GAMBARAN PELAKSANAAN TRANSPORTASI PASIEN CIDERA KEPALA BERAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN Abstract Fitri Suciana* Transportation on head injury patient is need to be considered on safety and stabilization patient which are suported by comunication, personel, patient who has stabilized, equipment, passage and imobilization by instaling neck collar on patient. This research was conducted to get an quantitative Descriptive research with cross sectional framework.Data was taken by check list items observation who has modified from Pusbankes 2005; Brunner and suddarth, 2002; and Jeffrey A. Green, MD intra hospital transportation of surgical patient: Guedelines For Reducing Risk Of The “Road Trip” equiment for transport, 2003. Total observation subject are 17 patient. Personnel who did communitation procedur is 100%, Stabilized condition is 100 %, personnel who run the transportation procedur are inappropriate, Equipment transportation procedur is not complete, passage is 100% clear, immobilization on neck by using neck collar is 0%. Procedur transportation for patient with head injury in RSI Hospital Klaten is not supporting for head injury transportation procedur ekspecially in personnel, equiment and neck immobilization. Key Words: Head injury, intrahospital transportation * Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten A. LATAR BELAKANG MASALAH Prinsip umum pemindahan pasien yang aman dan efektif membutuhkan keputusan yang hati-hati, pengangkutan semua pasien gawat darurat harus diperhitungkan rencana pengangkutan termasuk komunikasi, personil yang menangani harus terlatih, alat-alat yang perlu pada waktu pengangkutan, prosedur pengangkutan, pasien harus stabil dan tindakan resusitasi dapat dilaksanakan dalam perjalanan bila diperlukan, transportasi jalan yang dilalui dan model pengangkutan. (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007). Pasien di Instalasai gawat Darurat, menurut triase terdiri atas 4 kriteria yaitu pasien gawat darurat, pasien gawat tidak darurat, pasien darurat tidak gawat, pasien tidak gawat tidak darurat. Berdasarkan kriteria pasien tersebut selain menentukan cara penganan juga menentukan cara transportasi. Misalnya, pada pasien kritis sebelum dilakukan transportasi harus teratasi dulu tentang Airway, breathing, circulation (prinsip ABC) sehingga pasien dalam keadaan stabil (Pusbankes, 2005). Upaya melakukan transportasi pasien perlu dilakukan manajemen terlebih dahulu. Maksud manajemen transportasi adalah melakukan persiapan dan stabilisasi pasien dengan baik. Stabilisasi pasien harus selalu memperhatikan prinsip ABC. Manajemen airway atau jalan nafas dilakukan dengan cara monitor dan melindungi jalan nafas, mengamankan jalan nafas untuk mencegah pergeseran selama pergerakan pasien, memastikan bahwa peralatan resusitasi tersedia dan memastikan bahwa personel mampu mengoperasikan peralatan resusitasi tersebut. Manajemen breathing atau pernafasan dilakukan dengan memberikan oksigen secara adekuat, memonitor saturasi oksigen dengan oksimetri. Untuk circulation atau sirkulasi dilakukan dengan cara memastikan sirkulasi intra vena secara adekuat, monitor tanda-tanda vital, tekanan darah harus selalu diperiksa (Sargo, 2002). Salah satu komplikasi yang lazim pada transportasi pasien cidera kepala di mungkinkan terjadi kerusakan jaringan otak. Bantuan konsumsi oksigen yang diberikan di indikasikan untuk mencegah hipoksia jaringan tersembunyi yang akan menyebabkan kerusakan organ. Hipotesis ini menyatakan bahwa dengan peningkatan oksigen, maka kebutuhan oksigen dapat terpenuhi dan kematian kematian organ dapat dicegah. (Hayes, 2000) Menurut penelitian Hurst JM, 1992 yang berjudul “cost and complication during In-Hospital Transport of critically III Patients” menjelaskan bahwa komplikasi yang berhubungan dengan pernafasan dilaporkan mencapai 29% selama transportasi, termasuk perubahan pada kecepatan resperasi mencapai 20% pasien dan turunnya saturasi oksigen di arteri mencapai 2 – 17% kasus. Dalam studi tersebut di dapatkan tidak ada perubahan paCO2 dan ph selama transportasi. Upaya mencegah efek yang merugikan pada transportasi dalam rumah sakit perlu diperhatikan tentang organisasi transport, personil dan monitoring. Pelaksanaan transportasi pasien gawat memerlukan minimal 2 yaitu perawat critical care, terapis pernafasan bahkan dokter sebagai teamwork yang harus dapat mengatasi bila keadaan pasien tiba-tiba memburuk. Peralatan yang tersedia tergantung pada stabilisasi pasien. Pasien yang tidak stabil maka perlu peralatan monitoring tensi, monitoring pernafasan, pulse oximeter, defibrilator, suction, set resusitasi, obat standar resusitasi dan cairan intra vena serta ventilator portable (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007) Rumah Sakit Islam Klaten merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan di kabupaten Klaten. Salah satu pintu masuk pasien rawat inap selain poliklinik adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD), yang memiliki ketenagaan meliputi tenaga dokter 8 orang, perawat 17 orang yang telah bersertifikasi PPGD dan petugas pengantar pasien keruang rawat inap 1 orang. Selama kurun waktu 1 tahun (bulan Januari-Desember 2010), Instalasi Gawat Darurat mendapat kunjungan pasien cidera kepala berat sebanyak 30 orang sehingga rata-rata kunjungan pasien cidera kepala berat dalam 1 bln sebanyak 3 pasien. Pedoman transportasi merekomendasi bahwa semua rumah sakit mempunyai sebuah protap terhadap transportasi dalam rumah sakit dan antar rumah sakit yang dikembangkan oleh sebuah tim multidisiplin. Perencanaan prosedur ini mencakup komunikasi dan koordinasi sebelum transportasi, personil, peralatan monitoring, selama transportasi dan pendokumentasian. Perencanaan akan dievaluasi dan diperbaiki secara teratur menggunakan standar kualitas proses pengembangan (Parillo, 2004). Menurut protap Rumah Sakit Islam Klaten, Prosedur pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap dilakukan oleh perawat dan pembantu perawat sesuai kondisi pasien. Pada pasien-pasien yang memerlukan perawatan intensif yaitu pasien yang masuk ke IRI, NICU, PICU, pasien yang diobservasi selama lebih 6 jam tetapi masih mengalami kegawatan, dan pasien yang memerlukan tindakan pembedahan segera. Berdasarkan studi pendahuluan pada Bulan Desember selama 6 hari melalui observasi terhadap transportasi pasien maka didapatkan data antara lain : transportasi pasien menuju ruangan sebagian besar dilakukan oleh kurir (petugas pengantar pasien), terkadang pada pasien dengan kegawatan seperti cidera kepala berat diantar oleh kurir, setelah di CT scan kepala, apabila terdapat perdarahan, baru pasien diantar oleh perawat sehingga apabila terjadi masalah pada pasien selama transportasi petugas kurir tidak bisa mengatasi. Kelengkapan alat selama transportasi masih kurang, misalnya pada pasien dengan cidera kepala berat yang harus diberikan oksigen tetapi petugas tidak membawa tabung oksigen sehingga akan menyebabkan fatal pada pasien tersebut. Selain tersebut diatas, juga dijumpai ketidak lengkapan alat selama transportasi misalnya selimut, nierbeken/piala ginjal, tisue, tempat gantungan urin bag. Peneliti juga mengamati rute/lintasan selama transportasi menggunakan