dan kesiapan staf untuk membantu pasien serta memberikan layanan dengan cepat dan responsif. Contoh dimensi responsiveness dalam mendukung keselamatan pasien di Puskesmas yaitu kecepatan penanganan pasien dalam situasi darurat, kemampuan staf Puskesmas dalam merespon keluhan atau masalah keselamatan pasien dengan cepat, serta ketersediaan informasi tentang prosedur darurat atau langkahlangkah keselamatan. 4. Assurance, merupakan kemampuan staf untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan pasien melalui kompetensi, sopan santun, dan komunikasi yang baik. Contoh dimensi assurance dalam mendukung keselamatan pasien di Puskesmas antara lain kemampuan tenaga Kesehatan dalam menjelaskan risiko dan prosedur medis dengan jelas, sikap profesional dan sopan santun 21 staf Puskesmas dalam memberikan layanan, serta keyakinan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan dalam menjaga keselamatan mereka. 5. Empathy, merupakan perhatian dan kepedulian yang diberikan kepada pasien secara individual. Contoh dimensi empathy dalam mendukung keselamatan pasien di Puskesmas antara lain perhatian staf terhadap keluhan atau kekhawatiran pasien terkait keselamatan, kemampuan staf untuk memahami kondisi khusus pasien, serta sikap empati dan peduli staf Puskesmas dalam memberikan layanan. 2.4.2. Kepuasan Pasien Kepuasan adalah penilaian subjektif dari konsumen yang membandingkan harapan mereka dengan pengalaman nyata saat menggunakan suatu produk atau layanan.31 Kepuasan pasien merupakan tingkat kesesuaian antara harapan pasien dengan pengalaman nyata mereka terhadap layanan kesehatan yang diterima 32. Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator,33 sebagai berikut: 1) Kepuasan terhadap akses layanan Kesehatan Hal ini mencakup sikap dan pemahaman pasien mengenai: a. Ketersediaan layanan kesehatan pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. b. Kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan, baik dalam kondisi biasa maupun darurat. 22 c. Pemahaman pasien tentang cara kerja sistem layanan kesehatan, manfaat, serta ketersediaan layanan tersebut. 2) Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan mencakup sikap pasien terhadap: a. Kompetensi teknis dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang menangani pasien. b. Hasil pengobatan atau perubahan kondisi kesehatan yang dirasakan pasien setelah menerima layanan. 3) Kepuasan terhadap proses layanan Kesehatan Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan mencakup hubungan antarmanusia yang diukur melalui: a. Ketersediaan layanan puskesmas atau rumah sakit menurut persepsi pasien. b. Perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan. c. Tingkat kepercayaan dan keyakinan pasien terhadap dokter. d. Pemahaman pasien tentang diagnosis atau kondisi kesehatannya. e. Kemudahan pasien dalam memahami saran atau rencana pengobatan dari dokter. 4) Kepuasan terhadap sistem layanan Kesehatan 23 Kepuasan teradap sistem layanan Kesehatan ditentukan oleh sikap terhadap: a. Fasilitas fisik dan lingkungan tempat layanan kesehatan diberikan. b. Sistem perjanjian, termasuk waktu tunggu, pemanfaatan waktu menunggu, sikap membantu dari staf, serta mekanisme penyelesaian masalah dan keluhan. c. Cakupan dan manfaat layanan Kesehatan yang disediakan. 2.5. KERANGKA TEORI 24 2.6. KERANGKA KONSEP Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan menganalisis fenomena melalui pengumpulan dan pengolahan data yang dapat diukur menggunakan statistik, matematika, ataupun komputasi.34 Desain penelitian ini merupakan survei deskriptif, dimana penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran fenomena yang terjadi dalam suatu populasi tertentu tanpa campur tangan terhadap subjek penelitian. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tanpa bermaksud menarik kesimpulan yang berlaku secara umum.35 3.2. POPULASI DAN SAMPEL 3.2.1. Populasi Populasi merupakan kumpulan semua elemen atau individu yang menjadi sumber pengumpulan data atau informasi dalam penelitian.36 Populasi dalam penelitian ini adalah 1.200 pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. 3.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili atau representatif populasi.35 25 26 Sampling merupakan proses seleksi bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada.36 Teknik sampling pada penelitian ini adalah accidental sampling atau sampling aksidental yang merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertemuan secara kebetulan, dimana individu yang ditemui peneliti dapat dijadikan sampel jika dianggap relevan sebagai sumber data.35 Kriteria inklusi dari sampel penelitian ini, antara lain: 1. Pasien yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang minimal 1 kali dalam 3 bulan terakhir. 2. Pasien berusia 18 tahun ke atas. Sedangkan kriteria eksklusi dari sampel penelitian ini, yaitu: 1. Pasien yang tidak dapat mengisi kuesioner karena kondisi fisik atau kesehatan yang tidak memungkinkan, seperti pasien dengan penurunan kesadaran, pasien dengan kondisi gawat darurat, serta pasien yang tidak dapat berkomunikasi dengan lancar. 2. Pasien yang memiliki gangguan kognitif atau mental yang menghambat partisipasi dalam pengisian kuesioner. 3. Pasien yang sudah pernah mengisi kuesioner penelitian ini sebelumnya. Penghitungan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin37 dengan rumus sebagai berikut: 𝑛= N 1 + 𝑁(𝑒)2 27 Dimana: n = Ukuran sampel N = Populasi e = Persentase error karena kesalahan pengambilan sampel yang masih diinginkan Peneliti menggunakan persentase error sebanyak 5% pada penelitian ini, sehingga sampel dari penelitian ini ditentukan sebagai berikut: 𝑛= 1.200 1.200 1.200 1.200 = = = 2 1 + 1.200(0,05) 1 + 1.200 ∙ 0,0025 1 + 3 4 𝑛 = 300 responden Maka dari itu, sampel dalam penelitian ini sebanyak 300 responden yang merupakan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. 3.3. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 3.3.1. Tempat Penelitian Lokasi yang akan digunakan sebagai tempat penelitian adalah Puskesmas Rowosari Semarang. 3.3.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2024 – Juni 2025. Pengambilan data menggunakan kuesioner dilakukan pada bulan Maret – Mei 2025. 28 3.4.VARIABEL PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN SKALA PENGUKURAN 3.4.1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian merupakan nilai yang dapat berbeda dan bervariasi antar objek atau kategori, serta dapat dinyatakan dalam ukuran tertentu atau dapat diukur.35 Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu persepsi pasien terkait penerapan patient safety di Puskesmas Rowosari Semarang. 3.4.2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Definisi operasional merupakan penjabaran dari variabel-variabel yang diteliti sehingga menjadi lebih spesifik dan dapat diukur menggunakan alat ukur yang sesuai dalam penelitian.34 Skala pengukuran merupakan cara untuk mengukur dan memberi nilai pada variabel yang diteliti, agar data dapat diukur dan dianalisis secara tepat. Tabel 1. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran No 1 Variabel Penelitian Karakteristik Responden a. Usia Definisi Operasional Informasi dasar yang menggambarkan ciri-ciri atau atribut individu yang menjadi subjek penelitian. Lama usia dihitung dari tanggal dilahirkan sampai responden mengisi kuesioner. Alat Ukur Hasil Ukur Skala Usia: 1. 18 tahun – 25 tahun (Remaja Akhir) 2. 26 tahun – 35 tahun (Dewasa Awal) 3. 36 tahun – 45 tahun (Dewasa Akhir) 4. 46 tahun – 55 tahun (Lansia Awal) Ordinal Kuesioner data demografi Kuesioner data demografi berupa isian. 29 5. 2 b. Jenis kelamin Klasifikasi biologis yang membedakan individu sejak lahir antara lakilaki atau perempuan. Persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Pandangan, pemahaman, dan sikap pasien terhadap faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien di Puskesmas. a. Akses Pandangan pasien terhadap akses pelayanan di Puskesmas. Kuesioner data demografi. Responden dapat memilih salah satu jawaban: 1. Laki-laki 2. Perempuan Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 28 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 4 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) 56 tahun – 65 tahun (Lansia Akhir) Dinyatakan dengan: 1. Laki-laki 2. Perempuan Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 28 x 1 = 28. Nominal Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 28 x 5 = 140. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 4 x 1 = 4. Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 4 x 5 = 20. Rasio 30 b. Komunikasi c. Kebijakan eksternal d. Alur informasi Pandangan pasien terhadap komunikasi dengan staf yang ada di Puskesmas. Pandangan pasien terhadap kebijakan eksternal Puskesmas. Pandangan pasien terhadap alur informasi yang ada di Puskesmas. Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 2 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 4 item pertanyaan dengan menggunakan Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 6 x 1 = 6. Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 6 x 5 = 30. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 2 x 1 = 2. Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 2 x 5 = 10. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 4 x 1 = 4. Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 4 x 5 = 20. Rasio 31 e. Organisasi rencana perawatan f. Faktor yang terkait dengan pasien Pandangan pasien terhadap organisasi dan rencana perawatan di Puskesmas. Pandangan pasien terhadap faktor yang terkait dengan pasien di Puskesmas. skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 3 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 2 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 3 x 1 = 3. Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 3 x 5 = 15. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 2 x 1 = 2. Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 2 x 5 = 10. Rasio 32 g. Lingkungan fisik h. Rujukan i. Performa kerja Pandangan pasien terhadap lingkungan fisik Puskesmas. Pandangan pasien terhadap sistem rujukan di Puskesmas. Pandangan pasien terhadap performa kerja staf di Puskesmas. Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 2 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 2 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) Kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang terdiri dari 3 item pertanyaan dengan menggunakan Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 2 x 1 = 2. Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 2 x 5 = 10. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 2 x 1 = 2. Rasio Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 2 x 5 = 10. Skor minimum = Jumlah item pertanyaan x bobot terendah Skor minimum = 3 x 1 = 3. Skor maksimum = Jumlah item pertanyaan x bobot tertinggi Skor maksimum = 3 x 5 = 15. Rasio 33 skala likert rentang 1-5: 1. Sangat Tidak Setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N) 4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS) 3.5.INSTRUMEN PENELITIAN DAN CARA PENGUMPULAN DATA 3.5.1. Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi informed consent, alat tulis, dan lembar kuesioner. Kuesioner yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) yang dikembangkan oleh Andrea Hernan dari Universitas Daikin dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Dicky Priyana. Kuesioner ini terdiri dari 25 pertanyaan, dimana kuesioner ini terbagi menjadi 9 domain yaitu akses terhadap pelayanan, komunikasi, kebijakan eksternal, alur informasi, organisasi dan rencana perawatan, faktor yang terkait dengan pasien, lingkungan fisik, rujukan, dan kinerja tugas. Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan skala 1 sampai 5 dimana 1 berarti “Sangat Tidak Setuju” dan 5 berarti “Sangat Setuju”. Pada kuesioner ini terdapat 5 buah pertanyaan negatif dengan rincian sebagai berikut: 34 Tabel 2. Kategori Pertanyaan pada Setiap Domain Domain Akses Komunikasi Kebijakan Eksternal Alur Informasi Organisasi Rencana Perawatan Faktor yang Terkait dengan Pasien Lingkungan Fisik Rujukan Performa Kerja Jumlah Pertanyaan 4 6 2 4 3 Butir Pertanyaan Favourable Unfavourable Q5, Q10, Q11, Q18 Q4, Q6, Q15, Q20, Q23, Q25 Q9, Q17 Q2c, Q7, Q8, Q19 Q12, Q21, Q22 - 2 Q1, Q2a - 2 2 3 Q14, Q16 Q13, Q24 - Q2b, Q2d, Q3 1. Uji Validitas Uji validitas merupakan proses untuk menilai sejauh mana sebuah instrumen penelitian mampu mengukur apa yang seharusnya diukur secara akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Uji ini memastikan bahwa data yang diperoleh dari instrumen benar-benar mencerminkan konsep atau variabel yang diteliti.36 Pada penelitian ini, peneliti tidak perlu menguji validitas dan reliabilitas kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS) karena instrumen tersebut telah baku dan di publish. Kuesioner PC PMOS telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Andrea (2019) dengan melakukan uji coba kepada 490 responden pada tahun 2017. Hasil uji validitas kuesioner ini adalah sebagai berikut.12 35 Tabel 3. Uji Validitas Kuesioner PC PMOS Domain Items (n) Akses Komunikasi Kebijakan Eksternal Alur Informasi Organisasi Rencana Perawatan Faktor yang Terkait dengan Pasien Lingkungan Fisik Rujukan Performa Kerja 4 6 2 4 3 Korelasi antar-item rata-rata 0.30 0.84 0.40 0.47 0.25 2 0.71 2 2 3 0.43 0.46 0.38 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah proses untuk menentukan apakah suatu instrumen menghasilkan data yang konsisten dan stabil saat digunakan berulang kali dalam kondisi yang sama.36 Uji reliabilitas PC PMOS yang dilakukan oleh Andrea (2019) menggunakan metode Korelasi Spearman’s rho kepada sampel acak sebanyak 22 pasien, dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4. Uji Reliabilitas Kuesioner PC PMOS Domain Akses Komunikasi Kebijakan Eksternal Alur Informasi Organisasi Rencana Perawatan Faktor yang Terkait dengan Pasien Lingkungan Fisik Rujukan Performa Kerja r 0.65 0.96 0.35 0.68 0.73 0.96 n 20 18 19 20 20 21 P values 0.002 0.0001 0.15 0.001 0.0001 0.0001 0.54 0.81 0.66 20 18 20 0.01 0.0001 0.002 36 3.5.2. Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya dalam proses penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari survei. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang sudah tersedia dalam bentuk siap pakai, sehingga tidak memerlukan proses pengukuran langsung. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal, buku, maupun hasil statistik lembaga survei. 3.5.3. Langkah-langkah Pengumpulan Data Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Peneliti mengajukan surat permohonan perizinan studi pendahuluan ke bagian akademik Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2. Setelah mendapatkan izin, peneliti kemudian mengajukan surat permohonan studi pendahuluan di Puskesmas Rowosari Semarang ke Dinas Kesehatan Kota Semarang 3. Setelah mendapatkan izin, peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Rowosari Semarang 37 4. Peneliti meminta izin kepada Kepala Puskesmas Rowosari Semarang untuk mencari tahu terkait data jumlah pasien di Puskesmas Rowosari Semarang 5. Setelah proposal disetujui oleh dosen pembimbing dan penguji, peneliti mengajukan Ethical Clearance kepada komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 6. Setelah surat uji etik dirilis oleh komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, peneliti mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan pengambilan data Puskesmas Rowosari Semarang ke Dinas Kesehatan Kota Semarang 7. Setelah mendapat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, peneliti mulai menentukan responden yang sesuai dengan kriteria penelitian di Puskesmas Rowosari Semarang 8. Peneliti dibantu oleh enumerator yang merupakan mahasiswa Keperawatan Universitas Diponegoro angkatan 2021 menemui responden untuk menjelaskan terkait tujuan dari penelitian yang dilakukan 9. Setelah responden memberikan izin untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed consent, peneliti dan enumerator melakukan kontrak waktu dan memberikan kuesioner kepada responden 10. Peneliti dan enumerator dapat membantu responden dalam mengisi kuesioner apabila terdapat kesulitan dalam pengisiannya 38 11. Peneliti dan enumerator mengambil kembali kuesioner yang telah diisi kemudian dikakukan pemeriksaan awal untuk memastikan tidak ada data yang kosong/ tidak valid 12. Setelah semua data sudah lengkap, peneliti dapat mulai melakukan pengolahan data. 3.6.TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 1.6.1. Pengolahan Data Proses pengolahan data terdiri dari empat tahapan,38 yaitu: 1. Editing Editing merupakan proses meninjau kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden selama pengumpulan data. Proses ini mencakup pengecekan apakah semua pertanyaan telah dijawab dan memastikan tidak ada kesalahan dalam pengisian kuesioner. 2. Scoring Scoring merupakan teknik memberikan nilai pada setiap bagian dari sub variabel agar dapat diolah secara statistik. Kegiatan ini melibatkan penilaian atau pemberian skor pada item-item kuesioner yang telah diisi responden. 39 Tabel 5. Scoring Data Pilihan Jawaban Pertanyaan positif Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Pertanyaan Negatif Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Kode 1 2 3 4 5 5 4 3 2 1 3. Coding Coding merupakan proses pemberian kode atau kategori pada setiap data, termasuk pengelompokan data dengan jenis yang sama. Tabel 6. Coding Data No 1 2 Pilihan Jawaban Usia Remaja Akhir Dewasa Awal Dewasa Akhir Lansia Awal Lansia Akhir Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kode 1 2 3 4 5 1 2 4. Entry Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah terkumpul ke dalam database komputer menggunakan perangkat lunak seperti SPSS. 5. Cleaning Cleaning merupakan proses memverifikasi keakuratan data dengan memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan untuk memastikan tidak ada data yang terlewat atau belum dimasukkan. 40 1.6.2. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif, dimana metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau merangkum data yang telah dikumpulkan, tanpa menarik kesimpulan yang bersifat umum atau dapat diterapkan secara luas (generalisasi).39 Metode ini digunakan untuk merangkum data yang terkait dengan variabel tunggal (univariat).40 Jenis data pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data kategorik dan data numerik. Data kategorik merupakan data yang dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat atau ciri-ciri khusus tertentu, biasanya terdiri dari skala nominal dan ordinal. Sedangkan data numerik merupakan jenis data yang berbentuk angka dan dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, umumnya data ini berbentuk skala interval dan skala rasio.41 Data kategorik pada penelitian ini adalah jenis kelamin dan usia. Sedangkan data numerik pada penelitian ini adalah persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. Hasil dari data kategorik akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Sedangkan hasil dari data numerik akan disajikan dalam bentuk tendensi sentral (mean, median, nilai minimal, dan nilai maksimal) dari data yang diperoleh. 3.7.ETIKA PENELITIAN Etika penelitian kesehatan merupakan prinsip dan norma yang membimbing praktik penelitian kesehatan untuk memastikan moralitas, 41 integritas, serta pelaksanaannya yang aman, efektif, dan adil bagi semua pihak.36 Penerapan etika penelitian mencakup prinsip-prinsip yang meliputi42: 1. Beneficence. Beneficence berarti peneliti harus memperhatikan subjek penelitian dengan meminimalkan risiko bahaya, memaksimalkan manfaat, dan selalu bertindak demi kebaikan mereka. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang persepsi pasien terhadap keselamatan pasien, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas. Temuan penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan dalam menyusun atau memperbaiki kebijakan terkait keselamatan pasien. 2. Non-maleficence Non-maleficence berarti peneliti harus menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian dan bahaya bagi subjek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari kuesioner yang tidak menyebabkan tekanan fisik atau psikologis kepada pasien sebagai responden. Selain itu, kerahasiaan data responden harus dijaga sepenuhnya untuk mencegah potensi dampak negatif. 3. Autonomy Autonomy berarti peneliti harus memastikan subjek penelitian memiliki kebebasan dalam membuat keputusan mereka sendiri dan menerima informasi yang cukup untuk melakukannya. Pada penelitian ini, pasien 42 sebagai responden diberikan kebebasan untuk memilih apakah akan berpartisipasi dalam penelitian, dengan partisipasi yang sepenuhnya sukarela dan tanpa paksaan, serta mereka dapat mengundurkan diri kapan saja tanpa konsekuensi. Selain itu, sebelum berpartisipasi, responden diberikan penjelasan jelas mengenai tujuan, prosedur, manfaat, potensi risiko, serta informasi tentang kerahasiaan data dan perlindungan privasi. 4. Justice Justice mengharuskan peneliti untuk memperlakukan semua subjek penelitian secara adil, tanpa membedakan berdasarkan karakteristik pribadi mereka. Pada penelitian ini, peneliti menjamin bahwa setiap responden yang memenuhi kriteria sampel memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam penelitian, tanpa mempertimbangkan faktor pribadi seperti jenis kelamin, usia, atau latar belakang lainnya. 43 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2025 yang berlokasi di Puskesmas Rowosari Semarang. Data penelitian ini diperoleh dari pasien yang berkunjung ke Puskesmas Rowosari Semarang yang berusia lebih dari 18 tahun. Total jumlah responden yang didapatkan adalah 300 responden. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner penelitian yang terdiri dari kuesioner karakteristik responden dan kuesioner Primary Care Patient Measure of Safety (PC PMOS). Data yang telah diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Responden Tabel 7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Puskesmas Rowosari Semarang (n=300) Karakteristik Usia Remaja Akhir (18 tahun – 25 tahun) Dewasa Awal (26 tahun – 35 tahun) Dewasa Akhir (36 tahun – 45 tahun) Lansia Awal (46 tahun – 55 tahun) Lansia Akhir (56 tahun – 65 tahun) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Frekuensi % 32 67 104 87 10 10,7 22,3 34,7 29,0 3,3 136 164 45,3 54,7 Tabel 7. menyajikan informasi mengenai karakteristik responden di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan usia yang berjumlah 300 responden. Rata-rata responden termasuk dalam kelompok dewasa akhir dengan jumlah 104 responden (34,7%). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, mayoritas responden di Puskesmas Rowosari Semarang adalah perempuan dengan jumlah 164 responden (54,67%). 44 4.3. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang Tabel 8. Distribusi Frekuensi Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2025 (n=300) Domain Akses Pelayanan Komunikasi Kebijakan Eksternal Alur Informasi Organisasi dan Rencana Perawatan Faktor yang Berhubungan dengan Pasien Lingkungan Fisik Rujukan Kinerja Tugas Mean 13,42 26,33 8,61 17,14 12,19 8,81 Median 13 27 9 17 13 9 Modus 3 5 5 5 4 5 SD 1,41 0,54 0,81 0,64 0,99 0,58 Min 10 21 3 11 7 5 Max 20 30 10 20 15 10 8,78 8,83 13,46 9 9 13 4 5 4 0,54 0,52 0,52 6 7 11 10 10 15 Tabel 8. menyajikan data mengenai persepsi pasien terkait keselamatan pasien pada berbagai domain layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang menunjukkan hasil yang beragam. Secara keseluruhan, kinerja tugas memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 4,48. Hal ini mengindikasikan persepsi yang sangat positif dari responden terhadap profesionalisme tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Rowosari Semarang. Sementara itu, domain dengan nilai rata-rata terendah adalah akses pelayanan (mean=3,35). Hal ini mengindikasikan adanya persepsi responden yang negatif dalam mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. 