PENGAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS KEARIFAN LOKAL Deni Dzulfaqori Nasrullah Tadris Bahasa Inggris, IAIN Syekh Nurjati, Cirebon [email protected] ABSTRAK Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional, sayangnya, di Indonesia tidak berjalan dengan baik dan bahkan dihilangkan di sekolah dasar. Hal tersebut merupakan kebijakan yang keliru. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus melihat segala sesuatu dari segi positifnya. Zaman globalisasi ini tentunya bahasa Inggris memiliki dampak signifikan terhadap pendidikan sekolah dasar, politik, serta budaya. Bagi pendidik bahasa Inggris tentunya harus meyakinkan bahwa mereka bisa berkontribusi bagi pendidikan bahasa Inggris di negara ini. Pendidik harus menyadari bahwa pengajaran bahasa Inggris tidak hanya mentransfer empat kemampuan dasar (reading, writing, listening dan speaking) kepada siswanya, tetapi pendidik harus menerapkan konsep kearifan lokal. Jadi, pengajaran bahasa Inggris tidak hanya berkutat dengan kajian bahasa Inggrisnya saja, tapi juga mengenalkan kearifan lokal di Indonesia ini. Secara kualitatif, tulisan ini mengurai kasus tersebut secara mendalam. Melalui kuisioner pada semester 3 IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan didukung dengan data berupa video dari Youtube. Kata kunci: Pengajaran, Bahasa Inggris, dan Kearifan Lokal. 1. PENDAHULUAN Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional. Bahasa Inggris pula merupakan bahasa yang tidak asing didengar dan juga diucapkan. Sayangnya, pengajaran bahasa Inggris di Indonesia tidak berjalan dengan baik dan bahkan dihilangkan pada tingkat sekolah dasar. Hal tersebut merupakan kebijakan yang keliru, menurut Chomsky (1957) anak-anak dapat menyerap suatu bahasa ketika berumur 4 tahun ke atas. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemangku kebijakan, harus melihat segala sesuatu dari segi sisi positif demi perbaikan di masa yang akan datang. Indonesia dalam hal ini merupakan negara yang memiliki tujuan wisata historis, secara tidak langsung para generasi muda dituntut untuk memiliki kompetensi bahasa Inggris. Hal ini disebabkan karena sebagai negara tujuan wisata, setiap orang diharapkan mampu untuk memberikan informasi yang jelas dan benar kepada orang asing ihwal segala sesuatu yang berkaitan dengan negara ini, sehingga mereka tidak kehilangan peluang untuk memperoleh pekerjaan di dunia pariwisata, instansi layanan publik, dan instansi pemerintah yang berhubungan dengan pariwisata. Untuk memberikan informasi tersebut tentunya diperlukan kemampuan bahasa Inggris dan pengetahuan kebudayaan yang alangkah baiknya dilakukan sedari dini. Pada zaman globalisasi ini, bahasa Inggris memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendidikan sekolah dasar, politik, dan budaya, bagi mereka yang menggunakan serta mempelajari bahasa Inggris. Bagi para pendidik bahasa Inggris tentunya harus meyakinkan bahwa mereka bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendidikan bahasa Inggris di negara ini. Menurut Alwasilah (2013) bahwa pengajaran bahasa Inggris (TEFL) yang dihapus pada tingkat sekolah dasar tidak identik dengan imperialisme budaya. Hal tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Pennycook (1994) bahwa “penyebaran bahasa Inggris jika ditangani dengan sungguh-sungguh dan kritis, hal tersebut memungkinkan peluang bagi pembaharuan budaya dan tersebar menyeluruh di dunia”. Indonesia harus menanamkan pengajaran bahasa Inggris (TEFL) dalam kerangka bahasa Nasional (baca: bahasa Indonesia). Maksudnya, pendidik harus menyadari bahwa pengajaran bahasa Inggris tidak hanya mentransfer empat kemampuan dasar (reading, writing, listening, dan speaking) kepada siswanya, tetapi pendidik harus menerapkan konsep local wisdom (kearifan lokal). Sartini (2006) menyatakan bahwa kearifan lokal memiliki fungsi untuk pengembangan kebudayaan dan pengetahuan. Sutarno (2008: 7-8) mendukung hal tersebut bahwa penerapan budaya lokal bisa dijadikan sebagai cara atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu. Dengan demikian budaya lokal menjadi media dan konsep dalam proses pembelajaran. Jadi, dalam hal ini pengajaran bahasa Inggris tidak hanya berkutat dengan kajian bahasa Inggris nya saja, tetapi pula mengenalkan konsep kearifan lokal yang ada di Indonesia ini. Misalnya, dalam pengajaran Speaking (berbicara); pendidik bisa mengenalkan semua makanan khas masing-masing daerah dengan cara melafalkannya, menceritakannya, atau dengan proses cara membuatnya, dengan menggunakan bahasa Inggris. Tentang Pengajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal juga telah diterapkan di Patani, Culalangkon, Thailand. Adapun penelitian ini mengkaji ihwal pengajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal dan bagaimana konsep pengajaran tersebut diterapkan. 