GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN CIDERA

advertisement
GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN CIDERA KEPALA
BERAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN
Abstract
Fitri Suciana*
Transportation on head injury patient is need to be considered on safety
and stabilization patient which are suported by comunication, personel, patient
who has stabilized, equipment, passage and imobilization by instaling neck collar
on patient.
This research was conducted to get an quantitative Descriptive research
with cross sectional framework.Data was taken by check list items observation
who has modified from Pusbankes 2005; Brunner and suddarth, 2002; and
Jeffrey A. Green, MD intra hospital transportation of surgical patient: Guedelines
For Reducing Risk Of The “Road Trip” equiment for transport, 2003. Total
observation subject are 17 patient.
Personnel who did communitation procedur is 100%, Stabilized
condition is 100 %, personnel who run the transportation procedur are
inappropriate, Equipment transportation procedur is not complete, passage is
100% clear, immobilization on neck by using neck collar is 0%. Procedur
transportation for patient with head injury in RSI Hospital Klaten is not supporting
for head injury transportation procedur ekspecially in personnel, equiment and
neck immobilization.
Key Words: Head injury, intrahospital transportation
* Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Prinsip
umum
pemindahan
pasien
yang
aman
dan
efektif
membutuhkan keputusan yang hati-hati, pengangkutan semua pasien gawat
darurat harus diperhitungkan rencana pengangkutan termasuk komunikasi,
personil yang menangani harus terlatih, alat-alat yang perlu pada waktu
pengangkutan, prosedur pengangkutan, pasien harus stabil dan tindakan
resusitasi dapat dilaksanakan dalam perjalanan bila diperlukan, transportasi
jalan yang dilalui dan model pengangkutan. (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007).
Pasien di Instalasai gawat Darurat, menurut triase terdiri atas 4
kriteria yaitu pasien gawat darurat, pasien gawat tidak darurat, pasien
darurat tidak gawat, pasien tidak gawat tidak darurat. Berdasarkan kriteria
pasien tersebut selain menentukan cara penganan juga menentukan cara
transportasi. Misalnya, pada pasien kritis sebelum dilakukan transportasi
harus teratasi dulu tentang Airway, breathing, circulation
(prinsip ABC)
sehingga pasien dalam keadaan stabil (Pusbankes, 2005).
Upaya melakukan transportasi pasien perlu dilakukan manajemen
terlebih dahulu. Maksud manajemen transportasi adalah melakukan
persiapan dan stabilisasi pasien dengan baik. Stabilisasi pasien harus selalu
memperhatikan prinsip ABC. Manajemen airway atau jalan nafas dilakukan
dengan cara monitor dan melindungi jalan nafas, mengamankan jalan nafas
untuk mencegah pergeseran selama pergerakan pasien, memastikan bahwa
peralatan resusitasi tersedia dan memastikan bahwa personel mampu
mengoperasikan peralatan resusitasi tersebut. Manajemen breathing atau
pernafasan dilakukan dengan memberikan oksigen secara adekuat,
memonitor saturasi oksigen dengan oksimetri. Untuk circulation atau
sirkulasi dilakukan dengan cara memastikan sirkulasi intra vena secara
adekuat, monitor tanda-tanda vital, tekanan darah harus selalu diperiksa
(Sargo, 2002).
Salah satu komplikasi yang lazim pada transportasi pasien cidera
kepala di mungkinkan terjadi kerusakan jaringan otak. Bantuan konsumsi
oksigen yang diberikan di indikasikan untuk mencegah hipoksia jaringan
tersembunyi yang akan menyebabkan kerusakan organ. Hipotesis ini
menyatakan bahwa dengan peningkatan oksigen, maka kebutuhan oksigen
dapat terpenuhi dan kematian kematian organ dapat dicegah. (Hayes, 2000)
Menurut penelitian Hurst JM, 1992 yang berjudul “cost and
complication
during
In-Hospital
Transport
of
critically
III
Patients”
menjelaskan bahwa komplikasi yang berhubungan dengan pernafasan
dilaporkan mencapai 29% selama transportasi, termasuk perubahan pada
kecepatan resperasi mencapai 20% pasien dan turunnya saturasi oksigen di
arteri mencapai 2 – 17% kasus. Dalam studi tersebut di dapatkan tidak ada
perubahan paCO2 dan ph selama transportasi.