45 Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sebaran Jawaban Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang Tahun 2025 (n=300) No. Item STS Frekuensi (f) Persentase (%) TS N S SS 63 (21,0) 0 (0) 0 (0) 107 (35,7) 0 (0) 1 (0,3) 13 (4,3) 15 (5,0) 8 (2,7) 64 (21,3) 167 (55,7) 164 (54,7) 53 (17,1) 118 (39,3) 127 (42,3) 2,79 ±1,44 4,34 ±0,57 4,39 ±0,55 98 (32,7) 165 (55,0) 12 (4,0) 21 (7,0) 4 (1,3) 1,89 ±0,87 0 (0) 0 (0) 9 (3,0) 156 (52,0) 135 (45,0) 4,42 ±0,55 0 (0) 0 (0) 4 (1,3) 167 (55,7) 129 (43,0) 4,42 ±0,52 0 (0) 0 (0) 0 (0) 2 (0,7) 9 (3,0) 7 (2,3) 162 (54,0) 175 (58,3) 129 (43,0) 116 (38,7) 4,40 ±0,54 4,35 ±0,56 0 (0) 2 (0,7) 8 (2,7) 174 (58,7) 113 (38,0) 4,34 ±0,56 0 (0) 0 (0) 4 (1,3) 172 (57,3) 124 (41,3) 4,40 ±0,51 123 (41,0) 155 (51,7) 9 (3,0) 8 (2,7) 5 (1,7) 4,28 ±0,78 145 (48,3) 132 (44,0) 6 (2,0) 12 (4,0) 5 (1,7) 4,33 ±0,83 0 (0) 0 (0) 18 (6,0) 193 (64,3) 89 (29,7) 4,24 ±0,54 0 (0) 1 (0,3) 6 (2,0) 165 (55,0) 128 (42,7) 4,40 ±0,54 Pertanyaan Akses Pelayanan Q5 Saya dapat membuat janji dengan tenaga kesehatan pilihan saya Q10 Saya dapat mengakses layanan setelah jam kerja saat dibutuhkan Q11 Saya memperoleh cukup waktu selama konsultasi dengan profesional perawatan kesehatan Q18 Saya dapat membuat janji pada waktu yang sesuai dengan keinginan saya Komunikasi Q4 Saya memperoleh jawaban atas semua pertanyaan yang saya miliki mengenai perawatan saya Q6 Saya mengerti apa yang dijelaskan staf kepada saya tentang perawatan saya Q15 Saya terlibat dalam semua keputusan mengenai perawatan saya Q20 Saya selalu merasa bahwa staf mendengarkan saya mengenai kekhawatiran saya Q23 Staf administrasi berinteraksi dengan saya dengan cara yang dapat saya terima Q25 Saya selalu diberikan informasi yang cukup sehingga saya dapat memahami tentang perawatan dan pengobatan saya Kebijakan Eksternal Q9 Biaya obat-obatan menghalangi saya untuk menebus resep ketika saya membutuhkan obat Q17 Biaya untuk menemui dokter, perawat, atau profesional kesehatan lainnya di praktik tersebut menghalangi saya untuk mencari perawatan ketika saya membutuhkannya Alur Informasi Q2c Dokter selalu terlihat memiliki informasi yang benar setelah saya menerima perawatan di tempat lain Q7 Informasi tentang saya yang dibutuhkan oleh tim perawatan kesehatan selalu tersedia, misalnya ringkasan pemulangan, surat rujukan, dan hasil tes Mean ±SD 46 Q8 Staf selalu mengetahui segala hal yang perlu mereka ketahui untuk merawat saya. Misalnya alergi, kondisi lain, riwayat kesehatan, obatobatan Q19 Hasil tes saya selalu tersedia saat dibutuhkan, misalnya pemeriksaan pencitraan, tes darah, dan X-ray Organisasi dan Rencana Perawatan Q12 Saya tahu kepada siapa saya harus mengajukan pertanyaan di klinik jika saya membutuhkannya Q21 Jika dirasa perlu, dokter, perawat, atau profesional kesehatan lainnya secara teratur memantau/ meninjau kondisi kesehatan saya Q22 Menemui dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya yang sama sangat penting bagi saya Faktor terkait Pasien Q1 Saya selalu diperlakukan dengan bermartabat dan hormat Q2a Dokter selalu mempertimbangkan apa yang saya inginkan untuk perawatan saya Lingkungan Fisik Q14 Peralatan yang dibutuhkan untuk perawatan saya selalu berfungsi dengan baik Q16 Kliniknya sangat bersih Rujukan Q13 Jika saya dirujuk, informasi penting tentang perawatan saya tersedia Q24 Rujukan saya selalu sesuai Kinerja Tugas Q2b Dokter tidak memiliki keterampilan, pengalaman, atau pengetahuan untuk mengelola kondisi kesehatan saya dengan benar Q2d Dokter terganggu selama saya berkonsultasi Q3 Profesional kesehatan lainnya di tempat klinik ini tidak memiliki keterampilan, pengalaman, atau pengetahuan untuk mengelola kondisi kesehatan saya dengan benar 0 (0) 3 (1,0) 8 (2,7) 165 (55,0) 124 (41,3) 4,37 ±0,58 2 (0,7) 20 (6,7) 9 (3,0) 174 (58,0) 95 (31,7) 4,13 ±0,81 0 (0) 1 (0,3) 6 (2,0) 174 (58,0) 119 (39,7) 4,37 ±0,54 0 (0) 1 (0,3) 6 (2,0) 185 (61,7) 108 (36,0) 4,33 ±0,53 27 (9,0) 77 (25,7) 4 (1,3) 108 (36,0) 84 (28,0) 3,48 ±1,36 1 (0,3) 0 (0) 0 (0) 2 (0,7) 10 (3,3) 7 (2,3) 157 (52,3) 156 (52,0) 132 (44,0) 135 (45,0) 4,40 ±0,58 4,41 ±0,57 0 (0) 0 (0) 11 (3,7) 166 (55,3) 123 (41,0) 4,37 ±0,55 0 (0) 0 (0) 7 (2,3) 164 (54,7) 129 (43,0) 4,41 ±0,53 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 3 (1,0) 7 (2,3) 148 (49,3) 183 (61,0) 149 (49,7) 110 (36,7) 4,49 ±0,52 4,34 ±0,52 154 (51,3) 145 (48,3) 1 (0,3) 0 (0) 0 (0) 4,51 ±0,50 159 (53,0) 135 (45,0) 136 (45,3) 161 (53,7) 5 (1,7) 4 (1,3) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 4,51 ±0,53 4,44 ±0,52 47 4.3.1. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Akses Layanan Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek akses layanan menunjukkan persepsi yang positif terhadap ketersediaan dan kualitas layanan yang diberikan, terutama dalam hal akses di luar jam kerja serta durasi waktu konsultasi yang memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa fasilitas layanan kesehatan telah cukup responsif terhadap kebutuhan dasar pasien. Namun, pada fleksibilitas waktu penjadwalan janji temu, sebagian besar responden merasa belum dapat membuat janji pada waktu yang sesuai dengan keinginan mereka dimana pada aspek ini memiliki nilai mean paling rendah yaitu 1,89. 4.3.2. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Komunikasi Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek komunikasi menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa bahwa mereka sudah menerima informasi yang cukup, memahami penjelasan dari staf, serta merasa dilibatkan dalam keputusan terkait perawatannya. Selain itu, mayoritas responden juga merasa bahwa mereka mendapatkan jawaban atas pertanyaan mereka mengenai perawatan. 48 4.3.3. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Kebijakan Eksternal Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek kebijakan eksternal menunjukkan bahwa faktor biaya tidak menjadi kendala utama dalam akses terhadap layanan kesehatan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka tidak mengalami hambatan biaya ketika harus menebus obat ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. 4.3.4. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Alur Informasi Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek alur informasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa puas dengan kelancaran penyampaian serta ketersediaan informasi yang dibutuhkan selama proses perawatan mereka. Responden menilai bahwa staf dan dokter di Puskesmas Rowosari Semarang memiliki akses yang memadai terhadap informasi penting terkait kondisi pasien, termasuk riwayat perawatan, hasil tes, serta informasi penunjang lainnya. 