jalan yang sama untuk jalur pengunjung sehingga banyak sekali orang lalu lalang yang mengakibatkan mempersulit dan memperhambat selama transportasi pasien keruangan. Pada ruangan tertentu terdapat tempat untuk duduk pasien yang permanen di tepi jalur transportasi pasien sehingga menjadi semakin sempit. Berdasarkan fenomena dilapangan yang telah disebutkan di atas baik mengenai personel transport, perlengkapan peralatan, kelayakan pasien dan rute transportasi maka peneliti tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang permasalahan transportasi pasien cidera kepala berat di IGD Rumah Sakit Islam Klaten B. METODE PENELITIAN Penelitianini merupakan penelitian jenis penelitian deskriptif kuantitatif denagan menggunakan rancangan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah pasien dengan cidera kepala berat yang ditransportasi keruang rawat intensif. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara accidental sampel.Penelitimengambil total sampel sebanyak 17 responden. Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pelaksanaan transportasi pasien cedera kepala berat dengan kriteria : adanya penurunan kesadaran, penilaian GCS 3 – 8, adanya peningkatan tekanan intrakaranial. C. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 17 objek pasien cedera kepala berat didapatkan data sebagai berikut : 1. Karakteristik Responden sesuai umur : Tabel 1Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Islam Klaten(n= 17) Usia Frekuensi Prosentase Umur 12 – 18 2 Umur 18 – 35 8 Umur 35 – 65 7 11,76 47,05 41,17 No Pendidikan Jumlah % 1 D III Keperawatan 11 78,7 % 2 S1 keperawatan 1 7,1 % 3 DIII kebidanan 2 14,2 % 14 100 % Jumlah Berdasarkantabel banyakpadaumur 3140 .1 diketahuibahwaresponden tahunsebanyak 10 orang paling (72 %).Respondenumurkurang 30 tahundanumurlebihdari 40 tahunmasingmasingsebanyak 2 orang (14%). 2 Diketahui bahwa responden paling banyak pada tingkat pendidikan adalah DIII Keperawatan sebanyak 11 orang (78,7%) dan responden yang paling sedikit dengan pendidikan D III kebidanan sebanyak 2 orang ( 14,2%). 1. Pelaksanaan transportasi pasien cidera kepala dari IRD menuju Ruang Intensif di Rumah Sakit Islam Klaten. Tabel 2 Hasil pengamatan dan penelitian Komunikasi Frekuensi Prosentase 1. Ada Komunikasi 17 100 2. Tidak ada komunikasi 0 0 Nilai Stabilisasi Pasien Frekuensi Prosentase 1. Skor 0 0 0 2. Skor 1 0 0 3. Skor 2 0 0 4. Skor 3 17 100 Personil Frekuensi Prosentase 1. Perawat 11 64,70 2. Mahasiswa 0 0 3. Pekarya 6 35,29 Peralatan Frekuensi prosentase 1. Brankart layak pakai 15 88,23 2. Brankart tidak layak pakai 2 11,76 Peralatan 1. Frekuensi Ambubag ada Prosentase 0 0 2. Ambubag tidak ada 100 Tabel 3 17 Hasil pengamatan dan penelitian Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Ventilator ada 0 0 2. Ventilator tidak ada 17 100 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Bedside monitor ada 0 0 2. Bedside monitor tidak ada 17 100 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Tabung Oksigen ada 13 76,47 2. Tabung oksigen tidak ada 4 23,52 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Selimut ada 12 70,58 2. Selimut tidak ada 5 29,41 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Piala Ginjal 0 0 2. Piala Ginjal tidak ada 17 100 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Tissue ada 0 0 2. Tissue tidak ada 17 100 Peralatan Frekuensi Prosentase 1. Gantungan urin bag ada 0 0 2. Gantungan urin bag tidur 17 100 Imobilisasi Leher Prosentase Frekuensi 1. Pasien terpasang kolar servical 0 0 2. Pasien tidak terpasang kolar servikal 17 100 Passage Frekuensi Prosentasi 1. Waktu kurang 30 