2. KAJIAN PUSTAKA Studi mengenai pembelajaran yang berbasis kearifan lokal ini telah dilakukan oleh para sarjana dari berbagai latar bidang kajian ilmu. Diantara mereka yang membahas itu yakni Muslimin (2011), Sudartini (2012), Subali, et. all (2015), Sultoni (2015), Widyasari (2016), Utari (2016). Yang pertama disebutkan, Muslimin (2011) meneliti ihwal inovasi dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Inovasi yang ia gagas bahwa kegiatan pembelajaran yang menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan mengajak siswa pada suasana belajar di luar kelas (lingkungan sekitar), budaya (peninggalan sejarah, museum, kesenian, kerajinan), industri, teknologi, dan lainnya. Yang kedua, Sudartini (2012) menyatakan bahwa praktek-praktek pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris, kurang memperhatikan aspek akulturasi budaya yang menyertainya dan juga mencari alternatif solusi pemecahannya demi mendukung tercapainya pendidikan yang berbasis pendidikan karakter. Berikutnya yaitu Subali, et. all (2015) meneliti ihwal pengembangan desain pembelajaran sains yang berbasis kearifan lokal dalam mengembangkan karakter positif. Ia melakukan penelitian pada tingkat sekolah dasar dan hasilnya pun tidak hanya meningkatkan karakter yang positif tetapi juga meningkatkan prestasi siswa. Yang keempat, Sultoni (2015) meneliti ihwal pembelajaran sastra yang berbasis pada kearifan lokal sebagai upaya optimalisasi pendidikan karakter kebangsaan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal yang ia soroti yaitu ihwal pengembangan materi ajar pembelajaran sastra serta penguatan karakter kebangsaan melalui pembelajaran sastra yang berbasis kearifan lokal. Menurutnya, pembelajaran yang bersifat praktik terpadu dan kontekstual dapat memberi sumbangsih dalam menangkap isu-isu kearifan lokal dalam kebudayaan. Pengangkatan terhadap sastra nasional hingga sastra daerah perlu diakomodatif. Terlebih jika melihat sastra daerah di bangsa yang multikulutur seperti Indonesia harus digali kembali. Pembelajaran sastra berbasis pembelajaran kontekstual sangat relevan untuk diterapkan. Selanjutnya yaitu Widyasari (2016) meneliti ihwal pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode Multiple Intelligences. Ia mendeskripsikan penggunaan metode kecerdasan majemuk dalam pembelajaran bahasa Inggris di sekolah International yang berfokus pada strategi pembelajaran dan aktifitas belajarnya. Hasilnya berdampak pada pemanfaatan kurikulum, materi, sumber daya manusia, dan proses pembelajaran. Serta, mampu mengakomodasi pengembangan kemampuan berbicara, membaca, menulis, dan mendengar. Yang keenam, Utari (2016) meneliti ihwal pembelajaran tematik yang berbasis kearifan lokal pada sekolah dasar dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ia menyatakan bahwa kearifan lokal menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran yang terjadi di kelas, khususnya pada siswa sekolah dasar sebaiknya dimulai dengan dunia terdekat atau yang sering dijumpai oleh siswa. Pembelajaran tematik berbasis kearifan lokal akan menjadi koneksi dalam memahamkan siswa untuk bertindak tepat dalam menghadapi MEA. Adapun terkait dengan pengajaran bahasa Inggris, tulisan ini hendak menganalisis ihwal pengajaran bahasa Inggris yang berbasis kearifan lokal. Mengenai konsep dan metode yang didasarkan pada kearifan lokal, dalam pengajaran bahasa Inggris hal tersebut merupakan konsep atau metode yang baru dan masih jarang digunakan oleh beberapa pendidik. Begitupun bagi siswa yang mempelajari bahasa Inggris, konsep kearifan lokal masih dirasa baru bagi beberapa siswa yang mempelajarinya. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma penelitian kualitatif. Data diperoleh dengan cara menyebarkan angket, serta didukung oleh data berupa video dari Youtube. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat ihwal pembelajaran bahasa Inggris yang berbasis kearifan lokal. Sumber data penelitian ini merupakan mahasiswa Tadris Bahasa Inggris IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Data didapatkan dengan menyebarkan angket kepada 54 responden semester 3 Tahun ajaran 2015/2016. Jawaban dari angket yang disebarkan kemudian dikalkulasikan prosentasenya untuk selanjutnya diinterpretasi. 