4.3.5. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Organisasi dan Rencana Perawatan Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek organisasi dan rencana perawatan menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pemahaman 49 yang baik mengenai proses perawatan yang mereka jalani, merasa yakin terhadap pemantauan kondisi kesehatan mereka oleh tenaga medis, serta mengetahui kepada siapa mereka harus menyampaikan pertanyaan apabila diperlukan. Sementara itu, terdapat satu aspek yang cukup menonjol, yaitu terkait pandangan responden terhadap pentingnya menemui tenaga kesehatan yang sama secara berkelanjutan. Meskipun sebagian besar responden tetap menganggap penting kontinuitas pelayanan, terdapat sekitar 34,7% responden yang menganggap hal tersebut tidak penting. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian responden merasa fleksibel terhadap siapa pun tenaga kesehatan yang menangani mereka, selama pelayanan yang diberikan tetap berkualitas. 4.3.6. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Faktor terkait Pasien Hasil penelitian pada aspek faktor terkait pasien menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh hormat selama menerima layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Selain itu, responden juga merasa bahwa dokter memperhatikan preferensi mereka dalam proses perawatannya. 4.3.7. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Lingkungan Fisik Berdasarkan penelitian pada aspek lingkungan fisik didapatkan hasil secara umum responden merasa puas terhadap fasilitas di Puskesmas 50 Rowosari Semarang. Mayoritas responden menyatakan bahwa peralatan medis yang digunakan selama perawatan selalu berfungsi dengan baik. Selain itu, responden juga merasa puas terhadap kondisi lingkungan di Puskesmas Rowosari Semarang. 4.3.8. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Rujukan Hasil penelitian persepsi pasien terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan aspek rujukan menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa sistem rujukan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah berjalan dengan baik. Informasi penting terkait perawatan tersedia ketika pasien dirujuk, dan rujukan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. 4.3.9. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Kinerja Tugas Berdasarkan penelitian pada aspek kinerja tugas didapatkan hasil mayoritas responden memiliki persepsi positif terhadap kemampuan serta profesionalisme tenaga kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Responden menyatakan bahwa dokter maupun profesional kesehatan lainnya memiliki keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan yang memadai dalam menangani kondisi kesehatan pasien. Selain itu, dokter juga dinilai fokus dan tidak terganggu selama proses konsultasi dengan pasien. 51 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang 5.1.1. Karakteristik Responden berdasarkan Usia Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kategori usia responden yang paling besar adalah dewasa akhir yaitu berusia 46-55 tahun. Pada usia dewasa akhir, individu cenderung lebih sering mengakses layanan kesehatan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Penelitian oleh Rahaman et al. menunjukkan bahwa individu dengan yang lebih tua dengan kondisi kesehatan yang kurang baik cenderung lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.43 Hal ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap kebutuhan kesehatan yang lebih kompleks pada kelompok dewasa akhir. 5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, mayoritas responden di Puskesmas Rowosari Semarang adalah perempuan (54,7%). Penelitian oleh Abu Salim et al. menjelaskan bahwa perempuan memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap kualitas layanan kesehatan yang mereka terima.44 Perempuan lebih memperhatikan aspek-aspek seperti ketepatan waktu serta kualitas perawatan yang menunjukkan sifat kritis mereka dalam evaluasi layanan. Sejalan dengan temuan Das 52 et al. yaitu perempuan lebih aktif dalam mencari pelayanan kesehatan dan cenderung lebih teliti saat memutuskan untuk mengakses layanan.45 5.2. Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang 5.2.1. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Dimensi Akses Pelayanan Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai akses pelayanan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah cukup memadai, terutama dalam hal durasi konsultasi yang sesuai. Hasil ini sejalan dengan penelitian Batbaatar, yang menyatakan bahwa kepuasan pasien terhadap aksesibilitas layanan dipengaruhi oleh faktor seperti lokasi, waktu tunggu, serta fleksibilitas dalam pengaturan jadwal.46 Responden juga menyatakan bahwa waktu pelayanan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah sesuai kebutuhan, karena memungkinkan mereka untuk mengakses layanan hingga sore hari. Puskesmas Rowosari Semarang beroperasi pada hari Senin-Kamis pukul 07.00-17.00 WIB, Jumat pukul 07.00-15.00 WIB, dan Sabtu pukul 07.00-12.00 WIB. Penelitian yang dilakukan oleh Pramesti et al. juga mendukung temuan ini, dengan menyebutkan bahwa penambahan jam operasional hingga sore hari di Puskesmas Kota Semarang telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama mereka yang memiliki keterbatasan waktu di pagi hari.47 53 5.2.2. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi dengan tenaga kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang sudah efektif, terutama dalam kejelasan informasi, keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan, serta responsivitas terhadap kekhawatiran mereka. Temuan ini sejalan dengan penelitian Hwang et al., yang menyatakan bahwa komunikasi yang baik berkontribusi pada peningkatan partisipasi pasien dalam menjaga keselamatan layanan kesehatan.16 Penelitian lain juga mendukung bahwa pelatihan tim dan peningkatan komunikasi di seluruh rumah sakit mampu mengurangi kejadian tidak diinginkan yang disebabkan oleh kesalahan komunikasi, serta meningkatkan budaya keselamatan pasien secara keseluruhan.48 Selain itu, komunikasi yang melibatkan empati, kejelasan informasi, dan pengambilan keputusan bersama merupakan komponen utama untuk keberhasilan perawatan pasien dan pencegahan kesalahan medis.49 5.2.3. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Kebijakan Eksternal Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Puskesmas Rowosari Semarang tidak menganggap kebijakan biaya pengobatan dan layanan sebagai hambatan utama. Hal ini dikarenakan adanya subsidi dari pemerintah atau program kesehatan yang 54 terjangkau di Puskesmas. Hal ini sejalan dengan penelitian Hasan et al. dan Couturier et al. dimana sebagian besar pasien merasa biaya pengobatan bukan hambatan utama, berkat subsidi pemerintah dan program kesehatan seperti JKN.5051 Namun demikian, penelitian Sa’adah et al. mengingatkan bahwa faktor biaya tetap menjadi aspek yang signifikan bagi pasien dari kelompok ekonomi lemah, terutama untuk pengeluaran obat-obatan tertentu yang tidak termasuk program subsidi.52 5.2.4. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Alur Informasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai alur informasi selama pelayanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang berlangsung secara efektif. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien telah berjalan baik, sehingga responden dapat memahami jelas prosedur serta informasi terkait perawatan dan pengobatan yang mereka terima. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sundaram et al. yang menyatakan bahwa penyampaian komunikasi yang jelas dapat meningkatkan keamanan pasien dan mengurangi risiko kesalahan medis.53 Selain itu, penelitian Sockolow et al. menegaskan bahwa akses informasi yang akurat sangat penting dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan memperlancar koordinasi antar penyedia layanan.54 55 5.2.5. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Organisasi dan Rencana Perawatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Puskesmas Rowosari Semarang memiliki persepsi positif terhadap organisasi dan rencana perawatan, dimana sebagian besar responden setuju bahwa mereka mengetahui kepada siapa harus bertanya ketika membutuhkan bantuan di klinik, merasa kondisi kesehatannya dipantau secara teratur oleh tenaga kesehatan, dan menganggap penting untuk bertemu dengan tenaga kesehatan yang sama secara konsisten. Temuan ini menunjukkan bahwa kontinuitas perawatan memiliki peran penting dalam membentuk persepsi keselamatan pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian Lautamatti et al. yang menemukan bahwa kontinuitas perawatan berkaitan dengan kepuasan pasien dan penurunan kesalahan medis.55 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nowak et al. menyatakan bahwa pasien merasa kurang aman jika harus berkonsultasi dengan dokter yang berbeda setiap kali kunjungan. Meskipun catatan medis tersedia, interaksi dengan dokter baru tidak dapat menggantikan pemahaman mendalam yang dimiliki dokter yang telah lama merawat pasien.56 Kontinuitas perawatan memungkinkan dokter memberikan pemeriksaan yang konsisten dan relevan, sehingga meningkatkan rasa aman dan kepercayaan pasien terhadap layanan kesehatan di Puskesmas. 56 Mayoritas responden pentingnya bertemu dalam penelitian ini menyetujui dengan tenaga kesehatan yang sama, namun terdapat beberapa responden yang memilih tidak setuju. Hal ini sejalan dengan temuan Shumer et al. bahwa dalam situasi tertentu, seperti kebutuhan penanganan yang cepat atau masalah kesehatan ringan, pasien lebih mengutamakan aksesibilitas dibandingkan dengan kontinuitas.57 5.2.6. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Faktor yang Berhubungan dengan Pasien Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh hormat selama mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Hal ini sejalan dengan penelitian Shojaei et al. dimana perlakuan yang menghormati martabat pasien berperan penting dalam meningkatkan pengalaman perawatan mereka.58 Temuan ini sejalan dengan penelitian Zotterman et al. yang menyatakan interaksi yang menjunjung martabat memberikan dampak positif bagi pasien dan keluarganya, menciptakan rasa aman serta kepuasan terhadap layanan kesehatan yang diterima.59 Pasien cenderung merasa lebih nyaman dan aman ketika mereka diperlakukan dengan baik. Selain itu, responden merasa bahwa dokter di Puskesmas Rowosari Semarang secara aktif mempertimbangkan preferensi yang mereka inginkan dalam perawatannya. Hal ini sejalan dengan temuan 57 Gu et al. yang menyatakan bahwa perhatian dokter terhadap preferensi pasien dapat menciptakan pengalaman perawatan yang lebih baik. Selain itu, hubungan yang baik antara pasien dengan dokter dapat diperkuat melalui kemampuan dokter untuk mendengarkan masukan pasien dan mempertimbangkan kebutuhan mereka semua selama proses pengobatan.60 penelitian Schuttner et al. juga mendukung penelitian ini dengan menunjukkan bahwa memperhatikan nilai dan prioritas pasien dalam pengambilan keputusan klinis dapat meningkatkan hubungan dokter-pasien serta efektivitas perawatan yang diberikan.61 5.2.7. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Lingkungan Fisik Hasil penelitian menunjukkan responden di Puskesmas Rowosari Semarang memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungan fisik Puskesmas Rowosari Semarang. Mayoritas responden merasa puas dengan kebersihan dan ketersediaan peralatan medis yang ada di Puskesmas. Sejalan dengan penelitian Asmirajanti et al. yang menyatakan pentingnya sarana prasarana yang memadai dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.62 Penelitian lain oleh Sriatmi et al. juga menyatakan bahwa kualitas gedung dan bangunan mencakup sarana prasarana pendukung serta kebersihan lingkungan dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan mereka.63 Penelitian Batbaatar lebih lanjut menguatkan bahwa kebersihan lingkungan fisik, kenyamanan ruangan, 58 kondisi perlengkapan, pengaturan fasilitas, serta ketersediaan area parkir memiliki kaitan langsung dengan pengalaman dan kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan.64 5.2.8. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Rujukan Hasil penelitian di Puskesmas Rowosari Semarang menunjukkan mayoritas responden memiliki persepsi positif terkait informasi yang tersedia mengenai rujukan perawatan mereka. Responden merasa bahwa informasi penting terkait perawatannya sudah tersedia ketika dirujuk. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmadani et al. yang menyatakan bahwa pasien cenderung merasa puas ketika informasi terkait perawatan sebelumnya dan tindak lanjut setelah rujukan diberikan secara jelas dan sesuai kebutuhan.65 Selain itu, kesesuaian rujukan pasien yang diberikan oleh Puskesmas Rowosari Semarang menunjukkan sudah sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Hal ini mencerminkan kehandalan dalam sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas Rowosari Semarang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tirtaningrum et al. menekankan pentingnya kecepatan dan ketepatan dalam penanganan rujukan pasien, sehingga pasien merasa dirujuk ke fasilitas yang tepat untuk menangani kondisi kesehatan mereka dengan efektif.66 Selain itu, penelitian Setiawati et al. mendukung temuan ini dengan menunjukkan bahwa kelengkapan informasi medis dan kesiapan fasilitas di tempat rujukan 59 sangat penting dalam mendukung efektivitas dan keselamatan perawatan.67 Sistem rujukan yang terorganisasi di Puskesmas Rowosari Semarang mampu memberikan layanan yang aman dan efisien bagi pasien. 5.2.9. Persepsi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang berdasarkan Aspek Kinerja Tugas Tenaga Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden merasa kinerja tugas dari staf maupun dokter yang ada di Puskesmas Rowosari sudah baik. Aspek ini memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan domain lain. Hal ini mencerminkan kepercayaan terhadap profesionalisme staf ataupun dokter yang ada di Puskesmas Rowosari Semarang. Sejalan dengan penelitian AlFaris et al. yang menyatakan bahwa profesionalisme, seperti kompetensi dokter dan perhatian penuh selama konsultasi berperan penting dalam meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien.68 Selain itu, penelitian Cao et al. menyatakan bahwa tenaga kesehatan dengan kompetensi yang baik dan mampu memberikan layanan berbasis bukti dapat meningkatkan kepercayaan pasien dan memastikan perawatan yang efektif serta aman.69 Penelitian Setia et al. juga menekankan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bergantung pada kompetensi tenaga kesehatan.70 Ketika pasien percaya bahwa tenaga kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai, mereka merasa lebih aman dan yakin bahwa perawatan yang diberikan 60 sesuai dengan standar kualitas yang diperlukan untuk menghindari risiko medis. 61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penelitian dengan judul “Persepsi Pasien terkait Keselamatan Pasien di Puskesmas Rowosari Semarang” menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki persepsi positif terkait keselamatan pasien di Puskesmas Rowosari Semarang. Profesionalisme staf dan dokter menjadi aspek yang paling diapresiasi dengan nilai rata-rata tertinggi pada domain kinerja tugas. Hal ini mencerminkan kepercayaan pasien terhadap kompetensi dan dedikasi tenaga kesehatan dalam memberikan perawatan. Selain itu, komunikasi yang efektif antara tenaga kesehatan dan pasien, seperti penyampaian informasi yang jelas dan keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan, turut mendukung rasa aman selama proses perawatan. Sistem rujukan juga dinilai baik, dengan informasi yang lengkap dan kesesuaian fasilitas rujukan terhadap kebutuhan pasien. Namun, aspek akses layanan mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan domain lainnya. Fleksibilitas dalam jadwal layanan serta kemudahan akses menjadi perhatian utama yang perlu ditingkatkan. Secara keseluruhan, persepsi positif ini menggambarkan upaya Puskesmas Rowosari Semarang dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Penelitian ini menegaskan pentingnya profesionalisme, komunikasi efektif, serta sistem rujukan yang baik dalam menciptakan rasa aman dan kepuasan pasien. 62 6.2. Saran 6.2.1. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam proses perawatannya dengan menyampaikan keluhan, preferensi, dan pertanyaan kepada tenaga kesehatan untuk memastikan layanan yang aman dan sesuai kebutuhan. Selain itu, masyarakat perlu memanfaatkan layanan rujukan dengan baik serta memastikan informasi medis yang diterima jelas untuk menghindari kesalahan dalam perawatan lanjutan. 6.2.2. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk pengembangan konsep keselamatan pasien di pelayanan kesehatan primer, khususnya terkait pentingnya komunikasi efektif dan keterlibatan pasien dalam keselamatan perawatan. 6.2.3. Bagi Puskesmas Kepada pihak Puskesmas dapat mengadakan program edukasi secara rutin bagi pasien terkait keselamatan layanan kesehatan, seperti cara mengenali tanda perawatan yang tidak sesuai dan pengelolaan informasi rujukan. Selain itu, pemanfaatan teknologi untuk menyediakan layanan konsultasi online dapat menjadi solusi untuk menjangkau pasien yang memiliki keterbatasan waktu atau akses ke fasilitas kesehatan. Survei kepuasan pasien juga dapat dilakukan secara berkala untuk mendapatkan umpan balik langsung yang dapat 63 digunakan sebagai dasar dalam meningkatkan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. 6.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor penghambat akses pelayanan secara mendalam, seperti analisis keterbatasan sumber daya manusia. Selain itu, diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat menerapkan metode mixed-method (kuantitatif dan kualitatif) agar dapat menggali persepsi pasien secara lebih mendalam. Kemudian, cakupan penelitian juga dapat diperluas ke fasilitas pelayanan primer lain seperti klinik pratama untuk membandingkan temuan dan mengidentifikasi praktik terbaik dalam layanan kesehatan.