Upaya mencegah efek yang merugikan pada transportasi
dalam
rumah sakit perlu diperhatikan tentang organisasi transport, personil dan
monitoring. Pelaksanaan transportasi pasien gawat memerlukan minimal 2
yaitu perawat critical care, terapis pernafasan bahkan dokter sebagai
teamwork yang harus dapat mengatasi bila keadaan pasien tiba-tiba
memburuk. Peralatan yang tersedia tergantung pada stabilisasi pasien.
Pasien yang tidak stabil maka perlu peralatan monitoring tensi, monitoring
pernafasan, pulse oximeter, defibrilator, suction, set resusitasi, obat standar
resusitasi dan cairan intra vena serta ventilator portable (Prof.Dr.Tabrani
Rab, 2007)
Rumah Sakit Islam Klaten merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan di kabupaten Klaten. Salah satu pintu masuk pasien rawat inap
selain poliklinik adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD), yang memiliki
ketenagaan meliputi tenaga dokter 8 orang, perawat 17 orang yang telah
bersertifikasi PPGD dan petugas pengantar pasien keruang rawat inap 1
orang.
Selama kurun waktu 1 tahun (bulan Januari-Desember 2010),
Instalasi Gawat Darurat mendapat kunjungan pasien cidera kepala berat
sebanyak 30 orang sehingga rata-rata kunjungan pasien cidera kepala berat
dalam 1 bln sebanyak 3 pasien.
Pedoman transportasi merekomendasi bahwa semua rumah sakit
mempunyai sebuah protap terhadap transportasi dalam rumah sakit dan
antar rumah sakit yang dikembangkan oleh sebuah tim multidisiplin.
Perencanaan prosedur ini mencakup komunikasi dan koordinasi sebelum
transportasi, personil, peralatan monitoring, selama transportasi dan
pendokumentasian. Perencanaan akan dievaluasi dan diperbaiki secara
teratur menggunakan standar kualitas proses pengembangan
(Parillo,
2004).
Menurut protap Rumah Sakit Islam Klaten, Prosedur pemindahan
pasien dari IGD ke ruang rawat inap dilakukan oleh perawat dan pembantu
perawat sesuai kondisi pasien. Pada pasien-pasien yang memerlukan
perawatan intensif yaitu pasien yang masuk ke IRI, NICU, PICU, pasien
yang diobservasi selama lebih 6 jam tetapi masih mengalami kegawatan,
dan pasien yang memerlukan tindakan pembedahan segera.
Berdasarkan studi pendahuluan pada Bulan Desember selama 6 hari
melalui observasi terhadap transportasi pasien maka didapatkan data antara
lain : transportasi pasien menuju ruangan sebagian besar dilakukan oleh
kurir (petugas pengantar pasien), terkadang pada pasien dengan kegawatan
seperti cidera kepala berat diantar oleh kurir, setelah di CT scan kepala,
apabila terdapat perdarahan, baru pasien diantar oleh perawat sehingga
apabila terjadi masalah pada pasien selama transportasi petugas kurir tidak
bisa mengatasi. Kelengkapan alat selama transportasi masih kurang,
misalnya pada pasien dengan cidera kepala berat yang harus diberikan
oksigen tetapi petugas tidak membawa tabung oksigen sehingga akan
menyebabkan fatal pada pasien tersebut. Selain tersebut diatas, juga
dijumpai ketidak lengkapan alat selama transportasi misalnya selimut,
nierbeken/piala ginjal, tisue, tempat gantungan urin bag. Peneliti juga
mengamati rute/lintasan selama transportasi menggunakan jalan yang sama
untuk jalur pengunjung sehingga banyak sekali orang lalu lalang yang
mengakibatkan mempersulit dan memperhambat selama transportasi pasien
keruangan. Pada ruangan tertentu terdapat tempat untuk duduk pasien yang
permanen di tepi jalur transportasi pasien sehingga menjadi semakin sempit.