mnt 17 100 2. Waktu lebih 30 mnt 0 0 Perawat yang telahmendapatpelatihanataukompetensi di IRD terbanyakadalah PPGD sebanyak 8 orang ( 57,3 %) yang paling sedikitadalah APN sebanyak 2 orang (14,2 %). Hampir semua perawat melakukan komunikasi pada langkah 1,2,3,4 dan 6 pada langkag 5 hanya dilakukan 6 kali karena tindakan selanjtnya dilakukan dengan kondisi dan sudah tercatat pada catatan medik di status pasien. Pada tahap stabilisasi hanya 9 pasien yang bernafas spontan karena walaupun sudah terpasang endotracheal tube tapi masih perlu bantuan nafas atau bagging. Hasil menunjukkan bahwa hampir semua pasien masul ke IRI didampingi perawat dan petugas medis. Dokter mendampingi pasien sampai ke IRI hanya 3 kali karena keadaan pasien velum stabil dan masih dalam katagori gawat darurat tetapi harus segera dirawat di IRI. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hampir semua perawat membawa peralatan dan obat pada saat pelaksanaan transportasi dari IRD ke IRI. Pulse oksimetri jarang dibawa karena obat emergency sudah diberikan di IRD dan jarak dari IRD ke IRI cukup dekat dengan waktu tempuh antara 5 sampai 8 menit. Ada sebanyak 4 kali rute tidak aman untuk dilewati karena pada waktu pengamatan lorong atau rute dari IRD menuju IRI baru dalam tahap renovasi sehingga dapat membahayakan siapa saja yang lewat termasuk pasien. Sebagian perawat melakukan monitor keadaan pasien. Keadaan pasien jarang ditanyakan perawat selama transportasi karena dengan mengajak komunikasi pasien, perawat bisa menilai keadaan pasien. D. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Sesuai Umur Tabel 4.1 menunjukan sesuai umur pasien cidera kepala berat yang di transportasi ke ruang intensif adalah umur 12 – 15 thn : 11,76 %, umur 18 – 35 thn : 47,05 %, umur 35 – 65 thn : 41,17 % . Ini menunjukkan bahwa yang mengalami kecelakaan terbanyak adalah umur 18 – 35 thn. Menurut data penelitian kecelakaan lalu lintas di Indonesia paling banyak laki-laki dengan trauma kepala adalah berumur 21 – 30 thn (Isbandiono, Juliani Kusumaputra 1994). 2. Pelaksanaan transportasi pasien cidera kepala dari IRD menuju Ruang Intensif di Rumah Sakit Islam Klaten. Komunikasi; petugas IGD sudah melakukan komunikasi kepada petugas ruang intensif yaitu dengan memberikan informasi sebelum pasien cidera kepala berat dilakukan transportasi menuju ruangan tersebut. Hal ini tampak sebelum memindahkan pasien cedera kepala berat ke ruangan, petugas IGD sudah memberitahukan lewat telepon ke ruang tujuan kalau akan ada pasien baru yaitu pasien cidera kepala berat yang akan di dirawat di ruangan tersebut. ( shoemaker, 2001 ). Kelayakan Pasien, semua pasien cidera kepala sebelum ditransportasikan dari IRD menuju ruang rawat inap sudah dalam keadaan stabil. Pasien cedera kepala berat sebelum dilakukan transportasi terlebih dahulu dinilai dengan lembar stabilisasi pasien. Penilaian meliputi Airway, Breathing dan circulation (Prinsip ABC). Sebelum dilakukan transportasi, keadaan pasien harus dalam kondisi stabil keadaan baik, tidak mengalami syok, nadi teraba dengan frekuensi berkisar antara 60-100 x/menit. Petugas transportasi Petugas yang melakukan transportasi pasien cidera kepala berat dari IRD menuju ruang rawat intensif, masih ada yang dilakukan oleh 1 pekarya/kurir yaitu mencapai 35,29%. Petugas transportasi tidak sesuai dengan teori yang ada, sesuai protap Rumah Sakit Islam Klaten yang seharusnya pemindahan pasien dari IRD ke ruang rawat intensif dilakukan oleh petugas khusus yang mendapatkan pelatihan PPGD, dalam hal ini dilakukan oleh pekarya. Sedangkan pasien-pasien khusus yang perlu didampingi oleh perawat yaitu