MAKALAH TEKNOLOGI FARMASI (I) CAIR Nama : M. Sultan Sabarsyah (08061382025097) Shilvia Maharani (08061382025101) Kelas : A/2020 Dosen Pembimbing . : Dr. rer. nat. Mardiyanto, M. Si., Apt. SUPPOSITORIA PARACETAMOL JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2021 BAB I EVALUASI CALON BAHAN OBAT DAN BAHAN TAMBAHAN Nama Zat Paracetamol Kegunaan Zat Aktif Basis suppositoria lemak Zat Tambahan Oleum Cacao Cetaceum Formula 250mg 2g 5% Dosis Parasetamol untuk Anak dan Bayi Dosis Lazim Umur Sekali Sehari 6 – 12 bulan 50 mg 200 mg 1 – 5 tahun 50 mg – 100 mg 200 mg – 400 mg 5 – 10 tahun 100 mg – 200 mg 400 mg – 800 mg 10 tahun ke atas 250 mg 1 gram (Depkes RI, 1979) Dosis Parasetamol untuk dewasa - Dosis lazim sekali : 500 mg - Dosis lazim sehari : 500 mg – 2 g (Depkes RI, 1979) Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1979). Suppositoria disimpan pada suhu di bawah 270C (800F) atau dalam kulkas. Alasan Pemilihan Bahan 1. Paracetamol Sebagai bahan aktif yang berkhasiat untuk mengobati demam, zat aktif ini dibuat dalam bentuk suppositoria karena untuk demam membutuhkan penanganan yang cepat. Efek terapi yang diberikan jika sediaan dalam bentuk suppositoria lebih cepat daripada dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obatnya harus melalui absorbsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria tidak melalui absorbsi sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat. 2. Oleum Cacao Oleum Cacao berdaya guna dalam melepaskan zat aktif daripada yang lain, karena mempunyai titik lebur pada suhu 31-34oC. Dibuat dalam bentuk suppositoria ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh, karena oleum cacao digunakan sebagai bahan dasar suppo yang ketambahan zat aktif, jadi titik leburnya akan menjadi 35-37oC. Obat yang larut dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya memberi hasil pelepasan yang baik. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 581). Pada bahan tambahan oleum cacao ini dilebihkan 10% pada basisnya, sebab basis saat dileburkan selain melebur juga menguap, sehingga berkurang. Selain itu, saat didinginkan basis akan menyusut dan berkurang oleh karena itu harus dilebihkan 10% pada basisnya. 3. Cetaceum Cetaceum digunakan untuk menaikkan titik lebur dari oleum cacao. Penambahan cetaceum tidak boleh lebih dari 6% sebab akan menghasilkan campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37oC dan tidak boleh kurang dari 4% karena akan diperoleh titik lebur di bawah titik leburnya (<33oC). Cetaceum juga berguna dalam mengeluarkan bahan obat pada penyimpanan dan membantu proses melunakkan kembali pada pemakaian setelah masuk ke dalam rectum (excipient: 528). Evaluasi sediaan suppositoria Pengujian fisika meliputi: Uji Kisaran Leleh Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (37oC). Sebaliknya, uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur (Depkes RI, 1995). Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Suppositoria Rektal Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas suppositoria sampai penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari 35,5-37oC sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1oC (Depkes RI, 1995). Uji Kehancuran Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien (Depkes RI, 1995). Uji disolusi Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas (Depkes RI, 1995). Uji keseragaman bobot Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan masing-masing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih dari + 5% (Depkes RI, 1995). Pengujian kimia meliputi: Penetapan kadar Timbang 300 mg dengan seksama larutkan dalam 8 mL asam sulfat bebas nitrogen titrasi dengan asam sulfat 0,1 N dengan indikator larutan merah metilbiru metilen. 