Berdasarkan fenomena dilapangan yang telah disebutkan di atas baik
mengenai personel transport, perlengkapan peralatan, kelayakan pasien dan
rute transportasi maka peneliti tertarik untuk mengungkap lebih dalam
tentang permasalahan transportasi pasien cidera kepala berat di IGD Rumah
Sakit Islam Klaten
B. METODE PENELITIAN
Penelitianini merupakan penelitian jenis penelitian deskriptif kuantitatif
denagan menggunakan rancangan cross sectional. Subyek penelitian ini
adalah pasien dengan cidera kepala berat yang ditransportasi keruang rawat
intensif. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara accidental
sampel.Penelitimengambil total sampel sebanyak 17 responden. Variabel
penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pelaksanaan transportasi pasien
cedera kepala berat dengan kriteria : adanya penurunan kesadaran,
penilaian GCS 3 – 8, adanya peningkatan tekanan intrakaranial.
C. HASIL PENELITIAN
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 17 objek
pasien cedera kepala berat didapatkan data sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden sesuai umur :
Tabel 1Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur di Rumah Sakit
Islam Klaten(n= 17)
Usia
Frekuensi
Prosentase
Umur 12 – 18
2
Umur 18 – 35
8
Umur 35 – 65
7
11,76
47,05
41,17
No
Pendidikan
Jumlah
%
1
D III Keperawatan
11
78,7 %
2
S1 keperawatan
1
7,1 %
3
DIII kebidanan
2
14,2 %
14
100 %
Jumlah
Berdasarkantabel
banyakpadaumur
3140
.1
diketahuibahwaresponden
tahunsebanyak
10
orang
paling
(72
%).Respondenumurkurang 30 tahundanumurlebihdari 40 tahunmasingmasingsebanyak 2 orang (14%). 2 Diketahui bahwa responden paling
banyak pada tingkat pendidikan adalah DIII Keperawatan sebanyak 11 orang
(78,7%) dan responden yang paling sedikit dengan pendidikan D III
kebidanan sebanyak 2 orang ( 14,2%).
1. Pelaksanaan transportasi pasien cidera kepala dari IRD menuju Ruang
Intensif di Rumah Sakit Islam Klaten.
Tabel 2
Hasil pengamatan dan penelitian
Komunikasi
Frekuensi
Prosentase
1.
Ada Komunikasi
17
100
2.
Tidak ada komunikasi
0
0
Nilai Stabilisasi Pasien
Frekuensi
Prosentase
1.
Skor 0
0
0
2.
Skor 1
0
0
3.
Skor 2
0
0
4.
Skor 3
17
100
Personil
Frekuensi
Prosentase
1.
Perawat
11
64,70
2.
Mahasiswa
0
0
3.
Pekarya
6
35,29
Peralatan
Frekuensi
prosentase
1.
Brankart layak pakai
15
88,23
2.
Brankart tidak layak pakai
2
11,76
Peralatan
1.
Frekuensi
Ambubag ada
Prosentase
0
0
2.
Ambubag tidak ada
100
Tabel 3
17
Hasil pengamatan dan penelitian
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Ventilator ada
0
0
2.
Ventilator tidak ada
17
100
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Bedside monitor ada
0
0
2.
Bedside monitor tidak ada
17
100
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Tabung Oksigen ada
13
76,47
2.
Tabung oksigen tidak ada
4
23,52
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Selimut ada
12
70,58
2.
Selimut tidak ada
5
29,41
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Piala Ginjal
0
0
2.
Piala Ginjal tidak ada
17
100
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Tissue ada
0
0
2.
Tissue tidak ada
17
100
Peralatan
Frekuensi
Prosentase
1.
Gantungan urin bag ada
0
0
2.
Gantungan urin bag tidur
17
100
Imobilisasi Leher
Prosentase
Frekuensi
1.
Pasien terpasang kolar servical
0
0
2.
Pasien tidak terpasang kolar servikal
17
100
Passage
Frekuensi
Prosentasi
1.
Waktu kurang 30 mnt
17
100
2.