pasien yang memerlukan perawatan intensif, pasien yang sudah diobservasi selama 6 jam tapi masih mengalami kegawatan dan pasien yang memerlukan tindakan pembedahan segera (Prof.Dr.Tabrani, 2007) Peralatan pendukung transportasi pada setiap pasien berbeda tergantung pada kondisi pasien tersebut. Peralatan pendukung transportasi digunakan untuk mempertahankan kondisi pasien supaya tetap stabil serta untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi pasien selama transportasi. Pada tabel perlengkapan alat menunjukan bahwa perlengkapan penunjang transportasi pasien cedera kepala dari IRD menuju ruang intensif tidak lengkap. Ketidaklengkapan dan ketidaklayakan ini didapatkan pada item: 1. Brankart, penggunaan brankart yang kurang layak tersebut terjadi selama 17 kali pengamatan atau mencapai 11,76 %. Alasan mengapa brankart dinyatakan kurang layak karena ada beberapa brankart yang digunakan kurang terawat, misalnya tidak ada pengaman atau restrain di samping brankart, brankart yang alasnya tidak rata, dan ada brankart yang kunci rodanya tidak berfunngsi. 2. Penggunaan Ambubag, petugas tidak pernah membawa ampubag dikarenan di IGD hanya mempunyai 1 ampubag, padahal alat tersebut sangat dibutuhkan bila pasien dalam keadaan gagal nafas (Pusbankes 2005). 3. Penggunaan Ventilator portabel, petugas transportasi di IGD tidak pernah membawa ventilator portabel karena belum tersedia di IGD dan protap penggunaan belum ada. Ventilator sangat penting untuk menjaga agar ventilasi oksigen tetap terjaga (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007). 4. Penggunaan Bedset monitor, petugas transportasi di IGD tidak pernah menggunakan bedset monitor selama transportasi pasien cidera kepala berat ke ruang Intensif. Bedset monitor adalah alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran jantung, SpO2 dalam darah, tekanan darah, frekwnsi irama jantung dan pernafasan sehingga alat tersebut sangat membantu dalam transportasi pasien kritis untuk mengetahui bahwa pasien tersebut tetap dalam keadaan stabil (Prof.Dr.Tabrani Rab, 2007). 5. Oksigen dan perlengkapannya, semua pasien cidera kepala berat yang ditransportasi keruangan yang menggunakan oksigen adalah 13 pasien (76,47 %). Pada pasien dengan cidera kepala berat, pemberian oksigen sangat penting untuk mencegah terjadinya cidera sekunder, akibat dari hipoksia (Hayes, 2000). 6. Selimut, penggunaan selimut selama transportasi pasien cidera kepala berat, Berdasarkan hasil pengamatan, selama transportasi pasien yang menggunakan selimut sebanyak 12 pasien (70,58 %), yang tidak menggunakan selimut 5 orang (29,41 %) dikarenakan stok selimut bersih habis dan banyak yang sudah rusak. 7. Piala Ginjal ( nierbeken), selama transportasi pasien cidera kepala berat, observasi tidak pernah melihat adanya piala ginjal sebagai alat pendukung transportasi. 8. Tissue, petugas tidak pernah ada yang membawa tissue selama transportasi pasien denga cidera kepala berat. Tissue merupakan salah satu alat pendukung transportasi yang berfungsi sebagai alat untuk membersihkan sisa muntahan yang menempel ditubuh pasien menjadi lebih nyaman. 9. Gantungan Urin bag, petugas transportasi tidak pernah ada yang membawa gantungan urin bag. Sesuai namanya, gantungan urin bag berfungsi untuk menempatkan urin bag yang kemudian diletakkan di samping brankart. Pada pasien yang terpasang kateter, alat tersebut sangat diperlukan selama transportasi berlangsung. 