1 mL asam sulfat 0,1 N setara dengan 15,116 mg paracetamol (Galichet, 2004). Identifikasi Apabila ditambahkan feriklorida → biru; folin (reagen ciocatalteu) → biru; Lieberman test → violet; reagen nessler's → coklat. Bila 0,1 g dipanaskan dengan 1 ml asam hidrokloric selama 3 menit, kemudian ditambahkan 10 ml air kemudian didinginkan dan ditambahkan 0,05 ml potassium bikromat 0,02 M-viloet (Galichet, 2004). BAB II MENENTUKAN PARAMETER FISIKOKIMIA (KELARUTAN, pKa, KOEFISIEN PARTISI) 1. Acetaminophen (Parasetamol) Struktur Kimia Parasetamol Rumus kimia : C8H9NO2 Berat molekul : 151,16 gram/mol Kandungan : Acetaminophen mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau,rasa pahit Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilen glikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida Interaksi obat : Disolusi parasetamol akan menurun dengan adanya peningkatan kadar sorbitol Titik lebur : 169-1720C pKa : 9,5 pada suhu 25oC (codex) pH : Larutan jenuh acetaminophen memilki pH antara 5,3-6,5 (codex) Penetapan kadar : Lakukan penetapan dengan cara penetapan kadar nitrogen, menggunakan 300 mg yang ditimbang saksama dan 8 ml asam sulfat bebas nitrogen P Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya Khasiat : Analgetikum dan antipiretikum Stabilitas : Hidrolisis dapat terjadi pada keadaan asam ataupun basa. Hidrolisis minimum terjadi pada rentang pH antara 5-7 Spektrum FTIR : (Depkes RI, 1995). 2. Oleum Cacao (Lemak Coklat) Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P Kegunaan : Zat tambahan, basis suppositoria Titik leleh : 30-36oC pKa :- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Khasiat : Analgetikum, antipiretikum Stabilitas : Melebur pada suhu 310oC dan 400oC (Depkes RI, 1979). 3. Cetaceum (Spermaceti) Pemerian : Massa hablur bening, licin, putih mutiara, bau dan rasa lemah Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol 95% P dingin; Larut dalam 20 bagian etanol 95% P mendidih, dalam kloroform, P, dalam eter P, dalam karbon disulfida P, dalam minyak, dan dalam minyak atsiri Kegunaan : Zat tambahan, zat pengeras Titik lebur : 44-52oC pKa :- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering Stabilitas : Di atas suhu 40oC (Depkes RI, 1979). BAB III PENANGGULANGAN SIFAT FISIKOKIMIA No. Permasalahan Penanggulangan Pemanasan oleum cacao tidak boleh Sifat karakteristik dari oleum cacao dimana jika pemanasannya tinggi akan mencair sempurna seperti minyak dan kehilangan semua inti 1. kristal yang stabil yang berguna untuk memadat, bila didinginkan di bawah 15C akan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil (Anief, 2006). melebihi suhu minimumnya. Harus dilebur perlahan-lahan di atas penangas air berisi air hangat untuk menghindari terjadinya bentuk kristal yang tidak stabil dan untuk menjamin retensi dalam cairan dari bentuk kristal β yang lebih stabil sehingga akan membentuk inti dimana pengentalan mungkin terjadi sewaktu pengentalan cairan tersebut (Ansel, 1989). Untuk 2. meningkatkan kemampuan Oleum cacao memiliki kemampuan oleum cacao dalam menyerap air menyerap air yang rendah. maka ditambahkan cetaceum dengan rentang 4-6%. 3. 