Waktu lebih 30 mnt
0
0
Perawat
yang
telahmendapatpelatihanataukompetensi
di
IRD
terbanyakadalah PPGD sebanyak 8 orang ( 57,3 %) yang paling
sedikitadalah APN sebanyak 2 orang
(14,2 %). Hampir semua perawat
melakukan komunikasi pada langkah 1,2,3,4 dan 6 pada langkag 5 hanya
dilakukan 6 kali karena tindakan selanjtnya dilakukan dengan kondisi dan
sudah tercatat pada catatan medik di status pasien. Pada tahap stabilisasi
hanya 9 pasien yang bernafas spontan karena walaupun sudah terpasang
endotracheal tube tapi masih perlu bantuan nafas atau bagging. Hasil
menunjukkan bahwa hampir semua pasien masul ke IRI didampingi perawat
dan petugas medis. Dokter mendampingi pasien sampai ke IRI hanya 3 kali
karena keadaan pasien velum stabil dan masih dalam katagori gawat darurat
tetapi harus segera dirawat di IRI. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
hampir
semua perawat
membawa peralatan dan obat
pada saat
pelaksanaan transportasi dari IRD ke IRI. Pulse oksimetri jarang dibawa
karena obat emergency sudah diberikan di IRD dan jarak dari IRD ke IRI
cukup dekat dengan waktu tempuh antara 5 sampai 8 menit. Ada sebanyak
4 kali rute tidak aman untuk dilewati karena pada waktu pengamatan lorong
atau rute dari IRD menuju IRI baru dalam tahap renovasi sehingga dapat
membahayakan siapa saja yang lewat termasuk pasien. Sebagian perawat
melakukan monitor keadaan pasien. Keadaan pasien jarang ditanyakan
perawat selama transportasi karena dengan mengajak komunikasi pasien,
perawat bisa menilai keadaan pasien.
D. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden Sesuai Umur
Tabel 4.1 menunjukan sesuai umur pasien cidera kepala berat
yang di transportasi ke ruang intensif adalah umur 12 – 15 thn : 11,76
%, umur 18 – 35 thn : 47,05 %, umur 35 – 65 thn : 41,17 % . Ini
menunjukkan bahwa yang mengalami kecelakaan terbanyak
adalah
umur 18 – 35 thn. Menurut data penelitian kecelakaan lalu lintas di
Indonesia paling banyak laki-laki dengan trauma kepala adalah berumur
21 – 30 thn (Isbandiono, Juliani Kusumaputra 1994).
2. Pelaksanaan transportasi pasien cidera kepala dari IRD menuju Ruang
Intensif di Rumah Sakit Islam Klaten.
Komunikasi; petugas IGD sudah melakukan komunikasi
kepada petugas ruang intensif yaitu dengan memberikan informasi
sebelum pasien cidera kepala
berat dilakukan transportasi menuju
ruangan tersebut. Hal ini tampak sebelum memindahkan pasien cedera
kepala berat ke ruangan, petugas IGD sudah memberitahukan lewat
telepon ke ruang tujuan kalau akan ada pasien baru yaitu pasien cidera
kepala berat yang akan di dirawat di ruangan tersebut. ( shoemaker,
2001 ).
Kelayakan Pasien, semua pasien cidera kepala sebelum
ditransportasikan dari IRD menuju ruang rawat inap sudah dalam
keadaan stabil. Pasien cedera kepala berat sebelum dilakukan
transportasi terlebih dahulu dinilai dengan lembar stabilisasi pasien.
Penilaian meliputi Airway, Breathing dan circulation (Prinsip ABC).
Sebelum dilakukan transportasi, keadaan pasien harus dalam kondisi
stabil keadaan baik, tidak mengalami syok, nadi teraba dengan
frekuensi berkisar antara 60-100 x/menit. Petugas transportasi
Petugas yang melakukan transportasi
pasien cidera kepala
berat dari IRD menuju ruang rawat intensif, masih ada yang dilakukan
oleh 1 pekarya/kurir yaitu mencapai 35,29%. Petugas transportasi tidak
sesuai dengan teori yang ada, sesuai protap Rumah Sakit Islam Klaten
yang seharusnya pemindahan pasien dari IRD ke ruang rawat intensif
dilakukan oleh petugas khusus yang mendapatkan pelatihan PPGD,
dalam hal ini dilakukan oleh pekarya. Sedangkan pasien-pasien khusus
yang perlu didampingi oleh perawat yaitu pasien yang memerlukan
perawatan intensif, pasien yang sudah diobservasi selama 6 jam tapi
masih mengalami kegawatan dan pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan segera (Prof.Dr.Tabrani, 2007)
Peralatan pendukung transportasi pada setiap pasien berbeda
tergantung
pada kondisi pasien tersebut. Peralatan pendukung
transportasi digunakan untuk mempertahankan kondisi pasien supaya
tetap stabil serta untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi pasien
selama transportasi.