4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan kajian dari salah satu proses pengajaran bahasa Inggris yang terjadi di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Salah satu dosen mata kuliah speaking telah menerapkan pengajaran bahasa Inggris yang berbasis kearifan lokal pada mahasiswa semester 3 Tadris Bahasa Inggris IAIN Syekh Nurjati Cirebon (2015/2016). Pada proses pembelajaran speaking yang diberikannya, ia meminta mahasiswanya untuk melakukan drama (Role Play) yang tema dan teks naskah tersebut harus berdasarkan pada lagu tarling Cirebon. Selanjutnya, ia meminta mahasiswanya untuk merekam dan mengunduh drama tersebut ke dalam Youtube. Ia meyakini bahwa melalui pengajaran tersebut siswa diharapkan bisa mengetahui dan melestarikan kearifan lokal yang ada di Indonesia, utamanya di Cirebon. Serta, konsep tersebut merupakan ajang mempromosikan diri pada dunia bahwa pengajaran bahasa Inggris bisa dikombinasikan dengan kerangka kearifan lokal yang ada di tempat atau wilayah masing-masing. Berdasarkan atas apa yang telah disampaikan dalam pendahuluan, maka selanjutnya akan dipaparkan ihwal penemuan dan pembahasan penelitian ini. Dari 54 responden mahasiswa Tadris Bahasa Inggris semester 3 IAIN Syekh Nurjati Cirebon, peneliti menyuguhkan tiga pertanyaan pada angket yang disebar. Kemudian jawaban di tiap nomornya diinterpretasi dengan sertaan penjelasan detail tentang apa yang dijawab oleh para responden. Jawaban dari pertanyaan #1 (Is it the new method for you?) Apakah ini merupakan metode yang baru bagi anda? dijawab “(Yes, it is.) Ya, ini merupakan metode baru” oleh empat puluh delapan responden (88,8%). Sedangkan sisanya berjumlah enam responden (11,1%) menjawab “(No, I have known it.) Tidak, saya telah mengetahui metode itu.” Selanjutnya, jawaban dari pertanyaan kedua #2 (what is your opinion about that method?) Apa pendapat anda tentang metode tersebut? Dari 54 responden, semua jawaban yang di berikan begitu bervariasi. Mulai dari enam belas responden (29,62%) menjawab “(The method is good) Metode itu baik untuk diterapkan.” Delapan responden (14,81%) menjawab “(The method is nice for improving the confidence and English skill) Metode ini bagus untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan bahasa Inggris. Delapan belas responden lainnya (33,33%) menjawab “(The method is interesting, exciting, and unique) Metode ini sangat menarik, mengasyikan, dan unik.” Delapan responden (14,81%) menjawab “(The method is great) Metode ini sangat bagus.” Tiga responden (5,55%) menjawab “(This method is effective and enjoying) Metode ini sangat efektif dan santai.” Data yang terakhir pada pertanyaan nomor dua, terdapat satu responden yang menjawab (1,85%) “(This method is useless) Metode ini tidak bermanfaat.” Pada pertanyaan terakhir #3 (How is that method applied in English learning?) Bagaimana jika metode tersebut diaplikasikan dalam pengajaran bahasa Inggris? 54 responden semakin terlihat memberikan jawaban yang menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal cocok untuk diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris. Dari 54 responden, dua puluh responden (37,3%) menjawab “(This method is appropriate for expressing and improving English skills) Metode ini cocok untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris”. Disusul dengan dua belas responden (22,22%) yang menjawab “(This method is good if applied in English learning) Metode ini baik jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris”. Lalu, tujuh responden lainnya (12,9%) menjawab “(This method is to express the speaking skill if applied in English learning) Metode ini untuk mengekspresikan kemampuan berbicara jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris”. enam responden (11,1%) menjawab “(This method is nice if applied in another subject) Metode ini baik untuk diterapkan jika diterapkan di subjek atau pembelajaran lainnya”. Dua responden (3,70%) menjawab “(This is the modern method if applied in English learning) Metode ini merupakan metode modern jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris.” Tiga responden (3,70%) menjawab “(This is the great method if applied in English learning) Metode ini sangat baik jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris.” Satu