10. Imobilisasi leher, responden tidak pernah terpasang kolar servikal mencapai 17 pasien (100%). Dengan dengan demikian semua pasien dengan cidera kepala berat belum terpasang kolar cervikal sesuai dengan standart penanganan pasien gawat Darurat. Penyebabnya bisa karena petugas dari UGD yang tidak mendapatkan intruksi dari dokter jaga IGD. Passage,menunjukan jalan bebas hambatan sebanyak 100 %. Berdasarkan pengamatan selama transportasi pasien cidera kepala dari ruang IRD menuju ruang intensif, tidak ditemukan adanya hambatan, dapat diartikan bahwa jalur transportasi yang dilalui terbebas dari hambatan. E. SIMPULAN Simpulan dari penelitian adalah : 1. Petugas sudah melakukan komunikasi kepada penerima pasien sebelum pasien cidera kepala berat dilakukan transportasi ke ruang Intensif 2. Pasien dinyatakan layak untuk dilakukan transportasi ke ruang intensif karena kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil menurut prinsip ABC (airway, breathing, circulation). 3. Personil yang melakukan transportasi ke ruang intensif kurang layak karena masih ada pasien dengan cidera kepala berat yang diantar oleh pekarya/kurir. 4. Peralatan untuk mendukung selama transportasi pasien cidera kepala berat dinyatakan kurang lengkap. 5. Passage atau jalur dilalui selama transportasi pasien cidera kepala berat menuju ruang intensif tidak mengalami hambatan. 6. Selama penanganan dan transportasi pasien cidera kepala berat menuju ruang intensif belum semua pasien dipasang kolar servikal. F. SARAN 1. Petugas IRD melakukan komunikasi terlebih dahulu sebelum dilakukan transportasi kepada petugas ruang intensif. 2. Petugas transportasi cidera kepala berat, personil yang melakukan transportasi intrahospital tersebut diberikan pelatihan PPGD tingkat awam, sehingga diharapkan bila terjadi masalah selama transportasi pasien cIdera kepala berat, petugas tersebut dapat mengatasi sesuai prosedur yang benar. 3. Rumah sakit a. Melengkapi peralatan untuk sarana keamanan dan kenyamanan dalamtransportasi pasien Cidera kepala berat di IGD Rumah Sakit Islam Klaten. b. Peningkatan skill bagi petugas IGD dengan mengikuti pelatihan kegawat daruratan. DAFTAR PUSTAKA Adinugroho, 2006, Gambaran transportasi pasien post Operatif di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Vol.1, EGC, Jakarta Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2007, Agenda Gawat Darurat ( Critical Care ) Pusbankes 118, 2005, Medikal Emergency, PERSI cabang DIY, Yogyakarta Prof. Dr. Sugiono, 2008, Metode Penelitian, kuantitatif, IKAPI, Indonesia Sargo, 2002, Emergency medical transportasion, http://www.hc-sc.gc.ca/fniahspnia/pubs/services/_nursing-infirm/2002_transport-guide/chap_1eng.php Warren J, 2004, Guidelines for the inter and intrahospital and interhospital Transport of critically ill patients,http://www.scribd.com/doc/26001308/Guidelines-for-the-interand-intrahospital-transport-of-critically-ill-patients Waydhas C., 2000, Intrahospital transport of critically ill patients, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11094486,tanggal akses 23 januari 2011 Pusbankes 118, 2010, Medical Emergency, PERSI Cabang DIY, Yogyakarta Rumah Sakit Islam Klaten, 2005, Protap Pelayanan Pasien Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten, 2006, Protap Pemindahan / Transfer Pasien, Klaten University Hospital Policy and Prosedur manual, Oktober 2003, The Management of inpatient appoiment Transfer, and Transportaton of Inpatient Within thehealth Facility, http://dent.ohio-state.edv,tanggalakses 23 Januari 2011 Peitzman, at al. 2002, The Trauma Manual, 2 Edition, A wolterskluwar company, philadelpia. John H. Chi, Venu Nemani, Geoffrey T. Manley, 2002, Pre-Haspital Treatment ofTraumatic Brain Injury, Department of Neurosurgery, University of California, San Francisco, San Francisco, California