Pada
tabel
perlengkapan
alat
menunjukan
bahwa
perlengkapan penunjang transportasi pasien cedera kepala dari IRD
menuju
ruang
intensif
tidak
lengkap.
Ketidaklengkapan
dan
ketidaklayakan ini didapatkan pada item:
1. Brankart, penggunaan brankart yang kurang layak tersebut terjadi
selama 17 kali pengamatan atau mencapai 11,76 %. Alasan mengapa
brankart dinyatakan kurang layak karena ada beberapa brankart yang
digunakan kurang terawat, misalnya tidak ada pengaman atau restrain
di samping brankart, brankart yang alasnya tidak rata, dan ada brankart
yang kunci rodanya tidak berfunngsi.
2. Penggunaan Ambubag, petugas tidak pernah membawa ampubag
dikarenan di IGD hanya mempunyai 1 ampubag, padahal alat tersebut
sangat dibutuhkan bila pasien dalam keadaan gagal nafas (Pusbankes
2005).
3. Penggunaan Ventilator portabel, petugas transportasi di IGD tidak
pernah membawa ventilator portabel karena belum tersedia di IGD dan
protap penggunaan belum ada. Ventilator sangat penting untuk menjaga
agar ventilasi oksigen tetap terjaga (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007).
4. Penggunaan Bedset monitor, petugas transportasi di IGD tidak pernah
menggunakan bedset monitor selama transportasi pasien cidera kepala
berat ke ruang Intensif. Bedset monitor adalah alat yang digunakan
untuk mengetahui gambaran jantung, SpO2 dalam darah, tekanan
darah, frekwnsi irama jantung dan pernafasan sehingga alat tersebut
sangat membantu dalam transportasi pasien kritis untuk mengetahui
bahwa pasien tersebut tetap dalam keadaan stabil (Prof.Dr.Tabrani Rab,
2007).
5. Oksigen dan perlengkapannya, semua pasien cidera kepala berat yang
ditransportasi keruangan yang menggunakan oksigen adalah 13 pasien
(76,47 %). Pada pasien dengan cidera kepala berat, pemberian oksigen
sangat penting untuk mencegah terjadinya cidera sekunder, akibat dari
hipoksia (Hayes, 2000).
6. Selimut, penggunaan selimut selama transportasi pasien cidera kepala
berat, Berdasarkan hasil pengamatan, selama transportasi pasien yang
menggunakan selimut sebanyak 12 pasien (70,58 %), yang tidak
menggunakan
selimut 5 orang
(29,41 %) dikarenakan stok selimut
bersih habis dan banyak yang sudah rusak.
7. Piala Ginjal ( nierbeken), selama transportasi pasien cidera kepala
berat, observasi tidak pernah melihat adanya piala ginjal sebagai alat
pendukung transportasi.
8.
Tissue, petugas tidak pernah ada yang membawa tissue selama
transportasi pasien denga cidera kepala berat. Tissue merupakan salah
satu alat pendukung transportasi yang berfungsi sebagai alat untuk
membersihkan sisa muntahan yang menempel ditubuh pasien menjadi
lebih nyaman.
9.
Gantungan Urin bag, petugas transportasi tidak pernah ada yang
membawa gantungan urin bag. Sesuai namanya, gantungan urin bag
berfungsi untuk menempatkan urin bag yang kemudian diletakkan di
samping brankart. Pada pasien yang terpasang kateter, alat tersebut
sangat diperlukan selama transportasi berlangsung.
10. Imobilisasi leher, responden tidak pernah terpasang kolar servikal
mencapai 17 pasien (100%). Dengan dengan demikian semua pasien
dengan cidera kepala berat belum terpasang kolar cervikal sesuai
dengan standart penanganan pasien gawat Darurat. Penyebabnya bisa
karena petugas dari UGD yang tidak mendapatkan intruksi dari dokter
jaga IGD.