responden (1,85%) menjawab “(This is the unique method if applied in English learning) Metode ini unik jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris.” Satu responden menjawab (1,85%) “(This is nice for translate method if applied in English learning) Metode ini bagus dalam penerjemahan jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris.” Satu responden (1,85%) menjawab “(This is also nice for final test if applied in English learning) Metode ini juga bagus dalam ujian akhir jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris.” Dan satu responden (1,85%) tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan nomor tiga ini. Dari seluruh data yang telah dipaparkan, semakin jelas bahwa pengajaran bahasa Inggris merupakan metode yang baru bagi kebanyakan mahasiswa Tadris Bahasa Inggris semester 3 IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Metode ini pula, merupakan metode yang menarik dan unik karena ini merupakan metode yang baru dalam pengajaran bahasa Inggris yang didasarkan pada kearifan lokal. Lalu, metode ini bagus jika diterapkan dalam pengajaran bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dan mengekspresikannya. Juga, metode ini bagus jika diterapkan dalam subjek atau pengajaran selain bahasa Inggris. Dari data yang diinterpretasikan di atas, Teori (1954: 23-24) pun menjabarkan bahwa????????, teori yang terkenal dari ??????? adalah ??????? Explain Tentang Pengajaran Menurut Expert! Explain Tentang English Teaching! Explain Kearifan Lokal Explain Lagu Tarlingnya Data analisis dari lagu2 yang mereka gunakan dalam video youtube. Data Analisis Pengajaran Bahasa Inggris Based On Cirebon Culture. Cirebon Food, Tarling, Dancing, And Tempat Wisata (Story Telling) 5. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal merupakan salah satu konsep pengajaran yang baru bagi beberapa orang. Hal ini dikuatkan dengan data kuisioner yang diberikan pada beberapa mahasiswa bahwa hal tersebut merupakan hal yang baru bagi mereka dan hal yang menarik untuk dikembangkan. Selain itu, data yang diperoleh dari Youtube mendukung bahwa konsep drama bahasa Inggris yang ditemukan hanya berkutat pada konsep drama yang menceritakan kisah yang ada di luar negeri. Dalam hal ini, pengajaran bahasa Inggris berbasis kearifan lokal diharapkan bisa dikembangkan di beberapa daerah yang ada di Indonesia yang tujuannya yaitu untuk melestarikan dan mempromosikan kearifan lokal yang ada di daerah masing-masing. 6. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, serta kepada Kaprodi Tadris Bahasa Inggris IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yang telah menginisiasi terlaksananya penelitian sederhana ini. Tidak lupa pula kepada kedua orang tua kami yang telah menyemangati dan mendukung penelitian ini, kami haturkan terima kasih. BIBLIOGRAFI Alwasilah, Chaedar, A. (2014). Islam, Culture, and Education. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslimin (2011). Perlunya Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya. Vol. 1, (01): hlm. 1-8. Pennycook, A. (1994). The culture politics of English as an International language. Harlow: Longman Group Limited. Sartini (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, Dalam Jurnal Filsafat. 37 (2). 111-120. Subali, Sofyan, Ellianawati (2015). Developing Local Wisdom Based Science Learning Design to Establish Positive Character in Elementary School. Dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 11 (01): hlm. 1-7. Sudartini, Siti (2012). Inserting Local Culture in English Language Teaching to Promote Character Education. Dalam Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun II, No.01: hlm. 4535. Sultoni, Ahmad, Hilmi, Hubbi (2015). Pembelajaran Sastra Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Upaya Optimalisasi Pendidikan Karakter Kebangsaan Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam Jurnal Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia. ISSN: 2477-636X, hlm. 229-236. Sutarno. 2008. Pendidikan Multikultural. Jakarta : Depdiknas Utari, Unga, Degeng, Nyoman, Akbar, Sa’dun (2016). Pembelajaran Tematik Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah Dasar dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS. Vol. 1(01): hlm. 39-44. Widyasari, F. E. (2016). Pembelajaran Bahasa Inggris dengan Menggunakan Metode Multiple Intelligences: Studi Kasus di Sekolah International. Dalam Jurnal EDUTAMA. Vol. 3, (01): hlm. 31-46.