4. Oleum caco cenderung lengket pada cetakan. Oleum Untuk mencegah lengket pada cetakan maka sebelum digunakan cetakan dilapisi dengan gliserin. cacao mudah meleleh dimana titik leburnya 30-36oC. Untuk meningkatkan oleum cacao titik dapat lebur digunakan tambahan cetaceum tidak lebih dari 6% dan tidak kurang dari 4% (Anief, 2006). Pada pengisian masa supositoria ke 5. dalam cetakan, oleum cacao cepat membeku dan pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi Pada pengisian cetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihannya dipotong (Anief, 2006). lubang di atas masa (Anief, 2006). Oleum cacao mudah mencair dan 6. menjadi penyimpanan. tengik selama Oleum cacao harus disimpan pada tempat dingin, kering, dan terlindungi dari cahaya (Lachman et al., 1994). BAB IV MENENTUKAN PARAMETER FISIK (CRISTALINITY DAN POLYMORPHISM) Pengukuran parameter fisika digunakan sebagai langkah awal dalam menganalisis kualitas bahan obat. Dalam pemeriksaan ini, beberapa parameter fisika digunakan untuk menentukan kualitas bahan obat yang meliputi warna, wujud zat, bau, rasa, dan densitas. 1. Paracetamol Warna: Putih Bau: Tidak berbau Rasa: Pahit Wujud Zat: Hablur atau serbuk hablur Densitas: 1,26 g/cm³ 2. Oleum Cacao Warna: Putih kekuningan Bau: Khas aromatik coklat Rasa: Khas lemak Wujud Zat: Lemak padat Densitas: 3. Cetaceum Warna: Putih mutiara, bening Bau: Lemah Rasa: Lemah Wujud Zat: Hablur Densitas: - BAB V ANALISA HIGROSKOPISITAS DAN KARAKTERISASI FINE PARTIKEL 1. Paracetamol menyerap kelembapan dengan jumlah yang tidaksignifikan pada suhu 25 pada kelembapan relative sampai 90% (Pharmaceutical Grade). pKa = 9,5 pada suhu 25oC (Codex). 2. Oleum cacaoo merupakan basis supositoria yang ideal karena dapat meleleh pada suhu tubuh akan tetapi tetap dapat bertahan sebagai bentuk padat pada suhu kamar. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar oleum cacao. 3. Cetaceum akan kering jika terkena paparan panas yang berlebihan. Cetaceum bersifat hidrofobik dan memiliki titik lebur sebesar 44-52ºC. BAB VI SIFAT MIKROSKOPIS DAN ANALISA THERMAL: DIFFERENTIAL SCANNING COLORIMETRY; ELEKTRON MIKROSKOP SEM 1. Paracetamol Menurut penelitian Richana (2004) terhadap PUG yang dilakukan dengan mikroskop adalah granula pati berbentuk heksagonal dengan ukuran granula pati yang kecil sekitar 0,75 µm. Paracetamol memiliki titik lebur 169-172oC. 2. Oleum Cacao Dasar lemak yang meleleh pada suhu tubuh. Oleum cacao memiliki titik lebur 30-36oC. 3. Cetaceum Cetaceum akan lebur pada suhu 42-50oC. BAB VII KESETIMBANGAN FASA LARUTAN PADAT KONTINU DAN DISKONTINU 1. Paracetamol Fase Jenis: Fase Air 2. Oleum Cacao Fase Jenis: Fase Minyak 3. Cetaceum Fase Jenis: Fase Air Parasetamol agak sukar larut dalam air (1 : 70), larut dalam air mendidih (1 : 20), mudah larut dalam alkohol (1 : 7 atau 1: 10), larut dalam aseton (1 : 13), agak sukar larut dalam gliserol (1 : 40), mudah larut dalam propilen glikol (1 : 9), sangat sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, larut dalam larutan alkali hidroksida. Oleum cacao sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P. Cetaceum praktis tidak larut dalam air dan etanol 95% P dingin; Larut dalam 20 bagian etanol 95% P mendidih, dalam kloroform, P, dalam eter P, dalam disulfida P, dalam minyak, dan dalam minyak atsiri. karbon BAB VIII KETERCAMPURAN BAHAN OBAT DAN BAHAN TAMBAHAN 1. Inkompabilitas Paracetamol Paracetamol tidak terdekomposisi dengan kebanyakan bahan, tetapi dengan adanya p-aminofenol dalam paracetamol akan bereaksi dengan serbuk besi pada kadar rendah, menyebabkan warna merah muda. 2. Inkompabilitas Oleum Cacao Oleum cacao inkompatibel dengan zat pengoksidasi kuat. 3. Inkompabilitas Cetaceum Cetaceum inkompatibel dengan asam atau basa kuat. DAFTAR PUSTAKA Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat, UGM Press, Yogyakarta, Indonesia. Ansel, C. H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta, Indonesia. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia. Lachman, L., Libermen, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI Press, Jakarta, Indonesia.