Passage,menunjukan jalan bebas hambatan sebanyak 100 %.
Berdasarkan pengamatan selama transportasi pasien cidera kepala dari
ruang IRD menuju ruang intensif, tidak ditemukan adanya hambatan,
dapat diartikan bahwa jalur transportasi yang dilalui terbebas dari
hambatan.
E. SIMPULAN
Simpulan dari penelitian adalah :
1. Petugas sudah melakukan komunikasi kepada penerima pasien sebelum
pasien cidera kepala berat dilakukan transportasi ke ruang Intensif
2. Pasien dinyatakan layak untuk dilakukan transportasi ke ruang intensif
karena kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil menurut prinsip ABC
(airway, breathing, circulation).
3. Personil yang melakukan transportasi ke ruang intensif kurang layak
karena masih ada pasien dengan cidera kepala berat yang diantar oleh
pekarya/kurir.
4. Peralatan untuk mendukung selama transportasi pasien cidera kepala
berat dinyatakan kurang lengkap.
5. Passage atau jalur dilalui selama transportasi pasien cidera kepala berat
menuju ruang intensif tidak mengalami hambatan.
6. Selama penanganan dan transportasi pasien cidera kepala berat menuju
ruang intensif belum semua pasien dipasang kolar servikal.
F. SARAN
1. Petugas IRD melakukan komunikasi terlebih dahulu sebelum dilakukan
transportasi kepada petugas ruang intensif.
2. Petugas transportasi cidera kepala berat, personil yang melakukan
transportasi intrahospital tersebut diberikan pelatihan PPGD tingkat
awam, sehingga diharapkan bila terjadi masalah selama transportasi
pasien cIdera kepala berat, petugas tersebut dapat mengatasi sesuai
prosedur yang benar.
3. Rumah sakit
a. Melengkapi peralatan untuk sarana keamanan dan kenyamanan
dalamtransportasi pasien Cidera kepala berat di IGD Rumah Sakit
Islam Klaten.
b. Peningkatan skill bagi petugas IGD dengan mengikuti pelatihan
kegawat daruratan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, 2006, Gambaran transportasi pasien post Operatif di Rumah Sakit
Dr.
Sardjito Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan
FakultasKedokteran Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Vol.1, EGC, Jakarta
Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2007, Agenda Gawat Darurat ( Critical Care )
Pusbankes 118, 2005, Medikal Emergency, PERSI cabang DIY, Yogyakarta
Prof. Dr. Sugiono, 2008, Metode Penelitian, kuantitatif, IKAPI, Indonesia
Sargo, 2002, Emergency medical transportasion, http://www.hc-sc.gc.ca/fniahspnia/pubs/services/_nursing-infirm/2002_transport-guide/chap_1eng.php
Warren J, 2004, Guidelines for the inter and intrahospital and interhospital
Transport
of
critically
ill
patients,http://www.scribd.com/doc/26001308/Guidelines-for-the-interand-intrahospital-transport-of-critically-ill-patients
Waydhas
C.,
2000,
Intrahospital
transport
of
critically
ill
patients,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11094486,tanggal akses 23 januari
2011
Pusbankes 118, 2010, Medical Emergency, PERSI Cabang DIY, Yogyakarta
Rumah Sakit Islam Klaten, 2005, Protap Pelayanan Pasien Gawat Darurat
Rumah Sakit Islam Klaten, 2006, Protap Pemindahan / Transfer Pasien, Klaten
University Hospital Policy and Prosedur manual, Oktober 2003, The Management
of inpatient appoiment Transfer, and Transportaton of Inpatient Within
thehealth Facility, http://dent.ohio-state.edv,tanggalakses 23 Januari
2011
Peitzman, at al. 2002, The Trauma Manual, 2 Edition, A wolterskluwar company,
philadelpia.
John H. Chi, Venu Nemani, Geoffrey T. Manley, 2002, Pre-Haspital Treatment
ofTraumatic Brain Injury, Department of Neurosurgery, University of
California, San Francisco, San Francisco, California
Download